• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Tentang Penerbitan Akta Catatan Sipil Oleh Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Kota Medan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Tentang Penerbitan Akta Catatan Sipil Oleh Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Kota Medan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI TENTANG PENERBITAN AKTA CATATAN SIPIL

OLEH DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL

KOTA MEDAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG

ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

EKA SUBRATA GANTARA HUTABARAT NIM : 090200189

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)
(3)

3

STUDI TENTANG PENERBITAN AKTA CATATAN SIPIL

OLEH DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL

KOTA MEDAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG

ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

Oleh

EKA SUBRATA GANTARA HUTABARAT NIM : 090200189

Disetujui Oleh

Departemen Hukum Administrasi Negara

SURIA NINGSIH, SH., M.Hum NIP. 196002141987032002

Pembimbing I Pembimbing II

Suria Ningsih, SH., M.Hum Erna Herlinda, SH., M.Hum NIP. 196002141987032002 NIP. 196705091993032001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

ABSTRAK

STUDI TENTANG PENERBITAN AKTA CATATAN SIPIL OLEH DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL KOTA MEDAN

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23

Dalam kehidupan manusia akan terjadi suatu siklus hidup dimana manusia akan mengalami berbagai peristiwa penting di dalam hidupnya. Siklus hidup, pengalaman dan peristiwa penting itu antara lain adalah kelahiran, perkawinan, perceraian, kematian, dan berbagai peristiwa penting lainnya. Peristiwa-peristiwa penting tersebut perlu dilakukan pencatatan karena sangat mempengaruhi pengalaman hidup setiap manusia dan apabila peristiwa itu terjadi pasti akan selalu membawa akibat hukum bagi orang yang bersangkutan maupun bagi masyarakat di sekitarnya.

Permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah Penerbitan akta catatan sipil menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Prosedur penerbitan akta catatan sipil oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan dan akibat hukum apa yang timbul bagi pemegang akta yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif. Teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan yang terdiri dari Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

(5)

5

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian tingkat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini

berjudul “Studi Tentang Penerbitan Akta Catatan Sipil Oleh Dinas Kependudukan

Dan Catatan Sipil Kota Medan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan”

Di dalam menyelesaikan skripsi ini, telah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. DR. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin, SH, MH, DFM selaku pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak M. Husni, SH, MH selaku pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(6)

6. Ibu Erna Herlinda, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II Penulis yang telah memberikan pengarahan dalam proses pengerjaaan skripsi ini. 7. Seluruh staf dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

yang telah memberikan ilmu khususnya dalam bidang hukum.

8. Kedua orangtua penulis Ayahanda R.E. Hutabarat dan Ibunda A. Zebua yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil sehingga terselesaikanya skripsi ini.

9. Teman-Teman stambuk 2009 yang telah mendukung dan memberikan motivasi kepada penulis selama masa perkuliahan sampai selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekeliruan. Oleh karena itu penulis meminta maaf kepada pembaca skripsi ini karena keterbatasan pengetahuan dari penulis. Besar harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada kita semua dan semoga doa yang telah diberikan mendapatkan berkah dari Tuhan dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan perkembangan hukum di negara Republik Indonesia.

(7)

7

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Keaslian Penelitian ... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ... 8

F. Metode Penelitian... 14

G. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II PENERBITAN AKTA CATATAN SIPIL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN ... 18

A. Tinjauan Tentang Akta Catatan Sipil ... 18

B. Tujuan dan Manfaat Akta Catatan Sipil ... 22

C. Peristiwa Penting yang Didaftarkan Pada Catatan Sipil ... 24

BAB III PROSEDUR PENERBITAN AKTA CATATAN SIPIL OLEH DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL KOTA MEDAN ... 37

A. Gambaran Umum Pencatatan Sipil Kota Medan ... 37

B. Mekanisme Pencatatan Sipil Kota Medan ... 39

(8)

BAB IV AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL BAGI PEMEGANG AKTA YANG DIKELUARKAN OLEH ... DINAS KEPENDUDUKAN

DAN CATATAN SIPIL ... 67

A. Perlindungan dan Pengakuan Status Pribadi Terhadap Pemegang Akta Catatan Sipil ... 67

B. Menentukan Status Hukum Setiap Peristiwa Kependudukan Kepada Pemegang Akta Catatan Sipil. ... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 77 DAFTAR PUSTAKA

(9)

4

ABSTRAK

STUDI TENTANG PENERBITAN AKTA CATATAN SIPIL OLEH DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL KOTA MEDAN

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23

Dalam kehidupan manusia akan terjadi suatu siklus hidup dimana manusia akan mengalami berbagai peristiwa penting di dalam hidupnya. Siklus hidup, pengalaman dan peristiwa penting itu antara lain adalah kelahiran, perkawinan, perceraian, kematian, dan berbagai peristiwa penting lainnya. Peristiwa-peristiwa penting tersebut perlu dilakukan pencatatan karena sangat mempengaruhi pengalaman hidup setiap manusia dan apabila peristiwa itu terjadi pasti akan selalu membawa akibat hukum bagi orang yang bersangkutan maupun bagi masyarakat di sekitarnya.

Permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah Penerbitan akta catatan sipil menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Prosedur penerbitan akta catatan sipil oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan dan akibat hukum apa yang timbul bagi pemegang akta yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif. Teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan yang terdiri dari Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

Dari hasil penelitian diperoleh Bahwa akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar dari pada suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. Bertitik tolak dari defenisi tersebut diatas, jelaslah bahwa tidaklah semua surat dapat disebut akta, melainkan hanya surat-surat tertentu yang memenuhi syarat-syarat tertentu pula baru dapat disebut akta. Untuk memperoleh akta Lembaga Catatan Sipil dapat dilaksanakan berdasarkan prosedur dan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Proses memperoleh akta catatan sipil tidaklah berbelit-belit, asalkan pihak yang berkepentingan memenuhi prosedur dan syarat-syarat yang telah ditetapkan. Akibat hukum dari akta pencacatan sipil yaitu untuk memperoleh suatu kepastian hukum yang sebesar-besarnya tentang peristiwa-peristiwa pribadi yang terjadi dalam kehidupan manusia, seperti akta kelahiran, seorang anak tidak dapat masuk keperguruan tinggi didalam maupun di luar negeri karena salah satu syaratnya adalah akta kelahiran, bahwa dikatakan sah si Budi adalah suami dari si Siti mereka dapat menunjukkan akta perkawinan ketika salah satu dari mereka menggugat cerai di pengadilan lalu akta perceraian sebagai bukti bahwa putusnya suatu perkawinan dan akta kematian diterbitkan bagi penduduk yang meninggal dunia dan akibat hukumnya penduduk tersebut akan dihapuskan dari kartu keluarga dan nomor induk kependudukan.

Kata Kunci : Penerbitan Akta Catatan Sipil

*Mahasiswa

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penghormatan akan keberagaman suatu bangsa, merupakan ciri dari penyelenggaraan Negara yang bersifat demokratis. Perwujudan Indonesia sebagai Negara demokratis tersebut, salah satunya dilakukan dengan meletakan dasar-dasar pelaksanaan hak asasi manusia dalam konstitusi. Dengan dimasukannya hak asasi manusia ke dalam konstitusi/UUD 1945 maka setiap Warga Negara Indonesia mempunyai hak/kedudukan yang sama di depan hukum dan pemerintah.1

(11)

10

Dalam kehidupan manusia akan terjadi suatu siklus hidup dimana manusia akan mengalami berbagai peristiwa penting di dalam hidupnya. Siklus hidup, pengalaman dan peristiwa penting itu antara lain adalah kelahiran, perkawinan, perceraian, kematian, dan berbagai peristiwa penting lainnya. Peristiwa-peristiwa penting tersebut perlu dilakukan pencatatan karena sangat mempengaruhi pengalaman hidup setiap manusia dan apabila peristiwa itu terjadi pasti akan selalu membawa akibat hukum bagi orang yang bersangkutan maupun bagi masyarakat di sekitarnya.

(12)

cerai dan lain-lain yang tanpa disadari akta-akta tersebut sangat penting artinya bagi kehidupan seseorang. Catatan Sipil merupakan suatu catatan yang menyangkut kedudukan hukum seseorang.

Bahwa untuk dapat dijadikan dasar kepastian hukum seseorang maka data atau catatan peristiwa penting seseorang, seperti : perkawinan, perceraian, kelahiran, kematian, pengakuan anak dan pengesahan anak, perlu didaftarkan ke Kantor Catatan Sipil, oleh karena Kantor Catatan Sipil adalah suatu lembaga resmi Pemerintah yang menangani hal-hal seperti di atas. yang sengaja diadakan oleh Pemerintah, dan bertugas untuk mencatat, mendaftarkan serta membukukan selengkap mungkin setiap peristiwa penting bagi status keperdataan seseorang. Seluruh peristiwa penting yang terjadi dalam keluarga (yang memiliki aspek hukum), perlu didaftarkan dan dibukukan, sehingga baik yang bersangkutan maupun orang lain yang berkepentingan mempunyai bukti yang outentik tentang peristiwa-peristiwa tersebut, dengan demikian maka kedudukan hukum seseorang menjadi tegas dan jelas.

(13)

12

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, kantor Burgerlijk Stand (Kantor Catatan Sipil) bertugas mencatat keadaan penduduk dari segi kelahiran, perkawinan dan kematian. Selanjutnya pemerintah Hindia Belanda mewajibkan semua warga golongan eropa mendaftarkan diri atas peristiwa kelahiran, perkawinan, perceraian dan kematian (Staatblad 1849 No.25). Melalui upaya ini pemerintah Hindia Belanda dapat mengetahui secara pasti berapa banyak orang Eropa dan berapa pertambahannya. Dengan berlandaskan kepada daftar yang diperoleh melalui Burgerlijk Stand ini, Pemerintah Hindia Belanda secara mudah menyiapkan segala keperluan sejak dari masalah sandang, pangan sampai dengan papan serta kepentingan umum lainnya, sehingga nampak sekali golongan ini lebih sejahtera dibandingkan dengan golongan lainnya.

Pada waktu itu penduduk Indonesia terbagi menjadi beberapa golongan. Sebagai konsekuensinya, peraturan dalam bidang catatan sipil yang berlaku bagi masing golongan penduduk itu tidak sama. Atau dengan kata lain masing-masing golongan penduduk memiliki peraturan catatan sipil sendiri-sendiri. Hal ini menimbulkan kesan adanya diskriminasi di kalangan masyarakat, yang dapat berakibat terhambatnya pelaksanaan pencatatan sipil di Indonesia. Peraturan-peraturan yang berlaku bagi ke tiga golongan tersebut adalah :2

1. Reglement Catatan Sipil bagi Golongan Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan golongan Eropa, diatur di dalam Staatblad 1849 No. 25 yang diundangkan tanggal 10 Mei 1849.

2

(14)

2. Reglement Catatan Sipil bagi Golongan Cina dan Keturunannya, diatur dalam Staatblad 1917 No. 130 jo Staatblad 1919 No. 81 yang diundangkan tanggal 1 mei 1919.

3. Reglement Catatan Sipil bagi orang Indonesia, yang diatur dalam Staatblad

1920 No. 751 jo Staatblad 1927 No. 564 yang diundangkan tanggal 15 Oktober 1920.

4. Reglement Catatan Sipil bagi orang atau Bangsa Indonesia yang beragama Kristen dan tinggal di wilayah Jawa, Madura, Minahasa, Ambon, Saparua, dan Banda kecuali pulau-pulau Teun, Nila dan Serupa yang diatur dalam Staatblad 1933 No. 75 jo Staatblad 1936 No. 607.

Pada tahun 1966 untuk mengatasi adanya ras diskriminasi akibat adanya penggolongan penduduk tersebut, Pemerintah mengeluarkan suatu peraturan yang berupa Instruksi Presidium Kabinet Nomor 31/U/In/12/1966. Intruksi tersebut secara singkat mengatur tentang pencatatan sipil yang diantaranya menyatakan bahwa pencatatan sipil adalah terbuka untuk umum di seluruh wilayah Indonesia dan ras diskriminasi atau penggolongan penduduk dinyatakan tidak berlaku lagi atau dinyatakan dihapus.

(15)

14

setiap penduduk wajib memiliki akta catatan sipil. Jadi sebagai warga negara yang baik, kita wajib mentaatinya.

Sampai saat ini masih banyak penduduk yang mengabaikan atau kurang paham akan pentingnya akta catatan sipil. Akta catatan sipil yang paling banyak diabaikan adalah akta kematian. Padahal akta kematian tidak kalah pentingnya dengan akta-akta catatan sipil yang lain. Selain itu masyarakat juga cenderung malas untuk mengurus prosedur penerbitannya. Banyak di antara mereka yang beranggapan bahwa mengurus prosedur untuk penerbitan akta-akta catatan sipil sulit, sehingga tidak jarang dari mereka yang hendak mengurus prosedur

penerbitan akta catatan sipil menggunakan jasa “Calo”. Padahal jika dikaji

sebenarnya prosedur penerbitan akta catatan sipil tidaklah sulit. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan sebagai lembaga pemerintah mempunyai tugas untuk menyelenggarakan pelayanan publik di bidang kependudukan dan akta catatan sipil di Kota Medan. Khusus di bidang catatan sipil mempunyai fungsi untuk memberikan pelayanan dalam bidang pencatatan kelahiran, perkawinan, perceraian, kematian, pengakuan dan pengesahan anak.

(16)

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut di atas, maka penulis membatasi permasalahan sebagai berikut ;

1. Bagaimana penerbitan akta catatan sipil menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan

2. Bagaimana prosedur penerbitan akta catatan sipil oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan

3. Akibat hukum apa yang timbul bagi pemegang akta yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Secara rinci tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui penerbitan akta catatan sipil menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan

b. Untuk mengetahui prosedur penerbitan akta catatan sipil oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan

c. Untuk mengetahui akibat hukum apa yang timbul bagi pemegang akta yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

(17)

16

a. Manfaat teoritis

Sebagai bahan masukan dan pengkajian lebih lanjut bagi para teoritisi yang ingin memperdalam hukum administrasi negara khususnya hukum kependudukan guna menyelenggarakan tata tertib administrasi yang baik. b. Manfaat Praktis

Merupakan bahan masukan bagi para pelaku atau aparat pemerintah yang membidangi pencatatan sipil serta masyarakat luas yang ingin mengetahui, mendalami, membuat akta catatan sipil sebagai pemenuhan hak individu.

D. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran dan hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh penulis baik di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penulis tidak menemukan judul tentang studi tentang penerbitan akta catatan sipil oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan

E. Tinjauan Kepustakaan

(18)

pencatatan sipil, pengelolaan informasi administrasi kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain.3

Pengaturan tentang Administrasi kependudukan hanya dapat terlaksana apabila didukung oleh pelayanan yang profesional dan peningkatan kesadaran penduduk, termasuk Warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri. Peraturan perundang-undangan mengenai administrasi kependudukan yang ada tidak sesuai lagi dengan tuntutan pelayanan administrasi kependudukan yang tertib dan tidak diskriminatif sehingga diperlukan pengaturan secara menyeluruh untuk menjadi pegangan bagi semua penyelenggara negara yang berhubungan dengan kependudukan. Maka dari itu, dibentuklah Undang-Undang tentang Administrasi Kependudukan.

Dalam dinamika pembangunan, tidak terlepas dari permasalahan dan kendala-kendala yang terjadi ketika proses perkembangan zaman. Masalah kependudukan yang sering dihadapi tidak terlepas kaitannya dengan kondisi tertib administrasi kependudukan, baik dalam konteks pendaftaran maupun pencatatannya dalam rangka memberikan status kepastian hukum keperdataan kepada setiap orang.

Administrasi kependudukan diarahkan untuk :4

(19)

18

2. Meningkatkan kesadaran penduduk akan kewajibannya untuk berperan serta dalam pelaksanaan administrasi kependudukan ;

3. Memenuhi data statistik secara nasional mengenai peristiwa kependudukan dan peristiwa penting ;

4. Mendukung perumusan kebijakan dan perencanaan pembangunan secara nasional, regional, serta lokal; dan

5. Mendukung pembangunan sistem administrasi kependudukan.

Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagai peraturan yang menjadi pegangan bagi semua penyelenggaraan negara yang berhubungan dengan kependudukan karena peraturan perundang-undangan yang sudah ada dianggap tidak sesuai lagi dengan tuntutan pelayanan Administrasi Kependudukan yang tertib dan tidak diskriminatif. Dalam undang-undang tersebut menjelaskan mengenai Sistem Informasi Adminisrasi Kependudukan (SIAK). Sistem Informasi Administrasi Kependudukan ialah sistem informasi yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi pengelolaan informasi administrasi kependudukan di tingkat Penyelenggara dan instansi pelaksana sebagai satu kesatuan.5

Pengelolaan informasi administrasi kependudukan dilakukan oleh Menteri melalui pembangunan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan. Dengan adanya SIAK ini diharapkan mampu memberikan informasi yang menunjang administrasi kependudukan, yang sejalan dengan kemajuan teknologi informasi

5

(20)

dan komunikasi untuk memenuhi tuntutan masyarakat atas pelayanan kependudukan profesional. Undang-Undang tentang Administrasi Kependudukan ini memuat pengaturan dan pembentukan sistem yang mencerminkan adanya reformasi di bidang administrasi penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK). NIK adalah identitas penduduk Indonesia dan merupakan kunci sukses dan melakukan verifikasi dan validasi data jati diri seseorang guna mendukung pelayanan publik dibidang administrasi kependudukan. Pemerintah daerah adalah sub sistem pemerintahan pusat. Pemberian kewenangan (devolution of authority)

kepada unit-unit atau satuan pemerintahan yang lebih rendah dan lebih kecil merupakan sesuatu kebutuhan yang mutlak dan tidak dapat di hindari.

Mengingat begitu tinggi tingkat fragmentasi sosial dalam sebuah negara, maka ada hal hal tertentu yang harus diselenggarakan secara lokal dimana pemerintah daerah akan lebih baik menyelenggarakannya ketimbang dilakukan secara nasional dan sentralistik. Pemerintah nasional dalam hal ini akan berfungsi menyiapkan pedoman-pedoman umum yang dijadikan parameter bagi penyelenggaraan pemerintahan agar pemerintah daerah tidak menyimpang dari prinsip negara kesatuan 6

(21)

20

fiscal, agama serta kewenangan di bidang lain. Kewenangan pemerintah diserahkan kepada daerah dalam rangka desentralisasi harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia sesuai dengan kewenangan yang diserahkan.7

Dahulu banyak orang yang berpendapat, bahwa lembaga catatan sipil berada dibawah Departemen Agama atau Departemen Kehakiman mengingat lembaga ini mengatur masalah-masalah keluarga yang menyangkut kepentingan perseorangan yang mempunyai akibat hukum. Dulu catatan sipil selalu menyatakan Departemen Kehakiman merupakan induk dari lembaga catatan sipil ini. Akan tetapi Departemen kehakiman tidak menyakininya. Kemudian dikeluarkan Kepres Nomor 12 tahun 1983 tanggal 25 Februari 1983 tentang Catatan Sipil, yang memberikan kejelasan bahwa status hukum lembaga catatan sipil berada di bawah Departemen Dalam Negeri. Dengan diberlakukanya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, lebih memperjelas status hukum lembaga catatan sipil di Indonesia, sebab dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan didalamnya mengatur secara lengkap tentang catatan sipil.

Mengenai hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 angka (5) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 yang menyatakan menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan dalan negeri. Dengan demikian secara fungsional yang mempunyai kewenangan dan tanggung jawab penyelenggaraan catatan sipil berada di dalam lingkup, kewenangan dan tanggung jawab

7

(22)

Departemen Dalam Negeri. Oleh karena Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan berlaku Nasional maka untuk penyelenggaraan pencatatan sipil di daerah merupakan tanggung jawab Gubernur sebagai kepala pemerintah provinsi dan Bupati/Walikota sebagai kepala daerah pemerintah Kabupaten/Kota.

Adapun kewajiban dan tanggung jawab penyelengaraan urusan pencatatan sipil yang dilakukan oleh gubernur mempunyai kewenangan yaitu pemberian bimbingan, supervisi dan konsultasi pelaksanaan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil. Dan kewajiban tanggung jawab penyelenggaraan pencatatan sipil diselenggarakan pemerintah kabupaten/kota dilakukan oleh bupati/walikota dengan kewenangannya membentuk instansi pelaksana yang tugas dan fungsinya di bidang administrasi pendudukkan, instansi pelaksana berkewajiban :

a. Mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa penting

b. Memberikan pelayanan sama dan profesional kepada setiap penduduk atas pelaporan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting;

c. Menerbitkan dokumen kependudukan;

d. Mendokumentasikan hasil pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil; e. Menjamin kerahasiaan dan keamanan data atas peristiwa kependudukan

dan peristiwa penting ;

(23)

22

F. Metode Penelitian

Adapun metode penelitian di dalam penelitian ini terdiri dari : 1. Sifat Penelitian

Dalam penelitian ini metode pendekatan yang dipergunakan adalah metode pendekatan yang bersifat yuridis-normatif, yakni pendekatan yang bertumpu pada penelitian data sekunder, namun penelitian ini juga menggunakan data dokumen sebagai data pendukung. Pendekatan yuridis normatif tersebut, dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana undang-undang dapat memberi kepastian hukum terhadap akta catatan sipil dalam rangka pemenuhan hak-hak keperdataan bagi individu-individu warga negara

2. Spesifikasi Penelitian

Untuk mendekati pokok permasalahan dalam penelitian ini, dipergunakan spesifikasi penelitian deskriptif analitif, yaitu menggambarkan keadaan obyek yang diteliti secara rinci. Keadaan yang timbul karena pembuatan dan penerbitan akta-akta catatan sipil.

3. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu yuridis-normatif, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini berupa studi kepustakaan untuk memperoleh data sekunder yang terdiri dari :

1) Bahan hukum primer

(24)

Ketetapan MPR, Peraturan Perundang-undangan mengenai pencatatan sipil, bahan hukum yang tidak dikodifikasikan seperti Hukum Adat, Yurispudensi, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata khususnya buku Kesatu tentang Orang.

2) Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder yang akan digunakan adalah yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer guna membantu menganalisis serta memahami, akan terdiri dari buku-buku hasil pendapat para sarjana, hasil-hasil penelitian dan seminar atau kegiatan ilmiah lainnya..

3) Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang terdiri dari kamus hukum dan kamus lainnya, ensiklopedia yang erat relevansinya dengan materi penelitian ini.

4. Teknik Analisis data

(25)

24

Metode analisis kualitatif ini, adalah prosedur dalam menelaah data sekunder yang disajikan sekaligus menganalisanya dengan mengarah pada unsur-unsur khusus guna melihat tujuan penelitian.8

G. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penelitian, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan

BAB II PENERBITAN AKTA CATATAN SIPIL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG

ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

Bab ini membahas mengenai tinjauan tentang akta catatan sipil, tujuan dan manfaat akta catatan sipil serta peristiwa penting yang didaftarkan pada catatan sipil

BAB III PROSEDUR PENERBITAN AKTA CATATAN SIPIL OLEH DINAS KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL KOTA MEDAN

Bab ini membahas mengenai Gambaran Umum Pencatatan Sipil Kota Medan dan mekanisme pencatatan Sipil Kota Medan serta Hambatan yang dihadapi oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan

BAB IV AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL BAGI PEMEGANG AKTA YANG DIKELUARKAN OLEH DINAS

KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL

8

(26)

Bab ini membahas tentang perlindungan dan pengakuan status pribadi terhadap pemegang akta catatan sipil dan menentukan status hukum setiap peristiwa kependudukan kepada pemegang akta catatan sipil.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(27)

BAB II

PENERBITAN AKTA CATATAN SIPIL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI

KEPENDUDUKAN

A. Tinjauan Umum Akta Catatan Sipil

Istilah/perkataan “akta” yang dalam bahasa Belanda disebut “acte”/ “akte”

dan yang dalam bahasa inggris disebut “act”/ “deed”, pada umumnya (menurut pendapat umum) mempunyai dua arti yaitu:

1. Perbuatan (handeling)/ perbuatan hukum (rechtshandeling); itulah pengertian yang luas, dan

2. Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai/digunakan sebagai bukti perbuatan hukum tersebut, yaitu berupa tulisan yang ditujukan kepada pembuktian sesuatu.

S.J. Fockema Andreae, dalam bukunya, “Rechtsge leerd

Handwoorddenboek”, kata akta itu berasal dari bahasa Latin “acta” yang berarti

geschrift9 atau surat, sedang menurut R. Subekti dan Tjitrosoedibio dalam

bukunya Kamus Hukum, bahwa kata “acta” merupakan bentuk jamak dari kata

“atum” yang berasal dari bahasa Latin dan berarti perbuatan-perbuatan10

A. Pitlo, mengartikan akta itu sebagai berikut: suatu surat yang ditandatangani, diperbuat untuk dipakai sebagai bukti, dan untuk dipergunakan oleh orang, untuk keperluan siapa surat itu diperbuat11.

9

S.J. Fockema Andreae, Rechtsgeleerd Handwoorddenboek, Diterjemahkan oleh Wakter Siregar, Bij. J.B. Wolters Uitgeversmaatschappij, Jakarta : N.V. Groningen, 1951, hal. 9

10

R. Subekti dan R. Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Jakarta : Pradnya Paramita, 1980, hal 9

11

(28)

Di samping pengertian akta sebagai surat yang sengaja dibuat untuk dipakai sebagai alat bukti, dalam peraturan undang-undang sering kita jumpai

perkataan akta yang maksudnya sama sekali bukanlah “surat”, melainkan

perbuatan. Hal seperti ini kita jumpai misalnya pada Pasal-Pasal 108 KUH Perdata yang berbunyi:

“Seorang istri, biar ia kawin diluar persatuan harta kekayaan, atau telah berpisahan dalam hal itu sekalipun, namun tak bolehlah ia menghibahkan barang sesuatu, atau memindah tangankannya, atau memperolehnya, baik dengan Cuma-Cuma maupun atas beban melainkan dengan bantuan dalam

“akta”, atau dengan izin tertulis dan suaminya.”

Seorang istri, biar ia telah dikuasakan oleh suaminya untuk membuat sesuatu akta, atau uuntuk mengangkat sesuatu perjanjian sekalipun, namun tidaklah ia karena itu berhak, menerima sesuatu pembayaran, atau memberi pelunasan atas itu, tanpa izin yang tegas dari suaminya.

Apabila diperhatikan dengan teliti dan seksama, maka penggunaan kata

“akta” dalam ketentuan undang-undang di atas adalah tidak tepat kalau diartikan

dengan surat yang diperuntukkan sebagai alat bukti.

R. Subekti, dalam bukunya Pokok-pokok Hukum Perdata,12 kata akta dalam Pasal 108 KUH Perdata tersebut diatas, bukanlah berarti surat melainkan

harus diartikan dengan perbuatan hukum, berasal dari kata “acte” yang dalam

bahasa Prancis berarti perbuatan.

(29)

20

Sehubungan dengan adanya dualisme pengertian akta ini dalam peraturan perundang-undangan kita, maka penulis maksudkan dengan akta dalam pembahasan ini adalah akta dalam arti surat yang sengaja dibuat dan diperuntukkan sebagai alat bukti. Kemudian menurut Sudikno Mertokusumo13 bahwa akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar dari pada suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. Bertitik tolak dari defenisi tersebut diatas, jelaslah bahwa tidaklah semua surat dapat disebut akta, melainkan hanya surat-surat tertentu yang memenuhi syarat-syarat tertentu pula baru dapat disebut akta. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi supaya suatu surat dapat disebut akta adalah:

1. Surat itu harus ditandatangani

Keharusan ditandatanganinya suatu surat untuk dapat disebut akta ditentukan dalam Pasal 1869 KUH Perdata yang berbunyi:

“Suatu akta, yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawai termasuk di

atas, atau karena suatu cacat dalam bentuknya, tidak dapat diberlakukan sebagai akta autentik, namun demikian mempuyai kekuatan sebagai tulisan dibawah

tangan, jika ditandatangani oleh pihak.”

Dari bunyi Pasal tersebut di atas, jelas bahwa suatu surat untuk dapat disebut akta, harus ditandatangani, dan jika tidak ditandatangani oleh yang membuatnya, maka surat itu adalah bukan akta. Dengan demikian jelaslah bahwa tulisan-tulisan yang tidak ditandatangani kendatipun diperuntukkan untuk

13

(30)

pembuktian, seperti kereta api, recu dan lain-lain disebut akta. Tujuan dari keharusan ditandatannganinya suatu surat untuk dapat disebut akta adalah memberi ciri atau untuk mengindividualisasi sebuah akta, sebab tanda tangan dari setiap orang mempunyai ciri khas tersendiri yang tidak mungkin sama dengan tanda tangan orang lain.

2. Surat itu harus memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan Sesuai dengan peruntukan suatu akta sebagai alat pembuktian demi keperluan siapa surat itu, maka jelas bahwa surat itu harus berisikan sesuatu keterangan yang dapat menjadi bukti yang dibutuhkan. Peristiwa hukum yang disebut dalam surat itu dan yang dibutuhkan sebagai alat pembuktian haruslah merupakan peristiwa hukum yang menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan. Jika peristiwa hukum yang disebut dalam surat itu dapat menjadi dasar suatu hak atau perikatan, atau jika surat itu sama sekali tidak memuat suatu peristiwa hukum yang dapat menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan, maka surat itu bukanlah akta, sebab tidaklah mungkin surat itu dapat dipakai sebagai alat bukti.

3. Surat itu diturunkan sebagai alat bukti

(31)

22

pembuktian. Di antara keduanya terdapat daerah kesangsian (Terrein Van het dubin)14.

B. Manfaat Akta Catatan Sipil

Apabila ditelaah lebih lanjut dari pengertian akta catatan sipil tersebut di atas, maka tujuan catatan sipil itu dapat dilihat dari 4 (empat) sudut pandang, yaitu:

1. Untuk mewujudkan kepastian hukum bagi warga negara; 2. Untuk membentuk ketertiban umum;

3. Untuk pembuktian;

4. Untuk memperlancar aktivitas pemerintah dibidang kependudukan atau administrasi kependudukan.

Dalam rangka mewujudkan kepastian hukum, maka semua akta–akta didaftar dan dikeluarkan oleh catatan sipil akan dapat mempunyai kekuatan pasti dan tidak dapat dibantah oleh pihak ketiga. Karena akta -akta yang dibuat oleh lembaga catatan sipil adalah mengikat terhadap mereka yang berkepentingan. Kita ketahui pula suatu negara yang merupakan negara hukum (rechstaats), maka akan menghendaki pula adanya masyar akat yang teratur, tertib, aman, dan tentram. Negara kita yang berdiri dari berbagai suku bangsa, tentu saja pada kehidupan masyarakatnya yang kompleks akan terdapat pula pandangan hidup yang berbeda-beda, baik karena keadaan alam, kebudayaan maupun berbeda dalam kebangsaanya secara sosiologis, maka menimbulkan perbedaan hukum masing-masing perbedaan hukum ini tidak akan dibiarkan begitu saja, karena mereka

14

(32)

hidup dalam negara yang sama dan taat terhadap Undang -Undang Dasar 1945 dan falsafah hidup yang sama pula.

Langkah-langkah selanjutnya untuk mengendalikan hukum yang berbeda itu, perlu kiranya dalam membentuk undang -undang harus berdasarkan keputusan lembaga legislatif yang bekerjasama dengan lembaga eksekutif. Dan mengenai catatan sipil ini, dibentuk adalah untuk mewujudkan suatu kehidupan hukum yang harmonis di dalam masyarakat, karena dengan adanya lembaga ini, maka masyarakat yang memerlukan pelayanan mengenai pembuatan akta-akta, dapat langsung berhubungan dengan Kantor atau Dinas Pencatatan Sipil.

Jadi lembaga ini khusus membantu masyarakat dalam hal yang menyangkut kehidupan hukum seseorang pribadi. Diharapkan lembaga ini akan membantu terciptanya ketertiban umum. Selanjutnya akta -akta yang dibuat dan dikeluarkan oleh catatan sipil ini juga merupakan bukti yang paling kuat dan sempurna oleh sebab itu akta catatan sipil ini bersifat akta otentik yang dibuat oleh pejabat pemerintah menurut ketentuan peraturan yang ada. Negara Indonesia yang pertambahan penduduknya cukup tinggi, sehingga dalam program pembangunan yang dilakukan negara adalah salah satu usaha penanganan kebijaksanaan kependudukan, yang berupa penanganan administrasi kependudukan yang meliputi antara lain moralitas dan vertilitasnya.

(33)

24

penduduk maupun oraganisasi Rt dan Rw serta aparat kelurahan dan kecamatan selalu menulis data penduduk dan peristiwa -peristiwa penting yang terjadi pada warganya dengan sebenar-benarnya. Oleh karena itu, maka untuk memeproleh kepastian, hal ini agar berpedoman pada data dalam akta catatan sipil karena peristiwa-peristiwa pribadi seseorang terdapat dan terdaftar pada lembaga catatan sipil.

C. Peristiwa Penting Yang Didaftarkan Pada Catatan Sipil

(34)

1. Perkawinan

Telah menjadi kodratnya bahwa setiap umat manusia di dunia ini yang berlainan jenis harus hidup bersama, maka kedua jenis insan tersebut wajar dan layak melangsungkan perkawinannya untuk hidup bersama membentuk suatu keluarga yang bahagia yang bertujuan mengumpulkan dan mengembangkan keturunannya agar kehidupan manusia tersebut tidak terputus, dapat lestari dan berkesinambungan.

Negara Indonesia memandang soal perkawinan bukan hanya semata-mata urusan manusia dengan manusia yang didasarkan atas rasa ingin hidup bersama tetapi juga pemenuhan atas dasar perintah dari Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini dapat kita lihat dari rumusan pengertian perkawinan pada Undang–undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi sebagai berikut “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” .

Pengertian ikatan lahir batin dalam perkawinan adalah ikatan atau hubungan antar seseorang pria dengan seseorang wanita untuk hidup bersama sebagai suami isteri, sedangkan hubungan ikatan lahir tersebut, merupakan hubungan yang formal sifatnya nyata, baik bagi yang mengikatkan dirinya maupun bagi orang lain atau masyarakat.

(35)

26

waktu tertentu yang direncanakan, akan tetapi untuk seumur hidup atau selama-lamanya, dan tidak boleh di putuskan begitu saja. Karena tidak diperkenankan perkawinan yang hanya dilangsungkan untuk sementara waktu saja seperti kawin kontrak.

Kemudian dalam rumusan perkawinan juga dinyatakan dengan tegas bahwa pembentukkan keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal itu berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini berarti bahwa perkawinan harus didasarkan pada agama dan kepercayaan masing -masing. Oleh sebab itulah dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 pada Pasal 2 ayat (1) dinyatakan :

“Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing

agamanya dan kepercayaannya masing -masing”.

(36)

1. Pegawai pencatatan nikah, talak dan rujuk yaitu pegawai kantor urusan agama (KUA), untuk orang-orang yang beragama islam;

2. Pegawai pencatat nikah dari kantor atau lembaga catatan sipil bagi orang-orang yang beragama non islam.

2. Kelahiran

(37)

28

menerangkan tentang suatu hal, agar hal tersebut mempunyai dasar kekuatan hukum yang pasti dan kuat.

Kenyataan ini dapat dilihat dalam Pasal 1888 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menyatakan “kekuatan pembuktian suatu bukti tertulis adalah pada akta aslinya, apabila akta aslinya itu ada, maka salinan serta ikhtisar-ikhtisar hanyalah dapat dipercaya, sekedar salinan-salinan ikhtisar-ikhtisar-ikhtisar-ikhtisar itu sesuai dengan aslinya, yang mana senantiasa dapat diperintahkan untuk

mempertunjukkannya”.

Demikian pula dengan peristiwa kelahiran seseorang, peristiwa kelahiran itu perlu mempunyai bukti tertulis dan otentik, karena untuk membuktikan identitas seseorang yang pasti dan sah adalah dapat kita lihat dari akta kelahirannya yang dikeluarkan oleh suatu lembaga yang berwenang mengeluarkan akta tersebut. Hal ini tentunya lembaga catatan sipil seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Maka setiap peristiwa kelahiran yang ada ditengah–tengah keluarga hendaknya didaftarkan ke catatan sipil guna mendapatkan akta kelahiran.

(38)

pewaris. Jati diri itu dapat diperoleh sebab sesuatu akte kelahiran akan mencantumkan dengan jelas tentang hari, jam, tanggal, bulan, tahun dan wilayah hukum kelahiran, serta ditegaskan pula nama orang tuanya yang melahirkan dan juga hubungan orang tuanya, apakah sebagai suami isteri yang sah atau tidak. 3. Pengakuan/Pengesahan Anak

Ada juga suatu perkawinan dimana wanita itu tidak hamil terlebih dahulu karena sesuatu hal, maka berlaku ketentuan, bahwa apabila seorang anak dilahirkan sebelum lewat 180 hari, setelah hari pernikahan orang tuanya, maka orang tuanya berhak menyangkal sahnya anak itu, tetapi jika ayahnya sudah mengetahui bahwa isterinya mengandung sebelum pernikahan dilaksanakan atau jika ia lahir pada waktu dibuatnya surat kelahiran dan surat kelahiran tersebut turut ditanda tangani olehnya maka dalam hal tersebut si ayah dianggap telah menerima dan mengakui anak yang hadir itu sebagai anaknya sendiri.

(39)

30

telah mendapat pengesahan, maka status atau kedudukan anak tersebut menjadi sama (tidak berbeda) dengan anak sah dalam segala hal.

Dalam hal pengakuan anak ataupun pengesahan anak dituangkan dalam suatu dokumen otentik yang dibuat oleh catatan sipil yang pada prinsipnya lebih ditujukan untuk maksud menciptakan hubungan hukum perdata antara anak yang diakui dengan sipelaku. Sedangkan akta pengesahan anak adalah semacam pernyataan bahwa anak tersebut telah disahkan menjadi anak yang sah, dalam pengertian hukum perdata.

Status seorang anak sepanjang mengenai anak-anak luar kawin banyak dikupas dalam Kitab Undang Hukum Perdata. Demikian pula Undang-Undang Perkawinan menyikap pula adanya kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat tentang hal dimaksud.

Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan membedakan kedudukan seorang anak dalam hubungannya dengan perkawinan orang tuanya,

sebagaimana dikemukakan pada Pasal 42 bahwa “anak yang sah adalah anak yang

dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Kemudian dalam Pasal 43 ayat (1) mengemukakan sebagai berikut “anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga

ibunya”.

(40)

dilangsungkannya perkawinan orang tuanya, diterbitkan akta pengakuan anak. Dari bentuk akta pengesahan anak itu sendiri, sebenarnya bukan merupakan suatu akta dalam bentuk tersendiri. Pada awalnya akta kelahiran biasa, dengan pengesahan anak kemudian dicantumkan data pengesahan anak yang dikenal de

ngan istilah populer “catatan pinggir”. Disebut “catatan pinggir”, karena memuat

catatan tentang perubahan status anak tersebut dicatat pada bagian pinggir dari

akta kelahiran semula, “catatan pinggir” pada suatu akta catatan sipil pada

dasarnya berisi perubahan data dan informasi atas akta semula.

“Catatan pinggir” ini dapat diterapkan pada semua jenis dan macam akta

catatan sipil dan dengan adanya “catatan pinggir” pada suatu akta, berarti data dan

informasi lama tidak berarti lagi, sedangkan yang dipergunakan sebagai data selanjutnya adalah yang tercantum dalam “catatan pinggir”. Penerbitan akta catatan pinggir, biasanya dilakukan berhubung dengan adanya peristiwa baru yang oleh undang-undang dinyatakan mempunyai kekuatan hukum baru, misalnya terjadi karena adanya keputusan pengadilan negeri karena ganti nama, perubahan atau pembetulan tanggal dan bulan serta tahun kelahiran serta pembetulan nama, juga karena perubahan kewarganegaraan karena proses mengikuti suami ataupun karena pengakuan dan pengesahan anak.15

(41)

32

tuanya (yang berakibat pengesahan) atau dapat juga dalam suatu akta tersendiri dari pegawai pencatatan sipil.

4. Perceraian

Salah satu peristiwa dalam suatu keluarga yang sangat memalukan adalah perceraian. Kejadian ini dapat dibayangkan, karena sekian lamanya perkawinan itu dibina di dalam kemesraan dan kebahagiaan antara suami dan isteri, ternyata harus berantakan dan terpisah dengan penuh kehancuran. Suatu hal yang sangat menyedihkan lagi apabila selama perkawinan berlangsung suami isteri telah pula menghasilkan buah perkawinan yang didambakan yaitu dengan hadirnya beberapa orang anak yang masih kecil-kecil atau pemberian Tuhan kepada suami isteri tersebut. Sedangkan anak yang masih kecil-kecil itu sangat membutuhkan kasih sayang perlindungan dari kedua orang tuanya, akan tetapi ternyata harus menjadi korban kesengsaraan akibat kedua orang tuanya yang gagal membina rumah tangga sehingga keluarga suami isteri itu ditelan kehancuran dengan perceraian.

Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, maka perceraian tidak dapat lagi dilakukan dengan sewenang-wenang seperti banyak terjadi sebelumnya. Tetapi sekarang ini harus dilakukan dengan prosedur hukum dan alasan-alasan yang dapat dibenarkan.

(42)

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya;

c. Salah satu pihak mendapat hukuman 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami / isteri;

f. Antar suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

(43)

34

Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 Pasal 34 ayat (2) bahwa perceraian tersebut dianggap terjadi beserta segala akibatnya terhitung sejak saat pendaftaran perceraian tersebut pada kantor catatan sipil. Sedangkan akta perceraian dibuat rangkap satu dan disimpan di kantor catatan sipil, sedangkan kepada yang bersangkutan diberikan masing-masing kutipannya dan kutipan akta perceraian inilah yang digunakan oleh yang bersangkutan sebagai bukti tertulis dan otentik bahwa mereka itu telah putus perkawinannya dengan perceraian.

5. Kematian

Suatu peristiwa yang tidak dapat dihindari setiap manusia adalah kematian, karena kematian adalah suatu peritiwa yang datangnya di luar kekuasaan manusia. Kematian merupakan takdir Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat dipungkiri oleh manusia karena cepat atau lambat manusia akan kembali kepangkuan-Nya.

(44)

dengan sebuah bukti yang tertulis dan otentik yang berupa akta yang dikeluarkan oleh sebuah lembaga yang ditunjuk oleh Negara. Serta mempunyai wewenang untuk menyelenggarakan dan menerbitkan akta kematian tersebut, karena akta kematian menerangkan secara tegas nama suami, isteri yang ditinggalkan oleh si mati.

Pencatatan kematian itu merupakan salah satu wewenang dari lembaga catatan sipil, tetapi di dalam prakteknya terutama di desa-desa pencatatan kematian dilakukan oleh kepala desa yang akan membuat surat keterangan kematian, tetapi sebelumnya harus ada pengantar dari kepala dusun. Sedangkan yang melakukan pendaftaran peristiwa ini dilakukan oleh para ahli warisnya atau keluarganya dengan melengkapi semua persyaratan yang telah ditentukan untuk keperluan itu.

6. Ganti Nama

Seringkali terjadi juga dalam kehidupan seseorang itu mengganti namanya, baik bagi warga Negara Indonesia asli maupun Warga Negara Indonesia keturunan. Dalam hal ini, terdapat perbedaan sedikit mengenai prosedur untuk mengubah atau mengganti nama antar Warga Negara Indonesia asli dengan Warga Negara Indonesia keturunan atau non pribumi :

1. Warga Negara Indonesia Asli

(45)

36

a. Akta kelahiran

b. Akta perkawinan dan surat -surat lainnya yang masih memakai nama lama dan perlu disesuaikan dengan nama baru

c. Saksi-saksi

Apabila permohonan tersebut dikabulkan, maka dalam penetapannya pengadilan negeri akan memerintahkan pegawai catatan sipil untuk mengubah atau mengganti nama yang tercatat dalam register catatan sipil sesuai dengan nama baru.

2. Warga Negara Indeonesia Keturunan

Warga Negara Indonesia keturunan yang ingin mengganti, mengubah namanya harus mengajukan permohonan ganti nama itu kepada Bupati/Walikota

Kepala daerah dengan melampirkan :

a. Surat pernyataan ganti nama rangkap tiga, yang berisi nama lama yang lengkap, tanggal, tempat kelahiran dan alamat serta nama baru yang akan dipakai;

b. Surat keterangan melepaskan kewarganegaraan, untuk menjadi Warga Negara Indonesia.

(46)

A. Gambaran Umum Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Medan

Dinas kependudukan merupakan instansi yang sebelumnya dikenal sebagai Kantor Catatan Sipil Kota Medan. Tugas utamanya adalah melaksanakan pencatatan sipil. Pencatatan sipil merupakan suatu upaya hukum pencatatan individu warga negara yang dilaksanakan oleh negara yang meliputi pencatatan kelahiran, perkawinan, status anak dan kematian.

(47)

38

Sejalan dengan perkembangan tugas Kantor Catatan Sipil, terjadi pula perkembangan hukum individu. Diantara berkaitan dengan pelaksanaan perkawinan sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang kemudian dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975

Berkaitan dengan peraturan dan peningkatan pembinaan penyelenggaraan catatan sipil lahirlah Keppres No. 12 /1983 dan Keputusan Mendagri No. 54/1983 tentang organisasi dan Tata Kerja Kantor Catatan Sipil Kab/Kota. Tugas lain yang dijalankan oleh Kantor Catatan Sipil berikutnya adalah administrasi kependudukan yang dilaksanakan berdasarkan (a) Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1977 tentang pendaftaran penduduk; (b) Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 2A Tahun 1995 tentang prosedur dan tata cara penyelenggaraan pendaftaran penduduk dalam kerangka sistem informasi manajemen kependudukan (SIMDUK); (c) Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 150 Tahun 1998 tentang Pedoman Organisasi dan tata kerja pendaftaran penduduk (d) Peraturan Daerah No. 1 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Penduduk dalam Rangka sistem Informasi manajemen Kependudukan (SIMDUK) Kotamadya Tk. II Medan (e) Keputusan Walikota Medan No. 474/1273/SK/1998 tentang Peraturan Pelaksana SIMDUK.

(48)

demikian, disamping masih melaksanakan tugas-tugas pencatatan sipil, Dinas Kependudukan juga melaksanakan tugas-tugas kependudukan lainnya. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan No. 3 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi di Lingkungan Pemerintah Kota Medan, Dinas Kependudukan Kota Medan Berubah Menjadi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan.

Berbicara mengenai birokrasi tentu tidak terlepas dari sistem-sistem organ utama dari birokrasi itu sendiri yang merupakan elemen vital dalam birokrasi, dimana masing-masing memiliki fungsi yang khas, oleh sebab itu birokrasi tidak dapat dipandang sebagai satu elemen tunggal. Birokrasi tersusun dari beberapa sistem dan membentuk satu mata rantai yang saling berhubungan satu sama lain. Sebagai satu kesatuan sistem, tugas utama birokrasi adalah bagaimana mengejawantahkan tujuan besar bangsa dan negara yang abstrak itu agar menjadi kenyataan yang konkrit.16

B. Mekanisme pencatatan Sipil Kota Medan 1. Perkawinan

(49)

40

didenda sejumlah nominal rupiah sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam Perda dan dimasukan ke kas daerah.

Adapun persyaratan yang harus dipenuhi di antaranya:Kartu Keluarga kedua pihak dan fotokopinya.17

1. KTP kedua pihak beserta fotokopi 2. Akta Kelahiran kedua pihak 3. Surat Pengantar dari Lurah

4. Surat Keterangan Perkawinan menurut agama

5. Pas photo gandeng suami istri ukuran 4x6 sebanyak 4 lembar. 6. Fotokopi akta kelahiran anak jika sudah memiliki anak.

7. Surat pernyataan belum pernah melakukan pencatatan perkawinan. 8. Akta kematian atau perceraian jika sudah cerai mati/hidup.

9. Dua orang saksi (berusia diatas 21 tahun).

Pencatatan perkawinan dilakukan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, berdasarkan azas peristiwa. Artinya, di mana perkawinan agama itu dilaksanakan, dinas setempat yang akan mengeluarkan akta perkawinannya.

2. Kelahiran

Kelahiran sebagai salah satu tahap dari ikatan perkawinan, merupakan peritiwa hukum yang akan menentukan kedudukan anak. Oleh karena itu, peristiwa kelahiran wajib dilaporkan dan didaftarkan serta dicatatkan kepada pejabat pemerintah. Sebagai bukti pelaporan, diberikan surat kelahiran dan sebagai bukti pencatatan diberikan akta kelahiran. Surat kelahiran dan akta kelahiran tersebut, merupakan alat bukti sah keturunan. Dengan surat kelahiran dan akta kelahiran itu, maka timbullah hubungan hukum antara anak dengan orang tuanya dan bersamaan dengan itu pula maka suami menjadi bapak dan istri

17

(50)

berkedudukan sebagai ibu.18 Oleh sebab itu, surat kependudukan yang paling awal harus dimiliki oleh seorang warga negara adalah surat kelahiran. Surat kelahiran ini dibuat langsung setelah bayi dilahirkan. Surat kelahiran berfungsi sebagai identitas pertama bayi yang telah lahir. Selanjutnya surat kelahiran ini berfungsi sebagai syarat untuk membuat akta kelahiran di kantor pencatatan sipil dan untuk memasukkan nama bayi ke dalam daftar Kartu Keluarga (KK).

Surat kelahiran antara lain berisi nama bayi yang dilahirkan, tempat lahir, hari dan tanggal, jam, nama ibu yang melahirkan, serta nama ayah kandung dari bayi yang dilahirkan. Jika bayi yang dilahirkan di luar pernikahan atau orang tuanya belum menikah, maka hanya nama ibunya yang tertulis sebagai orang tua pada surat kelahiran tersebut. Khusus surat kelahiran yang diterbitkan oleh rumah sakit, biasanya ditambahkan pula nama dokter/ bidan yang membantu persalinan, serta berat badan dan tinggi badan bayi. Walaupun terlihat “sepele”, surat kelahiran mempunyai fungsi yang sangat penting. Salah satu fungsi utama surat kelahiran adalah sebagai pengakuan yang sah dari orang tua atas kelahiran bayi tersebut, sekaligus sebagai pengakuan bahwa, anak yang dilahirkan adalah anak kandungnya19.

(51)

42

Persyaratan Dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. Proses untuk memperoleh akta kelahiran tidaklah berbelit-belit, asalkan pihak yang berkepentingan memenuhi prosedur dan syarat -syarat yang telah ditetapkan.

Adapun proses pembuatan seperti surat kelahiran ini tidaklah sulit, melalui persyaratan administratif seperti fotocopy/ salinan KTP kedua orang tua atau salinan KTP ibu si bayi yang telah lahir jika orang tuanya belum atau tidak menikah, kemudian salinan surat nikah/ akta perkawinan orang tua si bayi yang dilahirkan (jika orang tuanya sudah menikah), serta kartu keluarga (KK) ibu bayi yang dilahirkan. Setelah lengkap, kemudian ibu yang melahirkan bayi atau suaminya memohon kepada pihak rumah sakit, bidan, kepala dusun atau pihak lain yang berwenang dengan menuliskan nama lengkap yang akan diberikan kepada si bayi yang telah lahir. Biasanya setelah mendapat rekomendasi dari bidan, dokter, dukun bayi atau pihak berwenang lainnya, surat kelahiran dapat langsung diterbitkan.20 Namun tidak semua pihak berwenang mengeluarkan surat kelahiran, beberapa lembaga atau pihak yang berwenang mengeluarkan surat kelahiran adalah sebagai berikut:21

1. Komandan perang. Misalnya sang ibu merupakan anggota tentara atau pengungsi yang sedang berada di wilayah komando perang, atau bisa juga anak tersebut lahir di wilayah militer, seperti di suatu batalyon. Surat kelahiran yang demikian ini banyak dijumpai orang-orang yang hidup pada zaman revolusi.

20

Ibid

21

(52)

2. Kepala desa/ kepala dusun yaitu bayi yang dilahirkan sendiri atau dengan bantuan dukun bayi atau orang lain di rumah, tanpa bantuan medis dari dokter.

3. Kepala rumah sakit/ bidan yaitu bagi bayi yang dilahirkan di rumah sakit/ klinik

4. Pilot pesawat. Walaupun jarang terjadi kasus kelahiran bayi di pesawat, namun pilot yang bertugas juga berwenang mengeluarkan surat kelahiran bagi bayi yang lahir selama penerbangan.

5. Kapten kapal yaitu bagi bayi yang lahir dalam perjalanan dengan menggunakan kapal laut.

Berkaitan dengan pencatatan kelahiran ini telah diatur dalam Pasal 51, 52, 53, 54, 58 Peraturan Presiden No.25/2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil sebagai berikut :

Pasal 51

(1) Setiap peristiwa kelahiran dicatatkan pada Instansi Pelaksana di tempat terjadinya kelahiran.

(2) Pencatatan peristiwa kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan memperhatikan :

a. Tempat domisili ibunya bagi penduduk Warga Negara Indonesia; b. Di luar tempat domisili ibunya bagi pendudukWarga Negara

Indonesia;

c. Tempat domisili ibunya bagi penduduk orang asing; d. Di luar tempat domisili ibunya bagi penduduk orang asing; e. Orang asing pemegang izin kunjungan; dan

(53)

44

Pasal 51 ayat (2) huruf a dan huruf b, dilakukan dengan memenuhi syarat berupa :

a. Surat kelahiran dari dokter/bidan / penolong kelahiran; b. Nama dan identitas saksi kelahiran;

c. KK orang tua d. KTP orang tua dan

e. Kutipan Akta Nikah / Akta Perkawinan orang tua.

(2) Dalam hal pelaporan kelahiran tidak disertai kutipan akta nikah / akta perkawinan orang tua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, pencatatan kelahiran tetap dilaksanakan.

(3) Pencatatan kelahiran orang asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf c, huruf d, dan huruf e, dilakukan dengan memenuhi syarat berupa :

a. Surat Kelahiran dari dokter/ bidan/ penolong kelahiran; b. Kutipan Akta Nikah / Akta Perkawinan orang tua; c. KK dan KTP orang tua bagi pemegang izin tinggal tetap;

d. Surat Keterangan Tempat Tinggal orang tua bagi pemegang izin tinggal terbatas; dan/ atau

e. Paspor bagi pemegang izin kunjungan

(4) Persyaratan pencatatan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf f, dengan melampirkan Berita Acara Pemeriksaan dari Kepolisian.

Pasal 53

Pencatatan kelahiran Penduduk Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf a, dilakukan dengan tata cara :

a. Penduduk Warga Negara Indonesia mengisi Formulir Surat Keterangan Kelahiran dengan menunjukkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada Petugas Registrasi di kantor desa/ kelurahan. b. Formulir Surat Keterangan Kelahiran sebagaimana dimaksud pada huruf a

ditandatangani oleh pemohon dan diketahui oleh Kepala Desa / Lurah. c. Kepala Desa / Lurah berkewajiban meneruskan Formulir Surat Keterangan

Kelahiran kepada UPTD Instansi Pelaksana untuk diterbitkan Kutipan Akta Kelahiran.

d. Dalam hal UPTD Instansi Pelaksana tidak ada, Kepala Desa/ Lurah menyampaikan ke kecamatan untuk meneruskan Formulir Surat Keterangan Kelahiran kepada Instansi Pelaksana.

(54)

Pasal 54

Pencatatan kelahiran Penduduk Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf b, dilakukan dengan tata cara :

a. Penduduk Warga Negara Indonesia mengisi Formulir Surat Keterangan Kelahiran dengan menyerahkan surat kelahiran dari dokter/bidan / penolong kelahiran dan menunjukkan KTP ibu atau bapaknya kepada Instansi Pelaksana.

b. Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana mencatat dalam Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.

Pasal 58

Pencatatan kelahiran anak yang tidak diketahui asal usulnya atau keberadaan orang tuanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf f, dilakukan dengan tata cara :

a. Pelapor / pemohon mengisi formulir surat keterangan kelahiran dengan menyertakan Berita Acara Pemeriksaan Kepolisian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (4) kepada Instansi Pelaksana.

b. Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana mencatat dalam Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.

Diketahui bahwa, surat kelahiran adalah salah satu syarat untuk mendapatkan akta kelahiran yang dikeluarkan oleh kantor pencatatan sipil, dengan demikian akta kelahiran menjadi sangat penting sebagai sebuah identitas awal yang wajib dimiliki oleh setiap Warga Negara Indonesia (WNI). Pembuatan akta kelahiran ini menjadi salah satu kewajiban negara untuk melindungi dan menyejahterakan seluruh penduduknya.

(55)

46

hukum si anak hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya. Di samping itu, akta kelahiran merupakan bukti kewarganegaraan dan identitas diri awal anak dilahirkan dan diakui oleh negara. Dengan adanya akta kelahiran ini, anak secara yuridis berhak mendapatkan perlindungan hak-hak kewarganegaraannya seperti hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, hak atas pemukiman, dan hak atas sistem perlindungan sosial dan sebagainya. Sebelum berlakunya UU No. 23/2006 dikenal tiga jenis akta kelahiran yaitu:22

1. Akta Kelahiran Umum yaitu akta yang dibuat berdasarkan laporan kelahiran yang diperoleh sebelum lewat batas waktu pelaporan peristiwa kelahiran. Batas waktu pelaporan adalah 60 hari kerja sejak peristiwa kelahiran, kecuali untuk Warga Negara Asing (WNA) adalah 10 hari kerja sejak peristiwa kelahiran. Ketentuan hukum yang mengatur hal ini adalah : a. Staatstblaad 1917 No. 13 Jo. 1919 No. 81 untuk WNI keturunan, jangka waktu pendaftaran 60 hari kerja dan WNA Cina jangka waktu pendaftaran 10 hari kerja.

b. Staatstblaad 1920 No. 751 Jo. 1927 No. 564 untuk WNI pribumi non nasrani, jangka waktu pendaftarannya 60 hari kerja.

c. Staatstblaad 1933 No. 750 Jo. 1936 No. 607 untuk WNI pribumi nasrani, jangka waktu pendaftarannya 60 hari kerja.

d. Staatstblaad 1894 No. 25 untuk WNI keturunan Eropa, jangka waktu pendaftaran 60 hari kerja dan WNA Eropa jangka waktu pendaftaran 10 hari kerja.

e. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 28 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

2. Akta Kelahiran Istimewa yaitu akta yang diterbitkan khusus bagi orang-orang yang memang sudah diwajibkan membuat akta-akta catatan sipil, tetapi sampai saat ini terlambat pencatatannya (sudah melewati batas waktu yang ditentukan) yaitu bagi WNI keturunan asing (kecuali

22

(56)

keturunan India dan Arab) dan WNI itu sendiri. Penerbitan akta kelahirannya harus melalui sidang pengadilan negeri. Berdasarkan penetapan pengadilan tersebut, diterbitkanlah akta kelahiran istimewa oleh kantor catatan sipil. Ketentuan hukum yang mengatur hal ini adalah: a. Staatstblaad 1920 No. 751 Jo. 1927 No. 564 untuk WNI pribumi

non-Nasrani untuk kelahiran yang didaftarkan lewat 60 hari kerja sampai dengan kelahiran 1 Januari 1986.

b. Staatstblaad 1933 No. 750 Jo. 1936 No. 607 untuk WNI pribumi Nasrani untuk kelahiran yang didaftarkannya lewat 60 hari kerja, dan seterusnya. (Dasar hukum Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 474.1-781 tanggal 14 Oktober 1989 tentang Penerbitan Akta Kelahiran bagi yang terlambat pencatatannya dan tidak berlaku untuk

Staatstblaad. 1917 dan Staatstblaad 1949).

3. Akta Kelahiran Dispensasi yaitu akta kelahiran yang diperoleh melalui dispensasi dari Menteri Dalam Negeri. Yang dimaksud dispensasi disini adalah penyelesaian akta kelahiran yang terlambat bagi WNI asli yang lahir dan belum memiliki akta kelahiran sampai batas waktu 31 Desember 1985. Ketentuan hukum yang mengatur hal ini adalah : Staatstblaad 1920 No. 751 Jo. 1927 No. 564 untuk WNI pribumi non-Nasrani untuk kelahiran minimal 31 Desember 1985 (Staatstblaad lainnya tidak berlaku) dan keterangan dasar hukum Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 474.1-311 tanggal 5 April 1988 tentang Pelaksanaan Dispensasi Akta Kelahiran. 3. Akta Pengakuan dan Pengesahan Anak

(57)

48

1) Pemohon :

Mengisi formulir permohonan pencatatan pengakuan dan pengesahan anak serta melampirkan persyaratan yang diperlukan.

2) Petugas Loket :

a. Menerima dan meneliti berkas permohonan pencatatan pengakuan dan pengesahan anak beserta persyaratan yang diperlukan.

b. Mengirim berkas permohonan beserta persyaratan kepada Kepala Sub Bidang Pelayanan Catatan Sipil.

3) Kepala Sub Bidang Pelayanan Catatan Sipil :

a. Menerima dan meneliti berkas permohonan yang diajukan.

b. Memberi petunjuk dan meneruskan kepada Petugas Operator untuk diproses.

4) Petugas Operator :

a. Menerima petunjuk dan meneliti berkas permohonan dari Kepala Sub Bidang Pelayanan Catatan Sipil.

b. Melakukan proses pencatatan dan membuat catatan pinggir pada akta dan kutipan akta kelahiran anak yang bersangkutan dan

c. Melakukan proses pencetakan rancangan akta dan kutipan akta.

5) Menyerahkan hasil pencetakan rancangan akta dan kutipan akta kelahiran beserta berkas permohonan kepada Kepala Sub Bidang Pelayanan Catatan Sipil.

6) Kepala Sub Bidang Pelayanan Catatan Sipil :

a. Menerima dan meneliti hasil pencetakan rancangan akta dan kutipan akta kelahiran beserta berkas permohonan dari Petugas Operator serta memarafnya.

b. Meneruskan kepada Kepala Bidang Catatan Sipil. 7) Kepala Bidang Catatan Sipil :

a. Menerima dan meneliti hasil pencetakan rancangan akta dan kutipan akta kelahiran beserta berkas permohonan dari Kepala Sub Bidang Pelayanan Catatan Sipil.

b. Mengirim hasil pencetakan akta dan kutipan akta kelahiran beserta berkas permohonannya kepada Kepala Badan.

8) Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil :

a. Menerima rancangan akta dan kutipan akta kelahiran beserta berkas permohonan dari Kepala Bidang Catatan Sipil.

b. Menanda tangani catatan pinggir pada akta dan kutipan akta kelahiran c. Mengirim akta dan kutipan akta kelahiran beserta berkas

(58)

9) Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil:

a. Menerima akta dan kutipan kelahiran beserta berkas permohonan yang telah ditanda tangani oleh Kepala Badan.

b. Menyerahkan kutipan akta kelahiran kepada Kepala Sub Bidang Pelayanan Catatan Sipil untuk diteruskan kepada petugas loket pelayanan

c. Mengirim berkas dan akta kelahiran kepada Kepala Sub Bidang Penyimpanan dan Pemeliharaan Dokumen Catatan Sipil untuk didokumentasikan.

10)Petugas Loket Pelayanan :

a. Menerima kutipan akta kelahiran dari Kepala Sub Bidang Pelayanan Catatan Sipil.

b. Menerima pembayaran biaya penerbitan akta kelahiran dari pemohon c. Menyerahkan kutipan akta kelahiran pada pemohon

d. Membuat tanda terima penyerahan kutipan akta kelahiran. 11)Pemohon :

a. Menanda tangani tanda terima penyerahan kutipan akta kelahiran b. Menerima kutipan akta kelahiran dan bukti pembayaran dari petugas

loket. 4. Perceraian

Perceraian Wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana paling lambat 60 (enam Puluh) hari sejak Putusan Pengadilan tentang Perceraian yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Perceraian WNI diluar wilayah NKRI wajib dicatatkan di Instansi yang berwenang di Negara setempat dan dilaporkan kepada perwakilan RI dan apabila Negara setempat tidak menyelenggarakan pencatatan perceraian bagi orang asing, pencatatan dilakukan oleh perwakilan RI setempat. Perwakilan RI mencatat dalam buku register dan menerbitkan Kutipan Akta Perceraian.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dalam memberikan pelayanan administrasi kependudukan khususnya dalam pengurusan Akta

Petugas Registrasi Pencatatan Sipil menerima dan meneliti FPM-Orang Asing beserta berkas pelaporan dan persyaratan; Kendala dalam penerbitan akta kematian di kota Medan antara

commit to user.. pengertian akta catatan sipil adalah suatu catatan resmi yang dibuat oleh pejabat Negara yang berwenang dari peristiwa kelahiran, perkawinan, perceraian,

Akta kematian adalah akta autentik yang diterbitkan oleh pemerintah daerah mengenai peristiwa kematian seseorang yang mempunyai akibat hukum bagi dirinya maupun keluarganya dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelayanan penerbitan Akta Kelahiran di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Samarinda, yaitu dari Prosedur Pelayanan berdasarkan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dalam memberikan pelayanan administrasi kependudukan khususnya dalam pengurusan Akta

Pada penelitian kali ini, peneliti ingin mengetahui kualitas pelayanan administrasi akta perkawinan di Kantor Dinas kependudukan dan Catatan Sipil Pemerintah Kota Surabaya

Hasil dari penelitian di Kantor Catatan Sipil Pemerintah Kota Surabaya mengenai kualitas pelayanan administrasi akta kelahiran berdasarkan dimensi kualitas yang terdiri