• Tidak ada hasil yang ditemukan

Detection and Cloning of α-Glucosidase Inhibitor Gene of Streptomyces sp. BWA 65 and Its Potential as an Anti Hyperglycemic in Mice (Mus musculus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Detection and Cloning of α-Glucosidase Inhibitor Gene of Streptomyces sp. BWA 65 and Its Potential as an Anti Hyperglycemic in Mice (Mus musculus)"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

DETEKSI DAN KLONING GEN INHIBITOR

α-GLUKOSIDASE Streptomyces sp. BWA 65 SERTA

POTENSINYA SEBAGAI ANTI HIPERGLIKEMIK PADA

MENCIT (Mus musculus)

YESSY VELINA

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Deteksi dan Kloning Gen Inhibitor α-Glukosidase Streptomyces sp. BWA 65 serta Potensinya sebagai Anti Hiperglikemik pada Mencit (Mus musculus)” merupakan gagasan dan karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2012

(3)

ABSTRACT

YESSY VELINA. Detection and Cloning of α-Glucosidase Inhibitor Gene of Streptomyces sp. BWA 65 and Its Potential as an Anti Hyperglycemic in Mice (Mus musculus). Supervised by YULIN LESTARI and MIN RAHMINIWATI.

Diabetes mellitus is a metabolic disorder characterized by the presence of hyperglycemia due to defective insulin secretion, defective insulin action or both. One therapeutic approach for treating diabetes is to decrease the post-prandial hyperglycemia. This is done by preventing the absorption of glucose through the inhibition of the carbohydrate-hydrolysing enzymes α-glucosidase and α-amylase in the digestive tract. Actinomycetes have been known as source of commercialized acarbose, an α-glucosidase inhibitor. Acarbose is keto analog moieties of the C7N aminocyclitols. Sedoheptulose 7-phosphate is converted into

2-epi-5-epi-valiolone via the activity of sedoheptulose 7-phosphate cyclase, at the first step of the biosynthesis of C7N aminocyclitol. This research aimed to detect

and clone sedoheptulose 7-phosphate cyclase gene and to investigate the capability of crude α-glucosidase extract from Streptomyces sp. BWA 65 in lowering blood glucose levels in mice. Detection of sedoheptulose 7-phosphate cyclase gene was done by using Polymerase Chain Reaction (PCR) with designed primers C7N aminocyclitol. The primer used was designed on the basis of the

known sequence of sedoheptulose 7-phosphate cyclase (acbC) from that of Actinoplanes sp. SE50/100 which was then cloned by T-Vector pMD20. The in vivo experiment was conducted by using thirty mice, by the oral glucose tolerance test (OGTT) and induction of streptozotocin diabetes methods. The result showed that there was similarity of nucleotide series sedoheptulose 7-phosphate cyclase of Streptomyces sp. BWA 65 wich have 100 % sequence similiarity with DNA fragment of sedoheptulose 7-phosphate cyclase Actinoplanes sp. complete acarbose (acb) gene cluster, strain SE50/110, accses number Y18523.4 reported in the GenBank analysis through Blast Program. The result indicated that the designed primer was able to amplify the sedoheptulose 7-phosphate cyclase acarbosealthough the accomplishment in amplifying the gene was still up to 300 bp. The result for in vivo experiment by oral glucose tolerance test (OGTT) showed that α-glucosidase extract from Streptomyces sp. BWA 65 had potency about 75 percent in decreasing blood glucose levels postprandial compare to acarbose and for induction of streptozotocin diabetes showed that α-glucosidase extract from Streptomyces sp. BWA 65 had an effect in decreasing blood glucose levels diabetic mice hyperglycemia better than the acarbose concentration examined. The in vivo experiment indicated that α-glucosidase inhibitor from Streptomyces sp. BWA 65 had potential as antidiabetic in mice.

(4)

RINGKASAN

YESSY VELINA. Deteksi dan Kloning Gen Inhibitor α-Glukosidase Streptomyces sp. BWA 65 serta Potensinya sebagai Anti Hiperglikemik pada Mencit (Mus musculus). Dibimbing oleh YULIN LESTARI dan MIN RAHMINIWATI.

Diabetes melitus (DM) menjadi masalah penting dunia dengan jumlah penderita yang terus meningkat, termasuk di Indonesia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi bahwa jumlah penderita diabetes di dunia akan meningkat dari 171 juta di tahun 2000 menjadi 366 juta di tahun 2030. DM adalah penyakit yang terkait dengan gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia akibat tidak ada sekresi insulin dari sel beta pankreas dan akibat dari resistensi reseptor terhadap insulin. Salah satu cara pengobatan DM adalah dengan menurunkan kadar glukosa darah setelah makan. Hal ini dapat dilakukan dengan menghindari penyerapan glukosa dengan cara menghambat enzim penghidrolisis karbohidrat yaitu enzim α-glukosidase. Aktinomiset diketahui dapat menghambat aktivitas enzim α-glukosidase dengan menghasilkan inhibitor α-glukosidase berupa acarbose. Inhibitor α-glukosidase acarbose berasal dari produk alami mikrob yang dihasilkan oleh Actinoplanes sp. SE50/100 dari produk C7N

aminocyclitol. Sedoheptulosa 7-fosfat akan diubah menjadi 2-epi-5-epi valiolone oleh enzim sedoheptulosa 7-fosfat siklase pada langkah awal biosintesis C7N

aminocyclitol.

Penelitian ini bertujuan mendeteksi gen sedoheptulosa 7-fosfat siklase dan mengkaji kemampuan senyawa bioaktif inhibitor α-glukosidase yang dihasilkan oleh Streptomyces sp. BWA 65 dalam menurunkan kadar glukosa darah mencit secara in vivo. Deteksi gen dilakukan dengan menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan primer didesain berdasarkan susunan sekuen sedoheptulose 7-fosfat siklase (acbC) yang telah diketahui pada Actinoplanes sp. SE50/100. Hasil produk PCR kemudian diklon ke dalam vektor plasmid pMD20. Pengujian aktivitas antihiperglikemik in vivo dilakukan menggunakan 30 mencit yang dibagi ke dalam 5 kelompok perlakuan, yaitu kelompok 1 sebagai kontrol positif diberikan acarbose, kelompok 2 sebagai kontrol negatif yang diberi akuades, dan kelompok 3 sampai dengan 5 diberi diberikan 3 dosis perlakuan ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 masing-masing 0.036 mg/30 g BB (P1), 0.36 mg/30 g BB (P2), 3.6 mg/30 g BB (P3).

(5)

Hasil uji in vivo menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 dapat menurunkan kadar glukosa darah mencit postprandial hiperglikemik. Tes toleransi glukosa oral (TTGO) menunjukkan bahwa perlakuan berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95% dengan penurunan Area Under Curve (AUC) tertinggi terjadi pada P3 sebesar 24.71%. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 memiliki kemampuan sebagai inhibitor α-glukosidase dan mampu menekan kenaikan kadar glukosa darah sesaat. Aktivitas antihiperglikemik dengan induksi streptozotosin, menunjukkan bahwa perlakuan berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%. Ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 memiliki kemampuan menurunkan kadar glukosa hiperglikemik dengan penurunan kadar glukosa darah tertinggi terjadi pada P1 sebesar 26%. Hasil uji in vivo menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 berpotensi sebagai antidiabetes pada mencit.

(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2012

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tesis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar atau Institut Pertanian Bogor

(7)

DETEKSI DAN KLONING GEN INHIBITOR

α-GLUKOSIDASE Streptomyces sp. BWA 65 SERTA

POTENSINYA SEBAGAI ANTI HIPERGLIKEMIK PADA

MENCIT (Mus musculus)

YESSY VELINA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Mayor Mikrobiologi

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul : Deteksi dan Kloning Gen Inhibitor α-Glukosidase Streptomyces sp. BWA 65 serta Potensinya sebagai Anti Hiperglikemik pada Mencit (Mus musculus)

Nama : Yessy Velina NRP : G351100051

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yulin Lestari drh. Min Rahminiwati, Ph.D. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Mikrobiologi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Gayuh Rahayu Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian dan penulisan tesis ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini berjudul “Deteksi dan Kloning Gen Inhibitor α-Glukosidase Streptomyces sp. BWA 65 serta Potensinya sebagai Anti Hiperglikemik pada Mencit (Mus musculus) ” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada program studi Mikrobiologi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjalani perkuliahan hingga terselesaikannya tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan moral maupun material dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Yulin Lestari dan drh. Min Rahminiwati, Ph.D. selaku pembimbing atas kesabarannya dalam memberikan saran, bimbingan, dukungan, serta kesempatan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. drh. Fachriyan Hasmi Pasaribu atas kesediaannya sebagai penguji luar komisi yang telah memberikan saran dan bimbingan dalam penyempurnaan penulisan tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ence Darmo Supena atas kesediaannya sebagai penguji mutu lulusan program studi Mikrobiologi Pascasarjana IPB.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Profesor Masafumi Yohda dan Profesor Masafumi Odaka yang telah memberikan fasilitas dan bimbingan

sebagian dari penelitian ini di Laboratory for Biomolecules and Proteomes, Tokyo University of Agriculture and Technology (TUAT) Japan, serta terima kasih penulis sampaikan kepada Profesor Wuled Lenggoro sebagai penyelenggara program Short Stay / Short Visit for Indonesia Student (SSSV) yang berperan sebagai penjamin selama penulis berada di Jepang. Dukungan dana untuk keberangkatan penulis ke Jepang juga di berikan oleh program Indonesia Managing Higher Education Relevance and Efficiency (IMHERE) B2c IPB. Terima kasih penulis ucapkan kepada program Hibah Pasca Sarjana, DP2M

(10)

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, Ayuk Yona dan kak Ligo, kak Elvan dan Ayuk Iin, kak Elwan dan Ayuk Linda dan Yolinda serta segenap keluarga atas dukungan, kepercayaan, kesabaran dan doa demi keberhasilan penulis.

Terima kasih kepada teman-teman program studi Mikrobiologi khususnya angkatan 2010 yaitu mbak Ike, kak Erwin, Vivi, teh Ukit, kak Sipri, bang Saiful, mbak Yunita, atas kerjasama dan persahabatan yang telah terjalin selama ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada laskar Yulin Lestari yaitu Annisa, mbak Dyah, mbak Eka, Sari, Putri, Pak Puji, dan juga untuk seorang teman Tomi Ramadona terima kasih atas masukan dan doa selama penulis berada di kota Bogor. Teman-teman seperjuangan di Laboratorium Mikrobiologi berikut seluruh teknisi atas bantuan dan perhatian serta kerjasama yang baik.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Neng Risma Liana, dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) yang telah memberikan masukan dalam penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf pengajar di Program Studi Mayor Mikrobiologi, Sekolah Pascasarjana IPB atas segala ilmu yang telah diberikan. Seluruh Staf administrasi atas bantuannya selama penulis menjalankan tugas belajar di IPB. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, semoga amal baik yang telah diberikan mendapatkan pahala dari Allah SWT.

Semoga hasil penelitian ini bermanfaat serta dapat memberikan informasi

untuk kepentingan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan kesejahteraan manusia.

Bogor, Agustus 2012

(11)

RIWAYAT HIDUP

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Permasalahan ... 3

Hipotesis... ... 4

TujuanPenelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Obat ... 5

Brotowali... ... 6

Mikrob Endofit ... 7

Aktinomiset ... 9

Diabetes Mellitus ... 10

Pencernaan dan Absorbsi Karbohidrat ... 11

Pengobatan Diabetes Mellitus ... 11

Mikrob Penghasil Inhibitor α-Glukosidase ... .13

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat... 15

Bahan... 15

Alat... 15

Peremajaan Streptomyces sp. BWA 65... 15

Penentuan Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase... 16

Ketahanan Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase terhadap Asam………... 17

Deteksi Gen Sedoheptulosa 7-fosfat Siklase Streptomyces sp. BWA 65………..………... 17

Purifikasi DNA……….………. 18

Kloning DNA dengan T-Vektor pMD20……….. 18

Transformasi ... 18

Polymerase Chain Reaction (PCR) Koloni ... 19

Pemotongan dengan Enzim Restriksi ... 20

Sekuensing DNA ... 20

Uji Kemampuan Ekstrak Etil Asetat Streptomyces sp. BWA 65 Dalam Menurunkan Kadar Glukosa Darah Mencit (In vivo)... 21

Penentuan Dosis Ekstrak Isolat Terpilih... 22

Aktivitas Antihiperglikemik Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)…... 22

Aktivitas Antihiperglikemik dengan Induksi Streptozotosin... 22

(13)

HASIL

Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase Streptomyces sp. BWA 65..….…... 25

Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase pada Kondisi Asam………. 25

Amplifikasi gen Sedoheptulosa 7-fosfat Siklase………….………….. 26

Kloning Fragmen Gen Sedoheptulosa 7-fosfat Siklase………. 26

Analisis Fragmen Gen Sedoheptulosa 7-fosfat Siklase Acarbose dengan Database di GenBank………..……….. 28

Aktivitas Antihiperglikemik Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ... 28

Aktivitas Antihiperglikemik dengan Induksi Streptozotosin... 29

PEMBAHASAN.. ... 31

SIMPULAN DAN SARAN... 35

DAFTAR PUSTAKA... 37

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur acarbose... 13

2 Aktivitas inhibisi α-glukosidase ekstrak etil asetat Streptomyces sp.BWA 65…...………... 25

3 Perbandingan aktivitas inhibisi α-glukosidase ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65pada pH 8 dan pH 4……….….….….. 25

4 Amplifikasi gen sedoheptulosa 7-fosfat siklase 300 bp pada lajur 1………..…… 26

5 Seleksi transforman koloni putih E. coli DH5α..... 26

6 Koloni PCR... 27

7 Verifikasi DNA Sisipan... 27

8 Kadar glukosa darah normal dan hiperglikemik serta acarbose yang mendapat ekstrak etil asetat Streptomyces sp.BWA 65 ( 1, 10 dan 100 kali berturut-turut)……….…. 28

9 Perubahan kadar glukosa darah mencit diabetes Selama 15 hari percobaan……… 30

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Sistem reaksi enzim untuk satu sampel dengan volume total 1 m ... 17 2 Pereaksi untuk ligasi menggunakan T-Vektor PMD20 ... 18 3 Komposisi enzim restriksi ... 20 4 Reaksi PCR untuk siklus sekuensing menggunakan ABI BigDye

Terminator ... 20 5 Hasil kemiripan sekuen nukleotida gen Sedoheptulosa

7-fosfat siklaseacarbose pada program BLAST ... 28 6 Pengaruh pemberian ekstrak etil asetat Streptomyces sp.

BWA 65 terhadap kadar glukosa darah mencit selama 180

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Perhitungan dosis ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 yang dicekokberdasarkan uji aktivitas inhibitor α

-glukosidase………... 45 2 Dosis acarbose yang dicekok ke hewan coba mencit berdasarkan

bobot badan………..……. ... 46 3 Analisis statistika aktivitas antihiperglikemik tes toleransi

glukosa oral (TTGO)……… 47 4 Hasil analisis statistika aktivitas antihiperglikemik ekstrak etil asetat

pada mencit penderita diabetes yang diinduksi dengan

streptozotosin……… ... 48

5 Hasil penjajaran melalui BLASTN sekuen 300 bp yang teramplifikasi

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyakit kronis seperti diabetes, menjadi masalah dunia yang jumlah penderitanya terus meningkat, termasuk di Indonesia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi bahwa jumlah penderita diabetes di dunia akan meningkat dari 171 juta di tahun 2000 menjadi 366 juta di tahun 2030 (Wild et al. 2004). Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit yang terkait dengan gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia akibat dari tidak adanya sekresi insulin dari sel beta pankreas dan akibat dari resistensi reseptor terhadap insulin. Penyakit DM terbagi atas DM tipe 1 yang disebabkan kerusakan sel beta pankreas dan DM tipe 2 yang disebabkan oleh defisiensi insulin (CDA 2008).

Salah satu terapi dalam pengobatan diabetes yang dapat diterapkan adalah dengan menurunkan kadar glukosa darah setelah makan. Hal ini dilakukan dengan cara memperlambat penyerapan glukosa melalui penghambatan pemecahan

karbohidrat oleh α-glukosidase dan α-amilase dalam saluran pencernaan. Obat-obat kimia yang digunakan untuk mengObat-obati DM tipe 2 yaitu golongan sulfonylurea, biguanida, inhibitor α-glukosidase, thiazolidinediones dapat menurunkan kadar gula darah dengan mekanisme yang berbeda. Salah satu

mekanisme kerja obat tersebut diatas adalah sebagai inhibitor α-glukosidase seperti acarbose, miglitol dan voglibose yang digunakan untuk menunda penyerapan glukosa di usus halus sehingga terjadi penurunan kadar glukosa setelah makan. Obat-obat ini sering digunakan untuk mengobati pasien penderita DM tipe 2 (Laar et al. 2005, Hanefeld et al. 2008). Akan tetapi obat tersebut dapat memiliki efek samping seperti hipoglikemia, menimbulkan keracunan asam laktat dan gangguan pencernaan (Li et al. 2004). Acarbose adalah pseudooligosakarida yang berperan sebagai kompetitor α-glukosidase karena hampir tidak dicerna dan tidak bersifat racun (Wehmeier & Piepersberg 2004,

Laube 2002).

Indonesia dengan keanekaragaman hayatinya memiliki potensi besar untuk

mengembangkan obat herbal (Radji 2005). Penggunaan obat herbal secara umum

(18)

obat herbal diakui memiliki efek samping yang relatif lebih kecil dibandingkan

dengan obat modern (Sari 2006). Tanaman obat antidiabetes yang telah lama

digunakan masyarakat antara lain brotowali (Tinospora cordifolia W), pare (Momordica charantia L) dan mimba (Azardirachta indica ) (Jung et al. 2006). Lebih lanjut telah diketahui bahwa ekstrak brotowali memiliki efek antihiperglikemik (Noor & Aschrof 1998).

Mikrob endofit adalah mikrob yang hidup di dalam jaringan tanaman pada

periode tertentu dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan

tanaman tanpa membahayakan inangnya. Mikrob endofit menghasilkan senyawa bioaktif yang dapat berfungsi sebagai antioksidan, antibiotik, antivirus, antikanker, bioinsektisida, imunosupresif, serta antidiabetik (Strobel & Daisy 2003). Beberapa mikrob endofit mampu menghasilkan senyawa fitokimia atau metabolit sekunder sama dengan tanaman inangnya. Kemampuan mikrob dalam

memproduksi metabolit yang identik tersebut diduga akibat dari transfer genetik

(geneticrecombination) dalam kurun waktu evolusi dari tanaman inang ke dalam

mikrob endofit (Tan & Zou 2001).

Berbagai jenis endofit telah berhasil diisolasi dari tanaman inangnya

seperti Colletotrichum sp. diisolasi dari tanaman Artemisia annua. Mikrob ini

menghasilkan metabolit artemisinin yang sangat potensial sebagai anti malaria

(Lu et al. 2000). Metabolit paclitaxel dan derivatnya merupakan senyawa

diterpenoid berkhasiat sebagai antikanker yang diekstrak dari tanaman Taxus.

Paclitaxel ternyata juga dapat dihasilkan oleh mikrob endofit dari tanaman

inangnya (Strobel et al. 2002). Jenis mikrob endofit lain yang diisolasi dari

tanaman Grevilleapteridifolia juga mampu menghasilkan metabolit kakadumycin

yang berkhasiat sebagai anti malaria (Castillo et al. 2003). Geotrichum sp. yang diisolasi dari Crassocephalum crepidioides menghasilkan senyawa metabolit sekunder dihydroisocoumarin yang memiliki potensi antimalaria, antituberkulosis dan antifungal (Kongsaeree et al. 2003). Cytonaema sp. dapat menghasilkan metabolit cytonic acid A dan B, yang struktur molekulnya merupakan isomer

p-tridepside, berhasiat sebagai anti virus. Cytonic acid A dan B ini merupakan

protease inhibitor dan dapat menghambat pertumbuhan cytomegalovirus manusia

(19)

Musa acuminata menghasilkan metabolit sekunder yang mampu melawan

Fusarium oxysporum sp. Cubense (Cao et al. 2004).

Aktinomiset diketahui sebagai mikrob utama penghasil metabolit sekunder dengan beragam fungsi seperti antibiotik, anti tumor, anti virus, anti fungi yang bermanfaat dibidang kesehatan (Dehnad et al. 2010, Hyun et al. 2005). Anggota aktinomiset yang dapat menghasilkan inhibitor α-glukosidase acarbose adalah Actinoplanes sp. SE50/110 yang sudah dikomersialkan dalam bentuk produk glucobay oleh perusahaan Bayer (Zhang et al. 2003b), Micromonospora sp. VITSDK3 (EU55138) (Suthindiran et al. 2009), Actinoplanes sp. A56 (Wei et al. 2010), Actinoplanes sp. CKD485-16 (Choi & Shin 2003) dan Streptomyces glaucescens (Rockser & Wehmeier 2008).

Brotowali merupakan tanaman obat yang secara turun temurun digunakan sebagai obat antidiabetes. Tanaman obat ini ternyata mengandung aktinomiset

endofit. Pujiyanto (2012) melakukan penapisan kemampuan inhibitor

-glukosidase terhadap 32 isolat aktinomiset endofit brotowali dan mendapatkan bahwa Streptomyces sp. BWA 65 memiiki kemampuan tertinggi. Namun demikian, sejauh ini kajian tentang gen penghasil inhibitor -glukosidase

Streptomyces sp. BWA 65 yaitu Sedoheptulosa 7-fosfat siklase belum diketahui. Pengaruh ekstrak Streptomyces sp. BWA 65 yang mengandung senyawa inhibitor

-glukosidasedalam menurunkan kadar glukosa darah secara in vivo juga belum

diketahui. Langkah penting tersebut diperlukan untuk pengembangan

kemampuannya sebagai inhibitor -glukosidase.

Permasalahan

Berdasarkan fakta bahwa penderita diabetes di Indonesia terus meningkat, sedangkan Indonesia memiliki kekayaaan dan keragaman aktinomiset yang tinggi. Aktinomiset diketahui merupakan penghasil utama metabolit sekunder dengan beragam fungsi penting di bidang kesehatan diantaranya sebagai obat antidiabetes. Penelitian sebelumnya telah berhasil memperoleh Streptomyces sp. BWA 65 endofit brotowali yang memiliki aktivitas inhibitor α-glukosidase. Namun

demikian, gen yang memproduksi inhibitor -glukosidase oleh Streptomyces sp.

(20)

bertanggung jawab sebagai penghasil inhibitor -glukosidase acarbose. Namun,

belum diketahui apakah gen tersebut juga dimiliki oleh Streptomyces sp. BWA 65.

Streptomyces sp. BWA 65 telah diketahui memiliki aktivitas inhibitor

-glukosidase berdasarkan uji in vitro. Akan tetapi aktivitas inhibitor -glukosidase

Streptomyces sp. BWA 65 dalam menurunkan kadar glukosa darah secara in vivo belum diketahui.

Hipotesis

Streptomyces sp. BWA 65 memiliki gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase acarbose dan pada konsentrasi tertentu, senyawa inhibitor -glukosidase yang

dihasilkannya dapat menurunkan kadar glukosa darah mencit.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase dan mengkaji kemampuan senyawa bioaktif inhibitor α-glukosidase yang dihasilkan oleh Streptomyces sp. BWA 65 dalam menurunkan kadar glukosa darah mencit secara in vivo.

Manfaat Penelitian

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Obat

Tanaman obat merupakan penghasil metabolit sekunder yang dapat

berfungsi sebagai bahan baku obat untuk beragam penyakit termasuk diabetes

(Radji 2005). Metabolit sekunder asal tanaman obat yang berpotensi sebagai antidiabetes dapat dikelompokkan berdasarkan struktur kimia yaitu alkaloid, terpenoid, flavonoid, dan fenol (Jung et al. 2006). Menurut Li et al. (2004) metabolit sekunder yang dikembangkan sebagai obat herbal baru untuk pengobatan diabetes di Cina termasuk ke dalam golongan polisakarida, terpenoid, flavonoid, sterol, dan alkaloid.

Grover et al. (2002) mengidentifikasi setidaknya ada 45 jenis tanaman obat tradisional Asia India berupa produk murni dan ekstrak kasar yang efektif dalam mengobati diabetes dan komplikasinya. Tanaman tersebut diantaranya adalah Ayurveda, Allium cepa, Allium sativum, Cajanus cajan, Coccinia indica, Caesalpinia bonducella, Eugen jambolana, Ficus bengalenesis, Gymnema sylvestre, Momordica charantia, Murraya koeingii, Ocimum sanctum syn.Tenuit, Pterocarpus marsupium, Swertia chirayita, Syzigium cumini, Tinospora cordifolia, Trigonella dan Azardirachta indica .

Tanaman obat yang berpotensi sebagai antidiabetes mempunyai beragam mekanisme kerja. Beberapa mekanisme tanaman obat dalam menurunkan kadar glukosa darah yang telah teridentifikasi diantaranya adalah merangsang sel pulau langerhans pankreas untuk melepaskan insulin, menghambat kerja enzim yang dapat meningkatkan kadar glukosa darah, meningkatkan jumlah dan kepekaan situs reseptor insulin terhadap insulin, mengurangi pengeluaran glikogen, meningkatkan penggunaan glukosa pada jaringan dan organ, membersihkan radikal bebas, menghambat peroksidasi lipid dan memperbaiki gangguan metabolisme lipid dan protein (Li et al. 2004). Terpenoid dan polifenol dari tanaman berpotensi sebagai antidiabetes dalam menurunkan kadar glukosa darah

(22)

Brotowali (Tinospora crispa)

Tanaman brotowali merupakan tanaman yang mudah tumbuh dan banyak ditemukan di Indonesia. Brotowali merupakan tanaman indigenus yang tumbuh di

Malaysia dan dikenal dengan nama daerah sebagai akar parawali, atau akar seruntum. Sebagai obat herbal brotowali sering dipakai sebagai salah satu bahan ramuan jamu. Dalam pengobatan tradisional Malayasia dan Thailand, brotowali banyak digunakan untuk mengobati penyakit seperti demam, sakit kuning, hiperglikemia, luka, cacingan dan infeksi kulit. Selain itu, brotowali juga digunakan untuk mengobati sakit gigi dan sakit perut, batuk, asma dan radang selaput dada (Noor & Ashcroft 1989). Rebusan sebuah batang brotowali dalam pengobatan tradisional Thailand digunakan sebagai antipiretik untuk mengobati radang internal, mengurangi rasa haus, meningkatkan nafsu makan, pendinginan suhu tubuh dan untuk menjaga kesehatan. Di Indonesia, brotowali digunakan untuk mengobati diabetes, hipertensi, dan lumbago (Dweck & Cavin 2006).

Brotowali dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan cara menghambat penyerapan glukosa diusus halus dan meningkatkan kadar insulin plasma melalui perbaikan kerja pankreas yaitu dengan menstimulasi pelepasan insulin melalui modulasi konsentrasi Ca2+ pada sel beta pankreas, sehingga ekstrak brotowali dapat digunakan dalam terapi DM tipe 2 (Noor & Ashcrof 1998, Sriyapai et al. 2009). Tanaman brotowali dapat mengurangi kadar glukosa plasma sebanyak 7.45% selama 40 hari pada tikus yang diinduksi dengan streptozotosin

(Grover et al. 2003).

Ciri-ciri dari tanaman brotowali yaitu liana, membelit dengan batang dan

(23)

Menurut Santa et al. (1998) klasifikasi tanaman brotowali (Tinospora crispa (L) Miers):

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Spermatohpyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliophyta Sub kelas : Magnoliidae Ordo : Rununculales Famili : Menispermaceae Genus : Tinospora

Spesies : Tinospora crispa (L) Miers Ex. Hoox-f & Thomas

Mikrob Endofit

Mikrob endofit adalah mikrob yang hidup di dalam jaringan tanaman pada

periode tertentu. Mikrob ini mampu hidup dengan membentuk koloni dalam

jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya. Mikrob endofit menghasilkan senyawa bioaktif yang berfungsi sebagai antioksidan, antibiotik, antivirus, antikanker, bioinsektisida, imunosupresif, serta antidiabetik (Strobel & Daisy 2003). Beberapa mikrob endofit diketahui mampu menghasilkan metabolit sekunder atau senyawa fitokimia sama dengan tanaman inangnya. Hal ini diduga

terbentuk akibat adanya transfer genetik (genetic recombination) dalam kurun

waktu evolusi tertentu dari tanaman inangnya ke dalam mikrob endofit (Tan &

Zou 2001). Beragam mikrob endofit yang telah berhasil diisolasi dari tanaman

inangnya (Strobel & Daisy 2003, Hasegawa et al. 2006) dideskripsikan sebagai

berikut:

1. Mikrob endofit penghasil antibiotik

Fusarium sp. endofit tanaman Sellaginella pallescens memiliki potensi

sebagai antifungi terhadap Candida albicans (Brady & Jon 2000). Colletotrichum

(24)

antimikrob (Lu et al. 2000). Streptomyces NRRL 30566 endofit Grevilea pteridifolia menghasilkan antibiotik kakadumycins dan munumbicin D yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif serta berkhasiat sebagai obat anti malaria (Castillo et al. 2003). Streptomyces sp. UK 06 yang diisolasi dari tanaman

Thottea grandifora mampu menghambat bakteri Gram positif dan cendawan

Fusarium solani (Ghadin et al. 2008).

2. Mikrob endofit penghasil antivirus

Cendawan endofit Cytonaema sp. dapat menghasilkan metabolit cytonic acid

A dan B, yang struktur molekulnya merupakan isomer p-tridepside, berhasiat

sebagai anti virus. Cytonic acid A dan B ini merupakan protease inhibitor dan

dapat menghambat pertumbuhan cytomegalovirus manusia (Guo et al. 2003).

3. Mikrob endofit penghasil senyawa antikanker

Mikrob endofit dalam tanaman Taxus menghasilkan senyawa diterpenoid

Paclitaxel dan derivatnya yang berkhasiat sebagai antikanker (Strobel et al. 2002).

4. Mikrob endofit penghasil zat anti malaria

Streptomyces NRRL 30566 endofit Grevilea pteridifolia menghasilkan senyawa metabolit kakadumycins berkhasiat sebagai obat anti malaria (Castillo et al. 2003). Geotrichum sp. yang diisolasi dari Crassocephalum crepidioides menghasilkan senyawa metabolit sekunder dihydroisocoumarin yang memiliki potensi antimalaria, antituberkulosis dan antifungal (Kongsaeree et al. 2003). 5. Mikrob endofit penghasil zat antioksidan

Endofit Paecilomyces sp. WSF-12 yang diisolasi dari tanaman Withania somnifera menghasilkan metabolit sekunder yang berfungsi sebagai antioksidan (Madki et al. 2010). Pestalotiopsis microspora yang diisolasi dari tanaman Terminalia morobensis yang tumbuh di Papua New Guinea, menghasilkan komponen pestacin dan isopestasin. Pestacin memiliki potensi sebagai antioksidan yang melebihi vitamin E (Harper et al. 2003). Tubuh buah dari Xylaria sp. YX-28 yang diisolasi dari tanaman Gingko biloba memiliki potensi sebagai antioksidan alami (Liu et al. 2007).

6. Mikrob Endofit penghasil senyawa antidiabetes

Endofit Pseudomassaria sp menghasilkan metabolit sekunder yang bekerja

(25)

growth factor I (IGFI) dan reseptor tirosin kinase sehingga dapat menurunkan

kadar glukosa darah pada tikus diabetes (Zhang et al. 1999). Streptomyces glaucescens menghasilkan senyawa metabolit sekunder mirip dengan acarbose berfungsi sebagai inhibitor α-glukosidase yang dapat menurunkan kadar gukosa darah (Rockser & Wehemeier 2008).

Aktinomiset

Aktinomiset termasuk kelompok bakteri Gram positif yang mempunyai kandungan Guanine-Cytosine (GC) tinggi (high GC Gram positive bacteria) antara 63–78% (Madigan et al. 2006). Aktinomiset dikenal memiliki kemampuan menghasilkan metabolit sekunder seperti antibiotik, anti tumor, antidiabetik, anti virus, anti jamur dan lain-lain (Strobel & Daisy 2003, Dehnad et al. 2010). Aktinomiset dengan hifa tumbuh cepat, membentuk miselium aerial, memiliki spora yang tersusun berantai seperti spiral atau heliks tergolong streptomiset. Aktinomiset yang tidak membentuk miselium aerial tergolong non streptomiset (rare actinomycetes). Streptomyces merupakan genus paling banyak (77%) dari kelompok streptomiset. Genus yang tergolong non streptomiset antara lain Actinomadura, Actinoplanes, Mycobacterium, Nocardia, Saccharopolyspora, Microbispora, dan Micromonospora. Morfologi rantai spora, permukaan spora, warna miselium serta pigmentasi dapat dijadikan dasar klasifikasi hingga level spesies (Miyadoh & Otoguro 2004).

Klasifikasi aktinomiset genus Streptomyces dalam Miyadoh (1997) yaitu : Kingdom : Bacteria

Filum : Actinobacteria Kelas : Actinobacteria Sub kelas : Actinobacteridae Ordo : Actinomycetales Sub ordo : Streptomycineae Famili : Streptomycetaceae Genus : Streptomyces Species : Streptomyces sp.

(26)

digunakan untuk mengklasifikasi spesies Streptomyces spp. Konidia dan spora yang sering berpigmen memberikan peran dalam mengkarakterisasi koloni yang matang. Perbedaan karakteristik tersebut menyebabkan genus Streptomyces spp. mempunyai berbagai macam spesies dan telah ditemukan lebih dari 500 spesies,

umumnya merupakan organisme dalam tanah. Streptomyces spp. juga ditemukan dalam air, akan tetapi dalam jumlah yang relatif sedikit dibanding dengan spesies yang terdapat dalam tanah. Karakteristik yang umum adalah dengan adanya aroma tanah yang dihasilkan oleh metabolit Streptomyces sp. yang disebut geosmin (Madigan & Martinko 2006).

Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik ditandai dengan tingginya glukosa dalam darah. Bila tidak segera ditangani, penyakit ini akan mengarah pada komplikasi utama, seperti diabetes neuropati, retinopati dan penyakit kardiovaskuler (Sheetz & George 2002, He & King 2004).

(27)

Pencernaan dan Absorbsi Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber kalori yang memiliki polimer polisakarida. Sebelum dicerna didalam tubuh karbohidrat terlebih dahulu dipecah menjadi monomer yaitu unit paling sederhana yang disebut monosakarida. Untuk memecah polisakarida diperlukan dua enzim utama yaitu α-amilase dan α- glukosidase. Pencernaan karbohidrat dimulai dari mulut, dengan adanya enzim α -amilase yang dikeluarkan oleh kelenjar saliva. Enzim ini memecah karbohidrat sekitar 5 % dan kemudian di degradasi di dalam lambung. Pencernaan karbohidrat

selanjutnya dilakukan di usus halus oleh adanya enzim α-amilase yang dihasilkan oleh pankreas. Enzim α-amilase dapat menghidrolisis sempurna amilosa menjadi maltose (disakarida) dan glukosa. Selanjutnya enzim α-glukosidase yang dihasilkan di usus halus dapat menghidrolisis secara sempurna laktosa, maltosa dan sukrosa menjadi unit monosakarida. Hanya unit monosakarida yang mampu diserap didalam darah. Glukosa dan monosakarida lainnya seperti fruktosa dan galaktosa yang merupakan hasil dari hidrolisis sukrosa dan laktosa diabsorpsi dari usus halus melalui vena portal hepatika menuju hati. Dari hati monosakarida yang tidak digunakan secara langsung akan disimpan sebagai glikogen. Glukosa kembali akan memasuki aliran darah sebagai glukosa bebas (kadar glukosa dalam darah) untuk dibawa ke jaringan dan dioksidasi melalui jalur glikolisis untuk menghasilkan energi yang diperlukan oleh tubuh (FAO 1998).

Pengobatan Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan secara total tetapi dapat dikendalikan. Pengobatannya dapat dilakukan dengan obat hipoglikemik oral atau antidiabetes oral. Antidiabetes oral dapat dibagi kedalam 4 golongan:

1. Golongan Sulfonilurea

Sulfonilurea meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta dengan meningkatkan respon akut untuk meningkatkan kadar glukosa darah. Sulfonilurea

(28)

2. Golongan Thiazolidinediones

Thianizolidinediones bekerja pada jaringan lemak, otot dan jaringan hati seperti metformin. Obat ini dapat menurunkan lipolisis pada jaringan lemak, menurunkan produksi asam lemak bebas, mengurangi resistensi insulin pada

jaringan otot dan hati. Obat ini dapat mengurangi glukoneogenesis dalam hati, meningkatkan ambilan glukosa oleh hati dan sel otot, meningkatkan produksi insulin dengan memperbaiki sel beta pankreas (Nancy & Bohannon 2002).

3. Golongan Biaguanide

Turunan biaguanide adalah metformin yang memperbaiki sensitivitas insulin, menurunkan glukoneogenesis hati dan meningkatkan pengambilan glukosa oleh sel hati dan sel otot. Obat ini juga menghambat lipolisis dalam jaringan lemak, dan mengurangi pelepasan asam lemak bebas (Sheetz & George 2002).

4. Golongan Inhibitor α-Glukosidase

E zi α-glukosidase berperan dalam proses metabolisme karbohidrat dan glikoprotein. Enzim ini berfungsi mengkatalisis pelepasan glukosa dari oligosakarida dan polimer penyimpanan seperti pati dan glikogen (Cheng &

Fantus 2005). Inhibitor α-glukosidase (misalnya acarbose, miglitol dan voglibose) menyebabkan pembentukan glukosa terhambat di usus halus sehingga penyerapan glukosa tertunda. Hal ini mengakibatkan kadar glukosa setelah makan menjadi rendah. Obat yang termasuk kedalam golongan ini adalah acarbose. Dalam pengobatan diabetes, acarbose sering digunakan untuk pengobatan pasien DM tipe 2 (Laar et al. 2005, Hanefeld et al. 2008).

Acarbose adalah pseudooligosakarida yang memiliki kemampuan

menghambat kerja enzim α-glukosidase di dalam saluran pencernaan sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia postprandial. Acarbose memiliki nama kimia O-4,6-dideoxy- 4-[[(1S, 4R, 5S, 6S)-4,5,6-trihydroxy-3-(hydroxymethyl)-2-cyclohexen-1-yl]amino]-(alpha)-D-glucopyranosyl-1(1→4)O-(alpha)-D-glucopyranosyl-(1→4)-D-glucose. Acarbose memiliki rumus empirik C25H43NO18 bersifat larut dalam air (Wehmeier &

(29)

Gambar 1 Struktur acarbose terbagi atas bagian cylitol tidak jenuh (A), aminodeoxyhexose atau acarviosine (B) dan maltose (cincin C dan D) (Brunkhorst & Erwin 2005).

Voglibose adalah inhibitor alfa glukosidase yang digunakan untuk menurunkan kadar glukosa darah setelah makan pada penderita diabetes mellitus. Voglibose memiliki kemampuan untuk meningkatkan sekresi glucagon-like peptide-1 (GLP-1) pada manusia. GLP-1 diketahui terlibat dalam regulasi sekresi insulin, sekresi glukagon, peremajaan sel beta dan regulasi fungsi jaringan pankreas. Bentuk aktif GLP 1 dapat dinonaktifkan oleh dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) membentuk GLP-1 amida. Inhibitor alfa glukosidase menunda

penyerapan karbohidrat akibatnya terjadi penurunan penyerapan gula dalam usus halus, yang meyebabkan terjadinya peningkatan terhadap sekresi GLP-1 (Moritoh et al. 2009).

Miglitol adalah pseudomonosakarida, merupakan inhibitor α-glukosidase pertama, dapat menurunkan kadar glukosa darah postprandial dengan meningkatkan kontrol glikemik, mengurangi tingkat glikosilasi pada hemoglobin(HbA). Miglitol sebagai antihiperglikemik oral digunakan untuk pengobatan pasien dengan diabetes mellitus tipe 2. Obat ini tidak memiliki efek hipoglikemik, tidak berpengaruh pada berat badan karena secara sistemik cepat diserap namun tidak dimetabolisme dan cepat diekskresikan melalui ginjal. Namun demikian miglitol memiliki efek pada sistem pencernaan berupa perut kembung, sakit perut dan diare (Scott & Spencer 2000).

Mikrob Penghasil Inhibitor α-Glukosidase

Berbagai mikrob telah diidentifikasi menghasilkan senyawa yang dapat

(30)

adalah acarbose. Acarbose adalah pseudooligosakarida yang bertindak sebagai

kompetitor α-glukosidase bersifat hampir tidak dicerna dan tidak bersifat racun (Laube 2002, Wehmeier & Piepersberg 2004). Acarbose merupakan produk alami anggota C7N-aminocyclitol dihasilkan oleh aktinomiset genus Actinoplanes sp.

dan Streptomyces sp. digunakan dalam terapi pengobatan DM tipe 2 (Wehmeier & Piepersberg 2004).

(31)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan dari Oktober 2011 hingga Juni 2012, bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi FMIPA IPB, Laboratorium Uji Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB, serta Laboratory for Biomolecules and Proteomes, Department of Biotechnology and Life Science Tokyo University of Agriculture and Technology (TUAT), Japan.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan galur deutsch democratic Yokohama (ddY) yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB, Streptomyces sp. BWA 65 koleksi Dr. Ir. Yulin Lestari, yang telah diketahui memiliki aktivitas inhibisi tertinggi terhadap enzim α- glukosidase. Media Mikrobiologi yang digunakan adalah Natrium Agar (NA), International Streptomyces Project (ISP) No.2 dan No.4, Enzim α-glukosidase (Sigma; USA), Na2CO3,dimetilsulfoksida, dan p-nitrofenil α-Dglukopiranosida, bufer fosfat (pH

7,0), streptozotosin, glukosa 10 %, akuades, lisozim; sodium dodecyl sulfate (SDS); cetyl trimetyl ammonium bromide (CTAB); kit PCR Ex Takara (Japan), GeneClean II ® KIT (Qbiogene, Japan), T-vektor pMD20, 2 x ligation Mix, Buffer sekuensing Big Dye, Enzim restriksi Xba I, Bam HI-HF, Big Dye terminator Cycle sequencing Kits (v3.1).

Alat

Alat yang digunakan adalah mesin PCR 2400 (Japan), mesin sekuenser Applied Biosystem 3130 xl Genetic Analyzer (Japan), spektrofotometer, sentrifuse, freeze dryer (Takara; Japan), water bath, laminar air flow, jarum suntik dan alat-alat standar laboratorium Mikrobiologi.

Peremajaan Streptomyces sp. BWA 65

(32)

(51 mg biomassa/mL) dimasukkan dalam 100 mL media cair ISP no.4. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang menggunakan inkubator bergoyang dengan kecepatan 120 rpm selama tujuh hari untuk kemudian digunakan sebagai starter inokulum. Ekstrak kasar BWA 65 diperoleh dengan cara menginokulasi starter inokulum sebanyak 100 mL (100 mg biomassa/mL) ke dalam 5 liter media ISP no.4 selama 14 hari di dalam fermentor. Selanjutnya ekstrak kasar diekstrak dengan etil asetat dengan perbandingan volume 1:1. Ekstrak kemudian dikeringkan dengan evaporator. Ekstrak kering digunakan untuk penentuan daya hambat larutan terhadap aktivitas α-glukosidase (Suthindiran et al. 2009).

Penentuan Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase

(33)

Tabel 1 Sistem reaksi enzim untuk satu sampel dengan volume total 1 mL

Blanko Kontrol S0 S1

Ekstrak - - 10 10

DMSO 10 10 - -

Buffer 50 50 50 50

Subtrat 50 50 50 50

Preinkubasi 37ºC, 5 menit

Enzim - 50 - 50

Preinkubasi 37ºC, 15 menit

Na2CO3 800 800 800 800

(Moon et al. 2011)

Ketahanan Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase terhadap Asam

Ketahanan ekstrak etil asetat terhadap asam digunakan untuk mengkaji stabilitas kemampuan aktivitas enzim dalam lambung dan saluran pencernaan yang memiliki pH rendah. Metode ini dilakukan dengan menginokulasi 1 mL ekstrak etil asetat pH 8 ke dalam satu tabung dan mengaturnya menjadi pH 4 (pH diatur dengan penambahan HCl 1 M) kemudian diinkubasi pada suhu ruang 28°C. Pengamatan dilakukan setelah 4 jam ekstrak di inkubasi dan kemudian ditambahkan NaOH 1M agar pH ekstrak menjadi pH 7. Pengujian aktivitas inhibitor α-glukosidase dilakukan secara in vitro mengacu pada metode Ngatirah et al. (2000) yang dimodifikasi.

Deteksi Gen Sedoheptulosa 7-fosfat Siklase Streptomyces sp. BWA 65

(34)

sampai dengan volume 25 µl. Produk PCR gen target menggunakan primer ini

adalah 1068 bp. Siklus PCR yang dilakukan terdiri dari denaturasi awal 94⁰C selama 2 menit, dilanjutkan dengan 25 siklus denaturasi 94⁰C selama 15 detik, penempelan primer 55⁰C selama 15 detik, pemanjangan 72⁰C selama 45 detik, dan pemanjangan akhir selama 5 menit.

Purifikasi DNA

Gel yang mengandung DNA target kemudian dipurifikasi dari gel

menggunakan GeneClean II®KIT (Qbiogene, Japan). DNA dikuantifikasi menggunakan spektrofotometer NanoDrop ND-2000 (Thermo scientific, Jepang).

Kloning DNA dengan T-Vektor pMD20

Fragmen DNA selanjutnya di kloning dengan T-Vektor pMD20 dengan reaksi ligasi menggunakan 2 X Ligation Mix (Wako Nippon Gene) (Tabel 2). Tabel 2 Pereaksi untuk ligasi menggunakan T-Vektor PMD20

Reagen Jumlah (µl)

2 x Ligation Mix 2.5

DNA Insert 1.5

T-Vektor pMD20 0.5

ddH2O 0.5

Total volume 5

Pereaksi ligasi dicampur dengan cara diresuspensi dan selanjutnya diinkubasi selama 30 menit di suhu 16⁰C.

Transformasi

(35)

renjatan panas pada suhu 42 C selama 45 detik. Tabung berisi campuran pereaksi

ligasi dan E. coli DH5α kompeten diinkubasi pada tempat berisi es secara cepat selama 3 menit. Selanjutnya dilakukan penambahan 200 μl media SOC cair pada tabung perlakuan dan diinkubasi pada suhu 37 C selama 45 menit kemudian

campuran disebarkan pada media Luria Bertani (LB) yang mengandung ampisilin 100 mg/mL, Isopropyl Beta-d-Thiogalactopyranoside (IPTG) 100 μl, dan X-Gal 100 μl. Inkubasi campuran dilakukan selama 24 jam pada suhu 37 C dan dilakukan pengamatan warna terhadap koloni yang tumbuh. Koloni putih mengandung sisipan DNA sebanyak 300 bp.

Polymerase Chain Reaction (PCR) Koloni

Teknik PCR koloni dilakukan untuk menyeleksi plasmid rekombinan yang mengandung insert dari koloni putih E.coli DH5α. Koloni yang diambil adalah koloni yang berwarna putih dengan ujung tusuk gigi steril kemudian dipindah ke cawan LB yang mengandung ampisilin 100 mg/mL. Selanjutnya ujung tusuk gigi dimasukan dan dikocok kuat ke 10 μl ddH2O sebagai template DNA untuk PCR.

Koloni positif yang mengandung sisipan yang benar selanjutnya dilakukan isolasi plasmid. Konsentrasi DNA sisipan pada plasmid kemudian diukur dengan mesin NanoDrop.

Pemotongan dengan Enzim Restriksi

(36)

Tabel 3 Komposisi enzim restriksi

Komposisi 1 Enzim Jumlah (μl) Komposisi 2 Enzim Jumlah (μl)

Template 1 Template 1

10 x NeBuffer 4 4 10 x NeBuffer 4 2

Bam HI-HF 1 Bam HI-HF 1

ddH2O 16 Xba I 1

ddH2O 16

Total 20 Total 20

Campuran tersebut diinkubasi semalam pada suhu 37 C. Apabila hasil

pemotongan plasmid menunjukkan hasil yang positif, maka dilakukan sekuensing.

Sekuensing DNA

Plasmid yang telah positif mengandung sisipan DNA disekuen menggunakan Applied Biosystem Big Dye Terminator Cycle Sequencing Kits (v3.1) dengan menggunakan primer M13: primer RV sebagai primer forward dan M13 primer 14 sebagai primer reverse. Campuran reaksi PCR untuk siklus sekuensing dapat dilihat pada tabel 2 berikut:

Tabel 4 Reaksi PCR untuk siklus sekuensing menggunakan ABI BigDye Terminator

Campuran Reaksi Konsentrasi Jumlah (µl)

M13 Primer RV forward/ Primer M4 reverse

0,8 µM 2

Buffer sekuensing Big Dye 5x 2

Big Dye terminator V3.1 Cycle 1 x 1

DNA Insert ~200 ng 1

ddH2O 4

Total volume 10

Reaksi PCR untuk sekuensing dilakukan 25 siklus dengan kondisi yaitu

(37)

1 menit, penempelan primer 50⁰C selama 30 detik, pemanjangan 60⁰C selama 1 menit.

Produk PCR untuk reaksi sekuensing kemudian dipurifikasi dengan BigDye X Terminator Purification Kit yaitu produk PCR, ditambahkan 45 µl larutan SAM Solution dan 10 µl XTerminator, dilakukan pencampuran (mixing) selama 15 menit sampai dengan 30 menit dan dilanjutkan dengan sentrifugasi selama 3 menit dengan kecepatan 4000 rpm. Hasil produk PCR untuk reaksi sekuensing yang telah di purifikasi diletakkan pada 96-well plate masing-masing sebanyak 30 µl. Plate yang tidak digunakan diisi dengan ddH2O.

Sekuensing DNA dilakukan pada mesin sekuenser Applied Biosystem 3130 xl Genetic Analyzer. Data hasil sekuensing dikompilasi dengan program Genetic versi 5. Untuk pencarian kemiripan sekuen nukleotida dan protein dilakukan melalui program BLAST di NCBI pusat data GenBank.

Uji Kemampuan Ekstrak Etil Asetat Streptomyces sp. BWA 65 dalam Menurunkan Kadar Glukosa Darah Mencit (In Vivo)

Tahap Persiapan

a. Tempat Pemeliharaan

Tempat pemeliharaan kandang mencit berupa bak plastik dengan ukuran

40x20x20 cm yang ditutup dengan kawat kasa. Kandang diberi alas berupa serbuk kayu, serta dilengkapi dengan botol minum mencit.

b. Mencit

Mencit jantan ddY yang digunakan dengan kisaran berat 25–30 gram. Selama tahap perlakuan, mencit dipelihara satu ekor dalam satu kandang. Alas kandang mencit diganti 4 hari sekali.

c. Aklimatisasi

(38)

Tahap Perlakuan

Penentuan Dosis Ekstrak Isolat Terpilih

Dosis diperoleh dengan membandingkan daya hambat pada acarbose glucobay dengan hasil uji in vitro ekstrak yang menghasilkan aktivitas senyawa inhibitor α-glukosidase terbaik (Lampiran 1).

Aktivitas Antihiperglikemik Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)

Mencit dibagi menjadi 6 kelompok masing-masing kelompok terdiri dari 5 mencit. Mencit dipuasakan selama 6 jam dan tetap diberi minum, kemudian diambil darahnya untuk penentuan kadar glukosa awal. Kelompok 1 diberi larutan sukrosa 10 % (90 mg/30 g BB), kelompok 2 sebagai kontrol negatif diberi akuades dan kelompok 3 sebagai kontrol positif diberi acarbose (0.03 mg/30 g BB), kelompok 4 sampai dengan kelompok 6 diberikan perlakuan ekstrak etil asetat masing-masing 0.036 mg/30 g BB (P1), 0.36 mg/30 g BB (P2), 3.6 mg/30 g BB (P3). Setelah 30 menit kemudian, semua kelompok diberi larutan sukrosa 10 % (90 mg/30 g BB) secara oral. Pengambilan darah diambil pada menit ke 30, 60, 120 dan 180 menit setelah pemberian sukrosa 10 % (90 mg/30 g BB). Kadar glukosa darah dihitung dengan glukometer merk GlucoDr. Kemudian dihitung persentase perubahan kadar glukosa darah (Kambouche et al. 2009).

Uji Antihiperglikemik dengan Induksi Streptozotosin

Mencit dipuasakan 6 jam dan disuntik intravena streptozotosin yang dilarutkan pada buffer sitrat 50 mM sodium sitrat pH 4.5 dengan dosis 40 mg/kg. Setelah 15 hari perlakuan, mencit mengalami kenaikan kadar glukosa diatas 150 mg/dL diklasifikasikan sebagai mencit diabetes (Wu & Youming 2008). Mencit

(39)

kadar glukosa darah dengan pemotongan ujung ekor mencit. Kadar glukosa darah dihitung dengan glukometer merk GlucoDr dan dihitung persentase perubahan kadar glukosa darah (Kambouche et al. 2009).

Analisis Data

(40)
(41)

HASIL

Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase Streptomyces sp.BWA 65

Ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 menunjukkan aktivitas inhibisi terhadap α-glukosidase tertinggi pada konsentrasi 10 mg/mL sebesar 65.4%, sedangkan acarbose pada konsentrasi yang sama menunjukkan aktivitas inhibisi sebesar 71% (Gambar 2).

Gambar 2 Perbandingan aktivitas inhibisi α-glukosidase ekstrak etil asetat Streptomyces sp.BWA 65 dengan acarbose 1 %.

Aktivitas Inhibitor α-glukosidase pada Kondisi Asam

Ekstrak etil asetat pada konsentrasi 1 mg/mL memiliki pH 8 yang kemudian diasamkan menjadi pH 4. Penurunan pH menyebabkan aktivitas

inhibitor α-glukosidase berkurang dari 63.3 % menjadi 40.6% (Gambar 3).

Gambar 3 Perbandingan aktivitas inhibisi α-glukosidase ekstrak etil asetat Streptomyces sp.BWA 65pada pH 8 dan pH 4.

0 20 40 60 80 100 Acarbose 1 %

10 1 0.1 0.01

%

Inhi

bi

si

Konsentrasi (mg/ml)

0 20 40 60 80 100

pH 8 pH 4

%

Inhi

bi

si

[image:41.595.103.490.15.818.2]
(42)

Amplifikasi Gen Sedoheptulosa 7-fosfat Siklase

Primer yang dirancang untuk dapat mengamplifikasi gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase berhasil mengamplifikasi gen tersebut secara spesifik sebanyak 300 bp (Gambar 4).

Gambar 4 Gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase yang teramplifikasi 300 bp pada lajur 1. M = marker 100 bp.

Kloning Fragmen GenSedoheptulosa 7-fosfat Siklase

Koloni putih bakteri E. coli DH5α yang tumbuh pada medium selektif LB mengandung ampisilin 100 mg/mL (Gambar 5), setelah dilakukan kloning dengan plasmid pMD20 mengandung sisipan sebanyak 300 bp pada PCR koloni . Ukuran sisipan sekitar 121 bp merupakan Multicloning sites (MCS) pada plasmid pMD20, sehingga pita yang teramplifikasi sekitar 421 bp (Gambar 6).

Gambar 5 Koloni putih E. coli DH5α transforman yang tersisipi gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase.

1

M

2000 bp

1000 bp

[image:42.595.101.515.27.797.2]
(43)

Gambar 6 Koloni PCR : Amplifikasi DNA Sisipan gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase dengan ukuran 300 bp pada lajur 1. M= Marker 1 kb.

Koloni putih di verifikasi menggunakan enzim restriksi Bam Hf-HI, Bam HF-HI + Xba I. Verifikasi menunjukkan adanya 1 pita berukuran sekitar 3000 bp untuk enzim restriksi Bam Hf-HI dan adanya 2 pita berukuran 2700 bp dan 300 bp untuk enzim restriksi Bam HF-HI dan Xba I (Gambar 7).

Gambar 7 Verifikasi DNA Sisipan dengan lajur 1. Plasmid rekombinan Bam Hf-HI, 2. Plasmid rekombinan Bam HF-HI + Xba I. M1 = Marker 1 kb, M2 = Marker 100 bp.

M 1 M 2 1 2

3000 bp 2700 bp

300 bp

bp

421 925 1882 3472 19329

M

1

[image:43.595.101.482.68.804.2]
(44)

Analisis Fragmen Gen Sedoheptulosa 7-fosfat Siklase dengan Database di

GenBank

Kemiripan sekuen nukleotida fragmen gen Sedoheptulose 7-fosfat siklase Streptomyces sp. BWA 65 sebesar 100 % dibandingan dengan Actinoplanes sp. SE 50/110 di pusat data GenBank (Tabel 5).

Tabel 5 Kemiripan sekuen nukleotida fragmen gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase Streptomyces sp.BWA 65 di pusat data GenBank

Nama Klon Sekuen Nukleotida paling mirip Identitas Nomor Akses

Streptomycess BWA 65

Actinoplanes sp. SE 50/110, complete genom

100 % CP003170.1

Actinoplanes sp. SE50/110 complete acarbose (acb) gene cluster, strain SE50/110

100 % Y18523.4

Aktivitas Antihiperglikemia Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)

[image:44.595.107.515.53.789.2]

Pemberian sukrosa 10 % (90 mg/30 g BB) meningkatkan kadar glukosa darah mencit dengan tajam dan mencapai puncaknya pada menit ke 60. Kadar glukosa darah menurun menuju normal pada jam ke 2 atau jam ke 3 pengamatan. Pemberian ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 dapat menghambat kenaikan kadar glukosa darah yang telah diberi sukrosa (Gambar 8).

Gambar 8 Kadar glukosa darah normal dan hiperglikemia serta acarbose yang mendapat ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 (1, 10 dan

100 kali berturut-turut). Ekstrak P1, Ekstrak P2, bbbbb Ekstrak P3, Sukrosa, Kontrol +, Kontrol -.

0 50 100 150 200 250 300 350 400

0 30 60 120 180

(45)

Data analisis varian pada taraf kepercayaan 95% menunjukkan bahwa pemberian perlakuan P3 (3.6 mg/30 g BB) ekstrak etil asetat berbeda nyata

dengan Sukrosa 10 % (90 mg/30 g BB). Perlakuan P3 berbeda nyata terhadap P1 dan P2. Daerah di bawah kurva (Area Under the Curve = AUC) antara kadar glukosa darah terhadap waktu menunjukkan nilai AUC 626.5 mg.jam/dL setelah pemberian sukrosa (Tabel 6). Pemberian acarbose menyebabkan 34.04 % penurunan nilai AUC yaitu menjadi 413.3 mg.jam/dL. Pemberian ekstrak etil asetat Streptomyces sp.BWA 65 pada konsentrasi P1 mampu menurunkan AUC sebesar 9.96% sedangkan P2 sebesar 18.91% dan penurunan AUC tertinggi terjadi pada P3 sebesar 24.71% dengan nilai AUC pada P3 sebesar 75.29%.

Tabel 6 Pengaruh pemberian ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 terhadap kadar glukosa darah mencit selama 180 menit perlakuan.

*Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak menunjukkan adanya perbedaan dari perlakuan yang diberikan menurut uji Duncan pada taraf nyata 5 %.

Aktivitas Antihiperglikemik dengan Induksi Streptozotosin

Pengujian aktivitas antihiperglikemia dengan induksi streptozotosin dosis rendah (Multiple low-dose Streptozotocin (MLDSTZ)) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etil asetat menurunkan kadar glukosa darah (KGD) sejak hari ke 5 sampai dengan hari ke 15 (Gambar 9). Pada penderita DM tipe 1 maka nilai KGD > 150 mg/dl atau lebih tinggi dibanding KGD awal (Wu & Youming 2008).

AUC Kadar Glukosa Darah Lawan Waktu (Mg.Jam/dL) (N=5)

Mencit Sukrosa K - K + P1 P2 P3

X± SE 626.5 ± 137.4 413.3± 46.1 422.75± 61.5 546.15± 81.9 508.± 103.1 471.7 ± 72.1

AUC 100 % a 65.96%c 67.47%c 90.04% ba 81.09% ba 75.29% bc

Penurunan AUC 34.04% 32.53% 9.96% 18.91% 24.71%

(46)

Gambar 9 Perubahan kadar glukosa darah mencit diabetes selama 15 hari percobaan. Ekstrak P1, Ekstrak P2, Ekstrak P3, bbbb Kontrol +, Kontrol -.

Hasil uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa data menyebar normal, sehingga dilakukan analisis varian pada taraf kepercayaan 95% yang menunjukkan bahwa perlakuan P1 berbeda nyata terhadap P2 dan P3, kontrol negatif dan kontrol positif. Hal ini mengindikasikan bahwa ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 dapat menurunkan kadar glukosa darah mencit diabetes dengan penurunan kadar glukosa darah tertinggi pada hari ke 15 terjadi pada P1 sebesar 26%, sedangkan pada kontrol positif sebesar 17.1% (Gambar 10).

Gambar 10 Perubahan kadar glukosa darah mencit setelah di induksi dengan streptozotosin pada hari ke 0 dan hari ke 15 percobaan. Hari Ke 0, aaHari Ke 15, Prosentase Penurunan KGD.

PEMBAHASAN

10.7 17.1 26 19.6 23.9

0 50 100 150 200 250

K - K + P1 P2 P3

K

a

da

r

G

luk

o

sa

Da

ra

h

(m

g

/dL

)

[image:46.595.96.511.47.782.2]
(47)

Ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 pada konsentrasi 10 mg/mL dan 1 mg/mL mampu menghambat aktivitas α-glukosidase masing-masing sebesar 65.5% dan 63.3%, sedangkan acarbose (10 mg/mL) memiliki daya hambat 71.2% (Gambar 2). Rendahnya aktivitas inhibisi ekstrak dibandingkan dengan acarbose, kemungkinan berkaitan dengan tingkat kemurnian dari ekstrak yang digunakan. Ekstrak yang digunakan pada penelitian ini masih berupa ekstrak kasar sedangkan acarbose adalah produk komersial yang berbentuk

sediaan murni selain itu acarbose merupakan inhibitor kuat terhadap metabolisme sukrosa (Ghadyale et al. 2012) melalui inhibisi terhadap aktivitas α-glukosidase.

Enzim α-glukosidase adalah suatu enzim yang dapat menghidrolisis substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosa menjadi produk p-nitrofenol yang berwarna kuning dan glukosa (Moon et al. 2011). Aktivitas Inhibitor α -glukosidase acarbose bersifat kompetitif terhadap enzim, sehingga menghalangi sisi aktif enzim untuk berikatan dengan substrat dalam membentuk kompleks enzim substrat. Akibatnya, produk p-nitrofenol dan glukosa tidak terbentuk (Kim et al. 2005).

Kemampuan inhibisi 1 mg/ mL ekstrak etil asetat Streptomyces BWA 65 dipengaruhi pH seperti ditunjukkan Gambar 3. Pada pH 4 daya inhibisi ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 mengalami penurunan dari 63.3% menjadi 40.6%. Aktivitas enzim dipengaruhi konsentrasi, suhu dan pH. Enzim memiliki pH optimum untuk dapat bekerja, sehingga perubahan pH akan menurunkan kerja enzim. Hal ini dapat terjadi karena struktur enzim yang dipengaruhi oleh ikatan ion. Apabila terjadi perubahan pH secara drastis maka terjadi perubahan pada ikatan ion yang mengakibatkan perubahan struktur enzim dan situs aktif enzim, akibatnya enzim tidak dapat bekerja menempel pada substrat (Cunha et al. 2010). Aktivitas inhibitor α-glukosidase ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 rentan terhadap perubahan pH. Enzim dapat memiliki rentang pH optimum yang

berbeda, seperti inhibitor α-glukosidase Archidendron jiringa yang dilaporkan bekerja pada pH optimum 8-10 (Virounbounyapat et al. 2012).

(48)

untuk mempertahankan sifat fisikokimia suatu enzim dari pengaruh pH, sehingga dapat mempertahankan potensi senyawa metabolit sekunder sebagai obat baru dalam bidang farmakologi (Stella 2006). Kriteria penyalutan dilakukan dengan tujuan untuk melindungi obat dari paparan asam lambung, yaitu obat tetap berada

pada kondisi pH sekitar 5.5 sampai dengan netral sesuai dengan pH pada usus halus. Hal ini menjaga agar tidak terjadi penurunan aktivitas obat dan sesuai dengan hasil yang diinginkan (Chakraborty et al. 2009).

Ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 memiliki aktivitas inhibisi terhadap enzim α-glukosidase karena ekstrak tersebut mengandung senyawa inhibitor α-glukosidase. Streptomyces sp. BWA 65 diketahui mengandung gen penyandi pembentukan inhibitor α-glukosidase tersebut. Hasil deteksi dan

kloning gen inhibitor α-glukosidase pada Streptomyces sp. BWA 65 menunjukkan bahwa Streptomyces sp. BWA 65 dapat mengamplifikasi gen sedoheptulosa 7-fosfat siklase yang merupakan senyawa perantara dalam menghasilkan inhibitor α-glukosidase acarbose (Tabel 5).

Sedoheptulosa 7-fosfat siklase adalah enzim yang mengkatalisis siklisasi Sedoheptulosa 7 fosfat menjadi 2-epi-5-epi-valiolone dalam biosintesis C7 N-aminocyclitol produk alami yang dihasilkan mikrob. Hasil dari siklisasi 2-epi-5-epi-valiolone merupakan prekusor pembentukan C7N-aminocyclitol yaitu berupa validamycin dan acarbose yang bermanfaat dalam bidang kesehatan dan pertanian. Validamycin adalah antifungi yang memiliki aktivitas inhibisi terhadap trehalase dan digunakan untuk mengendalikan penyakit selubung hawar tanaman padi disebabkan oleh Rhizoctonia solani (Mahmud et al. 2001).

Acarbose sebagai inhibitor α-glukosidase digunakan dalam pengobatan penyakit DM tipe 2. Acarbose bekerja sebagai inhibitor kompetitif enzim α

(49)

Deteksi gen penyandi acarbose didesain menggunakan primer PCR berdasarkan susunan nukleotida yang telah diketahui dari Sedoheptulosa 7-fosfat

siklase (acbC) yang ada di Actinoplanes sp. SE 50/110. Hasil amplifikasi PCR gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase dengan desain primer spesifik menurut Hyun et al. (2005) akan menghasilkan pita spesifik sekitar 540 bp. Namun amplifikasi gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase tersebut tidak berhasil dilakukan, sehingga dirancang primer sepesifik dari susunan nukleotida Sedoheptulosa 7-fosfat siklase (acbC) di Actinoplanes sp. SE 50/110. Dengan desain primer hulu: 5’ -ACCTACGAGGTGCGCTTCCGGGACGACGT-3’ dan desain primer hilir: 5’ -GGCGGCCTGCAGCTCGGCGGCCGTCACGT-3’berhasil mengamplifikasi gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase dengan ukuran fragmen DNA sekitar 300 bp. Beberapa jenis aktinomiset lain dilaporkan menghasilkan gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase dengan jumlah ukuran fragmen parsial gen, seperti Streptomyces abikoensis strain ATCC 21066 sekitar 474 bp, Saccharothrix espanaensis strain ATCC 51144 sekitar 456 bp, dan Streptomyces sp. NAIST13/40 sekitar 474 bp.

Hasil Penjajaran melalui BLASTN menunjukkan bahwa Sedoheptulosa 7-fosfat siklase menunjukkan kemiripan identitas 100 % dengan gen acbC di Actinoplanes sp. SE50/110 complete acarbose (acb) gene cluster, strain SE50/110. Hal ini menunjukkan bahwa gen yang terlibat dalam biosintesis acarbose dapat terdeteksi pada Streptomyces sp. BWA 65 dengan ukuran gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase 300 bp namun bila memakai primer Hyun et al. (2005) akan menghasilkan pita spesifik sekitar 540 bp yang diamplifikasi pada 30 jenis Streptomyces spp. hal ini menunjukkan bahwa gen yang berhasil diamplifikasi sebanyak 300 bp tersebut adalah gen parsial. Perbedaan ini dapat menyebabkan perbedaan ekspresi antara acarbose pada Streptomyces sp. BWA 65 dengan Actinoplanes sp. SE50/110.

(50)

glukosa darah diatas 150 mg/dL (Wu & Youming 2008) ternyata aktivitas, ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 mampu menurunkan kadar glukosa darah hiperglikemik pada mencit diabetes yang telah diinduksi dengan streptozotosin lebih baik dari acarbose (Gambar 10).

Selain sebagai inhibitor α-glukosidase, ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 kemungkinan mempunyai mekanisme kerja lain terkait dengan metabolit aktif yang dihasilkannya. Hal ini dapat diindikasikan dari data bahwa acarbose termasuk kedalam golongan pseudooligosakarida (Mahmud 2003), sedangkan menurut Pujiyanto (2012) ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 memiliki senyawa aktif auron yang berasal dari golongan flavonoid. Komponen flavonoid ini memiliki kemampuan menekan kadar glukosa darah postprandial hiperglikemik (Kim et al 2001, Tadera et al. 2006). Flavonoid yang diberikan secara oral pada tikus diabetes mampu menurunkan kadar glukosa darah plasma dengan cara meningkatkan ambilan glukosa pada jaringan perifer dan mengatur aktivitas dari ekpresi enzim yang terlibat dalam jalur metabolism karbohidrat (Bramachari 2011).

Senyawa aktif dari tanaman Cynanchum acutum L. yaitu senyawa quersetin, tamarixtin dan kempferol memiliki aktivitas antidiabetes yang dapat menurunkan kadar glukosa darah (Fawzy et al. 2008). Senyawa flavonoid seperti quersetin dapat merangsang pembelahan sel-sel beta pankreas sehingga menghasilkan sekresi insulin (Mahesh & Menon 2004). Dengan adanya informasi diatas maka dapat menguatkan pembuktian bahwa ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 memiliki potensi selain sebagai inhibitor α-glukosidase juga sebagai antihiperglikemik pada mencit diabetes yang mengalami kerusakan pankreas.

(51)

Simpulan

1 Gen sedoheptulosa 7-fosfat siklase sebanyak 300 bp pada Streptomyces sp. BWA 65 berhasil diamplifikasi dengan desain primer hulu: 5’ -ACCTACGAGGTGCGCTTCCGGGACGACGT-3’ dan desain primer hilir : 5’-GGCGGCCTGCAGCTCGGCGGCCGTCACGT-3’.

2 Aktivitas inhibisi ekstrak etil asetat Streptomyces sp. BWA 65 terhadap enzim inhibitor α-glukosida

Gambar

Gambar 2 Perbandingan aktivitas inhibisi α-glukosidase ekstrak etil asetat
Gambar 4 Gen Sedoheptulosa 7-fosfat siklase yang teramplifikasi 300 bp pada
Gambar 6  Koloni PCR : Amplifikasi DNA Sisipan gen Sedoheptulosa 7-fosfat
Gambar 8 Kadar glukosa darah normal dan hiperglikemia serta acarbose yang mendapat ekstrak  etil asetat Streptomyces sp
+7

Referensi

Dokumen terkait

C. then the students are divided into three group of kinds of test is P1, P2, P3. For each category have 45 students. The data of discriminating power those are 50 items from

219 Pa : adalah, ada, udah mulai terasa cuman, mulai terasanya kalau bisa kita jangan utang-220 utang sama orang ya dek ya, itulah ibaratnya, mulai terasanya itu ngeluh sama adek,

Kun jatkosota syttyi kesällä vuonna 1941, 14. Divisioona lähti hyökkäykseen kohti itää Ru- kajärven suuntaan Kuhmon tasalta. Divisioona eteni vaativien taisteluiden jälkeen

Bentuk pemberdayaaan masyarakat yang digunakan oleh Catur Makaryo dalam menggerakan usaha mikro di desa tersebut dibagi dalam beberapa bentuk,

Cek adalah suatu surat berharga bertanggal dan menyebutkan tempat penerbitnya, yangmerupakan perintah tanpa syarat oleh penarik untuk membayar kepada pihak pihak

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa latar belakang munculnya Ritual Manre’anre Ce’de Karaeng di Dusun Tamalate Desa Timbuseng Kecamatan Pattallassang

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat serta hidayah-Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan Tugas

Berdasarkan tahapa seleksi paket Pekerjaan Pengawasan Teknis Kegiatan Pembangunan Jembatan Di Kabupaten Indragiri HiliR , Pada Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kabupaten Indragiri