• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Antagonisme Isolat Mutan Sclerotium rolfsii Sacc Terhadap Isolat Tipe Liar Sclerotium rolfsii Sacc di Laboratorium

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Antagonisme Isolat Mutan Sclerotium rolfsii Sacc Terhadap Isolat Tipe Liar Sclerotium rolfsii Sacc di Laboratorium"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

UJI ANTAGONISME ISOLAT MUTAN Sclerotium rolfsii Sacc. TERHADAP ISOLAT TIPE LIAR Sclerotium rolfsii Sacc. DI LABORATORIUM

SKRIPSI

OLEH :

NURAINUN NASUTION 080302049

HPT

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

UJI ANTAGONISME ISOLAT MUTAN Sclerotium rolfsii Sacc. TERHADAP ISOLAT TIPE LIAR Sclerotium rolfsii Sacc. DI LABORATORIUM

SKRIPSI

OLEH :

NURAINUN NASUTION 080302049

HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana

di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Hasanuddin M.S.)

Ketua Anggota

(Prof. Dr. Ir. Darma Bakti M.S.)

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

ABSTRACT

Nurainun Nasution, “Antagonism test between mutated isolate of Sclerotium rolfsii Sacc. against wild type isolate of Sclerotium rolfsii Sacc. in laboratory, supervised by Hasanuddin and Darma Bakti. This research aims to

determine ability from mutated isolate of S. rolfsii to inhibit wild type isolate of S. rolfsii’s growth in laboratory. It was conducted in Plant Pathology Laboratory,

Faculty of Agriculture, University of Sumatra Utara, Medan from September until November 2012. It was done by using Completely Randomized Design Non Factorial with 7 treatments and 3 replications.

This research’s result showed that highest percentage of inhibiting zones contained at 10 minutes UV irradiated isolate (M2) at 67,63 % and the lowest

were at 30 minutes UV irradiated isolate (M6) at 52,80 %. Macroschopis of S. rolfsii experience of the change at 15 and 30 minutes UV irradiated isolate (M3 and M6) were in the form of colony more dense and compact, myselium like

cotton and hyphae in the form of refinement. Mutated isolate of S. rolfsii at 15, 20, 25, 30 minutes UV irradiated able to inhibit wild type isolate of S. rolfsii from producing sclerotia. UV Irradiation length is inversely proportional with mutated

of S. rolfsii’s growth speed and 30 minutes UV irradiated isolate decreasing S. rolfsii’s pathogenecity and virulency towards plants.

(4)

ABSTRAK

Nurainun Nasution, “Uji antagonisme isolat mutan Sclerotium rolfsii Sacc. terhadap isolat tipe liar Sclerotium rolfsii Sacc. di laboratorium” dibawah bimbingan Hasanuddin dan Darma Bakti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan isolat mutan S. rolfsii dalam menghambat pertumbuhan isolat tipe liar S. rolfsii di laboratorium. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada bulan September sampai November 2012. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non Faktorial dengan 7 perlakuan dan 3 ulangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase daerah hambatan tertinggi terdapat pada isolat yang dipapari UV 10 menit (M2) sebesar 67,63 % dan terendah pada isolat yang dipapari UV 30 menit (M6) sebesar 52,80 %. Makroskopis dari S. rolfsii mengalami perubahan pada isolat yang dipapari UV selama 15 dan 30 menit (M3 dan M6) yaitu koloni rapat, miselium seperti kapas dan hifa halus. Isolat mutan S. rolfsii yang dipapari UV selama 15, 20, 25, dan 30 menit mampu menghambat pembentukan sklerotia isolat tipe liar S. rolfsii. Lama penyinaran berbanding terbalik dengan kecepatan pertumbuhan koloni dan

pemaparan UV selama 30 menit (M6) menurunkan patogenesitas dan virulensi S. rolfsii terhadap tanaman.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis (Nurainun Nasution) lahir di Air Batu, Kabupaten Asahan pada

tanggal 10 Februari 1990. Anak ke-empat dari empat bersaudara, dengan Ayahanda Sabari Nasution dan Ibunda Kusinem. Adapun riwayat pendidikan penulis adalah sebagai berikut:

Pendidikan Formal:

- Tahun 2002 penulis lulus dari SD Negeri 010041 Air Batu

- Tahun 2005 penulis lulus dari SMP Swasta Yapendak Air batu - Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Kisaran

- Tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Universitas Sumatera

Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), di Fakultas Pertanian, Program Studi Hama dan Penyakit

Tumbuhan. Pendidikan Informal:

- Tahun 2008-2012 sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Perlindungan

Tanaman (IMAPTAN), Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. - Tahun 2008-2012 sebagai anggota dan pengurus Komunikasi Muslim

(KOMUS) Hama dan Penyakit Tumbuhan , Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

- Tahun 2009-2011 sebagai pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa Merpati

Putih (UKM-MP) Universitas Sumatera Utara.

- Tahun 2010 mengikuti Seminar Pertanian dengan tema “Meningkatkan

(6)

- Tahun 2011 mengikuti Seminar Pertanian dengan tema “Meningkatkan Ketahanan Pangan Nasional” yang dilaksanakan oleh BKM Al- Mukhlisin

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

- Tahun 2011 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Perkebunan Nusantara III (PERSERO) Unit Tanah Raja, Perbaungan.

- Tahun 2012 mengikuti seminar Nasional dan Rapat Tahunan BKS-PTN Wilayah Barat bidang ilmu pertanian dengan tema “Pertanian Presisi

Menuju Pertanian Berkelanjutan.

- Tahun 2012 sebagai asisten Laboratorium Bioteknologi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

- Tahun 2012 sebagai asisten Laboratorium Mikrobiologi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

- Tahun 2012 sebagai asisten Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

- Tahun 2012 sebagai asisten Laboratorium Mikrobiologi Akuatik, Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara.

- Tahun 2012 sebagai asisten Laboratorium Hama dan Penyakit Ikan,

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat

rahmat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Uji Antagonisme Isolat Mutan Sclerotium rolfsii Sacc Terhadap Isolat Tipe Liar Sclerotium rolfsii Sacc di

Laboratorium”, disusun untuk mengembangkan ilmu pengetahuan terhadap S. rolfsii yang menyerang berbagai tanaman salah satunya tanaman kedelai, dan

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada Dr. Ir. Hasanuddin M.S., selaku ketua komisi pembimbing dan Prof. Dr. Ir. Darma Bakti M.S., selaku anggota komisi pembimbing yang telah

banyak membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, kepada Dr. Lisnawita, S.P., M.Si., selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak

saran yang sifatnya membangun, serta Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M.Agr.,

selaku moderator dalam seminar hasil penelitian penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

membantu. Semoga bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Medan, April 2013

(8)

DAFTAR ISI

Pengendalian penyakit ... 8

Mutasi mikroorganisme ... 9

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian ... 13

Bahan dan alat ... 13

Bahan ... 13

Alat ... 13

Metode penelitian ... 13

Pelaksanaan penelitian ... 15

Pembuatan Media PDA ... 15

Penyediaan sumber inokulum ... 15

Isolat tipe liar S. rolfsii. ... 15

Isolat mutan S. rolfsii ... 16

Uji antagonisme isolat mutan S. rolfsii terhadap tipe liar ... 16

Uji patogenesitas isolat mutan S. rolfsii. ... 17

Persiapan media tanam ... 17

Penanaman benih kedelai ... 17

Perbanyakan isolat mutan S. rolfsii ... 17

(9)

Peubah amatan ... 18

Kemampuan antagonis isolat mutan S. rolfsii terhadap tipe liar ... 18

Morfologi isolat mutan S. rolfsii ... 18

Diameter koloni isolat mutan S. rolfsii ... 19

Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap diameter koloni isolat tipe liar S. rolfsii. ... 19

Luas pertumbuhan koloni isolat mutan S. rolfsii ... 19

Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap luas pertumbuhan koloni isolat tipe liar S. rolfsii. ... 20

Jumlah sklerotia isolat mutan S. rolfsii. ... 20

Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap Jumlah sklerotia koloni isolat tipe liar S. rolfsii ... 20

Patogenesitas isolat mutan S. rolfsii ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Kemampuan antagonis isolat mutan S. rolfsii terhadap tipe liar ... 21

Morfologi isolat mutan S. rolfsii ... 25

Makroskopis ... 25

Mikroskopis ... 27

Diameter koloni isolat mutan S. rolfsii. ... 28

Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap diameter koloni isolat tipe liar S. rolfsii ... 30

Luas pertumbuhan koloni isolat mutan S. rolfsii ... 32

Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap luas pertumbuhan koloni isolat tipe liar S. rolfsii ... 35

Jumlah sklerotia isolat mutan S. rolfsii. ... 38

Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap Jumlah sklerotia koloni isolat tipe liar S. rolfsii ... 41

Patogenesitas isolat mutan S. rolfsii ... 45

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 50

Saran ... 50 DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR GAMBAR

No Keterangan Gambar Hal

1. Biakan murni S. rolfsii. ... 6

2. Tanaman kedelai yang terserang S. rolfsii dan tanah di sekitar perakaran tanaman terserang ... 8

3. Lampu UV ... 10

4. Bagan peletakan kedua isolat pada cawan petri ... 17

5. Histogram beda uji rataan kemampuan antagonis isolat mutan S. rolfsii terhadap isolat tipe liar S. rolfsii ... 23

6. Pengujian antagonisme dengan menggunakan metode dual culture .... 24

7 Fotomikrograf mating type S. rolfsii perbesaran 1000 x ... 24

8 Biakan isolat S. rolfsii 3 hsi ... 25

9 Fotomikrograf dari isolat mutan S. rolfsii dari kiri ke kanan ... 27

10 Histogram beda uji rataan diameter koloni isolat mutan S. rolfsii ... 29

11 Histogram beda uji rataan pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap diameter koloni isolat tipe liar S. rolfsii ... 31

12 Histogram beda uji rataan pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap luas pertumbuhan koloni isolat tipe liar S. rolfsii ... 34

13 Histogram jumlah sklerotia isolat mutan S. rolfsii... 36

14 Histogram beda uji rataan pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap jumlah sklerotia isolat tipe liar S. rolfsii ... 37

15 Pembentukan sklerotia pada perlakuan M3 (kiri) dan perlakuan M6 16 Pembentukan sklerotia pada perlakuan M (kanan) pada 4 msi ... 38

1 17 Tanaman kedelai yang telah diaplikasikan isolat mutan S. rolfsii ... 41

... 39

18 Perbandingan perakaran kedelai antara kontrol dengan perlakuan ... 42

(11)

DAFTAR TABEL

No Keterangan Tabel Hal

1. Beda uji rataan kemampuan antagonis isolat mutan S. rolfsii terhadap isolat tipe liar S. rolfsii ... 22 2. Morfologi isolat mutan S. rolfsii secara makroskopis ... 25 3. Beda uji rataan rataan diameter koloni isolat mutan S. rolfsii ... 28 4 Beda uji rataan pengaruh isolat mutan S. rolfsii

terhadap diameter koloni isolat tipe liar S. rolfsii ... 30 5 Beda uji rataan luas pertumbuhan koloni isolat mutan S. rolfsii ... 32 6 Beda uji rataan pengaruh isolat mutan S. rolfsii

terhadap luas pertumbuhan koloni isolat tipe liar S. rolfsii ... 33 7 Beda uji rataan jumlah sklerotia dari isolat mutan S. rolfsii ... 35 8 Beda uji rataan pengaruh isolat mutan S. rolfsii

terhadap jumlah sklerotia isolat tipe liar S. rolfsii ... 37 9 Beda uji rataan keparahan penyakit isolat mutan S. rolfsii terhadap

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No Keterangan Tabel Hal

1 Bagan penelitian ... 49

2 Kemampuan antagonis isolat mutan dan tipe liar S. rolfsii terhadap isolat liar pada pengamatan 3 Hsi ... 51

3 Kemampuan antagonis isolat mutan dan tipe liar S. rolfsii terhadap isolat liar pada pengamatan 4 Hsi ... 53

4 Diameter koloni isolat mutan S. rolfsii pada pengamatan 1 Hsi ... 55

5 Diameter koloni isolat mutan S. rolfsii pada pengamatan 2 Hsi ... 57

6 Diameter koloni isolat mutan S. rolfsii pada pengamatan 3 Hsi ... 59

7 Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap diameter koloni isolat

11 Luas pertumbuhan isolat mutan S. rolfsii pada pengamatan 1 Hsi ... 69

12 Luas pertumbuhan isolat mutan S. rolfsii pada pengamatan 2 Hsi ... 71

13 Luas pertumbuhan isolat mutan S. rolfsii pada pengamatan 3 Hsi ... 73

14 Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap luas pertumbuhan koloni isolat tipe liar S. rolfsii pada pengamatan 1 Hsi ... 75

15 Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap luas pertumbuhan koloni isolat tipe liar S. rolfsii pada pengamatan 2 Hsi ... 77

16 Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap luas pertumbuhan koloni isolat tipe liar S. rolfsii pada pengamatan 3 Hsi ... 79

17 Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap luas pertumbuhan koloni isolat tipe liar S. rolfsii pada pengamatan 4 Hsi ... 81

18 Jumlah sklerotia isolat mutan S. rolfsii pada pengamatan 1 Msi ... 83

19 Jumlah sklerotia isolat mutan S. rolfsii pada pengamatan 2 Msi ... 85

20 Jumlah sklerotia isolat mutan S. rolfsii pada pengamatan 3 Msi ... 87

21 Jumlah sklerotia isolat mutan S. rolfsii pada pengamatan 4 Msi ... 89

22 Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap jumlah sklerotia isolat tipe liar S. rolfsii pada pengamatan 1 Msi ... 91

23 Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap jumlah sklerotia isolat tipe liar S. rolfsii pada pengamatan 2 Msi ... 92

24 Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap jumlah sklerotia isolat tipe liar S. rolfsii pada pengamatan 3 Msi ... 94

25 Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap jumlah sklerotia isolat tipe liar S. rolfsii pada pengamatan 4 Msi ... 96

(13)

29 Persentase keparahan penyakit isolat mutan S. rolfsii pada

pengamatan 4 Hsi ... 104

30 Persentase keparahan penyakit isolat mutan S. rolfsii pada pengamatan 5 Hsi ... 106

31 Media beras sebagai bahan perbanyakan isolat mutan S. rolfsii. ... 108

32 Saat penginokulasian isolat mutan S. rolfsii ... 108

33 Pengamatan patogenesitas pada 3 hsi ... 108

34 Pengamatan patogenesitas pada 4 hsi ... 108

35 Perakaran tanaman kedelai setelah pengaplikasian isolat mutan ... 109

36 Rangkuman kegiatan selama penelitian ... 109

37 Deskripsi tanaman kedelai varietas anjasmoro ... 110

(14)

ABSTRACT

Nurainun Nasution, “Antagonism test between mutated isolate of Sclerotium rolfsii Sacc. against wild type isolate of Sclerotium rolfsii Sacc. in laboratory, supervised by Hasanuddin and Darma Bakti. This research aims to

determine ability from mutated isolate of S. rolfsii to inhibit wild type isolate of S. rolfsii’s growth in laboratory. It was conducted in Plant Pathology Laboratory,

Faculty of Agriculture, University of Sumatra Utara, Medan from September until November 2012. It was done by using Completely Randomized Design Non Factorial with 7 treatments and 3 replications.

This research’s result showed that highest percentage of inhibiting zones contained at 10 minutes UV irradiated isolate (M2) at 67,63 % and the lowest

were at 30 minutes UV irradiated isolate (M6) at 52,80 %. Macroschopis of S. rolfsii experience of the change at 15 and 30 minutes UV irradiated isolate (M3 and M6) were in the form of colony more dense and compact, myselium like

cotton and hyphae in the form of refinement. Mutated isolate of S. rolfsii at 15, 20, 25, 30 minutes UV irradiated able to inhibit wild type isolate of S. rolfsii from producing sclerotia. UV Irradiation length is inversely proportional with mutated

of S. rolfsii’s growth speed and 30 minutes UV irradiated isolate decreasing S. rolfsii’s pathogenecity and virulency towards plants.

(15)

ABSTRAK

Nurainun Nasution, “Uji antagonisme isolat mutan Sclerotium rolfsii Sacc. terhadap isolat tipe liar Sclerotium rolfsii Sacc. di laboratorium” dibawah bimbingan Hasanuddin dan Darma Bakti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan isolat mutan S. rolfsii dalam menghambat pertumbuhan isolat tipe liar S. rolfsii di laboratorium. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada bulan September sampai November 2012. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non Faktorial dengan 7 perlakuan dan 3 ulangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase daerah hambatan tertinggi terdapat pada isolat yang dipapari UV 10 menit (M2) sebesar 67,63 % dan terendah pada isolat yang dipapari UV 30 menit (M6) sebesar 52,80 %. Makroskopis dari S. rolfsii mengalami perubahan pada isolat yang dipapari UV selama 15 dan 30 menit (M3 dan M6) yaitu koloni rapat, miselium seperti kapas dan hifa halus. Isolat mutan S. rolfsii yang dipapari UV selama 15, 20, 25, dan 30 menit mampu menghambat pembentukan sklerotia isolat tipe liar S. rolfsii. Lama penyinaran berbanding terbalik dengan kecepatan pertumbuhan koloni dan

pemaparan UV selama 30 menit (M6) menurunkan patogenesitas dan virulensi S. rolfsii terhadap tanaman.

(16)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kedelai merupakan tanaman pangan yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang kita kenal sekarang (Glycine max (L) Merril). Berasal dari daerah Manshukuo

(Cina Utara). Di Indonesia, dibudidayakan mulai abad ke-17 sebagai tanaman pangan dan pupuk hijau. Penyebaran tanaman kedelai ke Indonesia berasal dari

daerah Manshukuo menyebar ke daerah Mansyuria, Jepang (Asia Timur) dan ke negara-negara lain di Amerika dan Afrika (Kantor Deputi Menegristek, 2011).

Kedelai kaya akan protein yang memiliki arti penting sebagai sumber

protein nabati untuk peningkatan gizi dan mengatasi penyakit kurang gizi seperti busung lapar. Perkembangan manfaat kedelai di samping sebagai sumber protein, makanan berbahan kedelai dapat dipakai juga sebagai penurun cholesterol darah

yang dapat mencegah penyakit jantung. Oleh karena itu, ke depan proyeksi kebutuhan kedelai akan meningkat seiring dengan kesadaran masyarakat tentang

makanan sehat. Produk kedelai sebagai bahan olahan pangan berpotensi dan berperan dalam menumbuhkembangkan industri kecil menengah bahkan sebagai komoditas ekspor (Simatupang et al. 2005).

Kedelai dapat dikembangkan sebagai suatu komoditas unggul. Hal ini disebabkan tersedianya potensi sumber daya lahan dan manusia yang dapat

(17)

Menurut Deptan (2006), kebutuhan akan kedelai meningkat tiap tahunnya, sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk. Komoditas per kapita

kedelai saat ini ± 8 kg/kapita/tahun. Diperkirakan setiap tahunnya kebutuhan akan kedelai adalah ± 1,8 juta Ton dan bungkil kedelai sebesar ± 1,1 juta Ton.

Luas panen dan produksi tanaman kedelai Indonesia 5 tahun terakhir

adalah: tahun 2006 mencapai 747.611 Ton dengan luas panen 580.534 Ha, tahun 2007 mengalami penurunan yaitu 592.534 Ton dengan luas panen

459.116 Ha, tahun 2008 mengalami peningkatan yaitu 775.710 Ton dengan luas panen 590.956 Ha, berlanjut di tahun 2009 mencapai 974.512 Ton dengan luas panen 722.791 Ha, tahun 2010 kembali mengalami penurunan yaitu 907.031 Ton

dengan luas panen 660.823 Ha (BPS, 2011).

Luas panen dan produksi tanaman kedelai Sumatera Utara 5 tahun terakhir

adalah: tahun 2006 mencapai 7.042 Ton dengan luas panen 6.311 Ha., tahun 2007 mengalami penurunan yaitu 4.345 Ton dengan luas panen 3.747 Ha, tahun 2008 mengalami peningkatan yaitu 11.647 Ton dengan luas panen 9.597 Ha, yang

kemudian berlanjut di tahun 2009 mencapai 14.206 Ton dengan luas panen 11.494 Ha, dan tahun 2010 mengalami penurunan yaitu 9.439 Ton dengan luas

panen 7.803 Ha (BPS, 2011).

Berbagai upaya telah dilakukan untuk memacu peningkatan produksi menuju swasembada kedelai. Penggalian potensi sumber pertumbuhan produksi

kedelai kembali digiatkan terutama perluasan areal tanam dan peningkatan produktivitas. Produksi kedelai saat ini belum dapat mencukupi permintaan

(18)

bahan pangan dan pakan ternak yang mengandung protein nabati tinggi (Nasikhah, 2008).

Menurut Martoredjo (1992), salah satu penghambat dalam peningkatan

produksi kedelai adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur patogen. Jamur merupakan patogen terpenting karena jumlahnya yang sangat banyak dan

beberapa jenis jamur menjadi patogen pada beberapa komoditas pertanian. Sclerotium rolfsii merupakan salah satu jamur patogen, jamur tersebut merupakan

penyebab penyakit layu.

Penyakit yang disebabkan oleh S. rolfsii merupakan penyakit potensial pada tanaman kedelai karena tanaman yang terserang akan mati dan patogen dapat

bertahan lama di dalam tanah dalam bentuk sklerotia. Penyakit ini sering ditemukan pada tanaman kedelai baik lahan kering, tadah hujan maupun pasang

surut dengan intensitas serangan sebesar 5-55%. Tingkat serangan lebih dari 5 % di lapang sudah dapat merugikan secara ekonomi, tanaman kedelai yang terserang hasilnya akan rendah atau sama sekali gagal panen (Semangun, 2004). Menurut

Agrios (1997), S. rolfsii adalah penyebab penyakit busuk batang, merupakan patogen tular tanah yang dapat menyerang kedelai, kubis-kubisan,

tanaman famili Cucurbitaceae, seledri, jagung manis, selada, okra, bawang, lada, kentang, tomat, krisan, kapas, tembakau dan sebagainya

Patogen tular tanah pada tanaman dapat secara signifikan mengurangi

hasil dan kualitas dari tanaman. Infeksi simultan dari patogen tular tanah ini terkadang beberapa diantaranya mengakibatkan penyakit kompleks yang dapat

(19)

lingkungan sangat kompleks, sehingga menjadi tantangan untuk memahami

semua aspek penyakit yang disebabkan oleh patogen tular tanah ini (Koike et al. 2003).

Usaha untuk menurunkan nilai kerusakan yang disebabkan oleh jamur S. rolfsii telah banyak dilakukan. Penggunaan fungisida kimiawi sering menjadi

pilihan utama dalam mengendalikan penyakit busuk pangkal batang S. rolfsii, Namun fungisida dapat memberikan dampak negatif baik pada pengguna, sasaran

maupun terhadap lingkungan (Wudianto, 1997).

Melihat kenyataan yang demikian, maka diperlukan upaya pengendalian yang lebih ramah lingkungan. Cara pengendalian yang saat ini sedang

dikembangkan dan merupakan alternatif yang aman dibandingkan dengan menggunakan cara kimia adalah mengendalikan secara hayati dengan

menggunakan mikroorganisme antagonis (Nasikhah, 2008). Menurut Hasanuddin (2003), mikroorganisme yang bersifat antagonis mempunyai pengaruh berlawanan terhadap mikroorganisme patogenik sehingga dapat dimanfaatkan sebagai suatu

komponen dalam upaya pengendalian.

Pengendalian hayati adalah pemberian mikroba antagonis dan perlakuan

tertentu untuk meningkatkan aktivitas mikroba tanah seperti pemberian bahan organik yang bertujuan agar mikroba antagonis menjadi tinggi aktivitasnya. Mikroba antagonis adalah mikroba yang aktivitasnya berdampak negatif terhadap

kehidupan patogen (Abadi, 2003).

Pengendalian penyakit yang disebabkan oleh patogen tular tanah dengan

(20)

pengendali hayati. Untuk itulah, dalam usaha mengintroduksi agens pengendali hayati, banyak metode yang saat ini dapat dilakukan salah satunya dengan

mengisolasi strain nonpatogenik, baik itu berasal dari tanah supresif terhadap

penyakit layu (Alabouvette et al. 1996), dari jaringan akar tanaman (Yamaguchi et al. 1992), atau dari tipe liar (wild type) patogen itu sendiri yang

dibuat menjadi mutan melalui berbagai perlakuan mutasi (Freeman et al. 2002). Penggunaan sinar ultraviolet (UV) untuk memutasi strain patogenik (liar) menjadi

strain nonpatogenik sudah dipraktekkan sejak lama. Sinar UV diketahui mampu menginduksi terjadinya mutasi pada mikroba, baik pada kondisi alamiah maupun laboratorium (Pelczar & Chan, 1986).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan isolat mutan S. rolfsii dalam menghambat pertumbuhan koloni isolat tipe liar S. rolfsii di

laboratorium.

Hipotesis Penelitian

Isolat mutan S. rolfsii dapat menjadi agen hayati antagonis terhadap isolat tipe liar (patogen S. rolfsii) di laboratorium.

Kegunaan Penelitian

− Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di

Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

(21)

TINJAUAN PUSTAKA Biologi S. rolfsii

Menurut Alexopoulus & Mims (1979) jamur S. rolfsii dapat

diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Mycetaceae; Devisio : Mycopyta; Class : Deuteromycetes; Ordo : Mycelia Steril; Famili : Agonomycetaceae;

Genus : Sclerotium; Species : S. rolfsii Sacc.

Gambar 1. Biakan S. rolfsii (A) berumur 3 hari (B) berumur 3 minggu (a) sklerotia

Sclerotium mempunyai kulit yang kuat sehingga tahan terhadap suhu

tinggi dan kekeringan. Di dalam tanah Sclerotium dapat bertahan sampai 6-7 tahun. Dalam cuaca kering Sclerotium dapat mengeriput, tetapi ini justru akan

berkecambah dengan cepat jika kembali berada di lingkungan yang lembab (Semangun, 2004). Pada dasarnya ada dua jenis hifa yang dihasilkan S. rolfsii yaitu kasar dan lurus dengan ukuran sel (2-9 μm x 150-250 μm) (Fichtner, 2006)

dan miselium yang terdiri dari benang-benang berwarna putih, tersusun seperti

bulu dan kapas (Gambar 1 A). Di sini jamur tidak membentuk spora

(Semangun, 2004)

Untuk pemencaran dan untuk mempertahankan diri jamur membentuk sejumlah sklerotia (Gambar 1 B.a). Butir-butir ini mudah sekali lepas dan

A B

(22)

terangkut air (Semangun, 2004). Pada prinsipnya sklerotia terbentuk pada musim hujan dan menjadi inokulum pertama untuk penyakit. Berada dekat dengan

permukaan tanah, sklerotia mungkin ada bebas di dalam tanah atau berasosiasi dengan sisa tanaman. Sklerotia yang terkubur dalam di dalam tanah mungkin hidup lebih kurang selama setahun, ketika berada di permukaan tanah kembali

aktif dan mungkin berkecambah pada respon alkohol dan bahan-bahan yang lain mudah menguap yang berasal dari dekomposisi bahan tanaman (Fichtner, 2006). Menurut Punja & Rahe (2001), untuk menjaga struktur pelindung, sklerotia terdiri

dari hifa yang aktif. Suhu optimum untuk pertumbuhan sklerotia adalah 27-30° C dan tidak aktif pada suhu dibawah 0°

Menurut Ferreira & Boley (1992), ukuran sklerotia mempunyai banyak bentuk yang dihasilkan oleh miselium, bulat dan putih ketika muda kemudian

menjadi coklat gelap sampai hitam. Fichtner (2006) menyebutkan bahwa sklerotia mempunyai ukuran diameter (0,5 mm-2,0 mm) yang mulai berkembang setelah 4-7 hari dari pertumbuhan miselium.

C.

Gejala Serangan

S. rolfsii pertama sekali menyerang batang, meskipun mungkin menginfeksi beberapa bagian tanaman dibawah kondisi lingkungan yang sesuai termasuk akar, buah, petiole, daun dan bunga. Tanda pertama infeksi, meskipun biasanya tidak terdeteksi, adalah coklat gelap pada batang atau di bawah tanah.

Gejala pertama yang mungkin adalah proses penguningan dan kelayuan pada daun (Gambar 2 A). Gejala berikutnya (Gambar 2 B) terlihat lapisan putih atau benang

(23)

Gambar 2. (A) tanaman kedelai yang terserang S. rolfsii (B) tanah di sekitar perakaran tanaman terserang.

Penyakit ini sering juga disebut sebagai busuk pangkal batang atau busuk Sclerotium. S. rolfsii dapat menyerang kecambah atau semai dan menyebabkan penyakit semai (damping off). Dalam keadaan sangat lembab jamur juga dapat

menyerang daun, tangkai, dan polong. Tanaman yang berumur 2-3 minggu paling rentan terhadap S. rolfsii (Semangun, 2004).

Pengendalian Penyakit

Pengendalian penyakit S. rolfsii dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya memecahkan masalah lahan, pergiliran tanaman dengan jagung, padi,

dan tanaman graminae lainnya, jangan menutup tanah dengan sisa tanaman yang sama setelah musim tanam, memperhatikan keberadaan gulma pada musim tanam, dan penggunaan fungisida yang berformulasi debu (Lucas et al. 1985). Selain

fungisida, Rahaju (2007) menyebutkan bahwa menggunakan mikroba yang bersifat antagonis merupakan salah satu alternatif pengendalian patogen tular

tanah.

Menurut Yusriadi (2004), cara pengendalian biologi perlu dipertimbangkan

untuk menekan perkembangan penyakit layu. Pengendalian penyakit layu dengan menggunakan mikroorganisme belum banyak dilakukan di Indonesia, karena masih terbatasnya mikroorganisme yang berpotensi sebagai agens pengendali

(24)

hayati bagi penyakit-penyakit yang bersifat patogen tular tanah. Menurut Cook & Baker (1996), keberhasilan pengendalian hayati sangat ditentukan oleh jenis dan jumlah inokulum antagonis yang diberikan, jenis patogen yang akan dikendalikan, dan faktor lingkungan yang mempengaruhi, serta cara aplikasi ke dalam tanah.

Menurut Pracaya (1991), dalam pengendalian hayati pengertian antagonisme adalah gangguan atau hambatan terhadap proses kehidupan

(pertumbuhan, perbanyakan, infeksi, penyebaran, dan lain-lain) dari suatu organisme (patogen) oleh organisme lain (antagonis). Proses ini dapat terjadi antara organisme dalam satu spesies maupun antar genus dan spesies yang

berbeda.

Mutasi Mikroorganisme

Mutasi merupakan perubahan genetik yang dapat diwariskan dan bagian evolusi yang penting. Apabila perubahan terjadi dalam pertumbuhan normal, perubahan ini disebut mutasi spontan. Skala waktu untuk laju mutasi tidak

dinyatakan dalam satuan jam atau hari melainkan dalam generasi (Pelczar & Chan, 2007).

Sinar Ultra Violet (UV) adalah salah satu penyebab terjadinya mutasi, dimana sinar ini akan melepaskan energi sehingga menyebabkan eksitasi elektron sehingga ion-ion menjadi reaktif dan memungkinkan perubahan susunan kimia

DNA. Mutasi dapat berakibat pada kesalahan menyandi protein dan keadaan ini jika tidak bersifat letal, biasanya menimbulkan penampakan fenotip yang berbeda

(25)

Salah satu sifat sinar UV (Gambar 3 B) adalah daya penetrasi yang sangat rendah. Selapis kaca tipis pun sudah mampu menahan sebagian besar sinar UV.

Oleh karena itu, sinar UV hanya dapat efektif untuk mengendalikan mikroorganisme pada permukaan yang terpapar langsung oleh sinar UV, atau mikroba berada di dekat permukaan medium yang transparan (Atlas, 1994).

Gambar 3. Lampu UV yang digunakan selama percobaan berlangsung (A) Lampu UV (B) keadaan lampu UV setelah dihidupkan

Radiasi sinar UV pada proses mutagenesis dapat mengubah patogen menjadi nonpatogenik (Freeman et al. 2002). Mekanisme yang menyebabkan

patogen berubah menjadi nonpatogenik ini, disebabkan oleh adanya perubahan biokimia pada strain nonpatogenik tersebut, yaitu berkurangnya

produksi enzimpektik lyase ekstraseluler, menurunnya aktifitas

polygalacturonase, dan terjadinya defisiensi sekresi enzim ekstraseluler (Yamaguchi et al. 1992).

Radiasi UV dapat dibagi menjadi panjang gelombang berkisar

380–200 nm dan UV vakum dengan panjang gelombang berkisar 200–10 nm. Tingkat inaktifasi mikroorganisme sangat tergantung pada dosis UV yang

digunakan. Kinetika inaktifasi mikroorganisme pada desinfeksi menggunakan UV mengikuti hukum Chick, pada persamaan berikut:

A

(26)

N = No . e Dengan:

-k.I.t

N = jumlah mikroorganisme setelah dipapari UV pada waktu pemaparan (t) No = jumlah mikroorganisme awal (t=0)

k = koef. Tingkat inaktifasi mikroorganisme selama waktu tertentu (tergantung pada faktor kualitas air)

I = intensitas UV

Bryan et al. 1992; White, 1992; USEPA, 1996; dalam Cahyonugroho, 2010, memodifikasi persamaan tersebut menjadi persamaan berikut:

In N/No = -k.I.t

Tanda negatif pada persamaan tersebut mengindikasi adanya penurunan

dari jumlah mikroorganisme setelah waktu tertentu. Berdasarkan persamaan hukum Chick, maka jumlah mikroorganisme yang tersisa dapat dihitung sebagai fungsi dosis dan waktu pemaparan (Susanti et al. 2009).

Sadana et al. (1979) melaporkan dalam penelitiannya bahwa pemaparan irradiasi UV selama 20 menit terhadap isolat S. rolfsii berpengaruh terhadap

kecepatan pertumbuhan dari isolat mutan yang terbentuk jika dibandingkan dengan tetuanya.

Susanti et al. (2009), melaporkan dalam penelitiannya terhadap isolat Fusarium oxysporum f.sp lycopersici yang telah dimutasi memiliki kemampuan

dan ketahanan untuk mentoleransi pengaruh-pengaruh yang bersifat

merugikan menyebabkan beberapa konidia jamur dapat tetap ditumbuhkan

pada media biakan. Selain itu, terjadi perubahan pigmen dari strain F. oxysporum f.sp lycopersici bersifat genetis sehingga secara konsisten

diturunkan ke keturunannya, dan ada yang bersifat sementara. Perubahan pigmen yang bersifat sementara ini mungkin hanya disebabkan oleh kerusakan pigmen

(27)

keturunannya. Selain itu pada salah satu isolat, kembalinya warna pigmen ini mungkin disebabkan jamur tersebut karena memiliki kemampuan untuk

memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh sinar UV. Selanjutnya pada pengujian patogenesitas F. oxysporum f.sp lycopersici, isolat-isolat yang diinokulasikan pada tanaman tomat baik dengan cara perendaman akar tanaman

tomat atau pencampuran pada media tanam, menunjukkan adanya perubahan tingkat patogenesitas yang berbeda. Berdasarkan hasil tersebut, hanya dua isolat

yang masih tetap bersifat patogenik, sedangkan isolat-isolat lainnya mengalami kehilangan patogenesitasnya. Day (1974), dalam penelitiannya diperoleh informasi bahwa mutanPenicillium expansum dan F. oxysporum f. sp. lycopersici

(28)

METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

pada ketinggian tempat ± 25 meter dpl (di atas permukaan laut) pada bulan

September sampai November 2012. Bahan dan Alat

Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini adalah,

aquades, Media Potato Dextrose Agar (PDA), tanaman kedelai yang terserang

S. rolfsii, benih kedelai varietas Anjasmoro, cling wrap, kapas, alkohol, air suling steril, spritus, alumunium foil, dan kertas steencil, beras, klorox.

Alat

Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini adalah cawan petri, erlemeyer, cutter, handsprayer, batang pengaduk, mikroskop binokuler, autoklaf,

lampu bunsen, timbangan analitik, Laminar Air Flow, lampu UV dengan kriteria

short wave ultraviolet (Model EVF-240C/F, 230 VOLTS, 50 HZ 17 AMPS) 15 watt panjang gelombang 254 nm, tabung reaksi, polibeg, inkubator, oven, hot plate, mikropipet, pipet ukur, mortar, pestel, beaker glass, jarum inokulum,

pinset, glass root (batang L), kotak peletakan UV, jangka sorong.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

(29)

Isolat Mutan (M) : M0 M

: Kontrol (Tanpa Pemaparan)

1 M

: Pemaparan selama 5 menit

2 M

: Pemaparan selama 10 menit

3 M

: Pemaparan selama 15 menit

4 M

: Pemaparan selama 20 menit

5 M

: Pemaparan selama 25 menit

6

Dengan jumlah ulangan diperoleh dengan menggunakan rumus =

: Pemaparan selama 30 menit

(t-1)r ≥ 15

Ulangan yang digunakan adalah sebanyak 3 ulangan, Total unit percobaan : 21 Percobaan

Bagan penelitian yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:

(30)

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan sidik ragam dengan model linier sebagai berikut :

Yij Dimana :

= µ + αi + ij

Yij

µ = efek nilai

= Respon atau nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

αi = efek blok dari taraf ke-i

∑ij = efek error

(Sastrosupadi, 2000).

Pelaksanaan Penelitian

1. Pembuatan Media PDA

Kentang 250 g dipotong dadu kecil kemudian direbus dalam 1 liter air.

Setelah air mendidih dan kentang matang, disaring dan diambil air saringannya. Selanjutnya dekstrosa 20 g dan agar 20 g dimasukkan dalam air hasil saringan. Dipanaskan lagi sampai agar larut dan homogen. Setelah mendidih disaring dan

ditambah air sampai volume akhir 1 liter, dimasukkan dalam erlemeyer kemudian disumbat kapas dan ditutup dengan alumunium foil, disterilkan dengan autoclave pada suhu 121°C dengan tekanan 15 psi selama 15 menit (Nasikhah, 2008).

2. Penyediaan Sumber Inokulum a. Isolat TipeLiar S. rolfsii

Isolat tipe liar S. rolfsii diisolasi dari perakaran atau pangkal batang

tanaman kedelai yang terinfeksi S. rolfsii. Bagian tanaman tersebut didisinfeksi

(31)

PDA. Selanjutnya biakan diinkubasi selama 5 hari pada suhu kamar. Jamur yang tumbuh diamati secara makroskopis dan mikroskopis. Hasil pengamatan

diidentifikasi berdasarkan deskripsi yang dikemukakan oleh Barnett dan Hunter (1972). Biakan murni hasil isolasi jamur S. rolfsiidiperbanyak dalam Media PDA dan diinkubasi pada suhu kamar selama 5 hari (Astiko et al. 2009).

b. Isolat Mutan S. rolfsii

Disediakan 8-10 sklerotia, lalu digerus dengan menggunakan mortar dan

pestel steril kemudian ditambahkan 2 ml air steril. Selanjutnya 1 ml suspensi sklerotia yang telah digerus dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml air steril. Setelah dilakukan pengenceran 10-1, diambil suspensi sklerotia sebanyak

0,1 ml kemudian dituang dan diratakan di seluruh permukaan Media PDA. Selanjutnya Media PDA tersebut dipaparkan terhadap radiasi lampu UV 15 W

dengan panjang gelombang 254 nm dengan waktu pemaparan sesuai perlakuan. Jarak antara sklerotia yang diradiasi dengan lampu UV adalah 20 cm. Setelah irradiasi dengan sinar UV, sklerotia tersebut diinkubasi selama 48 jam dengan

suhu 30°

3. Uji Antagonisme Isolat Mutan S. rolfsii Terhadap Isolat Tipe Liar

S. rolfsiidi Laboratorium

C, setelah itu diamati bentuk morfologi dari isolat mutan yang terbentuk (Sadana et al. 1979).

Pengujian kemampuan penghambatan isolat mutan S. rolfsii terhadap isolat tipe liar S. rolfsiidilakukan pada cawan petri diameter 9 cm yang telah diisi Media PDA. Selanjutnya isolat mutan S. rolfsii ditanam pada sisi kiri media

biakan, sedangkan isolat liar S. rolfsii ditanam di tengah. Selanjutnya pertumbuhan dari kedua jamur tersebut diamati mulai 3 hari setelah inokulasi (hsi)

(32)

Gambar 4. Bagan peletakan kedua isolat dalam cawan petri dengan metode dual culture

Keterangan:

M = isolat mutan S. rolfsii L = tipe liar S. rolfsii

4. Uji Patogenesitas Isolat Mutan S. rolfsii a. Persiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah tanah ultisol yang telah disterilisasi lalu dimasukkan ke dalam polibeg ukuran ¼ kg.

b. Penanaman Benih Kedelai

Pada setiap polibeg ditanam 2 benih kedelai dengan 3 ulangan.

Selanjutnya dipilih 1 tanaman yang paling sehat untuk diinokulasi isolat mutan S. rolfsii.

c. Perbanyakan Isolat Mutan S. rolfsii

Isolat mutan S. rolfsii diperbanyak dengan cara diinokulasi pada media beras 10 g steril (Lampiran 31). Kemudian biakan diinkubasi selama 7 hari pada

suhu kamar. Selanjutnya biakan siap diaplikasikan ke tanaman kedelai setelah media beras ditumbuhi isolat mutan S. rolfsii (Nasikhah, 2008).

(33)

d. Inokulasi Isolat Mutan S. rolfsii

Inokulasi isolat mutan S. rolfsii dilakukan setelah tanaman kedelai

berumur 2 Minggu di sekitar perakaran dan pangkal batang tanaman

(Astiko et al. 2009).

Peubah Amatan

1. Kemampuan Antagonis Isolat Mutan S. rolfsii Terhadap Isolat Tipe Liar S. rolfsii

Pengamatan kemampuan antagonis isolat mutan S. rolfsii terhadap isolat tipe liar dilakukan dengan mengukur daerah hambatan yang dihasilkan isolat

mutan S. rolfsii terhadap isolat tipe liar S. rolfsii. Persentase hambatan pertumbuhan (%) diamati pada umur 3 hsi sampai pertumbuhan koloni memenuhi cawan petri dengan menggunakan rumus:

R1 – R

= jari-jari isolat tipe liar yang menjauhi isolat mutan S. rolfsii 2 = jari-jari isolat tipe liar yang mendekati isolat mutan S. rolfsii (Fokkema, 1976 dalam Rahaju, 2007).

2. Morfologi Isolat Mutan S. rolfsii

Pengamatan morfologi dari isolat mutan S. rolfsii diamati setelah suspensi

gerusan sklerotia yang diirradiasi sinar UV diinkubasi selama 48 jam (2 hsi). Pengamatan dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Secara makroskopis

meliputi warna, bentuk, kerapatan koloni serta jenis miselium dan hifa. Secara mikroskopis, dilakukan pengamatan hifa dan miselium dari isolat mutan S. rolfsii

(34)

3. Diameter Koloni Isolat Mutan S. rolfsii

Isolat mutan S. rolfsii dibiakkan dengan metode one point (satu titik) pada

media PDA di cawan petri berdiameter 9 cm volume 20 ml/petri, dilakukan pengukuran diameter koloni isolat mutan S. rolfsii mulai dari 1-3 hsi, dengan cara

mempolakan bentuk perkembangan koloni pada cawan petri menggunakan plastik transparan lalu digambar mengikuti pola perkembangan koloni tersebut. Perhitungan diameter koloni dilakukan dengan menggunakan jangka sorong.

4. Pengaruh Isolat Mutan S. rolfsii Terhadap Diameter Koloni Isolat Tipe Liar S. rolfsii

Isolat mutan S. rolfsii dan isolat tipe liar S. rolfsii dibiakkan dengan

metode two point (dua titik) pada media PDA di cawan petri berdiameter 9 cm volume 20 ml/petri, dilakukan pengukuran diameter koloni isolat tipe liar S. rolfsii

mulai dari 1-4 hsi, dengan cara mempolakan bentuk perkembangan koloni pada cawan petri menggunakan plastik transparan lalu digambar mengikuti pola

perkembangan koloni tersebut. Perhitungan diameter koloni dilakukan dengan menggunakan jangka sorong.

5. Luas Pertumbuhan Koloni Isolat Mutan S. rolfsii

Isolat mutan S. rolfsii dibiakkan dengan metode one point (satu titik) pada

media PDA di cawan petri berdiameter 9 cm volume 20 ml/petri, dilakukan pengukuran luas pertumbuhan koloni isolat mutan S. rolfsii mulai dari 1-3 hsi, dengan cara mempolakan bentuk perkembangan koloni pada cawan petri

menggunakan plastik transparan lalu digambar mengikuti pola perkembangan

(35)

6. Pengaruh Isolat Mutan S. rolfsii Terhadap Luas Pertumbuhan Koloni Isolat Tipe Liar S. rolfsii

Isolat mutan S. rolfsii dan isolat tipe liar S. rolfsii dibiakkan dengan

metode two point (dua titik) pada media PDA di cawan petri berdiameter 9 cm volume 20 ml/petri, dilakukan pengukuran luas pertumbuhan koloni isolat tipe liar S. rolfsii mulai dari 1-4 hsi, dengan cara mempolakan bentuk perkembangan koloni pada cawan petri menggunakan plastik transparan lalu digambar mengikuti pola perkembangan koloni tersebut. Perhitungan luas pertumbuhan koloni dengan

menggunakan leaf area meter.

7. Jumlah Sklerotia dari Isolat Mutan S. rolfsii

Jumlah sklerotia dari isolat mutan S. rolfsii diamati mulai 1 minggu setelah

inokulasi (msi) hingga 4 msi.

8. Pengaruh Isolat Mutan S. rolfsii Terhadap Jumlah Sklerotia Isolat Tipe Liar S. rolfsii

Pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap jumlah sklerotia dari isolat tipe liar S. rolfsii diamati mulai 1-4 msi.

9. Patogenesitas Isolat Mutan S. rolfsii

Pengamatan terhadap patogenesitas dari isolat mutan S. rolfsii diamati tiap hari. Tanaman yang menunjukkan gejala kelayuan (terserang) dinilai berdasarkan

skala di bawah ini:

Skala 1 = tidak ada gejala kelayuan

Skala 2 = sebagian daun layu (ringan) Skala 3 = secara umum daun layu (sedang) Skala 4 = layu permanen

(36)

Keparahan penyakit isolat mutan S. rolfsii dihitung berdasarkan nilai skala yang diperoleh dengan menggunakan rumus yang digunakan oleh Direktorat

Perlindungan Tanaman, Direktorat Jenderal Produksi Tanaman Pangan (2000) sbb:

∑ (ni x vi

KP = --- x 100 % )

Z x N Keterangan :

KP = Keparahan Penyakit

ni = Jumlah tanaman atau bagian tanaman contoh dengan skala kerusakan v

v

i i

N = Jumlah tanaman atau bagian tanaman contoh yang diamati = Nilai skala kerusakan contoh ke-i

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kemampuan Antagonis Isolat Mutan S. rolfsii Terhadap Isolat Tipe Liar S. rolfsii

Analisis sidik ragam kemampuan antagonis isolat mutan S. rolfsii terhadap

isolat tipe liar S. rolfsii dapat dilihat pada Tabel 1 (Lampiran 2-3).

Tabel 1. Beda uji rataan kemampuan antagonis isolat mutan S. rolfsii terhadap isolat tipe liar S. rolfsii

Perlakuan Penghambat pertumbuhan (%)

3 Hsi 4 Hsi

Keterangan : angka yang diikuti notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata pada uji jarak duncan taraf 5%.

Hsi = Hari setelah inokulasi

Tabel 1 menunjukkan bahwa kemampuan antagonis tertinggi terdapat pada

perlakuan M2 (pemaparan 10 menit) sebesar 59,94% (3 hsi pada Gambar 6 B) dan 67,63 % (4 hsi) yang diikuti perlakuan M1 (pemaparan 5 menit) dan M0 (tanpa

pemaparan). Sedangkan kemampuan antagonis terendah terdapat pada perlakuan M6 (pemaparan 30 menit) sebesar 38,14 % (3 hsi pada Gambar 6 A) dan 52,80 % (4 hsi). Hal ini menunjukkan bahwa waktu pemaparan UV berpengaruh terhadap

(38)

0 UV dalam menginduksi perubahan secara genetis pada patogen, sehingga dapat mengubah patogen menjadi nonpatogenik.

Gambar 5. Histogram beda uji rataan kemampuan antagonis isolat mutan S. rolfsii terhadap isolat tipe liar S. rolfsii

Pada 3 hsi (Gambar 5) diketahui bahwa kemampuan antagonis dari perlakuan M6 (pemaparan 30 menit) (38,14 %) berbeda sangat nyata dalam menghambat pertumbuhan isolat tipe liar S. rolfsii dibandingkan semua perlakuan.

Pada 4 hsi, perlakuan M0 (tanpa pemaparan), M1 (pemaparan 5 menit) dan M2 (pemaparan 10 menit) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini

mengindikasikan bahwa penetrasi sinar UV terhadap isolat S. rolfsii menyebabkan pertumbuhan yang relatif kurang stabil sehingga berpengaruh terhadap kemampuan antagonis dari masing-masing isolat. Selain itu, S. rolfsii yang dipapari dengan waktu yang lebih singkat, mampu menghambat pertumbuhan tipe liarnya (pemaparan 5 dan 10 menit) dan tidak berbeda nyata

dengan perlakuan M0 (tanpa pemaparan). Hal ini menunjukkan bahwa isolat tipe liar S. rolfsii memiliki kemampuan untuk memberikan hambatan pertumbuhan

terhadap sesamanya (satu species) dalam hal perebutan nutrisi dan ruang tumbuh.

(39)

dipapari selama 5 dan 10 menit dalam menekan populasi atau aktifitas dari S. rolfsii berupa kompetisi. Pracaya (1991), menyebutkan bahwa dalam

pengendalian hayati pengertian antagonisme adalah gangguan atau hambatan terhadap proses kehidupan (pertumbuhan, perbanyakan, infeksi, penyebaran, dan lain-lain) dari suatu organisme (patogen) oleh organisme lain (antagonis). Proses

ini dapat terjadi antara organisme dalam satu spesies maupun antar genus dan spesies yang berbeda.

Gambar 6. Pengujian antagonisme dengan menggunakan metode dual culture pada 3 hsi (A) perlakuan M6 (B) perlakuan M2

Pertemuan miselium antara kedua isolat menghasilkan sebuah perkawinan

(mating type). Mating type merupakan perkawinan secara seksual yang dilakukan oleh S. rolfsii. Menurut Schooley (1997) bahwa perkembangan jamur secara seksual terjadi ketika dengan tipe perkawinan (mating type) yang berbeda

bersentuhan kemudian melebur membentuk zigot. Pengamatan mating type secara mikroskopis dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Fotomikrograf mating type S. rolfsii perbesaran 1000 x

(40)

2. Morfologi Isolat Mutan S. rolfsii a. Makroskopis

Morfologi isolat mutan S. rolfsii secara makroskopis dapat dilihat pada

Tabel 2 dan Gambar 8.

Tabel 2. Morfologi isolat mutan S. rolfsii secara makroskopis

KODE

MORFOLOGI

Warna Bentuk Kerapatan koloni Jenis miselium dan hifa

M0 Putih Circular Jarang Bulu, lurus

M1 Putih Circular Jarang Bulu, lurus

M2 Putih Circular Jarang Bulu, lurus

M3 Putih Circular Rapat Kapas, halus

M4 Putih Circular Agak rapat Bulu, lurus

M5 Putih Circular Agak rapat Bulu, lurus

M6 Putih Circular Rapat Kapas, halus

Gambar 8. Biakan isolat S. rolfsii 3 hsi (A) Perlakuan M6 dengan metode dual culture

(B) biakan M0 (C) biakan M6 (kanan) dan biakan M3 (kiri) (a) isolat mutan S. rolfsii (b) isolat liar S. rolfsii

a

A B

C

(41)

Tabel 2 dan Gambar 8 A menunjukkan perbedaan morfologi antara isolat mutan S. rolfsii (Gambar 8 A.a) dengan isolat tipe liar S. rolfsii (Gambar 8 A.b).

Perlakuan M3 dan M6 (pemaparan 15 dan 30 menit) koloni lebih rapat (Gambar 8 C) dibandingkan koloni tipe liarnya (Gambar 8 B). Kerapatan koloni

pada perlakuan M4 dan M5 (pemaparan 20 dan 25 menit) agak rapat

dibandingkan koloni perlakuan M0, M1 dan M2

Pengamatan jenis miselium dan hifa yang terbentuk juga mengalami

perubahan pada perlakuan M

(tanpa pemaparan, pemaparan 5 dan 10 menit). Sadana et al. (1979) melaporkan bahwa irradiasi UV selama 20 menit terhadap S. rolfsii berpengaruh terhadap kerapatan koloni menjadi

lebih rapat dibandingkan dengan tetuanya.

3 dan M6

Irradiasi UV tidak berpengaruh terhadap warna serta bentuk koloni dari

isolat mutan. Hal ini terjadi karena irradiasi UV merusak pada bagian sel-sel tertentu dan tidak semua sel dirusak. Sel yang dirusak akan mengalami perubahan

genetik dari tetuanya. Atlas (1994) menyebutkan bahwa

(pemaparan 15 dan 30 menit). Jenis miselium dari kedua perlakuan ini terbentuk seperti kapas dengan hifa yang

menggumpal dan halus (Gambar 8 A.a). Sementara jenis miselium yang terbentuk pada perlakuan lainnya seperti bulu dengan hifa lurus (Gambar 8 A.b). Penentuan jenis miselium dan hifa yang terbentuk ini sesuai Fichtner (2006) yang

menyebutkan pada dasarnya ada dua jenis hifa yang dihasilkan S. rolfsii yaitu

kasar dan lurus yang didukung dengan Semangun (2004) yang menyatakan bahwa S. rolfsii mempunyai miselium yang terdiri dari benang-benang berwarna putih,

tersusun seperti bulu dan kapas.

(42)

menjadi reaktif dan memungkinkan perubahan susunan kimia DNA. Absorbsi maksimal sinar UV di dalam sel terjadi pada asam nukleat, maka diperkirakan

mekanisme utama perusakan sel oleh sinar UV pada ribosom, sehingga mengakibatkan terjadinya mutasi atau kematian sel.

b. Mikroskopis

Secara mikroskopis, morfologi semua isolat mutan S. rolfsii tidak berbeda nyata terhadap tipe liarnya atau dengan kata lain irradiasi UV tidak merubah morfologi mikroskopis S. rolfsii (Gambar 9).

Gambar 9. Fotomikrograf isolat mutan S. rolfsii dari kiri ke kanan (isolat tipe liar, pemaparan 5, 10, 15, 20, 25, 30 menit) perbesaran 1000 x

Gambar 9 menunjukkan bahwa isolat mutan S. rolfsii tidak mengalami perubahan morfologi baik hifa maupun miseliumnya. S. rolfsii merupakan jamur

yang dalam perkembangbiakannya tidak membentuk spora, akan tetapi dilakukan secara seksual dengan bantuan miselium dan hifa aktif yang terdapat di bagian

dalam sklerotia. Sehingga sklerotia merupakan bahan pemencaran dan pertahanan diri S. rolfsii untuk tetap dapat bertahan hidup di alam dengan keunggulan sifatnya

M6 M5

M4

M2 M1

(43)

yang mampu bertahan dalam tanah selama ± 1 tahun. Miselium tersebut dibagi oleh beberapa dinding melintang (septa) setiap segmen menjadi hifa inti. Pertumbuhan miselium terjadi pada ujung hifa. Sesuai Punja & Rahe (2001)

bahwa untuk menjaga struktur pelindung, sklerotia terdiri dari hifa yang aktif dan menjadi inokulum pertama untuk perkembangan penyakit. Suhu optimum untuk

pertumbuhan sklerotia adalah 27-30° C dan tidak aktif pada suhu dibawah 0° 3. Diameter Koloni Isolat Mutan S. rolfsii

C.

Analisis sidik ragam rataan diameter koloni isolat mutan S. rolfsii dapat dilihat pada Tabel 3 (Lampiran 4-6).

Tabel 3. Beda uji rataan diameter koloni isolat mutan S. rolfsii

Perlakuan Diameter koloni (cm)

Keterangan : angka yang diikuti notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata pada uji jarak duncan taraf 5%.

Hsi = Hari setelah inokulasi

Pada 1-2 hsi, diameter koloni isolat mutan relatif tidak stabil dengan pertumbuhan yang bersifat random dan tidak linear. Hal ini disebabkan karena setiap isolat S. rolfsii memiliki ketahanan dan respon yang berbeda dalam

mentoleransi pengaruh yang disebabkan penetrasi sinar UV. Namun, Pada 3 hsi pertumbuhan dari setiap isolat mulai stabil. Perlakuan M6 (pemaparan 30 menit)

(44)

mutan. Sebagaimana disebutkan oleh Sadana et al. (1979) bahwa irradiasi UV selama 20 menit terhadap isolat S. rolfsii berpengaruh terhadap kecepatan

pertumbuhan dari isolat mutan menjadi lebih lambat dibandingkan dengan tetuanya.

Gambar 10. Histogram beda uji rataan diameter koloni isolat mutan S. rolfsii

Gambar 10 dan Tabel 3 menunjukkan bahwa diameter koloni isolat

mutan S. rolfsii tertinggi terdapat pada perlakuan M2 (pemaparan 10 menit) sebesar 7,50 cm (pada 3 hsi) (Lampiran 38). Rataan diameter koloni isolat mutan S. rolfsii terendah perlakuan terendah terdapat pada perlakuan M6

(pemaparan 30 menit) sebesar 4,76 cm (3 hsi) (Gambar 8 C kanan). Isolat S. rolfsii yang dipapari dengan waktu yang lebih singkat (5 dan 10 menit) menunjukkan pertumbuhan

yang tidak berbeda nyata dengan isolat tipe liar (tanpa pemaparan), sehingga diasumsikan bahwa isolat tersebut mampu mentoleransi adanya pengaruh buruk

yang diakibatkan oleh irradiasi UV.

(45)

i i i i 4. Pengaruh Isolat Mutan S. rolfsii Terhadap Diameter Koloni Isolat

Tipe Liar S. rolfsii

Analisis sidik ragam rataan pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap

diameter koloni isolat tipe liar S. rolfsii dapat dilihat pada Tabel 4 (Lampiran 7-10).

Tabel 4. Beda uji rataan pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap diameter koloni isolat tipe liar S. rolfsii

Perlakuan Diameter Koloni Isolat Liar (cm) 1 Hsi 2 Hsi 3 Hsi 4 Hsi

Keterangan : angka yang diikuti notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata pada uji jarak duncan taraf 5%.

Hsi = Hari setelah inokulasi

Pada 1-2 hsi, Tabel 4 menunjukkan bahwa isolat mutan S. rolfsii tidak berpengaruh terhadap isolat tipe liar S. rolfsii dikarenakan belum terjadi

pertemuan miselium antara kedua isolat. Namun kecepatan tumbuh dari setiap

perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata. Pada 3 hsi, perlakuan

M2

Pada 4 Hsi, pertumbuhan koloni kedua isolat telah memenuhi cawan petri. Perlakuan M

(4,33 cm) (pemaparan 10 menit) berbeda sangat nyata dengan semua perlakuan. Miselium antara isolat mutan S. rolfsii dan isolat tipe liar S. rolfsii telah bertemu. Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan isolat mutan S. rolfsii

yang dipapari UV selama 10 menit berpengaruh dalam menghambat pertumbuhan isolat liar S. rolfsii dalam hal perebutan ruang dan nutrisi.

(46)

0,00 pemaparan). Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan dari isolat mutan S. rolfsii dengan pemaparan yang singkat, mempengaruhi diameter koloni isolat tipe liar S. rolfsii. Isolat liar M0

(tanpa pemaparan) diketahui memiliki pertumbuhan yang cepat sehingga mampu bersaing dengan sesamanya. Kompetisi yang terjadi adalah perebutan ruang tumbuh, nutrisi, dan bahan lainnya yang dibutuhkan kedua

isolat. Sesuai Pracaya (1991), menyebutkan bahwa dalam pengendalian hayati pengertian antagonisme adalah gangguan atau hambatan terhadap proses

kehidupan (pertumbuhan, perbanyakan, infeksi, penyebaran, dan lain-lain) dari suatu organisme (patogen) oleh organisme lain (antagonis). Proses ini dapat terjadi antara organisme dalam satu spesies maupun antar genus dan spesies yang

berbeda.

Gambar 11. Histogram beda uji rataan pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap diameter koloni isolat tipe liar S. rolfsii

Diameter koloni isolat tipe liar S. rolfsii tertinggi terdapat pada perlakuan M6 (pemaparan 30 menit) sebesar 6,39 cm dan terendah terdapat pada perlakuan M2 (pemaparan 10 menit) sebesar 5,39 cm. Isolat S. rolfsii yang dipapari UV selama 30 menit menyebabkan pertumbuhan isolat semakin lambat sehingga

(47)

Susanti et al. (2009) menyatakan bahwa tingkat inaktifasi mikroorganisme sangat tergantung pada dosis UV yang digunakan. Sadana et al. (1979) menyebutkan bahwa bahwa irradiasi UV selama 20 menit terhadap isolat S. rolfsii berpengaruh

terhadap kecepatan pertumbuhan dari isolat mutan menjadi lebih lambat dibandingkan dengan tetuanya.

5. Luas Pertumbuhan Koloni Isolat Mutan S. rolfsii

Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa rataan luas

pertumbuhan koloni isolat mutan S. rolfsii dapat dilihat pada Tabel 5 (Lampiran 11-13).

Tabel 5. Beda uji rataan luas pertumbuhan koloni isolat mutan S. rolfsii

Perlakuan Luas pertumbuhan koloni (cm 2

Keterangan : angka yang diikuti notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata pada uji jarak duncan taraf 5%.

Hsi = Hari setelah inokulasi

Luas pertumbuhan koloni isolat mutan S. rolfsii sejalan dengan

pertumbuhan diameter koloni S. rolfsii. Pada 1 hsi, luas pertumbuhan koloni isolat mutan S. rolfsii pada perlakuan M5 (4,15 cm2) (pemaparan 25 menit) dan M3 (3,42 cm2) berbeda nyata dibandingkan perlakuan lainnya karena

pertumbuhannya yang lebih cepat dan lebar. Pada 2-3 hsi, perlakuan M6 (6,10 cm2) (pemaparan 30 menit) berbeda sangat nyata dengan semua perlakuan

(48)

menurunkan kecepatan pertumbuhan dari isolat tersebut sehingga luas pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan dengan pemaparan UV dengan waktu

yang lebih singkat.

Luas pertumbuhan koloni isolat mutan S. rolfsii tertinggi terdapat pada perlakuan M2 (pemaparan 10 menit) sebesar 45,12 cm2 (3 hsi) (Lampiran 38).

Luas pertumbuhan koloni isolat mutan S. rolfsii terendah terdapat pada perlakuan M6 (pemaparan 30 menit) sebesar 18,54 cm2

6. Pengaruh Isolat Mutan S. rolfsii Terhadap Luas Pertumbuhan Koloni Isolat Tipe Liar S. rolfsii

(3 hsi).

Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa rataan pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap luas pertumbuhan koloni isolat tipe liar S. rolfsii

dapat dilihat pada Tabel 6 (Lampiran 14-17).

Tabel 6. Beda uji rataan pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap luas pertumbuhan koloni isolat tipe liar S. rolfsii

Perlakuan Luas pertumbuhan koloni (cm 2

Keterangan : angka yang diikuti notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata pada uji jarak duncan taraf 5%.

Hsi = Hari setelah inokulasi

Pada 1-2 hsi (Tabel 6), isolat mutan S. rolfsii tidak berpengaruh terhadap isolat tipe liar S. rolfsii dikarenakan belum terjadi pertemuan miselium antara

kedua isolat. Namun luas pertumbuhan dari setiap perlakuan menunjukkan

(49)

0,00 perlakuan lainnya tetapi tidak berbeda nyata dengan M0 (tanpa pemaparan). Sementara pada 4 hsi, perlakuan M2 (pemaparan 10 menit) berbeda sangat nyata dengan semua perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa isolat S. rolfsii yang

dipapari UV selama 10 menit memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan isolat tipe liar S. rolfsii dalam hal perebutan ruang tumbuh dan

nutrisi. Sementara perlakuan lainnya dengan waktu pemaparan UV lebih lama, pertumbuhannya lebih lambat sehingga kurang mampu bersaing dengan isolat tipe

liar S. rolfsii dalam memperebutkan ruang tumbuh dan nutrisi. Meskipun demikian, isolat mutan S. rolfsii tersebut masih mampu untuk tumbuh di media biakan walaupun terhambat oleh pertumbuhan isolat tipe liarnya. Sebagaimana

dalam penelitian Susanti et al. (2009) menyebutkan bahwa dari jamur F. oxysporum f.sp lycopersici yang telah dimutasi memiliki kemampuan dan

ketahanan untuk mentoleransi pengaruh-pengaruh yang bersifat merugikan menyebabkan beberapa konidia jamur dapat tetap ditumbuhkan pada media biakan.

(50)

Isolat S. rolfsii yang dipapari UV selama 10 menit (Gambar 6 B) paling efektif mempengaruhi pertumbuhan koloni dari isolat tipe liar S. rolfsii yang

mengakibatkan luas pertumbuhannya hanya sebesar 31,54 cm2 (4 hsi). Sementara isolat S. rolfsii yang dipapari UV selama 30 menit (Gambar 6 A) kurang efektif mempengaruhi pertumbuhan koloni dari isolat tipe liar S. rolfsii sehingga

pertumbuhan dari liarnya relatif cepat dengan luas pertumbuhan sebesar 53,51 cm2

7. Jumlah Sklerotia dari Isolat Mutan S. rolfsii

(4 hsi). Hal ini disebabkan irradiasi UV terhadap isolat S. rolfsii mengalami perubahan yang bersifat genetis. Hut et al. (2008) menyebutkan bahwa mutasi

dapat berakibat pada kesalahan menyandi protein dan keadaan ini jika tidak bersifat letal, biasanya menimbulkan penampakan fenotip yang berbeda dari

keadaan normalnya. Karena merupakan perubahan pada materi genetik, maka mutasi diwariskan pada keturunannya.

Berdasarkan analisis sidik ragam, beda uji rataan jumlah sklerotia dari isolat mutan S. rolfsii dapat dilihat pada Tabel 7 (Lampiran 18-21).

Tabel 7. Beda uji rataan jumlah sklerotia dari isolat mutan S. rolfsii

Keterangan : angka yang diikuti notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata pada uji jarak duncan taraf 5%.

Msi = Minggu setelah inokulasi Perlakuan Jumlah sklerotia

1 Msi 2 Msi 3 Msi 4 Msi

(51)

0,00 Tabel 7 menunjukkan bahwa pada 1-4 msi, perlakuan M6 (pemaparan 30 menit) berbeda sangat nyata terhadap perlakuan lainnya sekaligus sebagai rataan

tertinggi dengan rataan jumlah sklerotia dari isolat mutan S. rolfsii sebesar

244 sklerotia. Rataan jumlah sklerotia dari isolat mutan S. rolfsii terendah terdapat pada perlakuan M1 (pemaparan 5 menit)

Grafik histogram jumlah sklerotia dari isolat mutan S. rolfsii dapat dilihat pada Gambar 13.

sebesar 28,33 sklerotia.

Gambar 13. Histogram jumlah sklerotia dari isolat mutan S. rolfsii

Sklerotia merupakan bahan perbanyakan, pemencaran, sekaligus sebagai

pertahanan diri dari S. rolfsii dalam kondisi tertekan atau kurang menguntungkan baggi pertumbuhannya. Namun pemaparan UV selama 30 menit secara signifikan

merangsang pembentukan sklerotia menjadi lebih cepat dan banyak di bandingkan dengan pemaparan yang lebih singkat. Hal ini mungkin disebabkan adanya mekanisme perubahan biokimia yang bersifat genetis, yang menyebabkan

terjadinya perubahan materi genetik yang dikandung oleh S. rolfsii yang berdampak pada pembentukan sklerotia. Radiasi sinar UV ini dilaporkan

(52)

0,00 atau bahkan keseluruhan sel dari isolat yang tekena paparan sinar UV. Sesuai dengan Freeman et al. (2002) yang menyatakan bahwa pengaruh radiasi sinar UV ini pada proses mutagenesis disebabkan oleh kemampuan sinar UV dalam menginduksi perubahan secara genetis pada patogen.

8. Pengaruh Isolat Mutan S. rolfsii Terhadap Jumlah Sklerotia Isolat Tipe Liar S. rolfsii

Analisis sidik ragam rataan pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap jumlah sklerotia isolat liar S. rolfsii dapat dilihat pada Tabel 8 (Lampiran 22-25). Tabel 8. Beda uji rataan pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap jumlah sklerotia isolat

liar S. rolfsii

Perlakuan Jumlah sklerotia isolat tipe liar

1 Msi 2 Msi 3 Msi 4 Msi

Keterangan : angka yang diikuti notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata pada uji jarak duncan taraf 5%.

Msi = Minggu setelah inokulasi

Grafik histogram beda uji rataan pengaruh isolat mutan S. rolfsii terhadap jumlah sklerotia isolat tipe liar S. rolfsii dapat dilihat pada Gambar 14.

(53)

Tabel 8 dan Gambar 14 diketahui bahwa rataan jumlah sklerotia dari

isolat tipe liar S. rolfsii pada perlakuan M3 (pemaparan 15 menit) dan

M6 (pemaparan 30 menit) berbeda nyata dengan semua perlakuan. Hal ini membuktikan bahwa adanya pengujian antara isolat mutan S. rolfsii terhadap isolat tipe liar S. rolfsii mempengaruhi pembentukan sklerotia yang dilakukan oleh kedua isolat tersebut seperti yang terlihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Pembentukan sklerotia pada perlakuan M3 (kiri) dan perlakuan M6 (kanan) pada 4 msi (A) isolat mutan (B) isolat liar

Gambar 15 menunjukkan bahwa akibat adanya pertumbuhan isolat mutan S. rolfsii pada perlakuan M3 (pemaparan 15 menit) dan

M6 (pemaparan 30 menit), berpengaruh terhadap isolat tipe liar S. rolfsii yang tidak mampu membentuk sklerotia (Gambar 14, Gambar 15 dan Tabel 8) menjadi

0,67 sklerotia (M3) dan 0 sklerotia (M6). Sementara pada perlakuan M4 (pemaparan 20 menit) dan M5 (pemaparan 25 menit), pembentukan sklerotia pada isolat mutan tersebut tidak banyak namun kedua isolat mampu

mempengaruhi pembentukan sklerotia tipe liarnya. Hal ini mengindikasikan adanya mekanisme antagonis berupa hiperparasitisme. Isolat mutan S. rolfsii

menjadi memiliki kemampuan untuk merusak lisis miselium atau mendegradasi suatu senyawa dari isolat tipe liar S. rolfsii yang berperan dalam pembentukan

A

(54)

sklerotia yang mengakibatkan pembentukan sklerotia pada isolat liar S. rolfsii menjadi sedikit bahkan tidak mampu lagi membentuk sklerotia sebagaimana mestinya. Hut et al. (2008) menyebutkan bahwa mutasi adalah

suatu perubahan pada rangkaian nukleotida dari suatu asam nukleat. Mutasi dapat berakibat pada kesalahan menyandi protein dan keadaan ini jika tidak bersifat

letal, biasanya menimbulkan penampakan fenotip yang berbeda dari keadaan normalnya. Karena merupakan perubahan pada materi genetik, maka mutasi

diwariskan pada keturunannya. Dan dalam keadaan seperti ini diharapkan nantinya isolat mutan dari S. rolfsii yang terbentuk mampu mengendalikan tipe liarnya.

Gambar 16. Pembentukan sklerotia pada perlakuan M1

Gambar 16 menunjukkan bahwa rataan jumlah sklerotia isolat tipe liar S. rolfsii tertinggi terdapat pada perlakuan M1 (pemaparan 5 menit) sebesar 62,00 sklerotia. Isolat mutan S. rolfsii dengan waktu pemaparan UV yang lebih

singkat, hanya mampu bersaing dalam hal perebutan ruang tumbuh dan nutrisi. Namun tidak berpengaruh terhadap pembentukan sklerotia yang dilakukan oleh tipe liarnya yang tidak berbeda nyata terhadap perlakuan M0 (tanpa pemaparan).

Seperti yang dilaporkan Susanti et al. (2009) yakni perubahan pigmen dari strain F. oxysporum f.sp Lycopersici yang telah dipapari UV ada yang bersifat genetis

Gambar

Gambar 1. Biakan  S. rolfsii (A) berumur 3 hari (B)
Gambar 2. (A) tanaman kedelai yang terserang S. rolfsii (B) tanah di sekitar perakaran tanaman terserang
Gambar 3. Lampu UV yang digunakan selama percobaan berlangsung (A) Lampu UV (B) keadaan lampu UV setelah dihidupkan
Gambar 4. Bagan peletakan kedua isolat dalam cawan petri dengan metode dual culture
+7

Referensi

Dokumen terkait

(1983), secam garis besamya penilaian manfaat dari perubahan kualitas lingkungan dapat dibagi atas tiga Megori, yam (1) teknik yang langsung didasarkan pada nilai

Beriman kepada qada’ dan qadar akan melahirkan sikap optimis,tidak mudah putus asa, sebab yang menimpanya ia yakini sebagai ketentuan yang telah Allah takdirkan kepadanya dan Allah

Dalam penelitian ini yang sesuai dengan hasil pretest dan posttest , peneliti menemukan bahwa adanya pengaruh dari penyuluhan terhadap perubahan persepsi

Menimbang bahwa usaha perdamaian baik yang dilakukan oleh Mediator, Majelis Hakim maupun oleh keluarga kedua belah pihak ternyata tidak berhasil, hal ini menunjukkan bahwa

Dari tabel diatas terdapat beberapa item penilaian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bagaimana kondisi kerja kantor, sarana dan prasana yang dimiliki,

Ray-tracing akan membaca file text yang berisi informasi yang menggambarkan objek dan cahaya dalam scene dan meng-generate sebuah image dalam scene dari view point kamera.

[r]

Mesin percakapan yang ada saat ini telah mampu memproses kalimat dalam bahasa Inggris bahkan ada outputnya yang disertai dengan suara.. Karena kurangnya pengembangan dalam