• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBATALAN PUTUSAN PA BANGKALAN NO.0774/PDT.G/2013/PA.BKL OLEH PUTUSAN PTA SURABAYA NO.0014/PDT.G/2014/PTA.SBY TENTANG PERSELISIHAN DAN PERTENGKARAN TERUS MENERUS SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBATALAN PUTUSAN PA BANGKALAN NO.0774/PDT.G/2013/PA.BKL OLEH PUTUSAN PTA SURABAYA NO.0014/PDT.G/2014/PTA.SBY TENTANG PERSELISIHAN DAN PERTENGKARAN TERUS MENERUS SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN."

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBATALAN PUTUSAN

PA BANGKALAN NO.0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl OLEH PUTUSAN PTA

SURABAYA NO.0014/Pdt.G/2014/PTA.Sby TENTANG

PERSELISIHAN DAN PERTENGKARAN TERUS MENERUS

SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN

SKRIPSI

Oleh :

ALI IBROHIM

NIM. C51211161

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syariah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Ahwalus Syakhsiyyah

Surabaya

(2)

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBATALAN PUTUSAN PA

BANGKALAN NO.0774/PDT.G/2013/PA.BKL OLEH PUTUSAN PTA

SURABAYA NO.0014/PDT.G/2014/PTA.SBY TENTANG PERSELISIHAN

DAN PERTENGKARAN TERUS MENERUS SEBAGAI ALASAN

PERCERAIAN

SKRIPSI

Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu

Fakultas Syariah dan Hukum

Oleh

ALI IBROHIM

NIM. C51211161

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syariah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Ahwalus Syakhsiyyah

Surabaya

(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul

‚Analisis Hukum Islam Terhadap Pembatalan

Putusan PA Bangkalan NO.0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl Oleh Putusan PTA

Surabaya NO.0014/Pdt.G/2014/PTA.Sby Tentang Perselisihan Dan Pertengkaran

Terus Sebagai Alasan Perceraian‛

adalah hasil penelitian yang menjawab :

Bagaimana Alasan-alasan Yuridis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya

membatalkan putusan Pengadilan Agama Bangkalan Nomor : 0774/Pdt.G/

2013/PA.Bkl? Bagaimana Analisis Hukum Islam Terhadap Pembatalan Putusan

PA Bangkalan Nomor: 0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl Oleh Putusan PTA Surabaya

Nomor: 0014/Pdt.G/2014/PTA.Sby

Data Penelitian dihimpun dengan menggunakan pendekatan kualitatif

melalui stud kepustakaan serta didukung data lapangan dengan teknik

dokumentasi dan wawancara. Selanjutnya data yang telah dihimpun dianalisis

dengan metode deskriptif analitis, yakni metode yang menggambarkan dan

memaparkan data yang telah terkumpul dengan pola pikir induktif.

Berdasarkan penelitian ini, awalnya PA Bangkalan menyetujui permohonan

talak suami dengan putusan nomor : 0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl. Salah satu alas an

PA Bangkalan adalah perkara nomor: 0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl ini telah

memenuhi ketentuan pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974

tentang Perkawinan jo Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun

1975 jo Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam. Kemudian si istri

mengajukan banding dan PTA Surabaya membatalkan putusan PA Bangkalan

nomor : 0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl tersebut. Di sini ada perbedaan penafsiran

tentang Perselisihan Terus Menerus sebagai alas an perceraian.

Hasil penelitian menyimpulkan, pertimbangan Hakim PTA Surabaya secara

yuridis dalam membatalkan putusan PTA Bangkalan nomor : 0774/Pdt.G/

2013/PA.Bkl ada dua, yakni kesaksian para saksi tidak dilengkapi keterangan

dari mana mengerti kesaksiannya sesuai pasal Pasal 171 ayat (1) HIR dan Pasal

1907 ayat (1) KUH Perdata dan perselisihan yang terjadi antara suami istri belum

memenuhi ketentuan pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974

tentang Perkawinan jo Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun

1975 jo Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam. Sedangkan dalam Hukum

Islam alasan Hakim PTA Surabaya sudah sesuai dengan

Maqashid Shari’ah

berupa hifdz nasl dan Kaidah Fiqhiyah yang mengutamakan mdharat yang lebih

kecil daripada madharat yang lebih besar.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ...

i

PERNYATAAN KEASLIAN ...

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO... ...

v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah ...

1

B.

Identifikasi dan Batasan Masalah ...

8

C.

Rumusan Masalah ...

9

D.

Kajian Pustaka ... 10

E.

Tujuan Penelitian ... 11

F.

Kegunaan Hasil Penelitian ... 12

G.

Definisi Operasional ... 12

H.

Metode Penelitian ... 14

(8)

BAB II

ALASAN PERCERAIAN DAN DASAR PENGAMBILAN

KEPUTUSAN HAKIM DALAM ISLAM

A.

Bentuk-Bentuk Putusnya Perkawinan

...

20

B.

Bentuk-Bentuk Perceraian

...

21

C.

Alasan-Alasan Perceraian

...

25

D.

Dasar Pengambilan Keputusan Oleh Hakim Dalam Hukum

Islam

...

33

BAB III

PUTUSAN PA BANGKALAN DAN PTA SURABAYA TENTANG

PERSELISIHAN DAN PERTENGKARAN TERUS MENERUS

SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN

A.

Gambaran Umum Pengadilan Agama Bangkalan ... 36

B.

Gambaran Umum Pengadilan Tinggi Agama Surabaya ... 38

C.

Deskripsi Perkara Dalam Putusan PA Bangkalan ... 40

1.

Duduk Perkara ... 40

2.

Pertimbangan dan Dasar Hukum Hakim ... 41

3.

Putusan Pengadilan ... 43

D.

Deskripsi Perkara Dalam Putusan PTA Surabaya ... 44

1.

Duduk Perkara ... 44

2.

Pertimbangan dan Dasar Hukum Hakim ... 46

(9)

BAB IV

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBATALAN

PUTUSAN PA BANGKALAN No.0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl OLEH

PTA SURABAYA No.0014/Pdt.G/2014/PTA.Sby

A.

Alasan-ALasan Yuridis Hakim PTA Surabaya Membatalkan

Putusan PA Bangkalan Nomor: 0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl .. 50

B.

Analisis Hukum Islam Terhadap Pembatalan Putusan PA

Bangkalan Nomor: 0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl Oleh PTA

Surabaya Nomor: 0014/Pdt.G/2014/PTA.Sby ... 53

BAB V

PENUTUP

A.

Kesimpulan ... 61

B.

Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan adalah salah satu subsistem kehidupan beragama, yang

merupakan sebuah proses berlangsungnya hidup manusia untuk meneruskan

keturunan dari generasi ke generasi selanjutnya. Perkawinan bertujuan untuk

membentuk suatu keluarga yang harmonis, karena keluarga merupakan dasar

pembentukan kelompok dalam masyarakat hingga akhirnya membentuk suatu

bangsa dan negara dalam lingkup yang lebih besar. Perkawinan merupakan

sunnatulla>h yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada

manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan.1 Hal itu ditegaskan dalam Al-Qur’an bahwa Allah telah menciptakan segala sesuatu secara

berpasang-pasangan, sebagaimana firman-Nya dalam surat Ya>si>n ayat 36:

z

≈ysö6ß™ “Ï%©!$#

t

,n=y{

y

l≡uρø—F{$# $yγ¯=à2 $£ϑÏΒ

à

MÎ7/Ψè?

Þ

Úö‘F{$# ôÏΒuρ óΟÎγÅ¡à Ρr& $£ϑÏΒuρ

Ÿ

ω

t

βθßϑn=ôètƒ

“Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.” (Q.S. Ya>si>n : 36)2

Dalam firman-Nya surat Az-Z\a>riya>t ayat 49 juga disebutkan semua hal

diciptakan secara berpasang-pasang :

1 Sa’id bin Abdullah bin Thalib Al-Hamdani, Risalah Nikah (Hukum Perkawinan Islam), (Jakarta:

Pustaka Amani, 2002), 1.

2 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Penerbit Mahkota, cet. V,

(11)

2

ÏΒuρ Èe≅à2 >óx« $oΨø)n=yz È÷y`÷ρy—

÷

/ä3ª=yès9

t

βρ㍩.x‹s? ∩⊆∪

“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.” (Q.S. Az-Z\a>riya>t : 49)3

Perkawinan juga menjadi jalan bagi umat manusia untuk membentuk

keluarga yang bahagia dan kekal dengan penuh kasih sayang. Hal ini sesuai

dengan firman Allah SWT dalam Q.S Ar-Ru>m ayat 21 berikut :

ô

ÏΒuρ ÿϵÏG≈tƒ#u ÷βr&

t

,n=y{

/ä3s9 ôÏiΒ öΝä3Å¡à Ρr& %[`≡uρø—r&

(

#þθãΖä3ó¡tFÏj9 $yγøŠs9Î)

Ÿ

≅yèy_uρ Νà6uΖ÷t/ Zο¨Šuθ¨Β

ºπyϑômu‘uρ

4

¨βÎ) ’Îû

y

7Ï9≡sŒ

;

M≈tƒUψ 5Θöθs)Ïj9

t

βρ㍩3x tGtƒ

∩⊄⊇∪

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Q.S. Ar-Ru>m : 21) 4

Persoalan yang berkaitan dengan perkawinan, di Negara Indonesia

telah diatur dalam peraturan perundangan-undangan yang berlaku bagi warga

negara Indonesia. Aturan yang dimaksud yaitu UU No. 1 Tahun 1974 dan

peraturan pelaksanaannya dalam bentuk peraturan pemerintah No. 9 Tahun

1975. UU ini merupakan hukum materiil dari perkawinan, sedangkan hukum

formilnya ditetapkan dalam UU No. 7 Tahun 1989. Adapun aturan

pelengkap yang akan menjadi pedoman bagi hakim di lembaga peradilan

agama adalah Kompilasi Hukum Islam di Indonesia yang telah ditetapkan

(12)

3

dan disebarluaskan melalui Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang

Kompilasi Hukum Islam.5

Dalam UU No. 1 Tahun 1974 dijelaskan bahwa perkawinan adalah

ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai

suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.6 Di samping itu, dijelaskan pula dalam Kompilasi Hukum Islam, perkawinan dalam Islam adalah

pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau Mi>tha>qan Ghali>z}an untuk

menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.7

Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqh as-Sunnah menuliskan bahwa

perkawinan merupakan suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi

manusia untuk berkembang biak demi kelestarian hidupnya setelah

masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam

mewujudkan tujuan perkawinan.8 Allah SWT berfirman dalam surat an-Nisa>’ ayat 1:

$pκš‰r'¯≈tƒ

â

¨$¨Ζ9$#

(

#θà)®?$# ãΝä3−/u‘ “Ï%©!$#

/ä3s)n=s{ ÏiΒ

<

§ø ¯Ρ ;οy‰Ïn≡uρ

t

,n=yzuρ $pκ÷]ÏΒ $yγy_÷ρy—

£

]t/uρ $uΚåκ÷]ÏΒ Zω%y`Í‘

#ZŽÏWx. [!$|¡ÎΣuρ

4

(

#θà)¨?$#uρ

©

!$# “Ï%©!$#

t

βθä9u!$|¡s? ϵÎ/

t

Π%tnö‘F{$#uρ

4

¨βÎ)

©

!$#

t

β%x. öΝä3ø‹n=tæ $Y6ŠÏ%u‘ ∩⊇∪

“Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya, Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya

5 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), 1. 6 Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

7 Pasal 2 Bab II Tentang Dasar-Dasar Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam.

(13)

4

kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. (QS. An-Nisa’ : 1)9

Memiliki sebuah Keluarga yang penuh kebahagiaan merupakan

dambaan setiap manusia. Akan tetapi, dalam mengarungi bahtera rumah

tangga, kemungkinan-kemungkinan terjadinya kesalahfahaman dan

perbedaan pendapat antara suami istri sangatlah besar, yang terkadang hal

tersebut menimbulkan kebencian, kebengisan dan pertengkaran yang terus

menerus, sehingga dapat menyebabkan perceraian yang lebih besar dan

meluas di antara anggota-anggota keluarga yang telah terbentuk itu.

Untuk menjaga hubungan keluarga agar tidak terlalu rusak dan

berpecah-belah, agama Islam mensyariatkan perceraian sebagai jalan keluar

terakhir bagi suami istri yang telah gagal mendayungkan bahtera

keluarganya, sehingga dengan demikian hubungan antara orang tua dengan

anak-anaknya, antara keluarga kedua belah pihak dan juga dengan sekeliling

tetap berjalan dengan baik. Meskipun begitu, perlu dinyatakan bahwa

dengan mensyariatkan perceraian dalam suatu perkawinan, bukan berarti

bahwa agama Islam menyukainya.10 Sebagaimana yang dinyatakan oleh Rasulullah SAW.:

9 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya..., 114.

10 Kamal Muhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: PT Bulan Bintang,

(14)

5

ﷲا ﻰﻠﺻ ﱯﻨﻟا ﻦﻋ ﺮﻤﻋ ﻦﺑ ﻦﻋ رﺎﺛد ﻦﺑ برﺎﳏ ﻦﻋ ﻞﺻاو ﻦﺑ فﺮﻌﻣ ﻦﻋ ﺪﻟﺎﺧ ﻦﺑ ﺪﻤﳏ ﺎﻨﺛ ﺪﻴﺒﻋ ﻦﺑ ﲑﺜﻛ ﺎﻨﺛﺪﺣ

لﺎﻗ ﻢﻠﺳو ﻪﻴﻠﻋ

:

َﳊا ُﺾَﻐْـﺑَآ

ُق َﻼﻄﻟا ﻞَﺟَو ﺰَﻋ ِﷲا َﱃِإ ِل َﻼ

.

11

“Telah menceritakan kepada kami Katsir bin Ubaid, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Khalid, dari Muarif bin Washil dari Muharib bin Ditsar, dari Ibnu Umar, dari Nabi saw, beliau bersabda : Perkara halal yang paling dibenci oleh Allah ‘Azza wa Jalla adalah talak.”

Agama Islam menghendaki dilakukannya perceraian hanya jika sebuah

rumah tangga benar-benar dalam kondisi yang tidak bisa diselamatkan. Jadi

kalaupun menemui masalah yang terlampau besar dan sulit untuk

menemukan jalan keluarnya, sebisa mungkin tetap mempertahankan

keutuhan rumah tangga. Jalan keluar dengan berpisah merupakan solusi yang

paling terakhir.12

Perceraian sendiri tidak bisa sembarangan dan asal-asalan. Banyak hal

yang harus diperhatikan dalam membahas perceraian, termasuk alasan-alasan

bercerai. Dalam Islam memang tidak dijelaskan secara spesifik tentang

alasan-alasan atau penyebab perceraian. Namun, hakim Pengadilan Agama

dalam alasan perceraian dapat memakai ketentuaan yang ada dalam

Kompilasi Hukum Islam Pasal 116 yang berbunyi sebagai berikut13 : Pasal 116

Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:

a. salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

11 Sulaima>n, Abu> Da>wud, Sunan Abu> Da>wud, Juz II, (Beirut: Da>r al-Kutub al- ‘Ilmiyah, 1996),

120.

12 Yusuf Chudrori, Baity Jannaty; Membangun Keluarga Sakinah, (Surabaya: Khalista, 2009),

164. 13

(15)

6

b. salah satu pihak mninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;

c. salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

d. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;

e. sakah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibatnya tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri;

f. antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;

g. Suami melanggar taklik talak;

h. peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.

Berangkat dari hal tersebut, penulis ingin menganalisis sebuah kasus

tentang gugatan cerai di PA Bangkalan No. 0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl yang

dalam positanya menggunakan alasan perselisihan dan percekcokan yang

terjadi antara suami istri selama satu bulan dikarenakan termohon merasa

nafkah yang diberikan pemohon selalu kurang. Dalam hal ini, hakim PA

Bangkalan berpedoman pada ketentuan pasal 39 ayat (2) Undang-undang

Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan jo Pasal 19 huruf (f) Peraturan

Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 jo Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum

Islam tentang alasan perceraian berupa perselisihan dan pertengkaran terus

menerus.

Apabila salah satu pihak dalam suatu perkara perdata tidak menerima

suatu putusan Pengadilan tingkat pertama karena merasa haknya terserang

(16)

7

atau kurang adil, maka ia dapat mengajukan permohonan terhadap perkara

yang telah diputuskan oleh Pengadilan tingkat pertama kepada Pengadilan

yang lebih tinggi untuk dimintakan pemeriksaan ulang. Upaya permohonan

ini disebut sebagai upaya banding.14 Demikian juga dalam perkara ini, istri merasa putusan hakim PA Bangkalan tidak adil dan tidak sesuai dengan

pertimbangan kondisi yang ada. Maka, kemudian istri mengajukan banding

ke PTA Surabaya dan mengajukan memori banding yang pada intinya adalah

keberatan atas putusan PA Bangkalan. Akhirnya setelah membaca,

memeriksa, meneliti berita acara perkara, majelis hakim PTA tidak

sependapat dengan beberapa pertimbangan dan membatalkan putusan

majelis hakim tingkat pertama (PA Bangkalan).

Berdasarkan hal tersebut, maka dengan mengadili sendiri majelis

hakim PTA membatalkan putusan PA Bangkalan untuk sebagian dan

memutuskan pertengkaran yang terjadi belum memenuhi ketentuan pasal 39

ayat (2) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan jo Pasal

19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 jo Pasal 116 huruf (f)

Kompilasi Hukum Islam atau belum dikategorikan sebagai perselisihan terus

menerus dan belum bisa menjadi alasan perceraian. Dalam hal ini majelis

hakim PTA mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

hukum syara’/ Hukum Islam yang berkaitan dengan perkara.

Maka dengan alasan inilah dilakukan penelitian yang berkaitan dengan

permasalahan tersebut di atas. Permasalahan ini akan bahas dalam skripsi

(17)

8

yang berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap Pembatalan Putusan PA.

Bangkalan Nomor: 0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl Oleh PTA. Surabaya Nomor:

0014/Pdt.G/2014/PTA.Sby Tentang Perselisihan Dan Pertengkaran Terus

Menerus Yang Menjadi Alasan Perceraian”

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah

Beberapa masalah telah dipaparkan dalam latar belakang masalah di

atas. Oleh karena itu, dalam penelitian ini beberapa masalah di atas dapat

diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Hikmah pernikahan yang tidak tercapai.

2. Alasan-alasan pembatalan putusan.

3. Alasan-alasan hakim Pengadilan Agama Bangkalan mengabulkan

permohonan cerai talak dengan alasan pertengkaran dan perselisihan

terus-menerus.

4. Alasan-alasan Yuridis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya

membatalkan putusan Pengadilan Agama Bangkalan Nomor:

0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl

5. Akibat dikabulkannya permohonan cerai talak Nomor:

0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl oleh Pengadilan Agama Bangkalan

6. Akibat pembatalan putusan Pengadilan Agama Bangkalan Nomor:

0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl oleh Hakim Pengadilan Tinggi Agama

(18)

9

7. Dasar pertimbangan hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya

membatalkan putusan Pengadilan Agama Bangkalan Nomor:

0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl

8. Perselisihan dan pertengkaran terus menerus sebagai alasan perceraian

menurut Hukum Islam.

Untuk mempermudah dalam pembahasan, maka penelitian ini

membatasi masalah sebagai berikut:

1. Alasan-alasan Yuridis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya

membatalkan putusan Pengadilan Agama Bangkalan Nomor :

0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl

2. Analisis Hukum Islam Terhadap Pembatalan Putusan PA Bangkalan

Nomor: 0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl Oleh Putusan PTA Surabaya Nomor:

0014/Pdt.G/2014/PTA.Sby

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah

pokok dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana Alasan-alasan Yuridis Hakim Pengadilan Tinggi Agama

Surabaya membatalkan putusan Pengadilan Agama Bangkalan Nomor :

0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl?

2. Bagaimana Analisis Hukum Islam Terhadap Pembatalan Putusan PA

Bangkalan Nomor: 0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl Oleh Putusan PTA

(19)

10

D. Kajian Pustaka

Penelitian tentang larangan nikah dengan berbagai aspek dan sudut

pandang yang berbeda sudah banyak dilakukan sebelumnya. Di antara judul

skripsi yang berkaitan dengan masalah penyebab perceraian adalah :

1. Fathiyah dalam skripsinya yang berjudul “Analisa terhadap putusan

kasasi Mahmakah Agung N0.162 K/AG/1990 tentang perselisihan

Suami Istri sebagai alasan perceraian” membahas tentang putusan yang

diberikan oleh Mahkamah Agung mengenai perselisihan suami istri

sebagai alasan perceraian dengan analisis memakai hukum positif.15 2. Karimatun Nisa’ dalam skripsinya yang berjudul “Studi terhadap

keputusan Pengadilan Agama Pasuruan No. 760/Pdt.G/1999/PA.PAS

tentang kasus perselisihan sebagai alasan perceraian” membahas juga

tentang perselisihan sebagai alasan perceraian dipaparkan secara

gamblang segala fakta yang terdapat dalam putusan tersebut kemudian

dianalisis dengan berbagai pendapat ulama fiqh juga dengan hukum

positif. 16

3. Tatik Fitriyah dalam skripsinya yang berjudul “Penyelesaian perceraian

karena alasan syiqa>q di Pengadilan Agama Wilayah Gerbang

Kertasusila” membahas tentang penyelesaian perceraian disebabkan

Syiqa>q dengan daerah penelitian khusus di wilayah Gerbang Kertasusila.

15

Fathiyah , “Analisa terhadap putusan kasasi Mahmakah Agung N0.162 K/AG/1990 tentang perselisihan Suami Istri sebagai alasan perceraian”, (Skripsi -- IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2000).

16

(20)

11

Temuan dari peneliti di sini menunjukan mayoritas penyebab perkara

perceraian adalah Syiqa>q dan yang diteliti adalah model-model

penyelesaiannya.17

Titik perbedaan penelitian ini dengan beberapa skripsi sebelumnya

adalah pada pokok bahasan. Skripsi ini menjelaskan tentang pertimbangan

Hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya dalam perkara nomor

0014/Pdt.G/2014/PTA.Sby yang menolak beberapa pertimbangan hakim

Pengadilan Agama Bangkalan dan membatalkan putusan PA Bangkalan

nomor 0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl karena alasan perceraian berupa

pertengkaran antara suami istri yang mengakibatkan pisah ranjang selama

dua hari belum memenuhi ketentuan pasal 39 ayat (2) Undang- Undang

Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Jo. Pasal 19 huruf (f) Peraturan

Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum

Islam yang awalnya dijadikan pertimbangan hukum oleh hakim Pengadilan

Agama Bangkalan dalam memutus cerai perkara tersebut.

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang tersebut di atas, maka tujuan dari

penelitian ini adalah:

1. Mengetahui Alasan-alasan Yuridis Hakim Pengadilan Tinggi Agama

Surabaya membatalkan putusan Pengadilan Agama Bangkalan Nomor

: 0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl

17

(21)

12

2. Mengetahui Analisis Hukum Islam Terhadap Pembatalan Putusan PA

Bangkalan Nomor: 0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl Oleh Putusan PTA

Surabaya Nomor: 0014/Pdt.G/2014/PTA.Sby

F. Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat,

sekurang-kurangnya dalam 2 (dua) hal di bawah ini :

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas dan

memperkaya ilmu pengetahuan tentang Perselisihan dan pertengkaran

terus-menerus yang bisa menjadi alasan perceraian.

2. Dalam tataran praktis, diharap supaya penelitian dapat dijadikan bahan

referensi atau pertimbangan bagi hakim, praktisi hukum Islam sekaligus

orang-orang yang berkaitan dengan hukum Islam. Hasil penelitian ini

juga dapat digunakan sebagai bahan acuan atau literatur bagi mahasiswa

fakultas Hukum dan Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya khususnya dan

para pembaca pada umumnya di bidang pernikahan atau perceraian.

G. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah deretan pengertian yang dipaparkan secara

gamblang untuk memudahkan pemahaman dalam skripsi ini, yaitu:

1. Analisis

Penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan yang

(22)

13

diartikan sebagai pemecahan persoalan yg dimulai dengan dugaan akan

kebenarannya. Untuk analisis yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Hukum Islam yang digunakan adalah ketentuan-ketentuan

Hukum Islam yang terdapat dalam kitab-kitab hasil rumusan para

fuqaha yang didasarkan pada Al Qur’an dan Hadits, pendapat-pendapat

dari Imam empat Madzhab (Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’i

dan Imam Hambali) dan yang terdapat di Kompilasi Hukum Islam (KHI)

tentang perselisihan dan pertengkaran terus menerus yang menjadi

alasan perceraian.

2. Putusan

Kesimpulan akhir yang diambil oleh majelis hakim yang diberi

wewenang untuk itu dalam menyelesaikan atau mengakhiri suatu

sengketa antara pihak-pihak yang berperkara dan diucapkan dalam

sidang terbuka untuk umum.18 Dalam hal ini putusan yang dimaksud yaitu putusan PA. Bangkalan No.0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl dan putusan

PTA. Surabaya No.0014/Pdt.G/2014/PTA.Sby

3. Perselisihan dan Pertengkaran Yang Menjadi Alasan Perceraian

Keadaan dimana antara dua orang atau lebih terjadi perbedaan pendapat,

bertikai, berbantah dan bersengketa yang mengakibatkan persengketaan

dan harus diadili dan diputuskan.19 Pertengkaran dimaksud adalah pertengkaran antara suami dan istri yang sah menurut agama maupun

18 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta:

Kencana, 2008), 292 . 19

(23)

14

negara. Bisa juga dikaitkan dengan istilah Syiqa>q dalam pembahasan

fiqh munakaha>t. Atau Perselisihan dan Pertengkaran terus-menerus

yang dimaksud di sini adalah alasan yang memenuhi ketentuan pasal 39

ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Jo.

Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal

116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam

Berdasarkan definisi operasional tersebut di atas, penelitian ini

berusaha mengkaji tentang Perselisihan dan pertengkaran terus-menerus

yang bisa menjadi alasan perceraian dan memenuhi ketentuan yang ada pada

pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Jo. Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Jo. Pasal

116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam.

H. Metode Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian di atas yang lebih

memburu pengertian terhadap suatu masalah tertentu, maka pendekatan

yang sangat relevan digunakan dalam penelitian ini adalah Qualitative

Research atau penelitian kualitatif. Untuk menghasilkan penelitian yang

baik, kiranya penulis perlu mengemukakan metode penelitian yang akan

digunakan dalam penelitian ini, yang dijabarkan sebagai berikut:

1. Data yang Dikumpulkan

a. Data tentang Alasan Perceraian yang ada di dalam putusan

(24)

15

No.0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl dan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya

dalam perkara No.0014/Pdt.G/2014/PTA.Sby.

b. Pertimbangan dan dasar hukum yang dipakai oleh hakim Pengadilan

Agama Bangkalan dalam perkara No.0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl dan

Pengadilan Tinggi Agama Surabaya dalam perkara

No.0014/Pdt.G/2014/PTA.Sby.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan penulis dalam penelitian ini terdiri

dari:

a. Sumber Primer, yaitu data yang diperoleh penulis secara langsung

dari sumber aslinya20, dalam hal ini adalah berupa salinan putusan di Pengadilan Agama Bangkalan No.0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl dan

Pengadilan Tinggi Agama Surabaya No.0014/Pdt.G/2014/PTA.Sby.

b. Sumber Sekunder, yaitu data yang diambil dan diperoleh dari bahan

pustaka dengan mencari data atau informasi berupa benda-benda

tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen peraturan-peraturan

dan catatan harian lainnya.21 Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan data skunder berupa informasi dari responden, yaitu

hakim PTA Surabaya dan buku-buku yang terkait dengan

pembahasan ini, yaitu:

1. Kompilasi Hukum Islam,

20

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta,

1997), 114

(25)

16

2. Bidayatul Mujtahid karya Ibnu Rusyd

3. Al-Fiqh al-Isla>mi wa Adillatuh karya Wahbah Az-Zuhailiy

4. Al- Fiqh ‘ala> Maz}a>hib Al- Arba’ah karya Abdurrahman Al Jaziri

5. Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan karya Kamal

Muhtar

6. Fiqh Munakahat karya Abdul Rahman Ghozali

7. Fiqh Keluarga karya Ali Yusuf as-Subki

8. Fiqh as-Sunnah Karya Sayyid Sabiq

9. Hukum Islam di Indonesia karya Ahmad Rofiq

10.Hukum Perkawinan Islam di Indonesia karya Amir Syarifuddin

11.Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang karya Soemiyati

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Dokumentasi, yaitu studi dokumenter yang penulis lakukan dengan

mengumpulkan data dan informasi dari buku-buku sekunder dan

Undang-Undang maupun peraturan terbaru yang berkaitan dengan

pembahasan skripsi ini, yang kemudian penulis dapat mempelajari,

menelaah dan menganalisa data-data tersebut.

b. Wawancara (Interview), adalah suatu bentuk komunikasi atau

percakapan antara dua orang atau lebih guna memperoleh informasi,

yakni dengan cara bertanya langsung kepada subjek atau informan

untuk mendapatkan informasi yang diinginkan guna mencapai

(26)

17

laporan penelitiannya.22 Dalam hal ini wawancara dilakukan dengan Drs. H. M. DJAMHURI RAMADHAN, S.H selaku hakim PTA

Surabaya dalam perkara nomor 0014/Pdt.G/2014/PTA.Sby.

4. Teknik Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah melalui

tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data yang diperoleh dengan

memilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi, meliputi :

kesesuaian dan keselarasan satu dengan yang lainnya, keaslian,

kejelasan serta relevansinya dengan permasalahan.

b. Organizing, yaitu mengatur dan menyusun data sedemikian rupa

sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai dengan rumusan

masalah. Sekaligus menyusun secara sistematis data-data tersebut.23 5. Teknik analisis Data

Teknik analisis data yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah:

a. Teknik deskriptif analitis, yaitu teknik analisis dengan menjelaskan

atau menggambarkan secara sistematis semua fakta aktual yang

diketahui, kemudian dianalisis dan ditarik sebuah kesimpulan,

sehingga dapat memberikan sebuah pemahaman yang konkrit. Dalam

hal ini dengan mengemukakan kasus yang terjadi di PA Bangkalan

dan PTA Surabaya dalam perkara perselisihan dan pertengkaran terus

22 S. Nasution, Metode Research (penelitian Ilmiah), (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 113.

23

Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004),

(27)

18

menerus sebagai alasan perceraian, kemudian dikaitkan dengan teori

dan dalil-dalil yang terdapat dalam literatur sebagai analisis, sehingga

mendapatkan suatu kesimpulan yang bersifat umum.

b. Pola pikir induktif, yaitu metode berfikir yang diawali dengan

mengemukakan kenyataan yang bersifat khusus dari hasil riset

terhadap Putusan PA Bangkalan dan PTA Surabaya tentang perkara

Perselisihan dan Pertengkaran terus menerus sebagai alasan

perceraian, untuk selanjutnya dikemukakan teori-teori bersifat umum

yang berkenaan dengan perkara Alasan Perceraian, dalil-dalil nas}, dan

aturan perundang-undangan, kemudian ditarik sebuah kesimpulan.

I. Sistematika Pembahasan

Untuk memberikan jaminan bahwa pembahasan yang termuat dalam

penulisan ini benar-benar mengarah kepada tercapainya tujuan yang ada

maka peneliti membuat sistematika sebagai berikut:

Bab Pertama tentang Pendahuluan. Bab ini berfungsi sebagai pola

umum yang menggambarkan seluruh bahasan skripsi ini yang di dalamnya

mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, identifikasi masalah

dan pembatasan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan atau

manfaat penelitian, definisi operasional, metodologi penelitian dan

(28)

19

Bab Kedua tentang Landasan Teori. Bab ini membahas tentang

Putusnya perkawinan. Membahas perceraian dalam Islam meliputi

pengertian, macam-macam, sebab, alasan, dan dasar hukum perceraian.

Bab Ketiga tentang Deskripsi Dan Penyajian Data Penelitian. Bab ini

meliputi gambaran umum Pengadilan Agama Bangkalan dan Pengadilan

Tinggi Agama Surabaya, deskripsi putusan tentang perceraian dan dasar

hukum hakim PA. Bangkalan dalam putusan Nomor:

0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl. serta deskripsi dan dasar hukum hakim PTA

Surabaya dalam putusan Nomor: 0014/Pdt.G/2014/PTA.Sby.

Bab Keempat tentang Analisis. Bab ini membahas tentang Analisis

Hukum Islam Terhadap Pembatalan Putusan PA Bangkalan

No.0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl Oleh PTA Surabaya

No.0014/Pdt.G/2014/PTA.Sby Tentang Perselisihan Dan Pertengkaran Terus

Menerus Yang Menjadi Alasan Perceraian.

(29)

BAB II

ALASAN PERCERAIAN DAN DASAR PENGAMBILAN KEPUTUSAN HAKIM DALAM ISLAM

A. Bentuk-Bentuk Putusnya Perkawinan

Putusnya perkawinan adalah berakhirnya hubungan dan ikatan

antara suami istri. Putusnya perkawinan dalam Islam secara umum

disebabkan oleh empat hal, yakni :

1. Putusnya perkawinan atas kehendaka Allah melalui takdirnya.

Dimana salah satu pasangan meninggal dunia.

2. Putusnya perkawinan karena kehendak suami dan adanya

alasan-alasan tertentu. Hal ini biasa disebut dengan thala>q.

3. Putusnya perkawinan karena kemauan dari si istri. Hal ini bias

disebabkan oleh intervensi keluarga, keberatan si istri dalam

menjalankan rumah tangga bersama suami ataua alasan-alasan

yang dibenarkan oleh syara’. Cara ini biasa disebut dengan khulu’.

4. Putusnya perkawinan atas kehendak hakim. Sebagai pihak ketiga

yang melihat permasalahan antara istri dan suami yang membuat

suatu perkawinan harus dihentikan. Hal ini biasa disebut dengan

syiqa>q.1

1 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta Kencana Predana Media

(30)

21

B. Bentuk-bentuk Perceraian

Pada prinsipnya, perkawinan itu dibangun untuk sebuah

kebahagian pasangan suami-istri yang bersangkutan dan dijaga selama

hidup. Apabila salah satu pihak tidak dapat melaksanakan

kewajibannya masing-masing dengan baik dan salah satu pihak tidak

dapat menerimanya, dan tidak ada jalan lagi selain bercerai, maka

perceraian diperbolehkan.

Untuk memutuskan hubungan perceraian harus terdapat

sebab-sebab yang diperbolehkannya melakukan perceraian baik menurut hukum

Islam maupun menurut undang-undang. Dilarang asal-asalan bercerai

tanpa sebab, apalagi untuk mempermainkan salah satu pihak. Karena

memang perkawinan adalah sesuatu yang sakral dan suci. Untuk

sebab-sebab perceraian menurut hukum Islam ada beberapa, diantaranya adalah:

1. Talak

Talak berasal dari kata “it}laq” yang berarti melepaskan atau

meninggalkan2. Dikatakan dalam ungkapan, “At}laqtu al-asir,

idhahallaltu qaidahu wa arsaltuhu” (aku melepaskan tawanan, jika

aku melepaskan ikatannya dan membiarkannya pergi).3 sedangkan

menurut istilah syara’, talak yaitu:

طر جاو ا ء او ا و ا 4

2 Abdul Rahman Ghozali, Fikih Munakahat (Jakarta: Kencana, 2012), 192.

3 Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi, Ringkasan Fikih Sunnah Sayid Sabiq (Jakarta

Timur : Pustaka Al-kautsar, 2013), 499.

(31)

22

Melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri

Hak menjatuhkan talak dalam Islam berada di tangan suami.

Akan tetapi suami tidak boleh menjatuhkan talak secara

sewenang-wenang, dimana seorang suami yang telah berjanji akan hidup

bersama dengan seorang wanita dan telah melalui masa yang lama,

tiba-tiba ingin meninggalkan dan menceraikan tanpa adanya alasan.

Suami tidak boleh menjatuhkan talak apabila istri sedang

haid. Untuk menjatuhkan talak harus menunggu istri dalam keadaan

istri suci terlebih dahulu. Jadi talak yaitu melepaskan ikatan (hall

al-qayyid) atau bisa juga disebut mengurangi atau melepaskan

ikatan dengan menggunakan kata-kata yang telah ditentukan.

2. Fasakh

Fasakh berasal dari bahasa Arab dari akar kata fa-sa-kha

yang secara etimologi berarti membatalkan. Bila dihubungkan kata

ini dengan perkawinan berarti membatalkan perkawinan atau

merusak perkawinan.5 Dalam arti terminologis ditemukan beberapa

rumusan yang hampir bersamaan maksudnya, diantaranya yang ada

pada KBBI, yakni pembatalan ikatan pernikahan oleh Pengadilan

Agama berdasarkan tuntutan istri atau suami yang dapat dibenarkan

oleh Pengadilan Agama atau karena pernikahan yang telah terlanjur

menyalahi hukum pernikahan.

5Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh Munakahat dan

(32)

23

Fasakh dapat juga diartikan rusaknya hukum yang

ditetapkan terhadap suatu amalan seseorang, karena tidak

memenuhi syarat dan rukunnya, sebagaimana yang ditetapkan oleh

syariat.6 Selain tidak memenuhi syarat dan rukun, juga perbuatan itu

dilarang atau diharamkan oleh agama. Jadi, secara umum, batalnya

perkawinan memang karena rusak statusnya atau tidak sahnya

perkawinan karena tidak memenuhi salah satu syarat atau salah satu

rukunnya, atau sebab lain yang dilarang atau diharamkan oleh

agama.7

Pada dasarnya hukum fasakh itu adalah mubah atau boleh,

tidak disuruh dan tidak pula dilarang, karena hukumnya sesuai

dengan keadaan dan bentuk tertentu itu.8 Dasar hukumnya yakni

hadith Rasulullah SAW:

ِﺗﺎَﻘُﻣ ُﻦْﺑ ُﺪﻤَُﳏ ﺎَﻨَـﺛﺪَﺣ ِْﲏَﺛﺪَﺣ َلﺎَﻗ ِْﲔَﺴُﺣ ِﰊَأ ِﻦْﺑ ِﺪْﻴِﻌَﺳ ُﻦْﺑ ُﺮَﻤُﻋ ﺎَﻧَﺮَـﺒْﺧَأ َلﺎَﻗ ﷲا ُﺪْﺒَﻋ ﺎَﻧَﺮَـﺒْﺧَأ َلﺎَﻗ ِﻦَﺴَﳊا ﻮُﺑَأ ٍﻞ

ُﺪْﺒَﻋ

ْﺘَـﺗَﺄَﻓ ٍﺰْﻳِﺰَﻋ ِﻦْﺑ ِبﺎَﻫِإ ِْﰊَِﻷ ًﺔَﻨْـﺑا َجوَﺰَـﺗ ُﻪﻧَأ ِثِرﺎَﳊا ِﻦْﺑ َﺔَﺒْﻘُﻋ ْﻦَﻋ َﺔَﻜْﻴَﻠُﻣ ِْﰊَأ ُﻦْﺑ ِﷲا ُﺖْﻌَﺿَرَأ ْﺪَﻗ ﱐإ ْﺖَﻟﺎَﻘَـﻓ ٌةَءاَﺮْﻣا ُﻪ

َر َﱃإ َﺐِﻛَﺮَـﻓ ِﲏِﺗْﺮَـﺒْﺧَأ َﻻ َو ِﲏِﺘْﻌَﺿَرَأ ِﻚﻧَأ ُﻢَﻠْﻋَأ ﺎَﻣ ُﺔَﺒْﻘُﻋ ﺎََﳍ َلﺎَﻘَـﻓ َجوّﺰّـﺗ ِﱵﻟا َو َﺔَﺒْﻘُﻋ ﻢّﻠﺳ و ﻪﻴﻠﻋ ﷲا ﻰّﻠﺻ ِﷲا ِلﻮُﺳ

ّﻠﺻ ِﷲا ِلﻮُﺳَر َلﺎَﻘَـﻓ ُﻪُﻟَﺄَﺴَﻓ ِﺔَﻨْـﻳِﺪَﻤْﻟﺎِﺑ ﻩَﺮْـﻴَﻏ ﺎًﺟْوَز ْﺖَﺤَﻜَﻧ َو ُﺔَﺒْﻘُﻋ ﺎَﻬَـﻗَرﺎَﻔَـﻓ َﻞْﻴِﻗ ْﺪَﻗ َو َﻒْﻴَﻛ ﻢّﻠﺳ و ﻪﻴﻠﻋ ﷲا ﻰ

9.

Artinya:

Muhammad bin Muqotil Abu al-Hasan Bercerita kepada kami, beliau berkata bahwa Abdullah mengabarkan kepada kami, Abdullah berkata Umar bin Sa’id bin Abi Husaini mengabarkan kepada kami, beliau berkata Abdullah bin Abi Mulaikah bercerita kepadaku, dari Uqbah bin al-Harist, Bahwasanya beliau telah menikah dengan anak perempuan Abi Ihab bin Aziz. Maka datanglah seorang perempuan kepadanya lalu dia (perempuan) berkata Sesungguhnya aku

6 Abdul Hamid Hakim, Mabadi Awwaliyah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), 9. 7 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), 141. 8 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam…, 244.

9Abi Abdillah bin Isma’il al-Bukhori, al-Jami’ as-S}ahi<h,Juz I, (Kairo: Mat}ba’ah Salafiyah, 1976),

(33)

24

benar telah menyusui Uqbah dan wanita yang menjadi istrinya. Lalu Uqbah berkata kepadanya, saya tidak tahu bahwa kau telah menyusuiku dan kau tidak mengabariku. Maka pergilah Uqbah menemui Rasulullah SAW. di Madinah. Kemudian beliau (Uqbah) menanyakannya, lalu Rasulullah SAW. menjawab “bagaimana bisa? Sedangkan ada yang berkata (demikian)” maka Uqbah menceraikannya (istrinya) dan dia (istri Uqbah) menikah dengan laki-laki lain.

3. Khulu’

Khulu' atau talak tebus ialah perceraian atas persetujuan

suami istri dengan jatuhnya talak satu kepada istri dengan tebusan

harta atau uang dari pihak istri yang menginginkan cerai dengan

cara khulu'. Adapun dasar hokum dari Al-Qur’an adalah firman

Allah dalam surat al-Baqarah ayat 229 :

ß

,≈n=©Ü9$#

È

β$s?§÷s∆

(

8

8$|¡øΒÎ*sù

>

∃ρá÷èoÿÏ3

÷

ρr&

7

xƒÎŽô£s?

9

≈|¡ômÎ*Î/

3

Ÿ

ωuρ

≅Ïts†

ö

Νà6s9 βr&

(#ρä‹è{ù's?

!$£ϑÏΒ

£

èδθßϑçF÷s?#u

$º↔ø‹x©

H ωÎ) βr& !$sù$sƒs† ā ωr& $yϑŠÉ)ãƒ

yŠρ߉ãm «!$#

(

÷

βÎ*sù

÷

Λäø Åz

ā

ωr&

$uΚ‹É)ãƒ

yŠρ߉ãn «!$#

Ÿ

ξsù yy$oΨã_ $yϑÍκöŽn=tã $uΚ‹Ïù ôNy‰tGøù$#

ϵÎ/

3

y

7ù=Ï?

ߊρ߉ãn

«!$#

Ÿ

ξsù

$yδρ߉tG÷ès?

4

tΒuρ

£‰yètGtƒ

y

Šρ߉ãn

«

!$#

y

7Íׯ≈s9'ρé'sù

ã

Νèδ

t

βθãΚÎ=≈©à9$#

∩⊄⊄∪

(34)

25

melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al-Baqarah : 229)10.

C. Alasan-Alasan Perceraian

Alasan-alasan perceraian dalam Islam bisa digolongkan pada tiga

hal berikut :

1. Nusyuz Istri

Nusyuz secara etimologi berarti tempat yang tinggi. Adapun

secara terminologi maknanya ialah pembangkangan seorang wanita

terhadap suaminya dalam hal-hal yang diwajibkan Allah untuk

ditaatinya. Seakan-akan wanita itu merasa yang paling tinggi, bahkan

lebih tinggi dari suaminya.11 Sedangkan Ibnu Manzur

(630H/1232M-711H/1311M) Ahli Bahasa Arab, dalam lisan al-Arab mendefinisikan

nusyuz sebagai rasa kebencian salah satu pihak (suami atau istri)

terhadap pasanganya.

Wahbah az-Zuhaili, guru besar ilmu fiqh dan ushul fiqh pada

Universitas Damaskus, mengartikan nusyuz sebagai ketidakpatuhan

salah satu pasangan terhadap apa yang seharusnya dipatuhi dan satu

rasa benci terhadap pasangannya. Ada yang menyebutkan juga bahwa

nusyuz berarti tidak taatnya suami atau istri terhadap pasanganya

secara tidak sah atau tidak cukup alasan.

(35)

26

Menurut Al-Qurtubi, nusyuz adalah: “mengetahui dan

meyakini bahwa isteri itu melanggar apa yang sudah menjadi

ketentuan Allah daripada taat kepada suami”.12

Nusyuz bagi wanita tidak diperbolehkan. Allah telah

menetapkan hukuman bagi wanita yang melakukan nusyuz jika ia

tidak bisa lagi untuk dinasehati. Hukuman tidak akan diberikan

kecuali karena adanya pelanggaran terhadap hal yang diharamkan,

atau karena meninggalkan perbuatan yang wajib dilakukan.

Beberapa hal yang harus dilakukan dan dilalui oleh suami

sebelum menceraikan istrinya yang nusyuz. Langkah-langkah yang

harus ditempuh tersebut adalah :

a. Menasehati

ÉL≈©9$#uρ

t

βθèù$sƒrB

 

∅èδy—θà±èΣ

 

∅èδθÝàÏèsù

£

èδρãàf÷δ$#uρ

’Îû

ÆìÅ_$ŸÒyϑø9$#

£

èδθç/ΎôÑ$#uρ

(

÷

βÎ*sù

ö

Νà6uΖ÷èsÛr&

Ÿ

ξsù

(#θäóö7s?

£

ÍκöŽn=tã

¸ ξ‹Î6y™ 3 ¨ βÎ) ©!$# š

χ%x.

$wŠÎ=tã

#ZŽÎ6Ÿ2 ∩⊂⊆∪

Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuz-nya maka nasihatilah mereka, dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk

(36)

27

menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha tinggi lagi Maha besar. (QS. An-Nisa’ : 34)13

Ketika seorang istri membangkang dan tidak

memenuhi kewajiban sebagaimanamestinya. Maka dari itu

harus bisa sebijak mungkin nasihat yang diberikan oleh seorang

suami.

b. Pisah Ranjang

Hal itu dilakukan dengan memisahkan tempat tidurnya

dari tempat tidur istri, danmeninggalkan pergaulan dengannya,

berdasarkan firman Allah SWT:

ِ ِ َ َ ْ ا ِ ﱠ ُھوُ ُ ْھاَو

Dan tinggalkanlah mereka dari tempat tidur

Al-hajru maksudnya berpisah dari tempat tidur yaitu

suami tidak tidur bersama istrinya, memalingkan punggungnya

dan tidak bersetubuh dengannya. Jika istri mencintai suami

maka hal itu terasa berat atasnya sehingga ia kembali baik. Jika

ia masih marah maka dapat diketahui bahwa nusyuz darinya

sehingga jelas bahwa hal itu berawal darinya. Peninggalan ini

menurut ulama berakhir selama sebulan sebagaimana dilakukan

oleh Nabi saw ketika menawan Hafshah dengan perintah

sehingga ia membuka diri tentang Nabi kepada Aisyah dan

mereka berdua mendatangi Nabi. Sebagaiman berpisah itu telah

(37)

28

bermanfaat dengan meninggalkan tempat tidur saja, tanpa

meninggalkan berbicara dengannya secara mutlak.14

c. Memukul Sewajarnya

Bagi suami untuk memukul dengan pukulan yang halus

tanpa menyakiti. Tidak meninggalkan bekas pada tubuh, tidak

mematahkan tulangnya, dan tidak menimbulkan luka. Dan

hendaknya suami tidak memukul wajah dan anggota tubuh yang

vital atau mengkhawatirkan. Karena yang dimaksud dari

pemukulan ini adalah demi memperbaiki hubungan,

bukan merusak.

ل S Tأ VW يY Z[ ا \و ] VT ^ _ VW دواد aTأ ىور :

ﱡdَ َ] ،ِ ﱠﷲ َلaُkَر َ\ lm

َل َ ،؟ِSْ َmَW َ ِpَ َأ ِ َ ْوَز :

» ، َlْ َsَtْuا ِوَأ ، َlْ َsَtْuا اَذِإ َھَaُsْ_َyَو ، َlْzِ َط اَذِإ َ َzِ ْ{ُy ْنَأ

ْY ُ}ْ َy َ~ َو ، ْ•ﱢ َ[ُy َ~َو ،َSْ َaْ ا ِبِY ْ‚َy َ~َو

ِlْ َ ْ ا ƒِ„ ﱠ~ِإ

Artinya: Abu Dawud meriwayatkan dari Hakim bin Mu’awiyah

Al-Qusyairi dari ayahnya, beliau berkata: Aku bertanya, “wahai Rasulullah, apa hak istri terhadap suami”? Beliau SAW menjawab: kamu memberinya makan ketika kamu makan, dan memberinya pakaian ketika kamu berpakaian atau bekerja, dan janganlah kamu memukul wajah, dan jangan menjelek-jelekkan,

dan jangan mendiamkan kecuali di rumah”.15

Adapun suami boleh memukul dengan tangan, tongkat

yang ringan, dan benda-benda lain yang tidak membahayakan.

Namun yang lebih utama ialah cukup dengan menakut-nakuti

saja tanpa adanya pukulan.16

(38)

29

2. Nusyuz Suami

Sebelumnya, manhaj Islam, pada pembahasan sebelum ini telah

mengatur masalah nusyuz dari pihak istri dan prosedur yang ditempuh

guna menjaga keutuhan keluarga. Permasalahan sekarang

apabila nusyuz itu datang dari pihak suami atau sikap cuek dan

berpalingnya suami sehingga dapat mengancam keamanan dan

kehormatan istri serta mengancam keselamatan keluarga.

Sesungguhnya perasaan bisa berubah-ubah. Sedangkan Islam

adalah Manhajul Hayah (pedoman hidup) yang dapat mengatur semua

bagian permasalahan yang ada dalam kehidupan.

Adapun nusyuz dari pihak suami yaitu menjauhi istri, bersikap

kasar, meninggalkan untuk menemaninya, meninggalkan dari tempat

tidur, mengurangi nafkahnya atau berbagai beban berat lainnya bagi

istri. Dan terkadang penyebab nusyuz ini adalah suami yang berakhlak

tercela, mudah marah, atau kekacauan dalam

pembelanjaan. Nusyuz suami, pada dasarnya adalah jika suami tidak

memenuhi kewajibannya. Sesuai dengan Allah SWT berfirman:

È

βÎ)uρ

î

οr&z÷ö∆$#

ô

Msù%s{

.

ÏΒ

$yγÎ=÷èt/ #·—θà±çΡ

÷

ρr& $ZÊ#{ôãÎ)

Ÿ

ξsù

y

y$oΨã_

!

$yϑÍκöŽn=tæ

βr& $ysÎ=óÁãƒ

$yϑæηuΖ÷t/ $[sù=ß¹

4

ß

xù=÷Á9$#uρ

×

Žöyz

3

Ï

NuŽÅØômé&uρ

Ú

[à ΡF{$#

£

x’±9$#

4

βÎ)uρ

(

#θãΖÅ¡ósè?

(

#θà)−Gs?uρ

 

χÎ*sù

©

!$#

š

χ%x.

$yϑÎ/

š

χθè=yϑ÷ès? #ZŽÎ6yz

∩⊇⊄∇∪

(39)

30

Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS. An-Nisa’ : 128)

Adapun cara penyelesaiannya yaitu dengan ishlah (perdamaian),

akan tetapi jika hal ini tidak berhasil maka suami dan isteri harus

menunjuk juru damai. Dimana juru damai ini bisa datang dari

keluarga, tokoh masyarakat atau pemuka agama yang sekiranya

ditakuti maupun disegani oleh pihak suami. Bisa juga melalui Kantor

Urusan Agama (KUA).

Apabila suami tidak memberikan nafkah selama 6 bulan maka

istri berhak memfasakh suaminya melalui jalur hukum.

3. Syiqa>q

Syiqa>q, berasal dari bahasa Arab “Syaqqaqa- yusyaqqu-

syiqa>q“ yang bermakna “Al-inkisaru“ artinya pecah, berhamburan.17

Sedangkan “Syiqa>q” Menurut istilah oleh ulama'` fiqih diartikan

sebagai perpecahan/perselisihan yang terjadi abtara suami istri yang

telah berlarut-larut sehingga dibutuhkan perhatian khusus

terhadapnya namun ia tetap akan bergantung pada kedua belah pihak,

apakeh mereka akan memutuskan ataukah tidak. perceraian akan

selalu terjadi apabila salah satu pihak merasa mustahil untuk

mempertahankan ikatan perkawinan itu dan terpaksa memutuskannya.

Dalam pendapat lain dijelaskan kata syiqa>q berasal dari bahasa Arab

17 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya : Pustaka

(40)

31

al-syaqqu yang berarti sisi. Adanya perselisihan suami-istri disebut

“sisi”, karena masing-masing pihak yang berselisih itu berada pada

sisi yang berlainan, disebabkan adanya permusuhan dan pertentangan

sehingga padanan katanya adalah perselisihan (al-khilaf), perpecahan

permusuhan (al- adawah), pertentangan atau persengketaan. Menurut

istilah fiqih ialah perselisihan suami istri yang diselesaikan oleh dua

orang hakam, yaitu seorang hakam dari pihak suami dan seorang

hakam dari pihak istri.18

Al-Maraghi dalam tafsirnya menjelaskan permasalahan syiqa>q

dengan cukup lugas. Syiqa>q berarti perselisihan yang berpotensi

membuat dua pihak berpisah, dan ketakutan masing-masing pihak

akan terjadinya perpisahan itu dengan lahirnya sebab-sebab

perselisihan. Pada ayat 35 surat an-Nisa>’ tentang syiqa>q ini, Allah

menerangkan cara yang baik untuk diterapkan ketika terjadi

pertengkaran dan ketika takut terjadi perpecahan:

÷

βÎ)uρ

ó

ΟçFø Åz

s

−$s)Ï© $uΚÍκÈ]÷t/

(

#θèWyèö/$$sù $Vϑs3ym

ô

ÏiΒ Ï&Î#÷δr& $Vϑs3ymuρ

ô

ÏiΒ

!

$yγÎ=÷δr&

βÎ)

!

#y‰ƒÌãƒ

$[s≈n=ô¹Î)

È

,Ïjùuθãƒ

ª

!$#

!

$yϑåκs]øŠt/

3 ¨ βÎ) © !$# t

β%x.

$¸ϑŠÎ=tã #ZŽÎ7yz

∩⊂∈∪

Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS An-Nisa : 35)

(41)

32

Yang dimaksud dengan hakam dalam ayat tersebut adalah

seorang bijak yang dapat menjadi penengah dalam menghadapi

konflik keluarga tersebut.

Secara kronologis Ibnu Qudamah menjelaskan

langkah-langkah dalam menghadapi konflik tersebut, yaitu:

Pertama : hakim mempelajari dan meneliti sebab terjadinya

konflik tersebut. bila ditemui penyebabnya adalah nusyuz-nya istri,

maka dapat ditempuh kasus penyelesaian sebagaimana teori yang

sudah ada. Bila ternyata sebab konflik berasal dari nusyuz-nya suami,

maka hakim mencari seorang yang disegani oleh suami untuk

menasehatinya agar menghentikan sikap nusyuz-nya itu dan

menasehatinya untuk tidak berbuat kekerasan terhadap istrinya. Kalau

sebab konflik timbul dari keduanya dan keduanya saling menuduh

pihak lain sebagai perusak dan tidak ada yang mau mengalah, hakim

mencari seorang yang berwibawa untuk menasehati keduanya.

Kedua : bila langkah-langkah tersebut tidak mendatangkan

hasil dan ternyata pertengkaran kedua belah pihak semakin menjadi,

maka hakim menunjuk seseorang dari pihak suami dan seorang dari

pihak istri dengan tugas menyelesaikan tugas tersebut. kepada

keduanya diserahi wewenang untuk menyatukan kembali keluarga

(42)

33

keduanya tergantung kepada pendapat keduanya mana yang paling

baik dan mungkin diikuti.19

D. Dasar Pengambilan Keputusan Oleh Hakim Dalam Islam

Keputusan seorang hakim dalam peradilan Islam tidak boleh lepas

dari beberapa hal. Namun, sebagai dasar dan pertimbangan dalam

mengambil suatu keputusan, setidaknya hakim harus mempertimbangkan

tiga hal berikut :

1. Sumber Hukum Islam

Sumber hukum Islam yang dimaksud di sini adalah Qur’an

dan Hadits. Apapun permasalahan yang akan diselesaikan dan

diputus oleh Hakim, harus dicari dasarnya dalam Qur’an dan Hadits.

Apabila memang tidak ada, hakim diperbolehkan untuk berijtihad.

Maka dari itu, hakim harus memiliki kemampuan dan

pengetahuan yang cukup mengenai Qur’an beserta tafsirnya. Hakim

juga dituntut untuk sepenuhnya faham tentang hadits bersama sanad

dan status kekuatan hadits-hadits tersebut.

2. Maqasid Syariah

Kata maqashid al-syari’ah, dalam pandangan Ahmad

Rasyuni, pada mulanya digunakan oleh al-Hakim. Gagasannya

tentang maqashid al-syari’ah dituangkan ke dalam

karyanya-karyanya: ash-Shalah wa Maqashiduh, al-Haj wa Asraruh, al-‘Illah,

(43)

34

‘ilal asy-syari’ah, ‘ilal al-‘Ubudiyyah, dan al-Furuq. Dalam

perkembangan selanjutnya muncul ‘ulama yang mencurahkan

perhatiannya pada kajian tentang maqashid al-syari’ah, seperti Abu

Mansur al-Maturidi (w.333 H.) yang menulis “Ma’khadz

al-Syari’ah, Abu Bakar al-Abhari (w.375 H.) dengan karyanya seperti

“Mas’alah al-Jawab wa ad-Dala’il wa al ‘Illah”, Al-Baqillani (w.403

H.) yang menulis tentang “al-Taqrib wa al-Irsyad fi Tartib Thuruq

al-Ijtihad”.

Analaisis secara spesifik mengenai maqashid al-syari’ah

ditulis oleh Asy-Syatibiy dalam kitabnya al-Muwafaqat pada juz II.

Asy-Syatibiy memperluas pembahasannya dengan tema-tema baru

yang dihubungkan langsung dengan al-Qur’an, dan kajiannya tidak

ditemukan pada karya-karya ulama sebelumnya. Tema-tema

tersebut di antaranya adalah mashalahah dan batasan-batasannya,

teori qashd (tujuan) dalam perbuatan, niat dalam hukum dan

maqashid, maqashid dan akal, maqashid dan ijtihad, serta tujuan

umum dari maqashid.

Maqashid atau maslahat, dalam pandangan asy-Syatibi

dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: 1). al-Mashalih al-Dharuriyyah,

2). al-Mashalih al-Hajiyyah, 3). al-Mashalih Attahsiniyah.

Maslahat yang pertama atau al-Mashalih al-Dharuriyyah

mengandung beberapa bagian, yaitu: menjaga agama (hifz ad-din),

(44)

35

keturunan (hifz an-nasl), dan memelihara harta (hifz al-mal). Kelima

mashlahat ini selanjutnya disebut al-kulliyyat al-khamsah.

Maqashid ad-Daruriyyah merupakan sesuatu yang mutlak ada demi

kelangsungan hidup manusia. Dalam hubungan ini pula asy-Syatibi

mengemukakan bahwa tujuan awal dari syari’at adalah menegakkan

kelima dasar maqashid ini dan menjaga keberlangsungannya.20

Dalam hubungannya maqashid asy-asyariah dengan ijtihad,

Asy-Syatibi berpendapat bahwa apabila seseorang hendak berijtihad,

maka hendaklah berpegang pada maqashid asysyariah. Lebih jauh

dia berpendapat bahwa mengetahui maqashid asy-syari’ah lebih

utama dibanding menguasasi Bahasa Arab bagi sesorang yang ingin

berijtihad dari teks Arab yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa

orang yang akan berijtihad. Dalam hubungannya dengan ijtihad,

Abdullah Darraz berpandangan bahwa ijtihad pada hakikatnya

merupakan upaya untuk mengetahui dan mendapatkan hukum

syarah secara optimal. Upaya demikian akan berhasil apabila

seorang mujtahid dapat memahami maqashid al-syari’ah. Untuk itu,

al-Syatibi menempatkan maqashid al-syari’ah sebagai syarat utama

dalam berijtihad.21

(45)

36

BAB III

PUTUSAN PA BANGKALAN DAN PTA SURABAYA TENTANG PERSELISIHAN DAN PERTENGKARAN TERUS MENERUS SEBAGAI

ALASAN PERCERAIAN

A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Bangkalan

1. Wilayah Yuridiksi Pengadilan Agama Bangkalan

Pengadilan Agama merupakan Pengadilan Tingkat Pertama yang

bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan

perkara – perkara di tingkat pertama antara orang–orang yang beragama

islam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan

berdasarkan hukum islam serta waqaf, zakat, infaq dan shadaqah serta

ekonomi Syari’ah sebagaimana diatur dalam Pasal 49 UU Nomor 50

Tahun 2009.

Selain memiliki kekuasaan kehakiman absolut, Pengadilan

Agama juga memiliki wilayah yuridiksinya masing-masing yang biasa

disebut dengan kewenangan relatif. Begitu juga dengan Pengadilan

Agama Bangkalan yang memiliki wilayah hukum meliputi 18

Kecamatan yang terdiri dari 291 Kelurahan/ Desa, dengan jumlah

penerimaan perkara rata-rata 10 perkara permohonan dan 50 perkara

gugatan perbulan atau ± 750 perkara pertahun.1

1

(46)

37

2. Tujuan Pengadilan Agama Bangkalan

Pengadilan Agama Bangkalan berdiri pada tahun 1882 nomor

152 jo. Staatsblad tahun1937 nomor 116 dan 610. Pertama berdiri

Pengadilan Agama Bangkalan bertempat dengan bergabung di Kantor

Departemen Agama Kabupaten Bangkalan di Jalan KH. Hasyim Asyari

selama ± 30 tahun. Kemudian pada Bulan Mei 1980 sampai dengan

bulan April 2014 menempati Kantor di Jalan Soekarno Hatta No. 19

Bangkalan dan kemudian setelah tahun 2004 tersebut, secara mandiri

Pengadilan Agama Bangkalan menempati kantor baru di Jalan Soekarno

Hatta No.49 Bangkalan sampai saat ini.2

Pengadilan Agama Bangkalan (PA Bangkalan) juga memiliki visi

yang mengacu pada visi Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagai

puncak kekuasaan kehakiman di negara Indonesia, yaitu, "Terwujudnya

Badan Peradilan Indonesia Yang Agung" dan menjalankan kekuasaan

kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan Peradilan guna

menegakkan hukum dan keadilan. Untuk mencapai visi tersebut,

ditetapkanlah beberapa misi berikut :

1. Menjaga kemandirian Badan Peradilan.

2. Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan.

3. Meningkatkan kualitas kepemimpinan Badan Peradilan.

4. Meningkatkan kredibilitas dan transparansi Badan Peradilan.3

2

http://www.pengadilanagamabangkalan.com/?view=sejarah diakses pada 20 Desember 2015

3

(47)

38

3. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Bangkalan

Tidak jauh berbeda dengan Pengadilan Agama tingkat pertama,

PA Bangkala memiliki struktur organisasi dan juga tugas pokok

sekaligus fungsi dari masing-masing jabatan sebagai berikut:

B. Gambaran Umum Pengadilan Tinggi Agama Surabaya

1. Sejarah dan Tujuan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya

Pengadilan Tinggi Agama Surabaya merupakan pengadilan yang

dibentuk berdasarkan PERDA 106 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989

j.o. Surat Keputusan Menteri Agama di Ibu Kota Propinsi Jawa Timur,

yaitu Kota Surabaya, yang beralamat di Jl. Mayjend Sungkono No. 7

Telp. 031-5681797 fax. 5680426 Surabaya 60225, website:

(48)

39

Wilayah hukum Pengadilan Tinggi Agama Surabaya meliputi

wilayah Propinsi Jawa Timur, terdiri dari 37 Pengadilan Agama dan

berkedudukan di Ibu Kota Daerah tingkat II Kabupaten atau Kota,

kecuali Pengadilan Agama Bangil (Sebagian Wilayah Kabupaten

Pasuruan), Pengadilan Agama Kangean (Sebagian wilayah Sumenep)

dan Pengadilan Agama Bawean (Sebagian Wilayah Gresik) yang

berkedudukan di Ibu Kota Kecamatan.

Sesuai dengan pasal 51 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989

tentang Peradilan Agama, maka sebagai Pengadilan Tingkat Banding,

Pengadilan Tinggi Agama Surabaya bertugas dan berwenang mengadili

perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat

banding. Di samping itu juga bertugas dan berwenang mengadili di

tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar

Pengadilan Agama di daerah hukumnya.

2. Struktur dan Wewenang Pengadilan Tinggi Agama Surabaya

Struktur organisasi Pengadilan Tinggi Agama mempunyai fungsi

sebagaimana Pengadilan Agama atau instansi- instansi lain. Struktur ini

sangat penting untuk mempertegas kedudukan dan wewenang serta

tanggung jawab masing-masing bagian sesuai dengan

KMA/004/SK/II/1992 j.o. Keputusan Menteri Agama Nomor : 303/1990

tentang struktur organisasi Pengadilan Tinggi Agama Surabaya adalah

(49)

40

C. Deskripsi Perkara Dalam Putusan PA Bangkalan

1. Duduk Perkara

Kasus yang terdaftar di \PA Bangkalan dengan Nomor perkara:

0774/Pdt.G/2013/PA.Bkl ini adalah murni kasus cerai talak antara , umur

57 tahun, agama Islam, pekerjaan kuli bangunan, bertempat tinggal di

Kabupaten Bangkalan, sebagai “Pemohon” melawan Subaidah, umur 48

tahun, agama Islam, pekerjaan karyawan toko, tempat tinggal di

Kabupaten Bangkalan, sebagai “Termohon”.4

Berdasarkan gugatan Pemohon tanggal 06 November 2013 Masehi,

yang bertepatan dengan tanggal 02 Muharram 1435 Hijriyah di

kepaniteraan PA Bangkalan, Pemohon mengungkapkan bahwa pada

awalnya rumah tangga Pemohon dan Termohon rukun dan harmonis,

4

(50)

41

namun kurang lebih sejak bulan Agustus 2013 ketenteraman rumah

tangga Pemohon dengan Termohon mulai tidak harmonis dan sering

terjadi pertengkaran dan percekcokan. Hal tersebut disebabkan karena

Termohon merasa kurang atas nafkah yang diberikan oleh Pemohon

sesuai kemampuan Pemohon. Kemudian Pemohon menasehati Termohon,

namun Termohon malah marah-marah sehingga puncaknya terjadi pisah

ranjang selama dua hari. Pihak keluarga juga telah berusaha menasehati

dan merukunkan keduanya akan tetapi tidak berhasil.5

Pemohon dengan Termohon bertempat tinggal di rumah bersama

lebih kurang 20 tahun dan telah dikaruniai 4 orang anak bernama ;

a. Ria Qomariyah, umur 18 tahun;

b. Rahmad Fausi, umur 14 tahun;

c. Hendra, umur 12 tahun;

d. Hendri, umur 12 tahun

2. Pertimbangan dan Dasar Hukum Hakim

Majelis Hakim mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut :

Sesuai dengan dalil Pemohon yang menyebutkan bahwa sejak Agustus

2013 ketentraman rumah tangga Pemohon dengan Termohon tidak

harmonis dan sering terjadi pertengkaran dan percekcokan disebabkan

karena Termohon merasa kurang atas nafkah yang diberikan oleh

Pemohon, kemudian sejak September 2013 antara Pemohon dengan

5

(51)

42

Termohon pisah ranjang, juga dikuatkan dengan keterangan para saksi

dari Pemohon. 6

Selain itu, hakim juga menimbang bahwa selama proses persidangan

Majelis Hakim telah berusaha mendamaikan baik secara langsung setiap

kali persidangan maupun melalui mediasi agar Pemohon rukun kembali

dengan Termohon akan tetapi tidak berhasil. Termohon juga hanya

datang menghadap pada persidangan pertma dan setelah mediasi tidak

lagi menghadap maupun menyuruh orang lain sebagai wakil/kuasanya

untuk menghadap dipersidangan, oleh karenanya pemeriksaan dan

putusan atas perkara a quo dijatuhkan diluar hadirnya

Referensi

Dokumen terkait

Jika jumlah luas daerah yang tidak diarsir seluruhnya pada bangun tersebut 50 cm 2 , maka luas daerah yang diarsir

Selain itu, tahu yang diberi formalin yang diberi formalin tidak akan rusak sampai 3 hari pada suhu kamar ( 25 derajat celcius ) dan tidak akan rusak sampai 3 hari pada suhu kamar (

menggunakan form dengan benar - Mahasiswa mampu membuat form sederhana pada website dengan benar - Kuis 3 Mahasiswa memahami Cascading Style Sheet (CSS) serta elemen

Saat muncul masalah apa pun anda semua hati tak terusik, setiap praktisi selain berperan sebagai pengikut Dafa, saya dapat membantu anda maka saya bantulah, tak ada apa pun yang

Economic Community tidak tercantum pada Lampiran II kolom j Peraturan Presiden ini, namun tercantum dalam kolom-kolom yang lain, maka penanam modal yang berasal dari negara-negara

Judul Penelitian : PENGARUH CAPITAL ADEQUACY RATIO (CAR), BIAYA OPERASIONAL TERHADAP PENDAPATAN OPERASIONAL (BOPO), DAN NON PERFORMING LOAN (NPL) TERHADAP PROFITABILITAS DENGAN

Inilah yang menuntut agar selalu dilakukan pembaharuan (modernisasi) dalam hal pendidikan dan segala hal yang terkait dengan kehidupan umat problematika tersebut

Hal inilah yang mendorong perlunya dilakukan penelitian mengenai hambatan pelaksanaan penyelesaian Malpraktik Medik antara Health Care Provider dengan Health Care Receiver