• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan hukum Islam terhadap pengelolaan dan pengawasan tanah wakaf (studi di KUA Karang Tengah, Ciledug)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan hukum Islam terhadap pengelolaan dan pengawasan tanah wakaf (studi di KUA Karang Tengah, Ciledug)"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENGELOLAAN DAN

PENGAWASAN TANAH WAKAF

(Studi di KUA Karang Tengah, Ciledug)

Oleh : IMAM SAPUTRA

205044100568

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENGELOLAAN DAN

PENGAWASAN TANAH WAKAF

(Studi di KUA Karang Tengah, Ciledug)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh :

IMAM SAPUTRA NIM : 205044100568

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

DR. Ahmad Mukri Adji, MA Kamarusdiana, S.Ag, MH

NIP. 195703121985031003 NIP. 197202241998031003

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, puji syukur penulis atas ke hadirat Allah

SWT yang telah mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya yang teramat besar.

Shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad

SAW dan para sahabatnya, yang merupakan suri tauladan seluruh umat manusia

yang membawa keselamatan bagi umatnya di dunia dan akhirat.

Penulis memahami bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan tanpa

bantuan dari berbagai pihak. Maka sudah sepatutnya penulis mengucapkan rasa

syukur dan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada yang terhormat :

1. Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, MA, SH, MM selaku Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah.

2. DR. A. Sudirman Abbas. MA selaku Dosen Pembimbing Akademik.

3. DR. Ahmad Mukri Adji, MA dan Kamarusdiana, S. Ag, MH selaku Dosen

Pembimbing yang memberikan kontribusi pemikiran dan bimbingan kepada

penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

4. Para Dosen yang telah mencurahkan ilmunya kepada penulis selama

mengikuti perkuliahan.

5. Segenap Pimpinan, staf dan karyawan Perpustakaan Utama dan Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah dan Perpustakaan Iman Jama’.

(4)

7. Kepala KUA beserta staf dan Kepala Dinas Kecamatan Karang Tengah

yang membantu memberikan data-data kepada penulis.

8. Kepada para pegawai/staf Kantor Kecamatan Karang Tengah.

9. Ayahanda Safri dan Ibunda Ida, dengan cinta dan kasih sayangnya dalam

memotivasi penulis dan tak pernah jenuh mendukung baik secara moril

maupun materil.

10.Teman-teman dan sahabat dari FTIK dan FIKOM Mercu Buana, dan BSI,

UIEU.

Harapan penulis semoga skripsi ini dapat menjadi rujukan dan memberikan

manfaat bagi rekan-rekan mahasiswa/mahasiswi khususnya dan pada masyarakat

pada umumnya.

Jakarta, 17 Desember 2009 M Zulhijjah 1430 H

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan ... 8

E. Review Studi Terdahulu ... 9

F. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II KERANGKA TEORI A. Pengertian Wakaf dan Dasar Hukum Wakaf ... 11

B. Rukun dan Syarat Wakaf ... 18

C. Macam-macam Wakaf ... 24

D. Tujuan dan Manfaat Wakaf ... 25

E. Prosedur / Tata Cara Perwakafan ... 27

(6)

BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum KUA Kecamatan Karang Tengah ... 44

B. Pengelolaan tanah wakaf di wilayah KUA Karang Tengah ... 48

C. Pengawasan tanah wakaf di wilayah KUA Karang Tengah ... 51

D. Analisis tentang pengelolaan dan pengawasan tanah wakaf di

KUA Karang Tengah ... 54

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan... 56

B. Saran-saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemiskinan dan kesenjangan sosial di sebuah negara yang kaya dengan

sumber daya alam dan mayoritas penduduknya beragama Islam, seperti Indonesia

merupakan suatu keprihatinan. Jumlah penduduk miskin terus bertambah jumlahnya

sejak krisis ekonomi pada tahun 1997 hingga saat ini. Pengabaian atau

ketidakseriusan penanganan terhadap nasib dan masa depan puluhan juta kaum

dhuafa yang tersebar diseluruh tanah air merupakan sikap yang berlawanan dengan

semangat dan komitmen Islam terhadap persaudaraan dan keadilan sosial.

Masyarakat Indonesia yang pada saat ini sedang memasuki peradaban yang sudah

maju, banyak dipengaruhi oleh paham modernisme barat yang cenderung

individualistik dan materialistik yang pada kenyataannya, banyak terjadi penguasaan

harta oleh sekelompok orang dan melahirkan eksploitasi kelompok minoritas antara si

kaya terhadap si miskin.1 Dampak negatif yang timbul akibat kondisi tersebut adalah

munculnya kriminalitas, meningkatnya angka kemiskinan, anak-anak putus sekolah,

jumlah pengangguran meningkat dan lain sebagainya. Harta tidaklah untuk dinikmati

sendiri, melainkan harus dinikmati bersama. Ini tidak berarti bahwa ajaran Islam itu

1

Abdul Manan, M. Fauzan, Pokok-pokok Hukum Perdata: Wewenang Peradilan Agama

(8)

melarang orang untuk kaya raya, melainkan suatu peringatan kepada umat manusia

bahwa Islam mengajarkan fungsi sosial harta.2

Islam senantiasa menganjurkan pada umatnya yang memilki harta kekayaan

agar tidak hanya menggunakannya untuk kepentingan pribadi atau keluarga. Akan

tetapi seyogyanya harta tersebut sebagai tanda syukur kepada Allah SWT,

dipergunakan pula untuk kepentingan umum yang salah satu contohnya adalah wakaf.

Wakaf adalah salah satu amal yang sangat disukai oleh umat muslim bagi yang

mempunyai harta lebih, mengingat pahalanya yang terus mengalir yang diterima oleh

si pemberi wakaf meskipun ia telah meninggal dunia. Dengan demikian, wakaf dapat

dikategorikan sebagai amal jariyah.3

Manusia telah mengenal berbagai macam wakaf sejak terbentuknya tatanan

kehidupan bermasyarakat di muka bumi. Setiap masyarakat menyediakan pelayanan

umum yang dibutuhkan oleh manusia secara keseluruhan atau kebanyakan anggota

masyarakat. Tempat peribadatan adalah salah satu contoh wakaf yang dikenal oleh

manusia sejak dahulu kala. Demikian juga mata air, jalan-jalan, dan tempat-tempat

yang sering digunakan masyarakat seperti tanah dan bangunan yang sering

dipergunakan masyarakat, namun kepemilikannya bukan atas nama pribadi. Karena

itu, tidak ada seorang pun yang mempunyai hak penuh untuk mengatur tempat itu,

2

Suparman Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, cet.II, (Jakarta: Radar Jaya Offset, 1999), h.28.

3

(9)

kecuali ia telah memberi mandat untuk pengelolaannya seperti para pemuka agama

dan juru kunci.4

Wakaf sebagai suatu institusi keagamaan, disamping berfungsi ‘ubudiyah juga

berfungsi sosial. Ia adalah sebagai suatu pernyataan dari persamaan iman yang

mantap dari solidaritas yang tinggi antara sesama manusia. Oleh karenanya, wakaf

adalah salah satu usaha mewujudkan dan memelihara Hablun min Allah dan Hablun

min an-nas. Dalam fungsinya sebagai ibadah, ia diharapkan akan menjadi bekal bagi

kehidupan si wakif (orang yang berwakaf) dihari kemudian. Ia adalah suatu bentuk

amal yang pahalanya akan terus-menerus mengalir selama harta wakaf itu

dimanfaatkan.5

Di Indonesia, wakaf telah dikenal dan dilaksanakan oleh umat Islam sejak

agama Islam masuk di Indonesia. Sebagai suatu lembaga Islam. Wakaf telah menjadi

salah satu penunjang perkembangan masyarkat Islam. Jumlah tanah wakaf di

Indonesia sangat banyak. Menurut data yang ada di Departemen Agama Republik

Indonesia ( DEPAG RI ), sampai dengan bulan September 2002 jumlah seluruh tanah

wakaf di Indonesia sebanyak 362.471 lokasi dengan luas 1.538.198.586 meter

persegi. Apabila jumlah tanah wakaf dihubungkan dengan negara yang saat ini

sedang menghadapi krisis, termasuk krisis ekonomi, sebenarnya wakaf merupakan

salah satu lembaga Islam yang sangat potensial, namun pada kenyataannya jumlah

4

Mundzir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif, cet.I, (Jakarta: Khalifa, 2004), h.3.

5

(10)

yang begitu banyak, pada umumnya pemanfaatannya masih bersifat konsumtif dan

belum dikelola secara produktif. Dengan demikian lembaga wakaf di Indonesia

belum terasa manfaatnya bagi kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat.6

Di Indonesia sedikit sekali tanah wakaf yang dikelola secara produktif dalam

bentuk suatu usaha yang hasilnya dapat dimanfaatkan bagi pihak-pihak yang

membutuhkan termaksud fakir miskin. Pemanfaatan tersebut dilihat dari segi sosial

khususnya kepentingan keagamaan memang efektif, tetapi dampaknya kurang

berpengaruh positif dalam kehidupan ekonomi masyarakat Islam. Apabila

peruntukkan wakaf hanya terbatas pada hal-hal di atas tanpa diimbangi dengan wakaf

yang dapat dikelola secara produktif, maka wakaf sebagai sarana untuk mewujudkan

kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, tidak akan terealisasi secara optimal.7

Secara hukum (yuridis) pelaksanaan wakaf di Indonesia dilaksanakan pada

tahun 1977. Wakaf merupakan lembaga Islam yang satu sisi sebagai ibadah kepada

Allah SWT, di sisi lain wakaf juga berfungsi sosial. Wakaf muncul dari suatu

pernyataan iman yang mantap dan solidaritas yang tinggi antara sesama manusia,

oleh karenanya wakaf merupakan salah satu lembaga Islam yang dapat dipergunakan

bagi seorang muslim untuk mewujudkan dan memelihara hubungan manusia dengan

Allah SWT dan hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarakat. Dalam

fungsinya sebagai ibadah, diharapkan menjadi bekal bagi kehidupan si wakif di hari

6

Abdul Manan, M. Fauzan, Pokok-pokok Hukum Perdata: Wewenang Peradilan Agama,

h.403.

7

(11)

kemudian, karena wakaf merupakan bentuk amalan yang pahalanya terus mengalir

selama harta wakaf itu dimanfaatkan.8

Sedangkan dalam fungsi sosialnya wakaf merupakan asset amal yang bernilai

dalam pembangunan. Agar wakaf di Indonesia dapat memperdayakan ekonomi umat,

maka Indonesia perlu melakukan paradigma baru dalam pengelolaan wakaf. Wakaf

yang selama ini peruntukannya hanya bersifat konsumtif dan dikelola secara

tradisional, sudah saatnya kini wakaf dikelola secara produktif, dengan manajemen

yang memadai.

Untuk mengelola wakaf secara produktif, ada beberapa hal yang harus

dilakukan sebelumnya, antara lain adalah melakukan pengkajian dan perumusan

kembali mengenai konsepsi fikih wakaf di Indonesia, membuat Undang-undang

perwakafan dan perlu adanya suatu badan wakaf yang bersifat nasional.9

Mengenai bagaimana keutamaan harta wakaf, dapat dijelaskan bahwa

mewakafkan harta benda jauh lebih utama dari pada bersedekah, serta harta wakaf itu

kekal dan terus menerus, selama harta itu masih tetap menghasilkan sebagaimana

layaknya dengan cara produktif.10

Kehadiran Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004

tentang wakaf merupakan saat yang di nanti-nantikan. Karena itu hadirnya

8

Ibid., h.71.

9

Uswatun Hasanah, Makalah Strategi Pengelolaan dan Pengembangan Tanah Wakaf., disampaikan pada acara penataran peningkatan kualitas Nadzir di Kanwil Depag Propinsi DKI Jakarta 9 Oktober 2003, h.15.

10

(12)

undang tentang wakaf mendapat sambutan yang hangat, tidak hanya oleh mereka

yang terkait langsung dengan pengelolaan wakaf, tetapi juga kalangan lainnya

termasuk DPR. Jika dibandingkan dengan beberapa peraturan perundang-undangan

tentang wakaf yang sudah ada selama ini, dalam Undang-undang tentang wakaf ini

terdapat beberapa hal baru dan penting. Beberapa diantaranya adalah mengenai

masalah nadzir, harta benda yang diwakafkan (mauquf bih), dan peruntukkan harta

wakaf (mauquf alaih), serta perlunya dibentuk Badan Wakaf Indonesia.

Berkenaan dengan masalah nadzir, karena dalam Undang-undang ini yang

dikelola tidak hanya berupa benda yang tidak bergerak akan tetapi juga benda

bergerak yang tentunya sesuai dengan ketentuan syari’ah dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.11

Sesuai dengan pemikiran sementara di atas, maka penulis mencoba

mengangkat permasalahan dalam suatu penulisan yang berjudul

“TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENGELOLAAN DAN

PENGAWASAN TANAH WAKAF (Studi di KUA Karang Tengah - Ciledug)”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Bertolak dari latar belakang masalah, yang tentunya akan sangat meluas jika

masalah tersebut dibahas secara keseluruhan dalam skripsi ini, maka penulis

11

(13)

menganggap perlu untuk menyajikan penulisan ini dengan dibatasi pada

permasalahan sekitar pengelolaan dan pengawasan tanah wakaf di wilayah

Kecamatan Karang Tengah, Ciledug.

2. Perumusan Masalah

Sesuai dengan aturan yang berlaku tanah wakaf harus di daftarkan akan tetapi

pada kenyataan di lapangan banyak tanah wakaf yang tidak didaftarkan dan tidak

bersertifikat, karena itu penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengelolaan tanah wakaf di wilayah KUA Karang Tengah?

2. Bagaimana pengawasan tanah wakaf di wilayah KUA Karang Tengah?

3. Bagaimana Tinjauan Hukum Islam terhadap Pengelolaan dan Pengawasan

Tanah Wakaf?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan secara umum dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui apakah pengelolaan dan pengawasan tanah wakaf di KUA

Kecamatan Karang Tengah sudah sesuai dengan syariat Islam dan

Undang-undang yang berlaku tentang wakaf.

2. Untuk mengetahui kewajiban nadzir dalam mendaftarkan tanah wakaf.

3. Untuk mengetahui pengelolaan dan pengawasan tanah wakaf di KUA

Kecamatan Karang Tengah.

(14)

1. Secara teoritis, untuk dapat memberikan wawasan penulis agar lebih

memahami tentang tinjauan hukum Islam terhadap pengelolaan dan

pengawasan tanah wakaf.

2. Secara praktis, untuk dapat dijadikan gambaran dan bahan pelajaran bagi

pihak yang memerlukan juga sebagai bahan referensi atau tambahan informasi

bagi mereka yang ingin mempelajari lebih dalam lagi mengenai tinjauan

hukum Islam terhadap pengelolaan dan pengawasan tanah wakaf.

D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian dengan

bercorak studi kepustakaan. Dengan beberapa hal di antaranya: Persiapan, pengadaan

survei lapangan dan pengurusan izin, Penentuan lokasi penelitian, Lokasi

penelitiannya adalah wilayah KUA Kecamatan Karang Tengah–Ciledug, Pendekatan,

penelitian ini menggunakan pendekatan secara normatif dan historis sosiologis,

Sumber data, Data primer; wawancara langsung kepada Kepala KUA, Pegawai KUA

bidang perwakafan, nadzir, dan yang berkaitan langsung dengan penelitian ini, Data

Sekunder; data-data atau literatur yang ada, seperti buku-buku, dokumen-dokumen

KUA, surat kabar, internet, dan jenis kepustakaan lain yang berkaitan yang relevan

dengan skripsi ini.

Teknik pengolahan data, menggunakan data kualitatif dengan cara

menjelaskan dan mengolah hasil penelitian yang masih berupa data mentah agar

(15)

yang utuh dan menyatu dalam teks-teks skripsi ini. Metode analisis data, dengan

menggunakan metode kualitatif yang berupa klasifikasi data.

Dalam Teknik Penulisan, penulis merujuk pada “Buku Pedoman Penulisan

Skripsi” yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

E. Review Studi Terdahulu

1. “Efektivitas Pengelolaan dan Pemanfaatan Harta Wakaf (Studi Kasus di Pondok

Pesantren Al-Hamidiyah-Depok)” oleh Rinawati, Fakultas Syariah dan Hukum,

2005. Dalam skripsi ini membahas tentang bentuk pengelolaan harta wakaf di

Pondok Pesantren Al-Hamidiyah, sudah sesuaikah dengan yang dicita-citakan

wakif ketika mewakafkan harta wakafnya sebelum wafat, dan apakah manfaat

harta wakaf tersebut dapat dirasakan oleh pengurus, santri, maupun masyarakat

sekitar.

2. “Sistem Pengelolaan Tanah Wakaf di Wilayah KUA Jagakarsa Jakarta Selatan”.

Oleh Sri Utami Nengsih, Fakultas Syariah dan Hukum, 2005. Dalam skripsi ini

membahas permasalahan mengenai pengelolaan tanah wakaf, prosedur/tata cara

perwakafan, pengawasan, dan manfaat tanah wakaf bagi masyarakat sekitar di

Wilayah KUA Jagakarsa.

3. “Hukum Perwakafan (Studi Banding Hukum Perwakafan Islam dan Hukum

Perwakafan Nasional)”. Oleh Agung Ismail, Fakultas Syariah dan Hukum,

(16)

umat Islam dalam hal wakaf, kemudian sejauh mana langkah pemerintah dalam

mengakomodir kepentingan umat Islam dalam hal melakukan perbuatan wakaf.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari empat (4) bab, dengan perincian

sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan, yang menguraikan tentang Latar Belakang Masalah,

Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian dan Manfaat

Penelitian, Metode Penelitian dan Teknik Penulisan, dan Sistematika

Penulisan.

BAB II Kerangka Teori, dalam bab ini berisi tentang Pengertian Wakaf dan Dasar Hukum Wakaf, Rukun dan Syarat Wakaf, Macam-macam Wakaf,

Tujuan dan Manfaat Wakaf, Prosedur/Tata Cara Perwakafan, dan

Manajemen Pengelolaan dan Pengawasan dalam Hukum Islam

BAB III Deskripsi Hasil Penelitian, menguraikan tentang Gambaran Umum

KUA Kondisi Objektif berupa letak geografis, Pengelolaan dan

pengawasan tanah wakaf di KUA Karang Tengah, Analisis penulis tentang pengelolaan dan pengawasan tanah wakaf di KUA Karang

Tengah.

BAB IV Penutup. Bab ini merupakan penutup dari rangkaian penulisan skripsi

ini, yang memuat kesimpulan, saran-saran, dan juga dilengkapi dengan

(17)

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Pengertian Wakaf dan Dasar Hukum Wakaf

1. Pengertian Wakaf

Wakaf secara bahasa Arab berarti “al-Habsu”, yang berasal dari kata kerja

habasa-yahbisu-habsan, yang menjauhkan seseorang dari sesuatu atau memenjarakan.

Kemudian kata ini berkembang menjadi “habbasa” dan berarti mewakafkan harta

karena Allah SWT. Atau wakaf itu dapat diartikan “menahan” dan “mencegah”.12 Menurut istilah, wakaf adalah menahan harta yang dapat diambil manfaatnya

tanpa musnah seketika dan untuk penggunaan yang mubah (tidak dilarang oleh

syara’) serta dimaksudkan untuk mendapat keridhaan dari Allah SWT.13

Dalam istilah syara, wakaf adalah sejenis pemberian yang pelaksanaannya

dilakukan dengan jalan menahan (kepemilikan) asal , lalu pengertian

wakaf itu menahan barang yang diwakafkan agar tidak diwariskan, digunakan dalam

bentuk jual beli, dihibahkan, digadaikan, disewakan, dipinjamkan, dan sejenisnya.

Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Imam Suhadi. Wakaf adalah

pemisahan suatu harta benda, pemisahan benda itu ditarik dari benda milik

12

Muhammad Fadhillah dan B. Th. Brondgeest, Kamus Arab-Melayu, jilid.I, (Weltevreden: Balai Pustaka, 1925), h.116-117.

13

(18)

perseorangan dialihkan penggunaannya kepada jalan kebaikan yang diridhai oleh

Allah SWT. Sehingga benda-benda tersebut tidak boleh dihutangkan dikurangi atau

dilenyapkan.14

Dalam Undang-undang yang dimaksud dengan wakaf adalah perbuatan

hukum wakif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda

miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai

dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut

syari’ah Islam. (BAB I pasal 1 ketentuan umum lihat juga PP No.42 tahun 2006

tentang peraturan pelaksanaan UU Wakaf).

Sedangkan dalam redaksi Undang- undang Wakaf No. 41 Tahun 2004

menyebutkan sebagai berikut, wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau

kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya

dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau

keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam.15

Sayyid Sabiq, mengatakan: menurut istilah syara’ wakaf berarti menahan

harta dan memberikan manfaatnya dijalan Allah SWT.16

14

Imam Suhadi, Hukum Wakaf di Indonesia, (Jakarta: Dua Dimensi, 1985), h.31.

15

Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji, Departemen Agama RI, UU RI No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, (Jakarta: Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2004), h.3.

16

(19)

Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian awal bahwa wakaf adalah menahan

sesuatu, baik dalam pengertian konkrit maupun abstrak, yakni wakaf dalam

pengertian sesuatu yang ditahan.

Pengertian yang dikemukakan para Fuqaha (pakar hukum Islam) tidaklah

sama. Abdulah Ibn Qudamah dari Mazhab Hambali mendefinisikan wakaf sebagai

berikut :

!

17

Artinya : “Menahan pokoknya dan menggunakan manfaatnya”.

Sedangkan menurut ulama Syafi’iyah menyebutkan wakaf adalah menahan

harta yang dapat dimanfaatkan dengan tetap menjaga keutuhan barangnya, terlepas

dari campur tangan wakif atau lainnya, dan hasilnya disalurkan untuk kebaikan

semata-mata untuk taqarrub kepada Allah SWT.18

Jumhur Ulama, yakni mayoritas pakar hukum Islam, dan dua tokoh

Hanafiyah, Abu Yusuf dan Muhammad, sebagaimana dikutip oleh Abdul Wahab

Khallaf mengemukakan bahwa wakaf adalah :

"#$

ﻡ &'

( )*+ ﻡ ,*-

.

*/ 01 *

ﻡ & 23 4+. #2 ی

6ی 7'8$9

4 #

:+ﻡ - 4+.#2+ 3

17

Juhaya S. Praja, Perwakafan di Indonesia: Sejarah, Pemikiran, Hukum dan Perkembangannya (Jakarta: Yayasan Tiara, 1993), h.49.

18

(20)

;#

;#

4<

=

>

#$23

19

Artinya: “Wakaf adalah menahan benda untuk tidak dimiliki oleh seseorang serta menjadikannya dalam status milik Allah SWT, serta mensedekahkan manfaatnya untuk berbagi bentuk kebajikan, baik kebajikan duniawi maupun ukhrowi”.

Definisi-definisi di atas, disamping mempunyai unsur perbedaan juga ada

unsur persamaan. Unsur-unsur persamaan persamaan dalam definisi tersebut adalah :

a. Bahwa benda yang diwakafkan itu hendaklah bernilai ekonomis serta

statusnya berubah ke dalam status wakaf.

b. Penggunaan wakaf diperuntukkan bagi kepentingan yang diperbolehkan

hukum Islam.

c. Definisi itu menggunakan terminologi habs, yaitu satu kata yang digunakan

dalam hadist yang menjadi dasar hukum wakaf.

Perbedaan definisi tersebut, kiranya berlatar belakang konsepsi

masing-masing tentang wakaf itu. Definisi pertama nampaknya merupakan pengulangan

sabda Nabi. Definisi kedua lebih luas dari definisi pertama karena mengandung

kualifikasi objek dari wakaf itu sambil menekankan nilai penggunannya yang mesti

sesuai dengan nilai ajaran yang terkandung didalamnya, yakni nilai agamisnya.

Sementara definisi ketiga lebih menekankan perubahan status benda wakaf yang

berpindah kepada status milik Allah dari status perorangan. Disamping itu definisi ini

mengandung aspek waktu yang mengandung arti bahwa perbuatan hukum itu dapat

19

(21)

diperlukan seketika maupun bertempo. Untuk mengukur keabsahan perbuatan hukum

berkaitan erat dengan rukun dan syarat-syarat yang diperlukan untuk itu, pada

mazhab Maliki mendefinisikan sebagai berikut:

4$9 ?@A B ?ﻥ#)D E 93 FG >Hﻡ#

> I#

4< J $8

-

76 4< ( 9 ﻡ ,*-ی

20

Artinya: “Sesuatu perbuatan hukum yang sah dalam bidang ibadat dan muamalat itu ialah apabila telah terpenuhi rukun-rukun dan syariatnya sehingga perbuatan hukum itu dianggap benar menurut hukum”.

Dari seluruh definisi wakaf tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa wakaf itu

adalah suatu perbuatan hukum yang memisahkan sebagian hartanya untuk diberikan

kepada lembaga yang berwenang (dalam hal ini nazhir wakaf) untuk dikelola dan

dimanfaatkan semata-mata untuk kemaslahatan umat sebagai sarana ibadah, baik

untuk jangka waktu tertentu maupun untuk selamanya.21

2. Dasar Hukum Wakaf

Dasar hukum wakaf dalam UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf ini

tercantum dalam BAB II Mengenai Dasar-dasar wakaf Bagian Pertama Umum yaitu

wakaf sah apabila dilaksanakan menurut syari’ah, (pasal 2), dan wakaf yang telah

diikrarkan tidak dapat dibatalkan (pasal 3).

20

Abi al-Mawahib Abdul Wahab bin Ahmad ‘Ali al-Anshari al-Sya’roni, Mizan Al-Kubra,

cet.II, (Beirut: Dar al-Fikr,1978), h.378.

21Ibid

(22)

Jumhur ulama berpendapat bahwa hukum wakaf adalah disunnahkan dan

dianjurkan, berdasarkan dalil- dalil umum dan dalil-dalil khusus. Diantara dalil- dalil

umum itu adalah sebagai berikut, firman Allah Swt dalam QS. Ali ‘Imran : 92 ;22

!" #$

# %&

' ( )*

+,-. /

01

2

-3

4

.

56-7#8

)

, . ;

/

K

:

LM

(

Artinya : “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan yang sempurna, sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” (QS. Ali ‘Imran/3 : 92)

Ketika Abu Tholhah mendengar ayat ini serta merta muncul keinginannya

untuk mewakafkan kebunnya yang paling dicintainya dan dikenal dengan sebutan

Bairaha, seraya pergi menghadap Rasulullah SAW dan mengungkapkan

keinginannya.

Selain itu firman Allah SWT mengenai wakaf dalam surat Al-Baqarah: 267,23

9:;&<=>#;

#?@ A01

B  #

%

D&'

E>#"G6 H

#

(5JKLMNOP

1

%&

QR#SU&'

V W

U

X

YZK[J\

O]%&

%_

`6-a

b

 

#,

Vc(N

%&

;

_ \

#*-3

d]-,&'

4

(

_ /

B  e7Q

%&

+,&'

01

L R)f

f

.

g6

N O

P

M

:

MQR

(

22

Taufik Ridho, Panduan Wakaf Praktis, cet.I, (Jakarta: Tabung Wakaf Indonesia, 2006), h.3.

23 Ibid.,

(23)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya Lagi Maha Terpuji”. (QS. Al-Baqarah/2: 267)

Adapun dalil-dalil khusus tentang disyariatkannya wakaf, diantaranya adalah

hadist riwayat Imam Muslim dari Ibnu Umar r.a :

STD .

.

;#1 # 2 .

U

V#(TD

=

. W# X

;#O< $+ﺱ ? +. ?Z+ 4+

7S 7 4 [<

U

\ X (#TDX ] X

;#1 ^? Sﻥ ﻡ[ 0 -< V? ﻡ

ﻥX Z_1 ( #ﻡ

U

] $ ]`B ,G

#2+

#2 ]1$'8

!

#2+ X a # ی ?$ﻥX

. b$'89<

ﺱ S< W#1$

4 O

cd O 4< eD*ی \/*ی

)[ی , #2

ﻡ 4+. f# 3 V $

0 $g

? < &; $* 9ﻡ h #(Oی'

@ی X i

# #2

!

+ ﻡ j D

k

P

Rl

24

Artinya : “Umar mempunyai tanah di Khaibar, kemudian ia datang kepada Rasulullah SAW meminta untuk mengolahnya, sambil berkata:“Ya Rasulullah, aku memiliki sebidang tanah di Khaibar. Tetapi aku belum mengambil manfaatnya, bagaimana aku harus berbuat?. Rasululluah bersabda : “Jika engkau menginginkannya tahanlah tanah itu dan shadaqahkan hasilnya. Tanah tersebut tidak boleh dijual atau diperjualbelikan, dihibahkan atau diwariskan. Maka ia (Umar) menshadaqahkan kepada fakir miskin, karib kerabat, budak belian, dan Ibnu Sabil. Tidak berdosa bagi orang yang mengurus

24

(24)

harta tersebut untuk menggunakan sekedar keperluannya tanpa maksud memiliki harta itu.” (HR. Muslim: 5/74)

Berkata Ibnu Hajar dalam Fathul Baari: “Hadis Umar ini adalah asal dan

landasan Syari’ah pada wakaf.25 Hadist Umar pada bab ini merupakan dasar

disyariatkannya wakaf. Imam Ahmad berkata: Hammad (Ibnu Khalid) menceritakan

kepada kami, Abdullah (Al-Umari) telah menceritakan kepada kami dari Nafi’, dari

Ibnu Umar dia berkata:

4< ]ﻥ#) m <*1*ﻡ nX m & 1' ;$ X

o

. 1' pH

!

26

Artinya: “Sedekah yang pertama – yakni yang diwakafkan – dalam Islam adalah sedekah Umar”.

B. Rukun dan Syarat Wakaf

Mengenai rukun- rukun wakaf dibahas dalam BAB II Mengenai Dasar-dasar

Wakaf Bagian Ketiga tentang Unsur Wakaf, yaitu wakaf dilaksanakan dengan

memenuhi unsur wakaf sebagai berikut:27Wakif, Nazhir, Harta Benda Wakaf, Ikrar

Wakaf, Peruntukkan Harta Benda Wakaf, Jangka Waktu Wakaf.

Sedangkan pembahasan seputar syarat-syarat wakaf diatur pada bagian-bagian

berikutnya.

25

Muhammad Fuad Abdul Baqi, Shahih Muslim, juz.III, (Kairo: Daru Ihya Kutubi Al-Arabiyati, t.th), h.1255.

26

Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari (Penjelasan Kitab Shahih Al-Bukhari), cet.I, Terjemahan Amiruddin, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), h.530-531.

27

(25)

a. Wakif

Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya. (pasal 1 BAB I

Ketentuan Umum). Wakif meliputi; Perorangan, Organisasi, Badan Hukum. (Pasal 7)

Wakif perorangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf (a) hanya dapat

melakukan wakaf apabila memenuhi persyaratan: Dewasa, Berakal sehat, Tidak

terhalang melakukan perbuatan hukum, dan Pemilik sah harta benda wakaf. (Pasal 8

ayat 1)

Wakif organisasi sebagaiman dimaksud dalam pasal 7 huruf (b) hanya dapat

melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan harta

benda wakaf milik organisasi sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang

bersangkutan. (pasal 8 ayat 2)

Wakif badan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf c hanya

dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan badan hukum untuk

mewakafkan harta benda wakaf milik badan hukum sesuai dengan anggaran dasar

badan hukum yang bersangkutan. (pasal 8 ayat 3)

b. Nazhir

Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk

dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. (pasal 1 BAB I Ketentuan

Umum)28

28Ibid.,

(26)

Nazhir mempunyai tugas yaitu: Melakukan pengadministrasian harta benda

wakaf, Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan

fungsi dan peruntukannya, Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf,

Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia (pasal 11 Bagian

Kelima tentang Nazhir, BAB II Dasar- dasar wakaf). Nazhir meliputi: Perorangan,

Organisasi, dan Badan Hukum (Pasal 9 ayat 5)

Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf (a) hanya dapat

menjadi nazhir apabila memenuhi persyaratan: Warga Negara Indonesia, Beragama

Islam, Dewasa, Amanah, Mampu secara jasmani dan rohani, dan Tidak terhalang

melakukan perbuatan hukum. (pasal 10 ayat 1)

Organisasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf (b) hanya dapat

menjadi nazhir apabila memenuhi persyaratan : Pengurus organisasi yang

bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1); dan Organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan,

kemasyarakatan dan atau keagamaan Islam. (pasal 10 ayat 2)

Badan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf (c) hanya dapat

menjadi nazhir apabila memenuhi persyaratan :

a) Pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan

b) Badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku; dan

c) Badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan atau keagamaan Islam. (pasal 10 ayat 3)

(27)

Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan

atau jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syari’ah yang

diwakafkan oleh wakif. (pasal 1 BAB I Ketentuan Umum)

Harta benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai oleh

wakif secara sah, (pasal 15 Bagian Keempat)

Harta benda wakaf terdiri dari :29 Benda tidak bergerak, Benda bergerak (Pasal

16 ayat 1)

Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :

a) Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;

b) Bangunan atau bagian bangunan yang terdiri di atas tanah sebagaimana dimaksud pada huruf (a)

c) Tanaman dan benda satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku;

d) Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syari’ah dan peraturan perundang- undangan yang berlaku. (pasal 16 ayat 2)

Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah harta

benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi: Uang, Logam mulia, Surat

berharga, Kendaraan, Hak atas kekayaan intelektual, Hak sewa, dan Benda bergerak

lain sesuai dengan ketentuan syari’ah dan peraturan perundang- undangan yang

berlaku. (pasal 16 ayat 3)

d. Ikrar Wakaf

29

(28)

Ikrar wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan

dan/ atau tulisan kepada nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya. (pasal 1

BAB I Ketentuan Umum).

Ikrar wakaf dilaksanakan oleh wakif kepada nazhir dihadapan PPAIW dengan

disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi. (pasal 17 ayat 1 Bagian Ketujuh tentang Ikrar

Wakaf).

Ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara lisan

dan/atau tulisan serta dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW. (pasal 17 ayat

2).

Dalam hal wakif tidak dapat menyatakan ikrar wakaf secara lisan atau tidak

dapat hadir dalam pelaksanaan ikrar wakaf karena alasan yang dibenarkan oleh

hukum, wakif dapat menunjuk kuasanya dengan surat kuasa yang diperkuat oleh 2

(dua) orang saksi. (pasal 18)

Untuk dapat melaksanakan ikrar wakaf, wakif atau kuasanya menyerahkan

surat dan/ atau bukti kepemilikan atas harta benda wakaf kepada PPAIW. (pasal 19)

Saksi dalam ikrar wakaf harus memenuhi persyaratan : (pasal 20)30Dewasa,

Beragama Islam, Berakal sehat, Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum. Ikrar

wakaf dituangkan dalam akta ikrar wakaf. (pasal 21 ayat 1)

30Ibid

(29)

Akta Ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling sedikit memuat:

(pasal 21 ayat 2) Nama dan Identitas wakif, Nama dan Identitas nazhir, Data dan

Keterangan harta benda wakaf, Peruntukan harta benda wakaf, Jangka waktu wakaf.

Ketentuan lebih lanjut mengenai akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada

ayat 2 diatur dengan Peraturan Pemerintah. (pasal 21 ayat 3)

e.Peruntukan Harta Benda Wakaf

Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf (sebagaimana yang

tercantum dalam pasal 4 dan 5, BAB II Dasar-dasar Wakaf Bagian Kedua Tentang

Tujuan dan Fungsi Wakaf), harta benda wakaf hanya dapat diperuntukan bagi: sarana

dan kegiatan ibadah, sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan, bantuan kepada

fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa, kemajuan dan peningkatan

ekonomi umat, dan/atau kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak

bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan. (Pasal 22 Bagian

Kedelapan Peruntukan Harta Benda Wakaf)

Penetapan peruntukan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam pasal

22 dilakukan oleh wakif pada pelaksanaan ikrar wakaf. (pasal 23 ayat 1)

Dalam hal wakif tidak menetapkan peruntukan harta benda wakaf, nazhir

dapat menetapkan peruntukan harta benda yang dilakukan sesuai dengan tujuan dan

fungsi wakaf. (pasal 23 ayat 2)

(30)

Mengenai jangka waktu wakaf tidak ditemukan pembahasan yang lebih

mendetail baik dalam UU Wakaf No. 41 tahun 2004 atau dalam Peraturan Pemerintah

No. 42 tahun 2006 tentang pelaksanaan UU Wakaf.31

C. Macam-macam Wakaf

Sepanjang perjalanan sejarah Islam, wakaf terbagi menjadi dua (2), yakni:

wakaf khayri dan wakaf ahli atau wakaf zurry.

Adapun wakaf khayri adalah wakaf yang diperuntukkan untuk amal kebaikan

secara umum atau maslahatul ammah, seperti mewakafkan sebidang tanah untuk

membangun masjid, sekolah, rumah sakit, panti asuhan, dan sejenisnya; atau

mewakafkan harta untuk kepentingan sosial ekonomi orang-orang yang

membutuhkan bantuan, seumpama fakir miskin, anak yatim, dan sebagainya. Wakaf

seperti inilah yang dilakukan oleh Umar bin Khattab pada sebidang tanahnya yang

berada di perkebunan Khaibar.

Wakaf ahli atau wakaf zurry adalah wakaf yang dikhususkan oleh yang

berwakaf untuk kerabatnya, seperti anak, cucu, saudara atau ibu bapaknya. Dalam

konsepsi hukum Islam, seseorang yang mempunyai harta yang hendak mewakafkan

sebagian hartanya, sebaiknya lebih dahulu melihat kepada sanak famili. Bila ada di

antara mereka yang sedang membutuhkan pertolongannya. Maka wakaf lebih afdal

(lebih baik) diberikan kepada mereka yang membutuhkan. Seorang sahabat bernama

31Ibid

(31)

Abu Thalhah hendak mewakafkan sebagian hartanya, lalu Rasulullah menasehatkan

agar berwakaf kepada kerabatnya yang sedang membutuhkan.32

Sebagaimana yang tercantum dalam pasal 16 ayat 1 Bagian Keenam

mengenai harta benda wakaf, maka harta benda wakaf itu terdiri dari: Benda tidak

bergerak; dan Benda bergerak.

Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf (a) meliputi;

a) hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;

b) bangunan atau bagian bangunan yang berdiri diatas tanah sebagaimana dimaksud pada huruf (a)

c) tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;

d) hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

e) benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (pasal 16 ayat 2)

Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang: dijadikan jaminan, disita,

dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar, atau dialihkan dalam bentuk pengalihan hak

lainnya. (pasal 40 BAB IV Perubahan Status Harta Benda Wakaf).

D. Tujuan dan Manfaat Wakaf

Dalam UU No. 41 Tahun 2004, wakaf bertujuan memanfaatkan harta benda

wakaf sesuai dengan fungsinya. (pasal 4 Bagian Kedua BAB II Dasar-dasar wakaf).

Menurut pasal (5), Bagian Kedua BAB II Dasar-dasar wakaf, wakaf berfungsi

32

(32)

mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan

ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.33

Fungsi wakaf menurut Hukum Islam adalah memperoleh manfaat benda

wakaf sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini wakaf untuk selama-lamanya ulama

Mazhab berbeda pendapat. Para Ulama Mazhab, kecuali Maliki, berpendapat bahwa

wakaf selama-lamanya merupakan syarat sahnya wakaf. Walaupun tidak disebutkan

syarat selama-lamanya oleh wakif. Dasar pendapat mereka ialah Hadis Ibnu Umar,

yang menyatakan bahwa harta wakaf itu tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan,

tidak boleh diwariskan. Sedangkan Maliki berpendapat wakaf tidak disyaratkan

berlaku untuk waktu setahun misalnya, sesudah itu kembali kepada pemilik semula.

Yang dimaksud dengan tujuan wakaf di sini ialah wakaf untuk kepentingan

peribadatan dan umum lainnya. Agar wakaf itu dapat berfungsi sebagaimana

mestinya maka pengorganisasiannya haruslah untuk selama-lamanya. Syarat

perlembagaan untuk selama-lamanya ini, merupakan pengaruh kuat mazhab Syafi’I

(juga mazhab Hambali, Hanafi, dan Zahri). Selain itu juga harta kekayaan yang

diwakafkan itu haruslah tanah milik.34

33

Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia, h.129.

34

(33)

E. Prosedur / Tata Cara Perwakafan

Syarat-syarat yang harus dilakukan ialah, wakif datang ke Kantor Urusan

Agama (KUA) dengan membawa bukti sertifikat asli dari tanah yang akan di

wakafkan beserta surat-surat yang akan diperlukan yang kemudian menyerahkan

identitas diri atau KTP wakif maupun nadzir yang telah dilegalisir, membawa surat

bukti kepemilikan tanah (sertifikat asli), surat keterangan atau surat kepemilikan yang

telah ditanda tangani oleh Kepala Desa yang diketahui Camat bahwa tanah tersebut

tidak dalam sengketa, membawa surat pernyataan penguasaan fisik dan kepemilikan

tanah yang diberi materai, fotokopi SPPT/PBB terakhir (untuk dicocokan dengan

nama di Desa), kemudian wakif dan nadzir hadir di KUA untuk melakukan Ikrar

Wakaf di hadapan Kepala KUA selaku Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)

yang juga disertai oleh dua (2) orang saksi, Kepala KUA mengesahkan nadzir yang

telah ditunjuk dan telah melakukan ikrar wakaf, Kepala Kantor Urusan Agama selaku

Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf ( PPAIW ) menerbitkan akta ikrar wakaf, kemudian

pendaftaran tanah wakaf ke Kantor Pertanahan Kabupaten setempat dengan

membawa sertifikat asli tanah yang akan diwakafkan, akta ikrar wakaf, dan

surat-surat yang akan diperlukan, dan pada sertifikat hak milik dimatikan berdasarkan akta

ikrar wakaf, pada halaman sebab perubahan :35

“Berdasarkan akta ikrar wakaf Tanggal ……. Nomor……. Tahun…….. Dibuat oleh………. PPAIW…………. Hak atas tanah ini berubah menjadi tanah wakaf Nomor………. Desa………. Luas………. M2 “

35

(34)

Mencoret nama atau nama-nama pemegang yang lama dan menggantinya

dengan menuliskan kata WAKAF dengan huruf besar di belakang nomor hak milik

tanah yang bersangkutan. Mengenai sertifikat tanah wakaf pada nama pemegang hak

tertulis nama nadzir : ketua, sekretaris, bendahara, anggota 1 (satu) dan anggota 2

(dua). Pada kolom petunjuk diberi keterangan :

Akta Ikrar Wakaf Tanggal………… Nomor……… Tahun………. Dibuat

oleh…………PPAIW Kecamatan…………”

Peruntukan atau penggunaan tanah : ……(kutipan Akta Ikrar Wakaf)

Penerbitan sertifikat tanah wakaf, sertifikat tanah wakaf yang sudah

ditandatangani Kepala Kantor Pertanahan, diserahkan kepada nazhir sebagai surat

tanda bukti, dan biaya peralihan atas tanah yang berupa tanah wakaf bebas dari biaya

yang diperlukan. Adapun dalam pembuatan sertifikat tanah wakaf di KUA Karang

Tengah, antara lain :

Sertifikat Hak Atas Tanah (bagi yang sudah sertifikat), atau surat-surat

pemilikan tanah (termasuk surat pemindahan hak, surat keterangan warisan, girik dan

lain-lain) bagi tanah hak milik yang belum bersertifikat, Surat Pernyataan Wakaf ,

asli dan Foto Copy rangkap 4, Surat Keterangan dari Lurah setempat yang diketahui

Camat bahwa tanah tersebut tidak dalam sengketa, Susunan Pengurus

Masjid/Mushola atau lainnya yang ditanda tangani Ketua dan diketahui oleh Lurah

setempat, Mengisi Formulir Model WK dan WD, Foto Copy KTP Wakif (yang

berwakaf) apabila masih hidup, Foto Copy KTP para Pengurus yang akan ditetapkan

(35)

Rp. 6.000 (enam ribu rupiah) sebanyak 7 lembar, Menanda tangani Ikrar Wakaf (W1)

bagi Wakif yang masih hidup dan Akta Ikrar Wakaf (AIW)/Akta Pengganti Akta

Ikrar Wakaf (APAIW) setelah semua surat-surat lengkap dan diketik oleh petugas,

Membuat surat kuasa kepada PPAIW untuk proses pendaftaran ke Badan Pertanahan

Nasional (BPN).36

Dalam Bab III Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf berisi

tentang Pendaftaran dan Pengumuman Harta Benda Wakaf, diantaranya;

Pasal 32

PPAIW atas nama Nadzir mendaftarkan harta benda wakaf kepada Instansi yang berwenang paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak akta ikrar wakaf ditandatangani.

Pasal 33

Dalam pendaftaran harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, PPAIW menyerahkan:

a. salinan akta ikrar wakaf;

b. surat-surat dan/atau bukti-bukti kepemilikan dan dokumen terkait lainnya.

Pasal 34

Instansi yang berwenang menerbitkan bukti pendaftaran harta benda wakaf.

Pasal 35

Bukti pendaftaran harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 disampaikan oleh PPAIW kepada Nazhir.

Pasal 36

Dalam hal harta benda wakaf ditukar atau diubah peruntukannya, Nazhir melalui PPAIW mendaftarkan kembali kepada Instansi yang berwenang dan Badan Wakaf Indonesia atas harta benda wakaf yang ditukar atau diubah peruntukannya itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam tata cara pendaftaran harta benda wakaf.

36

(36)

Pasal 37

Menteri dan Badan Wakaf Indonesia mengadministrasikan pendaftaran harta benda wakaf.

Pasal 38

Menteri dan Badan Wakaf Indonesia mengumumkan kepada masyarakat harta benda wakaf yang telah terdaftar.

Pasal 39

Ketentuan lebih lanjut mengenai PPAIW, tata cara pendaftaran dan pengumuman harta benda wakaf diatur dengan Peraturan Pemerintah.

F. Manajemen Pengelolaan dan Pengawasan dalam Hukum Islam

1. Manajemen Pengelolaan dalam Hukum Islam

a. Pengertian dan Pembahasan

Dalam tataran ilmu, manajemen dipandang sebagai kumpulan pengetahuan

yang dikumpulkan, disistematisasi dan diterima berkenaan dengan

kebenaran-kebenaran universal mengenai manajemen. Dalam tataran seni (praktik), manajemen

diartikan sebagai kekuatan pribadi yang kreatif ditambah dengan skill dalam

pelaksanaan.

Stonner (1986) mengartikan manajemen sebagai proses perencanaan,

pengorganisasian, memimpin dan mengawasi usaha-usaha dari anggota organisasi

(manusia) dan dari sumber organisasi lainnya (materi) untuk mencapai tujuan

organisasi yang telah ditetapkan.37

37

Ahmad Ibrahim Abu Sinn, Manajemen Syariah: Sebuah Kajian Historis dan Kontemporer

(37)

Manajemen merupakan salah satu disiplin ilmu dan seni yang mempelajari

pengaturan dan pengelolaan suatu lembaga mulai dari perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan-pengarahan sampai kepada proses pengawasan. Pada

saat ini istilah manajemen banyak diadopsi oleh para pihak dalam berbagai bidang

kehidupan, orang dengan mudah menganggap bahwa manajemen merupakan suatu

konsep yang sangat sederhana. Akhirnya, orang dengan mudah merangkai kata

manajemen dengan permasalahan yang harus dipecahkan.

Pada negara yang telah maju manajemen dapat memberikan prognosa futuris,

kecenderungan harapan-harapan yang bisa menjelma dalam kenyataan. Mereka

berusaha untuk membina dan mempertahankan kemajuan agar meningkat, bukan

stagnasi. Dan bagi negara yang sedang berkembang mereka berusaha untuk

menertibkan manajemen agar diperoleh suatu perubahan yang revolusioner. Dalam

pandangan Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar, tertib dan teratur.

Proses-prosesnya harus diikuti dengan baik dan benar. Sesuatu tidak boleh dilakukan

dengan asal-asalan. Hal ini merupakan prinsip utama dalam ajaran Islam. Arah

perkembangan yang jelas, landasan yang mantap dan cara-cara mendapatkannya yang

transparan merupakan amal perbuatan yang dicintai Allah SWT. Sebenarnya,

manajemen dalam arti mengatur segala sesuatu agar dilakukan dengan baik, tepat dan

tuntas merupakan hal yang disyariatkan dalam ajaran Islam.38 Allah SWT di dalam

38

(38)

Al-Qur’an mencintai perbuatan-perbuatan yang termenej dengan baik, sebagaimana

dijelaskan dalam surat Ash Shaff: 4,

+,-01

h7 # i

j@ A01

7 c>

;

k-?

2 '-

_-"

!

Ml

59=D&

)m

n >%6 3

4

lKS+

Yo

Artinya :“Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang-orang yang berjuang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kukuh”. (Q.S Ash Shaff: 4).

Kukuh di sini bermakna adanya sinergi yang rapi antara bagian yang satu

dengan yang lain. Pendekatan manajemen merupakan suatu keniscayaan, apalagi

dilakukan dalam suatu organisasi atau lembaga.

Kristalisasi pemikiran manajemen dalam Islam muncul setelah Allah

menurunkan risalah-Nya kepada Muhammad SAW, Nabi dan Rasul akhir zaman.

Pemikiran manajemen dalam Islam bersumber nash-nash Al-Qur’an dan Al-Sunnah,

selain itu juga berasaskan pada nilai-nilai kemanusiaan yang berkembang dalam

masyarakat pada waktu tersebut. Berbeda dengan manajemen konvensional, ia

merupakan suatu sistem yang aplikasinya bersifat bebas nilai serta hanya berorientasi

pada pencapaian manfaat duniawi semata. Pada awalanya manajemen ini berusaha

untuk diwarnai dengan nilai-nilai, namun dalam perjalanannya tidak mampu. Karena,

ia tidak bersumber dan berdasarkan petunjuk syariah yang bersifat sempurna,

komprehensif dan kebenaran.

Selain sebagai alat, manajemen memiliki dua unsur penting lainnya, yakni

(39)

tindakan, manajemen terdiri atas organisasi, sumber daya insani (SDI), dana,

operasi/produksi, pemasaran, waktu dan objek lainnya. Di samping itu, manajemen

juga memiliki empat fungsi standar, yaitu; fungsi perencanaan (planning),

pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating), dan pengawasan

(controlling).39

Kemudian apa saja yang dibahas dalam manajemen syariah, pembahasan

pertama dalam manajemen syariah adalah perilaku yang terkait dengan nilai-nilai

keimanan dan ketauhidan. Intinya manajemen syariah membahas prilaku yang

diupayakan menjadi amal saleh yang bernilai abadi dan harus dilandasi dengan iman

yang memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya; niat yang ikhlas karena Allah

SWT, tata cara pelaksanaannya sesuai dengan syariat, dilakukan dengan penuh

kesungguhan. Pembahasan kedua tentang struktur organisasi, dimana manajemen

syariah membahas struktur, yang merupakan sunatullah dan struktur yang

berbeda-beda itu merupakan ujian dari Allah SWT. Misalnya, manajer yang baik yang

mempunyai posisi penting yang strukturnya paling tinggi akan berusaha agar

ketinggian strukturnya itu menyebabkan kemudahan bagi orang lain dan memberikan

kesejahteraan bagi orang lain. Pembahasan ketiga mengenai sistem, sistem syariah

yang disusun harus menjadikan perilaku pelakunya berjalan dengan baik.40

39

Ahmad Ibrahim Abu Sinn, Ibid., h. 29.

40

(40)

b. Teori Manajemen dalam Islam

Teori manajemen Islam bersifat universal dan komprehensif, dan memiliki

karakteristik sebagai berikut:

- Manajemen dan masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat, manajemen

merupakan bagian dari sistem sosial yang dipenuhi dengan nilai, etika, akhlak dan

keyakinan yang bersumber dari Islam.

- Teori manajemen Islam menyelesaikan persoalan kekuasaan dalam Islam dalam

manajemen, tidak ada perbedaan antara pemimpin dan karyawan. Perbedaan level

kepemimpinan hanya menunjukkan wewenang dan tanggung jawab. Atasan dan

bawahan saling bersekutu tanpa ada pertentangan dan perbedaan kepentingan.

Tujuan dan harapan mereka adalah sejenis dan akan diwujudkan bersama.

- Pegawai dan karyawan menjalankan pekerjaan mereka dengan keikhlasan dan

semangat profesionalisme, mereka ikut berkontribusi dalam menetapkan keputusan,

dan taat kepada atasan sepanjang mereka berpihak kepada nilai-nilai syariah.

- Kepemimpinan dalam Islam dibangun dengan nilai-nilai syura dan saling

menasehati, dan para atasan bisa menerima kritik dan saran demi kemaslahatan

masyarakat publik.

Proses manajemen memiliki 4 variabel yang saling bertalian satu sama

lainnya, sehingga akan menghasilkan interaksi yang dinamis dalam sebuah

manajemen. Variabel yang dimaksud sebagai berikut;

(41)

- Anggota masyarakat konsen dan berpegang teguh pada nilai-nilai akidah (amanah)

dengan melakukan pengawasan dan pengembangan spiritual mereka,

- Menyempurnakan fungsi manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan dan pelaksanaan, pengawasan dan audit terhadap kinerja pekerja,

- Adanya partisipasi pegawai dan masyarakat secara intens, dan ketaatan terhadap

atasan dengan penuh kerelaan.

c. Sistem Manajemen Pengelolaan

Pengelolaan ialah, (1) proses, cara, perbuatan mengelola; (2) proses

melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain; (3) proses yang

membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi; (4) proses yang

memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan

kebijaksanaan dan pencapaian tujuan.41

Pengelolaan adalah sama pengertiannya dengan manajemen, yakni

pengurusan, sedangkan fungsi dari pengelolaan terdiri dari pengelolaan organisasi

dan pengelolaan personalia. Fungsi pengelolaan bertujuan mengawasi salah satu atau

lebih pengembangan untuk menjamin pengoperasian yang efektif. Fungsi pengelolaan

organisasi bertujuan menentukan, mengubah atau melaksanakan tujuan dan prosedur

administratif suatu organisasi untuk melaksanakan salah satu atau berbagai fungsi

41

(42)

pengembangan atau fungsi pengelolaan. Sedangkan pengelolaan personalia untuk

atau dengan mengawasi orang yang melaksanakan dalam fungsi.42

Sistem manajemen pengelolaan wakaf merupakan salah satu aspek penting

dalam pengembangan paradigma baru wakaf di Indonesia. Kalau dalam paradigma

lama wakaf selama ini lebih menekankan pentingnya pelestarian dan keabadian benda

wakaf, maka dalam pengembangan paradigma baru wakaf lebih menitikberatkan pada

aspek pemanfaatan yang lebih nyata tanpa kehilangan eksistensi benda wakaf itu

sendiri. Untuk mengembangkan dan mengembangkan aspek kemanfaatannya, tentu

yang sangat berperan sentral adalah sistem manajemen pengelolaan yang diterapkan.

Untuk itu sebagai salah satu elemen penting dalam pengembangan paradigma

baru wakaf, sistem manajemen pengelolaan wakaf harus ditampilkan lebih

profesional dan modern. Disebut profesional dan modern itu bisa di lihat pada

aspek-aspek pengelolaan:

a). Kelembagaan

Untuk mengelola benda-benda wakaf secara produktif, yang pertama harus

dilakukan adalah perlunya pembentukan suatu badan atau lembaga yang khusus

mengelola wakaf yang ada dan bersifat nasional yang diberi nama Badan Wakaf

Indonesia (BWI). Badan Wakaf Indonesia ini secara organisatoris harus bersifat

independen, dimana pemerintah dalam hal ini sebagai fasilitator, regulator,

motivator dan pengawasan. Tugas utama badan ini adalah memberdayakan wakaf,

42

(43)

baik wakaf benda bergerak maupun benda tidak bergerak yang ada di Indonesia

sehingga dapat memberdayakan ekonomi umat.

Selain lembaga BWI yang akan menjadi pioner pengelolaan wakaf,

lembaga-lembaga nadzir yang sudah ada selama ini harus ditata sedemikian rupa agar bisa

menjalankan tugas-tugas kenadziran secara lebih maksimal.

b). Pengelolaan Operasional

Yang dimaksud dengan standar operasional pengelolaan wakaf adalah batasan

atau garis kebijakan dalam mengelola wakaf agar menghasilkan sesuatu yang lebih

bermanfaat bagi kepentingan masyarakat banyak. Pengelolaan operasional ini terasa

sangat penting dan menentukan berhasil tidaknya manajemen pengelolaan secara

umum. Adapun standar operasional itu meliputi; seluruh rangkaian program kerja

(action plan) yang dapat menghasilkan sebuah produk (barang atau jasa). Standar

keputusan operasional merupakan tema pokok dalam operasi kelembagaan nadzir

yang ingin mengelola secara produktif. Keputusan yang dimaksud disini berkenaan

dengan lima fungsi utama manajemen yaitu proses, kapasitas, sediaan (inventory),

tenaga kerja dan mutu.

Proses, keputusan mengenai proses, termasuk proses fisik, berkenaan dengan

fasilitas yang akan dipakai untuk memproduksi barang dan jasa. Juga menyangkut

tipe peralatan dan teknologi, atau proses, penyusunan fasilitas dan aspek-aspek lain

yang menyangkut peralatan secara fisik atau fasilitas jasa. Kapasitas, keputusan

mengenai kapasitas diperlukan untuk menghasilkan jumlah produk yang tepat, di

(44)

dengan sediaan ini mencakup apa yang akan dipesan, berapa banyak, dan kapan

dipesan. Sistem pengendalian sediaan dipakai untuk mengatur bahan-bahan mulai

dari pembeliannya sebagai bahan mentah, proses pembuatan, sampai menjadi

barang jadi. Tenaga kerja, pengelolaan SDM merupakan hal yang sangat penting

dalam operasional lembaga kenadziran, mengingat tidak ada sesuatu yang dapat

diselesaikan tanpa SDM yang mencukupi. Mutu, salah satu fungsi terpenting dari

bagian operasi adalah bertanggung jawab atas mutu barang atau jasa yang

dihasilkan.

c). Kehumasan

Dalam mengelola benda-benda wakaf, maka peran kehumasan (pemasaran)

dianggap menempati posisi penting. Fungsi dari kehumasan itu sendiri

dimaksudkan untuk:43

•Memperkuat image bahwa benda-benda wakaf yang dikelola oleh nadzir

profesional betul-betul dapat dikembangkan dan hasilnya untuk kesejahteraan

masyarakat banyak.

•Meyakinkan kepada calon wakif yang masih ragu-ragu apakah benda-benda yang

ingin diwakafkan dapat dikelola secara baik atau tidak. Dan peran kehumasan

juga dapat meyakinkan bagi orang yang tadinya tidak tertarik menunaikan ibadah

wakaf menjadi tertarik.

43

(45)

•Memperkenalkan aspek wakaf yang tidak hanya berorientasi pada pahala

oriented, tapi juga memberikan bukti bahwa ajaran Islam sangat menonjolkan

aspek kesejahteraan bagi umat manusia lain, khususnya bagi kalangan yang

kurang mampu.

d). Sistem Keuangan

Penerapan sistem keuangan yang baik dalam sebuah proses pengelolaan

manajemen lembaga kenadziran sangat terkait dengan:

Akuntansi, pada awalnya akuntansi lebih diwarnai dan relatif terbatas pada

aspek pertanggung jawaban belaka. Namun dalam perkembangannya, akuntansi

mengalami transformasi sebagai salah satu sumber informasi dalam pengambilan

keputusan bisnis. Ini membawa konsekuensi, misalnya pada bentuk dan kandungan

laporannya. Bila dalam tahapan awal ada penekanan yang berlebih pada aspek

neraca, misalnya, kemudian beralih kepada aspek laba rugi. Sebagian besar

lembaga wakaf memakai format yayasan yang lebih bernuansakan sosial dan

nirlaba, dari pada komersial dapat memakai pendekatan akuntansi data.

Auditing, yang dimaksud dengan auditing adalah bahwa pihak pelaksana

(nadzir/pengelola harta wakaf) melaporkan secara terbuka tugas dan amanah yang

diberikan kepadanya, dan pihak yang memberikan amanah mendengarkan.44

2. Pengawasan dalam Perspektif Hukum Islam

a. Pengertian dan Pembahasan

44Ibid

(46)

Pengawasan atau pengendalian didefinisikan sebagai suatu upaya sistematis

untuk menetapkan standar prestasi kerja dengan tujuan perencanaan untuk mendesain

sistem umpan balik informasi; untuk membandingkan prestasi yang sesungguhnya

dengan standar yang telah ditetapkan itu; menentukan apakah ada penyimpangan

tersebut; dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa

semua sumberdaya organisasi telah digunakan dengan cara paling efektif dan efisien

guna tercapainya tujuan organisasi.

Pengawasan dalam pandangan Islam dilakukan untuk meluruskan yang tidak

lurus, mengoreksi yang salah, dan membenarkan yang hak. Pengawasan (control)

dalam ajaran Islam (hukum syariah), paling tidak terbagi menjadi dua hal.

Pertama, kontrol yang berasal dari diri sendiri yang bersumber dari tauhid dan

keimanan kepada Allah SWT. Seseorang yang yakin bahwa Allah SWT pasti

mengawasi hamba-Nya, maka ia akan bertindak hati-hati. Ketika sendiri, ia yakin

bahwa Allah yang kedua dan ketika berdua, ia yakin Allah yang ketiga.

KV

&'

#S

+,&'

01

Ve7

#;

#

k-?

V% >

NN

# %&

k-?

YZK[J\

#

q

"#;

Wr%

9st

uv w>e7&5

x]-%

y

(59

-3

%[

O]%&

uvMNd z

x]-%

y

KV|}~

6

!

(47)

k €6&'

a

 •

•]%&

%

‚P&'

x]-%

y

(59

#

#? @&'

#

DA)m

V

5

59ƒ- "#„;

-3

7

d)

#…K #;

v

>%6

+,-01

o†‡ W-3

u (

)*

f ˆ-7#8

!

I#q

P

R

45

Artinya: “Tidaklah kamu perhatikan bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dialah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dialah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembiacaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka dimana pun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (Al-Mujadillah: 7)

Kedua, sebuah pengawasan akan lebih efektif jika sistem pengawasan tersebut

juga dilakukan dari luar diri sendiri. Sistem pengawasan itu dapat terdiri atas

mekanisme pengawasan dari pemimpin yang berkaitan dengan penyelesaian tugas

yang telah didelegasikan, kesesuaian antara penyelesaian tugas dan perencanaan

tugas, dan lain-lain.

Sebuah contoh pengawasan pada zaman Rasulullah SAW, berkaca pada

sejarah hidup, Rasulullah saw, melakukan pengawasan yang benar-benar menyatu

dalam kehidupan. Jika ada seseorang yang melakukan kesalahan, maka pada saat itu,

Rasulullah menegurnya sehingga tidak ada kesalahan yang didiamkan. Rasulullah

45

(48)

pernah melihat seseorang yang wudhunya kurang baik, ia langsung menegur pada

saat itu juga.

b. Prasyaratan Pengawasan

1. Pengawasan membutuhkan perencanaan

Jelaslah kiranya, bahwa sebelum teknik pengawasan dapat dipergunakan atau

disusun sistemnya, pengawasan harus didasarkan kepada perencanaan dan

bahwa perencanaan yang lebih jelas, lebih lengkap, dan lebih terpadu akan

meningkatkan efektivitas pengawasan.

2. Pengawasan membutuhkan struktur organisasi yang jelas

Pengawasan yang bertujuan untuk mengukur aktivitas dan dilaksanakan.

Untuk itu harus diketahui orang yang bertanggung jawab atas terjadinya

penyimpangan rencana dan yang harus mengambil tindakan untuk

membetulkannya.

c. Teknik Pengawasan

1. Teknik Pengawasan Tradisional: Anggaran

Penganggaran adalah perumusan rencana dalam angka-angka untuk periode

tertentu dimasa depan. Dengan demikian, anggaran adalah laporan tentang

hasil-hasil yang diantisipasikan dalam angka keuangan, seperti dalam

anggaran penghasilan dan pengeluaran serta anggaran modal atau dalam

istilah yang non keuangan seperti dalam anggaran jam tenaga kerja langsung,

bahkan baku, volume penjualan fisik atau produksi unit.

(49)

Tentu saja banyak sarana pengawasan tradisional yang tidak ada hubungannya

dengan anggaran, meskipun diantaranya sedikit banyak ada hubungannya

dengan pengawasan anggaran. Sarana yang paling penting diantaranya adalah

data statistik, laporan dan analisis khusus, analisis tentang titik pulang pokok,

audit operasional, observasi personal, dan analisis jaringan waktu kejadian.

d. Fungsi Pengawasan menurut Hukum Islam

Fungsi manajerial pengawasan adalah mengukur dan mengoreksi prestasi

kerja bawahan guna memastikan bahwa tujuan organisasi di semua tingkat dan

rencana yang di desain untuk mencapainya sedang dilaksanakan. Pengawasan

membutuhkan prasyarat adanya perencanaan yang jelas dan matang serta struktur

organisasi yang tepat. Dalam konteks ini, implementasi syariah diwujudkan melalui

tiga pilar pengawasan, yaitu:46

1. Ketakwaan individu. Seluruh personel SDM Perusahaan dipastikan dan di bina

agar menjadi SDM yang bertaqwa.

2. Kontrol anggota. Dengan suasana yang mencerminkan formula TIM, maka proses

keberlangsungan organisasi selalu akan mendapatkan pengawalan dari para SDM

nya agar sesuai dengan arah yang telah ditetapkan.

3. Penerapan (Supremasi) aturan. Org

Gambar

Kelurahan Tabel 1 Jml. Penduduk
 Tabel 2No Kelurahan Masjid
Tabel 3 Sertifikat

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis data menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap kualitas layanan dengan kepuasan konsumen pada pengguna jasa kantor

Selanjutnya nilai yang dimasukkan dikalikan dengan hasil normalisasi bobot kriteria kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan nilai judul skripsi (v) dari setiap dosen

Di Kecamatan Kedungkandang ditemukan jenis talas – talasan yang berasal dari genus Colocasia yaitu: Talas Bentul putih, Talas Bentul dan Talas Bentul hitam yang dapat

Pemuda desa Cihideung Udik yang sebagian besar tidak memiliki lahan pertanian ini hanya melihat pertanian dari buruh tani yang bekerja kasar dengan upah yang kecil sehingga

Sebuah kapasitor daya atau yang dikenal dengan kapasitor bank harus mempunyai daya Qc yang sama dengan daya reaktif dari sistem yang akan diperbaiki faktor

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 91 Tahun 2015 Tentang Standar Pelayanan Transfusi Darah.. Inkompatibilitas Dalam

1. Panitia mengajukan surat permohonan dan proposal penyelenggaraan kegiatan kepada Waket III yang ditandatangani oleh Ketua Panitia setelah diperiksa dan disetujui oleh

Meskipun total mikroba pada miso K3S2 lebih rendah dari kontrol namun produk ini masih bisa dikatakan aman dengan adanya penambahan garam yang dapat