• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diplomasi Thailand-Malaysia dalam mengatasi gerakan separatis di Thailand Selatan periode 2000-2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Diplomasi Thailand-Malaysia dalam mengatasi gerakan separatis di Thailand Selatan periode 2000-2009"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

GERAKAN SEPARATIS DI THAILAND SELATAN

PERIODE 2000-2009

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S1)

oleh:

Desy Arisandy

NIM: 106083002799

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Secara geografis Thailand dan Malaysia merupakan dua negara yang saling berdekatan satu sama lain. Kedua negara tetangga ini hanya dibatasi oleh daratan yang relatif sangat dekat. Maka wajar, bila kedua negara tersebut saling melakukan kerjasama dalam berbagai bidang, baik itu ekonomi, sosial, pendidikan dan lain sebaginya. Akan tetapi, dalam kurun waktu tertentu yakni sejak gerakan separatis di Thailand Selatan kembali memanas di tahun 2004, hubungan kedua negara ini sempat mengalami ketegangan. Hal ini terkait dengan adanya konflik yang mencapai skala masif di Thailand Selatan dan dampaknya yang meluas hingga ke wilayah Malaysia Utara. Berbagai upaya dan kebijakan coba ditempuh untuk mengatasi gerakan separatis tersebut. Untuk mengatasi gerakan separatis dan memperbaiki hubungan diplomatik yang sempat mengalami benturan, maka Thailand-Malaysia menempuh jalan diplomasi.

Konflik Thailand Selatan telah menjadi masalah bagi negara Thailand. Dampak negatifnya telah menimbulkan banyak kerugian bagi negara Thailand. Bahkan yang lebih parahnya lagi, Malaysia sebagai negara tetangga turut merasakan dampak negatif tersebut. Oleh sebab itu, kedua negara pun menyadari akan pentingnya untuk melakukan hubungan diplomasi agar konflik tersebut dapat selesai. Tidak hanya itu, penyelesaian konflik akan membuat hubungan Thailand-Malaysia kembali membaik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui diplomasi yang dilakukan oleh Thailand dan Malaysia dalam mengatasi gerakan separatis di Thailand Selatan. Tidak hanya itu, juga untuk mengetahui langkah-langkah yang dilakukan antara Thailan-Malaysia agar gerakan separatis dapat teratasi. Upaya itu pun dilakukan dengan jalan damai yakni dimulai dengan melakukan kunjungan yang dilakukan antar kedua pemimpin negara. Bahkan kedua negara pun sepakat untuk memetakan masalah yang terjadi di Thailand Selatan dan merumuskan upaya yang hendak direalisasikan kemudian. Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teori yakni diplomasi, kerjasama keamanan, kepentingan nasional dan kebijakan luar negeri. Dalam penelitian ini metode yang digunakan yakni kualitatif. Adapun teknik penelitian yang digunakan dalam menyusun skripsi yaitu melalui studi pustaka (library research) dengan melihat data-data sekunder yang relevan dengan tema yang tengah diangkat dalam penelitian ini. Adapun sumbernya didapat melalui buku-buku, jurnal, laporan, surat kabar, artikel, fasilitas website dan lain sebagainya.

Meskipun hingga saat ini gerakan separatis masih belum teratasi karena mereka telah berjanji akan terus melakukan perlawanan hingga diberikan hak otonomi khusus atau kemerdekaan. Selain itu, karena kesepakatan yang dilakukan demi kesejahteraan penduduk Thailand Selatan masih dirasakan belum merata oleh penduduk yang tinggal di Selatan. Oleh sebab itu, baik Thailand-Malaysia hingga saat ini masih terus berupaya mewujudkan keadaan yang kondusif di Thailand Selatan. Pada akhirnya, meskipun masih terus terjadi perlawanan dari para separatis, namun hubungan diplomatik kedua negara yang sempat mengalami ketegangan dapat kembali membaik.

(6)

ii Bismillahirrahmanirrahim,

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat

rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Diplomasi

Thailand-Malaysia Dalam Mengatasi Gerakan Separatis Di Thailand Selatan Periode 2000-2009”. Selesainya tulisan ini tentu tidak lepas dari bantuan berbagai pihak terkait, baik itu tenaga, ide-ide segar, pemikiran dan lain sebagainya. Oleh

karena itu, dalam kesempatan ini penulis hendak mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Bachtiar Effendy sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dina Afrianty, Ph.D., sebagai ketua Jurusan Hubungan Internasional dan Agus

Nilmada Azmi, S.Ag, M.Si., sebagai sekretaris Jurusan Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. M. Adian Firnas, M.Si., sebagai dosen pembimbing yang dengan begitu sabar

membimbing penulis, bahkan ketika sedang dalam masa-masa sulit sekalipun.

Terimakasih untuk segenap ilmu, ide, pemikiran, pengalaman, kesabaran dan lain

sebagainya selama ini.

4. Ali Munhanif, Ph.D., sebagai dosen pembimbing akademik penulis.

5. Badrus Sholeh, MA., yang telah bersedia meluangkan waktunya ditengah-tengah

kesibukan beliau, untuk membaca skripsi penulis dan memberikan beberapa

(7)

iii

Motivasi beliau telah mampu dan menjadikan penulis dapat bertahan hingga saat

ini. Nazaruddin Nasution, SH, MA., terimakasih untuk segenap pengetahuan dan

ilmu yang telah diberikan selama penulis menempuh studi di program Hubungan

Internasional.

7. Bapak/Ibu Dosen Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah

mengajarkan berbagai ilmu dan pengalaman sehingga penulis mampu melewati

semua ini.

8. Segenap Staf Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

9. My beloved family, mama Ratna Sari dan ayah Abdul Ghani, Cr, My brother

Rangga Panugali, My sisters Susanty SAS dan Luluk Febrianty, Teh Novi dan ponakanku Sultan Pradana Al-Faqih. Terimakasih atas kesabaran, cinta, kasih

sayang dan motivasinya kepada penulis untuk terus berjuang menyelesaikan

tanggungjawab ini. Semoga kebahagiaan senantiasa mewarnai hidup kita.

10.Big family Forum Lingkar Pena (FLP) Ciputat yang telah menghujaniku dengan canda tawa, menghiasi langkahku dengan berjuta semangat untuk terus berkarya

dan berarti. Tempat segala kegelisahan dan haus akan ilmu ditumpahkan.

Terimakasih atas segala ide-ide segar dan diskusi yang selama ini kita lewati.

11.Manajemen Literary Agency Mata Pena Writer (MPW), Rochmad Widodo, S.pd.I, CH, CHt., Ika Rifqiawati, S.Pd., Nurul Khasanah, S.S., Arief Hidayat,

(8)

iv

12.Manajemen Aksara Publishing Service dan Manajemen Anakkata Publishing

yang telah memberikan bekal dan kesempatan untuk belajar bagaimana

me-manage segala sesuatu agar lebih baik.

13.Manajemen Writer University (WU) dan Event Organizer Team, yang telah

memberikan kepercayaan kepada penulis. Terimakasih pula untuk berbagai ilmu,

canda dan tawa selama ini.

14.Brain Bagus Communication School (Public Speaking School) Program Diploma III (D3) angkatan 2010. Terimakasih untuk segalanya, yang mampu menyadari

penulis akan pentingnya ―berkomunikasi‖, baik itu berkomunikasi pada diri

sendiri maupun untuk orang-orang sekitar.

15.Latansa Institute. Mr. Mahbub Hefdzil Akbar, MA., Mr. Achmad Firdaws

Mainuri, S.S., dan Mr. Lukman Hakim, MA. Terimakasih atas semua ilmu dan

pengalaman yang telah dituangkan kepada penulis.

16.Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) yang telah berikan

kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu sebagai peserta magang di

lembaga independen negara tersebut.

17.Karate UIN (FORKI) yang telah memberikan spirit sebagai seorang juara sejati. 18.Sahabat-sahabat Jurusan Hubungan Internasional (HI) angkatan 2006, khususnya

kelas A. Mohon maaf karena tidak bisa menyebutkan nama kalian semuanya.

Namun, berjuta semangat telah kalian kobarkan kepada penulis, tanpa pernah

(9)

v berbagai referensinya.

20.Segenap staf Perpustakaan Universitas Indonesia (UI) dan seluruh staf

Perpustakaan Miriam Budiardjo yang telah bersedia membantu penulis dalam

mencari berbagai referensi yang dibutuhkan.

21.Segenap staf Perpustakaan Universitas Budi Luhur, Mas Arifin dan seluruh staf

Perpustakaan Universitas Moestopo Beragama, Mbak Wida. Terimakasih untuk

segenap bantuan dan informasinya selama penulis merampungkan tulisan ini.

22.Ali Syafaat, S.Pd. atas kesabarannya menemani penulis bahkan ketika dalam

keadaan tersudut sekalipun. Terimakasih untuk sejuta warna yang telah engkau

berikan.

23.Sahabat-sahabat luar biasa Qory Dewi, S.Sos., M. Gufron Hidayat, SE. Sy., Anah

Nurkhasanah, S.Si., Erick Purnama, Ajie Payumi, S.Pd.I, Ali Rif’an, Linda

Pramitha, Dedik Priyanto, dan seluruh sejawat luar biasa lainnya yang tidak dapat

dituliskan di sini. See you at the top!

24.Cholid, S.S., graduate of Gunadarma University. Thank you so much for

everything, for your time, for your kindness and all.

25.Terimakasih untuk orang-orang terkasih yang pernah kutemui dan tidak dapat

kusebutkan semua. Percayalah! Kalian adalah sumber inspirasiku.

Akhir kata, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan banyak terimakasih

kepada semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Namun, segala

(10)

vi

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis

mohon maaf atas segala kekurangan dan kealfaan tersebut. Semoga Allah swt.

senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin.

Semoga skripsi ini berguna bagi semua.

Salam sukses!

Jakarta, 09 Mei 2012

(11)

vii

BAB II DINAMIKA KONFLIK DI THAILAND SELATAN ... 22

2.1. Latar Belakang Terjadinya Gerakan Separatis di Thailand Selatan ... 22

2.1.1. Faktor Penyebab Gerakan Separatis di Thailand Selatan ... 25

2.1.2. Dampak Konflik Terhadap Stabilitas Negara Thailand ... 30

2.2. Usaha Pemerintah Thailand Dalam Mengatasi Gerakan Separatis di Thailand Selatan ... 31

BAB III IMPLIKASI GERAKAN SEPARATIS DI THAILAND SELATAN TERHADAP KEPENTINGAN THAILAND-MALAYSIA ... 36

3.1. Hubungan Kerjasama Antara Thailand-Malaysia Di Berbagai Bidang……… ... 36

3.2. Implikasi Gerakan Separatis Di Thailand Selatan Terhadap Kepentingan Thailand-Malaysia ... 39

3.2.1. Implikasi Dalam Bidang Politik ... 39

3.2.2. Implikasi Dalam Bidang Keamanan ... 45

(12)

viii

4.1. Program Kerjasama Antara Thailand-Malaysia Dalam Mengatasi

Gerakan Separatis Di Thailand Selatan ... 56

4.2.1.Membangun Ekonomi dan Memberantas Kemiskinan di

Wilayah Perbatasan………... ... 56

4.2.2.Menjaga Stabilitas Wilayah Perbatasan Antar Kedua

Negara……… ... 60

4.2.3.Mengatasi Kewarganegaraan Ganda ... 63

4.2.4.Mencegah Arus Pengungsi atau Perpindahan Penduduk

Secara Ilegal di Kedua Negara………….. ... 65 4.3. Efektivitas Kerjasama Keamanan Thailand-Malaysia Dalam

Mengatasi Gerakan Separatis di Thailand Selatan ... 66

(13)

ix

Pemeluk Agama di Negara Thailand………1

Penempatan Penduduk Buddha dan Muslim Pada Sektor Publik di Thailand

Selatan……... 27 Perbandingan Tingkat Pendidikan di Wilayah Thailand Selatan……….. 29

(14)

1

1.1. Pernyataan Masalah

Negara Thailand yang berbatasan langsung dengan Kamboja, Laos,

Myanmar dan Malaysia ini didirikan pada pertengahan abad XIV dengan nama

Siam. Pada tahun 1939 berubah nama menjadi Thailand. Thailand memiliki sistem

pemerintahan parlementer dan bentuk pemerintahannya adalah monarki

konstitusional dan kepala pemerintahannya adalah perdana menteri. Sejak tahun

1946 hingga saat ini, Thailand memiliki kepala negara Raja Bhumibol Adulyadej.1

Thailand pun terdiri dari penduduk yang memiliki agama berbeda. Tercatat

bahwa mayoritas penduduk Thailand memeluk agama Buddha yakni sebesar 94.6

persen, Muslim 4.6 persen, Kristen 0.7 persen dan lainnya sebanyak 1.0 persen.2 Jika

digambarkan dalam diagram yakni sebagai berikut:

Thailand seperti kebanyakan negara pada umumnya juga mengalami konflik

internal dalam negaranya. Hal ini ditandai dengan adanya gerakan separatis di

1

Militer Dalam Sejarah Politik Thailand, Kompas, Sabtu, 30 September 2006. Hlm. 35.

2

(15)

Thailand Selatan (Pattani Raya). Pada tahun 1902 terjadi aneksasi yang

menyebabkan jatuhnya Pattani Raya ketangan kerajaan Thailand (Siam) dan

terjadinya perjanjian Anglo-Siam pada 1909.3 Inti dari perjanjian ini menyebutkan

bahwa wilayah Pattani Raya (Thailand Selatan) bukan sebagai sebuah kerajaan

Melayu lagi, tetapi menjadi wilayah kerajaan Thailand (Siam).4

Wilayah Selatan Thailand yang dahulunya memiliki otoritas sendiri harus

bergabung mengikuti kebijakan kerajaan Thailand. Dilihat secara geografis,

perubahan wilayah yang terjadi di selatan Thailand yang asalnya merdeka dan

merupakan mayoritas kemudian berubah sebagai wilayah subordinat Thailand serta

menjadi minoritas dilevel nasional.5

Akibatnya, hadirlah gerakan separatis yang ingin memperoleh otonomi

khusus atau memerdekakan diri akibat adanya perasaan termarjinalkan dialami oleh

masyarakat atau etnis yang tinggal di bagian selatan Thailand. Kesenjangan ekonomi

dan pembangunan serta pendapatan perkapita penduduk yang lebar antara wilayah

Metropolis, Timur Laut dan Utara dengan bagian selatan juga menjadi salah satu

penyebab.6 Hal inilah yang membuat kekecewaan dan menimbulkan kecemburuan

sosial. Sehingga pada akhirnya, masyarakat Thailand Selatan ingin mengatur diri

sendiri dengan cara otonomi atau memerdekakan diri.

Adanya keinginan yang kuat untuk memerdekakan diri juga karena adanya

ketimpangan ekonomi, sosial, politik dan sebagainya yang dialami Thailand Selatan,

3

Neil J. Melvin, Conflict in Southern Thailand; Islamism, Violence and the State in The Patani Insurgency, Sweden: SIPRI (Stockholm International Peace Research Institute) Policy Paper No.20, September 2007. Hlm. V.

4

Paulus Rudolf Yuniarto, Minoritas Muslim Thailand; Asimilasi, Perlawanan Budaya dan Akar Gerakan Separatisme, Jakarta: Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume VII No. 1 Tahun 2005. Hlm. 91.

5Ibid

, hlm. 91.

6

(16)

adanya dominasi elit politik di sektor publik oleh etnis Thai terhadap

Melayu-Muslim dalam pemerintahan ditingkat nasional maupun lokal. Selain itu,

diberlakukannya konsep pendidikan sekuler, di mana setiap sekolah diharuskan

menggunakan bahasa Thai. Semakin membuat Muslim-Melayu terpinggirkan.

Apalagi, penduduk di Selatan Thailand mayoritas beragama Muslim dan berbahasa

Melayu yang telah mengakar ratusan tahun.7 Tercatat bahwa penduduk di Selatan

Thailand 78.2 persen Muslim sedangkan 21.8 persen adalah Buddha.8

Atas dasar berbagai ketimpangan itulah hadir gerakan separatis hingga

mencapai skala puncaknya pada tahun 2004, yang ditandai dengan munculnya

kebangkitan Muslim-Melayu. Akibat konflik tersebut tercatat lebih dari 1843 insiden

terjadi di wilayah Thailand Selatan sepanjang tahun 2000-2004.9 Jumlah jantuhnya

korban dan kerugian yang dialami semakin hari semakin bertambah. Setidaknya

lebih dari 4.300 orang terbunuh di wilayah yang mayoritas dihuni Muslim tersebut.10

Akibat gerakan separatis telah menyebabkan berbagai kerugian, baik itu

menimbulkan kerugian materi, jatuhnya korban, menimbulkan instabilitas,

memberikan citra negatif Thailand dimata internasional dan lain sebagainya. Maka

untuk mengatasinya pemerintah Thailand mengeluarkan status darurat militer pada

30 Agustus 2005. Status darurat militer tersebut dapat memberlakukan banyak hal,

misalnya penyadapan, penggeledahan dan penangkapan terhadap orang yang

7Jhon Funston, Thailand’s Southern Fires: The Malaysian Factor, Research School of Pacific

and Asian Studies (RSPAS), Canberra: Autralian National University, 2006. Hlm. 56.

8

Jitpiromsri, Srisompob with Panyasak Sobhonvasu, Unpacking Thailand’s Southern Conflick; The Poverty of Structural Explanations, Routledge: Critical Asian Studies 38:1 Tahun 2006. Hlm. 102.

9Ibid

. Hlm. 97.

10Tiga Bom Meledak di Thailand Selatan,

(17)

dicurigai melakukan aksi kekerasan dan mengacaukan situasi.11 Akan tetapi,

penerapan status darurat militer justru menimbulkan ketakutan di wilayah Selatan.

Ini semua karena terjadinya jumlah korban tewas (angkanya mencapai ribuan).12

Akibatnya, terjadilah eksodus besar-besaran penduduk di Selatan yang

bergerak memasuki wilayah Malaysia untuk mencari suaka. Hal ini karena jarak

geografis yang dekat, yakni wilayah perbatasan Thailand-Malaysia hanya dibatasi

oleh daratan. Tidak hanya itu, para separatis yang dicari oleh pemerintah Thailand

juga kerap memasuki wilayah Malaysia. Tentu Malaysia khawatir dengan keadaan

tersebut.

Kekhawatiran Malaysia dilatarbelakangi beberapa hal, misalnya karena

wilayah perbatasan yang sangat dekat, sehingga menimbulkan ketakutan bagi

penduduk Malaysia yang tinggal diperbatasan tersebut. Sebagai salah satu contoh

misalnya, ketika pemberontak Thailand Selatan diburu oleh pemerintah setempat.

Umumnya melarikan diri ke wilayah perbatasan, bahkan hingga memasuki wilayah

Malaysia. Tentu saja, atas kejadian ini bisa menimbulkan gangguan keamanan bagi

penduduk di lintas batas Malaysia.

Selain itu, dalam menyikapi eksodus 131 penduduk Thailand ke Malaysia

juga menjadi dilematis tersendiri bagi Malaysia. Pihak Malaysia ingin memberikan

perlindungan sementara bagi penduduk tersebut, setidaknya hingga status darurat

militer dicabut oleh pemerintah Thailand. Akan tetapi, kejadian ini justru

menimbulkan reaksi berbeda dari pemerintah Thailand. Thailand (Bangkok)

mengeluh atas sikap Kuala Lumpur yang menerima 131 penduduk.13

11

Wimpi Wibisono, Malaysia Khawatirkan Status Darurat Thailand Selatan, Republika, 9 Februari 2007.

12

Taufiqulhadi, Mengharap Damai di Pattani, Sinar Harapan, 24 September 2005.

13Malaysia-Thailand Saling Kecam

(18)

Sejak status darurat milter diberlakukan oleh Thailand pada tahun 2005 yang

mengakibatkan eksodus penduduknya ke Malaysia, hubungan antara Thailand dan

Malaysia mengalami ketegangan hubungan diplomatik. Hal ini ditandai dengan

saling kecam dan tuduh antara Thailand-Malaysia. Menteri Luar Negeri Malaysia

Syed Hamid Albar, ia mengatakan bahwa, ―Kami tidak akan mengajari Thailand

bagaimana melaksanakan kebijakan luar negeri. Dan saya akan meminta mereka

untuk tidak mengajari kami bagaimana menjalankan kebijakan luar negeri kami.‖14 Pihak Thailand pun beranggapan bahwa setiap separatis yang melarikan diri

ke wilayah Malaysia selalu mendapatkan perlindungan khusus dari Malaysia. Di lain

pihak, pemerintah Thailand tidak terima karena menganggap Malaysia terlalu ikut

campur dengan permasalahan di Thailand. Sedangkan pihak Malaysia sendiri

menyatakan bahwa tidak ada dasar yang dapat membenarkan setiap kelompok atau

negara untuk mengambil tindakan terhadap negara lain.15 Maka tercatat sejak tahun

2005 hingga tahun 2007 Thailand-Malaysia mengalami ketegangan hubungan

diplomatik terkait gerakan separatis yang belum teratasi.

Memasuki tahun 2007 hingga tahun 2009, kedua negara mulai menyadari

bahwa saling kecam justru tidak akan menyelesaikan masalah. Oleh sebab itu, baik

Thailand maupun Malaysia mulai menjalin hubungan baik untuk mengatasi gerakan

separatis, Syed Hamid Albar di Kuala Lumpur misalnya menyatakan bahwa, ―Kami

dapat membantu selama tak mencampuri urusan dalam negeri.‖16

Maka sejak saat

http://www.suaramerdeka.com/harian/0510/19/int03.htm. Diakses pada 24 Oktober 2011.

14Ibid. 15

Ian Storey, Peran Malaysia Dalam Pemberontakan Thailand Selatan,

http://www.jamestown.org/singel/%3Fno_cache%3D1%26tx_ttnews%255Btt_news%255D %3D1043. Diakses pada 24 Oktober 2011.

16

Ron Corben, Apakah Malaysia Bisa Membantu Mengakhiri Konflik di Thailand Selatan?

(19)

itulah kedua negara mulai melakukan kunjungan dan membangun kesepakatan untuk

mengatasi gerakan separatis.

Thailand-Malaysia pun sepakat untuk memetakan rangkaian upaya

sosial-ekonomi untuk mengakhiri ketegangan dan gerakan separatis di wilayah selatan

Thailand. Hal ini sebagaimana yang diungkap oleh Menteri Luar Negeri Malaysia

Syed Hamid Albar yang menyatakan bahwa ketegangan yang terjadi di wilayah

mayoritas Muslim di negeri mayoritas Buddha tidak terkait dengan agama atau

Islam, ―Itu tidak ada hubungannya dengan Islam. Warga Muslim dan Buddha telah

hidup damai di sana sebelumnya. Di sana ada perasaan teralienasi, ditinggal dan

problem sosio-ekonomi.‖17

Rangkaian kunjungan dan berbagai upaya ditempuh demi terciptanya

perdamaian. Itu semua sebagai salah satu bentuk upaya untuk mengatasi rangkaian

ketegangan yang terjadi di negeri Gajah Putih tersebut dan demi membaiknya

hubungan Thailand-Malaysia akibat konflik.

1.2. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pernyataan penelitian ini yaitu

bagaimana diplomasi Thailand-Malaysia dalam mengatasi gerakan separatis di Thailand Selatan periode 2000-2009?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun maksud dan tujuan penelitian ini, yaitu:

a) Mengetahui sejauhmana diplomasi antara Thailand-Malaysia dalam

mengatasi gerakan separatis di Thailand Selatan.

17

Redaksi, Thailand-Malaysia Petakan Atasi Ketegangan di Thailand Selatan,

(20)

b) Mengetahui langkah-langkah diplomasi Thailand-Malaysia dalam

mengatasi gerakan separatis di Thailand Selatan.

1.4. Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai Thailand Selatan ternyata menarik banyak peneliti, salah

satunya yakni dilakukan oleh Bonny Ardianto yang mengambil judul skripsi tentang

Terjadinya Konflik di Thailand Selatan Memberikan Dampak Terhadap Hubungan Bilateral Malaysia-Thailand (Periode 2004-2005). Penelitian yang dilakukan di tahun 2008 pada Universitas Moestopo (beragama) ini, Bonny lebih menekan

mengenai akibat konflik yang dapat mengakibatkan adanya bentuk ketegangan

keduabelah pihak, yakni Malaysia dan Thailand. Akibat dari aksi kekerasan yang

terjadi di Thailand Selatan, sebanyak 131 warga muslim Thailand selatan mengungsi

ke Malaysia. Akibatnya, sejak terjadi peristiwa itu hubungan kedua negara

mengalami ketegangan. Tidak hanya itu, Bonny juga menggambarkan lebih lanjut

mengenai pengaruh dari konflik Thailand Selatan terhadap hubungan bilateral

Thailand. Bonny pun berkesimpulan bahwa hubungan bilateral

Malaysia-Thailand menegang akibat terjadinya konflik di Malaysia-Thailand Selatan.

Beberapa poin penting telah dipaparkan pada penelitian tersebut. Akan tetapi,

tulisan itu lebih mengedepankan akibat konflik yang ditimbulkan di Thailand selatan

ternyata mengakibatkan ketegangan antar kedua negara. Penelitian Bonny tersebut

tidak menjelaskan bagaimana atau upaya-upaya apa saja yang dilakukan agar kedua

hubungan Thailand-Malaysia dapat rujuk kembali seperti sedia kala. Bagaimana

kedua negara itu saling membangun kembali kepercayaan setelah sempat menegang

untuk beberapa saat pun tidak dijelaskan. Maka pada penelitian kali ini, mencoba

(21)

Penelitian selanjutnya, yakni dilakukan oleh Rizanti Ambarany. Dalam

skripsinya, Rizanti mengambil tema Kepentingan Malaysia Membantu Pemerintah Thailand Menyelesaikan Konflik Separatis Di Thailand Selatan Periode 2004-2008. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2009 pada Universitas Moestopo (Beragama).

Dalam tulisannya, Rizanti menekankan untuk melihat dan mengetahui kepentingan

Malaysia membantu pemerintah Thailand. Ia juga hendak mengetahui peran apa saja

yang dilakukan oleh Malaysia terhadap penyelesaian konflik separatis di Thailand

Selatan. Adapun beberapa peran yang telah diungkap dalam penelitian Rizanti sudah

cukup konfrehensif dan detail. Beberapa poin penting pun sudah dijelaskan dengan

rinci. Ia memaparkan mengenai pemberantasan separatis, pembangunan ekonomi,

mengatasi kewarganegaraan ganda dan lain sebagainya. Oleh karena itu, kepentingan

Malaysia membantu pemerintah Thailand untuk mengatasi konflik di Thailand

Selatan agar konflik tersebut tidak menyebar ke Malaysia.

Dalam tulisan tersebut, peneliti melihat bagaimana konflik coba untuk diatasi

dengan cara-cara yang dilakukan Malaysia. Melihat dari sudut pandang atas dasar

kepentingan Malaysia agar konflik tidak menyebar luas ke negara tersebut.

Sedangkan dalam penelitian kali ini, penulis hendak melihat dari dua sisi yakni

berdasarkan kepentingan Thailand dan Malaysia. Hal tersebut pun dilakukan dengan

berbagai cara, salah satunya yakni dengan melakukan kunjungan, kesepakatan yang

merupkan bagian dari diplomasi.

Dalam penelitian ini penulis tidak hanya berusaha mengedepankan satu

negara, akan tetapi kedua belah pihak, baik itu dampak yang diakibatkan konflik di

Thailand Selatan, upaya kedua negara untuk mengatasi konflik di perbatasan dan

(22)

bagian dari diplomasi. Bagi Thailand diplomasi yang dilakukan sebagai upaya untuk

mengatasi gerakan separatis yang tidak dapat diatasinya sendiri. Sehingga Thailand

berharap gerakan separatis dapat teratasi dan juga hubungan baik dengan Malaysia

dapat kembali membaik. Begitu pun sebaliknya, Malaysia khawatir stabilitas

wilayahnya terganggu dan juga khawatir akan ketegangan hubungan diplomatiknya

dengan Thailand.

1.5. Kerangka Pemikiran 1.5.1. Diplomasi

Dalam mengatasi permasalahan yang terjadi dapat dilakukan dengan

berbagai macam cara, salah satunya yakni dengan diadakannya diplomasi.

Dalam hal ini diplomasi dapat ditempuh dengan berbagai bidang atau hal.

Misalnya, dilakukan dengan adanya kerjasama, kesepakatan, resolusi konflik

dan lain sebagainya. Hal ini sebagaimana yang diungkap oleh Louise

Diamond dan Ambassador John McDonald, dalam bukunya yang berjudul

Multi Track Diplomacy: A System Approach to Peace. Kedua ahli tersebut menjelaskan bahwa;

Diplomacy is a peaceful political process between nation-states that seeks the structure, shape, and manage over time a system of international relationships to secure the nation’s interests. Utilized in the pursuit of many kinds of objectives – political, economic, national, trade, aid, human rights, arms control, scientific, cultural, and academic enrichment diplomacy is both a peacebuilding and a peacemaking activity. It works at the government level enhance trust, confidence, and understanding among nations as well as to provide negotiation, mediation, crisis intervention and conflict resolution; it also seeks to prevent war.18

18

(23)

Adapun diplomasi menurut Barston yakni sebagai manajemen

hubungan antar negara atau hubungan antar negara dengan aktor-aktor

hubungan internasional lainnya. Negara, melalui perwakilan resmi dan

aktor-aktor lain berusaha untuk menyampaikan, mengoordinasikan dan

mengamankan kepentingan nasional khusus atau yang lebih luas, yang

dilakukan melalui korespondensi, pembicaraan tidak resmi, saling

menyampaikan cara pandang, lobi, kunjungan, dan aktivitas-aktivitas lainnya

yang terkait.19

Selain itu, dalam Random House Dictionary, diplomasi diartikan sebagai berikut.

―the conduct by government official of negotiations and other relations between nations; the art of science of conducting such negotiations, skill in managing negotiations, handling of people so that there is little or no ill-will tact‖.20

Selain pengertian-pengertian di atas, diplomasi juga diartikan sebagai

seni serta praktek dalam melakukan perundingan antar bangsa (the art and practice of conducting negotiations between nations) atau dapat juga didefinisikan sebagai keterampilan dalam mengelola serba urusan tanpa

menimbulkan permusuhan (the skill in handling affairs without hostility). Namun, meskipun diplomasi memiliki beragam arti, intinya yakni the actual conduct of foreign relation (pelaksanaan hubungan luar negeri secara nyata).21

19

Sukawarsini Djelantik, Diplomasi antara Teori dan Praktik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008. Hlm. 4.

20

Setyo Widagdo dan Hanif Nur Widhiyanthi, Hukum Diplomatik dan Konsuler; Buku Ajar untuk Mahasiswa, Malang: Bayumedia Publishing, 2008. Hlm. 5.

21

(24)

Diperlukannya diplomasi dalam menyikapi kasus yang terjadi di

Thailand Selatan, karena di dalam diplomasi itu sendiri memiliki tujuan yang

baik demi terciptanya sebuah jalan damai yang tidak bisa diwujudkan oleh

negara bersangkutan. Oleh sebab itu, Thailand membutuhkan negara lain

sebagai upaya untuk mengatasi kasus yang telah berlangsung di wilayah

Selatan. W.W. Kulski dalam bukunya yang berjudul International Politics in A Revolutionary Age, memaparkan mengenai tujuan dari diplomasi itu sendiri, yakni ―to strive for the achievement of national objectives by

peaceful means i.e. by negotiations with other states,‖ (berusaha mencapai

tujuan-tujuan nasional dengan jalan damai, yaitu dengan melakukan

perundingan-perundingan dengan negara-negara lain).22

Diplomasi adalah berbentuk cara-cara untuk mencapai tujuan serta

memperoleh hasil yang diharapkan dalam hubungan internasional dengan

menggunakan kecerdasan dan kelincahan berkenaan dengan pelaksanaan

hubungan resmi antara pemerintah dari negara-negara berdaulat.23 Diplomasi

merupakan manajemen dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri. Seni

dan profesionalisme untuk menghasilkan konsensus serta menghindari

munculnya konflik kepentingan ke permukaan dalam rangka hubungan luar

negeri atau dalam sistem internasional.24

Dalam hal ini sejak kembali memanasnya gerakan separatis di

Thailand Selatan, menimbulkan keinginan Malaysia untuk membantu

tetangganya tersebut. Mengingat konflik yang terjadi di Thailand Selatan

(25)

telah berlangsung lama dan belum juga menemui titik terang, maka memang

sudah sepatutnya pemerintah Thailand menggunakan cara damai untuk

mengatasi separatis dengan melakukan perundingan atau kesepakatan dengan

negara lain sebagai bagian dari diplomasi. Apalagi hubungan

Thailand-Malaysia sempat mengalami ketegangan.

Diplomasi adalah mencakup penggunaan dan pemanfaatan pengaruh

serta kapabilitas suatu negara dengan menggunakan cara damai—umumnya melalui perundingan—untuk menghasilkan kesepakatan dengan negara lain dan mendapatkan kesediaan guna melakukan hal-hal yang diharapkannya.

Demikian pula sebaliknya, dapat digunakan untuk menghasilkan kesepakatan

agar tidak melakukan hal-hal yang tidak dikehendaki dan tidak

diharapkannya. 25

Pada akhirnya, Thailand-Malaysia pun sepakat melakukan diplomasi

dalam menghadapi separatis dan mengatasi ketegangan yang pernah terjadi.

Selanjutnya, diadakannyalah kunjungan yang dilakukan oleh Perdana

Menteri Malaysia Abdullah Badawi ke Thailand. Pada kunjungan kala itu,

kedua negara sepakat mempererat hubungan antar kedua negara. Dalam

kunjungan kenegaraan yang berlangsung selama tiga hari tersebut, pihak

pemerintahan Malaysia menawarkan bantuan untuk penyelesaian konflik di

Thailand Selatan.26

Kunjungan balasan pun dilakukan oleh pemerintahan Thailand, yakni

Perdana Menteri Thailand Thaksin Sinawatra mengunjungi Malaysia.

25Ibid

, hlm. 57.

26

Ron Corben, Apakah Malaysia Bisa Membantu Mengakhiri Konflik di Thailand Selatan?

(26)

Adapun agenda yang dibicarakan yakni mengenai penyelesaian di Thailand

Selatan.27

1.5.2. Kerjasama Keamanan

Dalam menjalin hubungan bernegara maka penting bagi setiap negara

untuk saling menjaga keamanan bersama. Akan tetapi, ketika terjadi

instabilitas, tentunya setiap negara harus bersatu untuk mewujudkan

keamanan tersebut. Keamanan memang keniscayaan yang harus diwujudkan

secara bersama-sama. Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah dengan

melakukan kerjasama keamanan.

Dalam hal keamanan Holsti mendifinisikan bahwa keamanan

misalnya diartikan sebagai kondisi tanpa ancaman. Suatu negara akan

berusaha mencapai kondisi yang aman bagi dirinya. Kondisi yang aman

merupakan tujuan utama semua negara di dunia. Sehingga setiap negara akan

terus berusaha meningkatkan power yang dimiliki. 28

Lebih jauh lagi membahas tujuan keamanan suatu negara, Holsti

dengan meminjam konsep dari Barry Buzan yang membedakan antara threats

(ancaman) dan Vulnerabilities (kerawanan/kerapuhan). Vulnerabilities

berasal dari karakteristik geografi dan demografis. Dengan kata lain, sifatnya

domestik, sedangkan threats (ancaman) berasal dari luar. Dalam definisi Holsti, untuk membedakan antara ancaman dan vulnerabilities, yakni: Threat

27

Redaksi, Thailand Bantah Bantai Penduduk Muslim,

http:/www.detiknews.com/read/2005/06/03/113209/374135/10. Akses 25 Agustus 2011.

28

(27)

are those more immediate capabilities in the hands of adversaries that may be used to exploit vulnerabilities.29

Ada beberapa hal yang penting untuk diingat dalam membicarakan

tentang ancaman. Hal yang pertama adalah ancaman dalam kenyataannya

mungkin tidak sebesar apa yang dipersepsikan. Hal ini disebabkan oleh

banyak faktor, baik oleh kurangnya informasi, rasa takut yang berlebihan dan

lain-lain. Hal yang kedua adalah bagaimana membedakan antara ancaman

yang serius dan pantas untuk masuk ke dalam agenda nasional dan mana

yang tidak. Untuk membedakannya maka ancaman dianggap sebagai

ancaman apabila dianggap demikian oleh para pembuat keputusan.30

Akan tetapi, apapun itu tetap saja bisa mengganggu sistem politik,

stabilitas negara pun mengalami kegoyahan dan implikasinya dapat

merugikan baik negara yang langsung mengalami ancaman tersebut atau pun

bagi negara tetangga. Hal yang terpenting yakni bagaimana menciptakan

keamanan itu sendiri demi keberlangsungan hidup yang lebih baik. Terkait

kasus yang terjadi di Thailand Selatan tentu dapat mengganggu keamanan

bersama, baik itu intern bagi negara Thailand dan juga negara Malaysia yang

memiliki perbatasan darat secara langsung. Tidak hanya itu, menciptakan

keamanan di wilayah perbatasan menjadi hal penting yang tidak

terbantahkan.

Jika rasa keamanan masing-masing negara terganggu dan keamanan

itu sendiri tidak dapat diperoleh, maka bisa terjadi pergesekan bahkan

ketegangan. Ketika terjadi sebuah ketegangan antara kedua belah pihak, maka

29

Barry Buzan, People, State an Fear. Harverster Wheatsheaf: New York, 1990, Hlm. 115.

30Ibid

(28)

ada beberapa hal bisa dilakukan agar keharmonisan antara keduanya berjalan

dengan baik. Salah satu hal yang perlu dilakukan misalnya dengan

mengadakan kerjasama. Dalam menghadapi kasus seperti di Thailand

Selatan, maka yang diperlukan adalah kerjasama dalam berbagai bidang.

Kerjasama ini juga menjadi penting dalam kegiatan berdiplomasi, karena

diplomasi tidak mungkin dapat berjalan dengan baik jika tidak ada

kesepatakan kerjasama sebelumnya.

Masalah kerjasama terletak pada pencapaian sasaran. Tujuan akhir yang

kemudian dijabarkan ke dalam sasaran-sasaran kerjasama yang ditentukan

oleh persamaan kepentingan yang fundamental dari masing-masing pihak

yang melakukan kerjasama.31 Dalam masalah ini tentu saja kedua belah pihak

baik Malaysia ataupun Thailand memerlukan adanya kerjasama. Maka sudah

tentu kerjasama yang dilakukan memiliki banyak tujuan, salah satunya yakni

agar terjadi dinamisasi dan harmonisasi antara kedua negara. Sehingga

diharapkan tidak ada lagi ketegangan yang terjadi antara Thailand-Malaysia.

Adapun kerjasama keamanan itu sendiri melandaskan diri pada antisipasi

ancamana (terutama eksternal) dengan jalan merangkul pihak lawan atau

pihak yang dianggap mengancam, karena adanya interdependensi dalam

masalah keamanan disuatu kawasan. Dampak dari adanya interdependensi

tersebut adalah penciptaan kondisi keamanan yang justru harus dilakukan

dengan mengajak pihak yang dianggap mengancam (lawan) untuk

bekerjasama dalam penciptaan stabilitas keamanan bersama di kawasan.32

31

R. Soeprapto, Hubungan Internasioanl: Sistem, Interaksi, Dan Perilaku, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1997, Hlm. 181.

32

(29)

Jika kerjasama berjalan dengan baik maka keamanan pun bisa tercipta. Tentu

ini semua untuk mencapai sebuah keamanan bersama yang bisa dirasakan

masing-masing pihak.

Jika melihat situasi di Thailand Selatan, tentu saja masing-masing negara

yang mengalami ketegangan hubungan diplomatik (Malaysia-Thailand)

memerlukan adanya kerjasama dalam bidang keamanan. Bagi Thailand tentu

saja agar konflik yang terjadi cepat reda, sedangkan bagi Malaysia sendiri

agar tidak terjadi lagi tuduhan yang membuat gerah pemerintahan negara

Jiran akibat konflik Thailand Selatan yang sedang bergejolak tersebut.

1.5.3. Kepentingan Nasional

Menurut Donald E. Nuchterlain dalam tulisannya yang berjudul The Concept of Nation Interst. Ia memaparkan mengenai kepentingan nasional, yakni produk dari suatu proses politik melalui pemimpin dari suatu negara

mengenai pentingnya hubungan peristiwa-peristiwa yang bersifat eksternal

terhadap kepentingan dalam negerinya.33

Kepentingan nasional merupakan justifikasi terhadap tindakan suatu

negara.34 Selanjutnya, kepentingan nasional yang ingin dicapai oleh suatu

negara pada dasarnya dirumuskan dan diimplementasikan oleh pemerintah,

dengan memperhatikan kapabilitas yang dimiliki dan berdasarkan pada

FISIP-UI dengan S2 HI PAsca-Sarjana Ilmu Poitik FISIP-UI dan Yayasan Obor Indonesia 2001, Hlm. 49.

33

Donald E. Nuchterlein, The Concept of Nation Interst, A Time For News Aproaches. Orbis Jurnal of World Affairs, Vol. 23. Hlm. 75-76.

34

(30)

kepentingan-kepentingan negara lain, disesuaikan dengan kondisi keamanan

regional dan internasional.35

Dalam hal ini baik Malaysia maupun Thailand memiliki kepentingan

nasional yang merupakan tujuan nasional dalam jangka pendek. Tentunya,

dapat berubah-ubah tergantung apa ditetapkan untuk dicapai dalam waktu

dekat. Akan tetapi, kepentingan nasional pun harus mengacu pada tujuan

nasional jangka panjang. Tujuan kepentingan ini dapat berbagai macam.

Lebih spesifik mengenai keamanan, baik itu lingkup regional mau pun

internasional.

Melihat kejadian di negara tetangganya, timbullah keperihatinan di

pihak Malaysia. Tidak hanya itu, negara yang memiliki kedekatan geografis

dengan Thailand itu pun sempat khawatir menyaksikan aksi gerakan separatis

yang terjadi. Bahkan yang parahnya lagi, gencarnya tuduhan Thailand

terhadap Malaysia sempat membuat kedua negara itu mengalami ketegangan.

Oleh sebab itu, demi menjaga hubungan baik Malaysia memiliki kepentingan

nasional yang harus diwujudkan dengan cara mengadakan hubungan

kerjasama dengan pihak yang mengalami konflik tersebut. Begitu pun juga

dengan Thailand yang memiliki kepentingan untuk mengatasi pemberontakan

tersebut, tentu tidak bisa menjalankan sendiri tanpa adanya bantuan dari

negara tetangga yang notabenenya memiliki kedekatan perbatasan.

1.5.4. Kebijakan Luar Negeri

Kebijakan luar negeri suatu negara merupakan serangkaian tindakan

negara yang berkaitan dengan hubungan eksternal dalam sistem internasional.

35Ibid

(31)

Kebijakan tersebut dibuat dengan melihat kapabilitas yang dimiliki negara

dan memikirkan kemungkinan tanggapan negara lain atas kebijakan yang

dibuat karena memiliki maksud dan tujuan tertentu yang mengedepankan

kepentingan nasional. 36

Holsti mendefinisikan kebijakan luar negeri sebagai gagasan-gagasan

atau tindakan-tindakan yang dirancang oleh pembuat kebijakan untuk

mengatasi suatu masalah atau mempromosikan beberapa perubahan dalam

kebijakan-kebijakan, perilaku tindakan-tindakan terhadap negara lainnya,

kepada aktor non negara, dalam ekonomi internasional, atau dalam

lingkungan fisik dunia.37 Negara-negara memiliki maksud dan tujuan serta

strategi-strategi tertentu untuk mencapai dan mempertahankan maksud dan

tujuan tersebut. Holsti mengindentifikasikan empat maksud yang sama dari

semua negara modern, yakni, pertama, keamanan. Kedua, otonomi. Ketiga, kesejahteraan. Keempat, status dan martabat. 38

Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi memberikan definisi yang berbeda

dari politik luar negeri. Menurut mereka politik luar negeri merupakan

sejumlah keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh negara dalam

hubungannya dengan aktor-aktor di luar negara tersebut, baik negara lain,

perusahaan-perusahaan mulitinasional dan aktor-aktor lain.39

Adapun Kegley dan Wittkopf menyatakan bahwa penggambaran

politik luar negeri dilakukan dengan menjelaskan tiga unsur yakni, unsur

36

Christoper Hill, The Changing Politics of Foreign Policy. New York: Palgrave MacMillan, 2003. Hlm. 3-5.

37

K.J. Holsti, International Politics: A Framework For Analysis, 6th ed. New Jersey: Prentice Hall, Inc., 1992. Hlm. 82.

38Ibid

, hlm. 83.

39

(32)

tujuan, unsur tindakan dan unsur nilai yang menyebabkan munculnya

persepsi tentang tujuan dan tindakan yang diperlukan untuk mencapainya.40

Unsur tujuan merupakan kepentingan nasional negara bersangkutan. Unsur

tindakan merupakan sejumlah pilihan-pilihan tindakan yang dimilliki oleh

suatu negara dalam rangka mempromosikan kepentingan nasionalnya.

Sedangkan nilai merupakan kondisi yang menjadi latar belakang munculnya

tujuan yang ingin dicapai dalam politik luar negeri tersebut.

Pertama-tama adalah unsur tujuan. Tujuan menurut Kegley dan

Wittkopf merupakan kepentingan nasional. Hal kurang lebih sama diutarakan

oleh Paul R. Viotti dan Mark.41 Kepentingan nasional didefinisikan sebagai

suatu hal yang dianggap penting bagi negara lain. Kepentingan nasional

dalam bentuk yang paling minimum adalah keberlangsungan hidup negara

(state survival).

Adapun pengertian politik luar negeri adalah sekumpulan komitmen

dan rencana bertindak mengacu pada strategi (strategies), keputusan-keputusan (decisions), atau kebijaksanaan-kebijaksanaan (policies), yang memuat tujuan-tujuan khusus (specific goals) dan saran-sarana (means) untuk mencapainya dan dianggap sebagai tindakan yang memadai dalam

menghadapi peluang dan hambatan dari lingkunngannya. Komitmen dan

(33)

Untuk mengatasi gerakan separatis yang terjadi, pemerintah Thailand

bersedia melakukan kesepakatan dengan Malaysia. Hal ini dijalankan karena

Thailand memiliki tujuan yang hendak dicapainya, yakni agar gerakan

separatis dapat diatasi karena dalam prakteknya Thailand tidak dapat

mengatasi sendiri konflik tersebut. Bahkan upaya-upaya yang ditempuh pun

masih belum signifikan mengatasi separatis. Oleh sebab itu, agar kepentingan

Thailand tersebut dapat terpenuhi, maka hal-hal yang tidak dapat

diperolehnya sendiri dapat dipenuhi dengan melakukan hubungan dengan

Malaysia.

Sedangkan Malaysia sendiri bersedia membantu karena Malaysia

perihatin dengan keadaan yang terjadi di Thailand Selatan, selain itu juga

untuk memperbaiki hubungan bilateral dan menghilangkan berbagai macam

tuduhan akibat dampak konflik yang turut dialami Malaysia. Malaysia tentu

tidak dapat mengatasi gerakan separatis jika tidak melakukan kebijakan yang

sama dengan Thailand, yakni keduanya sama-sama bersedia melakukan

kunjungan dan kesepakatan sebagai upaya mengatasi gerakan separatis.

1.6. Metode Penelitian

Metode penelitian pada skripsi ini menggunakan analisa data kualitatif.

Penelitian ini pun menggunakan pendekatan deskripsi analitis mengenai diplomasi

yang melibatkan dua negara tetangga yakni Thailand-Malaysia dalam mengatasi

gerakan separatis di Thailand Selatan. Adapun deskripsi analitis bertujuan untuk

(34)

menggambarkan fenomena tertentu untuk menentukan adanya keterlibatan antar satu

gejala dengan gejala lainnya yang relevan dengan masalah penelitian.

Hakikat penelitian bersifat deskriptif-analitis memberikan pemaparan

mengenai situasi yang diteliti dalam bentuk uraian naratif dengan menjawab

pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana suatu fenomena itu terjadi dalam konteks

lingkungannya. Objektifitas pun harus dijaga sedemikian rupa agar subjektifitas

dalam membuat interpretasi dapat dihindari. Hal ini pun berarti interpretasi terhadap

isi dibuat dan disusun secara sistematik atau menyeluruh dan sistematis.43 Penulisan

skripsi ini tidak hanya terbatas pada pengumpulan data, melainkan pula dengan

melakukan sebuah analisa serta interpretasi tentang arti kata yang digunakan.

Oleh karena penelitian kualitatif merupakan proses penelitian yang

berkesinambungan sehingga tahap pengumpulan data, pengolahan data dan analisis

data dilakukan secara bersamaan selama proses penelitian.44 Teknik pengumpulan

data penelitian yang digunakan dalam menyusun skripsi ini yakni melalui studi

pustaka (library research) dengan melihat data-data sekunder yang relevan dengan tema yang tengah diangkat dalam penelitian ini. Adapun sumbernya didapat melalui

buku-buku, jurnal, laporan, surat kabar, fasilitas website dan lain sebagainya.

43

Nurul Zuriah, Metodelogi Penelitian Sosial Dan Pendidikan; Teori-Aplikasi, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007. Hlm. 92 & 94.

44

(35)

22

Konflik yang terjadi adalah dinamika kehidupan domestik sebuah negara.

Konflik tidak mungkin terjadi tanpa ada sebab yang melatarbelakanginya. Adanya

bentuk ketimpangan sosial, ekonomi, etnis, agama dan lain sebagainya merupakan

faktor-faktor yang mencetus adanya konflik hingga naik permukaan.

Berbagai macam ketimpangan dapat menimbulkan kecemburuan dan pada

akhirnya melahirkan bermacam-macam keinginan, salah satunya yakni untuk memiliki

otoritas sendiri terhadap wilayah tersebut. Hal ini terjadi biasanya karena beberapa hal,

misalnya; terdapat saluran yang tidak tepat untuk melakukan dialog dan

ketidaksepakatan, adanya suara-suara ketidaksepakatan dan keluhan yang ada tidak

dapat didengar atau dibahas dan terjadi ketidakstabilan, ketidakadilan dan ketakutan

dalam komunitas dan masyarakat secara luas.45 Hal tersebut juga dialami oleh Thailand,

dimana wilayah selatan dari negara ini menuntut adanya otonomi khusus hingga

keinginan untuk memerdekakan diri.

2.1. Latar Belakang Terjadinya Gerakan Separatis di Thailand Selatan

Thailand merupakan sebuah negara yang terletak di kawasan Asia Tenggara.

Negara ini berbatasan langsung dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, seperti

Laos dan Kamboja berada di timur, Malaysia dan Teluk Siam berada di Selatan dan

45

(36)

Laut Andaman di barat. Selatan Thailand sendiri terdiri dari beberapa provinsi

diantaranya Narathiwat, Pattani dan Yala. Mayoritas penduduk di daerah ini berbangsa

Melayu dan beragama Muslim, yang merupakan bagian kecil dari penduduk Thailand

yang mayoritas beragama Buddha.

Wilayah selatan Thailand sendiri terdiri dari Narathiwat, Pattani, Yala dan Satun

merupakan wilayah atau komunitas Muslim keturunan Melayu, yang memiliki sejarah

melayu yang begitu kuat dan mengakar. Sehingga penduduk di wilayah tersebut

memiliki cara hidup, budaya, agama, tradisi yang sangat berbeda dengan penduduk

Thailand pada umumnya.

Akan tetapi, keadaan tersebut berubah sejak terjadinya traktat Anglo Siam pada

1901-1902.46 Di mana inti dari perjanjian itu menyebutkan bahwa wilayah Pattani Raya

(Thailand Selatan) bukan sebagai sebuah kerajaan Melayu lagi, tetapi menjadi wilayah

kerajaan Thailand (Siam).47 Thailand Selatan yang dahulunya adalah sebuah kerajaan

independen dianeksasi48 oleh kerajaan Buddha Thailand pada tahun tersebut. Maka

sejak saat itulah mulai muncul berbagai pertentangan dan separatisme.49

Hal ini karena wilayah Selatan Thailand seperti Narathiwat, Pattani dan Yala

menjadi bagian dari kerajaan Thailand. Maka secara resmi pula provinsi Melayu yang

46 Konflik Thailand Selatan, Kenapa Jusuf Kalla,

pada http://www.antara.co.id/arc/2008/9/21/konflik-thailand-selatan-kenapa-jusuf-kalla/ diakses pada 15 September 2011.

47

Paulus Rudolf Yuniarto, Minoritas Muslim Thailand; Asimilasi, Perlawanan Budaya dan Akar Gerakan Separatisme, Jakarta: Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume VII No. 1 Tahun 2005. Hlm. 91.

48

Aneksasi merupakan pencaplokan wilayah kekuasaan lain dengan jalan kekerasan; kerjasama internegara dengan dalih kekeluargaan, Arti dalam Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer Edisi Lengkap, Surabaya: Gitamedia Press, 2006. Hlm. 31-32.

49Badawi Tiba di Thailand untuk Bahas Konflik Thailand Selatan,

(37)

dahulunya adalah wilayah Pattani Raya menjadi bagian wilayah kerajaan Thailand

(sub-ordinat Thailand). Oleh sebab itu, kerajaan Thailand pun memberlakukan kebijakan

baru terhadap wilayah-wilayah tersebut. Misalnya dengan memberlakukan berbagai

program untuk menggantikan identitas agama dan budaya Melayu-Muslim dengan

Budhaisme.

Terjadinya aneksasi serta adanya pemberlakuan asimilasi dapat mengancam

keberlangsungan budaya di Thailand Selatan. Hal ini jelas membuat penduduk di

Thailand Selatan menentang. Kemudian, muncullah berbagai bentuk tuntutan untuk

memperjuangkan hak otonomi dalam berbagai hal, seperti keagamaan, budaya, hukum

dan lain-lain.

Gerakan separatis di Thailand Selatan merupakan bentuk perlawanan budaya akibat

adanya sikap diskriminasi perlakuan yang diterima. David Wyatt dalam bukunya yang

berjudul Hikayat Pattani, Bibliotheca Indonesica 5, menyatakan bahwa munculnya gerakan separatis komunitas Muslim Pattani dilatarbelakangi paling tidak merujuk;

pertama, sejarah penaklukan oleh Siam, di mana Pattani dahulu adalah sebuah kerajaan yang termahsyur dan pelabuhannya berkembang sebagai pusat perdagangan (trading port) terbesar di Asia Tenggara. Akibat adanya penaklukan atau aneksasi oleh Siam yang kemudian diikuti dengan adanya kebijakan dan tata pemerintahan yang baru, tentu

menghadirkan nuansa yang berbeda, sehingga lahirlah gerakan separatis. Penduduk

Pattani Raya yang dahulu menjadi kerajaan besar dan memiliki pelabuhan yang

(38)

sedia kala. Oleh sebab itu, benturan kepentingan yang bertolak belakang inilah yang

pada akhirnya melahirkan gerakan separatis.50

Kedua, kepentingan ekonomi. Wilayah Selatan terkenal cukup kaya karena sebagai sumber penghasil minyak dan berbagai penghasil ekonomi lainnya. Namun, mereka

tidak dapat menikmati hasilnya, akses ekonomi hanya dinikmati oleh komunitas lain.

Sehingga penduduk Pattani merasa tersingkir dan menjadi warga negara nomor dua di

Thailand.51

Ketiga, migrasi internal. Adanya program migrasi penduduk dari wilayah Utara telah menciptakan kesenjangan ekonomi antara komunitas Muslim dengan komunitas

non Muslim. Para penduduk dipindahkan dari wilayah utara ke selatan. Mereka

dipindahkan ke selatan untuk meratakan jumlah penduduk di wilayah selatan, sekaligus

untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Tidak hanya itu, penduduk yang dipindahkan

ke selatan ditempatkan atau diperuntukan mengisi jabatan-jabatan di wilayah selatan.52

Hal tersebut menjadikan warga Thailand Selatan tersingkir dan tidak mendapatkan

perlakuan yang sama. Adapun faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya konflik,

yakni sebagai berikut:

2.1.1. Faktor Penyebab Gerakan Separatis di Thailand Selatan

A. Faktor-faktor Sosial

Gerakan separatis yang terjadi di Thailand Selatan disebabkan oleh faktor

sosial, misalnya: terancamnya otonomi budaya etnik Melayu-Muslim sejak

50

Paulus Rudolf Yuniarto, Minoritas Muslim Thailand; Asimilasi, Perlawanan Budaya dan Akar Gerakan Separatisme, Jakarta: Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume VII No. 1 Tahun 2005. Hlm. 110.

51Ibid

, hlm. 110.

52

(39)

terbentuknya sistem administrasi provinsi dan terpusat, diterapkannya

asimilasi serta bentuk sekularisasi dengan diberlakukannya konsep

pendidikan sekuler (misalnya, setiap sekolah di wilayah selatan harus

menggunakan bahasa Thai). Wilayah kesultanan Melayu-Muslim yang

dianeksasi Thailand pada 1902 menjadi salah satu penyebab terjadinya

ketegangan di Thailand Selatan.53 Hal ini tentu dapat mengancam

keberlangsungan budaya Melayu-Muslim bagi kehidupan penduduk di

Selatan Thailand.

B. Faktor-faktor Politik

Dalam bidang politik yakni adanya keinginan yang kuat untuk

mendapatkan hak otonomi dalam berbagai bidang, misalnya dalam

keagamaan, kebudayaan, hukum dan membentuk pemerintahan yang otonom,

juga adanya dominasi elit politik di sektor publik oleh etnis Thai terhadap

Melayu-Muslim dalam pemerintahan ditingkat nasional maupun lokal.54

Tentu hal tersebut sangat mendiskriminasikan Melayu-Muslim, apalagi

dengan adanya pegawai pemerintahan yang umumnya berasal dari pusat.

Total populasi di tiga provinsi Pattani, Yala dan Narathiwat pada tahun

2003 diperkirakan mencapai 1.803.306 juta jiwa (Narathiwat 708.241 jiwa,

Yala 465.446 jiwa dan Pattani 634.619 jiwa) atau 21.8 persen beragama

Buddha dan 78.2 persennya adalah Muslim. Akan tetapi, dari sejumlah

53

Redaksi, Tiga Warga Muslim Tewas Ditembak di Thailand Selatan, http://antara.co.id/tiga- warga-muslim-tewas-ditembak-di-thailand-selatan/ diakses pada 16 September 2011/14:48 wib.

54

(40)

penduduk tersebut hanya beberapa penduduk Muslim yang berhasil

menduduki jabatan-jabatan prestigious di wilayah selatan, sedangkan penduduk yang lain umumnya bekerja pada sektor-sektor lain (misalnya

pegawai, buruh dan lain sebagainya).55

Dari berbagai sektor pekerjaan tersebut, sebagai gambaran penulis

mengambil contoh mengenai penempatan penduduk Buddha dan Muslim

pada sektor publik, yakni penduduk Buddha yang mengisi jabatan birokrat

jauh lebih besar dari penduduk Muslim. Padahal sebagian besar penduduk di

wilayah selatan mayoritas adalah Muslim. Penduduk Buddha yang mengisi

jabatan sebagai birokrat jauh lebih besar yakni sekitar 19.2 persen sedangkan

2.4 persen diisi oleh Muslim. Begitupun dalam bidang-bidang pekerjaan yang

lain.56 Adapun jika digambarkan dalam bagan, yakni sebagai berikut:

55Srisompob Jitpiromsri with Panyasak Sobhonvasu, Unpacking Thailand’s Southern Conflick;

The Poverty of Structural Explanations, Routledge: Critical Asian Studies 38:1 Tahun 2006. Hlm.102..

56

(41)

C. Faktor-faktor Ekonomi

Akibat diberlakukannya kebijakan asimilasi dan adanya dominasi elit

politik ditingkat lokal dan nasional oleh etnis Thai, maka semakin

mempersempit ruang gerak penduduk di Thailand Selatan untuk ikut serta

dalam proses pembangunan. Apalagi kemiskinan dan kesejahteraan penduduk

di Thailand Selatan masih memperihatinkan.

Hal tersebut senada dengan yang diungkap oleh Perdana Menteri

Malaysia, Abdullah Ahmad Badawi yang menyatakan bahwa, ―Kemiskinan

dan tingkat ekonomi yang rendah di wilayah selatan menjadi salah satu

pemicu terjadinya masalah keamanan,‖57 Bahkan wilayah-wilayah di perbatasan Thailand yang dihadapkan berbagai macam masalah seperti

kemiskinan, kurangnya pendidikan, pengangguran dan lain sebagainya. Hal

inilah yang semakin memperparah keadaan.58

Jarak yang begitu jauh antara penduduk Pattani dan pegawai pemerintah

setempat, turut menjadi alasan gagalnya pembangunan ekonomi dan

pendidikan.59 Jika akses terhadap ekonomi sulit dicapai dan pada akhirnya

menyebabkan kemiskinan, tentu akan berdampak pula terhadap pencapaian

yang lain, misalnya karena tidak ada akses yang mudah terhadap ekonomi

maka akan menyebabkan pula sulitnya untuk mengenyam pendidikan.

57―Malaysia: Kemiskinan Picu Pergolakan di Thailand Selatan,‖

pada http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A3851_0_3_0_M/ akses pada 16 September 2011.

58Srisompob Jitpiromsri with Panyasak Sobhonvasu, Unpacking Thailand’s Southern Conflick;

The Poverty of Structural Explanations, Routledge: Critical Asian Studies 38:1 Tahun 2006. Hlm. 102.

59

(42)

Tercatat bahwa penduduk di Selatan kekurangan dalam hal pendidikan

dibandingkan dengan penduduk Buddha, sebagai perbandingan jumlah

penduduk Muslim dan Buddha di tahun 2000 yakni 1.390.109 Muslim dan

364.767 Buddha, tercatat sebagian besar penduduk Muslim di wilayah Selatan

berpendidikan Sekolah Dasar (SD), sedangkan penduduk Buddha hanya

sebagian kecil saja. Begitupun dalam jenjang pendidikan yang lain. Sekitar

69.8 persen penduduk Muslim di Selatan mengenyam pendidikan SD,

sedangkan 49.6 adalah penduduk Buddha. Sedangkan dalam jenjang Sekolah

Menengah Pertama (SMP) sebanyak 13.2 persen adalah penduduk Buddha

sedangkan penduduk Muslim hanya 9.2 persen yang berhasil mencapai

jenjang pendidikan tersebut. Begitupun dalam jenjang pendidikan Sekolah

Menengah Atas (SMA), warga Buddha masih lebih mendominasi yakni

sekitar 8.1 persen, sedangkan warga Muslim hanya 4.8 persen.60 Adapun

bagannya yakni sebagai berikut:

60

(43)

2.1.2. Dampak Konflik Terhadap Stabilitas Negara Thailand

Gerakan separatis yang mencapai skala puncak di tahun 2004, telah

menjatuhkan korban ribuan jiwa warga sipil, milisi dan tentara Thailand.61

Wilayah Thailand seakan menjadi tempat yang menakutkan dan menjadi wilayah

yang benar-benar sangat tidak kondusif bahkan dapat mengancam jiwa.

Diberitakan dalam Metrotvnews.com bahwa tujuh orang dilaporkan tewas dalam dua serangan bom di Thailand Selatan. Korban yang tewas sebagian besar adalah

anggota keamanan Thailand. Dalam berita tersebut, media Thailand melansir

sekitar enam belas orang terluka dari serangan yang diduga dilakukan oleh

kelompok separatis.62 Setidaknya, lebih dari 4.300 orang terbunuh di wilayah

yang mayoritas dihuni Muslim tersebut.63 Jika dalam satu kali pemberontakan

menewaskan ratusan yang terluka dan beberapa orang terbunuh, maka dapat

dibayangkan berapa banyak korban tewas lainnya yang telah berjatuhan akibat

kejadian tersebut.

Sejak tahun 2004 hingga tahun 2005, tercatat sudah banyak korban yang

jatuh akibat gerakan separatis, korbannya pun tidak hanya dari kalangan tertentu

melainkan juga dari warga Buddha dan Muslim pun menjadi korban peristiwa

yang belum teratasi ini. Sebanyak 55.67 persen warga Buddha menjadi korban

akibat gerakan separatis, sedangkan 40.46 persennya adalah Muslim dan 3.87

61Konflik di Thailand Selatan Kembali Pecah, 7 Tewas,

http://metrotvnews.com/read/newsvideo/2011/05/09/127849/konflik-di-thailand-selatan-kembali-pecah-7-tewas/ diakses pada tanggal 16 September 2011.

62Ibid.

63Tiga Bom Meledak di Thailand Selatan,

(44)

persen adalah warga lainnya. Begitupun dengan korban luka, tercatat bahwa

66.14 persen korban luka dialami oleh warga Buddha dan 25.77 persen adalah

warga Muslim.64 Adapun bagannya yakni sebagai berikut:

Perbandingan Jumlah Korban

2.2. Usaha Pemerintah Thailand Dalam Mengatasi Gerakan Separatis di Thailand Selatan

Konflik yang terjadi di Thailand Selatan telah menjadikan stabilitas negara

terganggu. Tidak hanya itu, kejadian tersebut pun telah memberikan citra negatif

terhadap pemerintahan Thailand. Oleh sebab itu, berbagai upaya dilakukan oleh

pemerintah Thailand guna mengatasi peristiwa tersebut. Ada berbagai kebijakan yang

diambil, diantaranya sebagai berikut:

64Srisompob Jitpiromsri with Panyasak Sobhonvasu, Unpacking Thailand’s Southern Conflick;

(45)

A. Kebijakan Militer

Pemerintah Thailand telah mengeluarkan status darurat militer di tiga

provinsi di wilayah selatan yakni Pattani, Yala dan Narathiwat pada bulan

Agustus tahun 2005. Kebijakan tersebut dapat memberlakukan banyak hal,

misalnya penyadapan, penggeledahan dan penangkapan terhadap orang yang

dicurigai dan mengacaukan situasi.

Tidak hanya itu, pemerintahan Thailand mengeluarkan kebijakan seperti

mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi para Muslim yang dituduh

mendalangi serangan di Thailand Selatan. Selanjutnya, pemerintahan juga

menginstruksikan untuk menyita semua bahan peledak dan melakukan

penyebaran tentara dan polisi bersenjata berat di wilayah selatan. Kendati

demikian, kebijakan yang diambil oleh pemerintah Thailand bukanlah sebuah

solusi yang baik. Kebijakan tersebut justru semakin meningkatkan ketegangan

dan membuat suasana semakin rumit serta menimbulkan ketakutan di wilayah

Selatan Thailand.65 Pada akhirnya, hingga saat ini konflik masih terus terjadi

dan belum ada satu formula pun yang dapat meredam dan mengakhiri konflik

tersebut.

B. Kebijakan Politik

Gerakan separatis yang terjadi di Thailand Selatan telah menyadarkan

pemerintah Thailand bahwa kejadian tersebut tidak mungkin dapat diatasi

sendiri tanpa adanya bantuan. Apalagi, mengingat bahwa berbagai upaya

65

(46)

sudah dilakukan untuk meredam konflik yang terjadi di Thailand Selatan.

Menimbang hal ini, maka pemerintah Thailand merasa perlu untuk melakukan

kerjasama dengan negara lain. Salah satu negara yang dapat dijadikan mitra

yakni negara tetangga, Malaysia.

Kebijakan politik yang diambil yakni, meminta bantuan Malaysia untuk

mengatasi gerakan yang terus mengalami eskalasi di wilayah Thailand Selatan.

Hal yang pertama diwujudkan yakni dengan adanya pertemuan Perdana

Menteri Abdullah Ahmad Badawi yang bertujuan untuk mengatasi separatis

dan melakukan kerjasama antara Malaysia-Thailand. Thailand beralih ke

tetangganya, Malaysia, untuk bekerjasama mengakhiri separatis di

provinsi-provinsi paling selatan Thailand.66

Selain itu, sebagai negara tetangga Malaysia pun turut perihatin terhadap

gejolak yang terjadi di Thailand. Apalagi sejak dicetuskannya kebangkitan

Melayu yang membuat suasana semakin memanas dan diberlakukannya situasi

darurat. Akibat kebijakan tersebut, banyak penduduk melarikan diri dan

meminta bantuan ke Malaysia.

Lebih lanjut, kala itu Najib Razak yang menjabat sebagai Perdana

Menteri Malaysia dan Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva dari Thailand,

berjuang untuk mengatasi gerakan separatis diperbatasan, berkunjung ke

provinsi selatan Narathiwat. Menurut Reuben Wong selaku pakar kebijakan

luar negeri di Lembaga Pengkajian Internasional Singapura mengatakan

66Perdana Menteri Thailand Ingin Mempererat Kerjasama Regional,

(47)

bahwa, ―Ini adalah kunjungan yang sangat simbolik…kedua pemimpin

bersikap sama bahwa perlu adanya dialog dan penyelesaian aksi kekerasan di

sini.‖67

Akhirnya, untuk mengatasi hal tersebut pemerintah melakukan

pengamanan ekstra ketat di wilayah perbatasan, sebagaimana yang diungkap

oleh Menteri Pertahanan Thailand Jenderal Thammarak Isarangura Na

Ayutthaya bahwa pengamanan di sepanjang daerah perbatasan akan

ditingkatkan guna mencegah tersangka gerilyawan di pedalaman Thailand

Selatan dengan mudah menyeberangi perbatasan ke negara tetangga,

Malaysia.68

Dalam hal tersebut pengaturan pengamanan juga turut diperketat yakni

dengan pembuatan bangunan atau perintang yang kuat disepanjang daerah

perbatasan di wilayah Thailand. Pembangunan tersebut untuk memperkuat

keamanan di wilayah perbatasan, mencegah kaum separatis bersembunyi di

negara Malaysia dan sewaktu-waktu kembali ke Thailand.

C. Kebijakan Ekonomi

Dalam bidang ekonomi pemerintah Thailand mengeluarkan kebijakan

yakni dengan memberikan peluang kesempatan kerja bagi penduduk yang

berada di wilayah Selatan Thailand. Penduduk di wilayah Selatan Thailand,

67Pemimpin Malaysia-Thailand Lakukan Kunjungan Perdamaian

,

http://www.iannnews.com/news.php?kat=6&bid=102&PHPSESSID=3ba40125a0844f11d336dae 1ff284bd6. Diakses pada 28 September 2011.

68Pengamanan Perbatasan Thailand-Malaysia Diperketat,

Gambar

Gambar Peta Thailand
Gambar Perbatasan wilayah Thailand dengan Malaysia

Referensi

Dokumen terkait

Kerugian yang di derita oleh konsumen timbul akibat menggunakan jasa pengiriman barang yang bermasalah, yang semula konsu- men mengharapkan barang yang dikirimnya

Penelitian ini diharapkan mampu mewakili tanaman Jelutung rawa yang ditanam pada lahan rawa gambut lainnya, sehingga model pertumbuhan tanaman Jelutung rawa ini

 Konstipasi adalah jika frekuensi BAB (buang air besar) kurang dari 3 kali dalam 1 minggu dengan konsistensi yang keras disertai nyeri , bab dalam jumlah

Dengan kata lain, pemahaman berbagai aspek diri dan kecenderungan kepribadian dan tuntutan suatu bidang pekerjaan atau jurusan studi merupakan hal yang sangat penting dan

24 Dukungan Keluarga dalam Keikutsertaan KB pada Pasangan Usia Subur di Desa Argomulyo Sedayu Bantul Yogyakarta. Siti Nurunnyah Dalam Negeri Yayasan Penelitian

1) Dengan memasukan nilai yang diperoleh setiap Karyawan kedalam sistem, secara otomatis sistem akan menampilkan nama Karyawan yang di Rekomendasi dan Tidak Rekomendasi,