SURAT KETERANGAN
PENYERAHAN HAK EKSKLUSIF
Bahwa yang bertandatangan dibawahini, penulis bersedia :
Bahwa hasil penelitian dapat dionlinekan sesuai dengan peraturan yang berlaku, untuk kepentingan riset dan pendidikan .
Bandung, 31 Juli 2012
Laporan Pengantar Tugas Akhir
VISUALISASI PERANG DIPONEGORO MELALUI
MEDIA
BOARD GAME
DK 38315/Tugas Akhir Semester II 2011-2012
Oleh:
Insan Kamil Shubhi 51908301
Program Studi Desain Komunikasi Visual
FAKULTAS DESAIN
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
i
Abstrak
VISUALISASI PERANG DIPONEGORO MELALUI MEDIA
BOARD GAME
Oleh:
Insan Kamil Shubhi 51908301
Program Studi Desain Komunikasi Visual
Indonesia merupakan negara yang memiliki sejarah yang panjang. Mulai dari
sejarah kerajaan-kerajaan kuno seperti Majapahit, sampai ke sejarah jaman
penjajahan seperti kisah Pangeran Diponegoro. Banyak sekali elemen-elemen
visual yang terdapat didalamnya. Seperti karakter-karakter, pakaian, hingga
senjata. Sejarah-sejarah ini selain informatif juga mampu menanamkan rasa cinta
tanah air, sesuatu yang sangat jarang dimiliki oleh generasi muda saat ini.
Berdasarkan fenomena yang dipaparkan tersebut, maka dirancanglah sebuah
media informasi mengenai cerita Perang Diponegoro. Untuk menambah daya tarik
target audiens media informasi ini dirancang dengan konsep board game
Abstract
JAVA WAR’S VISUALIZATION THROUGH BOARD GAME AS
MEDIA
By:
Insan Kamil Shubhi 51908301
Study Progamme Visual Communication Design
Indonesia is a country with a long history. From it’s ancient kingdoms like Majapahit, and the history of Dutch’s occupation period like the Java War. There
are so many visual elements in it. Like the chracters, apparels, and weapons. This
parts of history is not also informative, but can also creates a sense of loving the
homeland, something that our young generation rarely have.
Based on that described phenomena, an information media about the story of
Java War is made. In order to appeal the target audience, this informaton media
is designed in the form of board game
i KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat karuniaNyalah
akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan pengantar tugas akhir yang
berjudul: “VISUALISASI PERANG DIPONEGORO MELALUI MEDIA
BOARD GAME” sebagai salah satu syarat untuk mencapai kelulusan mata kuliah
Tugas Akhir praktek di Fakultas Desain Program Studi Desain Komunikasi Visual
Universitas Komputer Indonesia Bandung.
Penulis menyadari bahwa laporan pengantar proyek tugas akhir memiliki banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
saran dan kritik untuk memperbaiki laporan pengantar proyek akhir ini. Penulis
menerima dengan senang hati atas segala masukan baik langsung maupun tidak
langsung. Kritik dan saran yang konstruktif selalu penulis nantikan untuk
penyempurnaan lebih lanjut materi laporan ini. Akhirnya, semoga laporan
pengantar proyek tugas akhir ini dapat menjadi wujud ibadah penulis kepada Zat
Yang Maha Mengetahui lagi Bijaksana, dan memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi para mahasiswa.
Bandung, April 2012
iii
I.1 Latar Belakang Masalah...1
I.2 Identifikasi Masalah... 3
I.3 Fokus Permasalahan ...3
I.4 Tujuan Perancangan...4
Bab II Pembahasan dan Penyelesaian Masalah...5
II.1 Translasi Visual...5
II.2 Perang Diponegoro...6
II.2.2. Elemen Visual yang Terdapat pada Perang Diponegoro...9
II.3 Board Game... ... 18
II.4 Trading Card Game.... ... 18
II.5 Target Audience...23
Bab III Strategi Perancangan & Konsep Visual...24
III.1. Strategi Komunikasi... ... 24
III.2. Strategi Visual...24
III.3. Strategi Non Visual...25
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Menurut W.H. Walsh (1950), “Sejarah itu menitikberatkan pada pencatatan yang berarti dan penting saja bagi manusia. Catatan itu meliputi tindakan-tindakan dan
pengalaman-pengalaman manusia dimasa lampau pada hal-hal yang penting
sehingga merupakan cerita yang berarti”. Kata „Sejarah’ sendiri berasal dari
bahasa Arab (Syajaratun) yang artinya pohon. Bisa diartikan tokoh-tokoh sejarah
adalah akar-akar kuat yang menopang dan menjaga sebuah pohon agar dapat
berdiri dengan tegak, dan generasi penerusnya dapat diumpakan sebagai buah
segar yang dihasilkan oleh pohon tersebut. Maka, alangkah ironis apabila generasi
penerus suatu bangsa mulai melupakan kisah-kisah kepahlawanan dari
tokoh-tokoh sejarah yang dengan susah-payah berjuang demi mempertahankan
kemerdekaan negaranya, sehingga tercipta sebuah negeri yang mandiri seperti
sekarang ini.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Drs. H. Rahmat Sutasman (2007).
Disimpulkan bahwa dari rata-rata 85 siswa di sekolah, hanya sejumlah 35 anak
yang memiliki minat belajar sejarah yang tinggi, dan mayoritas siswa lainnya
memiliki minat belajar sejarah yang rendah dan sisanya tidak memiliki minat
belajar sejarah sama sekali. Ini sangat memprihatinkan mengingat sejarah
terciptanya Indonesia diisi oleh peristiwa-peristiwa yang sangat menarik untuk
diceritakan. Dari penelitian yang sama juga dapat disimpulkan bahwa siswa
dengan minat belajar yang tinggi memiliki rasa kebangsaan yang lebih tinggi
daripada mereka yang tidak menyenangi sejarah.
mereka dalam kemerdekaan bangsa ini. Guru-guru sejarah menjelaskan secara
panjang lebar tentang sejarah berdirinya sebuah kerajaan atau terjadinya sebuah
perang, namun tanpa penekanan pada apa yang membuat kerajaan tersebut begitu
megah, dan perang tersebut begitu dahsyat, sehingga siswa merasa bosan untuk
mengetahui lebih lanjut tentang kisah kepahlawanan tersebut. Siswa diajar untuk
menghapal nama pahlawan, bukan untuk mengenal dan menghargai jasa mereka.
Perang Diponegoro (Inggris:The Java War, Belanda: De Java Oorlog), adalah
perang besar dan menyeluruh berlangsung selama lima tahun (1825-1830) yang
terjadi di Jawa, Hindia Belanda (sekarang Indonesia), antara pasukan penjajah
Belanda di bawah pimpinan Jendral De Kock melawan penduduk pribumi yang
dipimpin seorang pangeran Yogyakarta bernama Pangeran Diponegoro. Dalam
perang ini telah berjatuhan korban yang tidak sedikit. Baik korban harta maupun
jiwa. Dokumen-dokumen Belanda yang dikutip para ahli sejarah, disebutkan
bahwa sekitar 200.000 jiwa rakyat yang terenggut. Sementara itu dipihak serdadu
Belanda, korban tewas berjumlah 8.000.
Perang Diponegoro merupakan salah satu pertempuran terbesar yang pernah
dialami oleh Belanda selama menjajah Nusantara. Peperangan ini melibatkan
seluruh wilayah Jawa, maka disebutlah perang ini sebagai Perang Jawa.
Pertempuran besar yang berlangsung sangat lama tersebut pada puncaknya
melibatkan 23.000 serdadu Belanda, dan taktik perang yang digunakan sangat
beragam, mulai dari taktik perang terbuka, perang gerilya dan taktik perang
psikologis. Prajurit-prajurit Indonesia memanfaatkan keuntungan mereka yang
mengetahui seluk beluk medan perang yang mereka hadapi. Mereka
menggunakan kondisi geografis, dan cuaca ekstrim seperti musim hujan yang
panjang, beserta penyakit penyakit yang muncul akibat cuaca tersebut, sebagai
keuntungan bagi mereka. Perang ini sangat sengit sehingga wajar apabila satu
daerah telah dikuasai oleh musuh pada pagi hari, tiba-tiba pada malam hari telah
Sebuah kecenderungan manusia yang akan lebih mudah menerima informasi
yang berbentuk gambar dan warna, dibandingkan dengan informasi yang
berbentuk tulisan saja, terutama bagi siswa SD
I.2. Identifikasi Masalah
Ada Beberapa permasalahan yang ditemukan berdasarkan uraian di atas,
yaitu:
1. Metode pengajaran sejarah yang kurang menarik sehingga membuat siswa
malas untuk mempelajarinya.
2. Siswa diajar untuk menghapal nama pahlawan, bukan mengenal dan
menghargai jasanya.
3. Visualisasi sejarah (khususnya perang Diponegoro) sangat minim, bahkan
cenderung tidak menghidupkan kedahsyatan dari kisah sejarah tersebut
4. Hanya 41% dari rata-rata total siswa di kelas yang memiliki minat yang tinggi
untuk mempelajari sejarah.
I.3. Fokus Permasalahan
Masalah utama yang dapat dirumuskan berdasarkan beberapa permasalahan di
atas adalah:
1. Bagaimana cara membuat kisah sejarah yang mampu menarik minat belajar
siswa SD dan SLTP?
2. Bentuk visualisasi apa yang cocok digunakan untuk merealisasikan kisah
sejarah yang dimaksudkan?
I.4. Tujuan Perancangan
Tujuan dari perancangan ini adalah untuk menyajikan kisah perang Diponegoro
dengan media informasi Board Game & Trading Card Game, yang lebih menarik
secara visual dan memiliki nilai edukatif. Sehingga pelajar mampu memahami
BAB II
PEMBAHASAN DAN PENYELESAIAN MASALAH
II.1. Translasi Visual
II.1.1 Pengertian Sistem Visual
Menurut Ibnu Al-Hayatam (2007), Sistem visual adalah bagian dari sistem saraf
pusat yang memungkinkan organisme untuk memproses detail visual, serta
memungkinkan beberapa fungsi respons pada cahaya terbentuk. Sistem visual
menafsirkan informasi dari cahaya yang tampak untuk membangun sebuah
representasi dari dunia sekitarnya. Sistem visual melakukan sejumlah tugas yang
rumit, termasuk penerimaan cahaya dan pembentukan representasi penglihatan,
pembangunan persepsi teropong dari proyeksi binokular dua dimensi; identifikasi
dan kategorisasi objek visual, menilai jarak antara obyek dan; dan membimbing
gerakan tubuh dalam kaitannya dengan objek visual. Manifestasi psikologis dari
informasi visual dikenal sebagai persepsi visual.
II.1.2. Pengertian Translasi Visual
Translasi Visual adalah teknik visualisasi dengan mengambil esensi dari suatu
image, diringkas, direka ulang menjadi image baru. Ada beberapa desainer yang
menamakan translasi visual sebagai visual morphing, visual hirarki, tahapan
visual dan lain-lain, namun pada intinya yang ditekankan adalah bagaimana
sebuah tampilan visual dapat terwujud dan memiliki rangkaian proses yang
rasional.
Semua perpindahan media pasti akan mengalami translasi visual. Termasuk kisah
6 II.2. Perang Diponegoro
II.2.1. Kisah Perang Diponegoro
Setelah kekalahannya dalam Peperangan era Napoleon di Eropa, pemerintah
Belanda yang berada dalam kesulitan ekonomi berusaha menutup kekosongan kas
mereka dengan memberlakukan berbagai pajak di wilayah jajahannya, termasuk
di Hindia Belanda. Selain itu, mereka juga melakukan monopoli usaha dan
perdagangan untuk memaksimalkan keuntungan. Pajak-pajak dan praktek
monopoli tersebut amat mencekik rakyat Indonesia yang ketika itu sudah sangat
menderita.
Untuk semakin memperkuat kekuasaan dan perekonomiannya, Belanda mulai
berusaha menguasai kerajaan-kerajaan lain di Nusantara, salah satu di antaranya
adalah Kerajaan Yogyakarta. Ketika Sultan Hamengku Buwono IV wafat,
kemenakannya, Sultan Hamengku Buwono V yang baru berusia 3 tahun, diangkat
menjadi penguasa. Akan tetapi pada prakteknya, pemerintahan kerajaan
dilaksanakan oleh Patih Danuredjo, seseorang yang mudah dipengaruhi dan
tunduk kepada Belanda. Belanda dianggap mengangkat seseorang yang tidak
sesuai dengan pilihan/adat keraton.
Pada pertengahan bulan Mei 1825, pemerintah Belanda yang awalnya
memerintahkan pembangunan jalan dari Yogyakarta ke Magelang lewat Muntilan,
mengubah rencananya dan membelokan jalan itu melewati Tegalrejo. Rupanya di
salah satu sektor, Belanda tepat melintasi makam dari leluhur Pangeran
Diponegoro. Hal inilah yang membuat Pangeran Diponegoro tersinggung dan
memutuskan untuk mengangkat senjata melawan Belanda. Ia kemudian
memerintahkan bawahannya untuk mencabut patok-patok yang melewati makam
tersebut.
Belanda yang mempunyai alasan untuk menangkap Pangeran Diponegoro karena
dinilai telah memberontak, pada 20 Juli 1825 mengepung kediaman beliau.
Terdesak, Pangeran beserta keluarga dan pasukannya menyelamatkan diri menuju
barat hingga Desa Dekso di Kabupaten Kulonprogo, dan meneruskan ke arah
Kota Bantul. Sementara itu, Belanda yang tidak berhasil menangkap Pangeran
Diponegoro, membakar habis kediaman Pangeran.
Pangeran Diponegoro kemudian menjadikan Goa Selarong, sebuah goa yang
terletak di Dusun Kentolan Lor, Guwosari Pajangan Bantul, sebagai basisnya.
Pangeran menempati goa sebelah Barat yang disebut Goa Kakung, yang juga
menjadi tempat pertapaan beliau. Sedangkan Raden Ayu Retnaningsih (selir yang
paling setia menemani Pangeran setelah dua istrinya wafat) dan pengiringnya
menempati Goa Putri di sebelah Timur.
Setelah penyerangan itu, dimulailah sebuah perang besar yang akan berlangsung 5
tahun lamanya. Di bawah kepemimpinan Diponegoro, rakyat pribumi bersatu
dalam semangat "Sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi tekan pati"; sejari kepala
sejengkal tanah dibela sampai mati. Selama perang, sebanyak 15 dari 19 pangeran
bergabung dengan Diponegoro. Perjuangan Diponegoro dibantu Kyai Maja yang
juga menjadi pemimpin spiritual pemberontakan. Dalam perang jawa ini Pangeran
Diponegoro juga berkoordinasi dengan I.S.K.S. Pakubowono VI serta Raden
Tumenggung Prawirodigdoyo Bupati Gagatan.
Pertempuran terbuka dengan pengerahan pasukan-pasukan infantri, kavaleri dan
artileri yang sejak perang Napoleon menjadi senjata andalan dalam pertempuran
frontal di kedua belah pihak berlangsung dengan sengit. Front pertempuran terjadi
di puluhan kota dan desa di seluruh Jawa. Pertempuran berlangsung sedemikian
sengitnya sehingga bila suatu wilayah dapat dikuasai pasukan Belanda pada siang
hari, maka malam harinya wilayah itu sudah direbut kembali oleh pasukan
pribumi; begitu pula sebaliknya. Jalur-jalur Iogistik dibangun dari satu wilayah ke
wilayah lain untuk menyokong keperluan perang. Berpuluh kilang mesiu
dibangun di hutan-hutan dan dasar jurang. Produksi mesiu dan peluru berlangsung
terus sementara peperangan berkecamuk. Para telik sandi dan kurir bekerja keras
mencari dan menyampaikan informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi
perang. Informasi mengenai kekuatan musuh, jarak tempuh dan waktu, kondisi
medan, curah hujan menjadi berita utama; karena taktik dan strategi yang jitu
8 Serangan-serangan besar rakyat pribumi selalu dilaksanakan pada bulan-bulan
penghujan; para senopati menyadari sekali untuk bekerjasama dengan alam
sebagai "senjata" tak terkalahkan. Bila musim penghujan tiba, gubernur Belanda
akan melakukan usaha-usaha untuk gencatan senjata dan berunding, karena hujan
tropis yang deras membuat gerakan pasukan mereka terhambat. Penyakit malaria,
disentri, dan sebagainya merupakan "musuh yang tak tampak", melemahkan
moral dan kondisi fisik bahkan merenggut nyawa pasukan mereka. Ketika
gencatan senjata terjadi, Belanda akan mengonsolidasikan pasukan dan
menyebarkan mata-mata dan provokator mereka bergerak di desa dan kota;
menghasut, memecah belah dan bahkan menekan anggota keluarga para pengeran
dan pemimpin perjuangan rakyat yang berjuang dibawah komando Pangeran
Diponegoro. Namun pejuang pribumi tersebut tidak gentar dan tetap berjuang
melawan Belanda.
Pada puncak peperangan, Belanda mengerahkan lebih dari 23.000 orang serdadu;
suatu hal yang belum pernah terjadi ketika itu dimana suatu wilayah yang tidak
terlalu luas seperti Jawa Tengah dan sebagian Jawa timur dijaga oleh puluhan ribu
serdadu. Dari sudut kemiliteran, ini adalah perang pertama yang melibatkan
semua metode yang dikenal dalam sebuah perang modern. Baik metode perang
terbuka (open warfare), maupun metode perang gerilya (guerrilla warfare) yang
dilaksanakan melalui taktik hit and run dan penghadangan. ini bukan sebuah
tribal war atau perang suku. Tapi suatu perang modern yang memanfaatkan
berbagai siasat yang saat itu belum pernah dipraktekkan. Perang ini juga
dilengkapi dengan taktik perang urat syaraf (psy-war) melalui insinuasi dan
tekanan-tekanan serta provokasi oleh pihak Belanda terhadap mereka yang terlibat
langsung dalam pertempuran; dan kegiatan telik sandi (spionase) di mana kedua
belah pihak saling memata-matai dan mencari informasi mengenai kekuatan dan
kelemahan lawannya.
Pada tahun 1827, Belanda melakukan penyerangan terhadap Diponegoro dengan
menggunakan sistem benteng sehingga Pasukan Diponegoro terjepit. Pada tahun
1829, Kyai Modjo, pemimpin spiritual pemberontakan, ditangkap. Menyusul
Prawirodirjo menyerah kepada Belanda. Akhirnya pada tanggal 28 Maret 1830,
Jenderal De Kock berhasil menjepit pasukan Diponegoro di Magelang. Di sana,
Pangeran Diponegoro menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa
anggota laskarnya dilepaskan. Maka, Pangeran Diponegoro ditangkap dan
diasingkan ke Manado, kemudian dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di
Benteng Rotterdam tanggal 8 Januari 1855.
Berakhirnya Perang Jawa merupakan akhir perlawanan bangsawan Jawa. Perang
Jawa ini banyak memakan korban dipihak pemerintah Hindia sebanyak 8.000
serdadu berkebangsaan Eropa, 7.000 pribumi, dan 200.000 orang Jawa. Sehingga
setelah perang ini jumlah penduduk Yogyakarta menyusut separuhnya.
II.2.2. Elemen Visual yang Terdapat pada Kisah Perang Diponegoro
Kisah Perang Diponegoro memiliki sangat banyak elemen visual. Mulai dari
tokoh, lokasi, hingga senjata-senjata yang digunakan.
II.2.2.1. Tokoh
Pangeran Diponegoro
Diponegoro adalah putra sulung Hamengkubuwana III, seorang raja Mataram di
Yogyakarta. Lahir pada tanggal 11 November 1785 di Yogyakarta dari seorang
garwa ampeyan (selir) bernama R.A. Mangkarawati, yaitu seorang garwa
ampeyan (istri non permaisuri) yang berasal dari Pacitan. Pangeran Diponegoro
10
Gambar II.1. Pangeran Diponegoro Sumber: Carey (2007)
Menyadari kedudukannya sebagai putra seorang selir, Diponegoro menolak
keinginan ayahnya, Sultan Hamengkubuwana III, untuk mengangkatnya menjadi
raja. Ia menolak mengingat ibunya bukanlah permaisuri. Diponegoro mempunyai
3 orang istri, yaitu: Bendara Raden Ayu Antawirya, Raden Ayu Ratnaningsih, &
Raden Ayu Ratnaningrum.
Diponegoro lebih tertarik pada kehidupan keagamaan dan merakyat sehingga ia
lebih suka tinggal di Tegalrejo tempat tinggal eyang buyut putrinya, permaisuri
dari HB I Ratu Ageng Tegalrejo daripada di keraton. Pemberontakannya terhadap
keraton dimulai sejak kepemimpinan Hamengkubuwana V (1822) dimana
Diponegoro menjadi salah satu anggota perwalian yang mendampingi
Hamengkubuwana V yang baru berusia 3 tahun, sedangkan pemerintahan
sehari-hari dipegang oleh Patih Danurejo bersama Residen Belanda. Cara perwalian
Dalam kisah perang Diponegoro, Pangeran Diponegoro merupakan tokoh utama.
Karakternya gagah, berani, bijak dan santun, namun tak takut pada pihak kolonial
Belanda. Visualisasi Pangeran Diponegoro haruslah menonjolkan sisi
kepahlawanan dan keberaniannya.
Jendral De Kock
Hendrik Merkus Baron de Kock (lahir di Heusden, 25 Mei 1779 – meninggal di
Den Haag, 12 April 1845 pada umur 65 tahun) adalah seorang perwira militer,
menteri, dan senator Belanda.
Gambar II.2. Jenderal de Kock Sumber: Carey (2007)
Pada 1801 dia masuk dinas angkatan laut Republik Batavia dan menjelang 1807
ditempatkan di Hindia-Belanda. Pada 1821 dia terlibat dalam ekspedisi militer ke
Kesultanan Palembang untuk menekan pemberontakan sultan Palembang. Sultan
berhasil ditangkap dan Kesultanan Palembang dihapuskan. Selanjutnya, sebagai
letnan gubernur jenderal (1826-1830), De Kock menuntun perjuangan terhadap
Pangeran Diponegoro di Perang Diponegoro. Sebelumnya, ia ditugaskan sebagai
gubernur jenderal sementara pada masa pergantian pemerintahan Godert van der
12 Ia dianugerahi gelar Baron pada 1835 karena jasa-jasanya dan bertugas di
pemerintah Belanda sebagai menteri luar negeri dan menteri negara antara
1836-1842. Selanjutnya ia menjadi anggota Dewan Parlemen (Majelis Tinggi) sampai
kematiannya.
Karakter yang dimiliki Jenderal De Kock adalah kuat, licik, bengis, dan tak kenal
ampun, dan sangat berkuasa. Maka visualisasi Jenderal De Kock haruslah
menonjolkan kelicikan dan keserakahannya, juga sosok adidayanya.
Prajurit Jawa
Pada Jaman Kerajaan dahulu, setiap kerajaan mempunyai prajurit atau tentara
untuk melindungi kerajaannya, demikian juga dengan kerajaan-kerajaan di Jawa
pada saat itu. Prajurit Jawa berwatak pekerja keras, pemberani dan pantang
menyerah.
Gambar II.3. Pakaian perang prajurit Jawa Sumber: Carey (2007)
Pakaian perang ala Jawa ini terdiri atas celana yang berkancing, panjangnya dari
berperang yang disebut kathok juga dilengkapi dengan celana pendek. Hanya saja
celana pendek tersebut diletakkan (dipakai) di luar celana panjang.
Pakaian perang ala Jawa juga dilengkapi dengan rompi ketat tanpa kancing yang
sering disebut sangsang. Di atas sangsang terdapat rompi dengan kancing yang
dimulai dari leher sampai perut. Di atas semua jenis baju itu dikenakan baju
lengan panjang yang disebut sikepan. Baju lengan panjang ini jika dilihat model
atau potongannya agak mirip dengan jaket panjang. Umumnya pakaian perang
juga dilengkapi dengan tutup kepala. Penutup kepala pertama umumnya berupa
kain yang diikat dan disimpulkan. Kemudian penutup kepala paling luar
umumnya berupa tutup kepala semacam topi atau kuluk.
Prajurit Belanda
Tidak begitu banyak kisah yang menceritakan Prajurit Belanda secara terperinci,
yang diketahui hanyalah bahwa mereka bersifat angkuh, kejam, dan sangat patuh
pada atasannya.
14 Ciri khas tentara Belanda adalah topinya yang hitam dan memanjang keatas ,
seragamnya yang didominasi warna biru dan emas. Juga aksesoris-aksesoris
seperti emblem penanda pangkat dan bendera kebangsaan.
Tokoh Lain Patih Danurejo
Patih Danurejo merupakan pemegang kekuasan era pemerintahan Sri Sultan
Hamengku Buwono V yang masih berusia 3 tahun. Patih Danurejo sangat dekat
dan cenderung lemah terhadap Belanda. Karakternya sangat mudah diperalat dan
dipengaruhi orang.
Kanjeng Ratu (Permaisuri Sri Sultan HB I)
Kanjeng Ratu yang merupakan Buyut dari Pangeran Diponegoro yang semasa
kecilnya biasa dipanggil Raden Mas Mustahar, memiliki rasa kasih sayang yang
teramat dalam pada cicitnya tersebut, bahkan mungkin lebih dari ibunya sendiri.
Beliau merupakan sosok yang telah membentuk Pangeran Diponegoro menjadi
seorang yang pemberani, namun tetap menjadikan keislaman sebagai acuan pada
kehidupan sehari-harinya. Beliau sosok pelindung dan pemberi kasih sayang yang
II.2.2.2. Senjata Keris
Keris adalah senjata tikam golongan belati (berujung runcing dan tajam pada
kedua sisinya) dengan banyak fungsi budaya yang dikenal di kawasan Nusantara
bagian barat dan tengah. Bentuknya khas dan mudah dibedakan dari senjata tajam
lainnya karena tidak simetris di bagian pangkal yang melebar, seringkali bilahnya
berliku-liku, dan banyak di antaranya memiliki pamor, yaitu guratan-guratan
logam cerah pada helai bilah.
Gambar II.3. Keris dan warangka (sarung keris)
Sumber: http://img5.tokobagus.biz/96/83/9668835_868691_4fdabd3b51cdd.jpg
Pada masa lalu keris berfungsi sebagai senjata dalam duel atau peperangan,
sekaligus sebagai benda pelengkap sesajian. Maka dari itu, banyak yang
16 Pistol
Pistol ialah peralatan mekanik yang menembakkan proyektil pada kecepatan
tinggi, dengan menggunakan pendorong seperti bubuk mesiu. Pistol ini digunakan
Belanda untuk menembak prajurit Jawa dan penduduk sipil. Beberapa Pistol juga
dirampas prajurit Jawa dan digunakan untuk menyerang balik Belanda.
Gambar II.4. Pistol VOC 1863
Sumber:http://murahantik.blogspot.com/2010/03/pistol-voc-zaman-belanda.html
Bayonet
Bayonet (dari bahasa Perancis baïonnette) adalah pisau, belati, atau senjata tajam
lain yang dirancang untuk dipasang pada moncong senjata api laras panjang.
Dengan ini, senjata api dapat berfungsi seperti tombak, dan dapat menjadi senjata
jarak dekat atau senjata pertahanan terakhir.
Gambar II.5. Bayonet keluaran tahun 1800
Tombak
Tombak atau lembing adalah senjata yang banyak ditemukan di seluruh peradaban
dunia, terutama karena kemudahan pembuatannya dan biaya pembuatannya yang
murah. Tombak adalah senjata untuk berburu dan berperang, bagiannya terdiri
dari tongkat sebagai pegangan dan mata atau kepala tombak yang tajam dan
kadang diperkeras dengan bahan lain.
Gambar II.6. Tombak jawa Tulang Pamor Sumber:
http://i218.photobucket.com/albums/cc279/pandeka_minang/TombakJawaTulang02.jpg
Di Indonesia tombak menjadi senjata utama yang banyak digunakan oleh
tentara-tentara tradisional nusantara. Ini terutama karena kelangkaan besi dan logam
lainnya di Indonesia sehingga sulit untuk membuat pedang. Oleh karena itu
senjata yang lebih umum digunakan di Indonesia atau bangsa-bangsa melayu dulu
adalah senjata yang menggunakan lebih sedikit besi dibanding pedang yaitu
kapak, parang atau golok, dan tombak. Di antara senjata-senjata tadi yang hanya
18 II.2.3.1 Board Game
Menurut Mike Scorviano (2010), Board game adalah jenis permainan di mana
alat-alat atau bagian-bagian permainan ditempatkan, dipindahkan, atau digerakkan
pada permukaan yang telah ditandai atau dibagi-bagi menurut seperangkat aturan.
Permainan mungkin didasarkan pada strategi murni, kesempatan atau campuran
dari keduanya dan biasanya memiliki tujuan yang harus dicapai seseorang. Board
game versi awal merepresentasikan pertempuran antara dua pasukan dan board
game terbaru masih didasarkan pada tujuan untuk mengalahkan pemain lawan
dalam hal jumlah, posisi menang atau poin tertinggi.
II.2.3.2. Manfaat Board Game
Permainan board games memiliki dua fungsi. Fungsi pertama tentunya sebagai
media yang menghibur. Fungsi kedua adalah permainan ini bisa menjadi
media edukatif yang efisien
Board games menuntut para pemain untuk bisa berinteraksi dan berkomunikasi
satu sama lain. Oleh karena itu, permainan tersebut dapat menjadi suatu media
sosial yang menyenangkan.
Permainan board games, sangat mungkin untuk mengangkat tema apapun. Tema
edukatif yang diangkat bisa berupa cerita, sejarah, dan sebagainya.
II.2.4.1 Trading Card Game
Trading card game adalah permainan kartu yang bergambar, yang memiliki
gambar berbeda satu sama lain. Trading card game biasanya dimainkan oleh 2
orang, namun beberapa permainan ada yang jumlahnya lebih dari 2 orang. Dalam
trading card game, 1 lembar kartu tidak dapat dimainkan, butuh beberapa lembar
kartu untuk membangun (Ghandi, 2012).
Salah satu jenis trading card game yang terkenal di Indonesia adalah Yu-Gi-Oh!
Trading Card Game
Yu-Gi-Oh! Trading Card Game adalah permainan kartu koleksi Jepang yang
Yu-Gi-Oh!, Duel Monsters yang dibuat oleh manga artist Kazuki Takahashi, yang
merupakan plot utama yang populer dalam seri manga, Yu-Gi-Oh!, dan berbagai
film animasi. Permainan Yu-Gi-Oh! Trading Card Game pertama kali
diluncurkan oleh Konami pada tahun 1999. Permainan ini tercatat sebagai Top
Selling trading card game di dunia oleh Guinness World Records pada tanggal 7
Juli 2009, karena telah menjual lebih dari 25 miliar kartu di seluruh dunia. [1]
Permainan trading card ini terus mengalami peningkatan popularitas sebagaimana
ia dimainkan di seluruh dunia, kebanyakan di Jepang, Amerika Utara, Eropa dan
Australia.
Setiap pemain diberikan LP (Life Points) sebesar 2000 atau 4000. Minimal kartu
dalam deck harus ada minimal 40 buah, dan maksimal 60 buah jika kelebihan atau
kurang maka pemain akan didisfikualisasi.
Life Point yang berkurang biasanya sesuai selisih attack point musuh dengan
attack point monster sendiri dan dalam posisi menyerang, sedangkan monster
dalam posisi bertahan life point pemian tidak berkurang. Jika monster menyerang
dengan musuh poin serangan sama, maka kedua monster akan hancur dan tidak
terjadi damage pada life point.
Kondisi untuk memenangkan suatu duel adalah salah satu dari kondisi berikut
(yang mana yang lebih dahulu terpenuhi) yaitu: Menghabiskan "Life Point"
Musuh sehingga 0, atau Lawan menyerah atau Menghabiskan Dek Lawan
20 Anatomi Kartu Yu-Gi-Oh! TCG (Trading Card Game)
Monster Card
Monster Card adalah kartu
dengan tipe monster. Biasanya
kartu jenis ini digunakan untuk
lemahnya kartu terhadap
monster dengan tipe yang
lain
3. Level monster (biasanya
monster dengan level
lebih dari 4 memerlukan 1
monster di field untuk
dikorbankan
4. Gambar monster
5. Keterangan & efek mon-ster
6. Display kekuatan serang-an & pertahanan monster.
7. Warna kartu menentukan dengan cara apa kartu tersebut dapat dipanggil.
Beberapa kartu dapat dipanggil dengan cara biasa, dan yang lain dapat
dipanggil dengan memadukan 2 buah kartu, dan juga dapat dipanggil dengan
kartu ritual.
Tentang efek monster: beberapa monster dilengkapi atribut effect. Atribut ini
memliki pengaruh yang berbeda-beda. Beberapa dapat melancarkan serangan
langsung kepada life point lawan, atau mampu memusnahkan secara langsung
diaktifkan langsung saat kartu memasuki field, atau dengan cara membalikkan
kartu (flip)
Spell Card
Spell Card adalah kartu sihir.
kartu ini memiliki berbagai
macam fungsi. Beberapa
dianta-ra kartu ini dapat memanggil
monster tertentu, menambah life
point, dan banyak lainnya
1. Nama kartu
2. Tipe kartu
3. Gambar kartu
4. Keterangan & efek kartu
Trap Card
Trap Card adalah kartu
jebakan. kartu ini memiliki
berbagai macam fungsi.
Bebe-rapa diantara kartu ini dapat
22 Papan Game TCG
Gambar II.11 Papan kartu Yu-Gi-Oh! Sumber: Pribadi
= Area dek kartu
= Area kartu monster
= Area kartu sihir area (kartu sihir yang efeknya mempengaruhi seluruh kartu
yang ada di papan
= Area kartu fusion (kartu monster gabungan)
= Area kartu sihir / jebakan
II.2.5. Target Audience
Target dari permainan ini adalah remaja berusia 13 tahun ke atas. Imanjinasi
dan fantasi anak berusia demikian sudah terbangun. Suatu media diperlukan
agar mereka bisa bersosialisasi dengan baik. Permainan ini diharapan dapat
menjadi sebuah media sosial dan sarana komunikasi dengan teman sebayanya.
II.2.5.1. Demografis
Target Primer: anak-anak dan remaja; laki-laki dan perempuan yang berumur
13-17 tahun. Anak-anak sangat suka berimajinasi pada umur ini dan
pembelajaran sosialisasi sederhana diperlukan.
Target Sekunder: orang dewasa; pria dan wanita berumur 17-50 tahun. Orang
dewasa juga bisa bermain untuk menghilangkan penatnya ketika beraktivitas
selain untuk mendampingi anak bermain.
II.2.5.2. Psikografis
Target Primer: remaja yang sangat menyukai cerita peperangan dan cerita aksi
Target Sekunder: seluruh lapisan masyarakat yang membutuhkan hiburan yang
menarik dan edukatif.
II.2.5.3. Geografis
Target Primer: daerah perkotaan dengan masyarakat yang modern. Target
24 BAB III
STRATEGI PERANCANGAN & KONSEP VISUAL
III.1. Strategi Komunikasi
Tujuan dari perancangan ini adalah memberikan pengetahuan kepada
masyarakat umum tentang Perang Diponegoro. Masyarakat, khusunya siswa
SD-SMP diharapkan dapat mengenal lebih jauh tentang sejarah perang ini. Yang
nantinya akan menumbuhkan rasa nasionalisme dan kebanggan terhadap
pahlawan-pahlawan nasional.
Materi yang akan disampaikan adalah pengetahuan berupa kejadian-kejadian,
karakter- karakter, lokasi, dan senjata yang ada dalam kisah perang Diponegoro.
Yang nantinya akan berkesinambungan dengan pola permainan board game ini.
III.1.1. Strategi Visual
katan visual ilustrasi dengan gaya visual realistis.
III.1.2. Strategi Nonvisual
Alur cerita pada board games ini berjenis strategi perang karena dalam
perancangannya menggunakan elemen-elemen perang seperti penggunaan senjata,
dan taktik perang. Nama dari board games itu sendiri dan hal-hal yang ada di
III.1.3. Strategi Kreatif
Kisah perang Diponegoro memiliki alur yang panjang dan memiliki banyak
elemen yang berkaitan dengan strategi dan taktik untuk mencapai kemenangan.
Tema ini sangat menarik dan memungkinkan untuk diangkat ke dalam board
games. Board games tersebut bertipe strategi dan pertempuran sehingga bisa
terjadi interaksi yang sangat sering.
III.1.4. Strategi Media
Media dipilih untuk menyampaikan pesan kepada target secara informatif dan
menarik agar pesan yang disampaikan dapat diterima dengan mudah. Oleh
karena itu, pemilihan media kampanye ini haruslah efektif, efisien, dan tepat
sasaran. Media tersebut terbagi menjadi tiga macam yaitu, media utama,
media promosi dan media gimmick.
III.1.4.1. Media Utama
Media permainan berupa board games dibuat dengan menggunakan karakter
yang terdapat dalam kisah Perang Diponegoro. Permainan ini memiliki
mekanisme dan peraturan yang harus dikuasai oleh pemain itu sendiri. Permainan
ini memiliki permukaan papan sebagai media bermain. Perlengkapannya berupa
karakter dari kisah Perang Jawa, seperangkat kartu yang dapat membantu atau
menghalangi para pemain, emblem untuk menandai wilayah kekuasaan pemain,
dan beberapa perlengkapan pendukung seperti dadu dan bidak.
Poster
Pemilihan media ini masih sangat memungkinkan. Media ini dapat
26 III.1.4.2.. Media Gimmick
Media ini sangat diperlukan untuk menarik target audience. Media ini pun bisa
dijadikan sebagai promosi tidak langsung.Media gimmick yang dibuat adalah
sebagai berikut:
Stiker
Stiker adalah media yang fleksibel karena dapat digunakan dimana saja.
Pin
Pin juga merupakan media yang fleksibel. Pin dapat digunakan pada media
berbahan kain.
III.5. Strategi Distribusi
Board games ini berkisar pada harga Rp.500.000,-. Harga tersebut masih relatif
murah untuk game berjenis ini. Target audience akan mendapatkan media yang
menarik dalam permainan ini. Terdapat ilustrasi yang menarik dan mekanisme
permainan yang memainkan dan melatih logika otak.
Distribusi board games dapat melalui penjualan langsung. yaitu di toko-toko buku
seperti Gramedia dan Gunung Agung. Serta Pusat penjualan mainan seperti Toys’R Us dan Kidz Station.
III.6. Konsep Nonvisual
Permainan yang dipilih adalah sejenis board games yang memakai kartu
sebagai bantuannya. Permainan lebih ditekankan pada persaingan dan penggunaan
strategi yang kuat. Permainan ini diangkat karena pada umumnya di Indonesia
III.5.1. Studi Referensi Permainan
Permainan yang dijadikan referensi adalah “Danjon and Battle Game‟.
Permainan ini adalah bonus yng terdapat pada komik Yu-Gi-Oh jilid ke-7. Di sini
pemain berperan sebagai seorang pengembara yang tersesat di sebuah gua bawah
tanah. Dan masing-masing pemain harus bersaing agar bisa mendapatkan harta
karu yang tersimpan di sana.
Gambar III.1.Board game Danjon and Battle
sumber: pribadi
III.5.2. Konsep Mekanisme Permainan
Board game ini mampu dimainkan oleh 2 orang pemain. Kedua pemain diberi
Life Point 500 Pemain melempar dadu dan menggerakan bidak secara bergantian.
Pemain dapat meletakkan emblem sebagai tanda wilayah kekuasaan. Apabila
pemain menginjak salah satu kotak coklat tua, maka mereka diperbolehkan untuk
mengambil kartu. Kartu ini berguna untuk menyerang musuh, menambah
pertahanan, atau efek lain seperti kesempatan untuk melempar dadu kembali, atau
pindah ke kotak mana saja. Permainan ini memerlukan strategi dan keberuntungan
28 melarikan diri. Pemain yang pertama kali berhasil meletakkan semua emblem atau
mengurangi Life Point musuhnya hingga 0 keluar sebagai pemenang.
III.7. Konsep Warna
Ilustrasi dalam bentuk permainan ini dikerjakan dengan menggunakan media
digital dengan warna CMYK. CMYK adalah kependekan dari komponen warna
dasar Cyan (Biru muda), Magenta (Merah), Yellow (Kuning), dan Black
(Hitam). Warna tersebut dipergunakan dalam proses pencetakan Offset maupun
Printing Komputer. Warna-warna yang dipilih adalah warna yang memiliki
kesan tradisional, dan agak kuno. Warna-warna itu dipilih karena disesuaikan
dengan unsur sejarah dari Perang Diponegoro itu sendiri. Berikut ini adalah
warna-warna tersebut:
Gambar 3.2.Konsep warna board game Java Wars
sumber: pribadi
III.8.1 Konsep Logo
Logo ini dibuat atas dasar simbol Erucakra. Erucakra merupakan simbol yang
digunakan oleh tentara Jawa pada Perang Diponegoro. Biasanya simbol ini disematkan pada panji perang. Simbol ini memiliki arti “Ratu Adil”, seorang pahlawan yang dicantumkan dalam ramalan Jayabaya, yang tugasnya
terbentuk dari sebuah lingkaran dengan lengkungan di dalamnya, yang merupakan
bentuk penyederhanaan dari sinar matahari. Dan 2 buah anak panah yang
bersilang. Logo ini dipilih karena memiliki nilai sejarah yang tinggi, yang sangat
erat kaitannya dengan kisah Perang Diponegoro. Warna yang dipilih adalah warna
turunan coklat karena sesuai dengan batik tentara Jawa yang kebanyakan coklat.
Logotype diletakkan di sisi kanan dan kiri logograph.
Kiri: Gambar III.3. Gambar Erucakra yang terdapat pada lukisan Perang Jawa Sumber: Carey (2007)
Kanan: Gambar III.4. Logo Java Wars The Game Sumber: Pribadi
III.8.1 Konsep Papan Permainan
Penulis mengambil tema perebutan kekuasaan dan persaingan yang merupakan
unsur utama dalam kisah Perang Diponegoro. Papan yang dibuat mengambil
inspirasi dari peta Yogyakarta. Papan ini memiliki 2 kotak start yang berbeda di
tiap sisi sehingga para pemain dapat terlebih dulu membekali diri dengan
30
Gambar III.5. Hasil akhir ilustrasi Papan Permainan Sumber: Pribadi
Bentuk dari Papan permainan ini berbentuk persegi panjang. Bentuk demikian
bertujuan memudahkan penyimpanan.
III.8.2. Konsep Karakter
Penulis memakai karakter penting dalam kisah Perang Diponegoro dan
permainan disesuaikan dengan ceritanya. Masing-masing karakter tersebut
memiliki ciri khusus.
Pangeran Diponegoro
Penulis mengambil karakteristik yang penting dari Pangeran Diponegoro.
Yaitu kulitnya yang gelap, hidungnya yang tidak begitu mancung, dan
matanya yang tajam. Penulis mengambil referensi untuk kostum dari
lukisan karya Nicolaas Pieneman. Diberikan sedikit modifikasi pada
Kiri: Gambar III.6. Lukisan Diponegoro oleh Nicolaas Pieneman Sumber: Carey (2007)
Kanan: Gambar III.7. Ilustrasi Pangeran Diponegoro Sumber: Pribadi
Jenderal De Kock
Sosok Jenderal de Kock yang angkuh dan sangat berkuasa harus
ditonjolkan pada ilustrasinya.
Kiri: Gambar III.8. Lukisan Jenderal de Kock Sumber: Wikipedia
32 Tentara Jawa
Tentara Jawa digambarkan sebagai sosok pemuda yang pemberani dan
penuh perhitungan.
Kiri: Gambar III.10. Lukisan Prajurit Jawa Sumber: Carey (2007)
Kanan: Gambar III.11. Ilustrasi Prajurit Jawa Sumber: Pribadi
Tentara Belanda
Tentara Belanda sangat terlatih untuk pertempuran dan akan menaati
peraturan yang diberikan oleh pimpinannya.
Kiri: Gambar III.12. Gambar seragam prajurit Belanda (sumber wikipedia)
Patih Danuredjo
Patih Danuredjo merupakan pemegang kekuasaan pada saat pemerintahan
Sultan HB V. Danuredjo merupakan kaki tangan Belanda yang sangat
patuh.
Kiri: Gambar III.14. Gambar patih Danuredjo Sumber: Carey, (2007)
Kanan: Gambar III.15. Ilustrasi Danuredjo Sumber: Pribadi
Ratu Ageng
Ratu Ageng adalah Istri Sultan HB I sekaligus nenek Diponegoro. Beliau
merupakan orang terdekat Diponegoro semasa kecil, dan sering
memberinya nasihat serta semangat.
Kiri: Gambar III.16. Gambar ratu Ageng Sumber: Carey, (2007)
34 Senjata-senjata
Senjata-senjata yang digunakan adalah senjata dari tahun 1820-an sampai
1870-
Gambar III.18. Ilustrasi keris Sumber: Pribadi
Gambar III.20. Ilustrasi tombak Sumber: Pribadi
Gambar III.19. Ilustrasi pistol Sumber: Pribadi
BAB IV
MEDIA DAN TEKNIS PRODUKSI
IV.1. Media Utama
Media utama dari perancangan ini adalah sebuah permainan board games yang
banyak menggunakan perlengkapan untuk mendukung permainan ini.
IV.1.1. Papan Permainan
Papan ini di print pada kertas Albatros berukuran 48x45 cm. Kemudian diletakkan
pada papan kayu berukuran sama dengan ketebalan 8cm dan dilapisi plexiglass
dengan ukuran yang sama
.
Gambar IV.1. Papan permainan java Wars Sumber: Pribadi
Spesifikasi:
Ukuran: 48 cm x 45 cm
Teknis Bahan: Albatros 260 gram, kayu akasia, plexiglass
Teknis: Print Laser
36 IV.1.2. Kartu
Kartu dicetak pada art paper berukuran 8,5 cm x 6 cm
Gambar IV.2. Kartu Java Wars Sumber: Pribadi
Spesifikasi:
Ukuran: 8,5 cm x 6 cm
Teknis Bahan: Art Paper 260 gram
Teknis: Print Laser
Jumlah: 3-40 lembar
IV.1.3. Bidak
Bidak yang digunakan merupakan karakter utama pada masing-masing kubu..
Spesifikasi:
Ukuran: 2,5 cm x 2,5 cm x 8 cm
Teknis Bahan: Jumping Clay
Teknis: ukir
IV.1.4. Dadu
Dadu yang digunakan tidak jauh berbeda dengan dadu pada umumnya.
Gambar IV.2. Dadu Sumber: Pribadi
Spesifikasi:
Ukuran: 1,2 cm x 1,2 cm x 1,2 cm
Teknis Bahan: plastik
Jumlah: 2 buah
IV.1.6. Emblem
Emblem adalah kepingan koin yang berfungsi untuk menandakan wilayah
kekuasaan. Ini juga berfungsi sebagai syarat dikeluarkannya sebuah kartu.
38 Spesifikasi:
Ukuran: 2 cm x 2 cm x 0,5 cm
Teknis Bahan: resin
Jumlah: 30 buah
IV.1.6. Kemasan
Kemasan ini dibuat dalam bentuk kotak. Kemasan ini berfungsi untuk melindungi
papan saat papan dibawa ke luar ruangan. Kotak ini memiliki ilustrasi logo Java
Wars di depan dan perkenalan pada permainan di belakangnya.
Gambar IV.4. Tampak depan kemasan Sumber: Pribadi
Gambar IV.5. Tampak belakang kemasan Sumber: Pribadi
IV.2. Media Pendukung
Media pendukung ini selain dapat digunakan sebagai sarana promosi Board game
Java Wars, juga sebagai merchandise untuk setiap pembelian Board game Java
Wars.
IV.2.1. Poster
Poster untuk promoi Java Wars dapat ditempel di toko-toko mainan, maupun toko
Gambar IV.6. Poster(Sumber: Pribadi)
Spesifikasi:
Ukuran: A3
Teknis cetak: Art Paper
IV.2.2. Stiker
Stiker ini bisa dibagikan dalam rangka promosi board game Java Wars, dan bisa
juga menjadi bagian dari merchandise di dalam kemasan permainan itu sendiri
Gambar IV.7. Stiker (Sumber: Pribadi)
Spesifikasi:
Ukuran: 7 cm x 15 cm
40
Daftar Pustaka
Agevisual.(2009). Apa yang Harus Dipahami Desainer Grafis?, diakses pada 10 Desember
2011 http://agesvisual.wordpress.com/lingkup/apa-yang-harus-dipahami-desainer-grafis/
Carey, Peter. (2007). The Power of Prophecy: Prince Dipanagara and The End of an Old
Order in Java, 1785-1855. KITLV Press, Belanda
Jogjakini.(2011). Ini Dia Pakaian Perang Prajurit Kerajaa Jawa Dahulu, diakses 12 Januari
2012 http://www.jogjakni.wordpress.com
Kazuki Takahashi (2002) Yu-Gi-Oh! Volume 7, Elex Media Komputindo, Jakarta
Medicastore (2007). Sigelosis (Disentri Basiler), diakses pada 12 Januari 2012
http://www.medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=213
Paul Lagasse (2007), Ibn al-Haytham , Columbia . Columbia, USA
Sutasman, Rahmat.(2007). Pengaruh Minat Belajar Sejarah Terhadap Sikap Kebangsaan
pada Siswa Kelas 1 SMP Negeri Surakarta. Widya Tama. Surakarta, Indonesia
Wahyudi, Agus. (2010). Diponegoro: Pangeran Bermata Tajam Berkilat Iman. DIVA Press
(Anggota IKAPI). Jogjakarta, Indonesia
Yanto. (2007). Mengenang 180 Tahun Perang Diponegoro, diakses pada 10 Desember 2011
Daftar Riwayat Hidup
Data Pribadi
Nama : Insan Kamil Shubhi Jenis kelamin : Pria
Tempat, tanggal lahir : Bandung, 1 April 1990 Kewarganegaraan : Indonesia
Status perkawinan : Belum Menikah Tinggi, berat badan : 168 cm, 60 kg Kesehatan : Sangat Baik
Agama : Islam
Alamat lengkap : Jl. Bukit Dago Utara IV/11 Bandung, 40135 Nomor HP : 085624515341
E-mail : ihateponari@yahoo.com
Pendidikan
» Formal
1996 - 2002 : SD Darul Hikam, Bandung 2002 - 2005 : SMP Negeri 5, Bandung 2005 - 2008 : SMA PGII I Bandung
2008 - 2012 : Program Sarjana (S-1) Desain Komunikasi Visual UNIKOM Bandung
» Non Formal
2012 : Kursus Persiapan TOEFL LIA Buah Batu
Kemampuan
- Kemampuan Komputer (Photoshop, Adobe Illustrator, Flash, CorelDraw) - Kemampuan Internet