PERAN ORANG TUA DALAM MEMBATASI TAYANGAN
TELEVISI BAGI ANAK DI PERGURUAN TK PERMATA
BANGSA BINJAI BARAT
(Studi Kasus terhadap Wacana di Hapusnya Beberapa Tayangan
Kartun di Indonesia)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
Oleh :
DEBY AQMARINA
110904107
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:
Nama : Deby Aqmarina
NIM : 110904107
Departemen : Ilmu Komunikasi
Judul : Peran Orang Tua Dalam Membatasi Tayangan Televisi
Bagi Anak di Perguruan TK Permata Bangsa Binjai Barat
(Studi Kasus Terhadap Wacana Di Hapusnya Beberapa Tayangan Kartun Di Indonesia)
Medan, Maret 2015
Dosen Pembimbing Ketua Departemen
Emilia Ramadhani, S. Sos, M.A Dra. Fatma Wardy Lubis, MA
NIP.1997310202006042001 NIP. 196208281987012001
Dekan FISIP
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia diproses seusai dengan hukum yang berlaku.
Nama : Deby Aqmarina
NIM : 110904107
Tanda Tangan :
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya berupa kesehatan yang diberikan selama ini membuat penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Peran Orang Tua Dalam Membatasi Tayangan Televisi Bagi Anak di Perguruan TK Permata Bangsa Binjai Barat (Studi Kasus terhadap Wacana di Hapusnya Beberapa Tayangan Kartun di Indonesia)”.
Penulisan Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi
untuk memperoleh gelar Sarjana Strata (S1) di Universitas Sumatera Utara
Medan. Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan jauh dari kata
sempurna.
Peneliti mengucapkan terimakasih yang tidak terhingga kepada kedua
orang tua yang selalu membantu dan menyemangati, serta menjadi inspirasi
tauladan selama ini. Kepada Ayahanda H. Thomas Eddy dan Hj. Supami yang
selalu memberikan dukungan berupa kasih sayangnya dan materi yang tidak
pernah bisa terbalaskan.
Dalam penulisan penyusunan skripsi ini telah banyak pihak yang turut
membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu peneliti
ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Badaruddin MSi, sebagai Dekan Fakultas Ilmu social dan Politik
USU.
2. Ibu Dra. Fatma Wardi Lubis, M.A, sebagai Ketua Departemen Ilmu
Komunikasi FISIP USU.
3. Ibu Dra. Dayana, M,Si sebagai Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi
FISIP USU.
4. Ibu Emilia Ramadhani, S.Sos., M.A sebagai dosen pembimbing dalam
penyelesaian skripsi penulis.
5. Ketiga saudara saya, Andi Fachrizal, Rizky Amelia dan Abdi Hibatul Wafi
atas seluruh perhatian, semangat, dukungan, dan doanya.
6. Elvira, Nurul, Mira, dan seluruh teman-teman Kesebelasan yang
memberikan dukungan dan semangat bagi penulis dalam menyelesaikan
7. Zaki yang memberi perhatian, semangat, dukungan, seta doa kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi.
8. Yeni, Balqis dan Rara yang sudah memberi dukungan serta semangat
kepada penulis.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi sesuatu karya yang dapat
memberikan dampak postif bagi Civitas Akademika khususnya Ilmu Komunikasi.
Medan, Maret 2015
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Deby Aqmarina
NIM : 110904107
Departemen : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas : Sumatera Utara
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberi kepada
Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Ekslusif (Non- exclusive
Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Peran Orang Tua Dalam Membatasi Tayangan Televisi Bagi Anak di Perguruan TK Permata Bangsa Binjai Barat
(Studi Kasus Terhadap Wacana Di Hapusnya Beberapa Tayangan Kartun Di Indonesia)
Dengan Hak Bebas Royalti Non Ekslusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Medan
Pada Tanggal : 10 Maret 2015
Yang Menyatakan
ABSTRAK
Skripsi ini berisi penelitian mengenai peran orang tua dalam membatasi tayangan televisi anak disamping wacana KPI yang akan menghapus beberapa kartun di Indonesia yang dilaksanakan di TK Permata Bangsa Binjai Barat. Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui peran orang tua dan tindakan yang dilakukan oleh orang tua apabila KPI benar-benar merealisasikan wacananya, seperti apa orang tua menyaring tontonan televisi anak, selain itu untuk mengetahui tingkat melek media pada setiap orang tua demi terhindarnya dampak yang negatif dari menonton televisi pada anak-anak. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah komunikasi, komunikasi massa yang mencakup media televisi dan literasi media (melek media). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan memfokuskan pada analisis studi kasus. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivisme. Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai 5 orang tua dan 2 orang tua sebagai informan tambahan yang masih dalam cakupan satu keluarga dan memiliki anak yang bersekolah di Yayasan TK Permata Bangsa. Adapun subjek penelitian adalah orangtua yang mendampingi maupun yang kurang mendampingi anaknya yang berusia 4-6 tahun dalam menonton televisi. Subjek penelitian tersebut adalah Ibu Winda, Ibu Sri Bulanna, Bapak Hendra Sucitra, Ibu Nurul dan Ibu Elliyah. Selain itu, informan tambahan yang didapatkan sebagai data pembanding atas data yang diperoleh sebelumnya, yaitu suami dari Ibu Winda dan istri dari Bapak Hendra Sucitra. Adapun yang menjadi objek penelitian adalah peran orang tua dalam membatasi tayangan televisi anak disamping wacana KPI yang akan menghapus beberapa kartun. Sesuai dengan konteks masalah yang akan diteliti, maka di dalam penelitian ini peneliti mendapatkan hasil tentang bagaimana tindak lanjut para orang tua dalam membatasi tayangan televisi anak. Kesimpulan yang di dapat adalah tingkat literasi media (melek media) dari para orang tua anak TK Permata Bangsa Binjai Barat hampir sama dalam hal kualitas dan dikatakan cukup baik, selain itu para orang tua menunjukkan telah menunjukkan peran pendampingannya dalam meningkatkan pemahaman anak terhadap tayangan kartun di televisi.
Kata kunci:
ABSTRACT
This thesis contains research on the role of parents in children's television shows in addition to limiting the discourse of KPI that will remove some of the cartoons in Indonesia, which was conducted in TK Permata Bangsa Binjai Barat. The purpose of this study is to know the role of parents and the actions taken by the parents if the KPI really realize that discourse, such as what the parents sift children's television viewing, in addition to determine the level of media literacy in each parents for the sake of avoiding a negative impact of watching television on children. The theory used in this study is communication, mass communication which includes television and media literacy. This study used a qualitative research method by focusing on the analysis of case studies. The approach used in this study is the paradigm of constructivism. In this study, researchers interviewed five parents and two parents as additional informants who are still within the scope of the family and have children attending at TK Permata Bangsa. The research subjects were the parents who accompany or less accompany their children aged 4-6 years in television viewing. The research subjects were Mrs Winda, Mrs. Sri Bulanna, Mr. Hendra Sucitra, Ms. Nurul and Mrs. Elliyah. Moreover, additional informants obtained as comparative data on the data obtained previously, the husband of Mrs. Winda and wife of Mr. Hendra Sucitra. As for the object of study is the role of parents in children's television shows in addition to limiting the discourse of KPI that will remove some of the cartoons. In accordance with the context of the problem to be studied, the researchers in this study to get the follow-up of how the parents to limit children's television. The conclusions are the level of media literacy in every parents of TK Permata Binjai Barat almost the same in terms of quality and be quite good , besides the parents show has highlighted the role of facilitation in improving children's understanding of the cartoon show in television.
Keywords:
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah ... 1
1.2 Fokus Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian ... 7
2.2 Kajian Pustaka ... 8
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 22
3.1.1 Metode Penelitian Kualitatif ... 22
3.1.2 Studi Kasus ... 22
3.2 Objek Penelitian ...24
3.3 Subjek Penelitian ... 24
3.4 Kerangka Analisis ... 25
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 25
3.5.1 Metode Pengumpulan Data ... 25
3.5.2 Keabsahan Data ...,... 27
3.6 Teknik Analisis Data ... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian... 30
4.1.1 Lokasi Penelitian ... 30
4.1.1.1Profil Yayasan Permata Bangsa Binjai Barat ... 31
4.1.3 Proses Pelaksanaan Penelitian ... 33
4.1.3.1 Informan 1 : Ibu Winda ... 35
4.1.3.2 Informan 2 : Ibu Sri Bulanna ... 40
4.1.3.3 Informan 3 : Bapak Hendra Sucitra ... 45
4.1.3.4 Informan 4 : Ibu Nurul ... 49
4.1.3.5 Informan 5 : Ibu Elliyah ... 53
4.1.4 Peran Orang Tua dan Tingkat Literasi Media ... 58
4.1.4.1 Tabel Reduksi Data Peran Orang Tua ... 59
4.1.4.2 Tabel Reduksi Data Literasi Media ... 61
4.2 Informan Tambahan... 63
4.2.1 Informan Tambahan 1 : Bapak Ibrahim ... 64
4.2.2 Informan Tambahan 2 : Ibu Sisca ... 66
4.2.3 Peran Informan Tambahan dan Tingkat Literasi Media... 70
4.2.3.1. Tabel Reduksi Data Informan Tambahan Peran Orang Tua ... 70
4.1.4.2 Tabel Reduksi Data Informan Tambahan Literasi Media ... 71
4.3 Pembahasan ... 72
4.3.1 Komunikasi Massa ... 72
4.3.2 Kemampuan Melek Media (Media Literacy)... 77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 85
5.2 Saran ... 86
5.2.1 Saran Penelitian ... 86
5.2.2 Saran Dalam Kajian Akademis ... 87
5.2.3 Saran Dalam Kaitan Praktis ... 87
DAFTAR BAGAN DAN TABEL
No. Judul Halaman
3.1 Bagan Kerangka Analisis ... 25
4.1 Tabel Reduksi Data Peran Orang Tua ... 59
4.2 Tabel Reduksi Data Literasi Media ... 61
4.3 Tabel Reduksi Data Informan Tambahan
Peran Orang Tua ... 70
4.4 Tabel Reduksi Data Informan Tambahan
DAFTAR LAMPIRAN
- HASIL WAWANCARA - BIODATA PENELITI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT...vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah ... 1
1.2 Fokus Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian ... 7
2.2 Kajian Pustaka ... 8
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 21
3.1.1 Metode Penelitian Kualitatif ... 21
3.1.2 Studi Kasus ... 21
3.2 Objek Penelitian ...22
3.3 Subjek Penelitian ... 23
3.4 Kerangka Analisis ... 23
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 24
3.5.1 Metode Pengumpulan Data ... 24
3.5.2 Keabsahan Data ...,... 26
3.6 Teknik Analisis Data ... 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian... 29
4.1.1 Lokasi Penelitian ... 29
4.1.1.1Profil Yayasan Permata Bangsa Binjai Barat ... 30
4.1.2 Struktur Tenaga Pendidik dan Kependidikan... 32
4.1.3.1 Informan 1 : Ibu Winda ... 34
4.1.3.2 Informan 2 : Ibu Sri Bulanna ... 38
4.1.3.3 Informan 3 : Bapak Hendra Sucitra ... 43
4.1.3.4 Informan 4 : Ibu Nurul ... 47
4.1.3.5 Informan 5 : Ibu Elliyah ... 51
4.1.4 Peran Orang Tua dan Tingkat Literasi Media ... 55
4.1.4.1 Tabel Reduksi Data Peran Orang Tua ... 56
4.1.4.2 Tabel Reduksi Data Literasi Media ... 58
4.2 Informan Tambahan ... 60
4.2.1 Informan Tambahan 1 : Bapak Ibrahim ... 60
4.2.2 Informan Tambahan 2 : Ibu Sisca ... 63
4.2.3 Peran Informan Tambahan dan Tingkat Literasi Media... 66
4.2.3.1. Tabel Reduksi Data Informan Tambahan Peran Orang Tua ... 66
4.1.4.2 Tabel Reduksi Data Informan Tambahan Literasi Media ... 67
4.3 Pembahasan ... 67
4.3.1 Komunikasi Massa ... 67
4.3.2 Kemampuan Melek Media (Media Literacy)... 73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 80
5.2 Saran ... 81
5.2.1 Saran Penelitian ... 81
5.2.2 Saran Dalam Kajian Akademis ... 81
5.2.3 Saran Dalam Kaitan Praktis ... 82
DAFTAR BAGAN DAN TABEL
No. Judul Halaman
3.1 Bagan Kerangka Analisis ... 23
4.1 Tabel Reduksi Data Peran Orang Tua ... 56
4.2 Tabel Reduksi Data Literasi Media ... 58
4.3 Tabel Reduksi Data Informan Tambahan
Peran Orang Tua ... 66
4.4 Tabel Reduksi Data Informan Tambahan
DAFTAR LAMPIRAN
- HASIL WAWANCARA - BIODATA PENELITI
ABSTRAK
Skripsi ini berisi penelitian mengenai peran orang tua dalam membatasi tayangan televisi anak disamping wacana KPI yang akan menghapus beberapa kartun di Indonesia yang dilaksanakan di TK Permata Bangsa Binjai Barat. Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui peran orang tua dan tindakan yang dilakukan oleh orang tua apabila KPI benar-benar merealisasikan wacananya, seperti apa orang tua menyaring tontonan televisi anak, selain itu untuk mengetahui tingkat melek media pada setiap orang tua demi terhindarnya dampak yang negatif dari menonton televisi pada anak-anak. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah komunikasi, komunikasi massa yang mencakup media televisi dan literasi media (melek media). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan memfokuskan pada analisis studi kasus. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivisme. Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai 5 orang tua dan 2 orang tua sebagai informan tambahan yang masih dalam cakupan satu keluarga dan memiliki anak yang bersekolah di Yayasan TK Permata Bangsa. Adapun subjek penelitian adalah orangtua yang mendampingi maupun yang kurang mendampingi anaknya yang berusia 4-6 tahun dalam menonton televisi. Subjek penelitian tersebut adalah Ibu Winda, Ibu Sri Bulanna, Bapak Hendra Sucitra, Ibu Nurul dan Ibu Elliyah. Selain itu, informan tambahan yang didapatkan sebagai data pembanding atas data yang diperoleh sebelumnya, yaitu suami dari Ibu Winda dan istri dari Bapak Hendra Sucitra. Adapun yang menjadi objek penelitian adalah peran orang tua dalam membatasi tayangan televisi anak disamping wacana KPI yang akan menghapus beberapa kartun. Sesuai dengan konteks masalah yang akan diteliti, maka di dalam penelitian ini peneliti mendapatkan hasil tentang bagaimana tindak lanjut para orang tua dalam membatasi tayangan televisi anak. Kesimpulan yang di dapat adalah tingkat literasi media (melek media) dari para orang tua anak TK Permata Bangsa Binjai Barat hampir sama dalam hal kualitas dan dikatakan cukup baik, selain itu para orang tua menunjukkan telah menunjukkan peran pendampingannya dalam meningkatkan pemahaman anak terhadap tayangan kartun di televisi.
Kata kunci:
ABSTRACT
This thesis contains research on the role of parents in children's television shows in addition to limiting the discourse of KPI that will remove some of the cartoons in Indonesia, which was conducted in TK Permata Bangsa Binjai Barat. The purpose of this study is to know the role of parents and the actions taken by the parents if the KPI really realize that discourse, such as what the parents sift children's television viewing, in addition to determine the level of media literacy in each parents for the sake of avoiding a negative impact of watching television on children. The theory used in this study is communication, mass communication which includes television and media literacy. This study used a qualitative research method by focusing on the analysis of case studies. The approach used in this study is the paradigm of constructivism. In this study, researchers interviewed five parents and two parents as additional informants who are still within the scope of the family and have children attending at TK Permata Bangsa. The research subjects were the parents who accompany or less accompany their children aged 4-6 years in television viewing. The research subjects were Mrs Winda, Mrs. Sri Bulanna, Mr. Hendra Sucitra, Ms. Nurul and Mrs. Elliyah. Moreover, additional informants obtained as comparative data on the data obtained previously, the husband of Mrs. Winda and wife of Mr. Hendra Sucitra. As for the object of study is the role of parents in children's television shows in addition to limiting the discourse of KPI that will remove some of the cartoons. In accordance with the context of the problem to be studied, the researchers in this study to get the follow-up of how the parents to limit children's television. The conclusions are the level of media literacy in every parents of TK Permata Binjai Barat almost the same in terms of quality and be quite good , besides the parents show has highlighted the role of facilitation in improving children's understanding of the cartoon show in television.
Keywords:
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Konteks Masalah
Memiliki seorang anak adalah impian dari setiap orang tua yang telah sah
menikah menurut secara agama. Menjadi orang tua pun bukanlah hal yang mudah
untuk dijalani melalui biduk rumah tangga yang tidak akan selalu berjalan dengan
mulus. Anak juga merupakan karunia yang terbesar bagi keluarga, agama, bangsa,
dan negara. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah penerus
cita-cita bagi kemajuan suatu bangsa.
Anak adalah subjek yang penting. Faktanya orang tua tidak boleh
mendidik anak dan mengarahkannya menjadi seperti apa yang mereka inginkan,
melainkan harus menolong anak-anak menjadi maksimal sesuai potensi yang ada
dalam diri mereka. Sehingga orang tua lah yang memiliki peran terpenting dalam
tumbuh kembang sang anak. Orang tua selalu mengharapkan apa pun yang
dikerjakan anaknya mencapai hasil yang baik.
Masa-masa perkembangan anak adalah masa emas sekaligus masa paling
penting. Setiap anak sejatinya memiliki tahap pertumbuhan dan perkembangan
yang senantiasa memerlukan perhatian dan pola asuh yang teliti dari orang tua
untuk mencapai puncak perkembangan yang optimal, terutama pada periode emas
perkembangan anak. Seorang anak yang memiliki potensi genetik yang baik, ada
baiknya jika ia mampu berinteraksi dengan lingkungan yang baik agar ia mampu
memperoleh hasil akhir yang optimal.
Setiap orang tua pasti menghendaki agar buah hatinya tumbuh menjadi
yang terbaik, yang dapat menunjang kehidupan mereka di masa depan, atau untuk
kebaikan anak itu sendiri. Untuk mewujudkan hal ini, orang tua perlu mengenal
dan memahami dengan baik tentang dunia anak dengan baik pula. Sebab, dunia
mereka berbeda dengan dunia orang dewasa. Anak-anak memiliki pribadi yang
unik. Kadang mereka bertingkah lucu, menggemaskan, bahkan kadang juga
menjengkelkan, tetapi itulah dunia mereka. Sebagai orang tua, yang menjadi guru
Dengan memahaminya, kita dapat mengetahui tentang karakterisktik dan
kreativitas anak-anak, sehingga kita mengetahui bagaimana mengarahkannya ke
hal-hal yang positif (Ahmad Susanto, 2011 : 2-3).
Perubahan zaman turut mendorong perkembangan teknologi, dan
perkembangan teknologi menuntut perubahan dan perkembangan kebutuhan. Kini
manusia dihadapkan pada kebutuhan informasi dan kebutuhan hiburan sebagai
pelepasan rasa jenuh, marah, senang, dan perasaan lainnya. Perkembangan
teknologi menjadikan banyak perubahan dalam kehidupan manusia. Jarak kini
tidak lagi menjadi masalah, dengan teknologi informasi yang turut berkembang
semakin besar kemungkinan untuk memperoleh dan mengakses informasi dari
seluruh penjuru dunia. Satu-satunya hal yang tak pernah berubah dalam teknologi
dan industri komunikasi adalah fakta bahwa teknologi dan industri tersebut terus
berubah. Televisi adalah salah satu bentuk konkret dari perubahan yang kontinu
tersebut. Setelah mencetak pers, penemuan yang paling penting dalam kehidupan
sehari-hari sampai saat ini adalah televisi. Meskipun pada saat ini begitu banyak
alat-alat elektronik yang menjadi pengganti teman bermainnya dirumah.
Televisi dapat menggantikan cara guru mengajar, pemerintah yang
mengatur, dan pemimpin agama berkhotbah. Televisi juga tentu saja dapat
menambah furniture dirumah. Televisi dapat menggantikan alamiah, operasi, dan
hubungan kepada audiensnya terhadap buku, majalah, film, dan radio (Baran,
2004 : 234-235). Sebagian besar perilaku orang tua dalam membesarkan anak
cenderung bersifat tidak sadar, begitupun dengan kegiatan menonton televisi
cenderung tidak terencana dan bersifat tidak sadar. Televisi jadi nyaris seperti
radio, peralatan yang memainkan video musik sementara para anggota keluarga
keluar-masuk ruangan hilir-mudik dan ke lemari es, dan mengobrol di telepon.
Televisi hidup dari hari ke hari tanpa disadari (Milton Chen, 1994 : 95-96).
Televisi sebagai media dari komunikasi massa, Jika dibandingkan dengan media
massa lainnya televisi mempunyai sifat istimewa. Televisi bersifat audiovisual,
yakni gabungan dari media dengar dan gambar hidup (bergerak) yang bisa bersifat
tersebut. Media televisi dapat menyajikan pesan yang sebenarnya merupakan hasil
dramatisir secara audiovisual dan unsur gerak dalam waktu bersamaan.
Televisi sebagai media massa idealnya memiliki beberapa fungsi, antara
lain fungsi informatif, edukatif, rekreatif, dan sebagai sarana menyosialisasikan
nilai-nilai atau pemahaman-pemahaman, baik yang lama maupun yang baru.
Kedekatan anak terhadap tayangan televisi tentu membawa dampak bagi si anak.
Apa yang ditonton si anak dari televisi tentu berpengaruh pada pola pikir dan
pengetahuannya. Televisi sebagai media penyampai informasi memberi banyak
dampak positif bagi kehidupan, tidak lepas bagi kehidupan anak-anak.
Kartun atau animasi dengan beragam tokoh di Indonesia dianggap
konsumsi anak-anak. Hampir semua stasiun televisi menayangkan film kartun
yang entah itu berisikan tokoh yang berupa sindiran, lelucon, bahkan mengangkat
kegiatan hidup sehari-hari. Orang tua juga sepertinya tak terlalu acuh ketika
anaknya menonton sajian film kartun
(http://m.kompasiana.com/film-kartun-untuk-anak-anak).
Meskipun tayangan kartun saat ini mengandung sindiran, lelucon ataupun
terkadang memberikan beberapa pesan moral didalamnya, kartun atau animasi
tidak semuanya layak untuk ditonton anak-anak. Tayangan kartun sudah
mewarnai pertelevisian Indonesia sudah sejak lama. Berbagai judul kartun
ditayangkan oleh beberapa stasiun TV Indonesia dengan ditujukan sebagai
tayangan hiburan. Namun akhir-akhir ini, penayangan kartun-kartun tersebut
mengalami beragam masalah. Salah satu faktor tersebut adalah dengan munculnya
teguran oleh regulator KPI terhadap beberapa judul kartun yang tayang di stasiun
TV swasta Indonesia. Penggemar pun mulai memberikan beragam reaksi terkait
langkah yang diambil KPI ini.
Berdasarkan kajian dan hasil pemantauan yang telah dilakukan secara
intensif terhadap tayangan anak dan kartun yang disiarkan stasiun televisi, KPI
memutuskan terdapat beberapa tayangan anak dan kartun berbahaya dan tidak
layak ditonton anak-anak. Tayangan tersebut penuh dengan muatan-muatan yang
berdampak buruk bagi perkembangan fisik dan mental anak, yaitu:
1. Kekerasan fisik (mencekik, menonjok, menjambak, menendang, menusuk
2. Kekerasan terhadap hewan
3. Penggunaan senjata tajam dan benda keras untuk menyakiti dan melukai
seperti pisau, balok, dan benda-benda lainnya
4. Kata-kata kasar
5. Adegan-adegan berbahaya
6. Perilaku yang tidak pantas seperti membuka celana dan memperlihatkan
ke teman-teman dan merusak benda-benda
7. Sifat-sifat negatif (emosional, serakah, pelit, rakus, dendam, iri, malas, dan
jahil)
8. Muatan porno
9. Unsur-unsur mistis
Hal-hal tersebut yang tentunya berbahaya bagi pertumbuhan anak di
kemudian hari secara psikologis karena saat ini tidak hanya kartun lokal (berasal
dari Indonesia) yang ditayangkan di beragam stasiun televisi (kpi.go.id).
TK Permata Bangsa Binjai Barat adalah pilihan para orang tua untuk
menjadikan sekolah tersebut sebagai tempat anaknya mengasah ilmunya. Sekolah
tersebut berbasis Nasional di Binjai dengan menyandang predikat sekolah
Nasional satu-satunya di Kotamadya Binjai dan membiasakan murid-muridnya
untuk berbicara Bahasa Inggris di dalam dan di luar sekolah..
Sekolah ini ditujukan untuk murid-murid yang berusia 4-12 tahun karena
sekolah ini hanya di khususkan untuk tingkatan TK (Taman Kanak-Kanak), PG
(Play Group) dan SD (Sekolah Dasar). Pada dasarnya, peneliti memilih lokasi
sekolah ini karena tentunya para orang tua yang menyekolahkan anaknya di
sekolah ini memiliki keaktifan dalam mendidik anaknya tersebut. Sekolah ini
dianggap sekolah yang tidak sembarangan untuk dipilih para orang tua yang
berpikiran kritis dalam tumbuh kembang anak-anaknya di segi pendidikan. Usia
4-12 tahun tersebut adalah usia dimana anak baru memasuki masa mereka dapat
mengenali dan selanjutnya bersimpati atau bahkan berantipati terhadap apa saja
yang menarik perhatiannya. Pada usia tertentu ketika berada pada fase Taman
kenyataan. Pada usia ini, anak cenderung lebih mudah percaya, terpengaruh dan
selanjutnya mengimitasi hal-hal yang dilihatnya, termasuk tayangan televisi.
Peneliti merasa yakin akan mendapatkan informasi yang diinginkan
selengkap-lengkapnya dengan ingin melihat bagaimanakah peran serta tindak
lanjut para orang tua tersebut jika KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) ingin
benar-benar menghapus beberapa tayangan kartun yang menjadi tokoh favorit mereka
dan merupakan konsumsi yang disediakan untuk mereka para anak-anak. Selain
itu, peneliti menyadari sepenuhnya bahwa kemampuan literasi media menjadi
sesuatu hal yang bersifat mendesak untuk dimiliki bagi siapapun, terlebih bagi
para orang tua yang memiliki anak-anak usia sekolah dasar, sehingga peneliti
berasumsi bahwa di manapun penelitian dilakukan, tingkat ketertarikan maupun
urgensinya cenderung sama.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, peneliti merasa sangat tertarik
untuk meneliti lebih lanjut tentang Peran Orang Tua Dalam Membatasi Tayangan
Televisi Anak Disamping Rencana di Hapuskan Beberapa Tayangan Kartun di
Indonesia.
1.2 Fokus Masalah
Berdasarkan konteks masalah yang diuraikan diatas, maka fokus masalah
dari penelitian ini adalah: “Bagaimanakah peran orang tua dalam membatasi
tayangan televisi anak dibawah umur mengingat wacana KPI yang akan
menghapus beberapa tayangan kartun?”
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui tingkat literasi (melek) media para orang tua anak
Taman Kanak-Kanak di Perguruan TK Permata Bangsa Binjai Barat
terhadap tayangan kartun
2. Untuk mengetahui peran orang tua serta tindak lanjutnya dalam
membatasi tontonan televisi anak khususnya pada tayangan kartun jika
KPI benar-benar merealisasikan wacananya
1.4 Manfaat Penelitian
1. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan dapat mampu menambah
menambah pengalaman khususnya bagi mahasiswa Departemen Ilmu
Komunikasi FISIP USU
2. Secara Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber
informasi mengenai bagaimana peran orang tua dalam membatasi
tayangan televisi anak dibawah umur dan dapat memberikan kontribusi
khususnya berkaitan dengan kajian studi Ilmu Komunikasi, khususnya
mengenai kajian literasi media.
3. Secara praktis, melalui penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
masukan dan menambah cakrawala pengetahuan bagi peneliti, serta
para orang tua, tentang pentingnya pemahaman tentang literasi media
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Perspektif/Paradigma Kajian
Perspektif dalam bidang keilmuan sering juga disebut paradigma
(paradigm), kadang-kadang disebut pula mazhab pemikiran (school of thought)
atau teori. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas
dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton, paradigma tertanam kuat dalam
sosialisasi para penganut dan praktisinya. Paradigma menunjukkan pada mereka
apa yang penting, absah, dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif,
menunjukkan kepada praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan
pertimbangan ekstensial atau epistimologis yang panjang. Akan tetapi, menurut
Patton, aspek paradigma inilah yang sekaligus merupakan kekuatan dan
kelemahannya. Kekuatannya adalah hal itu memungkinkan tindakan
kelemahannya adalah bahwa alasan untuk melakukan tindakan tersebut
tersembunyi dalam asumsi-asumsi paradigma yang dipersoalkan (Mulyana, 2011 :
8-9)
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dimana pada dasarnya landasan
teoritis dari penelitian kualitatif itu bertumpu secara mendasar pada fenomenologi.
Pada penelitian kualitatif teori dibatasi pada pengertian: suatu pernyataan
sistematis yang berkaitan dengan seperangkat proposisi yang berasal dari data dan
diuji secara empiris. Dalam uraian tentang teori tersebut, Bognan dan Biken
menggunakan istilah paradigma. Paradigma diartikan sebagai kumpulan longgar
tentang asumsi secara logis dianut bersama konsep, atau preposisi yang
mengarahkan cara berfikir dan cara penelitian (Moleong, 2010 : 14).
Paradigma penelitian kualitatif adalah pendekatan dengan sistematis dan
subjektif dalam menjelaskan pengalaman hidup berdasarkan kenyataan lapangan
(empiris). Pendekatan kualitatif terus berkembang di bidang sains dan pendidikan.
Paradigma konstruktivis adalah paradigma yang dipengaruhi oleh
perspektif interaksi simbolis dan perspektif struktural fungsional. Perspektif
interaksi simbolis ini mengatakan bahwa manusia secara aktif dan kreatif
dasar dalam pendekatan konstruktivis ini adalah realitas itu tidak dibentuk secara
ilmiah, namun tidak juga, turun karena campur tangan Tuhan. Tapi sebaliknya, ia
dibentuk dan dikonstruksi. Dengan demikian, realitas yang sama bisa ditanggapi,
dimaknai dan dikonstruksi secara berbeda-beda oleh semua orang. Karena, setiap
orang mempunyai pengalaman, prefrensi, pendidikan tertentu dan lingkungan
pergaulan atau sosial tertentu, dimana kesemua itu suatu saat akan digunakan
untuk menafsirkan realitas sosial yang ada disekelilingnya dengan konstruksinya
masing-masing.
Pendekatan ini secara tidak langsung lebih terfokus pada sebuah scope
khusus. Dalam artian hanya melihat bagaimana bahasa dan simbol diproduksi dan
direproduksi dihasilkan lewat berbagai hubungan yang terbatas antara sumber dan
narasumber yang menyertai proses hubungan tersebut. Dalam bahasa
sederhananya hanya menyetuh level mikro (konsepsi diri sumber) dan level meso
(lingkungan dimana sumber itu berada) dan tidak menyetuh hingga level makro
(sistem politik, budaya, ekonomi dan lain-lain).
Dalam proses sosial, individu manusia dipandang sebagai pencipta realitas
sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya. Realitas sosial itu memiliki
makna manakala realitas sosial tersebut dikonstruksikan dan dimaknakan secara
subjektif oleh individu lain, sehingga memantapkan realitas itu secara objektif.
2.2 Kajian Pustaka
2.2.1 Komunikasi
Secara etimologis, komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris
berakar dari perkataan latin “communis”, yang artinya ‘sama’, communico,
communication, atau communicare yang berarti membuat sama (to make
common), yang dimaksud dengan sama adalah sama makna atau sama arti
(Mulyana, 2005 : 41). Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna
mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh
komunikan. Dikatakan juga bahwa komunikasi adalah proses berbagi makna
melalui perilaku verbal dan nonverbal. Komunikasi menyarankan bahwa suatu
Melalui komunikasi orang berusaha mendefenisikan sesuatu, termasuk
istilah “komunikasi” itu sendiri. Sampai saat ini terdapat ratusan defenisi
komunikasi yang bersumber dari banyak ahli yang berasal dari beragam disiplin
ilmu.
Komunikasi merupakan dasar interaksi antar manusia. Kesepakatan atau
kesepahaman dibangun melalui sesuatu yang berusaha bisa dipahami bersama
hingga interaksi dapat berjalan dengan baik.
Secara sederhana, kegiatan komunikasi dipahami sebagai kegiatan
menyampaikan dan penerimaan pesan dari pihak satu ke pihak yang lain dengan
tujuan mencapai kesamaan atas ide yang dipertukarkan (Fajar, 2008 : 30).
Komunikasi dapat diartikan sebagai proses pemindahan gagasan atau
informasi seseorang kepada orang lain. Selain dalam bentuk kata-kata, proses
pemindahan gagasan seseorang dari orang lain juga dapat terjadi dalam bentuk
ekspresi wajah, intonasi dan sebagainya. Melalui komunikasi, kita dapat
mempelajari, membangun dan merubah pendapat, sikap, serta perilaku orang lain.
Kita dapat berkomunikasi dengan individu, kelompok maupun publik.
Komunikasi merupakan hal yang paling wajar dalam pola tindakan manusia tetapi
juga paling komplit dan rumit. Bagaimana tidak, komunikasi sudah berlangsung
semenjak manusia lahir, dilakukan secara wajar dan leluasa seperti halnya
bernafas, namun ketika seseorang harus membujuk, membuat tulisan,
mengemukakan pikiran dan menginginkan orang lain.
Dalam mendefinisikan atau menafsirkan komunikasi juga terjadi kesulitan.
Kesulitan ini muncul karena konsep komunikasi itu sendiri adalah sesuatu yang
abstrak dan mempunyai berbagai makna. Kesulitan lainnya karena makna
komunikasi yang digunakan sehari-hari berbeda dengan oenggunaan komunikasi
yang dimaksud oleh para ahli komunikasi untuk kepentingan keilmuwan (Amir
Purba, dkk 2010 : 28-29).
Beberapa definisi komunikasi menurut para ahli adalah sebagai berikut:
a. Everett M Rogers menyatakan komunikasi adalah proses suatu ide
dialihkan dari satu sumber kepada satu atau banyak penerima dengan
b. Raymond Ross menyatakan komunikasi adalah proses menyortir,
memilih, dan pengiriman simbol-simbol sedemikian rupa agar
membantu penerima pesan membangkitkan respons/ makna dari
pemikiran yang serupa dengan yang dimaksudkan oleh komunikator.
c. Carl I. Hovland menyatakan komunikasi adalah suatu proses yang
memungkinkan seseorang menyampaikan rangsangan (biasanya
dengan menggunakan lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang
lain.
d. William J.Seller mengatakan bahwa komunikasi adalah proses dimana
simbol verbal dan nonverbal dikirimkan, diterima dan diberi arti.
Melalui komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok orang
dapat dipahami oleh pihak lain. Akan tetapi, komunikasi hanya akan efektif
apabila pesan yang disampaikan dapat ditafsirkan sama oleh penerima pesan
tersebut.
Walaupun komunikasi sudah dipelajari sejak lama dan termasuk “barang
antik”, topik ini menjadi penting khususnya pada abad 20 karena pertumbuhan
komunikasi digambarkan sebagai “penemuan yang revolusioner”, hal ini
dikarenakan peningkatan teknologi komunikasi yang pesat seperti radio. Televisi,
telepon, satelit dan jaringan komputer seiring dengan industrialisasi bidang usaha
yang besar dan politik yang mendunia. Komunikasi dalam tingkat akademi
mungkin telah memiliki departemen sendiri dimana komunikasi dibagi-bagi
menjadi komunikasi masa, komunikasi bagi pembawa acara, humas dan lainnya,
namun subyeknya akan tetap. Pekerjaan dalam komunikasi mencerminkan
keberagaman komunikasi itu sendiri (http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi).
2.2.2 Komunikasi Massa
Komunikasi massa merupakan salah satu proses komunikasi yang
berlangsung pada peringkat masyarakat luas, yang idetifikasinya ditentukan oleh
ciri khas institusionalnya (gabungan antara tujuan, organisasi, dan kegiatan
sebenarnya). Konsep komunikasi massa pertama kali diciptakan pada tahun
1920-an atau 1930-1920-an untuk diterapk1920-an pada kemungkin1920-an baru untuk komunikasi
memperbesar khalayak potensial melampaui minoritas yang melek huruf.
Menurut Elizabeth - Noelle Neuman, pada dasarnya komunikasi massa adalah
kegiatan komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar,
heterogen, dan anonim melalui media massa. Melalui komunikasi massa
seseorang dapat mengetahui berbagai macam informasi. Maka, tidak heran apabila
masyarakat sekarang sangat tergantung pada komunikasi massa untuk mengetahui
kondisi ataupun berita yang sedang berlangsung karena sifat manusia yang selalu
haus akan informasi.
Fungsi Komunikasi Massa Bagi Masyarakat menurut Dominick (2002):
1) Pengawasan (Surveillance): Fungsi pengawasan dibagi menjadi 2 yaitu :
warning or beware surveillance yaitu ketika terjadi ancaman seperti bencana
alam, dll maka media akan melakukan fungsi peringatan kepada masyarakat.
Dan instrumental surveillance adalah penyampaian atau penyebaran informasi
yang memiliki kegunaan untuk membantu khalayak dalam kehidupan
sehari-hari.
2) Penafsiran (Interpretation): Media massa memberikan penafsiran terhadap
kejadian-kejadian penting dengan tujuan mengajak khalyak luas untuk
memperluas wawasan.
3) Pertalian (Linkage): Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat
sehingga membentuk suatu pertalian berdasarkan kesamaan kepantingan dan
minat.
4) Penyebaran Nilai-Nilai (Transmission of Values): Disebut juga dengan
sosialisasi (sosialization) yaitu cara seseorang mengadopsi perilaku dan nilai
kelompok. Media massa berperan dalam menyebarkan nilai-nilai kepada
masyarakat. Melalui nilai-nilai tersebut perilaku dan kepribadian seseorang
dapat berubah seperti yang disampaikan oleh media.
5) Hiburan (Entertainment)
Baik media cetak maupun elektronik, sehingga pesan yang sama dapat
diterima secara serentak dan sesaat. Secara teknis, terdapat empat tanda pokok
dari komunikasi massa, yaitu bersifat tidak langsung, satu arah, terbuka, dan
Menurut Tan dan Wright, komunikasi massa adalah bentuk komunikasi
yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan
komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh
(terpencar), sangat heterogen dan menimbulkan efek tertentu.
Sedangkan Bittner menjelaskan pengertian komunikasi massa sebagai
pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang.
Definisi yang lebih mudah dimengerti dikemukakan oleh Jalaludin Rakhmat, yang
mengartikan komunikasi massa sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada
sejumlah besar khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim melalui media
cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak
dan sesaat (http://www.ut.ac.id/html/skom4315/htm).
Media massa merujuk pada hasil produk teknologi modern sebagai saluran
dalam komunikasi massa. Menurut Michael W. Gamble (Nurudin, 2004 : 7),
sesuatu bisa didefenisikan sebagai komunikasi massa jika mencakup :
a. Komunikatornya mengandalkan peralatan modern sebagai media
penyampai pesan
b. Komunikatornya menyebarkan pesan-pesannya dengan maksud untuk
mencoba berbagi pengertian dengan jutaan orang yang tidak saling kenal
atau mengetahui satu sama lain, bahkan pengirim dan penerima tidak
saling mengenal satu sama lain
c. Pesan dapat diterima oleh banyak orang, sehingga disebut bersifat publik
d. Sebagai sumber, komunikator massa biasanya organisasi formal seperti
jaringan, ikatan, atau perkumpulan
e. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper, artinya pesan-pesan yang
disebarkan atau dipancarkan dikontrol oleh sejumlah individu dalam
lembaga tersebut sebelum disiarkan lewat media massa
f. Umpan balik sifatnya tertunda (delayed).
Proses merupakan suatu peristiwa yang berlangsung secara kontinyu.
Komunikasi massa memerlukan media sebagai penghubung maka, proses
komunikasi massa tersebut terdapat pada penggunaan media sebagai alat
bahkan menyebalkan. Selain itu, media dapat mengatur emosi kita dam
menantang kecerdasan kita. Komunikasi adalah proses pembuatan makna yang
sama antara media massa dengan audiensnya.
Dalam komunikasi masa, media massa menjadi otoritas tunggal yang
menyeleksi, memproduksi pesan, dan menyampaikannya pada khalayak. Dalam
komunikasi massa, komunikasi yang merujuk kepada media massa ini memiliki
ciri-ciri tersendiri (http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_massa), yaitu sebagai
berikut:
a. Menggunakan media masa dengan organisasi (lembaga media) yang jelas.
b. Komunikator memiliki keahlian tertentu
c. Pesan searah dan umum, serta melalui proses produksi dan terencana
d. Khalayak yang dituju heterogen dan anonim
e. Kegiatan media masa teratur dan berkesinambungan
f. Ada pengaruh yang dikehendaki
g. Dalam konteks sosial terjadi saling memengaruhi antara media dan kondisi
masyarakat serta sebaliknya.
h. Hubungan antara komunikator (biasanya media massa) dan komunikan
(pemirsanya) tidak bersifat pribadi.
Sebagaimana diketahui komunikasi massa adalah komunikasi melalui
media massa, jadi membahas komunikasi massa tidak akan lepas dari media
massa sebagai media utama dalam proses komunikasi massa itu sendiri, dan
dalam hal ini penelitian difokuskan pada media televisi.
2.2.2.1. Televisi
Kata “televisi” merupakan gabungan dari kata tele (jauh) dari bahasa
Yunani dan visio (penglihatan) dari bahasa Latin. Sehingga televisi dapat
diartikan sebagai telekomunikasi yang dapat dilihat dari jarak jauh. Penemuan
televisi disejajarkan dengan penemuan roda, karena penemuan ini mampu
mengubah peradaban dunia.
Televisi merupakan media komunikasi yang menyediakan berbagai
(Baksin, 2006 : 16) mendefinisikan bahwa: “Televisi merupakan hasil produk
teknologi tinggi (hi-tech) yang menyampaikan isi pesan dalam bentuk audiovisual
gerak.
Isi pesan audiovisual gerak memiliki kekuatan yang sangat tinggi untuk
mempengaruhi mental, pola pikir, dan tindak individu”. Televisi mampu
mengantar suatu pesan lebih banyak dan lebih cepat dibandingkan melalui media
massa lainnya (Shirley, 2010 : 202).
Siaran televisi merupakan gabungan dari segi verbal, visual, teknologial,
dan dimensi dramatikal. Verbal, berhubungan dengan kata-kata yang disusun
secara singkat, padat, efektif. Visual lebih banyak menekankan pada bahasa
gambar yang tajam, jelas, hidup, memikat. Teknologikal, berkaitan dengan daya
jangkau siaran, kualitas suara, kualitas suara dan gambar yang dihasilkan serta
diterima oleh pesawat televisi penerima di rumah-rumah. Dramatikal berarti
bersinggungan dengan aspek serta nilai dramatikal yang dihasilkan oleh rangkaian
gambar yang dihasilkan secara simultan.
Televisi juga bisa berperang sebagai tabung percobaan untuk belajar
dirumah. Tetapi untuk mewujudkannya, kita harus mengamati dari dekat apa yang
bisa ia lakukan dan apa yang tidak (Milton Chen, 1994 : 15).
Stasiun televisi menawarkan beragam tayangan bagi anak, namun
terkadang kandungan yang ditonjolkan bukan milik anak-anak lagi. Hanya
segelintir tayangan yang memang berusaha menjadikan anak sebagai prioritas,
sedang yang lain mengajak anak untuk mendalami suatu niansa hidup yang
kurang memiliki substansi yang benar-benar dibutuhkan. Penciptaan program
acara seringnya didasarkan pada menguntungkan tidaknya program acara tersebut
di mata para pemroduksinya. Argumentasinya masih berkisar mahalnya biaya
produksi dan target pasar yang berdasarkan riset terpercaya memang
menginginkan tayangan seperti itu.
Orang tua kerap menjadikan televisi sebagai pengasuh pengganti diri
mereka di rumah. Anak yang masih cukup sederhana pola pikirnya menjadikan
televisi sebagai sebuah media dengan begitu banyak kegunaan, sehingga hampir
tidak ada penolakan terhadap anjuran untuk menyaksikan televisi dari orang tua
Namun, disadari atau tidak televisi mengandung banyak nilai-nilai yang
seyogyanya membutuhkan proses penyortiran, dan di lain pihak proses penguatan.
Dengan demikian para orang tua adalah pihak yang paling berkompeten dalam
menyortir atau menguatkan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap jenis
tayangan terfavorit anak tersebut, misalnya sinetron anak, kartun, atau program
acara khusus anak lainnya yang biasa ditonton anak (www.parenting.co.id).
2.2.2.2. Tayangan Kartun di Indonesia
Kartun adalah sebuah gambar yang bersifat reprensentasi atau simbolik,
mengandung unsur sindiran, lelucon, atau humor. Kartun biasanya muncul dalam
publikasi secara periodik, yang terkadang mengangkat kebiasaan hidup
masyarakat, peristiwa olahraga, atau mengenai kepribadian seseorang. Kartun
merupakan salah satu tayangan televisi yang menjadi konsumsi anak dibawah
umur, anak yang masih duduk di Taman Kanak-Kanak (TK).
Kartun dapat berisikan lelucon, humor, gambaran kehidupan sehari-hari,
hingga nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya. Misalnya, kegiatan
tolong-menolong, saling menghargai, dan lain lain.
Kartun di Indonesia dapat berupa kartun lokal, seperti Kabayan Lip Lap,
Catatan si Dian, Keluarga Somat, Adit Sopo Jarwo dan sebagainya yang
ditayangkan di beberapa stasiun televisi swasta Indonesia. Namun pada saat ini,
tayangan kartun di televisi lebih banyak berasal dari luar Indonesia yaitu seperti
Spongebob Squarepants, Crayon Sinchan, Doraemon, Tom & Jerry, Upin & Ipin
dan lain-lain. Kartun yang berasal dari luar Indonesia tersebut justru menjadi
kartun yang dipilih anak-anak untuk di tonton daripada menonton kartun
Indonesia disamping lebih banyaknya ditayangkan kartun luar Indonesia dari pada
kartun dari negara sendiri karena alasan seperti gambarnya kurang menarik,
ceritanya kurang menarik, dll (http://www.anneahira.com/animation.htm).
Meskipun tayangan kartun hanyalah gambar yang bersifat representasi
atau simbolik dan berisikan lelucon, humor, dll, tayangan kartun juga dianggap
tidak ramah anak. Hal tersebut diutarakan pada pelatihan media literasi di Batam
pada beberapa bulan lalu. Kartun-kartun yang ditayangkan memuat adegan
samping perut. Mereka pun menghimbau saat menonton televisi anak-anak harus
tetap ditemani, karena film kartun tidak selalu identik atau aman untuk anak-anak.
Beberapa bulan lalu, sejumlah media online marak memberitakan
mengenai langkah KPI yang memberikan teguran kepada tayangan kartun Tom &
Jerry dan Spongebob Squarepants. Seperti yang dilansir beberapa media online
dalam negeri, KPI memberikan teguran terhadap beberapa tayangan kartun karena
dinilai mengandung konten kekerasan, tidak mendidik, dan berbahaya bagi
khalayak terutama anak-anak.
Di tengah maraknya pemberitaan mengenai KPI di berbagai laman berita
online dalam negeri, beberapa media online Internasional pun turut memberitakan
hal yang serupa. Media asal Jepang, Asahi Shimbun,memuat berita mengenai
langkah yang diambil regulator Indonesia ini. Tidak hanya Asahi Shimbun, laman
berita Otakomu asal Jepang yang kerap memuat berbagai berita perkembangan
seputar kartun di Jepang juga tak luput memberitakan mengenai Crayon Shinchan.
Pemberitaan terus bergulir hingga dilansir oleh laman berita asal Amerika, yakni
Anime News Network. Selain itu, pemberitaan yang disampaikan ANN adalah
mengenai polemik penayangan Crayon Shinchan yang menurut komisioner KPI,
Ibu Agatha Lily dianggap sebagai tayangan yang berbahaya untuk ditonton oleh
anak-anak karena memuat berbagai unsur pornografi asosiatif.
Penayangan kartun di Indonesia bukanlah hal yang baru berjalan. Sudah
banyak berbagai judul kartun yang tayang di stasiun TV Indonesia. Hari minggu
pun tak luput dibanjiri oleh berbagai tayangan kartun oleh beberapa stasiun TV
Indonesia.
Beberapa kartun sempat populer di kalangan khalayak Indonesia saat seri
tersebut ditayangkan oleh stasiun TV swasta. Namun menjelang era pertengahan
2000-an, penayangan beberapa kartun mulai mengalami pengurangan. Porsi
tayangan kartun di stasiun TV mulai berkurang. Berbagai tayangan program
2.2.3 Literasi Media (Media Literacy)
Literasi Media adalah satu perspektif yang aktif kita gunakan untuk
membuka diri kepada media untuk menafsirkan makna pesan yang dihadapi,
membangun perspektif kita dari struktur pengetahuan.
Kajian literasi media terkini menunjukkan adanya perkembangan media
seperti video, komputer, dan internet. Literasi media di Indonesia lebih dikenal
dengan istilah melek media. James Potter dalam bukunya yang berjudul “Media
Literacy” mengatakan bahwa literasi media adalah sebuah perspekif yang
digunakan secara aktif ketika individu mengakses media dengan tujuan untuk
memaknai pesan yang disampaikan oleh media. Literasi media merupakan sebuah
pemahaman akan sumber-sumber dan teknologi komunikasi, kode-kode yang
digunakan, pesan-pesan yang dihasilkan serta seleksi, interpretasi dan dampak
dari pesan-pesan tersebut.
Banyak dari kita yang secara langsung menyalahkan tayangan televisi
yang tidak pantas atau menyebutkan serta mengeluhkan dampak bahaya yang
dimilikinya, kita jarang mempertanyakan peranan kita sendiri dalam proses
komunikasi massa. Kita melupakannya, karena kita berpartisipasi dalam
komunikasi massa secara alamiah, hampir tanpa usaha yang “sadar”.
Media literacy diartikan sebagai the ability to access, analyze, evaluate
and
create messages across a variety of contexts. Media literasi adalah kemampuan
untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan pesan melalui
konteks yang beragam. Konsep ini diterapkan pada beragam gagasan yang
berupaya untuk menjelaskan bagaimana media menyampaikan pesan-pesan
mereka, dan mengapa demikian. Tidak semua isi media massa bermanfaat bagi
khalayak. Banyak di antaranya yang tidak mendidik dan hanya mengedepankan
kepentingan pemilik atau pengelola media untuk mendapatkan keuntungan
sebanyak-banyaknya.
Literasi media bermaksud membekali khalayak dengan kemampuan untuk
memilah dan menilai isi media massa secara kritis, sehingga khalayak diharapkan
hanya memanfaatkan isi media sesuai dengan kepentingannya (Baran, 2009 :
sebuah kesadaran dan kecakapan komprehensif untuk menempatkan diri individu
dan masyarakat di depan media sebagai pelaku aktif. Dengan adanya kecakapan
bermedia, seseorang diharapkan mampu untuk menyeleksi media dan isinya untuk
dikonsumsi. Art Silverblatt menyebutkan tujuh elemen dasar yang menjadi
karakteristik dari literasi media, kemudian Stanley J. Baran menambahinya
menjadi delapan.
Karakteristik tersebut adalah (Baran, 2009 : 27-31):
1. Kemampuan dalam berpikir kritis yang memungkinkan para konsumen
media massa mengembangkan penilaian independen tentang konten
media. Berpikir secara kritis tentang konten yang kita konsumsi adalah
esensi utama dari media literasi. Mengapa kita menonton apa yang kita
tonton, membaca apa yang kita baca, dan mendengarkan apa yang kita
dengar
2. Pemahaman tentang proses komunikasi massa. Jika kita mengetahui
komponen dari proses komunikasi massa dan bagaimana komponen
tersebut berkaitan satu sama lain, kita dapat membuat perkiraan tentang
bagaimana mereka “melayani” kita
3. Tanggap akan dampak media bagi individu maupun masyarakat. Media
massa. mengubah dunia dan orang-orang di dalamnya. Jika kita
mengabaikan dampak media bagi kehidupan kita, kita lebih berisiko
terperangkap dan terbawa arus perubahan tersebut ketimbang mengontrol
atau memimpinnya
4. Strategi dalam analisis dan diskusi pesan-pesan media. Untuk
mengonsumsi pesan media secara peka, kita membutuhkan fondasi,
sebagai pemikiran dan refleksi awal. Jika kita menafsirkan makna, kita
harus memiliki alat yang memadai untuk mencapainya
5. Pemahaman isi media sebagai naskah yang menyediakan wawasan ke
dalam budaya dan kehidupan kita. Kita mengenali segala yang berkaitan
dengan budaya melalui komunikasi. Bagi budaya modern seperti saat ini,
pesan-pesan media semakin mendominasi kegiatan komunikasi,
6. Kemampuan untuk menikmati, memahami, dan mengapresiasi isi media.
Media literasi bukan berarti hidup sebagai seorang pembeci media atau
selalu curiga terhadap dampak bahayanya dan terjadinya degradasi budaya
7. Pengembangan tentang keterampilan produksi yang efektif dan sesuai.
Literasi tradisional mengasumsikan bahwa mereka yang dapat membaca
pasti bisa menulis. Media literasi juga mengasumsikan demikian.
Pemahaman kita tentang literasi (di setiap jenisnya) kemudian menyebut
tidak hanya untuk pemahaman yang efektif dan efisien tetapi juga untuk
penggunaannya yang efektif dan efisien. Karena itu, individu yang cakap
mengonsumsi media sepatutnya mengembangkan kemampuan
menghasilkan yang memungkinkan mereka menghasilkan pesan-pesan
media yang bermanfaat
8. Pemahaman etis dan kewajiban moral bagi para praktisi media. Kita harus
memahami peraturan resmi maupun tidak resmi pada pengoperasian
media. Dengan kata lain, kita harus tahu secara respektif, kewajiban etis
dan keabsahannya.
Pentingnya menjadi individu yang memahami dan melek akan media
adalah dengan mengetahui elemen-elemen dasar yang diperlukan tersebut, dan
dalam literasi media juga harus memiliki beberapa keahlian khusus yaitu:
a. Kemampuan dan kemauan untuk berusaha memahami konten,
memperhatikan, dan menyaring gangguan
b. Pemahaman dan penghargaan bagi kekuatan pesan media. Media massa
telah ada selama lebih dari satu setengah abad
c. Kemampuan untuk membedakan kondisi emosi dari reaksi beralasan
ketika menanggapi konten dan untuk bertindak secara sesuai
d. Meningkatkan tingginya ekspekstasi terhadap konten media
e. Pengetahuan tentang kumpulan genre dan kemampuan untuk mengenali
ketika mereka dipadukan
f. Kemampuan untuk berpikir secara kritis tentang pesan-pesan media, tidak
masalah bagaimana terpercayanya sumber mereka.
Jika tingkat literasi media yang dimiliki para orang tua memadai dalam
meningkatkan pemahaman anak-anak mereka terhadap tayangan yang sering,
jarang, atau tidak sengaja ditontonnya (Baran, 2004 : 57-59).
Fokus utama literasi media adalah evaluasi kritis terhadap pesan. Media
literacy merupakan sebuah pemahaman akan sumber-sumber dan teknologi
komunikasi, kode-kode yang digunakan, pesan-pesan yang dihasilkan serta
seleksi, interpretasi dan dampak dari pesan-pesan tersebut. Literasi media terdiri
dari struktur pengetahuan dan keterampilan (skills). Struktur pengetahuan, yaitu
seperangkat informasi yang terorganisasi dalam memori seseorang dan terbentuk
secara sistematis dalam waktu yang lama. Dengan struktur pengetahuan yang
berkembang, kita bisa memahami seluruh rentang isu media, dan bisa memahami
mengapa media selalu bersikap seperti itu. Sedangkan keterampilan (skill), ada
tujuh keterampilan dalam konteks literasi media, yaitu : keahlian untuk
menganalisis, mengevaluasi, memilah, menginduksi, mendeduksi, mensintesis
dan mengabstraksis pesan- pesan media (Buckingham, 2005 : 3-5).
2.3 Model Teoretik
Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang
bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai
dapat mengantar penelitian pada rumusan hipotesis (Nawawi, 1995:33).
Konsep pemikiran yang dalam istilah istilah mengekspresikan sebuah ide
abstrak yang dibentuk dengan menggeneralisasikan objek atau hubungan
fakta-fakta yang diperoleh dari pengamatan. Bungin mengartikan konsep sebagai
generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu yang dapat dipakai untuk
menggambarkan berbagai fenomena yang sama. Sedangkan Kerlinger menyebut
konsep sebagai abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan hal-hal
khusus (Kriyantono, 2008 : 17).
Kerangka pemikiran adalah hasil pemikiran yang rasional dalam
menguraikan rumusan hipotesis, yang sebenarnya merupakan jawaban sementara
dari masalah yang diuji kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara
Operasionalisasi konsep yang diukur dalam penelitian ini adalah peran
orang tua dan media literasi yang dapat diperoleh dari sebagai berikut (Marhaeni,
2009 : 84):
a. Suatu Keterbukaan, yaitu suatu keadaan di mana orang tua mengetahui
informasi tentang hal-hal yang disukai maupun tidak disukai oleh si anak
melalui proses komunikasi yang dilakukannya, termasuk tayangan
terfavorit atau yang sama sekali tidak disukai, terlepas dari nilai yang
tekandung dalam tayangan tersebut.
b. Empati, yang merupakan suatu keadaan di mana orang tua mampu
memposisikan dirinya sama seperti apa yang sedang dirasakan oleh
anaknya, termasuk di dalamnya tentang pemahaman terhadap kebutuhan
yang seharusnya atau tidak seharusnya dipenuhi.
c. Dukungan, yaitu suatu keadaan di mana orang tua mendorong anak
menuju ke arah yang lebih positif, dalam berbagai hal, termasuk di
dalamnya tentang tayangan-tayangan yang baik bagi perkembangannya.
d. Rasa positif yang berarti kemampuan orang tua dalam menyalurkan
pemahamannya tentang suatu tayangan secara positif sehingga
membangkitkan tanggapan yang juga positif dari anak.
e. Kesamaan, yaitu suatu keadaan di mana orang tua dan anak memiliki
pandangan sama tentang suatu hal, dalam hal ini orang tua memiliki
peranan dalam menyamakan pandangan tersebut.
Berdasarkan komunikasi yang efektif yang telah dipaparkan, sejumlah
langkah konkret untuk mencegah dan mengatasi berbagai kemungkinan dampak
yang tidak diinginkan akibat konsumsi media berlebih yang dilakukan oleh anak.
Langkah-langkah yang dimaksud dapat ditempuh melalui penataan kebijakan
mengenai anak dan televisi, pengisian program televisi dengan acara-acara yang
dapat dipertanggung jawabkan kemanfaatannya bagi pertumbuhan anak yang
sehat secara fisik dan mental.
Selain itu harus ada pembekalan bagi anak dengan keterampilan menonton
televisi secara benar, yang belakangan ini dapat dimulai dengan membekali para
orang tua agar mereka dapat membimbing anaknya menjadi penonton televisi
(http://www.parenting.co.id/article/berita.ayahbunda/info.keluarga/pengaruh.telev
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metodologi Penelitian
3.1.1 Metode Penelitian Kualitatif
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif. Penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan
sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Penelitian ini
tidak mengutamakan besarnya populasi atau sampling bahkan populasi atau
samplingnya sangat terbatas. Jika data yang terkumpul sudah mendalam dan bisa
menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya.
Di sini yang lebih ditekankan adalah persoalan kedalaman (kualitas) data bukan
banyaknya (kuantitas) data (Kriyantono, 2008 : 56-57).
Periset adalah bagian integral dari data, artinya periset ikut aktif dalam
menentukan jenis data yang diinginkan. Dengan demikian, periset menjadi
instrumen riset yang harus terjun langsung di lapangan. Karena itu penelitian ini
bersifat subjektif dan hasilnya lebih kasuistik bukan untuk digeneralisasikan.
Dalam tradisi penelitian kualitatif, proses penelitian dan ilmu pengetahuan
tidak sesederhana apa yang terjadi pada penelitian kuantitatif, karena sebelum
hasil-hasil penelitian kualitatif memberi sumbangan kepada ilmu pengetahuan,
tahapan pemikiran kualitatif melampaui berbagai tahapan berpikir kritis-ilmiah,
yang mana seorang peneliti memulai berpikir secara induktif, yaitu menangkap
berbagai fakta atau fenomena-fenomena sosial, melalui pengamatan di lapangan,
kemudian menganalisisnya dan kemudia berupaya melakukan teorisasi
berdasarkan apa yang diamati itu (Bungin, 2007 : 6).
3.1.2 Studi Kasus
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus.
Studi kasus menguraikan dan menjelaskan secara komprehensif mengenai
berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi (komunitas),
suatu program, atau suatu institusi sosial. Peneliti studi kasus berupaya menelaah
semaksimal mungkin seorang individu, suatu kelompok, atau suatu kejadian,
peneliti bertujuan memberikan pandangan yang lengkap dan mendalam mengenai
subjek yang diteliti (Mulyana, 2003 : 201). Robert K. Yin memberikan batasan
mengenai meode studi kasus sebagai penelitian yang menyelidiki fenomena di
dalam konteks kehidupan nyata, ketika batas-batas antara fenomena dan konteks
tak tampak dengan jelas, dan di mana multi sumber bukti dimanfaatkan
(Kriytantono, 2008 : 65).
Studi kasus memusatkan diri secara intensif terhadap subjek tertentu
dengan mempelajarinya sebagi suatu kasus. Peneliti harus mengumpulkan data
setepat-tepatnya dan selengkap-lengkapnya dari kasus tersebut untuk mengetahui
sebab-sebab yang sesungguhnya bilaman terdapat aspek-aspek yang perlu
diperbaiki (Nawawi, 1995 : 72).
Sebagai suatu metode kualitatif, studi kasus mempunyai beberapa
keuntungan. Lincoln dan Guba mengemukakan bahwa keistimewaan studi kasus
meliputi hal-hal berikut (Mulyana, 2003 : 201).
a. Studi kasus merupakan sarana utama bagi penelitian emik, yakni
menyajikan pandangan subjek yang diteliti.
b. Studi kasus menyajikan uraian menyeluruh yang m,irip dengan apa
yang dialami pembaca dalam kehidupan sehari-hari.
c. Studi kasus merupakan sarana efektif untuk menunjukkan hubungan
antara peneliti dan responden.
d. Studi kasusmemungkinkan pembaca untuk menemukan konsistensi
internal yang tidak hanya merupakan konsistensi gaya dan konsistensi
faktual, tetapi juga keterpercayaan (trustworthiness).
e. Studi kasus memberikan “uraian tebal” yang diperlukan bagi penilaian
atas transferabilitas. f. Studi kasus terbuka bagi penilaian atas konteks
yang turut berperan bagi pemaknaan atas fenomena dalam konteks
3.2 Objek Penelitian
Objek penelitian merujuk kepada masalah yang di teliti. Objek penelitian
ini adalah Peran Orang Tua murid TK Permata Bangsa Binjai Barat dalam
Membatasi Tayangan Televisi Anak disamping Rencana dihapuskannya Beberapa
Tayangan Kartun Berdasarkan Wacana KPI.
3.3 Subjek Penelitian
Dalam menentukan subjek penelitian yang paling penting adalah subjek
penelitian harus memungkinkan atau dapat diakses, menarik, dan tentu saja dapat
digeneralisasikan. Selain itu, subjek penelitian yang baik adalah orang-orang
dengan peran tertentu dan memiliki pengalaman.Subjek penelitian haruslah
memiliki kaitan erat dengan kasus yang ingin diteliti.
Untuk studi kasus, jumlah informan dan individu yang dijadikan informan
dipilih berdasarkan tujuan dan kebutuhan penelitian. Orang-orang yang dapat
dijadikan sebagai informan adalah orang-orang yang memiliki pengalaman sesuai
dengan penelitian, orang-orang dengan peran tertentu dan tentu saja mudah untuk
diakses.
Adapun subjek penelitian untuk penelitian ini adalah para orang tua yang
memiliki anak usia 4 sampai 6 tahun. Subjek penelitian tentunya dipilih
berdasarkan keterbukaannya terhadap anak-anaknya dan mengetahui tayangan
kartun favorit anaknya namun termasuk diantara golongan kartun yang akan
dihapuskan. Subjek penelitian ini terdiri dari salah satu orang tua saja, yakni
3.4 Kerangka Analisis
Bagan 3.1
3.5 Teknik Pengumpulan Data
3.5.1 Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian lapangan (field research). Penelitian lapangan adalah pengumpulan
data di lapangan yang meliputi kegiatan survey di lokasi penelitian. Pengumpulan
data dari responden dilakukan melalui wawancara mendalam (Indepth Interview).
Adapun metode pengambilan data yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah:
1. Data Primer
Kriyantono (2006 : 43) menjelaskan data primer adalah data yang diperoleh dari
sumber data pertama atau tangan pertama di lapangan. Adapun cara untuk
mendapatkan data primer yaitu :
a. Wawancara Mendalam
Wawancara secara mendalam secara umum adalah proses keterangan
untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
pewanwancara dengan informan atau dengan orang yang diwawancarai, dengan
Pewawancara informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lain.
Dengan demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah terlibatnnya dalam
kehidupan informan (Bungin,2006 : 18).
Wawancara mendalam adalah suatu cara mengumpulkan data atau
informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan agar
mendapatkan data lengkap dan mendalam. Wawancara ini dilakukan dengan
frekuensi tinggi (berulang-ulang) secara intensif. Pada wawancara mendalam ini,
pewawancara relatif tidak mempunyai kontrol atas respons informan, artinya
informan bebas memberikan jawaban. Karena itu periset mempunyai tugas agar
informan bersedia memberikan jawaban-jawaban yang lengkap, mendalam, dan
bila perlu tidak ada yang disembunyikan. Caranya dengan mengusahakan
wawancara berlangsung informal seperti orang sedang mengobrol (Kriyantono,
2008 : 100).
Pewawancara adalah orang yang menggunakan metode wawancara
sekaligus dia yang bertindak sebagai “pemimpin” dalam proses wawancara
tersebut. Dia pula berhak menentukan materi yang akan diwawancarai serta kapan
dimulai dan diakhiri. Namun kadang kala informasi pun dapat menentukan
perannya dalam hal kesepakatan mengenai kapan waktu wawancara mulai
dilaksanakan dan diakhiri.
Metode wawancara mendalam (In-depth Interview) adalah sama seperti
metode wawancara lainnya, hanya peran peawancara, tujuan wawancara, peran
informan, dan cara melakukan wawancara yang berbeda dengan wawancara pada
umumnya. Sesuatu yang amat berbeda dengan metode wawancara lainnya adalah
bahwa wawancara mendalam dilakukan berkali-kali dan membutuhkan waktu
yang lama bersama informan di lokasi penelitian, hal mana kondisi ini tidak
pernah terjadi pada wawancara pada umumnya (Bungin, 2007 : 108).
Dalam melakukan wawancara ada beberapa teknik yang dapat diterapkan
oleh peneliti. Teknik yang biasanya terdapat dalam wawancara mendalam, antara
lain: