• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Orang Tua Dalam Membatasi Tayangan Televisi Bagi Anak di Perguruan TK Permata Bangsa Binjai Barat (Studi Kasus Terhadap Wacana Di Hapusnya Beberapa Tayangan Kartun Di Indonesia)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peran Orang Tua Dalam Membatasi Tayangan Televisi Bagi Anak di Perguruan TK Permata Bangsa Binjai Barat (Studi Kasus Terhadap Wacana Di Hapusnya Beberapa Tayangan Kartun Di Indonesia)"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN ORANG TUA DALAM MEMBATASI TAYANGAN

TELEVISI BAGI ANAK DI PERGURUAN TK PERMATA

BANGSA BINJAI BARAT

(Studi Kasus terhadap Wacana di Hapusnya Beberapa Tayangan

Kartun di Indonesia)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh :

DEBY AQMARINA

110904107

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : Deby Aqmarina

NIM : 110904107

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : Peran Orang Tua Dalam Membatasi Tayangan Televisi

Bagi Anak di Perguruan TK Permata Bangsa Binjai Barat

(Studi Kasus Terhadap Wacana Di Hapusnya Beberapa Tayangan Kartun Di Indonesia)

Medan, Maret 2015

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Emilia Ramadhani, S. Sos, M.A Dra. Fatma Wardy Lubis, MA

NIP.1997310202006042001 NIP. 196208281987012001

Dekan FISIP

(3)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia diproses seusai dengan hukum yang berlaku.

Nama : Deby Aqmarina

NIM : 110904107

Tanda Tangan :

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya berupa kesehatan yang diberikan selama ini membuat penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Peran Orang Tua Dalam Membatasi Tayangan Televisi Bagi Anak di Perguruan TK Permata Bangsa Binjai Barat (Studi Kasus terhadap Wacana di Hapusnya Beberapa Tayangan Kartun di Indonesia)”.

Penulisan Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi

untuk memperoleh gelar Sarjana Strata (S1) di Universitas Sumatera Utara

Medan. Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan jauh dari kata

sempurna.

Peneliti mengucapkan terimakasih yang tidak terhingga kepada kedua

orang tua yang selalu membantu dan menyemangati, serta menjadi inspirasi

tauladan selama ini. Kepada Ayahanda H. Thomas Eddy dan Hj. Supami yang

selalu memberikan dukungan berupa kasih sayangnya dan materi yang tidak

pernah bisa terbalaskan.

Dalam penulisan penyusunan skripsi ini telah banyak pihak yang turut

membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu peneliti

ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Badaruddin MSi, sebagai Dekan Fakultas Ilmu social dan Politik

USU.

2. Ibu Dra. Fatma Wardi Lubis, M.A, sebagai Ketua Departemen Ilmu

Komunikasi FISIP USU.

3. Ibu Dra. Dayana, M,Si sebagai Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi

FISIP USU.

4. Ibu Emilia Ramadhani, S.Sos., M.A sebagai dosen pembimbing dalam

penyelesaian skripsi penulis.

5. Ketiga saudara saya, Andi Fachrizal, Rizky Amelia dan Abdi Hibatul Wafi

atas seluruh perhatian, semangat, dukungan, dan doanya.

6. Elvira, Nurul, Mira, dan seluruh teman-teman Kesebelasan yang

memberikan dukungan dan semangat bagi penulis dalam menyelesaikan

(5)

7. Zaki yang memberi perhatian, semangat, dukungan, seta doa kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi.

8. Yeni, Balqis dan Rara yang sudah memberi dukungan serta semangat

kepada penulis.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi sesuatu karya yang dapat

memberikan dampak postif bagi Civitas Akademika khususnya Ilmu Komunikasi.

Medan, Maret 2015

(6)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Deby Aqmarina

NIM : 110904107

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas : Sumatera Utara

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberi kepada

Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Ekslusif (Non- exclusive

Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Peran Orang Tua Dalam Membatasi Tayangan Televisi Bagi Anak di Perguruan TK Permata Bangsa Binjai Barat

(Studi Kasus Terhadap Wacana Di Hapusnya Beberapa Tayangan Kartun Di Indonesia)

Dengan Hak Bebas Royalti Non Ekslusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Pada Tanggal : 10 Maret 2015

Yang Menyatakan

(7)

ABSTRAK

Skripsi ini berisi penelitian mengenai peran orang tua dalam membatasi tayangan televisi anak disamping wacana KPI yang akan menghapus beberapa kartun di Indonesia yang dilaksanakan di TK Permata Bangsa Binjai Barat. Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui peran orang tua dan tindakan yang dilakukan oleh orang tua apabila KPI benar-benar merealisasikan wacananya, seperti apa orang tua menyaring tontonan televisi anak, selain itu untuk mengetahui tingkat melek media pada setiap orang tua demi terhindarnya dampak yang negatif dari menonton televisi pada anak-anak. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah komunikasi, komunikasi massa yang mencakup media televisi dan literasi media (melek media). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan memfokuskan pada analisis studi kasus. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivisme. Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai 5 orang tua dan 2 orang tua sebagai informan tambahan yang masih dalam cakupan satu keluarga dan memiliki anak yang bersekolah di Yayasan TK Permata Bangsa. Adapun subjek penelitian adalah orangtua yang mendampingi maupun yang kurang mendampingi anaknya yang berusia 4-6 tahun dalam menonton televisi. Subjek penelitian tersebut adalah Ibu Winda, Ibu Sri Bulanna, Bapak Hendra Sucitra, Ibu Nurul dan Ibu Elliyah. Selain itu, informan tambahan yang didapatkan sebagai data pembanding atas data yang diperoleh sebelumnya, yaitu suami dari Ibu Winda dan istri dari Bapak Hendra Sucitra. Adapun yang menjadi objek penelitian adalah peran orang tua dalam membatasi tayangan televisi anak disamping wacana KPI yang akan menghapus beberapa kartun. Sesuai dengan konteks masalah yang akan diteliti, maka di dalam penelitian ini peneliti mendapatkan hasil tentang bagaimana tindak lanjut para orang tua dalam membatasi tayangan televisi anak. Kesimpulan yang di dapat adalah tingkat literasi media (melek media) dari para orang tua anak TK Permata Bangsa Binjai Barat hampir sama dalam hal kualitas dan dikatakan cukup baik, selain itu para orang tua menunjukkan telah menunjukkan peran pendampingannya dalam meningkatkan pemahaman anak terhadap tayangan kartun di televisi.

Kata kunci:

(8)

ABSTRACT

This thesis contains research on the role of parents in children's television shows in addition to limiting the discourse of KPI that will remove some of the cartoons in Indonesia, which was conducted in TK Permata Bangsa Binjai Barat. The purpose of this study is to know the role of parents and the actions taken by the parents if the KPI really realize that discourse, such as what the parents sift children's television viewing, in addition to determine the level of media literacy in each parents for the sake of avoiding a negative impact of watching television on children. The theory used in this study is communication, mass communication which includes television and media literacy. This study used a qualitative research method by focusing on the analysis of case studies. The approach used in this study is the paradigm of constructivism. In this study, researchers interviewed five parents and two parents as additional informants who are still within the scope of the family and have children attending at TK Permata Bangsa. The research subjects were the parents who accompany or less accompany their children aged 4-6 years in television viewing. The research subjects were Mrs Winda, Mrs. Sri Bulanna, Mr. Hendra Sucitra, Ms. Nurul and Mrs. Elliyah. Moreover, additional informants obtained as comparative data on the data obtained previously, the husband of Mrs. Winda and wife of Mr. Hendra Sucitra. As for the object of study is the role of parents in children's television shows in addition to limiting the discourse of KPI that will remove some of the cartoons. In accordance with the context of the problem to be studied, the researchers in this study to get the follow-up of how the parents to limit children's television. The conclusions are the level of media literacy in every parents of TK Permata Binjai Barat almost the same in terms of quality and be quite good , besides the parents show has highlighted the role of facilitation in improving children's understanding of the cartoon show in television.

Keywords:

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah ... 1

1.2 Fokus Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian ... 7

2.2 Kajian Pustaka ... 8

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 22

3.1.1 Metode Penelitian Kualitatif ... 22

3.1.2 Studi Kasus ... 22

3.2 Objek Penelitian ...24

3.3 Subjek Penelitian ... 24

3.4 Kerangka Analisis ... 25

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 25

3.5.1 Metode Pengumpulan Data ... 25

3.5.2 Keabsahan Data ...,... 27

3.6 Teknik Analisis Data ... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian... 30

4.1.1 Lokasi Penelitian ... 30

4.1.1.1Profil Yayasan Permata Bangsa Binjai Barat ... 31

(10)

4.1.3 Proses Pelaksanaan Penelitian ... 33

4.1.3.1 Informan 1 : Ibu Winda ... 35

4.1.3.2 Informan 2 : Ibu Sri Bulanna ... 40

4.1.3.3 Informan 3 : Bapak Hendra Sucitra ... 45

4.1.3.4 Informan 4 : Ibu Nurul ... 49

4.1.3.5 Informan 5 : Ibu Elliyah ... 53

4.1.4 Peran Orang Tua dan Tingkat Literasi Media ... 58

4.1.4.1 Tabel Reduksi Data Peran Orang Tua ... 59

4.1.4.2 Tabel Reduksi Data Literasi Media ... 61

4.2 Informan Tambahan... 63

4.2.1 Informan Tambahan 1 : Bapak Ibrahim ... 64

4.2.2 Informan Tambahan 2 : Ibu Sisca ... 66

4.2.3 Peran Informan Tambahan dan Tingkat Literasi Media... 70

4.2.3.1. Tabel Reduksi Data Informan Tambahan Peran Orang Tua ... 70

4.1.4.2 Tabel Reduksi Data Informan Tambahan Literasi Media ... 71

4.3 Pembahasan ... 72

4.3.1 Komunikasi Massa ... 72

4.3.2 Kemampuan Melek Media (Media Literacy)... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 85

5.2 Saran ... 86

5.2.1 Saran Penelitian ... 86

5.2.2 Saran Dalam Kajian Akademis ... 87

5.2.3 Saran Dalam Kaitan Praktis ... 87

(11)

DAFTAR BAGAN DAN TABEL

No. Judul Halaman

3.1 Bagan Kerangka Analisis ... 25

4.1 Tabel Reduksi Data Peran Orang Tua ... 59

4.2 Tabel Reduksi Data Literasi Media ... 61

4.3 Tabel Reduksi Data Informan Tambahan

Peran Orang Tua ... 70

4.4 Tabel Reduksi Data Informan Tambahan

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

- HASIL WAWANCARA - BIODATA PENELITI

(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT...vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah ... 1

1.2 Fokus Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian ... 7

2.2 Kajian Pustaka ... 8

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 21

3.1.1 Metode Penelitian Kualitatif ... 21

3.1.2 Studi Kasus ... 21

3.2 Objek Penelitian ...22

3.3 Subjek Penelitian ... 23

3.4 Kerangka Analisis ... 23

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 24

3.5.1 Metode Pengumpulan Data ... 24

3.5.2 Keabsahan Data ...,... 26

3.6 Teknik Analisis Data ... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian... 29

4.1.1 Lokasi Penelitian ... 29

4.1.1.1Profil Yayasan Permata Bangsa Binjai Barat ... 30

4.1.2 Struktur Tenaga Pendidik dan Kependidikan... 32

(14)

4.1.3.1 Informan 1 : Ibu Winda ... 34

4.1.3.2 Informan 2 : Ibu Sri Bulanna ... 38

4.1.3.3 Informan 3 : Bapak Hendra Sucitra ... 43

4.1.3.4 Informan 4 : Ibu Nurul ... 47

4.1.3.5 Informan 5 : Ibu Elliyah ... 51

4.1.4 Peran Orang Tua dan Tingkat Literasi Media ... 55

4.1.4.1 Tabel Reduksi Data Peran Orang Tua ... 56

4.1.4.2 Tabel Reduksi Data Literasi Media ... 58

4.2 Informan Tambahan ... 60

4.2.1 Informan Tambahan 1 : Bapak Ibrahim ... 60

4.2.2 Informan Tambahan 2 : Ibu Sisca ... 63

4.2.3 Peran Informan Tambahan dan Tingkat Literasi Media... 66

4.2.3.1. Tabel Reduksi Data Informan Tambahan Peran Orang Tua ... 66

4.1.4.2 Tabel Reduksi Data Informan Tambahan Literasi Media ... 67

4.3 Pembahasan ... 67

4.3.1 Komunikasi Massa ... 67

4.3.2 Kemampuan Melek Media (Media Literacy)... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 80

5.2 Saran ... 81

5.2.1 Saran Penelitian ... 81

5.2.2 Saran Dalam Kajian Akademis ... 81

5.2.3 Saran Dalam Kaitan Praktis ... 82

(15)

DAFTAR BAGAN DAN TABEL

No. Judul Halaman

3.1 Bagan Kerangka Analisis ... 23

4.1 Tabel Reduksi Data Peran Orang Tua ... 56

4.2 Tabel Reduksi Data Literasi Media ... 58

4.3 Tabel Reduksi Data Informan Tambahan

Peran Orang Tua ... 66

4.4 Tabel Reduksi Data Informan Tambahan

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

- HASIL WAWANCARA - BIODATA PENELITI

(17)

ABSTRAK

Skripsi ini berisi penelitian mengenai peran orang tua dalam membatasi tayangan televisi anak disamping wacana KPI yang akan menghapus beberapa kartun di Indonesia yang dilaksanakan di TK Permata Bangsa Binjai Barat. Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui peran orang tua dan tindakan yang dilakukan oleh orang tua apabila KPI benar-benar merealisasikan wacananya, seperti apa orang tua menyaring tontonan televisi anak, selain itu untuk mengetahui tingkat melek media pada setiap orang tua demi terhindarnya dampak yang negatif dari menonton televisi pada anak-anak. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah komunikasi, komunikasi massa yang mencakup media televisi dan literasi media (melek media). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan memfokuskan pada analisis studi kasus. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivisme. Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai 5 orang tua dan 2 orang tua sebagai informan tambahan yang masih dalam cakupan satu keluarga dan memiliki anak yang bersekolah di Yayasan TK Permata Bangsa. Adapun subjek penelitian adalah orangtua yang mendampingi maupun yang kurang mendampingi anaknya yang berusia 4-6 tahun dalam menonton televisi. Subjek penelitian tersebut adalah Ibu Winda, Ibu Sri Bulanna, Bapak Hendra Sucitra, Ibu Nurul dan Ibu Elliyah. Selain itu, informan tambahan yang didapatkan sebagai data pembanding atas data yang diperoleh sebelumnya, yaitu suami dari Ibu Winda dan istri dari Bapak Hendra Sucitra. Adapun yang menjadi objek penelitian adalah peran orang tua dalam membatasi tayangan televisi anak disamping wacana KPI yang akan menghapus beberapa kartun. Sesuai dengan konteks masalah yang akan diteliti, maka di dalam penelitian ini peneliti mendapatkan hasil tentang bagaimana tindak lanjut para orang tua dalam membatasi tayangan televisi anak. Kesimpulan yang di dapat adalah tingkat literasi media (melek media) dari para orang tua anak TK Permata Bangsa Binjai Barat hampir sama dalam hal kualitas dan dikatakan cukup baik, selain itu para orang tua menunjukkan telah menunjukkan peran pendampingannya dalam meningkatkan pemahaman anak terhadap tayangan kartun di televisi.

Kata kunci:

(18)

ABSTRACT

This thesis contains research on the role of parents in children's television shows in addition to limiting the discourse of KPI that will remove some of the cartoons in Indonesia, which was conducted in TK Permata Bangsa Binjai Barat. The purpose of this study is to know the role of parents and the actions taken by the parents if the KPI really realize that discourse, such as what the parents sift children's television viewing, in addition to determine the level of media literacy in each parents for the sake of avoiding a negative impact of watching television on children. The theory used in this study is communication, mass communication which includes television and media literacy. This study used a qualitative research method by focusing on the analysis of case studies. The approach used in this study is the paradigm of constructivism. In this study, researchers interviewed five parents and two parents as additional informants who are still within the scope of the family and have children attending at TK Permata Bangsa. The research subjects were the parents who accompany or less accompany their children aged 4-6 years in television viewing. The research subjects were Mrs Winda, Mrs. Sri Bulanna, Mr. Hendra Sucitra, Ms. Nurul and Mrs. Elliyah. Moreover, additional informants obtained as comparative data on the data obtained previously, the husband of Mrs. Winda and wife of Mr. Hendra Sucitra. As for the object of study is the role of parents in children's television shows in addition to limiting the discourse of KPI that will remove some of the cartoons. In accordance with the context of the problem to be studied, the researchers in this study to get the follow-up of how the parents to limit children's television. The conclusions are the level of media literacy in every parents of TK Permata Binjai Barat almost the same in terms of quality and be quite good , besides the parents show has highlighted the role of facilitation in improving children's understanding of the cartoon show in television.

Keywords:

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Konteks Masalah

Memiliki seorang anak adalah impian dari setiap orang tua yang telah sah

menikah menurut secara agama. Menjadi orang tua pun bukanlah hal yang mudah

untuk dijalani melalui biduk rumah tangga yang tidak akan selalu berjalan dengan

mulus. Anak juga merupakan karunia yang terbesar bagi keluarga, agama, bangsa,

dan negara. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah penerus

cita-cita bagi kemajuan suatu bangsa.

Anak adalah subjek yang penting. Faktanya orang tua tidak boleh

mendidik anak dan mengarahkannya menjadi seperti apa yang mereka inginkan,

melainkan harus menolong anak-anak menjadi maksimal sesuai potensi yang ada

dalam diri mereka. Sehingga orang tua lah yang memiliki peran terpenting dalam

tumbuh kembang sang anak. Orang tua selalu mengharapkan apa pun yang

dikerjakan anaknya mencapai hasil yang baik.

Masa-masa perkembangan anak adalah masa emas sekaligus masa paling

penting. Setiap anak sejatinya memiliki tahap pertumbuhan dan perkembangan

yang senantiasa memerlukan perhatian dan pola asuh yang teliti dari orang tua

untuk mencapai puncak perkembangan yang optimal, terutama pada periode emas

perkembangan anak. Seorang anak yang memiliki potensi genetik yang baik, ada

baiknya jika ia mampu berinteraksi dengan lingkungan yang baik agar ia mampu

memperoleh hasil akhir yang optimal.

Setiap orang tua pasti menghendaki agar buah hatinya tumbuh menjadi

yang terbaik, yang dapat menunjang kehidupan mereka di masa depan, atau untuk

kebaikan anak itu sendiri. Untuk mewujudkan hal ini, orang tua perlu mengenal

dan memahami dengan baik tentang dunia anak dengan baik pula. Sebab, dunia

mereka berbeda dengan dunia orang dewasa. Anak-anak memiliki pribadi yang

unik. Kadang mereka bertingkah lucu, menggemaskan, bahkan kadang juga

menjengkelkan, tetapi itulah dunia mereka. Sebagai orang tua, yang menjadi guru

(20)

Dengan memahaminya, kita dapat mengetahui tentang karakterisktik dan

kreativitas anak-anak, sehingga kita mengetahui bagaimana mengarahkannya ke

hal-hal yang positif (Ahmad Susanto, 2011 : 2-3).

Perubahan zaman turut mendorong perkembangan teknologi, dan

perkembangan teknologi menuntut perubahan dan perkembangan kebutuhan. Kini

manusia dihadapkan pada kebutuhan informasi dan kebutuhan hiburan sebagai

pelepasan rasa jenuh, marah, senang, dan perasaan lainnya. Perkembangan

teknologi menjadikan banyak perubahan dalam kehidupan manusia. Jarak kini

tidak lagi menjadi masalah, dengan teknologi informasi yang turut berkembang

semakin besar kemungkinan untuk memperoleh dan mengakses informasi dari

seluruh penjuru dunia. Satu-satunya hal yang tak pernah berubah dalam teknologi

dan industri komunikasi adalah fakta bahwa teknologi dan industri tersebut terus

berubah. Televisi adalah salah satu bentuk konkret dari perubahan yang kontinu

tersebut. Setelah mencetak pers, penemuan yang paling penting dalam kehidupan

sehari-hari sampai saat ini adalah televisi. Meskipun pada saat ini begitu banyak

alat-alat elektronik yang menjadi pengganti teman bermainnya dirumah.

Televisi dapat menggantikan cara guru mengajar, pemerintah yang

mengatur, dan pemimpin agama berkhotbah. Televisi juga tentu saja dapat

menambah furniture dirumah. Televisi dapat menggantikan alamiah, operasi, dan

hubungan kepada audiensnya terhadap buku, majalah, film, dan radio (Baran,

2004 : 234-235). Sebagian besar perilaku orang tua dalam membesarkan anak

cenderung bersifat tidak sadar, begitupun dengan kegiatan menonton televisi

cenderung tidak terencana dan bersifat tidak sadar. Televisi jadi nyaris seperti

radio, peralatan yang memainkan video musik sementara para anggota keluarga

keluar-masuk ruangan hilir-mudik dan ke lemari es, dan mengobrol di telepon.

Televisi hidup dari hari ke hari tanpa disadari (Milton Chen, 1994 : 95-96).

Televisi sebagai media dari komunikasi massa, Jika dibandingkan dengan media

massa lainnya televisi mempunyai sifat istimewa. Televisi bersifat audiovisual,

yakni gabungan dari media dengar dan gambar hidup (bergerak) yang bisa bersifat

(21)

tersebut. Media televisi dapat menyajikan pesan yang sebenarnya merupakan hasil

dramatisir secara audiovisual dan unsur gerak dalam waktu bersamaan.

Televisi sebagai media massa idealnya memiliki beberapa fungsi, antara

lain fungsi informatif, edukatif, rekreatif, dan sebagai sarana menyosialisasikan

nilai-nilai atau pemahaman-pemahaman, baik yang lama maupun yang baru.

Kedekatan anak terhadap tayangan televisi tentu membawa dampak bagi si anak.

Apa yang ditonton si anak dari televisi tentu berpengaruh pada pola pikir dan

pengetahuannya. Televisi sebagai media penyampai informasi memberi banyak

dampak positif bagi kehidupan, tidak lepas bagi kehidupan anak-anak.

Kartun atau animasi dengan beragam tokoh di Indonesia dianggap

konsumsi anak-anak. Hampir semua stasiun televisi menayangkan film kartun

yang entah itu berisikan tokoh yang berupa sindiran, lelucon, bahkan mengangkat

kegiatan hidup sehari-hari. Orang tua juga sepertinya tak terlalu acuh ketika

anaknya menonton sajian film kartun

(http://m.kompasiana.com/film-kartun-untuk-anak-anak).

Meskipun tayangan kartun saat ini mengandung sindiran, lelucon ataupun

terkadang memberikan beberapa pesan moral didalamnya, kartun atau animasi

tidak semuanya layak untuk ditonton anak-anak. Tayangan kartun sudah

mewarnai pertelevisian Indonesia sudah sejak lama. Berbagai judul kartun

ditayangkan oleh beberapa stasiun TV Indonesia dengan ditujukan sebagai

tayangan hiburan. Namun akhir-akhir ini, penayangan kartun-kartun tersebut

mengalami beragam masalah. Salah satu faktor tersebut adalah dengan munculnya

teguran oleh regulator KPI terhadap beberapa judul kartun yang tayang di stasiun

TV swasta Indonesia. Penggemar pun mulai memberikan beragam reaksi terkait

langkah yang diambil KPI ini.

Berdasarkan kajian dan hasil pemantauan yang telah dilakukan secara

intensif terhadap tayangan anak dan kartun yang disiarkan stasiun televisi, KPI

memutuskan terdapat beberapa tayangan anak dan kartun berbahaya dan tidak

layak ditonton anak-anak. Tayangan tersebut penuh dengan muatan-muatan yang

berdampak buruk bagi perkembangan fisik dan mental anak, yaitu:

1. Kekerasan fisik (mencekik, menonjok, menjambak, menendang, menusuk

(22)

2. Kekerasan terhadap hewan

3. Penggunaan senjata tajam dan benda keras untuk menyakiti dan melukai

seperti pisau, balok, dan benda-benda lainnya

4. Kata-kata kasar

5. Adegan-adegan berbahaya

6. Perilaku yang tidak pantas seperti membuka celana dan memperlihatkan

ke teman-teman dan merusak benda-benda

7. Sifat-sifat negatif (emosional, serakah, pelit, rakus, dendam, iri, malas, dan

jahil)

8. Muatan porno

9. Unsur-unsur mistis

Hal-hal tersebut yang tentunya berbahaya bagi pertumbuhan anak di

kemudian hari secara psikologis karena saat ini tidak hanya kartun lokal (berasal

dari Indonesia) yang ditayangkan di beragam stasiun televisi (kpi.go.id).

TK Permata Bangsa Binjai Barat adalah pilihan para orang tua untuk

menjadikan sekolah tersebut sebagai tempat anaknya mengasah ilmunya. Sekolah

tersebut berbasis Nasional di Binjai dengan menyandang predikat sekolah

Nasional satu-satunya di Kotamadya Binjai dan membiasakan murid-muridnya

untuk berbicara Bahasa Inggris di dalam dan di luar sekolah..

Sekolah ini ditujukan untuk murid-murid yang berusia 4-12 tahun karena

sekolah ini hanya di khususkan untuk tingkatan TK (Taman Kanak-Kanak), PG

(Play Group) dan SD (Sekolah Dasar). Pada dasarnya, peneliti memilih lokasi

sekolah ini karena tentunya para orang tua yang menyekolahkan anaknya di

sekolah ini memiliki keaktifan dalam mendidik anaknya tersebut. Sekolah ini

dianggap sekolah yang tidak sembarangan untuk dipilih para orang tua yang

berpikiran kritis dalam tumbuh kembang anak-anaknya di segi pendidikan. Usia

4-12 tahun tersebut adalah usia dimana anak baru memasuki masa mereka dapat

mengenali dan selanjutnya bersimpati atau bahkan berantipati terhadap apa saja

yang menarik perhatiannya. Pada usia tertentu ketika berada pada fase Taman

(23)

kenyataan. Pada usia ini, anak cenderung lebih mudah percaya, terpengaruh dan

selanjutnya mengimitasi hal-hal yang dilihatnya, termasuk tayangan televisi.

Peneliti merasa yakin akan mendapatkan informasi yang diinginkan

selengkap-lengkapnya dengan ingin melihat bagaimanakah peran serta tindak

lanjut para orang tua tersebut jika KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) ingin

benar-benar menghapus beberapa tayangan kartun yang menjadi tokoh favorit mereka

dan merupakan konsumsi yang disediakan untuk mereka para anak-anak. Selain

itu, peneliti menyadari sepenuhnya bahwa kemampuan literasi media menjadi

sesuatu hal yang bersifat mendesak untuk dimiliki bagi siapapun, terlebih bagi

para orang tua yang memiliki anak-anak usia sekolah dasar, sehingga peneliti

berasumsi bahwa di manapun penelitian dilakukan, tingkat ketertarikan maupun

urgensinya cenderung sama.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, peneliti merasa sangat tertarik

untuk meneliti lebih lanjut tentang Peran Orang Tua Dalam Membatasi Tayangan

Televisi Anak Disamping Rencana di Hapuskan Beberapa Tayangan Kartun di

Indonesia.

1.2 Fokus Masalah

Berdasarkan konteks masalah yang diuraikan diatas, maka fokus masalah

dari penelitian ini adalah: “Bagaimanakah peran orang tua dalam membatasi

tayangan televisi anak dibawah umur mengingat wacana KPI yang akan

menghapus beberapa tayangan kartun?”

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui tingkat literasi (melek) media para orang tua anak

Taman Kanak-Kanak di Perguruan TK Permata Bangsa Binjai Barat

terhadap tayangan kartun

2. Untuk mengetahui peran orang tua serta tindak lanjutnya dalam

membatasi tontonan televisi anak khususnya pada tayangan kartun jika

KPI benar-benar merealisasikan wacananya

1.4 Manfaat Penelitian

1. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan dapat mampu menambah

(24)

menambah pengalaman khususnya bagi mahasiswa Departemen Ilmu

Komunikasi FISIP USU

2. Secara Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber

informasi mengenai bagaimana peran orang tua dalam membatasi

tayangan televisi anak dibawah umur dan dapat memberikan kontribusi

khususnya berkaitan dengan kajian studi Ilmu Komunikasi, khususnya

mengenai kajian literasi media.

3. Secara praktis, melalui penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

masukan dan menambah cakrawala pengetahuan bagi peneliti, serta

para orang tua, tentang pentingnya pemahaman tentang literasi media

(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Perspektif/Paradigma Kajian

Perspektif dalam bidang keilmuan sering juga disebut paradigma

(paradigm), kadang-kadang disebut pula mazhab pemikiran (school of thought)

atau teori. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas

dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton, paradigma tertanam kuat dalam

sosialisasi para penganut dan praktisinya. Paradigma menunjukkan pada mereka

apa yang penting, absah, dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif,

menunjukkan kepada praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan

pertimbangan ekstensial atau epistimologis yang panjang. Akan tetapi, menurut

Patton, aspek paradigma inilah yang sekaligus merupakan kekuatan dan

kelemahannya. Kekuatannya adalah hal itu memungkinkan tindakan

kelemahannya adalah bahwa alasan untuk melakukan tindakan tersebut

tersembunyi dalam asumsi-asumsi paradigma yang dipersoalkan (Mulyana, 2011 :

8-9)

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dimana pada dasarnya landasan

teoritis dari penelitian kualitatif itu bertumpu secara mendasar pada fenomenologi.

Pada penelitian kualitatif teori dibatasi pada pengertian: suatu pernyataan

sistematis yang berkaitan dengan seperangkat proposisi yang berasal dari data dan

diuji secara empiris. Dalam uraian tentang teori tersebut, Bognan dan Biken

menggunakan istilah paradigma. Paradigma diartikan sebagai kumpulan longgar

tentang asumsi secara logis dianut bersama konsep, atau preposisi yang

mengarahkan cara berfikir dan cara penelitian (Moleong, 2010 : 14).

Paradigma penelitian kualitatif adalah pendekatan dengan sistematis dan

subjektif dalam menjelaskan pengalaman hidup berdasarkan kenyataan lapangan

(empiris). Pendekatan kualitatif terus berkembang di bidang sains dan pendidikan.

Paradigma konstruktivis adalah paradigma yang dipengaruhi oleh

perspektif interaksi simbolis dan perspektif struktural fungsional. Perspektif

interaksi simbolis ini mengatakan bahwa manusia secara aktif dan kreatif

(26)

dasar dalam pendekatan konstruktivis ini adalah realitas itu tidak dibentuk secara

ilmiah, namun tidak juga, turun karena campur tangan Tuhan. Tapi sebaliknya, ia

dibentuk dan dikonstruksi. Dengan demikian, realitas yang sama bisa ditanggapi,

dimaknai dan dikonstruksi secara berbeda-beda oleh semua orang. Karena, setiap

orang mempunyai pengalaman, prefrensi, pendidikan tertentu dan lingkungan

pergaulan atau sosial tertentu, dimana kesemua itu suatu saat akan digunakan

untuk menafsirkan realitas sosial yang ada disekelilingnya dengan konstruksinya

masing-masing.

Pendekatan ini secara tidak langsung lebih terfokus pada sebuah scope

khusus. Dalam artian hanya melihat bagaimana bahasa dan simbol diproduksi dan

direproduksi dihasilkan lewat berbagai hubungan yang terbatas antara sumber dan

narasumber yang menyertai proses hubungan tersebut. Dalam bahasa

sederhananya hanya menyetuh level mikro (konsepsi diri sumber) dan level meso

(lingkungan dimana sumber itu berada) dan tidak menyetuh hingga level makro

(sistem politik, budaya, ekonomi dan lain-lain).

Dalam proses sosial, individu manusia dipandang sebagai pencipta realitas

sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya. Realitas sosial itu memiliki

makna manakala realitas sosial tersebut dikonstruksikan dan dimaknakan secara

subjektif oleh individu lain, sehingga memantapkan realitas itu secara objektif.

2.2 Kajian Pustaka

2.2.1 Komunikasi

Secara etimologis, komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris

berakar dari perkataan latin “communis”, yang artinya ‘sama’, communico,

communication, atau communicare yang berarti membuat sama (to make

common), yang dimaksud dengan sama adalah sama makna atau sama arti

(Mulyana, 2005 : 41). Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna

mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh

komunikan. Dikatakan juga bahwa komunikasi adalah proses berbagi makna

melalui perilaku verbal dan nonverbal. Komunikasi menyarankan bahwa suatu

(27)

Melalui komunikasi orang berusaha mendefenisikan sesuatu, termasuk

istilah “komunikasi” itu sendiri. Sampai saat ini terdapat ratusan defenisi

komunikasi yang bersumber dari banyak ahli yang berasal dari beragam disiplin

ilmu.

Komunikasi merupakan dasar interaksi antar manusia. Kesepakatan atau

kesepahaman dibangun melalui sesuatu yang berusaha bisa dipahami bersama

hingga interaksi dapat berjalan dengan baik.

Secara sederhana, kegiatan komunikasi dipahami sebagai kegiatan

menyampaikan dan penerimaan pesan dari pihak satu ke pihak yang lain dengan

tujuan mencapai kesamaan atas ide yang dipertukarkan (Fajar, 2008 : 30).

Komunikasi dapat diartikan sebagai proses pemindahan gagasan atau

informasi seseorang kepada orang lain. Selain dalam bentuk kata-kata, proses

pemindahan gagasan seseorang dari orang lain juga dapat terjadi dalam bentuk

ekspresi wajah, intonasi dan sebagainya. Melalui komunikasi, kita dapat

mempelajari, membangun dan merubah pendapat, sikap, serta perilaku orang lain.

Kita dapat berkomunikasi dengan individu, kelompok maupun publik.

Komunikasi merupakan hal yang paling wajar dalam pola tindakan manusia tetapi

juga paling komplit dan rumit. Bagaimana tidak, komunikasi sudah berlangsung

semenjak manusia lahir, dilakukan secara wajar dan leluasa seperti halnya

bernafas, namun ketika seseorang harus membujuk, membuat tulisan,

mengemukakan pikiran dan menginginkan orang lain.

Dalam mendefinisikan atau menafsirkan komunikasi juga terjadi kesulitan.

Kesulitan ini muncul karena konsep komunikasi itu sendiri adalah sesuatu yang

abstrak dan mempunyai berbagai makna. Kesulitan lainnya karena makna

komunikasi yang digunakan sehari-hari berbeda dengan oenggunaan komunikasi

yang dimaksud oleh para ahli komunikasi untuk kepentingan keilmuwan (Amir

Purba, dkk 2010 : 28-29).

Beberapa definisi komunikasi menurut para ahli adalah sebagai berikut:

a. Everett M Rogers menyatakan komunikasi adalah proses suatu ide

dialihkan dari satu sumber kepada satu atau banyak penerima dengan

(28)

b. Raymond Ross menyatakan komunikasi adalah proses menyortir,

memilih, dan pengiriman simbol-simbol sedemikian rupa agar

membantu penerima pesan membangkitkan respons/ makna dari

pemikiran yang serupa dengan yang dimaksudkan oleh komunikator.

c. Carl I. Hovland menyatakan komunikasi adalah suatu proses yang

memungkinkan seseorang menyampaikan rangsangan (biasanya

dengan menggunakan lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang

lain.

d. William J.Seller mengatakan bahwa komunikasi adalah proses dimana

simbol verbal dan nonverbal dikirimkan, diterima dan diberi arti.

Melalui komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok orang

dapat dipahami oleh pihak lain. Akan tetapi, komunikasi hanya akan efektif

apabila pesan yang disampaikan dapat ditafsirkan sama oleh penerima pesan

tersebut.

Walaupun komunikasi sudah dipelajari sejak lama dan termasuk “barang

antik”, topik ini menjadi penting khususnya pada abad 20 karena pertumbuhan

komunikasi digambarkan sebagai “penemuan yang revolusioner”, hal ini

dikarenakan peningkatan teknologi komunikasi yang pesat seperti radio. Televisi,

telepon, satelit dan jaringan komputer seiring dengan industrialisasi bidang usaha

yang besar dan politik yang mendunia. Komunikasi dalam tingkat akademi

mungkin telah memiliki departemen sendiri dimana komunikasi dibagi-bagi

menjadi komunikasi masa, komunikasi bagi pembawa acara, humas dan lainnya,

namun subyeknya akan tetap. Pekerjaan dalam komunikasi mencerminkan

keberagaman komunikasi itu sendiri (http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi).

2.2.2 Komunikasi Massa

Komunikasi massa merupakan salah satu proses komunikasi yang

berlangsung pada peringkat masyarakat luas, yang idetifikasinya ditentukan oleh

ciri khas institusionalnya (gabungan antara tujuan, organisasi, dan kegiatan

sebenarnya). Konsep komunikasi massa pertama kali diciptakan pada tahun

1920-an atau 1930-1920-an untuk diterapk1920-an pada kemungkin1920-an baru untuk komunikasi

(29)

memperbesar khalayak potensial melampaui minoritas yang melek huruf.

Menurut Elizabeth - Noelle Neuman, pada dasarnya komunikasi massa adalah

kegiatan komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar,

heterogen, dan anonim melalui media massa. Melalui komunikasi massa

seseorang dapat mengetahui berbagai macam informasi. Maka, tidak heran apabila

masyarakat sekarang sangat tergantung pada komunikasi massa untuk mengetahui

kondisi ataupun berita yang sedang berlangsung karena sifat manusia yang selalu

haus akan informasi.

Fungsi Komunikasi Massa Bagi Masyarakat menurut Dominick (2002):

1) Pengawasan (Surveillance): Fungsi pengawasan dibagi menjadi 2 yaitu :

warning or beware surveillance yaitu ketika terjadi ancaman seperti bencana

alam, dll maka media akan melakukan fungsi peringatan kepada masyarakat.

Dan instrumental surveillance adalah penyampaian atau penyebaran informasi

yang memiliki kegunaan untuk membantu khalayak dalam kehidupan

sehari-hari.

2) Penafsiran (Interpretation): Media massa memberikan penafsiran terhadap

kejadian-kejadian penting dengan tujuan mengajak khalyak luas untuk

memperluas wawasan.

3) Pertalian (Linkage): Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat

sehingga membentuk suatu pertalian berdasarkan kesamaan kepantingan dan

minat.

4) Penyebaran Nilai-Nilai (Transmission of Values): Disebut juga dengan

sosialisasi (sosialization) yaitu cara seseorang mengadopsi perilaku dan nilai

kelompok. Media massa berperan dalam menyebarkan nilai-nilai kepada

masyarakat. Melalui nilai-nilai tersebut perilaku dan kepribadian seseorang

dapat berubah seperti yang disampaikan oleh media.

5) Hiburan (Entertainment)

Baik media cetak maupun elektronik, sehingga pesan yang sama dapat

diterima secara serentak dan sesaat. Secara teknis, terdapat empat tanda pokok

dari komunikasi massa, yaitu bersifat tidak langsung, satu arah, terbuka, dan

(30)

Menurut Tan dan Wright, komunikasi massa adalah bentuk komunikasi

yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan

komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh

(terpencar), sangat heterogen dan menimbulkan efek tertentu.

Sedangkan Bittner menjelaskan pengertian komunikasi massa sebagai

pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang.

Definisi yang lebih mudah dimengerti dikemukakan oleh Jalaludin Rakhmat, yang

mengartikan komunikasi massa sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada

sejumlah besar khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim melalui media

cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak

dan sesaat (http://www.ut.ac.id/html/skom4315/htm).

Media massa merujuk pada hasil produk teknologi modern sebagai saluran

dalam komunikasi massa. Menurut Michael W. Gamble (Nurudin, 2004 : 7),

sesuatu bisa didefenisikan sebagai komunikasi massa jika mencakup :

a. Komunikatornya mengandalkan peralatan modern sebagai media

penyampai pesan

b. Komunikatornya menyebarkan pesan-pesannya dengan maksud untuk

mencoba berbagi pengertian dengan jutaan orang yang tidak saling kenal

atau mengetahui satu sama lain, bahkan pengirim dan penerima tidak

saling mengenal satu sama lain

c. Pesan dapat diterima oleh banyak orang, sehingga disebut bersifat publik

d. Sebagai sumber, komunikator massa biasanya organisasi formal seperti

jaringan, ikatan, atau perkumpulan

e. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper, artinya pesan-pesan yang

disebarkan atau dipancarkan dikontrol oleh sejumlah individu dalam

lembaga tersebut sebelum disiarkan lewat media massa

f. Umpan balik sifatnya tertunda (delayed).

Proses merupakan suatu peristiwa yang berlangsung secara kontinyu.

Komunikasi massa memerlukan media sebagai penghubung maka, proses

komunikasi massa tersebut terdapat pada penggunaan media sebagai alat

(31)

bahkan menyebalkan. Selain itu, media dapat mengatur emosi kita dam

menantang kecerdasan kita. Komunikasi adalah proses pembuatan makna yang

sama antara media massa dengan audiensnya.

Dalam komunikasi masa, media massa menjadi otoritas tunggal yang

menyeleksi, memproduksi pesan, dan menyampaikannya pada khalayak. Dalam

komunikasi massa, komunikasi yang merujuk kepada media massa ini memiliki

ciri-ciri tersendiri (http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_massa), yaitu sebagai

berikut:

a. Menggunakan media masa dengan organisasi (lembaga media) yang jelas.

b. Komunikator memiliki keahlian tertentu

c. Pesan searah dan umum, serta melalui proses produksi dan terencana

d. Khalayak yang dituju heterogen dan anonim

e. Kegiatan media masa teratur dan berkesinambungan

f. Ada pengaruh yang dikehendaki

g. Dalam konteks sosial terjadi saling memengaruhi antara media dan kondisi

masyarakat serta sebaliknya.

h. Hubungan antara komunikator (biasanya media massa) dan komunikan

(pemirsanya) tidak bersifat pribadi.

Sebagaimana diketahui komunikasi massa adalah komunikasi melalui

media massa, jadi membahas komunikasi massa tidak akan lepas dari media

massa sebagai media utama dalam proses komunikasi massa itu sendiri, dan

dalam hal ini penelitian difokuskan pada media televisi.

2.2.2.1. Televisi

Kata “televisi” merupakan gabungan dari kata tele (jauh) dari bahasa

Yunani dan visio (penglihatan) dari bahasa Latin. Sehingga televisi dapat

diartikan sebagai telekomunikasi yang dapat dilihat dari jarak jauh. Penemuan

televisi disejajarkan dengan penemuan roda, karena penemuan ini mampu

mengubah peradaban dunia.

Televisi merupakan media komunikasi yang menyediakan berbagai

(32)

(Baksin, 2006 : 16) mendefinisikan bahwa: “Televisi merupakan hasil produk

teknologi tinggi (hi-tech) yang menyampaikan isi pesan dalam bentuk audiovisual

gerak.

Isi pesan audiovisual gerak memiliki kekuatan yang sangat tinggi untuk

mempengaruhi mental, pola pikir, dan tindak individu”. Televisi mampu

mengantar suatu pesan lebih banyak dan lebih cepat dibandingkan melalui media

massa lainnya (Shirley, 2010 : 202).

Siaran televisi merupakan gabungan dari segi verbal, visual, teknologial,

dan dimensi dramatikal. Verbal, berhubungan dengan kata-kata yang disusun

secara singkat, padat, efektif. Visual lebih banyak menekankan pada bahasa

gambar yang tajam, jelas, hidup, memikat. Teknologikal, berkaitan dengan daya

jangkau siaran, kualitas suara, kualitas suara dan gambar yang dihasilkan serta

diterima oleh pesawat televisi penerima di rumah-rumah. Dramatikal berarti

bersinggungan dengan aspek serta nilai dramatikal yang dihasilkan oleh rangkaian

gambar yang dihasilkan secara simultan.

Televisi juga bisa berperang sebagai tabung percobaan untuk belajar

dirumah. Tetapi untuk mewujudkannya, kita harus mengamati dari dekat apa yang

bisa ia lakukan dan apa yang tidak (Milton Chen, 1994 : 15).

Stasiun televisi menawarkan beragam tayangan bagi anak, namun

terkadang kandungan yang ditonjolkan bukan milik anak-anak lagi. Hanya

segelintir tayangan yang memang berusaha menjadikan anak sebagai prioritas,

sedang yang lain mengajak anak untuk mendalami suatu niansa hidup yang

kurang memiliki substansi yang benar-benar dibutuhkan. Penciptaan program

acara seringnya didasarkan pada menguntungkan tidaknya program acara tersebut

di mata para pemroduksinya. Argumentasinya masih berkisar mahalnya biaya

produksi dan target pasar yang berdasarkan riset terpercaya memang

menginginkan tayangan seperti itu.

Orang tua kerap menjadikan televisi sebagai pengasuh pengganti diri

mereka di rumah. Anak yang masih cukup sederhana pola pikirnya menjadikan

televisi sebagai sebuah media dengan begitu banyak kegunaan, sehingga hampir

tidak ada penolakan terhadap anjuran untuk menyaksikan televisi dari orang tua

(33)

Namun, disadari atau tidak televisi mengandung banyak nilai-nilai yang

seyogyanya membutuhkan proses penyortiran, dan di lain pihak proses penguatan.

Dengan demikian para orang tua adalah pihak yang paling berkompeten dalam

menyortir atau menguatkan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap jenis

tayangan terfavorit anak tersebut, misalnya sinetron anak, kartun, atau program

acara khusus anak lainnya yang biasa ditonton anak (www.parenting.co.id).

2.2.2.2. Tayangan Kartun di Indonesia

Kartun adalah sebuah gambar yang bersifat reprensentasi atau simbolik,

mengandung unsur sindiran, lelucon, atau humor. Kartun biasanya muncul dalam

publikasi secara periodik, yang terkadang mengangkat kebiasaan hidup

masyarakat, peristiwa olahraga, atau mengenai kepribadian seseorang. Kartun

merupakan salah satu tayangan televisi yang menjadi konsumsi anak dibawah

umur, anak yang masih duduk di Taman Kanak-Kanak (TK).

Kartun dapat berisikan lelucon, humor, gambaran kehidupan sehari-hari,

hingga nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya. Misalnya, kegiatan

tolong-menolong, saling menghargai, dan lain lain.

Kartun di Indonesia dapat berupa kartun lokal, seperti Kabayan Lip Lap,

Catatan si Dian, Keluarga Somat, Adit Sopo Jarwo dan sebagainya yang

ditayangkan di beberapa stasiun televisi swasta Indonesia. Namun pada saat ini,

tayangan kartun di televisi lebih banyak berasal dari luar Indonesia yaitu seperti

Spongebob Squarepants, Crayon Sinchan, Doraemon, Tom & Jerry, Upin & Ipin

dan lain-lain. Kartun yang berasal dari luar Indonesia tersebut justru menjadi

kartun yang dipilih anak-anak untuk di tonton daripada menonton kartun

Indonesia disamping lebih banyaknya ditayangkan kartun luar Indonesia dari pada

kartun dari negara sendiri karena alasan seperti gambarnya kurang menarik,

ceritanya kurang menarik, dll (http://www.anneahira.com/animation.htm).

Meskipun tayangan kartun hanyalah gambar yang bersifat representasi

atau simbolik dan berisikan lelucon, humor, dll, tayangan kartun juga dianggap

tidak ramah anak. Hal tersebut diutarakan pada pelatihan media literasi di Batam

pada beberapa bulan lalu. Kartun-kartun yang ditayangkan memuat adegan

(34)

samping perut. Mereka pun menghimbau saat menonton televisi anak-anak harus

tetap ditemani, karena film kartun tidak selalu identik atau aman untuk anak-anak.

Beberapa bulan lalu, sejumlah media online marak memberitakan

mengenai langkah KPI yang memberikan teguran kepada tayangan kartun Tom &

Jerry dan Spongebob Squarepants. Seperti yang dilansir beberapa media online

dalam negeri, KPI memberikan teguran terhadap beberapa tayangan kartun karena

dinilai mengandung konten kekerasan, tidak mendidik, dan berbahaya bagi

khalayak terutama anak-anak.

Di tengah maraknya pemberitaan mengenai KPI di berbagai laman berita

online dalam negeri, beberapa media online Internasional pun turut memberitakan

hal yang serupa. Media asal Jepang, Asahi Shimbun,memuat berita mengenai

langkah yang diambil regulator Indonesia ini. Tidak hanya Asahi Shimbun, laman

berita Otakomu asal Jepang yang kerap memuat berbagai berita perkembangan

seputar kartun di Jepang juga tak luput memberitakan mengenai Crayon Shinchan.

Pemberitaan terus bergulir hingga dilansir oleh laman berita asal Amerika, yakni

Anime News Network. Selain itu, pemberitaan yang disampaikan ANN adalah

mengenai polemik penayangan Crayon Shinchan yang menurut komisioner KPI,

Ibu Agatha Lily dianggap sebagai tayangan yang berbahaya untuk ditonton oleh

anak-anak karena memuat berbagai unsur pornografi asosiatif.

Penayangan kartun di Indonesia bukanlah hal yang baru berjalan. Sudah

banyak berbagai judul kartun yang tayang di stasiun TV Indonesia. Hari minggu

pun tak luput dibanjiri oleh berbagai tayangan kartun oleh beberapa stasiun TV

Indonesia.

Beberapa kartun sempat populer di kalangan khalayak Indonesia saat seri

tersebut ditayangkan oleh stasiun TV swasta. Namun menjelang era pertengahan

2000-an, penayangan beberapa kartun mulai mengalami pengurangan. Porsi

tayangan kartun di stasiun TV mulai berkurang. Berbagai tayangan program

(35)

2.2.3 Literasi Media (Media Literacy)

Literasi Media adalah satu perspektif yang aktif kita gunakan untuk

membuka diri kepada media untuk menafsirkan makna pesan yang dihadapi,

membangun perspektif kita dari struktur pengetahuan.

Kajian literasi media terkini menunjukkan adanya perkembangan media

seperti video, komputer, dan internet. Literasi media di Indonesia lebih dikenal

dengan istilah melek media. James Potter dalam bukunya yang berjudul “Media

Literacy” mengatakan bahwa literasi media adalah sebuah perspekif yang

digunakan secara aktif ketika individu mengakses media dengan tujuan untuk

memaknai pesan yang disampaikan oleh media. Literasi media merupakan sebuah

pemahaman akan sumber-sumber dan teknologi komunikasi, kode-kode yang

digunakan, pesan-pesan yang dihasilkan serta seleksi, interpretasi dan dampak

dari pesan-pesan tersebut.

Banyak dari kita yang secara langsung menyalahkan tayangan televisi

yang tidak pantas atau menyebutkan serta mengeluhkan dampak bahaya yang

dimilikinya, kita jarang mempertanyakan peranan kita sendiri dalam proses

komunikasi massa. Kita melupakannya, karena kita berpartisipasi dalam

komunikasi massa secara alamiah, hampir tanpa usaha yang “sadar”.

Media literacy diartikan sebagai the ability to access, analyze, evaluate

and

create messages across a variety of contexts. Media literasi adalah kemampuan

untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan pesan melalui

konteks yang beragam. Konsep ini diterapkan pada beragam gagasan yang

berupaya untuk menjelaskan bagaimana media menyampaikan pesan-pesan

mereka, dan mengapa demikian. Tidak semua isi media massa bermanfaat bagi

khalayak. Banyak di antaranya yang tidak mendidik dan hanya mengedepankan

kepentingan pemilik atau pengelola media untuk mendapatkan keuntungan

sebanyak-banyaknya.

Literasi media bermaksud membekali khalayak dengan kemampuan untuk

memilah dan menilai isi media massa secara kritis, sehingga khalayak diharapkan

hanya memanfaatkan isi media sesuai dengan kepentingannya (Baran, 2009 :

(36)

sebuah kesadaran dan kecakapan komprehensif untuk menempatkan diri individu

dan masyarakat di depan media sebagai pelaku aktif. Dengan adanya kecakapan

bermedia, seseorang diharapkan mampu untuk menyeleksi media dan isinya untuk

dikonsumsi. Art Silverblatt menyebutkan tujuh elemen dasar yang menjadi

karakteristik dari literasi media, kemudian Stanley J. Baran menambahinya

menjadi delapan.

Karakteristik tersebut adalah (Baran, 2009 : 27-31):

1. Kemampuan dalam berpikir kritis yang memungkinkan para konsumen

media massa mengembangkan penilaian independen tentang konten

media. Berpikir secara kritis tentang konten yang kita konsumsi adalah

esensi utama dari media literasi. Mengapa kita menonton apa yang kita

tonton, membaca apa yang kita baca, dan mendengarkan apa yang kita

dengar

2. Pemahaman tentang proses komunikasi massa. Jika kita mengetahui

komponen dari proses komunikasi massa dan bagaimana komponen

tersebut berkaitan satu sama lain, kita dapat membuat perkiraan tentang

bagaimana mereka “melayani” kita

3. Tanggap akan dampak media bagi individu maupun masyarakat. Media

massa. mengubah dunia dan orang-orang di dalamnya. Jika kita

mengabaikan dampak media bagi kehidupan kita, kita lebih berisiko

terperangkap dan terbawa arus perubahan tersebut ketimbang mengontrol

atau memimpinnya

4. Strategi dalam analisis dan diskusi pesan-pesan media. Untuk

mengonsumsi pesan media secara peka, kita membutuhkan fondasi,

sebagai pemikiran dan refleksi awal. Jika kita menafsirkan makna, kita

harus memiliki alat yang memadai untuk mencapainya

5. Pemahaman isi media sebagai naskah yang menyediakan wawasan ke

dalam budaya dan kehidupan kita. Kita mengenali segala yang berkaitan

dengan budaya melalui komunikasi. Bagi budaya modern seperti saat ini,

pesan-pesan media semakin mendominasi kegiatan komunikasi,

(37)

6. Kemampuan untuk menikmati, memahami, dan mengapresiasi isi media.

Media literasi bukan berarti hidup sebagai seorang pembeci media atau

selalu curiga terhadap dampak bahayanya dan terjadinya degradasi budaya

7. Pengembangan tentang keterampilan produksi yang efektif dan sesuai.

Literasi tradisional mengasumsikan bahwa mereka yang dapat membaca

pasti bisa menulis. Media literasi juga mengasumsikan demikian.

Pemahaman kita tentang literasi (di setiap jenisnya) kemudian menyebut

tidak hanya untuk pemahaman yang efektif dan efisien tetapi juga untuk

penggunaannya yang efektif dan efisien. Karena itu, individu yang cakap

mengonsumsi media sepatutnya mengembangkan kemampuan

menghasilkan yang memungkinkan mereka menghasilkan pesan-pesan

media yang bermanfaat

8. Pemahaman etis dan kewajiban moral bagi para praktisi media. Kita harus

memahami peraturan resmi maupun tidak resmi pada pengoperasian

media. Dengan kata lain, kita harus tahu secara respektif, kewajiban etis

dan keabsahannya.

Pentingnya menjadi individu yang memahami dan melek akan media

adalah dengan mengetahui elemen-elemen dasar yang diperlukan tersebut, dan

dalam literasi media juga harus memiliki beberapa keahlian khusus yaitu:

a. Kemampuan dan kemauan untuk berusaha memahami konten,

memperhatikan, dan menyaring gangguan

b. Pemahaman dan penghargaan bagi kekuatan pesan media. Media massa

telah ada selama lebih dari satu setengah abad

c. Kemampuan untuk membedakan kondisi emosi dari reaksi beralasan

ketika menanggapi konten dan untuk bertindak secara sesuai

d. Meningkatkan tingginya ekspekstasi terhadap konten media

e. Pengetahuan tentang kumpulan genre dan kemampuan untuk mengenali

ketika mereka dipadukan

f. Kemampuan untuk berpikir secara kritis tentang pesan-pesan media, tidak

masalah bagaimana terpercayanya sumber mereka.

Jika tingkat literasi media yang dimiliki para orang tua memadai dalam

(38)

meningkatkan pemahaman anak-anak mereka terhadap tayangan yang sering,

jarang, atau tidak sengaja ditontonnya (Baran, 2004 : 57-59).

Fokus utama literasi media adalah evaluasi kritis terhadap pesan. Media

literacy merupakan sebuah pemahaman akan sumber-sumber dan teknologi

komunikasi, kode-kode yang digunakan, pesan-pesan yang dihasilkan serta

seleksi, interpretasi dan dampak dari pesan-pesan tersebut. Literasi media terdiri

dari struktur pengetahuan dan keterampilan (skills). Struktur pengetahuan, yaitu

seperangkat informasi yang terorganisasi dalam memori seseorang dan terbentuk

secara sistematis dalam waktu yang lama. Dengan struktur pengetahuan yang

berkembang, kita bisa memahami seluruh rentang isu media, dan bisa memahami

mengapa media selalu bersikap seperti itu. Sedangkan keterampilan (skill), ada

tujuh keterampilan dalam konteks literasi media, yaitu : keahlian untuk

menganalisis, mengevaluasi, memilah, menginduksi, mendeduksi, mensintesis

dan mengabstraksis pesan- pesan media (Buckingham, 2005 : 3-5).

2.3 Model Teoretik

Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang

bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai

dapat mengantar penelitian pada rumusan hipotesis (Nawawi, 1995:33).

Konsep pemikiran yang dalam istilah istilah mengekspresikan sebuah ide

abstrak yang dibentuk dengan menggeneralisasikan objek atau hubungan

fakta-fakta yang diperoleh dari pengamatan. Bungin mengartikan konsep sebagai

generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu yang dapat dipakai untuk

menggambarkan berbagai fenomena yang sama. Sedangkan Kerlinger menyebut

konsep sebagai abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan hal-hal

khusus (Kriyantono, 2008 : 17).

Kerangka pemikiran adalah hasil pemikiran yang rasional dalam

menguraikan rumusan hipotesis, yang sebenarnya merupakan jawaban sementara

dari masalah yang diuji kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara

(39)

Operasionalisasi konsep yang diukur dalam penelitian ini adalah peran

orang tua dan media literasi yang dapat diperoleh dari sebagai berikut (Marhaeni,

2009 : 84):

a. Suatu Keterbukaan, yaitu suatu keadaan di mana orang tua mengetahui

informasi tentang hal-hal yang disukai maupun tidak disukai oleh si anak

melalui proses komunikasi yang dilakukannya, termasuk tayangan

terfavorit atau yang sama sekali tidak disukai, terlepas dari nilai yang

tekandung dalam tayangan tersebut.

b. Empati, yang merupakan suatu keadaan di mana orang tua mampu

memposisikan dirinya sama seperti apa yang sedang dirasakan oleh

anaknya, termasuk di dalamnya tentang pemahaman terhadap kebutuhan

yang seharusnya atau tidak seharusnya dipenuhi.

c. Dukungan, yaitu suatu keadaan di mana orang tua mendorong anak

menuju ke arah yang lebih positif, dalam berbagai hal, termasuk di

dalamnya tentang tayangan-tayangan yang baik bagi perkembangannya.

d. Rasa positif yang berarti kemampuan orang tua dalam menyalurkan

pemahamannya tentang suatu tayangan secara positif sehingga

membangkitkan tanggapan yang juga positif dari anak.

e. Kesamaan, yaitu suatu keadaan di mana orang tua dan anak memiliki

pandangan sama tentang suatu hal, dalam hal ini orang tua memiliki

peranan dalam menyamakan pandangan tersebut.

Berdasarkan komunikasi yang efektif yang telah dipaparkan, sejumlah

langkah konkret untuk mencegah dan mengatasi berbagai kemungkinan dampak

yang tidak diinginkan akibat konsumsi media berlebih yang dilakukan oleh anak.

Langkah-langkah yang dimaksud dapat ditempuh melalui penataan kebijakan

mengenai anak dan televisi, pengisian program televisi dengan acara-acara yang

dapat dipertanggung jawabkan kemanfaatannya bagi pertumbuhan anak yang

sehat secara fisik dan mental.

Selain itu harus ada pembekalan bagi anak dengan keterampilan menonton

televisi secara benar, yang belakangan ini dapat dimulai dengan membekali para

orang tua agar mereka dapat membimbing anaknya menjadi penonton televisi

(40)

(http://www.parenting.co.id/article/berita.ayahbunda/info.keluarga/pengaruh.telev

(41)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metodologi Penelitian

3.1.1 Metode Penelitian Kualitatif

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

kualitatif. Penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan

sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Penelitian ini

tidak mengutamakan besarnya populasi atau sampling bahkan populasi atau

samplingnya sangat terbatas. Jika data yang terkumpul sudah mendalam dan bisa

menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya.

Di sini yang lebih ditekankan adalah persoalan kedalaman (kualitas) data bukan

banyaknya (kuantitas) data (Kriyantono, 2008 : 56-57).

Periset adalah bagian integral dari data, artinya periset ikut aktif dalam

menentukan jenis data yang diinginkan. Dengan demikian, periset menjadi

instrumen riset yang harus terjun langsung di lapangan. Karena itu penelitian ini

bersifat subjektif dan hasilnya lebih kasuistik bukan untuk digeneralisasikan.

Dalam tradisi penelitian kualitatif, proses penelitian dan ilmu pengetahuan

tidak sesederhana apa yang terjadi pada penelitian kuantitatif, karena sebelum

hasil-hasil penelitian kualitatif memberi sumbangan kepada ilmu pengetahuan,

tahapan pemikiran kualitatif melampaui berbagai tahapan berpikir kritis-ilmiah,

yang mana seorang peneliti memulai berpikir secara induktif, yaitu menangkap

berbagai fakta atau fenomena-fenomena sosial, melalui pengamatan di lapangan,

kemudian menganalisisnya dan kemudia berupaya melakukan teorisasi

berdasarkan apa yang diamati itu (Bungin, 2007 : 6).

3.1.2 Studi Kasus

Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus.

Studi kasus menguraikan dan menjelaskan secara komprehensif mengenai

berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi (komunitas),

suatu program, atau suatu institusi sosial. Peneliti studi kasus berupaya menelaah

(42)

semaksimal mungkin seorang individu, suatu kelompok, atau suatu kejadian,

peneliti bertujuan memberikan pandangan yang lengkap dan mendalam mengenai

subjek yang diteliti (Mulyana, 2003 : 201). Robert K. Yin memberikan batasan

mengenai meode studi kasus sebagai penelitian yang menyelidiki fenomena di

dalam konteks kehidupan nyata, ketika batas-batas antara fenomena dan konteks

tak tampak dengan jelas, dan di mana multi sumber bukti dimanfaatkan

(Kriytantono, 2008 : 65).

Studi kasus memusatkan diri secara intensif terhadap subjek tertentu

dengan mempelajarinya sebagi suatu kasus. Peneliti harus mengumpulkan data

setepat-tepatnya dan selengkap-lengkapnya dari kasus tersebut untuk mengetahui

sebab-sebab yang sesungguhnya bilaman terdapat aspek-aspek yang perlu

diperbaiki (Nawawi, 1995 : 72).

Sebagai suatu metode kualitatif, studi kasus mempunyai beberapa

keuntungan. Lincoln dan Guba mengemukakan bahwa keistimewaan studi kasus

meliputi hal-hal berikut (Mulyana, 2003 : 201).

a. Studi kasus merupakan sarana utama bagi penelitian emik, yakni

menyajikan pandangan subjek yang diteliti.

b. Studi kasus menyajikan uraian menyeluruh yang m,irip dengan apa

yang dialami pembaca dalam kehidupan sehari-hari.

c. Studi kasus merupakan sarana efektif untuk menunjukkan hubungan

antara peneliti dan responden.

d. Studi kasusmemungkinkan pembaca untuk menemukan konsistensi

internal yang tidak hanya merupakan konsistensi gaya dan konsistensi

faktual, tetapi juga keterpercayaan (trustworthiness).

e. Studi kasus memberikan “uraian tebal” yang diperlukan bagi penilaian

atas transferabilitas. f. Studi kasus terbuka bagi penilaian atas konteks

yang turut berperan bagi pemaknaan atas fenomena dalam konteks

(43)

3.2 Objek Penelitian

Objek penelitian merujuk kepada masalah yang di teliti. Objek penelitian

ini adalah Peran Orang Tua murid TK Permata Bangsa Binjai Barat dalam

Membatasi Tayangan Televisi Anak disamping Rencana dihapuskannya Beberapa

Tayangan Kartun Berdasarkan Wacana KPI.

3.3 Subjek Penelitian

Dalam menentukan subjek penelitian yang paling penting adalah subjek

penelitian harus memungkinkan atau dapat diakses, menarik, dan tentu saja dapat

digeneralisasikan. Selain itu, subjek penelitian yang baik adalah orang-orang

dengan peran tertentu dan memiliki pengalaman.Subjek penelitian haruslah

memiliki kaitan erat dengan kasus yang ingin diteliti.

Untuk studi kasus, jumlah informan dan individu yang dijadikan informan

dipilih berdasarkan tujuan dan kebutuhan penelitian. Orang-orang yang dapat

dijadikan sebagai informan adalah orang-orang yang memiliki pengalaman sesuai

dengan penelitian, orang-orang dengan peran tertentu dan tentu saja mudah untuk

diakses.

Adapun subjek penelitian untuk penelitian ini adalah para orang tua yang

memiliki anak usia 4 sampai 6 tahun. Subjek penelitian tentunya dipilih

berdasarkan keterbukaannya terhadap anak-anaknya dan mengetahui tayangan

kartun favorit anaknya namun termasuk diantara golongan kartun yang akan

dihapuskan. Subjek penelitian ini terdiri dari salah satu orang tua saja, yakni

(44)

3.4 Kerangka Analisis

Bagan 3.1

3.5 Teknik Pengumpulan Data

3.5.1 Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian lapangan (field research). Penelitian lapangan adalah pengumpulan

data di lapangan yang meliputi kegiatan survey di lokasi penelitian. Pengumpulan

data dari responden dilakukan melalui wawancara mendalam (Indepth Interview).

Adapun metode pengambilan data yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah:

1. Data Primer

Kriyantono (2006 : 43) menjelaskan data primer adalah data yang diperoleh dari

sumber data pertama atau tangan pertama di lapangan. Adapun cara untuk

mendapatkan data primer yaitu :

a. Wawancara Mendalam

Wawancara secara mendalam secara umum adalah proses keterangan

untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara

pewanwancara dengan informan atau dengan orang yang diwawancarai, dengan

(45)

Pewawancara informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lain.

Dengan demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah terlibatnnya dalam

kehidupan informan (Bungin,2006 : 18).

Wawancara mendalam adalah suatu cara mengumpulkan data atau

informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan agar

mendapatkan data lengkap dan mendalam. Wawancara ini dilakukan dengan

frekuensi tinggi (berulang-ulang) secara intensif. Pada wawancara mendalam ini,

pewawancara relatif tidak mempunyai kontrol atas respons informan, artinya

informan bebas memberikan jawaban. Karena itu periset mempunyai tugas agar

informan bersedia memberikan jawaban-jawaban yang lengkap, mendalam, dan

bila perlu tidak ada yang disembunyikan. Caranya dengan mengusahakan

wawancara berlangsung informal seperti orang sedang mengobrol (Kriyantono,

2008 : 100).

Pewawancara adalah orang yang menggunakan metode wawancara

sekaligus dia yang bertindak sebagai “pemimpin” dalam proses wawancara

tersebut. Dia pula berhak menentukan materi yang akan diwawancarai serta kapan

dimulai dan diakhiri. Namun kadang kala informasi pun dapat menentukan

perannya dalam hal kesepakatan mengenai kapan waktu wawancara mulai

dilaksanakan dan diakhiri.

Metode wawancara mendalam (In-depth Interview) adalah sama seperti

metode wawancara lainnya, hanya peran peawancara, tujuan wawancara, peran

informan, dan cara melakukan wawancara yang berbeda dengan wawancara pada

umumnya. Sesuatu yang amat berbeda dengan metode wawancara lainnya adalah

bahwa wawancara mendalam dilakukan berkali-kali dan membutuhkan waktu

yang lama bersama informan di lokasi penelitian, hal mana kondisi ini tidak

pernah terjadi pada wawancara pada umumnya (Bungin, 2007 : 108).

Dalam melakukan wawancara ada beberapa teknik yang dapat diterapkan

oleh peneliti. Teknik yang biasanya terdapat dalam wawancara mendalam, antara

lain:

Gambar

No. Tabel 4.1 Informan Peran Orang Tua
No. Tabel 4.3 Informan Tambahan
Informan Tambahan Tabel 4.4 Tingkat Literasi Media (Media

Referensi

Dokumen terkait

• Control bufer register contents generates control signals and next address information. • Sequence login loads new address

The characteristic of high resolution data, both spatial and spectral, for urban covers has been studied by different anomaly detection methods, using AHS, HyMAP and

— Instructions simultaneously issued from multiple threads to execution units of superscalar processor. •

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kandungan alkohol yang terdapat dalam Bonggol pisang uli (Musa x paradisiacal triploid AAB) dengan

Industri yang paling sedikit menarik minat investor asing adalah alat kedokteran, optik, dan alat ukur dengan investasi hanya 0,03 persen ( Grafik 2). Perlambatan sektor ini diduga

Melalui iklan-iklannya, produsen pembalut mempersuasi perempuan untuk menggunakan produknya dengan cara mengontruksi menstruasi sebagai lawan dari tubuh yang bersih dan

to L.camara allelopathy, the tembelekan leaf extract was tested against the growth of red chilli ( Capsicum annuum ).. By using completely randomized design, 25 red chilli

This study aims to identify species of birds as well as calculate species diversity, evenness type, and bird species dominance based on vertical strata of vegetation in