• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendekatan Saintifik Dan Implementasinya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendekatan Saintifik Dan Implementasinya"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

PENDEKATAN SAINTIFIK DAN IMPLEMENTASINYA

DALAM KURIKULUM 2013

Makalah dipresentasikan pada

Workshop Implementasi PendekatanSaintifik dalam Pelaksanaan Kurikulum 2013

Sabtu, 31 Oktober 2015

Di

Ruang Rapat Lantai 2 sayap Barat LPPMP UNY

Oleh

Prof. Dr. Marsigit, M.A.

Dosen Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta

(2)

PENDEKATAN SAINTIFIK DAN IMPLEMENTASINYA

DALAM KURIKULUM 2013

Oleh

Prof. Dr. Marsigit, M.A.

Dosen Jurusan Pendidikan Matematika, FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta

http://powermathematics.blogspot.com; http://uny.academia.edu/MarsigitHrd

I. PENDAHULUAN

Secara normatif, pendekatan atau metode Saintifik dapat ditelusuri melalui sejarah pemikiran yang terangkum dalam Filsafat Ilmu, yang tercatat sejak jaman Yunani sampai jaman kontemporer dewasa ini. Secara formal, pendekatan Saintifik dapat ditelusuri pada dokumen Kurikulum 2013, sebagai pengusung metode pembelajaran berkerangka ilmiah di sekolah. Dokumen Kurikulum 2013 menerangkan bahwa pendekatan Saintifik adalah pendekatan ilmiah yang dapat digunakan untuk pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam sintaknya, pendekatan Saintifik dianggap sebagai salah satu metode Induksi (khusus menuju umum) yang dilawankan dengan metode Deduktif (umum menuju khusus). Metode Saintifik yang bersifat induktif dipandang lebih cocok dengan dunia penemuan ilmiah (inquiry) dan dengan dunia anak-anak sekolah. Hal ini karena metode Saintifik berangkat dari telaah objek-objek kongkrit, investigasi, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Sebagai metode ilmiah, metode saintifik memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau ekperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menyimpulkan hasil. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81a Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum Pedoman Umum Pembelajaran, mengamanatkan Strategi pembelajaran yang melibatkan pendekatan Saintifik, sebagai sangat diperlukan untuk menunjang terwujudnya kompetensi yang terurai dalam Kurikulum 2013, serta cara bagaimana siswa mampu mencapainya. Kajian referensi oleh beberapa nara sumber (2013) menyimpulkan bahwa dalam rangka melaksanakan Kurikulum 2013, terdapat berbagai macam metode pembelajaran yang selaran dan menunjang pendekatan saintifik, diantaranya: Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah, Pendekatan Pembelajaran Kontekstual, Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah, Pendekatan Pembelajaran Berbasis Proyek, Pendekatan Pembelajaran Kooperatif, dan Pendekatan Pembelajaran Komunikatif.

(3)

keterampilan memecahkan masalah dan memperoleh pengetahuan. Diasumsikan bahwa pembelajaran merupakan proses yang aktif, kolaboratif, terintegrasi, dan konstruktif yang dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial. Kegiatan pembelajaran dalam skema Kurikulum 2013 diselenggarakan untuk membentuk watak, membangun pengetahuan, sikap dan kebiasaan-kebiasaan untuk meningkatkan mutu kehidupan peserta didik. Kegiatan pembelajaran diharapkan mampu memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Pemberdayaan diarahkan untuk mendorong pencapaian kompetensi dan perilaku khusus supaya setiap individu mampu menjadi pembelajar sepanjang hayat dan mewujudkan masyarakat belajar. Dengan demikian guru diharapkan mampu mengimplementasikan metode pembelajaran yang inovatif (students-centered); pembelajaran konvensional (teacher-centered) dianggap tidak lagi mampu memenuhi harapan-harapan di atas. Agar siswa mampu mengembangkan sikap dan pengalaman sesuai dengan perbedaan potensinya, maka peran guru tidak lagi sebagai pentransfer ilmu, melainkan sebagai fasilitator atau membantu siswa agar siswa mampu menguasai berbagai kompetensi yang diharapkan. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan diharap mampu mengembangkan kemampuan untuk mengetahui, memahami, melakukan sesuatu, hidup dalam kebersamaan, dan mengaktualisasikan diri. Dengan perkataan lain, kegiatan pembelajaran perlu menggunakan prinsip yang: (1) berpusat pada peserta didik, (2) mengembangkan kreativitas peserta didik, (3) menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang, (4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestetika, dan (5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam.

Pengakuan keragaman potensi siswa agar mereka mampu melakukan kegiatan eksplorasi berimplikasi terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang perlu menerapkan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna. Pada gilirannya kegiatan pembelajaran diharap mampu mengembangkan dan meningkatkan kompetensi, kreativitas, kemandirian, kerjasama, solidaritas, kepemimpinan, empati, toleransi dan kecakapan hidup peserta didik guna membentuk watak serta meningkatkan peradaban dan martabat bangsa. Siswa yang bersifat otonom, perlu diberi kesempatan untuk menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama di dalam benaknya, dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Peserta didik harus didorong untuk mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman-pengalamannya. Dengan demikian maka Kurikulum 2013 sejalan dengan paradigm constructivism dalam ilmu pendidikan. Kurikulum 2013 juga selaras dengan berbagai teori kependidikan misalnya: teori perkembangan kognisi dari Piaget, teori belajar dan membimbing dari Vygotsky, pendekatan kontekstual, kolaborasi, problem-based learning, investigasi, discovery-method, problem solving, problem posing, dst.Mengingat berbagai pertimbangan di atas maka dalam pembelajaran di kelas, guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan peserta didik untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar peserta didik menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar, seperti ditulis dalam pedoman pelaksanaan sbb:

(4)

memanjat anak tangga tersebut. Bagi peserta didik, pembelajaran harus bergeser dari “diberi tahu” menjadi “aktif mencari tahu”.Di dalam pembelajaran, peserta didik membangun pengetahuan bagi dirinya. Bagi peserta didik, pengetahuan yang ada di benaknya bersifat dinamis, berkembang dari sederhana menuju kompleks, dari ruang lingkup dirinya dan di sekitarnya menuju ruang lingkup yang lebih luas, dan dari yang bersifat konkrit menuju abstrak. Sebagai manusia yang sedang berkembang, peserta didik telah, sedang, dan akan mengalami empat tahap perkembangan intelektual, yakni sensori motor, pra-operasional, operasional konkrit, dan operasional formal”

Skema pembelajaran perlu dimulai dengan perencanaan yang mempertimbangkan berbagai factor serta berbagai sumber belajar dan pembelajaran yang dapat digunakan. Pengembangan perangkat pembelajaran menjadi sangat penting. RPP dan LKS perlu dikembangkan selaras dengan kompetensi dasar, asumsi, paradigm dan teori-teori belajar-mengajar. Skema pencapaian kompetensi perlu didukung dengan pengembangan berbagai variasi media, variasi metode dan variasi interaksi di dalam kelas. Dikarenakan peran aktif siswa sangat diakui, maka alur kegiatan siswa perlu memasilitasi mereka agar mempunyai kesempatan berdiskusi di dalam kelompok besar atau kecil, serta menyampaikan pendapatnya atau melaporkan hasil kepada teman yang lain atau guru di kelas. Skema pencapaian kompetensi akan menjamin kepastian fasilitasi guru akan segala kemungkinan kegiatan dan proses kognisi atau pencapaian kompetensi. Untuk memperkokoh skema pencapaian kompetensi maka Kurikulum 2013 SD/MI menggunakan pendekatan pembelajaran tematik integratif dari kelas I sampai kelas VI. Dijelaskan bahwa pembelajaran tematik integratif merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema. Sesuai dengan pedoman pelaksanaan, pengintegrasian tersebut dilakukan dalam dua hal, yaitu integrasi sikap, keterampilan dan pengetahuan dalam proses pembelajaran dan integrasi berbagai konsep dasar yang berkaitan. Tema akan membingkai dan member kerangkan makna berbagai konsep dasar sehingga peserta didik akan mampu mengkonstruksinya secara komprehensif. Ketentuan tentang pembelajaran tematik diuraikan sebagai berikut:

“Pembelajaran tematik integratif, tema yang dipilih berkenaan dengan alam dan kehidupan manusia. Untuk kelas I, II, dan III, keduanya merupakan pemberi makna yang substansial terhadap mata pelajaran PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, Seni-Budaya dan Prakarya, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Di sinilah Kompetensi Dasar dari IPA dan IPS yang diorganisasikan ke mata pelajaran lain memiliki peran penting sebagai pengikat dan pengembang Kompetensi Dasar mata pelajaran lainnya. Dari sudut pandang psikologis, peserta didik belum mampu berpikir abstrak untuk memahami konten mata pelajaran yang terpisah kecuali kelas IV, V, dan VI sudah mulai mampu berpikir abstrak. Pandangan psikologi perkembangan dan Gestalt memberi dasar yang kuat untuk integrasi Kompetensi Dasar yang diorganisasikan dalam pembelajaran tematik. Dari sudut pandang transdisciplinarity maka pengotakan konten kurikulum secara terpisah ketat tidak memberikan keuntungan bagi kemampuan berpikir selanjutnya”.

(5)

memfasilitasi peserta didik mampu membangun konsep atau pengetahuan secara mandiri dan bersama-sama dengan bimbingan guru. Harapannya tentu agar pembelajaran lebih berorientasi pada siswa (student centered) dimana siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya. Paradigma-paradigma lama yang sudah tidak cocok disarankan untuk ditinggalkan misalnya paradigma: transfer of learning, teacher centered, behaviorisme, dsb. Sebaliknya dengan mengenalkan pendekatan Saintifik, sekaligus memunculkan paradigma-paradigma baru misal: student centered, active learning, constructivism, dst., yang didukung berbagai teori misal teori Bruner, teori Piaget, dan teori Vigotsky. Kajian berbagai Kurikulum dinegara lain aka menambah perspektif tentang kedudukan dan arah pengembangan kurikulum yang telah ditetapkan. Berikut perbandingan kedudukan Kurikulum 2013 jika dibandingkan di antara konteks pendidikan tingkat global , akan tampak seperti diagram berikut:

Industrial

Moral value Good vs Bad Pragmatical Hierarkhy/ Paternalistics

Teaching Aids Visual Teaching Aids Various resources/

(6)

Setelah beberapa tahun sebagian sekolah dan sebagian guru melaksanakan Kurikulum 2013 dengan metode Saintifiknya, beberapa indikasi dan hasil penelitian menunjukkan masih adanya persoalan, baik persoalan mendasar maupun teknis adanya kendala implementasi pendekatan Saintifik. Relevansi metode saintifik dari sisi siswa (SD, SMP, SMA) masih perlu dikaji terus. Karakteristik proses pembelajaran masih perlu terus disesuaikan dengan karakteristik kompetensi. Pembelajaran tematik terpadu di SD/MI/SDLB/Paket A, perlu disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik, demikian juga pada SMP/MTs atau sederajat, perlu disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik. Kompetensi yang mulai memperkenalkan mata pelajaran dengan mempertahankan tematik terpadu masih perlu terus dikaji dan dikembangkan. Perlu terus diteliti tentang aspek penerapan sintak pendekatan Saintifik: Proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu: a. mengamati; b. menanya; c. mengumpulkan informasi; d. mengasosiasi; dan e. mengkomunikasikan. Mengamati meliputi : membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat). Menanya meliputi : mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Mengumpulkan Informasi/Eksperimen meliputi : melakukan eksperimen :- membaca sumber lain , selain buku teks, - mengamati objek/ kejadian/ aktivitas, - wawancara dengan nara sumber. Mengasosiasikan/ mengolah informasi meliputi : - mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan ; kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi; - Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Mengomunikasikan meliputi : menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan,

tertulis, atau media lainnya .

II. ONTOLOGI SAINTIFIK

(7)

memposisikan seseorang untuk selalu mempertanyakan klaim yang kurang memiliki bukti empiris yang kuat. Skeptisisme Ilmiah inilah yang kemudian dikenal sebagai pendekatan Saintifik. Sebagai salah satu akar dan basis Saintifisme dan Saintifik, metode Positive yang dipelopori oleh Auguste Compte, menolak tesis-tesis ilmu-ilmu humaniora (geistesweistensaften) dan juga menolak Filsafat termasuk metafisik yang ada di adalamnya; sebaliknya kaum Positive berusaha membangun struktur dunia untuk membangun dunia dengan meletakkan metode Positive di atas Filsafat dan Spiritual. Merunut objek dan pendekatan normatifnya pada time-line sejarahnya, konsekuensi logis dari dunia kontemporer dalam mempersepsi munculnya gagasan pendekatan Saintifik, haruslah berbesar hati untuk menerima kenyataan akan munculnya ide sintetik yang bersifat radik. Secara khusus seberapa jauh kita mampu memikirkan adanya konsep-konsep Saintifisme Ideal, Saintifisme Realis, Saintifisme Rasional, Saintifisme Positif, Saintifisme Empiris, dan Saintifisme Kontemporer.

Dalam khasanah pembentukan pengetahuan, I Kant (1671) secara gamblang menguraikan bahwa “pengetahuan” haruslah merupakan sintesis antara tesis-tesis dan anti-tesis anti-tesis; secara garis besar tesis-tesis dan anti-tesis anti-tesis yang berasal dari Logika Pikir dan yang berasal dari Logika Pengalaman. Yang berasal dari Logika Pikir direpresentasikan oleh Idealisme, Rasionalisme, Skeptisisme, Logisisme, Formalisme, Simbolisme, Objektivisme dan Absolutisme. Sedangkan yang berasal dari Logika Pengalaman direpresentasikan oleh Realisme, Empirisisme, Intuisionisme, dan Subjektivisme. Logika Pikir mempunyai sifat-sifat konsisten, logis, koheren, analitik, rigor, a priori, formal, murni, objektif, terukur, deduktif, abstrak, intuisi murni dan terbebas oleh ruang dan waktu; sedangkan Logika Pengalaman mempunyai sifat kecocokan, persepsi, intuisi empirik, sintetik, a posteriori, subjektif, relatif, induktif, konkrit, dan terikat oleh ruang dan waktu. Hermenitika ilmu menjamin adanya interaksi linear dalam kesiklikan antara unsur-unsur keterwakilan logika pikir dan logika pengalaman; sehingga I Kant menegaskan bahwa sebenar-benar Ilmu adalah bersifat Sintetik a priori. Logika pikir saja tanpa adanya logika pengalaman dianggap baru mencapai setengah ilmu; demikian juga jika hanya logika pengalaman tanpa adanya logika pikir. Dalam sejarahnya, hemenitika keilmuan tersebut menghasilkan forma interaksi yaitu Positivisme dan Saintifisme beserta turunan-turunan dalam bentuk sintak-sintak praksis kependidikan, misalnya pendekatan Saintifik, Projek Based Learning, Problem Based-Learning, Cooperative Learning, Contextual Learning, dst.

(8)

Intuisi; potensi pikir berupa Intuisi Pikir dan potensi pengalaman berupa Intuisi Empirik. Pertanyaan selanjutnya adalah, sejak kapan manusia mempunyai Intuisi Pikir dan Intuisi Pengalaman? Untuk pertanyaan ini maka tiadalah orang termasuk pakar keilmuan, psikologi dst yang mampu menjawabnya kecuali melalui pendekatan ontologis bahwa komponen Intuisi Pikir dan Intuisi Pengalaman masing-masing terdiri dari 2 (dua) unsur Forma (wadah) dan Substansi (isi). Pertanyaan dilanjutkan, sejak kapan dan dari manakah unsur Forma Intuisi dan Substansi Intuisi, para Filsuf hanya mampu menyebutkan sebagai Fatal (takdir) dan Vital (ikhtiar manusia). Namun untuk kepentingan pedagogik, tentunya kita tidak pusa hanya berhenti sampai di situ saja. Secara psikologis, Intuisi Pikir dan Intuisi Empirik terbawa dan terbentuk sejak manusia lahir, serta berkembang melalui interaksi dengan objek/benda terdekat di sekelilingnya termasuk orang tua, keluarga, masyarakat dan sekolah. Inilah pondasi yang seharusnya digunakan oleh setiap edukationis dan psikologis untuk mengembangkan teori-teori belajar dan mengajar.

Dari uraian di atas kiranya dapat dipahami mengapa secara filosofis dimungkinkan munculnya berbagai macam teori pembentukan ilmu, pembenaran ilmu dan macam-macam ilmu. Sifat dan kedudukan Objek Pikir dan Objek Pengalaman menentukan jenis dan sifat metode keilmuannya. Jika objeknya berada di dalam pikir (tidak dapat diamati) maka lahirlah Idealisme, Rasionalisme, Skeptisisme, Logisisme, Formalisme, Simbolisme, Objektivisme, Absolutisme, Positivisme Ideal, dan Saintifisme Ideal; jika objeknya berada di luar pikir (dapat di amati/dipersepsi) maka lahirlah Realisme, Empirisisme, Intuisionisme, Subjektivism, Positivisme Realis dan Saintifisme Realis. Dengan gamblang, di sini kita telah memperoleh 2 (dua) macam Saintifisme yaitu Saintifisme Ideal dan Saintifisme Realis. Dikarenakan ketidakjelasan pada fase ini, maka pada tataran yang lebih rendah telah terjadi kevakuman/distorsi/reduksi dengan hanya dikenalkan saja pendekatan Saintifik; namun menurut hemat penulis, pendekatan Saintifik yang diimplementasikan pada Kurikulum 2013 adalah pendekatan yang diturunkan dari Saintifisme Realis,yaitu untuk objek-objek yang teramati (di luar pikiran).

(9)

Hitam. Semua benda/sifat adalah Subjek dari suatu Predikat sekaligus Predikat dari suatu Subjek yang lain. Jika Saintifism Realis mendasarkan kepada Objek Pengalaman titik pangkal, maka adalah relevan bahwa Saintifik Realis atau yang kemudian disebut sebagai pendekatan Saintifik, menggunakan objek-objek pengalaman atau benda-benda kongkrit sebagai bahan observasinya. Guru Matematika di sekolah, ketika menggunakan pendekatan Saintitik, merasa gamang ketika menyuruh siswa mengamati fenomena matematika yang cukup tertulis di dalam buku teks. Hal tersebut karena belum dibedakannya antara Saintifik Ideal dan Saintifik Realis. Sedangkan untuk kelas rendah seperti di SD atau awal SMP, guru tidak merasa ragu karena objek observasinya adalah benda-banda kongkrit (Objek Pengalaman).

Apapapun objeknya, dalam pendekatan Saintifik yang sintaknya sesuai dengan yang tercantum pada Kurikulum 2013, persoalan selanjutnya adalah menjawab apa yang diamati? Bagaimana mengamatinya? Dan apa hasil pengamatannya?

Gambar: Kegiatan Observasi (Fenomenologi)

(10)

misal bahwa terdapat sudut lancip, maka yang dimaksud adalah lancip sempurna; tidak dalam kondisi agak lancip, kurang lancip, dst.

Gambar: Membangun Pengetahuan (I Kant, 1671)

Kegiatan observasi diawali dengan (tingkat) Kesadaran akan objek yang akan diobservasi sehingga observer mempunyai daya sensibilitas observasi. Daya sensibilitas observasi ini penting untuk menghasilkan Representasi dari objek teramati yang berupa Persepsi objek teramati. Pada tahap ini, pengalaman mengobservasi yang diperoleh (Logika Pengalaman) tidak dapat bekerja/berdiri sendiri tanpa bantuan Logika Pikir, yaitu dengan hadirnya kemampuan Imajinasi dengan cara sintesis, sehingga gabungan antara pengalaman mengobservasi dan imajinasi menghasilkan Pengetahuan Pikir dan Sensasi Pengalaman. Mengapa? Dia dikatakan Pengetahuan Pikir jika sesuai dengan Aksioma atau Postulat Pikir. Dan dikatakan Sensasi Pengalaman jika sesuai dengan Hukum Sebab-Akibat dan Hubungan antar Satuan Pengalaman. Aksioma/Postulat Pikir dan Satuan Pengalaman tersebut berdomisili di dalam Kategori Berpikir (I Kant) yang terbawa sejak lahir sebagai Fatal dan Vital, dan terdiri dari Forma dan Substansi; dan bersifat intuitif (hasil berpikir dan pengalaman). Interaksi antara Pengetahuan Pikir dan Sensasi Pengalaman tersebut itulah yang kemudian disebut sebagai Ilmu (Pengetahuan), yang bersifat sintetik a priori. Sintetik sensasinya, dan a priori pikirannya.

(11)

anak-anak. Kesesuaian antara postulat-postulat pikir dan sensasi-sensasi pengalaman, menghasilkan apa yang disebut sebagai Konsep (orang awam mengatakan sebagai Pengertian). Apapun dari setiap Konsep, maka terdiri dari Forma (wadah) dan Sibstansi (Isi). Formanya berupa Kategori Berpikir dan Substansinya berupa Sensasi Pengalaman. Kategori Berpikir merupakan genus (unsur dasar) yang dengan kegiatan berpikir dan sensasinya akan menemukan postulat-postulat berpikir selanjutnya secara berkhirarkhi dan kompleks. Maka secara ontologis, dengan sintak-sintak pendekatan Saintifik diharapkan Subjek Belajar akan mampu menemukan, memperkokoh dan mengembangkan Kategori Berpikir sebagai unsur dasar setiap Ilmu (Pengetahuannya), yang dituntun secara konsisten, rigor, analitik, logik, formal, abstrak, identitas, a priori, dan tautologi oleh Postulat-postulat Umumnya, yang telah diakui kebenarannya secara koheren oleh komunitas keilmuannya; serta dilandasi secara kokoh oleh Sensasi Pengalamannya, dengan kesadaran bahwa Sensasi Pengalamannya tersebut bersifat sintetik a posteriori. Dengan berkembangnya secara intensif dan ekstensif Kategori Berpikir akan diperoleh Struktur Pengetahuan yang kemudian disebut sebagai Ilmu Pengetahuan. Dengan Ilmu Pengetahuan yang telah berhasil dibangunnya itu maka seseorang akan memperoleh nilai-nilai kebijakannya, antara lain adalah mengambil Keputusan/Judgment (sekarang disebut Evaluasi-tahap akhir taksonomi Bloom) secara tepat dan bijaksana. Secara ontologis, kegiatan belajar seseorang dapat dikatakan sebagai menembus Ruang dan Waktu. Sebenar-benar orang cerdas adalah jika mampu menembus dan berada dalam Ruang dan Waktu yang benar (Jawa: sopan santun).

III. TESIS DAN ANTI-TESIS PEMAHAMAN PENDEKATAN SAINTIFIK

Seperti diketahui bahwa secara eksplisit pendekatan Saintifik direkomendasikan untuk metode pembelajaran (dengan didukung atau dikombinasikan dengan metode lain yang selaras) dalam kerangka Kurikulum 2013. Sebelum diuraikan tentang implementasi dan contoh-contohnya, maka di sini akan dilakukan sintesis tentang adanya dikotomi pemikiran Saintifik dan Tidak Saintifik. Pendekatan saintifik yang terdiri dari sintak: a. mengamati; b. menanya; c. mengumpulkan informasi; d. mengasosiasi; dan e. mengkomunikasikan.

Terdapat pemikiran (referensi) bahwa proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria seperti berikut ini.

Tesis 1:

Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.

(12)

Pembelajaran dengan pendekatan Saintifik tetaplah berbasis Kompetensi sesuai dengan jiwa dan semangat Kurikulum 2013. Fakta atau fenomena merupakan objek keilmuan yang digunakan untuk membangun (Ilmu) Pengetahuan dengan pendekatan Saintifik yang melibatkan unsur logika dan pengalaman. Segala macam kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng dapat berfungsi untuk memperkuat landasan pikiran dan pengalaman.

Tesis 2:

Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.

Anti-Tesis 2:

Pendekatan Saintifik dapat diselenggarakan dalam kerangka Konstruksivisme, yaitu memberi kesempatan peran siswa untuk membangun pengetahuan/konsepnya melalui fasilitasi guru. Terminologi “Penjelasan guru-respon siswa” bertentangan dengan semangat Saintisme yaitu kemandirian untuk menemukan pengetahuannya. Pemikiran subjektif diperlukan untuk memperkokoh karakter memperoleh Sensasi Pengalaman. Penalaran yang menyimpang perlu disadari dan dicarikan solusi dan penjelasannya untuk memperkokoh konsep yang telah dibangunnya.

Tesis 3:

(13)

sikap tidak percaya, jika diwarnai oleh kepentingan subjektif guru dan peserta didik.Penemuan coba-coba. Tindakan atau aksi coba-coba seringkali melahirkan wujud atau temuan yang bermakna. Namun demikian, keterampilan dan pengetahuan yang ditemukan dengan caracoba-coba selalu bersifat tidak terkontrol, tidak memiliki kepastian, dan tidak bersistematika baku. Tentu saja, tindakan coba-coba itu ada manfaatnya dan bernilai kreatifitas. Karena itu, kalau memang tindakan coba-coba ini akan dilakukan, harus diserta dengan pencatatan atas setiap tindakan, sampai dengan menemukan kepastian jawaban. Misalnya, seorang peserta didik mencoba meraba-raba tombol-tombol sebuah komputer laptop, tiba-tiba dia kaget komputer laptop itu menyala. Peserta didik pun melihat lambang tombol yang menyebabkan komputer laptop itu menyala dan mengulangi lagi tindakannya, hingga dia sampai pada kepastian jawaban atas tombol dengan lambang seperti apa yang bisa memastikan bahwa komputer laptop itu bisa menyala.Berpikir kritis.

Kamampuan berpikir kritis itu ada pada semua orang, khususnya mereka yang normal hingga jenius. Secara akademik diyakini bahwa pemikiran kritis itu umumnya dimiliki oleh orang yang bependidikan tinggi. Orang seperti ini biasanya pemikirannya dipercaya benar oleh banyak orang. Tentu saja hasil pemikirannya itu tidak semuanya benar, karena bukan berdasarkan hasil eksperimen yang valid dan reliabel, karena pendapatnya itu hanya didasari atas pikiran yang logis semata.

Anti-Tesis 2:

 Indikator atau kriteria sifat non Ilmiah tidak serta merta dapat diturunkan dengan menegasikan sifat Ilmiah. Pendekatan Ilmiah bersintak (sesuai dengan referensinya), maka sifat Ilmiah tidak serta merta secara rigid identik dengan sintak-sintaknya. Untuk memperoleh sintak Ilmiah terkadang subjek didik melakukan hal-hal yang dapat dikategorikan sebagai non ilmiah, misal kekeliruan mengobservasi, dan mengambil kesimpulan. Kesimpulan yang belum benar mungkin terjadi walaupun siswa sudah menggunakan sintak Saintifik.

 Peran intuisi sangat penting bai sebagai Intuisi Berpikir maupun sebagai Intuisi Pengalaman.

 Akal sehat sangat bermanfaat sebagai dimulainya kesadaran untuk mempersepsi objek berpikir.

 Kegiatan coba-coba secara ontologis bermakna sebagai kegiatan interaksi antara pikiran dan pengalaman, antara logika dan faktanya, antara analitik dan sintetik, dan antara a priori dan a posteriori.

 Berpikir kritis adalah berpikir reflektif sampai pada kemampuan mengambil keputusan secara benar.

 Fenomenologi sebagai kerangka filosofis pendekatan Saintifik.

(14)

.

IV. IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN.

Implementasi pendekatan Saintifik dalam pembelajaran di kelas tentunya harus sesuai dengan koridor yang sudah digariskan oleh Kurikulum 2013, walaupun secara substantif seorang pendidik tetap harus selalu berpikir kritis dengan mencermati aspek aspek pedagogiknya sesuai dengan learning kontinum subjek didiknya. Berikut disajikan nukilan aspek pelaksanaan pendekatan Saintifik berdasar Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81a Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum Pedoman Umum :

A. Pedoman pendekatan Saintifik

1. Mengamati

Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.Dalam kegiatan mengamati, guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek.

2. Menanya

Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik. Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstra berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik.

(15)

Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2) mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan; (3)mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data;(6) menarik simpulan atas hasil percobaan; dan (7)membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.

4. Mengasosiasi

Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat. Tindak lanjut dari bertanya adalah menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. Informasi tersebut menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya yaitu memeroses informasi untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi dan bahkan mengambil berbagai kesimpulan dari pola yang ditemukan.

5. Mengkomunikasikan

Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya

B. Pedoman Perencaan Pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran adalah rencana pembelajaran yang dikembangkan secara rinci dari suatu materi pokok atau tema tertentu yang mengacu pada silabus. RPP mencakup: (1) data sekolah, matapelajaran, dan kelas/semester; (2) materi pokok; (3) alokasi waktu; (4) tujuan pembelajaran, KD dan indikator pencapaian kompetensi; (5) materi pembelajaran; metode pembelajaran; (6) media, alat dan sumber belajar; (6) langkah- langkah kegiatan pembelajaran; dan (7) penilaian.

Pengembangan RPP dapat dilakukan pada setiap awal semester atau awal tahun

(16)

berkelompok. Pengembangan RPP yang dilakukan oleh guru secara mandiri dan/atau secara bersama-sama melalui musyawarah guru MATA pelajaran (MGMP) di dalam suatu sekolah tertentu difasilitasi dan disupervisi kepala sekolah atau guru senior yang ditunjuk oleh kepala sekolah. Pengembangan RPP yang dilakukan oleh guru secara berkelompok melalui MGMP antarsekolah atau antarwilayah dikoordinasikan dan disupervisi oleh pengawas atau dinas pendidikan.

RPP dikembangkan dengan prinsip: a. RPP disusun guru sebagai terjemahan dari ide kurikulum dan berdasarkan silabus yang telah dikembangkan di tingkat nasional ke dalam bentuk rancangan proses pembelajaran untuk direalisasikan dalam pembelajaran. b. RPP dikembangkan guru dengan menyesuaikan apa yang dinyatakan dalam silabus dengan kondisi di satuan pendidikan baik kemampuan awal peserta didik, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar.

C. Problem Based Learning sabagai salah satu metode yang sesuai dengan pendekatan Saintifik

Hasil workshop nara sumber pengembangan metode Saintifik (Bogor, 2013) mendeskripsikan terdapat beberapa metode yang selaras dan cocok digunakan bersama, berbasis atau dalam kerangaka pendekatan Saintifik yaitu : 1. Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah 2. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual, 3. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah , 4. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Proyek , 5. Pendekatan Pembelajaran Kooperatif , dan 6 Pendekatan Pembelajaran Komunikatif. Pembelajaran berbasis masalah (PBM) atau

Problem-Based Learning (PBL) adalah metode pembelajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata yang tidak terstruktur dengan baik sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah dan memperoleh pengetahuan.

Kurikulum sekolah kita merupakan kurikulum berbasis kompetensi (Competence_Based Curriculum), bukan kurikulum berbasis pengetahuan (Knowledge_Based Curriculum). Sebagai kurikulum berbasis kompetensi (KBK), kurikulum sekolah kita dapat dikategorikan sebagai pengalaman bukan sekedar pedoman atau kumpulan materi untuk dipelajari. onsekuensinya, guru dalam pembelajaran harus memfasilitasi para siswa dengan berbagai kegiatan sehingga para siswa mendapat pengalaman belajar yang bermakna. PBL dimulai dengan asumsi bahwa pembelajaran merupakan proses yang aktif, kolaboratif, terintegrasi, dan konstruktif yang dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial dan kontekstual. PBM ditandai juga oleh pendekatan yang berpusat pada siswa (students'- centered), guru sebagai fasilitator, dan soal terbuka (open-ended question) atau kurang terstruktur (ill-structured) yang digunakan sebagai rangsangan awal untuk belajar.

(17)

perlu mengkaji banyak metode sebelum memutuskan jawaban tertentu. Masalah yang kurang terstruktur akan mendorong siswa untuk melakukan investivigasi, melakukan diskusi, dan mendapat pengalaman memecahkan masalah. Dengan PBL , pembelajaran menjadi lebih realistik untuk menciptakan pembelajaran yang menekankan dunia nyata, keterampilan berfikir tingkat tinggi, belajar lintas disiplin, belajar independen, keterampilan kerja kelompok dan berkomunikasi melalui suasana pembelajaran berbasis masalah.

Selain menekankan learning by doing, PBL membuat siswa sadar akan informasi apa yang telah diketahui pada masalah yang dihadapi, informasi apa yang dibutuhkan untuk memecahkan permasalahan tersebut, dan strategi apa yang akan digunakan untuk memperlancar pemecahan masalah. Mengartikulasikan pikiran-pikiran tersebut akan membantu siswa menjadi pemecah masalah (problem solver) dan siswa yang mengetahui apa yang harus dilakukan (self

-directed) yang lebih efektif. Tujuan dari PBL adalah untuk memfasilitasi siswa agar: 1. Berpikir kritis dan analitis , 2. Mencari dan memanfaat sumber belajar yang berasal dari lingkungan sekitar, 3. Menggunakan pengetahuan secara efektif, dan , 4. Mengembangkan pengetahuan dan strategi untuk permasalahan selanjutnya.

V. STUDI KASUS DAN PERSEPSI GURU TENTANG PENDEKATAN SAINTIFIK

Studi Kasus dan Persepsi guru berikut diambil dari para peserta PLPG Pendidikan Matematika Rayon 111 Universitas Negeri Yogyakarta, 17-26 Oktober 2015 yang diikuti oleh 9 (sembilan) orang guru SMA/SMK.

A. Indikator Pembelajaran Berorientasi Pendekatan saintifik dan pencapaiannya (Marsigit, 2015)

Indikator pembelajaran berorientasi pada pendekatan saintifik yaitu jika dalam pembelajaran tersebut didukung, terdapat dan dikembangkan hal-hal sebagai berikut:

1. RPP yang selaras dengan pendekatan Saintifik 2. LKS yang selaras dengan pendekatan Saintifik 3. Apersepsi yang selaras dengan pendekatan saintifik

4. Terdapat variasi penggunaan metode mengajar berbasis Saintifik 5. Terdapat variasi penggunaan media belajar berbasis Saintifik

6. Terdapat variasi interaksi berbasis saintifik (5 sintak langkah Saintifik) 7. Terdapat Diskusi Kelompok

8. Terdapat presentasi/refleksi oleh siswa

9. Terdapat skema pencapaian kompetensi berbasis pendekatan saintifik 10. Terdapat penilaian berbasis pendekatan saintifik

11. Terdapat kesimpulan yang diperoleh oleh siswa.

(18)

peerteaching simulasi penggunaan pendekatan Saintifik, diperoleh temuan-temuan sebagai berikut:

1. Sebagain besar guru sudah mencantumkan sintak pendekatan Saintifik di RPPnya. 2. Semua guru tidak mencantumkan sintak pendekatan Saintifik dalam LKSnya

3. Semua guru mengalami kesulitan melakukan aperspsi. Apersepsi yang dilakukan bersifat konvensional

4. Sebagian besar guru tidak memahami tentang Skema Pencapaian Kompetensi siswa 5. Sebagian kecil guru masih menggunakan pendekatan konvensional dan ceramah 6. Sebagian besar guru belum memberikan kesempatan untuk mempresentasikan hasil. 7. Semua LKS bersifat tunggal.

B.Persepsi Guru tentang pendekatan saintifik

Persepsi yang ditanyakan tentang pemahaman pendekatan Saintifik, implementasi, faktor pendukung dan kesulitan-kesulitannya.

1. Sumber informasi yang diperoleh guru tentang pendekatan Saintifik

Guru menyampaikan informasi bahwa mereka mengetahui tentang metode Saintifik bersumber dari: Sekolah tempat bekerja, kegiatan mengikuti Pelatihan, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Internet, media masa Koran.

2. Persepsi guru tentang ciri-ciri metode Saintifik adalah sebagai berikut.

Pendekatan Saintifik mempunyai ciri-ciri : berpusat kepada siswa, guru hanya berfungsi sebagai fasilitator, terdapat sintak pembelajaran yang terdiri dari mengamati-menanya-mencoba-menalar dan mengomunikasikan, murid menentukan konsep dari lingkungan, guru berfungsi sebagai motivator, metode saintifik dapat dipadukan dengan metode yang lain yang selaras.

3. Persepsi guru tentang kecocokan dengan subjek didiknya.

Guru berpendapat bahwa pendekatan Saintifik cocok digunakan untuk pembelajaran baik di SD, SMP, SMA maupun Perguruan Tinggi.

4. Kelebihan/keunggulan pendekatan Saintifik

(19)

hubungan antar siswa dapat terjalin lebih baik, siswa lebih bertanggung jawab.

5. Metode lain yang dapat dipadukan dengan pendekatan Saintifik

Guru berpendapat bahwa terdapat beberapa metode yang dapat dipadukan dengan pendekatan Saintifik yaitu : PBL, PjBL, Discovery Learning, Inquiry, Coopeatif Learning, Pembelajaran Kontekstual, dan Metode Diskusi.

6. Kelemahan dan penghambat dilaksanakannya pendekatan Saintifik

Guru berpendapat bahwa kelemahan pendekatan Saintifik meliputi: membutuhkan waktu yang lebih lama, membutuhka persiapan mengajar yang lebih banyak, penilaian siswa menjadi lebih rumit, anak-anak berprestasi rendah akan mengalami kesulitan belajar, pendekatan Saintifik kurang cocok untuk materi yang sukar, siswa merasa tugasnya (PR) lebih banyak, perlu waktu untuk mengubah kebiasaan siswa bersikap ilmiah,

7. Faktor pendukung dilaksanakannya pendekatan Saintifik

Guru berpendapat untuk melaksanakan pendekatan Saintifik, terdapat faktor pendukung antara lain: tersedianya buku pedoman, tersedianya alat peraga, tersedianya fasilitas belajar,

kemampuan dan profesionalitas guru, tersedianya akses informasi baik untuk guru maupun untuk muridnya, adanya pelatihan guru, penggunaan ICT, kesiapan belajar siswa, dan kesiapan

Sekolah.

8. Penerapan pendekatan Saintifik pada berbagai macam Mata Pelajaran

Guru berpendapat bahwa pendekatan Saintifik dapat diterapkan untuk seluruh Mapel dengan alasan: pendekatan Saintifik bersifat luas dan universal, setiap objek belajar dapat diamati.

9. Kesulitan menerapkan pendekatan Saintifik

Guru berpendapat mereka mengalami kesulitan menerapkan metode Saintifik sebagai berikut: tidak semua materi mudah dituangkan dengan pendekatan Saintifik, kesulitan dalam melakukan apersepsi, kesulitan membuat penilaian berdasarkan pendekatan saintifik, kesulitan pada

langkah/proses MENANYA, tidak paham seluk beluk landasan dan filosofi pendekatan Saintifik.

VI. KESIMPULAN DAN REFLEKSI

(20)

kebiasaan lama ke hal baru apalagi beserta mind set nya. Diperlukan waktu yang cukup lama dan perlu dilakukan secara masal atau menjadi gerakan masal (membudayakan) dengan multi pendekatan agar para guru mampu melaksanakan pendekatan tematik dan integratif dalam pembelajaran. Hal ini juga salah satu yang sepertinya diabaikan oleh pemerintah dalam rencana implementasi Kurikulum 2013. Sehingga sebagian ahli berpendapat bahwa gagasan tematik dan integratif tidak dirancang untuk pembaruan model pembelajaran siswa aktif (active learning) yang menyeluruh bagi semua mata pelajaran di setiap jenjang persekolahan seperti dikehendaki UU.

Persoalan mendasar berangkat dari konsep awal mengenai pandangan atau batasan keilmuan belum dijelaskan secara eksplisit, sehingga dari sisi Hakekat Keilmuan Kurikulum kita selama ini (termasuk Draft Kurikulum 2013) belum mempunyai arah yang jelas pada setiap Jenjang Pendidikan. Pandangan Keilmuan yang selama ini ada dan dijalankan hanya cocok untuk Jenjang Pendidikan Tinkat Tinggi. Hal ini berakibat belum adanya definisi Mata Pelajaran yang cocok untuk Jenjang Pendidikan yang lebih rendah seperti SMA, SMP dan SD. Selama ini selalu diasumsikan bahwa Mata Pelajaran misal Biologi, Matematika, IPA, Geografi, dst., adalah sebuah Body of Knowledge, atau Science of Truth, atau Structure of Truth. Definisi tersebut hanya bermakna untuk Jenjang Pendidikan Tinggi, sedangkan untuk Pendidikan Jenjang Menengah dan Pendidikan Dasar, tidak bermakna.

Persoalan kompetensi guru masih menjadi persoalan sentral dalam penerapan pendekatan saintifik. Selama ini Guru lebih dominan mengajar secara Tradisional yaitu Transfer of Knowledge. Kurikulum 2013 sudah mulai memunculkan Eksplorasi tetapi belum secara implicit menuju Ketrampilan Hidup. Selama ini praktek pembelajaran didominasi dengan Textbook oriented. Walaupun sudah disarankan agar terdapat variasi sumber belajar, tetapi belum secara eksplisit disebutkan pentinnya Pengembangan RPP dan LKS yang sesuai dengan paradigm Explorasi dan Membangun Hidup (Life Skill).

Referensi:

1. Budiman, F.B., 2003, Melampaui Positivisme dan Modernitas, Yogyakarta: Kanisius

2. Ernest P., 1995, Philosophy of Mathematics Education

3. Fukuyama, F., 1999, The End of Hostory and The Last Man, New York: Penguin Book

4. Huxley, A., 1945, Filsafat Perenial, New York: Harper & Row Publisher

Marsigit, 2013, Urgensi Pemikiran Dalam Pendidikan Karakter Untuk Membentuk Karakter,

5. Kant, I., 1931, “The Critique of Judgment (tr. J.Bernard)”, New York: The MaCmillan Company.

6. Kant, I., 1992, “Theoretical Philosophy 1755-1770 (tr. By David Walford)”,

Cambridge: Cambridge University Press

7. Makalah dipresentasikan pada Seminar dan Lokakarya Kurikulum Fakultas Agama Karakter dan Pemikiran UNPAB Medan

8. Marsigit, 2013, Tantangan Dan Harapan Kurikulum 2013 Bagi Pendidikan Matematika,

(21)

Matematika, Universitas PGRI Yogyakarta.

9. Marsigit, 2013, Karakter Islam Dalam Sejarah Pergulatan Memperebutkan Kekuasaan, Filsafat, Ideologi, Ilmu(Matematika), Dan Pendidikan, Makalah Dipresentasikan pada Kuliah Umum (Studium Generale) untuk Mahasiswa Baru Tahun Akademik pada Jurusan Pendidikan Matematika, FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

10.Marsigit, 2013, Pergulatan Memperebutkan Filsafat, Ideologi Dan Paradigma: Sebuah Kesadaran untuk Lembaga Pendidikan Ke Islaman dalam rangka ikut Membangun Karakter Bangsa (Melalui KKNI dan Kurikulum 2013?), Makalah dimaksudkan sebagai Pengantar Presentasi pada Kegiatan Seminar dan Workshop dengan Tema Membangun Karakter Bangsa dengan Pendidikan Melalui Kurikulum 2013 yang diselenggarakan oleh Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

11. Marsigit, 2013, Nilai Strategis Kurikulum 2013 Untuk Membangun Karakter (Islami) Bangsa

Serta Tantangan Dan Harapan Bagi Pendidikan Matematika Di Indonesia, Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional dan Workshop Pendidikan Matematika IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Gambar

Gambar: Kegiatan Observasi (Fenomenologi)
Gambar: Membangun Pengetahuan (I Kant, 1671)

Referensi

Dokumen terkait

Mengenai jumlah prosentase guru SD Negeri 34 Pontianak Selatan yang sudah memanfaatkan komputer, infocus dan internet dalam pelaksanaan proses pembelajaran berbasis

Metode yang tepat untuk menentukan dan memodelkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat okupansi penumpang kereta api kelas ekonomi, bisnis, dan eksekutif

Dengan demikian hipotesis pertama dalam penelitian ini yang berbunyi: Terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel bebas tingkat inflasi, kurs rupiah, dan

Karakteristik ZPFC dari sebuah alternator adalah penggambaran hubungan antara tegangan terminal jangkar dan arus medannya untuk nilai – nilai arus jangkar dan kecepatan yang

Secara luas, Komputer dapat didefinisikan sebagai suatu peralatan elektronik yang terdiri dari beberapa komponen, yang dapat bekerja sama antara komponen satu dengan yang

40% peserta dengan peringkat skor tertinggi pada saat penyisihan atau setidaknya 40 peserta teratas akan melanjutkan ke Tahap Final dimana peserta yang lolos harus

Ibu merasa bahwa kehadiran anaknya yang autis menjadi suatu beban dalam hidupnya, perubahan sikap dari mertua dan lingkungannya dan semenjak memiliki anak autis,

Untuk murid-muridku tersayang di kelas X MIA 4 dan XMIA 5 MAN 2 Model Pekanbaru yang memberikan banyak bantuan kesan manis selama penulis melakukan penelitian di sana