PENGARUH PENERAPAN TEKNOLOGI
SISTEM TANAM LEGOWO TERHADAP PENDAPATAN
(Study kasus : Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai)
SKRIPSI
Oleh:
N A Z L A H 030309002
SEP/PKP
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH PENERAPAN TEKNOLOGI SISTEM TANAM
LEGOWO TERHADAP PENDAPATAN
(Study kasus : Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai)
SKRIPSI
Oleh:
N A Z L A H 030309002
SEP/PKP
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui oleh: Komisi Pembimbing
(Ir. H. Hasman Hasyim, M.Si) (Emalisa, SP, M. Si)
Ketua Anggota
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RINGKASAN
NAZLAH (030309002), dengan judul skripsi “PENGARUH PENERAPAN TEKNOLOGI SISTEM TANAM LEGOWO TERHADAP PENDAPATAN” Studi kasus: Study kasus : Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. H. Hasman Hasyim, MSi, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Emalisa Sp, MSi, selaku Anggota Komisi Pembimbing.
Dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan, secara prinsip produksi padi tergantung pada dua variabel, yaitu luas panen dan hasil perhektar, intensifikasi pertanian dan perluasan areal tanam merupakan usaha pokok dalam pengelolaan usahatani untuk meningkatkan produksi, produktivitas dan pendapatan petani
Penentuan daerah penelitian ditentukan secara purposive artinya dengan sengaja, yaitu di desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai. Penentuan petani sampel dilakukan secara stratified random sampling. Di mana terdapat range luas lahan terendah 0,12 Ha serta tertinggi adalah 2,5 Ha, sehingga dibuat pengelompokkannya. Hasil Penelitian yang diperoleh adalah : 1. Sistem tanam legowo di Desa Lubuk Bayas ini memiliki 11 unsur. Adapun
perkembangan yang dapat dilihat dengan adanya sistem tanam legowo ini adalah perkembangan secara teknis, yaitu adanya peningkatan jumlah petani yang menerapkan cara dan teknik bercocok tanam sesuai yang dianjurkan yaitu teknologi sistem tanam legowo dan peningkatan persentase jumlah unsur-unsur yang diterapkan oleh masing-masing petani sampel.
2. Sistem tanam Legowo di Desa Lubuk Bayas yang diterapkan oleh petani sekitar 63.3 % dan ini sangat mempengaruhi pendapatan para petani yang menerapkan sistem tanam legowo 4:1 ini.
RIWAYAT HIDUP
Nazlah, lahir di Medan pada tanggal 20 Oktober 1985, Anak ketiga dari
tiga bersaudara dari Bapak Syahrial (Alm) dan Ibu Thoharah (Alm).
Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah :
1. Tahun 1991 masuk Sekolah Dasar Kartini Medan dan tamat tahun 1997.
2. Tahun 1997 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP
Muhammadiyah-08 tamat tahun 2000.
3. Tahun 2000 masuk Sekolah Menengah Umum di SMU Al-ulum dan tamat
tahun 2003.
4. Tahun 2003 diterima di Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi
Pertanian, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Medan melalui jalur
Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
5. Bulan Juli-Agustus 2007 mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di
Desa Samabaliang, Kecamatan Berampu, Kabupaten Dairi.
6. Bulan September-November 2009 melakukan penelitian skripsi di Desa
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat memulai, menjalani, dan
menyelesaikan masa perkuliahan dan pada akhirnya dapat menyelesaikan skripsi.
Skripsi ini merupakan sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan
studi di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, dengan judul
“PENGARUH PENERAPAN TEKNOLOGI SISTEM TANAM LEGOWO
TERHADAP PENDAPATAN” Studi kasus: Study kasus : Desa Lubuk Bayas
Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai. Pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
Bapak Ir. H. Hasman Hasyim, MSi, selaku Ketua Komisi Pembimbing
yang telah membimbing dan mengarahkan penulis.
Ibu Emalisa Sp, MSi, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis.
Bapak Ir. Luhut Sihombing, MSi, selaku Ketua Departemen Sosial
Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Seluruh staf pengajar dan pegawai tata usaha di Departemen Sosial
Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang
turut berperan dalam studi penulis.
Bapak Abdul Muiz (Alm) selaku Kepala Desa Lubuk Bayas yang telah
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh petani padi sawah
anggota P3A di Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten
Serdang Bedagai dan intansi yang terkait dalam penelitian ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan bimbingannya.
Dengan rasa hormat yang sedalam-dalamnya penulis mengucapkan terima
kasih yang setulusnya kepada orang tua Bapak Syahrial (Alm) dan Ibu
Thoharah (Alm) atas perhatian, kasih sayang, doa, dukungan moril dan materil,
dorongan dan nasehat yang tiada henti-hentinya kepada penulis. Terima kasih juga
penulis ucapkan kepada saudara-saudara saya atas doa, dukungan dan
semangatnya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat meningklatkan kualitas
skripsi ini. Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, Desember 2009
DAFTAR ISI
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka……….. 7
Landasan Teori………. 13
Kerangka Pemikiran………. 21
METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian..……… 26
Metode Penentuan Sampel…………...……… 26
Metode Pengumpula Data……… 27
Metode Analisis Data………..……… 27
Defenisi dan Batasan Operasional………... 28
Defenisi……… 28
Batasan Operasional …….……… 28
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN, DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN Deskripsi Daerah Penelitian………. 29
Luas Daerah dan Letak Geografis……… 29
Keadaan Penduduk……….. 29
Sarana dan Prasarana ... 32
Karakteristik Peternak Sampel…...……….. 32
Gambaran Umum Mengenai Penerapan Teknologi Sistem Tanam
Legowo ……….... 36 Pengaruh Penerapan Teknologi Sistem Tanam Legowo... 39 Masalah-masalah yang dihadapi di dalam pengelolaan sistem tanam legowo 4:1 ... 38
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan………... 40 Saran……….. 40
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Hal
Tabel 01. Cara dan Teknik Bercocok Tanam yang Dianjurkan dalam Penerapan
Teknologi Sistem Tanam Legowo ... 10
Tabel 02. Populasi dan Sampel Petani Padi Sawah Berdasarkan Luas Lahan di Desa Lubuk Bayas ... 23
Tabel 03. Distribusi Penduduk Desa Lubuk Bayas Menurut Jenis Kelamin ... 30
Tabel 04. Distribusi Penduduk Desa Lubuk Bayas Menurut Golongan Umur ... 30
Tabel 05. Distribusi Penduduk Desa Lubuk Bayas Menurut Mata Pencaharian 31 Tabel 06. Distribusi Penduduk Desa Lubuk Bayas Menurut Tingkat Pendidikan ... … 31
Tabel 07. Sarana dan Prasarana Desa Lubuk Bayas ... 32
Tabel 08. Karakteristik Petani Sampel di Desa Lubuk Bayas... 33
Tabel 09. Penerapan Unsur-unsur Teknologi Sistem Tanam Legowo 4:1 ... 36
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Hal
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul
Lamp. 1 Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Sampel di Desa Lubuk Bayas Lamp. 2 Penerapan Unsur-unsur Teknologi Sistem Tanam Legowo
Lamp. 3 Produksi dan Produktivitas Padi Sawah di Desa Lubuk Bayas Lamp. 4 Penggunaan Tenaga Kerja Usaha tani Padi Sawah MT I Lamp. 5 Penggunaan Tenaga Kerja Usaha tani Padi Sawah MT II Lamp. 6 Biaya Tenaga Kerja Usaha Tani Padi Sawah MT I Lamp. 7 Biaya Tenaga Kerja Usaha Tani Padi Sawah MT II Lamp. 8 Penggunaan Saprodi Usaha Tani Padi Sawah MT I Lamp. 9 Penggunaan Saprodi Usaha Tani Padi Sawah MT II Lamp. 10 Biaya Saprodi Usaha Tani Padi Sawah MT I
Lamp. 11 Biaya Saprodi Usaha Tani Padi Sawah MT II Lamp. 12 Biaya Penyusutan Usaha Tani Padi Sawah MT I Lamp. 13 Biaya Penyusutan Usaha Tani Padi Sawah MT II Lamp. 14 Total Biaya Produksi Usaha Tani Padi Sawah MT I Lamp. 15 Total Biaya Produksi Usaha Tani Padi Sawah MT II
Lamp. 16 Total Pendapatan Bersih Usaha Tani Padi Sawah per Petani MT I Lamp. 17 Total Pendapatan Bersih Usaha Tani Padi Sawah per Petani MT II Lamp. 18 Korelasi Rank Spearman antara Umur Petani Dengan Penerapan
Teknologi Dalam Usaha Tani
Lamp. 19 Korelasi Rank Spearman antara Pendidikan Petani Dengan Penerapan Teknologi Dalam Usaha Tani
Lamp. 20 Korelasi Rank Spearman antara Pengalaman Petani Dengan Penerapan Teknologi Dalam Usaha Tani
Lamp. 21 Korelasi Rank Spearman antara Luas Lahan Petani Dengan Penerapan Teknologi Dalam Usaha Tani
Lamp. 22 Korelasi Rank Spearman antara Jumlah Tanggungan Petani Dengan Penerapan Teknologi Dalam Usaha Tani
RINGKASAN
NAZLAH (030309002), dengan judul skripsi “PENGARUH PENERAPAN TEKNOLOGI SISTEM TANAM LEGOWO TERHADAP PENDAPATAN” Studi kasus: Study kasus : Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. H. Hasman Hasyim, MSi, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Emalisa Sp, MSi, selaku Anggota Komisi Pembimbing.
Dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan, secara prinsip produksi padi tergantung pada dua variabel, yaitu luas panen dan hasil perhektar, intensifikasi pertanian dan perluasan areal tanam merupakan usaha pokok dalam pengelolaan usahatani untuk meningkatkan produksi, produktivitas dan pendapatan petani
Penentuan daerah penelitian ditentukan secara purposive artinya dengan sengaja, yaitu di desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai. Penentuan petani sampel dilakukan secara stratified random sampling. Di mana terdapat range luas lahan terendah 0,12 Ha serta tertinggi adalah 2,5 Ha, sehingga dibuat pengelompokkannya. Hasil Penelitian yang diperoleh adalah : 1. Sistem tanam legowo di Desa Lubuk Bayas ini memiliki 11 unsur. Adapun
perkembangan yang dapat dilihat dengan adanya sistem tanam legowo ini adalah perkembangan secara teknis, yaitu adanya peningkatan jumlah petani yang menerapkan cara dan teknik bercocok tanam sesuai yang dianjurkan yaitu teknologi sistem tanam legowo dan peningkatan persentase jumlah unsur-unsur yang diterapkan oleh masing-masing petani sampel.
2. Sistem tanam Legowo di Desa Lubuk Bayas yang diterapkan oleh petani sekitar 63.3 % dan ini sangat mempengaruhi pendapatan para petani yang menerapkan sistem tanam legowo 4:1 ini.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang
peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari
banyaknya penduduk dan tenaga kerja yang hidup atau bekerja pada sektor
pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari pertanian (Mubyarto, 1985).
Pembangunan pertanian menghendaki pertanian yang dinamis yaitu
pertanian yang dicirikan antara lain oleh penggunaan teknologi baru yang
berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan dan peran serta petani
dan keluarganya dalam melaksanakan kegiatan usaha taninya. Pertanian terpadu
merupakan konsep pertanian yang bergerak sebagai sistem yang
berkesinambungan, berbagai usaha yang bergerak dalam semua aspek pertanian
tanaman pangan, perkebunan, perikanan dan peternakan (Soekartawi,1994).
Sektor pertanian pada dasarnya adalah suatu upaya untuk meningkatkan
kualitas hidup petani yang dicapai melalui strategi investasi dan kebijakan
pengembangan profesionalitas dan produktivitas tenaga kerja pertanian,
pengembangan IPTEK disertai penataan dan pengembangan kelembagaan
pedesaan secara konseptual maupun empiris, sektor pertanian layak dijadikan
sektor andalan ekonomi nasional termasuk dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat petani (Mubyarto, 1985).
Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dapat dilihat
dari aspek kontribusinya terhadap penyedian lapangan kerja, penyediaan
orang-orang miskin di pedesaan dan peranannya terhadap nilai devisa yang dihasilkan
dari ekspor (Soekartawi, 1994).
Dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan, secara prinsip produksi padi
tergantung pada dua variabel, yaitu luas panen dan hasil perhektar, intensifikasi
pertanian dan perluasan areal tanam merupakan usaha pokok dalam pengelolaan
usahatani untuk meningkatkan produksi, produktivitas dan pendapatan petani
(Mubyarto, 1985).
Pada tanaman padi sawah air irigasi diberikan dengan cara penggenangan.
Adapun tujuan penggenanggan adalah agar pemberian air cukup dan tetap (stabil)
ke areal persawahan guna menjamin produksi padi, air irigasi ini biasanya
diberikan dengan dua cara: (1). Pemberian air teputus-putus (Intermitten), (2).
Pemberian terus menerus (continius). Pemberian terputus-putus adalah pemberian
air yang memiliki waktu dalam memasukkan air pada petak-petak sawah pada
waktu tertentu, sedangkan pemberian terus menerus adalah suatu cara pemberian
air sepanjang tahun, serta menekan pertumbuhan tanaman pengganggu, juga
mencegah kerusakan air yang disebabkan oleh angin pada saat tanaman masih
muda (Sosrodarsono dan Takeda, 1985).
Teknologi legowo merupakan rekayasa teknik tanam dengan mengatur
jarak tanam antar rumpun dan antar barisan sehingga terjadi pemadatan rumpun
padi dalam barisan dan melebar jarak antar barisan sehingga seolah-olah rumpun
padi berada dibarisan pinggir dari pertanaman yang memperoleh manfaat sebagai
tanaman pinggir (border effect). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tinggi dibandingkan produksi rumpun padi yang berada di bagian dalam
(Anonimous, 2007).
Rekayasa teknik tanam padi dengan cara tanam jajar legowo
4:l,berdasarkan hasil penelitian terbukti dapat meningkatkan produksi padi sebesar
12-22%. Disamping itu sistem legowo yang memberikan ruang yang luas (lorong)
sangat cocok dikombinasikan dengan pemeliharaan ikan (minapadi legowo). Hasil
ikan yang diperoleh mampu menutup sebagian biaya usahatani, sehingga dapat
meningkatkan pendapatan petani (Anonimous, 2007).
Pembangunan pengairan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia
merupakan upaya untuk memanfaatkan sumber daya air secara tepat guna,
berdaya guna dan berhasil guna untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa
Indonesia. Pembangunan pengairan menunjang sektor pertanian terutama
untuk penyediaan air irigasi baik untuk tanaman pangan, hortikultura, tanaman
rumput makanan ternak maupun komoditi lainnya. Selain itu jarigan irigasi juga
berperan dalam penyediaan air, baik untuk perikanan darat maupun pertambakan
(Siskel dan Hutapea, 1995).
Irigasi sudah sangat lama dikenal di Indonesia dan petanilah yang
mula-mula membangunnya. Petani membangun irigasi untuk memenuhi kebutuhan
mengairi areal persawahan yang mereka miliki. Jarigan irigasi yang di bangun
umumnya berskala kecil dan bentuknya sederhana sekali. Kegiatan membangun
irigasi biasanya dilakukan petani dan mendayagunakan sumber daya mereka,
secara swadaya dan bergotong royong (Ambler, 1992).
Kegiatan-kegiatan keirigasian selalu menuntut kerjasama antar petani.
pembagian air antar hamparan sawah dan antar petak-petak sawah dalam
hamparan yang sama, membutuhkan kerjasama yang terorganisasi secara baik di
antara petani di jarigan irigasi yang bersangkutan (Siskel dan Hutapea, 1995).
Kerja sama mengelola air irigasi dalam P3A sangat diharapkan sehingga
dapat membantu para anggotanya yaitu para petani pedesaan, dalam menerapkan
teknologi yang ada pada lahannya. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam P3A
merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan, sesuai dengan peraturan yang
berlaku seperti: gotong royong membersihkan saluran air irigasi, membuat
bedengan irigasi sesuai dengan kebutuhan petani.
Dalam hubungannya dengan P3A, para petani dapat dibagi ke dalam dua
kelompok. Kelompok yang pertama adalah petani-petani yang memandang P3A
sebagai suatu organisasi yang harus dipelihara dan dipertahankan, oleh karena itu
melalui organisasi pembagian air yang lebih adil dapat diupayakan. Kelompok
yang kedua adalah petani-petani yang memandang keberadaaan P3A justru
membatasi ruang gerak mereka di dalam mengusakan air. Dengan demekian
petani-petani yang tergolong ke dalam kelompok ini tidak mempunyai motivasi
yang kaut untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya P3A yang kuat
(Siskel dan Hutapea, 1995).
Kegiatan usaha penduduk Kabupaten Serdang Bedagai sebahagian besar
bergerak di sektor pertanian, selebihnya bergerak di sektor industri, perdagangan,
jasa dan lainnya. Kegiatan usaha pertanian terutama tanaman pangan, perkebunan
dan peternakan.
Kabupaten Serdang bedagai merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten
Kecamatan Perbaungan yang merupakan daerah yang memiliki produksi padi
sawah yang cukup tinggi. Untuk lebih jelas dapat dilihat data luas lahan produksi
dan produktivitas padi sawah di Kabupaten Serdang bedagai pada Lampiran 1.
Berdasarkan Lampiran 1 dapat diketahui bahwa luas lahan padi sawah terbesar
terdapat di Kecamatan Sei Rampah sebesar 17.238 ha dengan hasil produksi
84.766 ton. Dan selanjutnya adalah kecamatan Perbaungan sebesar 13.839 dengan
hasil produksi 62.826 ton. Oleh karena itu Kabupaten Serdang Bedagai disebut
Lumbung Padi karena hasil padi sawahnya tinggi.
Luas lahan padi dapat ditinjau dari jenis beririgasi teknis dan bersistem
tanam legowo di Kabupaten Serdang Bedagai. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Lampiran 2. Dari Lampiran 2 dapat diketahui bahwa Kecamatan Perbaungan
memiliki jumlah luas lahan beririgasi terbesar yaitu sebesar 5.953 ha, akan tetapi,
untuk luas lahan bersistem tanama legowo merupakan yang terkecil yaitu 18 ha
dengan populasi petani sebanyak 40 jiwa.
Kecamatan Perbaungan merupakan daerah terluas padi sawah yang
beririgasi teknis, akan tetapi memiliki luas lahan sistem legowo yang sedikit.
Untuk mengetahui hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian ini.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang, permasalahan dalam penelitian ini adalah
bagaimana gambaran penerapan teknologi sistem tanam legowo yang dilakukan
oleh petani anggota P3A di daerah penelitian, faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi sistem usahatani legowo terhadap pendapatan, bagaimana
tanam legowo dan masalah-masalah apa saja yang dihadapi petani anggota P3A
dalam menerapkan teknologi sistem tanam legowo di daerah penelitian.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada uraian identifikasi masalah sebelumnya, maka dapat
dirumuskan tujuan penelitian adalah menganalisis gambaran penerapan teknologi
sistem tanam legowo oleh petani anggota P3A di daerah penelitian, menganalisis
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi sistem usahatani legowo terhadap
pendapatan, menganalisis bagaimana hubungan karakteristik sosial ekonomi
petani terhadap penerapan teknologi sistem tanam legowo, dan menganalisis
masalah-masalah apa saja yang dihadapi petani anggota P3Adalam menerapkan
teknologi sistem tanam legowo di daerah penelitian.
Kegunaan Penulisan
Adapun yang menjadi kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai bahan
informasi yang dapat membantu petani untuk meningkatkan penerapan teknologi
sistem tanam legowo, sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak lain
yang membutuhkan khususnya penelitian mengenai tanaman legowo, dan sebagai
bahan untuk membuat kebijakan tentang teknologi pangan beras di Sumatera
Utara.
Hipotesis Penelitian
Adapun yang menjadi hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat gambaran
penerapan teknologi sistem tanam legowo yang signifikan oleh petani anggota
P3A di daerah penelitian, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi sistem
usahatani legowo terhadap pendapatan, terdapat hubungan karakteristik sosial
legowo, dan ada masalah-masalah yang dihadapi petani anggota P3A dalam
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi Sawah
Padi merupakan tanaman pertanian kuno yang sampai sekarang menjadi
tanaman penghasil bahan pangn pokok di kebanyakan Negara daerah tropis,
terutama di Negara Asia Afrika. Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut:
Kingdom :Plantarum
Divisio :Spermatophyta
Sub Divisio :Angiospermae
Class :Monocotyledonae
Ordo :Graminales
Family :Graminae
Sub Family :Oryzidae
Genus :Oryzae
Species :Oryza Sativa
(Kartasapoetra, 1988).
Tumbuhan padi sawah adalah tumbuhan yang tergolong tanaman air
(Water Plant). Sebagai tanaman air bukanlah berarti bahwa tanaman padi itu
hanya bisa tumbuh diatas tanah yang terus menerus di genangi air, baik
penggenangan itu terjadi secara alamiah yang disebut rawa-rawa, maupun
penggenganggan itu disengaja yang disebut tanah sawah. Padi juga dapat tumbuh
ditanah kering asalkan curah hujan mencukupi kebutuhan tanaman akar air
Padi merupakan tanaman yang membutuhkan air yang sangat cukup untuk
hidupnya. Tanaman ini tergolong semi aquaris yang cocok di tanam di tanah
tergenang. Biasanya padi tanaman di sawah yang menyediakan kebutuhan air
cukup untuk pertumbuhan, meskipun demikian padi juga dapat diusahakan di
lahan kering atau istilahnya padi gogo. Namun kebutuhan airnya pun harus
terpenuhi ( Utomo, M dan Nazaruddin, 2003).
Penerapan Teknologi Sistem Tanam Legowo
Perkembangan teknologi yang dalam hal ini pada budidaya padi sawah
bertujuan untuk meningkatkan produksi dan untuk memberikan kesejahteraan
kepada para petani pengusaha padi. Seperti yang kita ketahui meskipun negara
kita adalah negara agraris yang sebahagian besar penduduknya bermata
pencaharian bertani, tetapi kondisi petani tetap saja memprihatinkan
(Utomo dan Nazarudin, 1996).
Sistem tanam Legowo 4:1 artinya penanaman dengan sistem di mana jarak
antar barisan tanaman sekitar 20 cm dan jarak antar tanaman padi dengan lainnya
hanya berkisar 10 cm.
Cara penanaman adalah jarak tanam dalam baris dirapatkan menjadi 10
cm, antarbaris 20 cm.Setiap 4 baris dikosongkan 1 baris,sehingga jarak antara 4
baris tanamanyang satu dengan 4 baris yang lain menjadi 40 cm.Jumlah bibit per
lubang 3 batang.
Tanam jajar legowo dianjurkan penerapannya terutama di daerah yang
banyak hama dan penyakit, atau pada lahan sawah yang keracunan besi. Jarak
tanam pada dua baris terpinggir pada tiap unit legowo biasanya (aslinya) lebih
populasi tanaman pada baris yang dikosongkan. Pada baris yang kosong, di antara
unit legowo, dapat dibuat parit dangkal yang berfungsi untuk mengumpulkan
keong mas dan menekan tingkat keracunan besi pada tanaman padi.
Keuntungan sistem tanam legowo secara prinsip memberikan pengaruh
tanaman pinggir (border effect), yaitu semakin luasnya jelajah perakaran tanaman
sehingga memungkinkan tanaman menjadi lebih sehat dan bernas yang pada
akhirnya memberikan hasil lebih tinggi.Populasi tanaman meningkat dari
250.000 rumpun menjadi 400.000 rumpun (60%). Lebih memudahkan pekerjaan
seperti menyemprot atau memupuk tanaman dimana petani dapat berjalan di lahan
yang kosong tanpa mengganggu tanaman.
Sistem tanam legowo 4:1 dapat dijelaskan pada gambar 1.
Gambar 1. Sistem Tanam Legowo 4:1
Adapun cara dan teknik bercocok tanam yang dianjurkan dalam teknologi
Tabel 1. Cara dan Teknik Bercocok Tanam yang dianjurkan dalam Penerapan Teknologi Sistem Tanam Legowo
No Uraian Cara dan Teknik Bercocok Tanam
1 Pengolahan tanah Diberikan pupuk kandang sebanyak 1-2 ton/ha pada saat pengelolaan tanah kedua 2 Sistem tanam Legowo 4:1
3 Jumlah benih/ lubang 1-2 4 Jumlah benih/ ha 0,8-1 Kg 5 Umur bibit 10-15 hari
6 Dosis pupuk Nitrogen, Fosfat, Kalium, Hara S dan Zn 7 Pengelolaan air Irigasi berselang (Intermitten)
8 Bahan organik 1-2 ton/ ha 9 Panen dan pascapanen Power Thresher
Pengolahan Tanah
Pada teknologi sistem tanam legowo pengolahan tanah harus dilakukan
hingga berlumpur dan rata yang dimaksudkan untuk menyediakan media
pertumbuhan yang baik bagi tanaman padi dan untuk mematikan gulma.
Pembajakan tanah dilakukan dua kali. Setelah pembajakan pertama sawah
digenang dahulu sekitar 7-15 hari, kemudian dilakukan pembajakan kedua diikuti
penggarukan untuk meratakan pelumpuran. Untuk tanah yang lapisan olahnya
dalam, pengolahan cukup dilakukan dengan penggarukan tanpa pembajakan
terutama pada musim kemarau.
Kemudian diberikan pupuk organik dalam bentuk jerami atau pupuk
kandang sebanyak 2 ton/ha pada saat pengolahan tanah kedua. Pada saat
pemberian pupuk organik ini dilakukan sampai tercampur dengan rata.
Sistem Tanam
Adapun sistem tanam yang digunakan adalah sistem tanam legowo 4:1.
Dalam penanaman pola jajar Legowo 4:1 ini terdapat empat baris tanaman padi
dan diselingi oleh satu baris tanaman padi dan diselingi satu baris yang sengaja
baris yang dikosongkan. Pada baris yang kosong dapat dibuat benteng. Benteng
berfungsi untuk memudahkan pada saat pemupukan sehingga petani tidak perlu
turun kesawah.
Jumlah Benih Per Lubang
Pada teknologi sistem tanam legowo ini jumlah benih yang ditanam adalah
1-3 per lubang, sehingga dapat menghemat benih. Manfaat lain dari pengurangan
benih yang ditanam juga agar dapat tumbuh dan berkembang lebih baik,
perakaran lebih intensif dan anakan lebih banyak.
Jumlah Benih Per Hektar
Jumlah benih per hektar pada sistem tanam legowo ini adalah sekitar
10-15 kg/ha.
Umur Bibit
Umur bibit yang ditanam pada teknologi sistem tanam legowo ini adalah
sekitar 10-15 hari. Hal ini memungkinkan bagi tanaman untuk tumbuh lebih baik
dengan jumlah anakan cenderung lebih banyak. Perakaran bibit berumur <15 hari
lebih cepat beradaptasi dan lebih cepat pulih dan stress akibat dipindahkan dari
persemaian ke lahan pertanaman, apalagi pada kondisi tanah macak-macak
dengan irigasi berselang dan diberi pupuk organik.
Dosis pupuk
Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan kebutuhan pupuk bagi
tanaman padi adalah: kebutuhan hara tanaman, ketersediaan hara dalam tanah, pH
tanah, dan adanya sumber hara lain terutama K dan N dari bahan organik, air
irigasi dan sebagainya. Bila sumber hara lain dapat diketahui jumlahnya maka
- Nitrogen
Optimalisasi penggunaan pupuk N (Urea) dalam teknologi sistem tanam
legowo dapat dilakukan antara lain dengan menggunakan BWD ( Bagan Warna
Daun). BWD adalah alat sederhana untuk mengukur warna daun padi. Alat ini
terdiri dari komponen warna yang menyerupai warna daun padi yang dibedakan
kedalam enam skala warna. Masing-masing dicirikan oleh warna padi. Skala 1
(kuning) mencerminkan tanaman sangat kekurangan N, sedangkan skala 6 (hijau
tua) mengambarkan tanaman sangat kelebihan N. Dengan menggunakan BWD
dapat diketahui kapan tanaman padi harus diberikan pupuk N sesuai dengan dosis
pupuk yang harus diberikan.
- Fosfat
Takaran pupuk Fosfat (P) pada teknologi sistem tanam legowo ini
ditetapkan berdasarkan hasil analisis tanah dengan HCl 25%. Hara P yang
diperlukan tanaman padi relatif sedikit, sekitar 10% dari jumlah hara N dan K.
Namun demikian ketersediaan hara P ditanah tergantung berbagai faktor seperti
pH tanah, kandungan Fe, Al, dan Ca, tekstur, senyawa-senyawa organik,
mikroorganisme dalam tanah, yang tidak kalah penting adalah kondisi tanaman
terutama perakarannya.
- Kalium
Ketersediaan dan sumber hara K di alam umumnya cukup banyak. Selain
dari mineral tanah, hara K juga dapat bersumber dari air irigasi, jerami padi, dan
bahan organik lainnya. Oleh karena itu, tanaman padi kurang tanggap terhadap
tanaman padi takaran pupuk ditetapkan berdasarkan hasil analisis tanah atau status
hara.
- Hara S dan Zn
Belum optimalnya hasil tanaman padi di beberapa lahan sawah berbagai
daerah disebabkan oleh kurangnya hara seperti belerang (S) dan seng (Zn). Untuk
mengantisipasi kendala tersebut maka perlu dilakukan analisis tanah untuk
menentukan kebutuhan hara tanaman.
Pengelolaan Air
Pengelolaan air yang digunakan pada teknologi sistem tanam legowo
adalah irigasi berselang ( intermitten ). Pada sistem irigasi berselang, tanah
diusahakan untuk mendapat aerasi beberapa kali agar tidak terlalu lama dalam
kondisi anaerobic yaitu dengan cara mengatur waktu pengairan dan pengeringan
atau drainase.
Pemberian Bahan Organik
Jumlah bahan organik yang digunakan bergantung pada ketersediaan, jenis
dan jumlahnya. Usahakan agar jerami dikembalikan ke lahan sawah, dengan cara
dibenam atau diolah menjadi kompos, atau dijadikan pakan ternak (sapi) yang
kotorannya diproses menjadi kompos pupuk kandang. Untuk 1 Ha lahan
diperlukan 1-2 ton kompos pupuk kandang, diaplikasikan setiap musim kalau
tersedia dengan harga murah. Di desa Lubuk Bayas telah diterapkan teknologi
lanjutan yang dapat mendukung sistem tanam legowo ini yaitu Sistem Integrasi
Padi Ternak (SIPT) yang bertujuan untuk memudahkan petani dalam memperoleh
Petani dianjurkan membuat sendiri kompos campuran jerami padi, bahan
hijauan, kotoran ternak dan serbuk kayu. Sebelum megenal teknologi sistem
tanam legowo petani di desa ini tidak menggunakan pupuk kandang sama sekali
pada usaha tani mereka.
Panen dan Pasca Panen
Ada 4 jenis alat perontok padi yang dikenal, yaitu:
1. Krepyok, yaitu alat perontok padi tradisional dengan sistem membanting
2. Dayung, alat perontok padi dengan cara mendayung
3. Commant layang, yaitu alat perontok padi yang sudah lebih efisien dari
sistem dayung
4. Power Therser, yaitu alat perontok padi modern yang dianjurkan untuk
digunakan pada sistem tanam legowo ini.
Sebelumnya petani di desa Lubuk Bayas menggunakan Commant layang
sebagai alat perontok padi. Tapi kemudian setelah masuk sistem tanam legowo
dan adanya bantuan dari pemerintah untuk menyumbangkan alat-alat pertanian
yaitu Power Threser, para petani mulai menggunakan Power Therser sebagi alat
perontok padi.
Organisasi Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
Petani yang berada di Desa Lubuk Bayas 70% adalah anggota Petani
Pemakai Air yang menerapkan sistem tanam legowo 4:1. Perkumpulan Petani
Pemakai Air merupakan organisasi sosial dari para petani, yang tidak berinduk
atau bernaung pada golongan/partai politik merupakan organisasi yang bergerak
di bidang pertanian, khususnya dalam kegiatan pengelolaan air pengairan
P3A bertujuan mendayagunakan potensi air irigasi yang tersedia di dalam
petak tersier atau daerah irigasi pedesaan untuk kesejahteraan masyarakat tani.
Tugas P3A adalah sebagai berikut:
1. Mengelola air dan jaringan irigasi di dalam petak tersier atau daerah irigasi
pedesaan agar air irigasi dapat diusahakan untuk dimanfaatkan oleh
anggotanya secara tepat guna dan berhasil guna dalam memenuhi
kebutuhan pertanian dengan memperhatikan unsur pemerataan di antara
sesama petani.
2. Melakukan pemeliharaan jaringan tersier atau jaringan irigasi pedesaan,
sehingga jaringan tersebut dapat tetap terjaga kelangsungan fungsinya.
3. Menentukan dan mengatur iuran para anggota yang berupa uang, hasil
panen atau tenaga untuk pendayagunaan air irigasi dan pemeliharaan
jaringan tersier atau jaringan irigasi pedesaan serta usaha-usaha
pengembangan perkumpulan sebagai suatu organisasi.
4. Membimbing dan mengawasi para anggotanya agar memenuhi semua
peraturan yang ada hubungannya dengan pemakai air yang dikeluarkan
oleh Pemerintah (Kartasapoetra, 1994).
Adanya partisipasi dari petani terhadap kegiatan perkumpulan petani
pemakai air (P3A), maka mendorong berjalannya peranan P3A dalam
meningkatkan produksi dan produktivitas lahan dan juga akan mempengaruhi
tingkat pendapatan petani (Swasono, 1987).
Salah satu faktor yang sangat penting dalam usaha peningkatan produksi
pertanian melalui panca usahatani adalah pengairan. Air adalah salah satu syarat
atau harus melalui pengairan yang diatur oleh manusia. Keduanya harus sesuai
agar benar-benar tanaman mendapatkan air secukupnya, tidak kurang tapi juga
tidak terlalu banyak. Pengairan meliputi pengaturan kebutuhan air bagi tanaman
didalamnya termasuk drainase. Pengairan sering disebut irigasi yang terdiri dari
irigasi teknis, setengah teknis dan irigasi sederhana (Mubyarto, 1985).
Pengairan (irigasi) adalah pemberian air secara sengaja dan teratur pada
sebidang lahan tanaman. Tujuan utama pengairan adalah menyediakan air bagi
tanaman. Dengan pengairan, tersedia air yang cukup dalam satu periode apabila
curah hujan alami berkurang. Dalam kondisi kekurangan air, pengairan berbasis
menambah unsur air dalam tingkat siklus air sehingga menjadi tersedia bagi
pertumbuhan tanaman.
Dalam kondisi jumlah air tersebut berlebihan, kelebihan air dapat dibuang
sehingga tidak terjadi genangan yang akan merugikan pertumbuhan tanaman.
Pembuangan air tersebut disebut drainase. Cadangan air yang berjumlah banyak
akan dipergunakan untuk pertumbuhan tanaman dalam jangka waktu lama untuk
masa mendatang dan disimpan dalam simpanan cadangan air. Sumber cadangan
air tersebut perlu mendapat perlindungan atau konservasi (Supardjo, 1993).
Keadaan sosial ekonomi petani erat kaitannya dengan motivasi petani
dalam memanfaatkan air irigasi. Kurangnya partisipasi petani dalam kegiatan
organisasi dan memanajemen disebabkan antara lain oleh status kepemilikan
tanah, modal, tingkat pendapatan, dan adanya usaha lain dari petani disamping
cara budi daya tanaman pangan (Gustina, 2001).
Pemerintah negara-negara yang sedang berkembang perlu memberikan
atas air. Organisasi ini perlu diberi hak sebagai otorita pengelola sumber air yang
ada dalam wilayah kerjanya. Dengan demikian siapa saja yang berasal dari luar
desa yang ingin memanfaatkan sumber air yang ada di wilayah kerja P3A dengan
tujuan komersial harus bermusyawarah dengan organisasi itu agar hak petani atas
air dapat terus terjamin (Soetrisno,1996).
Pembentukan/ pengesahan/ pengakuan P3A sebagai badan hukum menurut
KUHP tersebut dilakukan dengan cara menerbitkan surat keputusan Bupati dan
Meregistrasi di dalam buku besar. Sebagai badan hokum P3A waib memiliki
AD/ART serta syarat-syarat lain yang ditetapkan oleh Bupati kepala daerah
tingakt II. Dalam instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1984
tentang pedoman pelaksaan pembinaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
adalah wadah perkumpulan dari petani atau kelompok tani yang mengelola air
irigasi dalam suatu petak tersier atau daerah irigasi pedesaan (Ambler, 1992).
Produksi Padi
Dalam peningkatan produksi pertanian khususnya teknologi memegang
peranan penting melalui peningkatan teknologi pertanian memungkinkan
peningkatan produksi dari jumlah masukan tetap atau penurunan jumlah masukan
untuk memperoleh hasil yang tetap. Dengan demikian pengembangan teknologi
pertanian merupakan suatu langkah yang strategis untuk meningkatkan
produktivitas pertanian, bahwa manfaat dari perubahan teknologi dapat terjadi
secara langsung berupa peningkatan produktivitas dapat juga secara tidak
langsung melalui penyesuaian harga faktor produksi (Tohir, K. A, 1993).
Produksi padi merupakan hasil dari usahatani padi yang diperoleh per tahun
usahatani padi tersebut. Usaha peningkatan produksi padi perlu dilakukan oleh
petani. Sehingga hasil yang diperoleh mencapai optimal.
Penerimaan
Penerimaan adalah semua hasil yang diperoleh petani dalam melakukan
usahatani dalam bentuk rupiah. Penerimaan usahatani diperoleh dengan
mengalikan total produksi dengan harga jual petani. Penerimaan petani sangat
dipengaruhi oleh besar dari hasil produksi dan produktifitas. Semakin tinggi
produksi dan produktifitas maka pendapatan petani juga akan semakin tinggi.
Penerimaan petani juga ditentukan oleh harga dari hasil produksi usahatani di
pasar. Harga yang tinggi akan meningkatkan penerimaan dari suatu usahatani ,
begitu juga sebaliknya harga yang rendah dari suatu hasil usahatani akan
menurunkan penerimaan dari suatu usahatani.
Pendapatan
Pendapatan keluarga petani adalah merupakan pendapatan ataupun
penerimaan yang diperoleh keluarga baik dari ayah, ibu maupun anak-anak yang
merupakan hasil dari usahatani dan juga usah-usaha lain seperti industri,
perdagangan, dan juga jasa (Wasistino dan Tahir,2006).
Pendapatan berupa uang adalah penghasilan berupa uang yang sifatnya
reguler dan yang diterima biasanya sebagai balas jasa atau kontra prestasi.
Sumber-sumber yang utama adalah gaji dan upah serta lain-lain balas jasa serupa
dari majikan, pendapatan bersih dari usaha sendiri dan pekerjaan bebas,
pendapatan dari penjualan barang yang dipelihara di halaman rumah, hasil
investasi seperti bunga modal, tanah, uang pensiun, jaminan sosial, serta
Usahatani dalam operasinya bertujuan untuk memperoleh pendapatan yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan serta dana untuk kegiatan luar usahatani.
Untuk memperoleh tingkat pendapatan yang diinginkan maka petani seharusnya
mempertimbangkan harga jual dari produksinya. Melakukan perhitungan terhadap
semua unsur biaya dan selanjutnya menentukan harga pokok hasil usahataninya,
keadaan ini tidak dapat dilakukan oleh petani. Akibatnya efektifitas dan efisiensi
usahatani menjadi rendah. Volume produksi, produktifitas serta harga yang
diharapkan jatuh diluar harapan yang dikhayalkan. (Fedoli, 1998).
Landasan Teori
P3A merupakan organisasi mandiri yang tidak dibawah pemerintahan
desa. Organisasi ini boleh berkembang menjadi oganisasi yang tidak hanya
mengurusi masalah air, tetapi dapat juga berkembang menjadi usaha ekonomi jika
hal itu dikehendaki para anggotanya (Depdagri, 2000).
Berbeda dengan organisasi pemakai air sebelumnya yang bersifat
tradisional, P3A adalah formal sifatnya, memakai Anggaran Dasar (AD) dan
Anggaran Rumah Tangga (ART) dan terstruktur sebagaimana layaknya sebuah
organisasi modern (Siskel dan Hutapea, 1995).
Penerimaan suatu petani merupakan hasil produksi usahatani dari petani
itu sendiri. Hasil produksi ini biasanya dihitung dalam bentuk rupiah. Penerimaan
dari petani dapat dituliskan dalam sebuah persamaan yaitu sebagai berikut :
TR = Y. Py
Keterangan:
TR = Total penerimaan
Y = Produksi yang diperoleh dari usahatani
Dalam melaksanakan suatu usahatani diperlukan biaya-biaya produksi.
Biaya produksi pada usahatani padi sawah ini terdiri dari biaya produksi tetap dan
biaya produksi variabel. Biaya produksi merupakan hasil penjumlahan antara
biaya tetap dan biaya variabel. Dapat dituliskan dalam sebuah persamaan yaitu :
TC = FC + VC
Dimana : TC : Total Cost (biaya total)
FC : Fix Cost (biaya tetap)
VC: Variable Cost (biaya variabel)
Pendapatan adalah penghasilan petani setelah dikurangi dengan
biaya-biaya produksi dalam melakukan suatu usahatani padi sawah. Pendapatan petani
dapat ditulis dalam sebuah persamaan sebagai berikut :
P = TR-TC
Dimana : P : Pendapatan
TR : Total Revenue (penerimaan total)
TC : Total Cost (biaya total)
(Soekartawi, 1995).
Keuntungan sistem tanam legowo secara prinsip memberikan pengaruh
tanaman pinggir, yaitu semakin luasnya jelajah perakaran tanaman sehingga
memungkinkan tanaman menjadi lebih sehat dan bernas yang pada akhirnya
memberikan hasil lebih tinggi.
Cepat tidaknya mengadopsi inovasi bagi petani sangat bergantung pada faktor
ekstrern dan intern. Faktor intern itu sendiri yaitu faktor sosial dan ekonomi
petani. Faktor sosial diantaranya: umur, tingkat pendidikan dan pengalaman
tanggungan keluarga, luas lahan yang dimiliki dan ada tidaknya usaha tani yang
dimiliki petani. Faktor sosial ekonomi ini mempunyai peranan yang cukup
penting dalam pengelolaan usahatani. Input-input produksi seperti bibit, pupuk,
penggunaan pestisida dan lain sebagainya juga memberikan pengaruh terhadap
hasil produksi. Dimana pendapatan menjadi pengaruhnya dengan metode regresi
sederhana dianalisis dengan rumus, yaitu:
Y = a + bX
Dimana :
Y = Pendapatan
a = Konstanta
b = Koefisien regresi
X = Tingkat penerapan teknologi dalam sistem tanam legowo
(Soekartawi, 1991).
Kerangka Pemikiran
Untuk meningkatkan produksi pangan dan usaha pemenuhan kebutuhan
pangan membutuhkan adanya pembaharuan-pembaharuan teknologi pertanian
berupa perkembangan teknologi. Pembaharuan-pembaharuan teknologi tersebut
bertujuan untuk memberikan kemudahan di dalam proses pertanian.
Produktivitas pertanian merupakan sumber bagi pertumbuhan di sektor
pertanian. Peningkatan produksi pertanian dapat dicapai dengan peningkatan
teknologi pertanian. Pengembangan teknologi pertanian merupakan suatu langkah
bagi peningkatan produktivitas pertanian. Penerapan sistem tanam legowo ini juga
produktivitas yang terjadi antara lain peningkatan produktivitas lahan dan tenaga
kerja.
Kegiatan penerapan sistem tanam legowo ini juga memberikan dampak
kepada petani. Adapun dampak tersebut antara lain pada curahan tenaga kerja,
biaya produksi dan pendapatan petani di daerah penelitian.
Pengelolaan air irigasi di tingkat usahatani padi sawah yang
berpengairannya bersumber dari air irigasi desa, sering pengelolaannya tidak
teratur, ada yang kelebihan bahkan ada yang kekurangan atau tidak mencukupi.
Untuk perlu dibentuk Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) sebagai wadah
dalam pengelolaan air secara efesien dan efektif.
Dalam pelaksanaan proses produksi, petani adalah pengambil keputusan
yang cermat dan rasional, karena mereka merupakan pengelola atau usahawan
kecil, yang sering disebut pula sebagai wiraswasta. Baik tidaknya seorang petani
menerapkan teknologi dalam usahataninya adalah tergantung pada
kemampuannya dalam berwiraswsata yaitu seorang petani harus memiliki
pendidikan, keterampilan dan juga sarana untuk mengembangkannya. Sehingga
hasil akhir yaitu produktivitas usahataninya berbeda dengan yang lainnya,
tergantung dari kemampuannya masing-masing dalam berwiraswasta.
Untuk meningkatkan produksi pangan dan usaha pemenuhan kebutuhan
pangan membutuhkan adanya pembaharuan-pembaharuan teknologi pertanian
berupa perkembangn teknologi. Pembaharuan-pembaharuan teknologi tersebut
bertujuan untuk memberikan kemudahan didalam proses pertanian.
P3A merupakan organisasi formal yang diharapkan dapat membina para
karakteristik sosial ekonomi petani yang ada di daerah penelitian. Karakteristik
sosial petani tersebut antara lain: umur, tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan,
status kepemilikan lahan, pengalaman bertani, luas lahan, jumlah tanggungan dan
total pendapatan usahatani.
Bagaimana karakteristik sosial ekonomi tersebut mempengaruhi seseorang
petani dalam mengambil keputusan untuk membentuk P3A tersebut.
Pembentukan P3A ini petani sebagai peserta memberikan pengaruh dalam proses
produksinya. Baik tidaknya petani tersebut mengelola petak sawahnya sangat
tergantung pada cara dia menerima teknologi untuk diterapkan dalam
usahataninya. Apabila terdapat kemunduran dalam proses produksinya, pengurus
P3A akan memberikan pengharapan yang baik guna peningkatan produksinya.
Hal ini berhubungan dengan karakteristik antara petani yakni: pergiliran gotong
royong, pembagian air secara efesien antara sesama anggotanya. Penentuan kerja
sama dalam pengelolaan saluran irigasi ini tertuang dalam anggaran rumah tangga
organisasi dan setiap anggota wajib mematuhinya.
Di dalam penerapan sistem tanam legowo ini dapat juga ditemukan
masalah-masalah yang dihadapi petani antara lain: kurangnya modal, terbatasnya
ALSINTAN yang ada di daerah penelitian, terbatasnya luas lahan petani,
kurangnya tenaga ahli atau terampil untuk sistem tanam legowo 4:1. hal ini
disebabkan karena sebelum diterapkannya teknologi sistem tanam legowo ini
mereka menggunakan sistem tegalan. Untuk mengatasi masalah-masalah yang
Peningkatan pendapatan dapat diperoleh dengan produktivitas yang baik.
Dengan meningkatkan pendapatan maka pola konsumsi yang terjadi dalam
keluarga petani akan meningkat pula, begitu pula sebaliknya.
Penerapan teknologi berupa anjuran-anjuran yang disampaikan oleh
penyuluh seperti anjuran mengenai pemakaian bibit padi unggul seperti IR 64,
anjuran mengenai sistem tanam legowo 4:1 dengan kenaikan perubahan sistem
60% dari sistem tanam yang biasa, anjuran penyuluh untuk menekan biaya
pendapatan dan anjuran penyuluh untuk memberantas hama, penyakit dan gulma
P3A
Skema Kerangka Berpikir
Gambar 2. Skema Kerangka Bepikir Pengaruh Penerapan Teknologi SistemTanam Legowo Terhadap Pendapatan
Petani Padi Sawah
Penerapan Teknologi (Sistem Tanam Legowo)
Usaha Tani
Masalah
Upaya Produksi
METODE PENELITIAN
Metode Penetuan Daerah Penelitian
Penentuan daerah penelitian ditentukan secara purposive artinya dengan
sengaja, yaitu di desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang
Bedagai. Desa Lubuk Bayas dipilih menjadi daerah penelitian karena pada
umumnya petani di desa Lubuk Bayas mengusahakan pertanian padi sawah lahan
irigasi yang bergabung dalam suatu perkumpulan yaitu P3A dan semua anggota
P3A di daerah ini sudah menerapkan teknologi sistem tanam legowo.
Metode Penentuan Sampel
Jumlah penduduk di desa Lubuk Bayas 3264 jiwa dengan 800 KK,
dimana 96, 15% penduduk bermata pencaharian petani padi sawah dan peternak
sapi. Sekitar 70 % dari total populasi adalah anggota P3A. Penentuan petani
sampel dilakukan secara stratified random sampling. Di mana terdapat range luas
lahan terendah 0,12 Ha serta tertinggi adalah 2,5 Ha, sehingga dibuat
pengelompokkannya.
Penentuan sampel secara proposional dengan pembagian strata atas 3
kelompok yaitu:
Strata I : luas lahan < 0,5 Ha
Strata II : luas lahan 0,5-1 Ha
Tabel. 2: Populasi dan Sampel Petani Padi Sawah Berdasarkan Luas Lahan di Desa Lubuk Bayas (Mei 2008)
Strata Luas Lahan Populasi (KK) Sampel
I <0,5 Ha 431 23
II 0,5-1 Ha 327 6
III >2 Ha 42 1
Jumlah 800 30
Sumber: Kantor Kepala Desa Lubuk Bayas
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan petani
responden dengan mengunakan daftar kuisioner. Sedangkan data sekunder
diperoleh dari instansi terkait seperti Dinas Pertanian Serdang Bedagai, BPS,
Kantor Kepala Desa Lubuk Bayas dan dari buku-buku literatur pendukung
lainnya.
Metode Analisis Data
Untuk menguji hipotesis 1 dianalisis dengan metode deskritif dengan
mengumpulkan data tentang penerapan teknologi sistem tanam legowo yang
petaninya anggota P3A di daerah penelitian.
Untuk menguji hipotesis 2 dianalisis dengan metode regresi sederhana
dianalisis dengan rumus, yaitu:
Y = a + bX
Dimana :
Y = Pendapatan
a = Konstanta
b = koefisien regresi
Untuk menguji hipotesis 3 digunakan metode deskriptif dengan
mengetahui masalah-masalah yang dihadapi oleh petaninya yang anggota P3A
dalam menerapkan sistem tanam legowo.
Definisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penafsiran maka dibuat
beberapa definisi dan batasan operasional sebagai berikut:
Definisi
1. Sistem tanam Legowo 4:1 artinya penanaman dengan sistem di mana jarak
antar barisan tanaman sekitar 20 cm dan jarak antar tanaman padi dengan
lainnya hanya berkisar 10 cm.
2. Penerimaan adalah perkalian antara produksi padi sawah dengan sistem
tanam legowo yang diperoleh dengan harga jual.
3. Pendapatan adalah penerimaan dikurangi biaya produksi dari usaha tani
padi sawah dengan sistem tanam legowo.
4. Penerapan teknologi adalah tingkat penerapan teknologi dengan sistem
tanam legowo yang dinilai dalam bentuk score.
5. Perkumpulan Petani Pemakai Air adalah organisasi yang dibentuk oleh
petani untuk menggunakan air irigasi bagi persawahan anggotanya.
Batasan Operasional
1. Lokasi penelitian adalah desa Lubuk bayas, Kecamatan Perbaungan,
Kabupaten Serdang Bedagai.
2. Waktu penelitian adalah tahun 2009.
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN
KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL
Deskripsi Daerah Penelitian
Luas dan Topografi Desa
Desa Lubuk Bayas berada di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang
Bedagai, Provinsi Sumatera Utara. Desa Lubuk Bayas memiliki luas wilayah 820
ha, dengan jumlah penduduk sebanyak 620 KK.
Desa Lubuk Bayas berjarak 12 km dari ibukota Kecamatan, 30 km dari
ibukota Kabupaten dan 60 km dari ibulota Provinsi. Desa Lubuk Bayas memiliki
jenis tanah alluvial dengan tekstur lempung berpasir, dengan curah hujan 217
mm/bulan, suhu udara 26,70-27,40C, dan kelembaban udara 83 %.
Desa Lubuk Bayas memiliki tiga tipe lahan yaitu terdiri dari lahan sawah,
lahan kering dan lahan perkebunan. Adapun batas-batas wilayah Desa Lubuk
Bayas sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pantai Cermin
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Desa Sei Buluh
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Desa Tanah Merah
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Desa Sei Naga Lawan
Keadaan Penduduk
Desa Lubuk Bayas memiliki penduduk sebanyak 3264 jiwa dengan
jumlah 800 KK (Kepala Keluarga). Jumlah penduduk di Desa Lubuk Bayas
Tabel 3. Distirbusi Penduduk Desa Lubuk Bayas Menurut Jenis Kelamin No
.
Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1 Laki-laki 1.644 50,36 2 Perempuan 1.620 49,63
Total 3264 100,00
Sumber : Monografi Desa Lubuk Bayas, 2009
Berdasarkan pada Tabel 4 diketahui bahwa jumlah penduduk yang
dominan di Desa Lubuk Bayas adalah berjenis kelamin laki-laki sebanyak 1.644
jiwa atau sebesar 50,65 % dari keseluruhan jumlah penduduk.
Tabel 4. Distirbusi Penduduk Desa Lubuk Bayas Menurut Golongan Umur No
.
Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1 0-4 417 12,77
Sumber : Monografi Desa Lubuk Bayas, 2009
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa jumlah penduduk yang masih
produktif (22-59 tahun) sebanyak 1.554 jiwa atau sebesar 47,61 %, artinya
sebagian besar penduduk Desa Lubuk Bayas masih berusia produktif. Dengan
melihat banyaknya usia produktif dapat memudahkan masuknya teknologi di Desa
Lubuk Bayas.
Sebagai daerah pertanian, penduduk di Desa Lubuk Bayas pada umumnya
memiliki mata pencaharian dari sektor pertanian. Untuk lebih jelasnya dapat
Tabel 5. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Lubuk Bayas
No .
Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1 Petani 2430 74,44
Sumber : Monografi Desa Lubuk Bayas, 2009
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa mata pencaharian yang dominan
adalah sebagai petani yaitu sebesar 2430 jiwa atau sekitar 74,44% dari jumlah
penduduk di Desa Lubuk Bayas. Sedangkan penduduk yang paling sedikit adalah
bermata pencaharian sebagai ABRI yaitu 10 jiwa atau sekitar 0,30 % dari jumlah
penduduk.
Keadaan penduduk Desa Lubuk Bayas dapat dilihat berdasarkan tingkat
pendidikan, untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Lubuk Bayas
No .
Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1 Tamat SD 1918 58,76
2 Tamat SLTP 905 27,72
3 Tamat SMA 404 12,37
4 Perguruan Tinggi 37 1,13
Total 3264 100,00
Sumber : Monografi Desa Lubuk Bayas, 2009
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa distribusi penduduk menurut
tingkat pendidikan di Desa Lubuk Bayas yang tertinggi adalah tamat SD sebanyak
1918 jiwa atau sekitar 58,76 % dari jumlah keseluruhan. Sedangkan distribusi
lulusan perguruan tinggi sebanyak 37 jiwa atau sekitar 1,13 % dari jumlah
keseluruhan
Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan
masyarakat. Semakin baik sarana dan prasarana pendukung maka akan
mempercepat laju perkembangan dari suatu desa. Lebih jelasnya sarana dan
prasarana Desa Lubuk Bayas dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Sarana dan Prasarana Desa Lubuk Bayas No
.
Sarana dan Prasarana Jumlah (unit)
1 Puskesmas/Polindes 1
2 Mesjid 3
Sumber : Monografi Desa Lubuk Bayas, 2009
Dari Tabel 8 dapat diketahui bahwa sarana dan prasarana di Desa Lubuk
Bayas dapat diasumsikan sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Sarana dan prasarana yang tersedia di Desa Lubuk Bayas dianggap akan semakin
mampu meningkatkan sumber daya yang ada. Sehingga dapat berkembang
menjadi desa yang berpotensi.
Karakteristik Petani Sampel
Karakteristik petani sampel yang dimaksud adalah karakteristik sosial
ekonomi petani sampel, dimana karakteristik sosial yang dimaksud adalah umur,
yang dimaksud adalah luas lahan petani sampel, jumlah tanggungan orang tua dan
pendapatan keluarga. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Tabel 8.
Tabel 8. Karakteristik Petani Sampel di Desa Lubuk Bayas No Karakteristik Sosial
Ekonomi
Sumber : Data Diolah dari Lampiran 3
Dari tabel 9 di atas diketahui luas lahan yang dimiliki petani sampel antara
0.12-2.4 Ha dengan rataan sebesar 0.48 Ha. Dari rataan tersebut dapat diketahui
bahwa luas lahan yang dimiliki petani sampel mayoritas masih sempit yaitu 0.48
Ha. Hal ini menyebabkan produksi padi sedikit sehingga mempengaruhi
penghasilan petani yang rendah.
Umur petani sampel berkisar antara 30-75 tahun dengan rataan sebesar
47.57 tahun. Dari rataan tersebut dapat disimpulkan bahwa petani sampel masih
berada dalam kategori usia produktif sehingga masih besar potensi yang dimiliki
oleh petani tersebut untuk mengelola dan mengembangkan usaha taninya dimasa
yang akan datang dengan mencoba dan menerapkan teknologi-teknologi baru
yang dapat menunjang kemajuan usaha tani mereka.
Lama pendidikan formal petni sampel berkisar 6-12 tahun dengan rataan
8.3 tahun. Dari rataan tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan yang
dimiliki petani sampel rata-rata tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hal ini
menyebabkan wawasan dan cara berpikir mereka masih sangat sederhana dan sulit
mereka tetapi harus melewati proses-proses dan butuh kesabaran untuk mengajak
mereka melakukan perubahan tersebut.
Pengalaman bertani petani samapel berkisar antara 10-50 tahun dengan
rataan 26.3 tahun. Dari rataan tersebut dapat diketahui bahwa pengalaman bertani
petani sampel termasuk sudah cukup lama, hal ini mendukung keterampilan yang
mereka miliki dalam masalah bertani padi sawah. Banyaknya pengalaman yang
mereka miliki juga telah memberikan mereka banyak pengetahuan tentang cara
bertani padi sawah.
Jumlah tanggungan yang dimiliki petani sampel berkisar antara 2-8 orang
dengan rataan 4.3 orang. Dari rataan tersebut dapat diketahui bahwa jumlah
tanggungan keluarga petani sampel tidak terlalu banyak yaitu rata-rata 4 orang.
Hal ini tidak begitu menjadi kendala bagi petani untuk mengembangkan usaha
taninya.
Pendapatan usahatani dari hasil bertani padi sawah untuk satu tahun
(2008) berkisar antara Rp 4717500 – Rp 85178400 dengan rataan pendapatan
Rp.1842375 per tahun.
Usaha sampingan yang dimiiki petani sampel padi sawah di desa Lubuk
Bayas ini cukup bervariasi, yaitu beternak lembu dan itik, berdagang ikan, kedai
sampah dan buruh harian lepas. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan usaha
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan terhadap petani yang mengikuti perkembangan
teknologi budi daya padi sawah yaitu penerapan teknologi sistem tanam legowo
4:1 terhadap pendapatan petani selama satu tahun terakhir dengan dua kali musim
tanam. Pada penelitian ini ditetapkan 30 orang petani dari 366 orang populasi
petani dan penelitian untuk melihat pengaruh penerapan teknologi sistem tanam
legowo terhadap pendapatan petani di Desa Lubuk Bayas.
Bangsa Indonesia dan bahkan sebagian besar penduduk di muka bumi ini
menggunakan beras sebagai bahan pokoknya. Karena itu ahli-ahli penelitian padi
bersama Dinas Pertanian terus melakukan usaha-usaha dan penemuan-penemuan
yang diharapkan dapat mengoptimalkan proses pembudidayaan padi sawah. Salah
satu teknologi tersebut adalah sistem tanam legowo 4:1.
Program pengelolaan sistem tanam legowo mulai diterapkan pada tahun
2004. Desa Lubuk Bayas merupakan salah satu desa percontohan. Tujuan utama
pengembangan penerapan sistem tanam legowo adalah :
- Meningkatkan produksi dan produktifitas
- Meningkatkan keuntungan usahatani melalui efisiensi input produksi
- Melestarikan sumber daya untuk keberlanjutan sistem produksi sawah
Adapun perkembangan secara teknis yang dapat dilihat pada dua musim
tanam yang menerapkan sistem tanam legowo 4:1 yaitu peningkatan jumlah
petani sampel yang menerapkan cara dan teknik bercocok tanam sesuai dengan
Gambaran umum mengenai penerapan teknologi sistem tanam legowo
Gambaran umum mengenai penerapan teknologi sistem tanam legowo dapat
dilihat dari penerapan unsur-unsur sistem tanam legowo yang digunakan oleh
petani terhadap usaha tani padi sawah Program sistem tanam legowo memiliki
unsur yang harus dipenuhi yaitu : penggunaan varietas unggul, penggunaan benih
bermutu, persemaian basah, umur bibit 10-15 hari, jumlah bibit per lubang 1-3,
jumlah benih 10-15 kg/ha, efesiensi pemupukan, pengelolaan air berselang,
penggunaan bahan organik 1-2 ton/ Ha, panen dan pasca panen dengan
menggunakan power therser.
Tabel 9. Penerapan Unsur-Unsur Teknologi Sistem Tanam Legowo 4:1 Pada Tahun 2008
No. Unsur-Unsur Teknologi Sistem Tanam Legowo 6 Jumlah Bibit/Rumpun 1-3 Batang 53.3 7 Sistem Tanam Legowo 4:1 100 8 Efesiensi Pemupukan 60 9 Pengelolaan Air Berselang 100 10 Bahan Organik 1-2 Ton/Ha 100 11 Panen dan Pasca Panen dengan
Power Therser
Rataan
100
63.3 % Sumber: Diolah dari Lampiran 4
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan adalah:
1. rataan unsur teknologi sistem tanam legowo belum semua diterapkan
2. ada unsur yang diterapkan 100 % yaitu sistem tanam legowo, pengelolaan
air berselang, penggunaan bahan organik 1-2 ton/ha, serta panen dan pasca
3. telah diterapkan sekitar 43.3-53.3 % yaitu penggunaan varietas unggul,
pengunaan jumlah benih 10-15 kg/ha dan penggunaan jumlah bibit/
rumpun 1-3 batang.
4. sedangkan untuk penerapan umur bibit 10-15 hari belum sama sekali di
terapkan oleh petani sampel di daerah penelitian
Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa unsur-unsur teknologi sistem
tanam legowo belum semua diterapkan oleh petani.
Penerapan teknologi sistem tanam legowo 4:1 dapat di lihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Rata-Rata Produksi, Produktivitas, Biaya Produksi, Penerimaan
dan Pendapatan Usaha Tani Padi Sawah di Desa Lubuk Bayas
No. Uraian Satuan MT I MT II Perubahan
1 Produksi Ton 3.5693333 3.6196667 0.15
2 Produktivitas Ton / Ha 7.373333 7.441667 0.13
3 Biaya Produksi Rp 1353041.667 1489247.333 1.26
4 Penerimaan Rp 4997066.667 5071266.667 1.10
5 Pendapatan Ha / Rp 7197259.191 7362510.622 2.24
Dari Tabel 10 di atas dapat dilihat bahwa peningkatan terjadi pada musim tanam
kedua rata-rata produksi pada musim tanam pertama adalah 3.5693333 ton dan
meningkat produksi pada musim tanam kedua yaitu 3.6196667 ton perubahan
yang terjadi sekitar 0.15. Produktivitas pada musim tanam pertama 7.373333 ton/
ha dan meningkat pada musim tanam kedua 7.441667 ton/ ha dengan perubahan
sekitar 0.13. Biaya produksi juga begitu dari Rp. 1353041.667 pada musim tanam
sekitar1.26. Untuk penerimaan Rp. 4997066.667 pada musim tanam pertama
menjadi Rp. 5071266.667 pada musim tanam kedua dan mengalami perubahan
sekitar 1.10. Dan untuk pendapatan per hektar pada usahatani padi sawah ini juga
begitu dari Rp. 7197259. 191 pada musim tanam pertama meningkat menjadi
Rp. 7362510.622 pada musim tanam kedua terjadi peningkatan sekitar 2.24.
Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa pada teknologi sistem tanam
legowo 4:1 dapat meningkatan produktivitas dan terus meningkatan pada musim
tanam kedua. Sehingga pendapatan yang di dapat lebih tinggi.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sistem Usahatani Legowo
Terhadap Pendapatan
Karakteristik sosial ekonomi petani meliputi bibit, pupuk, pestisida, iuran P3A,
iuran PBB, tenaga kerja, penyusutan. Untuk mengetahui sejauh mana perbedaan
pengaruh karakteristik sosial ekonomi petani P3A terhadap pendapatan usaha tani
sistem tanam legowo maka dapat diuji dengan alat analisis regresi linear berganda
(Multiple Regression).
Dalam analisis linear berganda, yang menjadi variabel independen
(variabel bebas) adalah:
X1 : Bibit (Kg)
X2 : Pupuk (Kg)
X3 : Pestisida (Kg)
X4 : Iuran P3A (Rp)
X5 : Iuran PBB (Rp)
X6 : Tenaga Kerja (Rp)
Sedangkan untuk variabel dependen (variabel terikat) adalah pendapatan usaha
tani padi sawah sistem tanam legowo (Y). Kemudian variabel bebas dan variabel
terikat tersebut di regresikan dengan menggunakan software komputer SPSS versi
14.0. Adapun hasil regresi yang diperoleh dapat ditulis persamaan regresi dari
kedua masa tanam petani (MT I dan MT II) yaitu:
MT I
Y1 = 7326647.76 + 7,76X1 + 0,28X2 –7,27X3 + 28,48X4 – 8,88X5 – 0,73X6 –
10,55X7
Berdasarkan persamaan dan hasil olah data (lampiran 24) dapat diinterpretasikan
sebagai berikut:
1. Multiple R (R2) yang diperoleh 0,930 artinya bahwa variabel karakteristik
sosial ekonomi petani (X) dapat menjelaskan variabel terikat (Y) sebesar
93 % sedangkan sisanya sebesar 7 % diterangkan variabel lain.
2. Secara serempak F hitung = 0,94 < F tabel (1-) ; (k) ; (n-k-1) = 2,53. hal
ini menunjukkan bahwa secara serempak ke-enam variabel karakteristik
sosial ekonomi petani P3A tidak berpengaruh nyata dengan pendapatan
usaha tani sistem tanam legowo.
3. Secara parsial, masing-masing adalah sebagai berikut:
a. Variabel X1 yaitu bibit (Kg) diperoleh t-hitung = 0,62< t-tabel (α;0,05) =
2,048. Hal ini berarti bahwa bibit tidak berpengaruh nyata dengan
pendapatan usaha tani sistem tanam legowo.
b. Variabel X2 yaitu pupuk (Kg) diperoleh nilai t-hitung = 0,06 < t-tabel
(α;0,05) = 2,048. Hal ini berarti bahwa pupuk tidak berpengaruh nyata
c. Variabel X3 yaitu pestisida (Kg) diperoleh nilai t-hitung = -1,19< t-tabel
(α;0,05) = 2,048. Hal ini berarti bahwa pestisida tidak berpengaruh nyata
dengan pendapatan usaha tani sistem tanam legowo.
d. Variabel X4 yaitu iuran P3A (Rp) diperoleh nilai t-hitung = 0,96 < t-tabel
(α;0,05) = 2,048. Hal ini berarti bahwa iuran P3A tidak berpengaruh nyata
dengan pendapatan usaha tani sistem tanam legowo.
e. Variabel X5 yaitu iuran PBB (Rp) diperoleh nilai t-hitung = -0,08 < t-tabel
(α;0,05) = 2,048. Hal ini berarti bahwa iuran PBB tidak berpengaruh nyata
dengan pendapatan usaha tani sistem tanam legowo.
f. Variabel X6 yaitu tenaga kerja (Rp) diperoleh nilai hitung = -0,74 <
t-tabel (α;0,05) = 2,048. Hal ini berarti bahwa tenaga kerja tidak
berpengaruh nyata dengan pendapatan usaha tani sistem tanam legowo.
g. Variabel X7 yaitu penyusutan (Rp) diperoleh nilai hitung = -1,39 <
t-tabel (α;0,05) = 2,048. Hal ini berarti bahwa penyusutan tidak berpengaruh
nyata dengan pendapatan usaha tani sistem tanam legowo.
Hubungan karakteristik sosial ekonomi petani terhadap penerapan
teknologi sistem tanam legowo
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa karakteristik sosial ekonomi
petani meliputi umur, tingkat pendidikan, pengalaman, luas lahan, jumlah
tanggungan dan total pendapatan.
Hubungan Antara Umur dengan Tingkat Adopsi Terhadap Teknologi Anjuran.
Dalam penelitian ini diduga ada hubungan umur dengan tingkat adopsi
teknologi bahkan tidak mau menerapkan teknologi baru tersebut, karena petani
sudah biasa dengan usaha tani yang dilakukannya secara turun temurun, di
samping kesehatan dan kekuatannya yang semakin menurun.
Umur dalam penelitian ini adalah umur petani pada saat penelitian
dilaksanakan. Gambaran hubungan umur dengan tingkat adopsi terhadap
teknologi anjuran dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 16. Hubungan Umur Dengan Tingkat Adopsi Terhadap Teknologi Anjuran
Umur (tahun)
Tingkat Adopsi Jumlah (%)
Sumber : Diolah dari lampiran 21 dan 22
Berdasarkan tabel 16 di atas dapat diketahui bahwa pada range umur 30-52
tahun jumlah petani dengan tingkat adopsi sedang adalah 12 orang petani
(32,43%) dan tingkat adopsi tinggi sebanyak 16 orang petani (43,24%).
Sedangkan pada range umur 53-75 tahun jumlah petani dengan tingkat adopsi
sedang sebanyak 5 orang petani (13,51%) dan tingkat adopsi tinggi sebanyak 4
orang (10,18%).
Berdasarkan hasil analisis statistika metode korelasi Rank Spearman
diperoleh nilai rs = 0,035 dan nilai hitung 0,207, berarti lebih kecil dari nilai
t-tabel (α = 0,05) yaitu 1,687 (Ho diterima, H1 ditolak). Ini berarti bahwa hipotesis
yang menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan tingkat
adopsi terhadap teknologi anjuran ditolak. Hal ini terjadi disebabkan karena, baik