• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perselisihan terus menerus antara suami isteri akibat turut campur orang tua sebagai dasar alasan perceraian (kajian terhadap putusan PA Jakarta Timur NO 1164/Pdt.G/2008/PA JT)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perselisihan terus menerus antara suami isteri akibat turut campur orang tua sebagai dasar alasan perceraian (kajian terhadap putusan PA Jakarta Timur NO 1164/Pdt.G/2008/PA JT)"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

PERSELISIHAN TERUS MENERUS ANTARA SUAMI ISTERI

AKIBAT TURUT CAMPUR ORANG TUA SEBAGAI DASAR

ALASAN PERCERAIAN

(Kajian Terhadap Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur No. 1164/Pdt. G/2008/PA JT)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu

Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

oleh :

AHMAD SAUQI NIM : 106044101386

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAHJ A K A R T A
(2)

PERSELISIHAN TERUS MENERUS ANTARA SUAMI ISTERI

AKIBAT TURUT CAMPUR ORANG TUA SEBAGAI DASAR

ALASAN PERCERAIAN

(Kajian Terhadap Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur No. 1164/Pdt. G/2008/PA JT)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh

Ahmad Sauqi NIM :106044101386

Di bawah Bimbingan

Dr. H. Yayan Sopyan, M.Ag NIP : 150 277 991

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul “PERSELISIHAN TERUS MENERUS ANTARA SUAMI

ISTERI AKIBAT TURUT CAMPUR ORANG TUA SEBAGAI DASAR ALASAN PERCERAIAN (Kajian Terhadap Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur No. 1164/Pdt.G/2008/PA.JT) telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta pada 18 Maret 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Ahwal Al

Sakhshiyyah.

Jakarta, 18 Maret 2010

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. DR. H. M. Amin Suma, SH, MA, MM

NIP 1955 0505 198203 1012

PANITIA UJIAN

1. Ketua : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA. ( ……… )

NIP 1955 0505 198203 1012

2. Sekretaris : Kamarusdiana, S.Ag, MH. ( ……… )

NIP 1972 0224 199803 1003

3. Pebimbing : Dr. H. Yayan Sopyan, M.Ag. ( ……… )

NIP 150 277 991

4. Penguji I : Dr. Asmawi, M. Ag. ( ……… )

(4)
(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh Gelar Strata satu (S 1) di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta, Maret 2010

(6)

KATA PENGANTAR Assalammu’alaikum. Wr. Wb.

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam, yang telah menciptakan

manusia sebagai mahluk yang paling sempurna. Diantara salah satu

kesempurnaannya adalah Allah karuniakan manusia pikiran dan kecerdasan.

Shalawat dan salam kita sanjungkan kepada pemimpin revolusioner ummat Islam

sedunia tiada lain yakni, Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan

ummatnya yang selalu berpegang teguh hingga akhir zaman.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis betul-betul menyadari adanya

rintangan dan ujian, namun pada akhirnya selalu ada jalan kemudahan, tentunya tidak

terlepas dari beberapa individu yang sepanjang penulisan skripsi ini banyak

membantu dalam memberikan bimbingan dan masukan yang berharga kepada penulis

guna penyempurnaan skripsi ini. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

yang berjudul: “PERSELISIHAN TERUS MENERUS ANTARA

SUAMI ISTERI AKIBAT TURUT CAMPUR ORANG TUA

SEBAGAI DASAR ALASAN PERCERAIAN

(Kajian Terhadap Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur No. 1164/Pdt. G/2008/PA JT)”.

Dengan demikian dalam kesempatan yang berharga ini penulis ingin

mengungkapkan rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan yang

(7)

1. Bapak Prof. Dr. H. Komaruddin Hidayat, MA., selaku Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Prof. Dr. KH. Muhammad Amin Suma, S.H., MA.,MM. Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan

bimbingan serta arahan baik secara langsung maupun tidak langsung selama

penulis menuntut ilmu di Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakrta.

3. Bapak Drs. H.A. Basiq Djalil, S.H., MA. Ketua Program Studi Ahwal

Al-Syakhshiyah Konsentrasi Peradilan Agama.

4. Bapak Kamarusdiana, S.Ag.,M.H. Sekretaris Prodi Ahwal Syakhshiyah

Konsentrasi Peradilan Agama yang telah sabar dalam membantu proses transkif

nilai, semoga Allah membalasnya.

5. Bapak Dr. H. Yayan Sopyan, M.Ag sebagai dosen pembimbing yang dengan

sabar dalam memberikan arahan dan masukan yang amat bermanfaat kepada

penulis hingga selesainya skripsi ini, tiada kata yang pantas selain ucapan rasa

terima kasih dan do’a semoga Allah SWT membalasnya.

6. Seluruh dosen Konsentrasi Peradilan Agama, Fakultas Syariah dan Hukum,

serta karyawan-karyawan dan staf perpustakaan yang telah memfasilitasi

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Teristimewa buat Ayahanda H. Khotib Aly dan Ibunda tercinta Hj. Marwiyah

(8)

keluarga tercinta. Terima kasih atas segala do’anya, kesabaran, jerih payah dan

pengorbanan serta nasihat yang senantiasa memberikan semangat tanpa jemu

hingga ananda dapat menyelesaikan studi. Tiada kata yang pantas selain ucapan

do’a, sungguh jasamu tiada tara dan tak akan pernah terbalaskan.

8. Kepada Ketua Pengadilan Agama Jakarta Timur Drs. H. Wakhidun AR, SH, M.

Hum beserta staf dan para hakim yang telah bersedia untuk wawancara

langsung, penulis ucapkan banyak terima kasih atas partisipasi dan bantuannya.

9. Teman-teman angkatan 2005/2006 kelas Syariah dan Hukum Konsentrasi

Peradilan Agama, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih

atas kebersamaannya selama penulis belajar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

semoga persahabatan kita terjalin hingga rambut memutih.

Mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca

pada umumnya serta menjadi amal baik kita di sisi Allah SWT, Akhirnya, semoga

setiap bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah

SWT. Amin yaa robbal alamien.

(Jaza ka Allah khaira al-Jaza) Wasallamu’alaikum. Wr. Wb.

Jakarta, Maret 2010

(9)

DAFTAR ISI

KATA

PENGANTAR

...

...i

DAFTAR ISI...iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...9

D. Metode Penelitian...9

E. Tinjauan Kajian Terdahulu...11

F. Sistematika Penulis...………...14

BAB II PERCERAIAN, HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA ORANG TUA DAN ANAK A. Pengertian dan Dasar Perceraian……….16

B. Jenis dan Alasan Perceraian……….20

C. Akibat dan Hikmah Perceraian………....29

(10)

E. Hak dan Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak Menurut Hukum

Islam………....38

F. Hak dan Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak Menurut Hukum Positif...42

BAB III ANALISA PUTUSAN TENTANG CERAI GUGAT TURUT CAMPUR ORANG TUA SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR A. Profil Pengadilan Agama Jakarta Timur...46

B. Kronologis Kasus Perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor 1164/Pdt.G/2008/PA.JT...60

C. Pertimbangan dan Putusan Hakim Dalam Kasus Perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor 1164/Pdt.G/2008/PA.JT...,...62

D. Analisa Penulis...70

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan...76

B. Saran...65

DAFTAR PUSTAKA...80

LAMPIRAN...84 1. Surat Permohonan Kesediaan Menjadi Pembimbing Skripsi

(11)

3. Surat Bukti Wawancara

4. Laporan Perkara Tahunan 2008 Pengadilan Agama Jakarta Timur

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah menciptakan segala sesuatu pasangan, hidup

berpasang-pasangan adalah naluri segala makhluk Allah termasuk manusia, maka setiap diri

akan cenderung untuk mencari pasangan hidup dari lawan jenisnya untuk

menikah dan melahirkan generasi baru yang akan memakmurkan kehidupan

dimuka bumi ini.

Pernikahan merupakan ikatan suci dari dua insan yang saling mencintai dan

mengharapkan kebahagiaan yang kekal dalam menjalani kehidupan rumah

tangganya. Namun untuk mencapai cita-cita tersebut sangatlah tidak mudah,

karena didalam membina sebuah keluarga yang sakinah akan banyak ujian dan

rintangan yang menghalangi terwujudnya suatu keluarga yang kekal dan bahagia.

Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang

sangat kuat atau mitsaaqon ghalidzan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.1 Agama Islam menganjurkan perkawinan, anjuran ini diungkapkan dalam berbagai macam ungkapan yang terdapat dalam

1

(13)

Al-Quran dan Hadits. Ada yang mengatakan bahwa perkawinan itu telah menjadi

sunnah para rasul sejak dahulu dan hendaklah diikuti pula oleh generasi-generasi

yang akan datang kemudian.2

Islam sangat memperhatikan masalah keluarga bagi para penganutnya.

Apabila landasan keluarga itu kuat, landasan negarapun akan kuat pula. Oleh

karena itu, Islam tidak mengabaikan peranan pribadi antara anggota keluarga

demi perenungan kemanusiaan saja. Islam memberi hak setiap anggota keluarga

sesuai dengan kehidupannya, kemudian mengajukannya untuk mengemban

tanggung jawab dengan penuh ketaqwaan.

Untuk memelihara kedamaian dan ketertiban dalam kehidupan keluarga

muslim, Allah telah menerangkan dalam surat An-nisa ayat 34 yang mengatakan

bahwa kaum lelaki adalah pelindung dan pemelihara kaum perempuan.

Kedudukan sebagai pelindung dan pemelihara diberikan kepada kaum lelaki atas

kaum perempuan, karena secara umum mereka memiliki kekuatan fisik lebih

besar daripada kaum perempuan untuk bekerja keras. Kaum lelaki juga

dinobatkan sebagai pemimpin. Adanya seorang pemimpin akan berpengaruh

dalam menata anggota keluarga. Inilah sebabnya anggota keluarga yang lain

terutama istri dituntut untuk menaati suaminya, maka Allah menjelaskan ketaatan

istri sebagai hal yang paling pantas.

2

(14)

Kehidupan berkeluarga tidak selalu harmonis seperti yang diangankan pada

kenyataan, bahwa memelihara kelestarian dan keseimbangan hidup bersama

suami isteri bukanlah perkara yang mudah dilaksanakan. Bahkan banyak di dalam

hal kasih sayang dan kehidupan harmonis antara suami isteri itu tidak dapat

diwujudkan.

Keluarga bisa berarti “bathin” yaitu ibu, bapak, anak-anaknya atau seisi rumah yang menjadi tanggungan dan dapat pula berarti “kaum” yaitu sanak saudara serta kaum kerabat. Yang di maksud dengan keluarga di sini adalah “Unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami dan isteri, atau suami-isteri dan anak-anaknya, atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya”.3

Asal-usul keluarga terbentuk dari peristiwa pernikahan yang kemudian

melahirkan keturunan. Melalui sebuah lembaga pernikahan, seseorang laki-laki

dan seorang perempuan mengikatkan diri lahir dan bathin untuk hidup bersama

membentuk keluarga sebagai suami isteri dengan tujuan “membangun kehidupan yang tentram, penuh cinta dan kasih sayang”, yang sering diistilahkan dengan

sakinah mawaddah waa rahmah.

Keterampilan mengelola sebuah keluarga agar mencapai kehidupan yang

sakinah membutuhkan pengetahuan manajemen keluarga, juga memerlukan

pengetahuan lain yang berkaitan dengan keluarga, diantaranya: sosiologi

3 Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

(15)

keluarga. Yang dimaksud dengan sosiologi keluarga adalah “suatu ilmu yang menjelaskan hubungan dan pengaruh timbal balik antara anggota keluarga dan antara keluarga dengan struktur sosial, proses sosial dan perubahan sosial”.4

Pola hubungan anak dan orang tua dalam sebuah keluarga sangat ditentukan

oleh dua hal. Pertama, bagaimana orang tua memposisikan anaknya. Kedua,

bagaimana status orang tua di tengah-tengah masyarakat.5

Mendudukan posisi anak “apakah anak itu sesungguhnya milik orang tua”

ataukah “milik dirinya sendiri” akan sangat mempengaruhi relasi orang tua

terhadap anak itu. Jika anak dianggap milik orang tua, maka orang tua akan

berusaha sekuat tenaga mengarahkan, membimbing dan mengatur agar segenap

prilaku dan pikiran anak sesuai dengan keinginan orang tua. Dalam banyak hal,

orang tua akan bersikap diktator dan anak tidak punya kesempatan untuk

mengembangkan pilihannya sendiri. Sedangkan jika anak diposisikan sebagai

milik diri anak itu sendiri, maka orang tua akan berusaha sekuat tenaga

mengarahkan, membimbing dan mengatur agar segenap prilaku dan pikiran anak

sesuai dengan kemampuan, keuntungan dan dampaknya bagi anak. Anak

memiliki banyak kesempatan melakukan pilihan-pilihan berdasarkan

keinginannya sendiri. Dalam banyak hal, orang tua dan anak akan melakukan

proses tawar menawar. Terkadang anak yang harus mengalah mengikuti harapan

4

Hendi Suhendi, Pengantar Studi Sosial Keluarga, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 45-53

5

(16)

orang tua, dan terkadang lagi orang tua yang harus mengalah mengikuti keinginan

anak.6

Adapun pengertian konsep keluarga bahagia adalah bilamana seluruh

anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan,

kekecewaan dan puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan dirinya

(eksistensi atau aktualisasi diri) yang meliputi aspek fisik, mental, emosi dan

sosial tanpa adanya turut campur dari orang lain. Keluarga tak bahagia sebaliknya

bilamana ada seorang atau beberapa orang anggota keluarga yang kehidupannya

diliputi ketegangan, kekecewaan dan tidak pernah merasa puas dan bahagia

terhadap keadaan, dan keberadaan dirinya terganggu atau terhambat.7

Rumah tangga adalah amanah bersama yang seharusnya dijadikan sebagai

awal ketika menempatkan masalah rumah tangga sebagai sentral pembinaan

bersama di dalamnya. Apabila terjadi suatu problematika kehidupan dalam rumah

tangga, hal ini dikarenakan masing-masing pihak di antara mereka tidak bisa

memenuhi amanah tersebut. Karena itu, upaya-upaya dalam menanggulangi

segala permasalahan dalam sebuah keluarga sangat penting sekali baik sebelum

dilaksanakannya pernikahan maupun setelah terjadinya masalah-masalah dalam

rumah tangga.8

6Ibid.,

h. 179

7Ibid.,

(17)

Islam memberikan jalan keluar ketika suami isteri yang tidak dapat lagi

meneruskan perkawinan, dalam arti ketidakcocokan pandangan hidup dan

perselisihan rumah tangga yang tidak bisa didamaikan lagi, maka diberikan jalan

keluar yang dalam istilah fiqih disebut dengan thalaq (perceraian). Agama islam membolehkan suami isteri bercerai, tentunya dengan alasan-alasan tertentu

walaupun dibenci oleh Allah SWT.

Perceraian merupakan solusi terakhir yang dapat ditempuh oleh suami isteri

dalam mengakhiri ikatan perkawinan setelah mengadakan upaya perdamaian

secara maksimal. Perceraian dapat dilakukan atas kehendak suami atau

permintaan isteri, perceraian yang dilakukan atas permintaan isteri disebut cerai

gugat.9

Salah satu masalah sosial yang datangnya dari keluarga adalah terjadinya

campur tangan orang tua yang mengakibatkan tidak harmonisnya relasi antara

orang tua dan anak. Fenomena tersebut sangatlah memprihatinkan karena rumah

tangga yang diawali dengan suatu ikatan dan ikrar suci, saling percaya dan

menyayangi hancur dengan hilangnya kepercayaan dan tidak adanya keselarasan.

Turut campur orang tua dalam rumah tangga anak memang sering terjadi

dalam kehidupan, karena orang tua tersebut merasa menjadi orang tua dari anak

8

Mohammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002) Cet. Ke-2 H. 102

9

(18)

tersebut sehingga ikut campur dalam rumah tangga anaknya. Ada pula bahkan

yang mengatur kehidupan anaknya sehingga anaknya tertekan. Problem inilah

yang menjadi masalah, batasan dari orang tua mencampuri urusan dari rumah

tangga anaknya. Karena tidak semua dengan turut campurnya orang tua dalam

keluarga anak bisa membuat harmonis dalam keluarga anak tersebut.

Dalam kasus yang berada pada pengadilan agama Jakarta Timur yaitu

bahwasannya rumah tangga penggugat dengan tergugat selalu dicampuri

urusannya oleh orang tua tergugat dan tergugat lebih mementingkan orang tuanya

dari pada isterinya, sehingga sebuah keluarga tidak berjalan dengan baik karena

adanya intervensi dari keluarga tergugat yang kemudian menyebabkan perceraian.

Melihat dari pembahasan diatas, penulis tergugah untuk menulis tentang

perkara turut campur orang tua yang mengakibatkan perceraian karena campur

tangan orang tua dalam keluarga anak bisa menyebabkan hingga perceraian.

Problem inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengadakan studi penelitian,

dan pada skripsi ini penulis mengangkat judul “TURUT CAMPUR ORANG TUA SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN (Kajian Terhadap Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur No. 1164/Pdt.G/2008/PA.JT). Dengan harapan bahwa skripsi ini dapat bermanfaat dan menyumbangkan sedikit

keterangan mengenai perceraian dengan alasan karena adanya turut campur dari

(19)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan di atas dan untuk

mempertajam pembahasan maka penulis akan membatasi masalah tentang

kewenangan orang tua terhadap keluarga anak dan mengetahui apa yang

menjadi alasan hakim dalam memutuskan perkara di Pengadilan Agama

Jakarta Timur dengan nomor 1164/Pdt.G/2008/PA.JT.

2. Perumusan Masalah

Dalam kehidupan rumah tangga, suami dan istri mempunyai kewajiban

yang sama yaitu menjaga keutuhan rumah tangga agar menjadi keluarga yang

sakinah, mawaddah waa rahmah yang tidak adanya intervensi atau turut campur dari orang lain. Akan tetapi, terkadang orang tua sering kali

mencampuri urusan rumah tangga anaknya dikarenakan masih merasa

menjadi orang tua dari anaknya tersebut. Padahal, seseorang yang sudah

menikah artinya anak itu sudah dianggap dewasa dan bisa menjalankan

(20)

menjalankan kehidupan keluarganya. Maka yang menjadi rumusan pada

penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:

a. Apakah turut campur orang tua terhadap rumah tangga anak dibenarkan

menurut hukum Islam dan hukum positif.

b. Bagaimana pertimbangan hakim dalam menyelesaikan dan memutus

perkara tersebut.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui turut campur orang tua terhadap rumah tangga anak

dibenarkan menurut hukum Islam dan hukum positif.

2. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menyelesaikan dan

memutus perkara cerai gugat dengan alasan turut campur orang tua.

Sedangkanmanfaat dan signifikansi penelitian ini adalah:

1. Hasil kajian ini diharapkan menjadi masukan dan manfaat bagi khazanah

keilmuan bidang hukum, baik hukum perdata positif maupun hukum

perdata Islam.

2. Menambah perbendaharaan kepustakaan hukum umumnya dan hukum

Islam khususnya dibidang Peradilan Agama.

3. Bagi pihak suami atau istri hendaknya selalu menjaga dan memelihara

keutuhan dan keharmonisan rumah tangga, dari berbagai masalah yang

(21)

D. Metode Penelitian

Untuk mengumpulkan data dalam penulisan skripsi ini, penulis

menggunakan metode sebagai berikut:

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah jenis penelitian kualitatif

yang bersifat pendekatan survey.

2. Sumber data dan proses pengumpulan data

a. Data primer

Data primer berbentuk putusan yang didapatkan dari Pengadilan

Agama Jakarta Timur, serta melakukan wawancara dengan hakim yang

memutuskan perkara tersebut.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari buku-buku, internet

dan beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan perkara turut

campur orang tua sebagai alasan perceraian dan dikumpulkan permasalah

dan diklasifikasikan berdasarkan klasisifikasi masalah.

3. Alat pengumpul data

Alat pengumpul data yang diperoleh meliputi transkip interview,

catatan lapangan, dokumen pribadi dan lain-lain.

(22)

Analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menggunakan

analisa kualitatif dengan pendekatan konten analisis yaitu menganalisis isi

(conten analisa) dengan mendeskripsikan putusan perceraian akibat campur

tangan orang tua dan menghubungkan dengan hasil wawancara, analisa

yurisprudensi hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur untuk melihat sejauh

mana proses penyelesaian para hakim dalam menyelesaikan kasus perceraian

yang dikarenakan adanya campur tangan orang tua.

5. Teknik Penulisan

Teknik penulisan skripsi ini menggunakan buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007”.

E. Tinjauan Kajian Terdahulu

Untuk menentukan arah pembahasan dalam penulisan skripsi ini penulis

menelaah literatur yang sudah membahas tentang judul yang akan penulis

kemukakan dalam penulisan skripsi.

No Nama/

NIM/Judul/Pro di/Kon/Fak/Tah un

Substansi Perbedaan

1. Herdianto 103044121030 Perceraian Karena

Perselingkuh (Studi Kasus di Pengadilan Agama Jakarta Timur)

1. Menjelaskan

penyebab dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan adanya orang ketiga atau perselingkuhan. 2. Untuk mengetahui

penyelesaian kasus

(23)

Ahwal Al-Syakhsiyyah Peradilan Agama Universitas Islam

Negeri syarif Hidayatullah Jakarta

Fakultas Syari’ah & Hukum

2007

cerai gugat karena orang ketiga atau perselingkuhan.

2. M. Lutfi 103044128035 Penyebab Perceraian

Pada Pasangan Dini (Studi kasus pada Pengadilan Agama Jakarta Selatan)

Ahwal

Al-Syakhsiyyah Peradilan Agama Universitas Islam

Negeri syarif Hidayatullah Jakarta

Fakultas Syari’ah & Hukum

2007

1. Menjelaskan faktor-faktor penyebab perceraian pada pasangan dini. 2. Perselisihan yang

sering dihadapi kurang siapnya pasangan untuk menuju bahtera rumah tangga juga merupakan penyebab perceraian pada pasangan dini

1. Menjelaskan faktor-faktor penyebab orang tua turut campur yang mengakibatkan perceraian.

2. Akibat dari kurang siapnya menjalin sebuah keluarga sehingga adanya turut campur orang tua.

3. Eva Muslimah 104044201463 Intervensi Orang

Tua Sebagai

Faktor Pemicu Perceraia(Studi analisis putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat)

Ahwal

Al-1. Menjelaskan

penyebab dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan adanya intervensi orang tua yang menjadi pemicu perceraian.

1. Untuk mengetahui turut campur orang tua terhadap anak dibenarkan menurut hukum Islam dan hukum positif. 2. Kedudukan orang

(24)

Syakhsiyyah Peradilan Agama Universitas Islam

Negeri syarif Hidayatullah Jakarta

Fakultas Syari’ah & Hukum

2009

4. Surya Parma Batu Bara

10404414445

Faktor Ekonomi

Sebagai Alasan Perceraian

Ahwal

Al-Syakhsiyyah Peradilan Agama Universitas Islam

Negeri syarif Hidayatullah Jakarta

Fakultas Syari’ah & Hukum

2008

1. Menjelaskan faktor-faktor perceraian yang diakibatkan karena ekonomi. 2. Adanya pihak ketiga

dalam penyelesaian yaitu orang tua yang membantu keluarga anaknya

1. Menjelaskan faktor-faktor penyebab orang tua turut

campur yang

mengakibatkan perceraian.

2. Akibat dari kurang siapnya menjalin sebuah keluarga sehingga adanya turut campur orang tua.

5. Shonifah Albani 102044125066 Perceraian Akibat

Poligami (Studi kasus Pengadilan Agama Jakarta Selatan)

Ahwal

Al-Syakhsiyyah Peradilan Agama Universitas Islam

Negeri syarif Hidayatullah Jakarta

Fakultas Syari’ah &

1. Perceraian yang diakibatkan oleh orang ketiga,

sehingga terjadi atau adanya perceraian. 2. Orang ketiga tersebut

bukanlah dari pihak keluarga atau dengan kata lain adalah orang lain.

(25)

Hukum 2006

6. Hilmia

Perceraian Karena Alasan Murtad

Ahwal

Al-Syakhsiyyah Peradilan Agama Universitas Islam

Negeri syarif Hidayatullah Jakarta

Fakultas Syari’ah & Hukum

2007

1. Perceraian yang dikarenakan suami murtad, sehingga terjadi atau adanya perceraian.

1. Perceraian yang di akibatkan karena adanya turut campur orang tua.

F. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memudahkan dalam pembahasan skripsi ini. Penulis

menyusunnya secara sistematik. Adapun setiap babnya terdiri dari:

Bab I Pendahuluan. Dalam bab ini diuraikan hal-hal yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, tinjauan kajian terdahulu, metode penelitian serta

sistematika penulisan.

Bab II Perceraian, Hak dan kewajiban antara orang tua dan anak. Dalam bab ini diuraikan hal-hal yang meliputi pengertian dan dasar perceraian,

hukum, jenis dan alasan perceraian, akibat dan hikmah perceraian,

kedudukan orang tua dalam keluarga anak, hak dan kewajiban antara

(26)

Bab III Analisa kasus cerai gugat turut campur orang tua sebagai alasan perceraian di pengadilan agama Jakarta timur. Dalam bab ini diuraikan

hal-hal yang meliputi profil pengadilan agama Jakarta Timur, duduk

perkara, pertimbangan hukum, amar putusan, analisis penulis.

Bab IV Penutup. Bab ini merupakan kesimpulan menggambarkan secara umum tentang permasalahan yang dibahas, dalam bab ini juga mencakup

saran-saran dari peneliti atas permasalahan yang di teliti sehingga

upaya mencapai tujuan dari penelitian yang dilakukan dan diharapkan

akan bermanfaat untuk kalangan akademis umumnya dan penulis pada

(27)

BAB II

PERCERAIAN, HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA ORANG TUA DAN ANAK

A. Pengertian dan Dasar Perceraian

Langgengnya kehidupan perkawinan merupakan suatu tujuan yang sangat

diinginkan oleh setiap umat Islam yang hendak menikah dari awal pernikahan

hingga ajal menjemput, karena di dalam perkawinan itulah kita bisa

menikmati naungan kasih sayang dan dapat memelihara keluarga kita dengan

baik, tetapi apabila semua itu tidak tercapai maka tidak sedikit pasangan

suami istri mengakhiri bahtera rumah tangganya melalui jalan perceraian.

Talak diambil dari kata “Ithlaq” yang menurut bahasa artinya

“melepaskan atau meninggalkan”. Menurut istilah syara' talak yaitu :

10

Artinya: “Melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri”.

Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan dijelaskan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan

sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak

10

(28)

berhasil mendamaikan kedua belah pihak.11 Hal ini sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam pasal 115 dikatakan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di

depan sidang Pengadilan Agama setelah pengadilan agama tersebut berusaha

dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.12

Bila kita melihat dari redaksi di atas bahwa yang dinamakan perceraian

adalah menghilangkan atau melepas ikatan perkawinan sehingga setelah

hilangnya ikatan tersebut maka tidak lagi halal bagi suami atas istrinya. Tetapi

dari pengertian di atas ada perbedaan bahwa para ulama mendefinisikan

perceraian bisa dilakukan kapanpun dan dimanapun, tetapi hal ini berbeda jika

kita melihat di dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

dan Kompilasi Hukum Islam bahwa perceraian dapat dilangsungkan hanya

pada pengadilan agama.

Sehingga apabila ada orang Islam yang berada di negara Indonesia yang

melakukan pernikahan secara sah baik secara agama atau negara dan

melakukan perceraian di luar pengadilan agama maka perceraiannya itu tidak

sah demi hukum atau batal demi hukum.

11

R.Subekti, S.H dan R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (PT Pradnya Paramita, Jakarta,2006) cet ke-37, h 549.

12

(29)

Memang tidak terdapat dalam al-Qur’an ayat-ayat yang menyuruh atau

melarang eksistensi perceraian itu, namun isinya hanya sekedar mengatur bila

thalaq terjadi. Di dalam hal perceraian dasar-dasar perceraian itu dapat kita

lihat dari beberapa ayat al-Qur'an atau Hadis, seperti:

a) Al-Baqarah Ayat 232

! "# $

%

&'

( !

)#*+ ,

- ./)#01 2

34 ,

- 56 5#78 5 9

: 2

(

;<=*>

- ./01?

!@ 2

ABAC

…….

Artinya : “Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa

iddahnya, Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi

mereka kawin lagi dengan bakal suaminya”.(Q.S. Al-Baqarah

Ayat 232)

b) At-Thalaq Ayat 1

DEFG H" *>

IJ

KL=

M O! "# $

%

&'

- 56 7

E# P ,

QREB-G

5

U

VWX

2

)Y-G

5!

U

U

7 L9

Z

[\7+]^

_

U

3`

QR56

1B !>ab

c

b

-

/

9

d^

3`

FRX1

!> e

`

: 2

*fg

9,H*>

hD*i;

4j

^

hD

=

&k*hlb

m

0h,#

9

.

.G )

m

*b

-G05*n*>

0

.G )

XG

,

(\)# .

o % !j*p

m

3`

q_XG 9

Lr05

(30)

0G 5*^

0h

?

t !b 2

uC

Artinya: “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu dan bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) keluar kecuali kalau mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.” (Q.S. At-Thalaq: 1)

c) Hadits Nabi Muhammad SAW

!" # $ %&'

() !" #

*

+ !,

-+

%&. ﺹ0 1 0

*

2 * &3+ 4

5678 9 6 * :6ﺹ * ;07+ ; <

4 " 4 946 4: ; 4 4 1 =4>1 4

9?

$ 8+

13

Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Katsir bin Uba’id al- Himsi, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Khalid dari Ubaidillah bin Walid al-Dzashofi dari Muharib bin Itsar dari Abdullah bin Umar RA.: telah berkata Rasulullah Saw. : Sesuatu perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talak atau perceraian (HR.Ibnu Majah)”.

Dalam perundang-undangan Indonesia mengenai perceraian ini diatur

dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 pada pasal 38-41. Pada pasal 38

Undang-Undang No. 1 tahun 1974 disebutkan bahwa : “perkawinan dapat

13

(31)

putus karena: a. Kematian; b. perceraian; c. atas keputusan pengadilan”. Hal

ini sejalan dengan Kompilasi Hukum Islam pasal 113.

Dalam perundang-undangan Indonesia membedakan antara perceraian

atas kehendak suami dan perceraian atas kehendak istri. Hal ini karena

karakteristik hukum Islam dalam perceraian memang menghendaki demikian

sehingga proses penyelesaiannya pun berbeda.14 Maksud dari hal ini perceraian dapat terjadi akibat talak yang dilakukan oleh suami kepada istri

seperti halnya talak yang dijelaskan oleh hukum Islam, dan perceraian dapat

terjadi akibat gugatan perceraian yang dilakukan oleh istri terhadap suami.

Namun hal ini harus dilakukan didepan pengadilan seperti dalam pasal 115

Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi: “perceraian hanya dapat dilakukan

didepan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut

berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”.15

B. Jenis dan Alasan Perceraian 1. Jenis Perceraian

a. Cerai Talak

14

Mukri Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Jakarta : Pustaka Pelajar, 2003), cet. ke-4, h. 206.

15Kompilasi Hukum Islam.

(32)

Cerai talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama

yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara

sebagaimana dimaksud dalam pasal 129, 130 dan 131.16

b. Cerai Gugat

Dalam sebuah perkawinan, keputusan untuk bercerai tidak hanya

tergantung pada seorang suami, isteri juga bisa mengajukan gugatan

perceraian apabila sudah tidak merasa cocok lagi dan tidak tahan oleh

tingkah laku suaminya.

Dalam Islam, gugat cerai biasa disebut khulu’. Khulu’ berasal dari

lafadz kha-la-‘a yang secara bahasa berarti menanggalkan atau membuka

pakaian. Pengertian ini dihubungkan dengan perkawinan karena Al-Qur’an

surat Al-Baqarah ayat 187, Allah SWT berfirman:

- 56

JL

*+

[\ <Z

[\Op 2

JL

*+

- ./Z

<

….

uwC

@A

Artinya:Mereka merupakan pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi

mereka (QS. Al-Baqarah: 187)

Secara istilah, kata Khulu’ diartikan talak yang berlaku dengan

keinginan isteri dan kesunguhannya untuk bercerai, maksudnya adalah

16Ibid.,

(33)

isteri menebus dirinya agar dibebaskan dari ikatan perkawinan dengan cara

mengembalikan mas kawin yang telah mereka sepakati sebelumnya.17

Definisi lain dari khulu’ secara bahasa berarti tebusan dan menurut

istilah adalah talak yang diucapkan oleh isteri dengan mengembalikan

mahar yang penah dibayarkan suami.18

Sebagian Ulama mendefinisikan Khulu’ secara harfiah adalah “lepas”

atau “copot” tetapi secara istilah Khulu’ diartikan “perceraian dengan

tebusan (dari pihak isteri kepada pihak suami) dengan menggunakan lafadz

talak atau khulu”.19

2. Alasan perceraian

Alasan perceraian adalah suatu kondisi dimana suami atau isteri

mempergunakanya sebagai alasan untuk mengakhiri atau memutuskan tali

perkawinan mereka.

Di dalam menjalankan kehidupan perkawinan bertujuan untuk

membentuk keluarga yang sakinah, mawadah dan rohmah. Namun terkadang

dalam perjalanannya sebuah perkawinan ada yang tidak mencapai tujuan

17

Mustofa Al-Khin, Mustofa Al-Bugho, dan Ali Asy-Syarbaji, kitab fiqh madzhab syafie,

jilid ke 4 (Kuala Lumpur: Prospecta Printers SDN BHD, 2005)

18

Syaikh Hasan Ayub, fikih keluarga,penerjemah M. Abd.Ghofar,E.M (Pustaka Al-Kautsar,2006) cet ke-5. hlm. 305.

19

(34)

tersebut, maka terajadi putusnya perkawinan yakni melalui jalan perceraian.

Dalam sebuah perceraian harus ada alasan kuat yang melatar belakangi

terjadinya perceraian ini. Setidaknya ada empat kemungkinan yang terjadi

dalam kehidupan rumah tangga, yang dapat memicu timbulnya keinginan

untuk memutus/terputusnya perkawinan.20

Nusyuz bermakna kedurhakaan yang dilakukan seorang istri

terhadap suaminya. Hal ini bisa terjadi dalam bentuk pelanggaran

perintah, penyelewengan, dan hal-hal yang dapat menggangu

keharmonisan rumah tangga. Berkenaan dengan hal ini Al-Qur’an

memberi tuntunan bagaimana mengatasi nusyuz istri agar tidak terjadi

perceraian. Adapun petunjuk mengenai langkah-langkah menghadapi istri

melakukan nusyuz, surat an-Nisa’ ayat 34:

xy0 Bz

F{

b?

y

|)9*

%

&'

0}

^

3r~8 ,

./38 5*^

m|)9*

K€ 5*^

0}

^

U

7 4jp 2

X

b

[\ /

?

!b 2

m

7• 0

# ‚W

,

ĥ *n

=

y

•

7

j 0

#!d*

,#

0}

^

4†

j0

m

J

Z

*: 5,

> b

QR560@ 7i5‡

QR56 V7

5 ,

- 56

7ˆ 6

20

(35)

|

f

Rƒ;1

380}!

- 56 ^

‰X

U

:

Š ,

[\7+ = 5 $ 2

34 ,

U

[h 9

- E[‰)#*

‹4d

+0Œ

<

L:

Z

F{y4c

`

#*

=‰

+3•

BC

B C

D

Artinya: “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri, ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatiri nusyuznya maka nasihatilah mereka dan pisahkan diri mereka dari tempat tidur mereka ,dan pukulah mereka. kemudian jika mereka menaatimu maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (Q.S. an-Nisa’ : 34).

! " !

(36)

% $

$ !& '

Kemungkinan nusyuz ternyata tidak hanya datang dari istri tetapi

dapat juga nusyuz yang datang dari suami. Selama ini sering

disalahpahami bahwa nusyuz hanya datang dari pihak istri.

( !) ' #*

C:

ŽY 2(I[•

X• ,y •

c

b

0/

# 5*^

@ 7ip

2

=u

•kX

34 ,

00

Y' 1

0}E[‰)#*’

: 2

0

#

W >

0}’z

= k*^

“ ,#.”

m

.4,#IW

‰[ 0(

<

\ ‰;•X a2

–“7jpO•

-4|i

m

:

U

=;

59

U

7 ]n 9

Q{ Š ,

Z

F{y4c

0}

^

F{ 5#0} 5 9

=‰

+0(

uAC

B C

(37)

dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Q.S. an-Nisa’ : 128).

Dalam Al-Qur’an dan terjemahannya terdapat keterangan bahwa

jalan yang ditempuh apabila suami nusyuz seperti acuh tak acuh, tidak

menggauli dan tidak memenuhi kewajibannya, maka upaya perdamaian

bisa dilakukan dengan cara istri merelakan haknya dikurangi untuk

sementara agar suaminya bersedia kembali kepada istrinya dengan baik.

Jika dua kemungkinan diatas menggambarkan salah satu pihak

nusyuz sedangkan pihak yang lain dalam kondisi normal, maka

kemungkinan yang ketiga ini terjadi karena keduan-duanya terlibat dalam

syiqaq (percekcokan), misalnya disebabkan kesulitan ekonomi, sehingga

keduanya sering bertengkar. Dalam hal ini Al-Qur’an memberi petunjuk:

:

O!j;(

Z

˜EC™ k*^

U

5š05[^

,

›} <0

X

&b

œ

2

6 2

›} <0

X

&b

0/

# 6 2

:

0G>B

>

)#X”

C• …,

>

0}E ™! *^

<

L:

Z

*:y4c

‹}

#*

=‰

h0(

B C

B C

(38)

hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscayaAllah memberi taufik kepada suami istri itu, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Bijaksana”. (Q.S. an-Nisa’ : 35).

Penunjukan hakam dari kedua belah pihak ini diharapkan dapat

mengadakan perdamaian dan perbaikan untuk menyelesaikan

persengketaan antara kedua belah pihak suami dan istri. Apabila karena

sesuatu hal hakam yang ditunjuk tidak dapat melaksanakan tugasnya,

dicoba lagi dengan menunjuk hakam lainnya.

Hal ini juga disebut dengan fakhisyah, hal ini menimbulkan saling

tuduh menuduh antara keduanya. Cara penyelesaiannya adalah

membuktikan tuduhan yang didakwakan, dengan cara li’an. Li’an

sesungguhnya telah memasuki “gerbang putusnya perkawinan, dan

bahkan untuk selama-lamanya karena akibat li’an adalah terjadinya talak

ba’in kubra”.

Dalam hukum Islam perceraian dapat disebabkan oleh alasan-alasan sebagai

berikut:21

"

21

(39)

+

,

!

,

, "

Sedangkan menurut Sayyid Sabiq, alasan-alasan perceraian itu adalah:

,

,

,

,

Di dalam muatan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 9 Tahun

1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan menerangkan dan menjelaskan bahwa alasan-alasan

perceraian sebagai berikut:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi,

dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun

berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain

(40)

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman

yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain.

e. Salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan akibat

tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri.

f. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan

pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah

tangga.

Sedangkan di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) menjelaskan hal

yang sama tentang alasan-alasan perceraian akan tetapi di dalam kompilasi

hukum Islam ada tambahan dua point dalam penyempurnaannya yaitu:

a. Suami melanggar taklik-talak.

b. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya

ketidakrukunan dalam rumah tangga.

C. Akibat dan Hikmah Perceraian

1. Akibat Perceraian

Apabila perkawinan yang diharapkan tidak tercapai dan perceraian yang

diambil sebagai jalan keluarnya maka akan timbul akibat dari perceraian itu

(41)

Perkawinan atau Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengatur hal tersebut pada

pasal-pasal berikut ini, yaitu :

1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 197422 Pasal 41

Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah :

a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik

anak-anaknya semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana

ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak Pengadilan memberi

keputusannya.

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan

pendidikan yang diperlakukan anak itu, bilamana bapak dalam

kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut Pengadilan dapat

menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan

biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas

isteri.

2) Kompilasi Hukum Islam (KHI)23 Pasal 149

Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib :

22

R.Subekti, S.H dan R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, h 549.

23Kompilasi Hukum Islam,

(42)

a. Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas isterinya baik berupa

uang atau benda kecuali bekas isteri tersebut Qobla al-Dukhul.

b. Memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas isteri selama

dalam iddah, kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak bain atau nusyuz

dan dalam keadaan tidak hamil.

c. Melunasi mahar yang masih terutang seluruhnya dan separuh apabila

Qobla al-Dukhul.

d. Memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang belum

mencapai umur 21 tahun.

Pasal 150

Bekas suami berhak melakukan ruju’ kepada bekas isterinya yang masih

dalam masa iddah.

Pasal 151

Bekas isteri selama dalam masa iddah wajib menjaga dirinya tidak

menerima pinangan dan tidak menikah dengan pria lain.

Pasal 152

Bekas isteri berhak mendapat nafkah iddah dari bekas suaminya kecuali

bila ia nusyuz.

(43)

a. anak yang belum Mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka

kedudukannya diganti oleh:

1) Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ibu;

2) Ayah;

3) Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ayah;

4) Saudara perempuan dari anak yang besangkutan;

5) Wanita-wanita dari kerabat sedarah menurut garis samping dari

ibu;

6) Wanita-wanita dari kerabat sedarah menurut garis samping dari

ayah.

b. Anak yang sudah Mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari ayah atau ibunya.

c. Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin

keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan

hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang

bersangkutan pengadilan dapat memindahkan hak hadhanah kepada

kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula.

d. Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah

menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut

(44)

e. Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak,

pengadilan agama memberikan putusannya berdasarkan huruf (a), (b),

(c), dan (d).

f. Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya

menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan

anak-anak yang tidak turut padanya.24

2. Hikmah Perceraian

Dalam Al-Qur’an tidak ada ayat yang menyuruh atau melarang eksistensi

perceraian, sedangkan untuk perkawinan ditemukan beberapa ayat yang

menyuruh melakukannya.

Suatu kejadian pastilah terdapat hikmah yang akan didapatkan, begitu

juga pada permasalahan perceraian akan ada hikmah yang akan kita dapatkan

baik bagi sang suami atau sang isteri. Talak pada dasarnya sesuatu yang halal

tetapi hal yang paling dibenci oleh Allah SWT, hikmah dibolehkannya talak

itu adalah karena dinamika kehidupan rumah tangga kadang-kadang menjurus

kepada sesuatu yang bertentangan dengan tujuan pembentukan rumah tangga

itu. Dalam keadaan begini kalau dilanjutkan akan menimbulkan mudharat

bagi kedua belah pihak baik itu sang suami atau isteri bahkan kepada sang

anak itu sendiri.25

24Ibid

(45)

Allah SWT Yang Maha Bijaksana menghalalkan talak tapi membencinya,

kecuali untuk kepentingan suami, istri atau keduanya, atau untuk kepentingan

keturunannya. Selain hal itu, hikmah adanya perceraian akan menambahkan

kita pada pembelajaran hidup bahwasanya dalam hidup terdapat dinamika

yang harus kita jalani, baik itu bersifat senang ataupun sedih. Karena semua

ini sudah ada ketentuannya yang telah lama ditentukan oleh Allah SWT

sehingga diharapkan semua peristiwa yang kita alami dapat kita ambil hikmah

atau sebagai pembelajaran untuk kehidupan kita kedepan agar lebih baik dan

bisa lebih mendekatkan diri dengan sang pencipta yaitu Allah SWT.

D. Kedudukan Orang Tua Dalam Keluarga Anak

Orang tua merupakan orang yang lebih tua atau orang yang dituakan, namun

umumnya di masyarakat pengertian orang tua adalah orang yang telah melahirkan

kita yaitu bapak dan ibu.26

Ibu dan bapak selain telah melahirkan kita ke dunia ini juga yang mengasuh

dan yang telah membimbing anaknya dengan cara memberikan contoh yang baik

25Amir Syarifudin

, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh dan Munakahat dan UU perkawinan, (Jakarta, Prenada Media, 2006), h. 109-200.

26

(46)

dalam menjalani kehidupan sehari-hari, selain itu orang tua juga telah

memperkenalkan anaknya kedalam hal-hal yang terdapat di dunia ini dan

menjawab secara jelas tentang sesuatu yang tidak dimengerti oleh anak. Karena

orang tua adalah pusat kehidupan rohani anak dan sebagai penyebab berkenalnya

dengan alam luar, maka setiap reaksi emosi anak dan pemikirannya dikemudian

hari terpengaruh oleh sikapnya terhadap orang tuanya di permulaan hidupnya

dahulu. Sedangkan anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa

yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan

hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi.27

Semua agama menempatkan kedudukan orang tua pada tempat terhormat.

Hal ini sungguh pada tempatnya, karena tiada seorang pun yang nuraninya bisa

mengingkari pengorbanan dan jasa tanpa batas dari orang tua mereka. Selama

sembilan bulan ibu menjaga dan memberikan darahnya sendiri demi anak yang

dikandung. Pada saat melahirkan betapa seorang ibu amat menderita. Ia tidak

mempedulikan hidupnya sendiri. Harapan satu-satunya hanyalah: "Semoga

anakku lahir dengan selamat".28

Anak dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai keturunan,

anak juga mengandung pengertian sebagai manusia yang masih kecil. Selain itu

27 Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

(Citra Umbara, Bandung), hal. 4.

28

(47)

anak pada hakekatnya seorang yang berada pada satu masa perkembangan

tertentu dan mempunyai potensi untuk dewasa.29

Di dalam al-Qur’an anak sering disebutkan dengan kata walad-awlad yang berarti anak yang dilahirkan orang tuanya laki-laki maupun perempuan, besar

atau kecil, tunggal atau banyak. Karenanya jika anak belum lahir belum dapat

disebut al-Walad atau al-Mawlud, tetapi disebut al-Janin yang berarti al-Mastur

(tertutup) dan al-Khafy (tersembunyi) di dalam rahim ibu.30

Dalam masyarakat ditemui banyak sekali bentuk keluarga, antara satu

masyarakat dengan masyarakat lainnya dan terkadang tidak memiliki bentuk

keluarga yang sama. Bentuk-bentuk keluarga tersebut dapat dibedakan dari dua

hal, yaitu: 31

1. Keluarga Bathin (Nuclear Family), yaitu sebuah keluarga yang terdiri dari pasangan suami isteri bersama anak-anaknya yang belum menikah. Bentuk

keluarga yang seperti ini tidak memiliki ketergantungan terhadap unit

keluarga lainnya. Hanya saja, dalam kegiatan yang sifatnya kolektif,

keluarga ini masih relatif mementingkan kebersamaan walau hanya bersifat

pilihan bukan kewajiban. Hubungan antara suami dan isteri lebih penting

dari pada hubungan dengan sanak saudara lainnya. Sehingga membentuk

29

Anton M. Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (cet-2; Jakarta: Balai Pustaka, 1988), hal. 30-31.

30

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah:Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, (jilid XV, Jakarta, Lentera Hati, 2004), hal. 614.

31

(48)

keluarga yang mandiri, lebih bertanggung jawab, lebih bebas menentukan

pilihan dan terhindar dari konflik lebih jauh antara keluarga besar.

2. Keluarga Luas (Extended Family), yaitu sebuah keluaga yang terdiri dari keluarga bathin ditambah semua orang yang memiliki hubungan keturunan

dari kakek dan nenek yang sama, termasuk keturunan tinggal dalam satu

atap rumah. Bentuk kekeluargaan luas biasanyanya adanya konflik antara

anggota keluarga akan sering terjadi dan arus hubungan kekeluargaan lebih

banyak ditentukan oleh satu orang saja, yaitu orang yang memiliki

kelebihan dan pengaruh, biasanya oleh orang yang lebih tua.

Pada hakekatnya kedudukan orang tua sangatlah penting bagi anak, karena

orang tua adalah orang yang telah melahirkan dan membesarkan anak. Sesuai

dengan pasal 46 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan seorang anak hendaklah wajib menghormati orang tuanya

dan wajib mentaati kehendak dan keinginan yang baik dari orang tuanya, dan jika

anak sudah dewasa mengemban kewajiban memelihara orang tua serta karib

kerabatnya yang memerlukan bantuan sesuai kemampuannya.

Walaupun hubungan orang tua dan anak perlu mendapatkan perhatian

khusus karena antara orang tua dan anak adanya ikatan biologis, artinya relasi ini

secara alamiah atau natural yang mempersatukan mereka, yang terpenting dalam

hubungan antara orang tua dan anak ini adalah kewajiban orang tua dalam

(49)

nafkah dan penghidupan kepada anak itu. Artinya ketika anak sudah berkeluarga,

orang tua sudah tidak wajib lagi dalam memberikan nafkah dan penghidupan

kepada anaknya, karena seorang anak yang sudah berkeluarga sudah dikatakan

dewasa, dan seorang anak yang sudah berkeluarga apabila seorang isteri menjadi

tanggungan suaminya.

Tentunya kewajiban anak itu sendiri sebenarnya tidak hilang ketika seorang

anak ini sudah dewasa dan mempunyai keluarga sendiri, namun kedudukan orang

tua terhadap anak yang berubah. Karena ketika anak sudah berkeluarga mereka

sudah mempunyai kewajiban terhadap keluarganya sendiri. Oleh karena itu

kedudukan orang tua terhadap anak yang sudah mempunyai keluarga hanyalah

sebatas antara hubungan timbal balik antara orang tua dan anak, atau orang tua

hanya sebatas sebagai penasihat dan menjadi pembimbing dalam keluarga

anaknya jika memang dibutuhkan.

E. Hak dan kewajiban antara orang tua dan anak menurut hukum Islam

Islam selain mengatur hubungan suami isteri juga mengatur hubungan

timbal balik yang harmonis antara orang tua dan anaknya. Keterkaitan yang erat

dalam aturan Islam ini memugkinkan perkembangan yang seimbang antara

generasi ke generasi.32

Mengenai kewajiban orang tua terhadap anak diantaranya mencukupi

kebutuhan-kebutuhan ekonomisnya, baik dalam bentuk pangan, sandang

32

(50)

perumahan dan kesehatan. Kemudian mendidik anak-anaknya adalah sangat

penting karena posisi keduanya sangat menentukan bagi kehidupan

anak-anaknya, selain itu kewajiban orang tua adalah mendidik anaknya agar berakhlak

baik.33

Kelahiran anak merupakan peristiwa hukum, dengan resminya seorang anak

menjadi anggota keluarga melalui garis nasab berhak mendapatkan berbagai

macam hak dan mewarisi ayah dan ibunya. Yaitu: 34

1. Hak nasab, dengan hubungan nasab ada sederetan hak-hak anak yang harus ditunaikan orang tuanya dan dengan nasab pula dijamin hak orang tua

terhadap anaknya.

2. Hak Radla’ adalah hak anak menyusui, ibu bertanggung jawab di hadapan Allah menyusui anaknya ketika masih bayi hingga umur dua tahun, baik

masih dalam tali perkawinan dengan ayah bayi atau pun sudah bercerai.

3. Hak Hadhanah adalah tugas menjaga, mengasuh dan mendidik bayi atau anak yang masih kecil sejak lahir sampai mampu menjaga dan mengatur diri

sendiri.

4. Hak Walâyah disamping bermakna hak perwalian dalam pernikahan juga berarti pemeliharaan diri anak setelah berakhir periode hadhanah sampai

33

Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, (PT: Bina Ilmu, Surabaya) 1995, cet. 1 h. 212.

34

(51)

dewasa dan berakal atau sampai menikah dan perwalian terhadap harta

anak.

5. Hak Nafkah merupakan pembiayaan dari semua kebutuhan di atas yang didasarkan pada hubungan nasab.

Seorang anak meskipun telah berkeluarga, tetap wajib berbakti kepada

kedua orang tuanya. Kewajiban ini tidaklah gugur bila seseorang telah

berkeluarga. Karena jalan yang haq dalam menggapai ridha Allah SWT adalah

melalui orang tua yaitu dengan “Birrul Walidain”. Sebagaimana yang tersirat

dalam al-Qur’an surat al-Israa’ ayat 23:

mJ%J y

0hl^ _

~` 2

U

j .Gh 5 9

`

)

]>

Cf!Ÿ*

?

!

^

= % X

m

Lb

- *

5#[h*>

4 0G'

‰0

;+!

0}56.G*) 2

2

0}5634 c

34 ,

r7

9

0}¡¢£

a2

3`

0}56[ DE ™ 9

r5y

0}./Z

=`[

y

›}>B 3•

ABC

; E+ B

Artinya : “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”. (Q.S. al-Israa’: 23).

Mengenai ayat al-Qur-an di atas, bahwa adalah benar seorang anak itu harus

(52)

akan tetapi orang tua pun harus mengerti ketika anaknya sudah berkeluarga.

Artinya anaknya itu mempunyai kewajiban yang lain selain kewajiban kepada

orang tuanya, yaitu kewajiban kepada keluarganya. Selain itu memang benar

bahwa anak itu harus selalu berbakti kepada orang tuanya dan selalu

menghormatinya, namun berbakti dan menghormati disini bukan berarti harus

selalu mematuhi perintah orang tua, apalagi ketika anak tersebut sudah

berkeluarga. Jadi, selama perintah kedua orang tua tidak mengandung

kezhaliman, maka anak harus menaatinya karena ridha orang tua adalah pintu

surga. Sebagaimana dalam Hadis disebutkan:

4; 4 4. $ 4F G ?4+ "H 91 4 *I 4:34+B 4,1+" : 1 4 48

JG 44 1 : "HK

"H 48

42<4 4 :ﻥ 1M4F :N

O

4; 4 4.

5678 9164 96 :"64ﺹ 96 4;074+ P1Q 47

;0 4ی

S

JT" 4U14 - 401 V47184 40

4M4. 4 1WX 1HY4.

4- 41 4Z 4[ 1\3

91]4^1# 84

OS

4;4<48 %_` Na $ 484+

bc1 4ﺹ b 4C4# bd1ی 4#

35

Artinya:Abu Darda’ ra. berkata, “Seorang laki-laki datang kepadaku dan berkata, ‘Aku memiliki seorang istri dan ibuku menyuruhku agar menceraikannya.’” Abu Darda’ menjawab, “Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Orang tua adalah pintu surga yang paling baik. Jika kamu mau, buanglah pintu itu atau peliharalah.’” (H.R. Tirmidzi. Ia berkata, “Hadits ini shahih”).

35

(53)

Pada hakekatnya seorang anak harus berbuat baik kepada kedua orang

tuanya, meskipun orang tua masih dalam keadaan musyrik mereka tetap

mempunyai hak untuk mendapatkan perlakuan yang baik dari anak-anaknya.

Berbuat baik kepada kedua orang tua harus didahulukan daripada fardhu

kifayah, amalan-amalan sunnah, berjihad di jalan Allah SWT dan berbuat baik

kepada kedua orang tua tidak berarti harus meninggalkan kewajiban terhadap istri

dan anak-anaknya, kewajiban memberikan nafkah kepada istri dan anak-anak

tetap dipenuhi walaupun kepada kedua orang tuanya harus didahulukan.36

Permasalahan mentaati perintah orang tua ketika diminta untuk menceraikan

istri sudah berlangsung sejak lama. Oleh karena itu para Imam (Aimmah) sudah

menjelaskan penyelesaian dari permasalahan tersebut. Pada zaman Imam Ahmad

(abad kedua) dan zaman Syaikhul Islam (abad ketujuh) permasalahan ini sudah

terjadi dan sudah dijelaskan bahwa tidak boleh taat kepada kedua orang tua untuk

menceraikan istri karena hawa nafsu. Kecuali jika istri tidak taat pada suami,

berbuat zhalim, berbuat kefasikan, tidak mengurus anaknya, berjalan dengan

laki-laki lain, tidak pakai jilbab (tabaruj/memperlihatkan aurat), jarang shalat dan

ketika suami sudah menasehati dan mengingatkan tetapi istri tetap nusyuz

(durhaka), maka perintah untuk menceraikan istri wajib ditaati.37

F. Hak dan kewajiban antara orang tua dan anak menurut hukum Positif

36

Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Berbakti Kepada Kedua Orang Tua, (Darul Qolam – Jakarta, 2005) hal. 34

37 Ibid.,

(54)

Di dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Hak dan

kewajiban antara orang tua dan anak dapat kita lihat dalam Bab X menyatakan

bahwa:

Pasal 45

1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka

sebaik-baiknya.

2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku

sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana

berlaku terus-menerus meskipun perkawinan antara kedua orang tua

putus.

Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa:38 Pasal 19

Setiap anak berkewajiban untuk:

1) Menghormati orang tua, wali dan guru.

2) Mencintai keluarga, masyarakat dan menyayangi teman.

3) Mencintai tanah air, bangsa dan Negara.

4) Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya.

5) Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

38Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

(55)

Berkaitan dengan kewajiban anak maka orang tua berkewajiban memelihara

dan mendidik anak-anaknya. Kewajiban tersebut merupakan dasar dari kekuasaan

orang tua, akan tetapi bukan sebagai akibat dari kekuasaan orang tua.

Kewajiban tersebut disebabkan oleh adanya hubungan antara orang tua

dengan anak yang tercipta karena keturunan. Hal ini terbukti dari ketentuan pasal

26 ayat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak yang menyebutkan bahwa orang tua berkewajiban dan

bertanggung jawab untuk :

1) Mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak.

2) Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan

minantnya.

Apa yang dimaksud dengan pemeliharaan yaitu pemberian tempat tinggal,

makanan, pakaian, perawatan jika anak tersebut sakit. Sedangkan pendidikan

yang dimaksud ialah mendidik anak tersebut menjadi mahluk sosial. Bagian yang

utama dari kewajiban orang tua ini adalah menyekolahkan anak-anak agar dapat

hidup mandiri di kemudian hari.39

Orang tua mempunyai hak mengoreksi dan mendisiplinkan anak-anaknya,

orang tua dapat memerintah anak dan sebaliknya anak wajib mematuhi perintah

39

(56)

itu. Kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah sebuah wujud aktualitas

hak-hak anak yang harus dipenuhi oleh orang tua.40

Dalam Kompilasi Hukum Islam pada pasal 98 menyebutkan bahwa batas

usia anak yang mampu berdiri sendiri (dewasa) adalah 21 tahun, sepanjang anak

tidak cacat fisik atau pun mental atau belum kawin. Orang tua mewakili anak

mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan. Apabila

kedua orang tua anak tidak mampu, Pengadilan dapat menunjuk salah seorang

kerabat terdekat yang mampu menunaikan kewajiban orang tuanya.

Sedangkan dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974

tentang perkawinan disebutkan bahwa kewajiban anak yang utama terhadap orang

tuanya adalah menghormati dan mentaati kehendak yang baik dari orang tuanya.

Dan bila mana anak telah dewasa wajib memelihara orang tuanya dengan

sebaik-baiknya menurut kemampuannya. Bahkan anak juga berkewajiban untuk

memelihara keluarga dalam garis lurus keatas, bila mereka ini memerlukan

bantuannya.

Seorang anak yang sudah berkeluarga artinya sudah dikatakan dewasa, dan

seorang yang sudah dewasa berarti harusnya sudah bisa mengurusi keluarganya

sendiri tanpa adanya turut campur orang tua, karena dengan adanya turut campur

40

(57)

orang tua ke dalam keluarga anak biasanya akan terjadi ketidakharmonisan dalam

keluarga dan tidak berjalannya hak dan kewajiban sebagaimana mestinya.

Oleh karena itu, mengenai kewajiban orang tua terhadap keluarga anak

sebenarnya hanya sebatas hubungan timbal balik dan bukan mencampuri urusan

keluarga anaknya, karena anak tersebut sudah dikatakan dewasa dan mempunyai

(58)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Nasional selambat-lambatnya pada tanggal 1 Juli 2015. Seleksi didasarkan atas rekomendasi yang dibuat oleh masing-masing perpustakaan pengusul, uraian tertulis,

Perhitungan sistem ini hanya digunakan dalam tekanan tertutupdan tangki bertekanan, walaupun kadang kala alat ini digunakan untuk tangkiyang terbuka juga, karena prinsip

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pemerintah Kabupaten Sorong Selatan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan pada masyarakat di Rumah Sakit Scholoo

Projek ini dicipta adalah untuk membawa beban sebanyak 5kg dengan menggunakan.. motor arus

PT Semen Gresik (persero) Tbk bisa membantu mewujudkan mimpi anak - anak dari keluarga kurang mampu ini untuk menjadi sarjana, dengan memberikan bea siswa kepada mahasiswa SI

Pada dasarnya tidak terlarang bagi seseorang untuk berdoa dengan lafadz dan bahasa apapun yang ia mampu, asalkan substansi (isi) doanya baik dan mengena, akan

Sehubungan dengan akan dilaksanakannya Pembuktian Kualifikasi untuk paket pekerjaan Perencanaan Infrastruktur Jalan Dalam Kecamatan Kuala Batee (Kode Lelang: 910625) dengan ini