MEMBANGUN
MODEL PERENCANAAN WISATA ALAM
BERBASIS SPASIAL DI BOGOR
TRI RAHAYUNINGSIH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Membangun Model
Perencanaan Wisata Alam Berbasis Spasial di Bogor adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Febuari 2016
Tri Rahayuningsih
RINGKASAN
TRI RAHAYUNINGSIH. Membangun Model Perencanaan Wisata Alam
Berbasis Spasial di Bogor. Dibimbing oleh E.K.S. HARINI MUNTASIB dan
LILIK BUDI PRASETYO.
Bogor merupakan salah satu kawasan wisata alam unggulan di Provinsi
Jawa Barat. Bogor memiliki letak geografis yang strategis, yaitu dikelilingi oleh
beberapa gunung tinggi, terdapat beberapa daerah aliran sungai (DAS) besar yang
memiliki 339 cabang dan memiliki tingkat curah hujan yang tinggi sehingga
mendapatkan sebutan sebagai Kota Hujan. Berdasarkan letak geografisnya Bogor
memiliki karakteristik sumberdaya yang unik dan khas, yang berbeda dengan
daerah lainnya. Selain itu Bogor juga memiliki keunikan dan kekhasan budaya
masyarakat yang beragam serta tersebar diwilayahnya. Keberagaman budaya ini
dikarenakan masyarakat Bogor merupakan perpaduan dari berbagai suku dengan
mayoritas suku sunda sebagai suku asli (tuan rumah)
yang berpengaruh besar
membentuk budaya tradisonal di Bogor.
Lingkungan alam dan sosial-budaya
merupakan modal dasar dalam perkembangan wisata di suatu daerah. Sehingga
diperlukan adanya suatu model perencanaan wisata alam berbasis spasial dari
ruang/daerah yang memiliki sumberdaya (fisik, biologi, sosial dan budaya), untuk
pengembangan wisata alam berkelanjutan.
Penelitian ini mengacu dari perencanaan Gunn (1994) serta Bunruamkaew
dan Murayama (2011) yang dimodifikasi; dengan pendekatan sumberdaya (fisik,
biologi, sosial dan budaya). Penentuan kriteria penilaian sumberdaya wisata
dilakukan berdasarkan kriteria daya tarik sumberdaya dan aksesibilitas yang
mengacu pada ADO-ODTWA dengan metode survey lapang dan wawancara.
Selanjutnya dilakukan analisis spasial untuk menyusun peta penilaian kesesuaian
sumberdaya wisata alam.
Model perencanaan wisata alam berbasis spasial dibangun dengan berdasarkan
penilaian daya tarik dan aksesibilitas sehingga diperoleh tingkatan tipologi
wilayah. Hasil penelitian ditemukan tujuh tipologi wilayah: (a) Daya tarik
tinggi-aksesibilitas tinggi 5%; (b) Daya tarik tinggi-tinggi-aksesibilitas sedang 1.8%; (c) Daya
tarik tinggi-aksesibilitas rendah 0.4%; (d) Daya tarik sedang-aksesibilitas tinggi
sebesar 88.2%; (e) Daya tarik sedang-aksesibilitas sedang 2.4%; (f) Daya tarik
sedang-aksesibilitas rendah 0.2%; (g) Daya tarik rendah-aksesibilitas tinggi 2%.
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menyusun perencanaan wisata dan
pengembangannya di Bogor.
SUMMARY
TRI RAHAYUNINGSIH. Developing a Spatial-based Planning Model of
Nature-based Tourism in Bogor. Supervised by E.K.S. HARINI MUNTASIB and LILIK BUDI
PRASETYO.
Bogor is one of excellent nature-based tourism areas in West Java. It lies on
strategic geographical location, surrounded by several high mountains, consists of
several large watershed areas with 339 branches, and has high rainfall that gave the
town the name Rainy City. Due to its geographical location, it has unique and
distinctive characteristics of resources, which distinguish it from other areas. It also has
various cultural uniqueness and distinctiveness, disperse around the area. This cultural
diversity arise from the blending of several tribes, dominated by Sundanese as the native
tribe (the host), which has greatly influence the development of traditional culture in
Bogor. Nature and socio-culture environments are the basic capital in the development
of tourism in a certain area. A spatial-based planning model of nature-based tourism is
needed for an area with resources (physical, biological, social, and cultural) for
sustainable nature-based tourism development.
This research referred to a modified planning phases by Gunn (1994) and
Bunruamkaew and Murayama (2011); using resources (physical, biological, social and
cultural) approach. Tourism resources assessment criteria was determined based on the
criteria of resource‟s attraction
and accessibility, referred to the Operational Area
Analysis of Nature-based Tourism Objects and Attraction (the ADO-ODTWA)
guidelines. Field survey and interview was employed to collect data. Spatial analysis
was carried out to build a map of nature-based tourism resources suitability assessment.
Spatial-based planning model of nature-based tourism was built based on the
assessment of attraction and accessibility, which resulted in the level of area‟s typology.
The research found seven area typologies: (a) high attraction-high accessibility 5%; (b)
high attraction-moderate accessibility 1.8%; (c) high attraction-low accessibility 0.4%;
(d) moderate attraction-high accessibility 88.2%; (e) moderate attraction-moderate
accessibility 2.4%; (f) moderate low accessibility 0.2%; (g) low
attraction-low accessibility 2%. This research provides the basis to compose nature-based tourism
planning and development in Bogor.
Keywords: Bogor, develop, model, nature-based tourism, planning, spatial.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
MEMBANGUN
MODEL PERENCANAAN WISATA ALAM
BERBASIS SPASIAL DI BOGOR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Judul Tesis : Membangun Model Perencanaan Wisata Alam Berbasis Spasial di Bogor
Nama
: Tri Rahayuningsih
NIM
: P052120061
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof Dr E.K.S. Harini Muntasib, MS
Ketua
Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan
Prof Dr Cecep Kusmana, MS
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
PRAKATA
Segenap hati penulis haturkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
ini. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah perencanaan wisata alam, dengan
judul “Membangun Model Perencanaan Wisata Alam Berbasis Spasial di Bogor”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr E.K.S. Harini Muntasib selaku
Ketua Komisi Pembimbing, Bapak Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo selaku Anggota
Komisi Pembimbing atas segala saran, bimbingan, arahan, motivasi dan bantuan yang
telah diberikan kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Dr
Kaswanto, SP MSi selaku penguji dan kepada Bapak Prof Dr Cecep Kusmana MS
selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah
Pascasarjana IPB.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dinas Pariwisata Kebudayaan
Kabupaten dan Kota Bogor, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten dan
Kota Bogor, Badan Pusat Statistik Daerah kabupaten dan Kota Bogor, Seksi Wilayah II
Bogor BKSDA Jawa Barat, Seksi KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa
Barat-Banten, Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Balai Taman
Nasional Gunung Halimun Salak atas bantuan dan kerjasamanya dalam memberikan
informasi dan data yang diperlukan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada rekan-rekan seperjuangan Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan Angkatan 2012 serta rekan-rekan di Laboratorium Analisis Lingkungan
dan Pemodelan Spasial
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan IPB; atas kebersamaannya, diskusi, masukan dan bantuan selama
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di PSL IPB. Kepada kedua orang tua yaitu
Bapak Moh Djamil (Almarhum) dan Ibu Mukidah yang selalu memberi semangat dan
doa, penulis ucapkan terima kasih. Penghargaan secara khusus kepada suami penulis
Anto Wartono dan putri penulis Sekar Pramesti, yang dengan sabar dan penuh
pengertian mendampingi selama menyelesaikan studi ini. Akhirnya penulis berharap
semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Febuari 2016
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Kerangka Pemikiran
2
Perumusan Masalah
3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
3
METODE
3
Waktu dan Tempat Penelitian
3
Tahapan Perencanaan Wisata Alam
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
12
Penentuan Kriteria Penilaian Sumberdaya
12
Peta Dasar Sebagai Acuan Dasar untuk Menyusun Peta Unsur dari Kriteria
Penilaian Sumberdaya
14
Peta Klasifikasi Berdasarkan Kriteria Penilaian Sumberdaya Wisata
22
Model Perencanaan Wisata Alam Berdasarkan Sumberdaya Wisata
26
SIMPULAN DAN SARAN
27
Simpulan
27
Saran
27
DAFTAR PUSTAKA
27
DAFTAR TABEL
1 Jenis, metode pengumpulan dan sumber data.
6
2 Kriteria penilaian dan pengembangan sumberdaya wisata alam di Bogor
berdasarkan wilayah/unit Desa, merupakan modifikasi dari Gunn (1994) dan
ADO-ODTWA (Ditjen PHKA 2003).
8
3 Klasifikasi penilain kriteria sumberdaya.
9
4 Kriteria penilaian sumberdaya wisata.
12
5 Jenis obyek wisata di Bogor berdasarkan sumberdaya wisatanya.
16
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pemikiran
2
2 Peta Lokasi Penelitian
4
3 Kerangka Kerja Membangun Perencanaan Wisata Alam Berbasis Spasial
(Modifikasi: Gunn (1994) dengan Bunruamkaew dan Murayama (2011)).
11
4 Motivasi pengunjung berdasarkan alasan/tujuan kedatangan dan kegiatan
wisata
13
5 Peta Tutupan Lahan Bogor
14
6 Peta Kelas Kelerengan Bogor
15
7 Peta Kelas Ketinggian Bogor
15
8 Peta Kelas Jarak Desa dari Titik Pusat Kota Kecamatan-Bogor
16
9 Contoh adat kesenian dan peninggalan bersejarah di Bogor bagian barat
18
10 Contoh adat kesenian dan peninggalan bersejarah di Bogor bagian tengah 18
11 Contoh adat kesenian dan peninggalan bersejarah di Bogor bagian
timur-selatan
19
12 Peta Sebaran Objek Wisata Alam Bogor
20
13 Peta Sebaran Objek Wisata Budaya dan Sejarah Bogor
21
14 Peta-peta hasil proses penilaian unsur di setiap desa dari kriteria daya tarik
dan aksesibilitas
22
15 Grafik Penilaian Unsur dari Kriteria Daya Tarik dan Aksesibilitas
24
16 Peta klasifikasi berdasarkan kriteria daya tarik
25
17 Peta Klasifikasi Berdasarkan Kriteria Aksesibilitas
25
18 Peta Kesesuaian Sumberdaya Wisata Alam Bogor
26
DAFTAR LAMPIRAN
1 Obyek wisata alam di Bogor
30
2 Obyek wisata budaya dan sejarah di Bogor
54
3 Keinginan pengunjung terhadap sumberdaya wisata alam di Bogor berdasarkan
karakteristik dan motivasi pengunjung
69
4 Hasil penilaian unsur sumberdaya pada 500 desa di wilayah Bogor
berdasarkan kriteria daya tarik dan aksesibilitas
70
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengembangan kegiatan wisata alam di suatu daerah memerlukan suatu
perencanaan yang komprehensif. Inskeep (1991) dan Gunn (1994), menyatakan
bahwa konsep perencanaan wisata yang baik seharusnya menggunakan
pendekatan faktor yang komprehensif dan menyeluruh baik dari sisi daya tarik
(sumberdaya alam dan budaya) serta aksesibilitas. Banyak faktor yang perlu
diperhatikan dalam merencanakan wisata di suatu daerah. Faktor utama adalah
sumberdaya yang sudah dan atau akan dikembangkan untuk menjadi daya tarik
wisata. Selain faktor utama tersebut, faktor lainnya adalah akomodasi, pelayanan
dari masyarakat, sarana prasarana penunjang dan keamanan.
Pengembangan wisata di suatu daerah sampai saat ini umumnya dimulai
dari suatu daya tarik wisata unggulan, kemudian ada beberapa daya tarik wisata
lain yang dikembangkan karena sudah ada kunjungan lebih dulu. Jadi perencanaan
wisata bukan berbasiskan sumberdaya yang ada di daerah itu, tetapi berdasarkan
pasar yang sudah ada di lokasi-lokasi tertentu. Sehingga perlu adanya kajian
mengenai membangun model perencanaan wisata alam berdasarkan potensi
sumberdaya (
supply
) sebagai daya tarik dan faktor aksesibilitasnya. Dasar
perencanaan ini adalah dari sumberdaya yang ada di suatu kawasan secara
keseluruhan dengan berbasis spasial.
Konsep model perencanaan wisata alam dapat dinilai dengan pendekatan
kriteria dan indikator yang merupakan salah satu bentuk pengelolaan sumberdaya
wisata berkelanjutan (Prubhu
et al
. 1999). Penelitian sebelumnya Gunn (1994)
melakukan perencanaan wisata alam di Pesisir Pantai Provinsi British Columbia
Kanada dengan konsep pendekatan dari faktor kriteria daya tarik (air, topografi,
vegetasi, kondisi perkembangan sumberdaya alam, kondisi perkembangan
sumberdaya budaya dan sejarah) dan aksesibilitas (transportasi) dengan
menggunakan sistem informasi geografis (SIG). Bunruamkaew dan Murayama
(2011), melakukan konsep pendekatan aspek kriteria daya tarik (bentang alam,
hidupan liar, topografi, karakteristik sosial budaya masyarakat) dan aksesibilitas
dalam penilaian kesesuaian lahan untuk wisata alam di Provinsi Surat Thani
Thailand dengan menggunakan sistem informasi geografis (SIG).
2
Kerangka Pemikiran
Suatu kawasan yang akan dibangun menjadi daerah tujuan wisata mestinya
memiliki perencanaan. Dasar perencanaan adalah sumberdaya yang mejadi modal
dasar sebagai daya tarik dari suatu kegiatan wisata (Muntasib 2009). Sumberdaya
wisata terdiri dari sumberdaya alam dan budaya. Setiap wilayah memiliki
karakteristik sumberdaya baik berupa biofisik (keragaman bentang alam
berdasarkan tutupan lahannya, ketinggian dan kelerengan) dan sosial budaya
masyarakat (adat, kesenian, sejarah, bahasa dan kepercayaan). Karakteristik
sumberdaya wilayah inilah yang menjadi dasar untuk penentuan kriteria penilaian
sumberdaya dalam membangun model perencanaan wisata alam yang
diaplikasikan dalam bentuk keruangan/spasial. Dalam penelitian ini menyusun
model perencanaan wisata alam berbasis spasial dengan melihat sumberdayanya
(alam dan sosial budaya) dan aksesibilitas untuk kemudahan mencapai lokasi
wisata.
3
Perumusan Masalah
Keberlanjutan sumberdaya wisata alam di Bogor dapat dikelola dengan
membangun model perencanaan wisata alam berdasarkan keruangan/spasial di
Bogor, dengan dasar menginventarisasi sumberdaya yang ada di wilayahnya. Hal
ini merupakan suatu pekerjaan awal untuk bisa dilanjutkan ke tahap penyusunan
perencanaan wisata dan pengembangannya di Bogor. Sehingga bisa menjadi dasar
untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang ada yaitu bagaimana kondisi
setiap kawasan yang sudah dikembangkan dan peluang-peluang wisata yang bisa
dikembangkan berdasarkan model perencanaan wisata alam berbasis spasial yang
telah dibangun.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah membangun model perencanaan wisata alam
berbasis spasial dengan berdasarkan kriteria daya tarik wisata dan
aksesibilitasnya. Model ini sebagai dasar untuk membangun metode perencanaan
wisata alam dan aplikasinya di Bogor. Membangun model perencanaan wisata
alam berbasis spasial merupakan pekerjaan awal, maka perlu dilakukan
inventarisasi potensi sumberdaya yang ada di Kabupaten dan Kota Bogor sebagai
dasar perencanaan wisata alam secara keseluruhan yang dipadukan dengan faktor
aksesibilitas untuk kemudahan mencapainya. Hasil penelitian ini dapat digunakan
untuk menyusun perencanaan wisata dan pengembangannya di Bogor
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan pada bulan November 2014
–
Januari 2015 di
Kabupaten dan Kota Bogor Provinsi Jawa Barat (Gambar 2). Selanjutnya
dilakukan studi analisis spasial di Laboratorium Analisis Lingkungan dan
Pemodelan
Spatial
,
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata,
Fakultas Kehutanan IPB pada bulan Febuari
–
Mei 2015.
4
Gambar 2 Peta lokasi penelitian
Tahapan Perencanaan Wisata Alam
Penelitian ini mengacu pada tahapan perencanaan wisata alam yang
dikemukakan Gunn (1994) dipadukan dengan Bunruamkaew dan Murayama
(2011) yang kemudian dimodifikasi (Gambar 3), yaitu:
Studi Pendahuluan
Langkah awal yang dilakukan dalam menentukan kriteria penilain
sumberdaya untuk perencanaan wisata adalah dengan studi pustaka. Studi pustaka
dilakukan dengan cara mengumpulkan, mempelajari, dan menelaah
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Melalui studi pustaka maka
akan dihasilkan kesimpulan kriteri-kriteria penilaian apa saja yang akan
digunakan. Selain itu untuk mengetahui kondisi umum lokasi penelitian serta
membantu pengumpulan informasi-informasi terdahulu yang berkaitan dengan
penelitian.
Pengumpulan data
Tahapan
untuk
pengumpulan
data
merupakan
tahapan
untuk
mengidentifikasi sumberdaya alam dan budaya. Data mencakup karakteristik
biofisik dan sosial budaya masyarskat. Menurut Gunn (1994) pengumpulan data
dalam suatu perencanaan harus komprehensif dan menyuluruh karena satu dengan
yang lain saling terkait baik sumberdaya alam maupun budaya.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dsan pengamatan
lapang, yaitu:
5
a. Pengelola
Gunn (1994) tahap inventarisasi data dilakukan melalui pertemuan dan
wawancara pada para pelaku wisata. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan
dengan pengelola yaitu (pemerintah daerah Kabupaten dan Kota Bogor dalam hal
ini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan serta Bappeda, BUMN dalam hal ini adalah
Perhutani KPH Bogor, Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Tujuan dari wawancara ini
adalah untuk mengetahui pengelola yang terlibat dalam pengelolaan wisata alam
di Bogor, perencanaan wisata alam yang telah dilakukan, rencana dan arah
pengelolaan, data obyek wisata, data kunjungan, sejarah Bogor dan rencana
pembangunan daerah terkait dengan perencanaan wisata alam. Wawancara
dilakukan dengan metode
dept interview
menggunakan panduan wawancara pada
responden yang telah ditentukan.
b. Masyarakat
Wawancara kepada masyarakat bertujuan untuk mendapatkan gambaran
mengenai pengetahuan masyarakat terkait kondisi dan letak persebaran obyek
wisata alam maupun budaya yang terdapat di daerahnya. Masyarakat yang
dimaksud adalah tokoh masyarakat dan masyarakat yang memiliki keterlibatan
dalam kegiatan wisata di Bogor. wawancara dilakukan dengan metode
dept
interview
menggunakan panduan wawancara pada responden yang telah
ditentukan. Responden yang dimaksud disini adalah responden yang dianggap
dapat memberikan informasi yang diperlukan terkait tujuan penelitian.
c. Pengunjung
Wawancara dengan pengunjung dilakukan menggunakan panduan
kuisioner. Jenis data yang dikumpulkan adalah karakteristik pengunjung, motivasi
dan persepsi pengunjung tentang keberlanjutan sumberdaya. Pengambilan data
dan informasi pengunjung dilakukan dengan menggunakan metode
purposive
sampling
, yaitu disesuaikan dengan tujuan penelitian, kemampuan biaya dan
waktu peneliti (Kusmayadi 2004). Jumlah pengunjung diambil berdasarkan
jumlah yang dikehendaki atas kemampuan peneliti, yaitu 100 orang. Penentuan
sample
pengunjung sebanyak 100 orang karena cakupan luasan lokasi kawasan
wisata di Bogor yang cukup besar, sehingga jaraknya relatif berjauhan.
6
2. Pengamatan lapang
Pengamatan lapang terhadap sumberdaya alam dan budaya bertujuan
untuk verifikasi/memeriksa kesesuaian antara data hasil studi pustaka, dan
wawancara yang diperoleh dengan kondisi kenyataan di lapangan. Pengamatan
lapang dilakukan untuk merekam koordinat posisi objek daya tarik wisata dan
koordinat kota kecamatan dengan menggunakan GPS; yang diperlukan dalam
pemetaan sumberdaya.
Jenis, sumber dan metode pengumpulan data yang diperlukan dalam
penelitianta disajikan pada tabel 1.
Tabel 1 Jenis, sumber dan metode pengumpulan data.
No. Jenis Data Sumber Metode
1. Data Peta:
a. Peta administrasi, b. peta penutupan lahan, c. peta dem Bogor
Bappeda Kab. dan Kota Bogor, Baplan KLHK (2014)
http://www.earthexplorer.usgs.gov (diakuisisi pada 11 September 2014) Studi pustaka dan pengolahan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial DKSHE Fakultas Kehutanan IPB 2. Potensi sumberdaya wisata
a. Data jumlah dan sebaran obyek wisata alam b. Data jumlah dan sebaran
obyek wisata budaya
c. Data koordinat sebaran obyek wisata alam dan budaya d. Karakteristik biofisik dan
sosial budaya masyarakat
Dinas pariwisata dan kebudayaan Kabupaten dan Kota Bogor, Perum Perhutani KPH Bogor, Kantor seksi wilayah II BKSDA Bogor, BTNGHS, BTNGGP, dan lokasi penelitian
Studi pustaka, wawancara, survey lapang (verifikasi),
3 Aksesibilitas:
Data koordinat sebaran titik kota kecamatan di Kabupaten dan Kota Bogor
Lokasi penelitian Survey lapang
4. Pengelolaan
a. Rencana arah pengelolaan wisata di Bogor
b. Perencanaan wisata di Bogor dan Rencana pembangunan daerah terkait dengan perencanaan wisata alam
Dinas pariwisata dan kebudayaan Kabupaten dan Kota Bogor, Bappeda Kabupaten dan Kota Bogor
Studi pustaka dan Wawancara
Analisis Data
7
Bogor dengan titik koordinat sebaran obyek wisata. Peta ketinggian dan
kelerengan tempat di bangun dari peta DEM Bogor yang diakuisisi pada tanggal
11 September 2014. Peta jarak jarak desa dari titik pusat kota kecamatan dibangun
dari peta administrasi Kabupaten dan Kota Bogor dengan titik koordinat kota
kecamatan melalui proses analisis
euclidean distance
, dengan menggunakan
Software ArcGIS 9.3. Proses analisis ini bertujuan untuk menghitung jarak setiap
area terhadap titik terdekat; sehingga diketahui perkiraan jarak masing-masing
unit wilayah/desa terhadap titik pusat yakni kota kecamatan.
Peta-peta dasar kecuali peta keragaman obyek wisata selanjutnya dianalisis
dengan metode
summary analysis
yang menggunakan Software Erdas Imagine 9.1
dalam bentuk data raster. Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui keragaman
sumberdaya yang terdapat pada masing-masing unit wilayah desa di Kabupaten
dan Kota Bogor. Hasil analisis ini digunakan sebagai dasar untuk penentuan bobot
nilai masing-masing unsur dari kriteria daya tarik dan aksesibilitas yang telah
ditentukan pada tiap wilayah unit desa di Kabupaten dan Kota Bogor.
Penentuan bobot nilai ini mengacu dari pedoman ADO-ODTWA yang
telah dimodifikasi (Tabel 2). Kriteria yang digunakan dalam penilaian sumberdaya
wisata alam di Bogor yaitu daya tarik dan aksesibilitas. Kriteria daya tarik terdiri
dari 7 unsur yaitu keragaman bentang alam, keragaman obyek wisata, keunikan
sumberdaya, nilai sumberdaya, variasi kegiatan wisata, variasi ketinggian tempat
dan variasi kelerengan tempat. Daya tarik diberi bobot 6 dan merupakan bobot
tertinggi karena daya tarik merupakan modal utama untuk penyelenggraan
kegiatan wisata. Kriteria aksesibilitas berupa unsur jarak desa dari titik pusat kota
kecamatan. Bobot yang diberikan 5 karena merupakan faktor pendukung penting
dalam mendorong potensi pasar. Penghitungan klasifikasi masing-masing kriteria
sumberdaya wisata
dilakukan dengan rumus = ∑ (nilai kriteria x bobot). Hasil
penilaian klasifikasi kondisi masing-masing obyek dan daya tarik wisata
dilakukan dengan rumus = ((Nt-Nr):3), Nt = nilai tertinggi dan Nr = nilai
terendah. Klasifikasi akhir penialaian daya tarik dikategorikan menjadi rendah,
sedang dan tinggi pada selang angka tertentu (Tabel 3). Tujuan dari penilain ini
adalah untuk mendapatkan gambaran kondisi potensi wisata sumberdaya alam dan
budaya yang memiliki prioritas untuk dikembangkan.
8
Tabel 2 Kriteria penilaian sumberdaya wisata alam di Bogor berdasarkan
wilayah/unit Desa, merupakan modifikasi dari pedoman ADO-ODTWA
(Ditjen PHKA 2003).
1. Daya tarik Bobot: 6
No. Unsur/sub unsur daya tarik Desa: ………
Nilai sub unsur 5 sub unsur 4 sub unsur 3 sub unsur 2 sub unsur 1 Tidak ada
1. Keberagaman bentang alam berdasarkan tutupan lahan:
a. Pemandangan hutan b. Pemandangan sawah c. Pemandangan perkebunan d. Pemandangan
kebun/ladang
e. Badan air (danau, sungai dll)
30 25 20 15 10 1
2. Keberagaman obyek
berdasarkan distribusi sebaran obyek wisata
a. Keindahan alam (hutan, perkebunan dll)
b. Gejala alam (Gua, kawah dll)
c. Badan air (danau , air terjun, sungai dll) d. Atraksi budaya e. Peninggalan
bersejarah
30 25 20 15 10 1
3 Keunikan sumberdaya berdasarkan tutupan lahan & sebaran obyek
a. Ekosistem hutan b. Ekosistem karst c. Pemandangan bentang
alam
d. Sumber air panas/air terjun/danau/sungai e. Budaya & peninggalan
sejarah
30 25 20 15 10 1
4 Kepekaan sumberdaya berdasarkan nilai yang dakandungnya dilihat dari tutupan lahan & sebaran obyek :
a. Nilai ekologi b. Nilai pengetahuan c. Nilai pengobatan d. Nilai ekonomi
e. Nilai kepercayaan, budaya & sejarah
30 25 20 15 10 1
5 Variasi kegiatan wisata berdasarkan tutupan lahan & sebaran obyek
a. penelitian/pendidikan
9
1. Daya tarik Bobot: 6
No. Unsur/sub unsur daya tarik Desa: ………
Nilai sub unsur 5 sub unsur 4 sub unsur 3 sub unsur 2 sub unsur 1 Tidak ada b. Hiking/tracking/pendakian c. Hunting foto/fotografi d. Menikmati pemandangan e. Melihat atraksi
budaya/peninggalan sejarah
6 variasi ketinggian tempat: a. > 2.000 mdpl
(pegunungan tinggi) b. 1.000 - 2.000 meter
(pegunungan) c. 500 - 1.000 mdpl
(perbukitan tinggi) d. 100 - 500 mdpl
(perbukitan)
e. 15 – 100 mdpl (dataran rendah)
30 25 20 15 10 1
7 Variasi kelerengan tempat (%): a. >45% (sangat curam) b. 25-45% (curam) c. 15-25 % (bergelombang) d. 8-15 % (agak datar) e. 0-8 % (datar)
30 25 20 15 10 1
2. Kadar Hubungan (Aksesibilitas) Bobot: 5
No. Unsur/sub unsur Aksesibilitas Desa:………
Nilai Ring 1 (80) Ring 2 (60) Ring 3 (40) Ring 4 (20)
1. Perkiraan jarak suatu Desa terhadap titik pusat kota kecamatan
a. 0-5 km (Ring 1) b. 5-10 km (Ring 2) c. 10-15 km (Ring 3) d. >15 km (Ring 4)
80 60 40 20
Tabel 3 Klasifikasi penilain kriteria sumberdaya
No. Kriteria Klasifikasi penilaian
Rendah Sedang Tinggi
1. Daya Tarik 42-448 448-854 854-1260
2. Aksesibilitas 100-200 200-300 300-400
Sintesis Data
Tahap ini peta klasifikasi berdasarkan kriteria daya tarik dan aksesibilitas
dianalisis dengan
union analysis
. Analisis ini merupakan suatu proses
overlay
10
11
12
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Kriteria Penilaian Sumberdaya
Langkah awal dari kegiatan penelitian ini adalah penelaahan pustaka untuk
penentuan kriteria penilaian sumberdaya wisata. Penilaian sumberdaya dengan
pendekatan kriteria merupakan salah satu bentuk pengelolaan sumberdaya wisata
berkelanjutan (Prubhu
et al
. 1999). Hal yang utama dari penelaahan pustaka,
adalah dapat disimpulkanya kriteria-kriteria yang terkait terhadap penilaian
sumberdaya wisata. Untuk menguji Kriteria yang telah di inventarisasi dari hasil
penulusuran pustaka, maka dilakukan pengkajian dan atau membandingkan
dengan studi-studi terdahulu. Pada studi- studi terdahulu dapat disimpulkan bahwa
kriteria-kriteria yang terkait dengan penilaian sumberdaya wisata terdiri dari
faktor daya tarik dan aksesibilitas. Kriteria penilaian sumberdaya yang digunakan
berdasarkan hasil penelaahan pustaka disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Kriteria penilaian sumberdaya wisata
Kriteria Unsur Sub unsur Sumber
Daya tarik Keragaman bentang alam
a. Pemandangan hutan b. Pemandangan sawah c. Pemandangan perkebunan d. Pemandangan
kebun/ladang
e. Badan air (danau, sungai dll)
Laurie (1985) Gunn (1994) Ditjen PHKA (2003) Bunruamkaew dan Murayama (2011)
Keragaman obyek wisata
a. Keindahan alam (hutan, perkebunan dll)
b. Gejala alam (Gua, kawah dll)
c. Badan air (danau , air terjun, sungai dll) d. Atraksi budaya e. Peninggalan bersejarah
Inskeep (1991) Ditjen PHKA (2003)
Keunikan sumberdaya
a. Ekosistem hutan b. Ekosistem karst c. Pemandangan bentang
alam
d. Sumber air panas/air terjun/danau/sungai e. Budaya & peninggalan
sejarah
Ditjen PHKA (2003)
Kepekaan sumberdaya berdasarkan nilai yang dakandungnya
a. Nilai ekologi b. Nilai pengetahuan c. Nilai pengobatan d. Nilai ekonomi
e. Nilai kepercayaan, budaya & sejarah
Ditjen PHKA (2003)
Variasi kegiatan wisata
a. Penelitian/pendidikan b. Hiking/tracking/pendakian c. Hunting foto/fotografi d. Menikmati pemandangan e. Melihat atraksi
budaya/peninggalan sejarah
13
Kriteria Unsur Sub unsur Sumber
variasi ketinggian tempat
a. > 2.000 mdpl (pegunungan tinggi) b. 1.000 - 2.000 meter
(pegunungan) c. 500 - 1.000 mdpl
(perbukitan tinggi) d. 100 - 500 mdpl
(perbukitan)
e. 15 – 100 mdpl (dataran rendah)
Gunn (1994) Ditjen PHKA (2003) Bunruamkaew dan Murayama (2011)
Variasi kelerengan tempat
a. >45% (sangat curam) b. 25-45% (curam) c. 15-25 % (bergelombang) d. 8-15 % (agak datar) e. 0-8 % (datar)
Gunn (1994) Ditjen PHKA (2003) Bunruamkaew dan Murayama (2011)
Aksesibilitas Perkiraan jarak suatu Desa terhadap titik pusat kota kecamatan
a. 0-5 km (Ring 1) b. 5-10 km (Ring 2) c. 10-15 km (Ring 3) d. >15 km (Ring 4)
Bluden dan Black (1984)
Ditjen PHKA (2003) Bunruamkaew dan Murayama (2011) Keterangan : Kriteria penilaian sumberdaya wisata ini merupakan hasil modifikasi dari Pedoman Analisis Daerah Operasional Obyek Daya Tarik Wisata (Ditjen PHKA 2003) yang dikombinasikan dengan hasil penelitian sebelumnya.
Penentuan kriteria penilaian sumberdaya wisata juga didukung berdasarkan
pertimbangan dari keinginan pengunjung yang diperoleh dari hasil wawancara,
yang secara detil disajikan pada Lampiran 3. Motivasi pengujung dilihat
berdasarkan alasan/tujuan wisata dan kegiatan wisata yang dilakukan oleh
pengunjung (Gambar 4). Motivasi pengunjung datang ke kawasan wisata alam di
Bogor berdasarkan alasan tujuannya didominasi oleh keinginan pengunjung untuk
melihat keragaman keindahan pemandangan alam, atraksi kesenian dan
kebudayaan masyarakat lokal berserta peninggalan sejarah, keingin tahuan
pengunjung terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam sumberadaya alam dan
budaya sebesar 68%. Pengunjung yang datang ke kawasan wisata alam Bogor
lebih menyukai kegiatan wisata yang bervariasi (penelitian/pendidikan,
hiking/tracking
/pendakian,
hunting
foto/fotografi, menikmati pemandangan,
melihat atraksi budaya/peninggalan sejarah)
sebesar 56%.
Gambar 4 Motivasi pengunjung berdasarkan: (a) Alasan/tujuan kedatangan,
dan (b) kegiatan wisata.
(a)
Alasan/tujuan: 68% 12% 11% 9%
(b)
Kegiatan Wisata: 56% 44% Masal Minat khusus Satu jenis Kegiatan wisataAtraksi seni, budaya dan sejarah
Keunikan & nilai SD
14
Peta Dasar Sebagai Acuan Dasar untuk Menyusun Peta Unsur dari Kriteria
Penilaian Sumberdaya
Langkah selanjutnya adalah mendapatkan peta-peta dasar sebanyak 5 peta
sebagai dasar untuk menyusun peta penilaian unsur dari kriteria yang telah
ditentukan. Peta-peta dasar yang digunakan adalah peta tutupan lahan, peta kelas
ketinggian tempat, peta kelas kelerengan tempat, peta kelas jarak desa dari titik
pusat kota kecamatan dan peta sebaran obyek wisata.
a. Peta Tutupan Lahan
Peta tutupan lahan Bogor yang digunakan merupakan hasil reklasifikasi
peta tutupan lahan yang diperoleh dari Badan Planologi Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan tahun 2014 . Reklasifikasi peta tutupan lahan diperlukan
untuk disesuaikan dengan tujuan penelitian dalam membangun model
perencanaan wisata alam di Bogor. Berdasarkan peta klasifikasi tutupan lahan
(Gambar 5) menunjukan wilayah Bogor yang memiliki tutupan lahan berupa: (1)
hutan (10,78%), (2) perkebunan (13,83%), (3) kebun/ladang/tegalan (48,65%), (4)
Sawah (11,41%), (5) tubuh air (0,30%) dan (6) non vegetasi (pemukiman dan
lahan terbuka) (15,02%). Hal ini menunjukkan luasan area di Bogor untuk lahan
pertanian menduduki posisi yang mendominasi bila dibandingkan dengan
penggunaan lahan lainnya. Sehingga kondisi alam di Bogor masih asri dan khas
berupa pemandangan daerah pedesaan dengan panorama alam pertanian yang
diapit oleh hutan pegunungan.
Gambar 5 Peta Tutupan Lahan
b. Peta Topografi (Kelerengan dan Ketinggian)
15
sebagian besar wilayahnya merupakan daerah yang mempunyai kemiringan lereng
yang relatif landai ( 8-15%) (Gambar 6). Ketinggian rata-rata Bogor berkisar
antara (15 - 2.500 mdpl) (Gambar 7). Dengan penyebaran sebagai berikut: daratan
landai (15-100 mdpl) di bagian utara, daratan bergelombang (100-500mdpl) di
bagian tengah, pegunungan (500-1000 mdpl), pegunungan tinggi dan daerah
puncak (2000-2.500 mdpl) dibagian barat, selatan dan timur.
Gambar 6 Peta Kelas Kelerengan Bogor
Gambar 7 Peta Kelas Ketinggian Bogor
c. Peta Jarak Desa dari Titik Pusat Kota Kecamatan
Peta jarak desa dari titik pusat kota kecamatan diperoleh dari hasil
overlay
16
sebagai berikut: wilayah desa yang memiliki jarak (0-5km) dari kota kecamatan
sebagian besar di Bogor bagian tengah; untuk jarak (5-10km) di wilayah Bogor
bagian barat, tengah dan timur; jarak (10-15 km) di wilayah Bogor bagian barat
dan timur; sedangkan jarak (15-20 km) diwilayah Bogor bagian barat.
Gambar 8 Peta Kelas Jarak Desa terhadap Titik Pusat Kota Kecamatan
d. Peta Sebaran Obyek Wisata
Peta sebaran obyek wisata diperoleh dari hasil analisis berupa
overlay
antara peta administrasi Kabupaten dan Kota Bogor dengan data koordinat
sebaran obyek wisata alam dan budaya hasil verifikasi lapang. Berdasarkan peta
sebaran obyek wisata (Gambar 12 dan 13)
menunjukkan wilayah Bogor bagian
barat dan timur di dominasi oleh sebaran obyek wisata alam dan budaya berupa
situs-situs peninggalan bersejarah dan atraksi adat budaya masyarakat sunda.
Sedangkan pada Bogor bagian tengah didominasi oleh obyek wisata budaya dan
sejarah peninggalan masa pemerintahan belanda dan masa kerajaan. Hal ini
dipengaruhi oleh faktor demografi dan perjalanan sejarah wilayah Bogor yang
memiliki keterkaitan erat dengan zaman kerajaan dan masa pemerintahan
Belanda. Sehingga Bogor memiliki banyak tempat dan peninggalan bersejarah
yang menjadi daya tarik tersendiri dari sisi sosial budaya masyarakatnya. Jenis
obyek wisata berdasarkan sumberadayanya yang terdapat di Bogor disajikan pada
Tabel 5.
Tabel 5 Jenis obyek wisata di Bogor berdasarkan sumberdaya wisatanya.
No. Jenis obyek wisata Nama Obyek Wisata
1. Alam Kabupaten Bogor:
17
No. Jenis obyek wisata Nama Obyek Wisata
KHDTK Haurbentes, Curug Bandung, Setu Kadondong, Situ Cikaret, Situ Cibinong, Situ Citatah, Pemandian Air Panas Tirta Sanita, TWA Gunung Pancar, Penangkaran Rusa/WW Giri Jaya, Wana Wisata Cipamingkis, Wana Wisata Curug Ciherang, Wana Wisata Curug Arca, Curug Macan, Bumi Perkemahan Citalahab, Perkebunan Teh Nirmala.
Kota Bogor:
Kebun Raya Bogor, Situ Gede, Hutan Penelitian CIFOR. 2. Budaya & Sejarah Kabupaten Bogor:
Situs batu tulis Ciaruteun, Prasasti Tapak Kaki Gajah, Prasasti Pasir Jambu, Situs Pasir Angin, Kampung Adat Urug, Mausoleum Van Motman, Situs Arca Domas, Situs Pasir Awi, Tugu Makam Jerman dan Arca Domas, Desa Cimande.
Kota Bogor:
Istana Bogor, Museum Zoologi, Gedung karisidenan Kota Bogor, Gereja Katedral, Stasiun Bogor, Makam Raden Saleh,Prasasti Batu Tulis, Situs Arca Puwakalih.
Keterangan: Deskripsi tiap jenis obyek wisata berdasarkan sumberdayanya secara detil disajikan pada Lampiran 1 dan 2.
18
(a)
(d)
(c)
[image:30.595.42.460.64.824.2](b)
Gambar 9 Contoh adat kesenian dan prasasti bersejarah yang terdapat di wilayah Bogor
bagian Barat: (a) Angklung Gubrag, (b) Kecapi suling sunda, (c) leuit
(rumah tempat penyimpanan padi) dan cungkup makam keturunan sesepuh
masyarakat adat Urug, (d) prasasti ciaruteun (sumber: dokumentasi peneliti
dan Disbudpar Kabupaten Bogor).
Gambar 10 Contoh adat kesenian dan Bangunan bersejarah (cagar budaya) yang
terdapat di wilayah Bogor bagian Tengah : (a) Gedung karisidenan kota
Bogor, (b) Gereja Katedral, (c) kesenian Marawis, (d) Kesenian
Barongsai (sumber: dokumentasi peneliti dan Disbudpar Kota Bogor).
(a)
(b)
(c)
[image:30.595.128.437.101.326.2]19
(a)
(b)
(c)
(d)
[image:31.595.46.510.79.821.2]20
21
22
Peta Klasifikasi Berdasarkan Kriteria Penilaian Sumberdaya Wisata
1. Peta klasifikasi berdasarkan kriteria daya tarik
Peta Klasifikasi kriteria daya tarik dihasilkan dari penentuan bobot nilai
dari 7 unsur sumberdaya wisata, yaitu: (a) keberagaman bentang alam, (b)
keberagaman obyek wisata di setiap desa, (c) keunikan sumberdaya, (d) kepekaan
sumberdaya, (e) variasi kegiatan wisata, (f) variasi ketinggian tempat, (g) variasi
kelerengan tempat. Pada Gambar ambar 14a, 14b, 14c, 14d, 14e, 14f, dan 14g
merupakan peta-peta unsur yang dihasilkan dalam proses penentuan nilai dan
bobot dari kriteria daya tarik yang terdapat pada setiap wilayah desa di Kabupaten
dan Kota Bogor.
2. Peta klasifikasi berdasarkan kriteria aksesibilitas
Klasifikasi kriteria aksesibilitas diperoleh dari pembobotan dan penilaian
unsur jarak desa terhadap titik pusat pertumbuhan kota kecamatan (Gambar 14 h) .
Pada gambar 13h merupakan peta penilaian unsur jarak desa terhadap titik pusat
kota kecamatan yang dihasilkan dalam proses penentuan nilai dan bobot dari
kriteria aksesibilitas pada setiap wilayah desa di Kabupaten dan Kota Bogor.
(c)
(d)
(e)
(f)
(b)
(a)
(g)
23
Hasil dari peta penilaian unsur tersebut secara detail disajikan dalam
bentuk grafik (Gambar 15). Sehingga diketahui jumlah desa beserta nilai dari
masing-masing unsur dari kriteria daya tarik dan aksesibilitas yang terkandung
didalamnya. Penilaian unsur ini dilakukan berdasarkan per unit wilayah desa (dari
500 desa) yang ada di wilayah Bogor. Nilai yang diberikan pada masing-masing
unsur dari kriteria daya tarik berdasarkan keragaman dari sub unsur yang telah
ditentukan sebagaimana disajikan pada Tabel 2. Nilai 1 diberikan pada unsur
kriteria daya tarik yang tidak memiliki sub unsur sama sekali. Nilai 10 diberikan
jika dalam suatu unsur dari kriteria daya tarik memiliki 1 sub unsur, nilai 15
diberikan jika suatu unsur memiliki 2 sub unsur, nilai 20 diberikan jika suatu
unsur memiliki 3 sub unsur, nilai 25 diberikan jika suatu unsur memiliki 4 sub
unsur dan nilai 30 diberikan jika suatu unsur memiliki 5 sub unsur. Sedangkan
untuk unsur jarak dari kriteria aksesibilitas pemberian nilainya berdasarkan kelas
jarak dari sub unsur yang telah ditentukan (Tabel 2). Jika unsur jarak dari suatu
desa memiliki kelas jarak terdekat dengan kota kecamatan yaitu 0-5 km (ring 1)
maka diberikan nilai 80, jika kelas jarak 5-10 km diberikan nilai 60, jika kelas
jarak 10-15 km diberikan nilai 40 dan jika memiliki kelas jarak >15 km diberikan
nilai 20.
24
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(g)
(f)
(h)
[image:36.595.39.484.61.701.2]25
Hasil
dissolve analysis
dari 7 peta unsur akan menghasilkan peta
klasifikasi berdasarkan kriteria daya tarik (Gambar 16). Berdasarkan peta
klasifikasi daya tarik ternyata Bogor didominasi daya tarik sedang yaitu sebesar
(90.8%) 57 Kelurahan di Kota Bogor dan 397 desa di Kabupaten Bogor. Daya
tarik tinggi (7.2%) pada 2 kelurahan di Kota Bogor 34 desa di Kabupaten Bogor.
Daya tarik rendah (2%) pada 9 kelurahan di kota Bogor dan 1 desa di Kabupaten
Bogor. Sedangkan berdasarkan peta penilaian unsur jarak desa terhadap titik pusat
kota kecamatan dilakukan
dissolve analysis,
sehingga dihasilkan peta klasifikasi
berdasarkan kriteria aksesibilitas (gambar 17). Wilayah Bogor yang memiliki
aksesibilitas tinggi (95%) pada 67 kelurahan di Kota Bogor dan 408 desa di
Kabupaten Bogor. Aksesibilitas sedang (4.4%) pada 1 kelurahan di Kota Bogor
dan 21 desa di Kabupaten Bogor dan aksesibilitas rendah (0.6%) pada 3 desa
kabupaten Bogor.
[image:37.595.148.468.273.488.2]Gambar 16 Peta Klasifikasi Berdasarkan Kriteria Daya Tarik Bogor
26
Klasifikasi (tinggi, sedang dan rendah) pada tipologi wilayah yang
dihasilkan dari peta kriteria daya tarik dan aksesibilitas diperoleh dari penentuan
nilai pada selang klasifikasi yang telah ditentukan (Tabel 3). Hasil penentuan nilai
pada selang klasifikasi dari kriteria daya tarik dan aksesibilitas disajikan pada
Lampiran 4.
[image:38.595.64.488.57.791.2]Model Perencanaan Wisata Alam Berdasarkan Sumberdaya
Model perencanaan wisata alam berdasarkan sumberdaya di Bogor
dihasilkan dari hasil
overlay
peta klasifikasi kriteria daya tarik dan aksesibilitas.
Model ini merupakan suatu peta kesesuaian untuk menyusun perencanaan wisata
alam yang menghasilakan 7 tipologi wilayah (Gambar 18), yaitu : (a) Daya tarik
tinggi-aksesibilitas tinggi (5%) pada 23 desa di Kabupaten Bogor dan 2 kelurahan
di kota Bogor; (b) Daya tarik tinggi-aksesibilitas sedang (1.8%) pada 9 desa di
Kabupaten Bogor; (c) Daya tarik tinggi-aksesibilitas rendah (0.4%) pada 2 desa di
Kabupaten Bogor; (d) Daya tarik sedang-aksesibilitas tinggi sebesar (88.2%) pada
384 desa di Kabupaten Bogor dan 57 kelurahan di Kota Bogor; (e) Daya tarik
sedang-aksesibilitas sedang (2.4%) pada 12 desa di Kabupaten Bogor; (f) Daya
tarik sedang-aksesibilitas rendah (0.2%) pada 1 desa di Kabupaten Bogor; (g)
Daya tarik rendah-aksesibilitas tinggi (2%) pada 9 kelurahan di Kota Bogor dan 1
desa di Kabupaten Bogor.
27
SIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Membangun model perencanaan wisata alam berbasis spasial dengan
berdasarkan penilaian daya tarik dan aksesibilitas akan diperoleh tingkatan
tipologi wilayah. Untuk wilayah Bogor terdapat 7 tipologi wilayah, yaitu: (a)
Daya tarik tinggi-aksesibilitas tinggi 5%; (b) Daya tarik tinggi-aksesibilitas
sedang 1.8%; (c) Daya tarik tinggi-aksesibilitas rendah 0.4%; (d) Daya tarik
sedang-aksesibilitas tinggi sebesar 88.2%; (e) Daya tarik sedang-aksesibilitas
sedang 2.4%; (f) Daya tarik sedang-aksesibilitas rendah 0.2%; (g) Daya tarik
rendah-aksesibilitas tinggi 2%.
SARAN
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk
perencanaan wisata alam di Kabupaten dan Kota Bogor pada tahap selanjutnya.
Mengingat wilayah bogor telah tedapat lokasi-lokasi yang dikembangkan untuk
wisata alam, namun terdapat pula lokasi yang belum dikembangkan sama sekali.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin ZZ. 1995. The identification of criteria and indicators for the sustainable
management of ecotourism in Taman Negara National Park, Malaysia: A
Delphi consensus
[Ph.D. Dissertation]. Virginia (US): West Virginia
University.
Abomeh OS, Nuga OB, Blessing IO. 2013. Utilization of GIS Technology for
Tourism Management In Victoria Island Lagos.
European Scientific
Journal
9(3): 92-118.
[Bappeda] Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Bogor. 2014.
Naskah Akademik RIPPARDA Kota Bogor. Bogor (ID): Badan
Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Bogor.
[Bappeda] Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Bogor. 2014.
Naskah Akademik RIPPARDA Kota Bogor. Bogor (ID): Badan
Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Bogor.
[Bappeda] Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Bogor. 2011.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor 2011-2031. Bogor (ID):
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Bogor.
[Bappeda] Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor. 2005.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor 2005-2025. Bogor (ID):
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor.
28
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Kota Bogor Dalam Angka 2013. Bogor (ID):
Badan Pusat Statistik.
Blunden WR dan Black JA. 1984.
The Land-Use/Transport System
(2
ndEdition).
New York (US): Pergamon Press.
Bukenya J O. 2000. Application of GIS in ecotourism development decisions:
Evidence from the Pearl of Africa [Ph.D. Dissertation]. Virginia (US):
West Virginia University.
Bunruamkaew K, Murayama Y. 2011. Site Suitability Evaluation for Ecotourism
Using GIS & AHP: A Case Study of Surat Thani Province, Thailand.
Procedia Social and Behavioral Sciences
Journal
21: 269-278.
Collins KMT, Onwuegbuzie AJ, Jiao QG. 2007. A Mixed Methods Investigation
of Mixed Methods Sampling Designs in Social and Health Science
Research.
Journal of Mixed Methods Research
1(3): 267-294.
Ceballos-Lascurain H. 1996. Tourism, ecotourism and protected areas. Gland
(Sw): The World Conservation Union (IUCN).
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2003. Pedoman
Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam
(ADO-ODTWA). Bogor (ID): Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan
Konservasi Alam.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor. 2008. Master Plan
Pariwisata Kabupaten Bogor. Bogor (ID): Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Bogor.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor. 2013. Data Pariwisata
Kabupaten Bogor. Bogor (ID): Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Bogor.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bogor. 2013. Data Pariwisata Kota
Bogor. Bogor (ID): Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bogor.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Barat. 2012. RIPPARDA
Provinsi Jawa Barat. Bandung (ID): Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Provinsi Jawa Barat.
Dowling RK dan Page SJ. 2002.
Ecotourism
. China (CA): Prentice Hall.
Fauzi I. 2013. Analisis Perubahan Distribusi dan Luas Situ di Kabupaten Bogor
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Fennell DA. 1999.
Ecotourism
. New York (US): Routledge.
Gunn CA. 1994.
Tourism Planning : Basic, Concepts, Cases
.
3rd Ed
. Washington
DC (US): Taylor & Francis.
Inskeep, E. 1991.
Tourism Planning : An Integrated and Sustainable Development
Approach
. New York (US): Van Nosttrand Reinhold.
29
Kumari S, Behera M D, Tewari HR. 2010. Identification of potential ecotourism
sites in West District, Sikkim using geospatial tools.
J Tro Ecol
51(1):75-85.
Kusmayadi. 2004.
Statiska Pariwisata Deskriptif
. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka
Utama.
Laurie M. 1985.
An Introduction to Landscape Architecture
(2
ndEdition). China
(CA): Prentice Hall.
Mollick S. 2007. Eco-Tourism dan GIS.
Esri International User Conference
Proceedings
; San Diego, 2007. San Diego, CA (US): ESRI.
Muntasib EKSH. 2009. Perencanaan Kepariwisataan Alam dalam Perspektif
Landscape Forestry. Makalah disampaikan dalam rangka Seminar
Perencanaan Kepariwisataan Alam Dalam Perspektif Landscape
Forestry di Fakultas Kehutanan UGM pada tanggal 4 Agustus 2009.
OK K. 2006. Multiple criteria activity selection for ecotourism planning in
Igneada.
Turk J Agric For
30:153-164.
Page SJ, Dowling RK. 2002.
Ecotourism
. Taipe, China (CN): Pearson Education.
Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Bogor Tahun 2011-2031.
Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025.
Prubhu RC, Colfer JP, Dudley R. 1999. Guidelines for developing, testing and
selecting criteria and indicators for sustainable forest management.
Jakata (ID): Center for International Forestry Research.
Singarimbun M, Sofian E. 2011.
Metode Penelitian Survei
. Jakarta (ID): LP3ES.
Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan.
30
Lampiran 1 Obyek wisata alam di Bogor.
NO. Oyek Wisata Daya tarik dan Aksesibilitas Lokasi
Pengelola/ Penanggung Jawab
Kawasan Desa-Kecamatan
A. Kabupaten Bogor
1. Taman Wisata Alam Talaga Warna
Daya tarik utama yang ditawarkan yaitu telaga dan wisata ziarah (petilasan jaman dahulu). Kawasan ini dibuka untuk umum pada bulan Juni 1981. Berada di sekitar Puncak Pass, + 45 km dari Kota Bogor, dan secara administratif masuk ke dalam wilayah Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua. Kawasan hutan Telaga Warna seluas 368,25 Ha ditetapkan sebagai cagar alam berdasarkan SK Mentan No.481 KTSU/6/1981 tanggal 9 Juni 1956. Kemudian sebagian areal yang meliputi sebuah telaga berubah fungsinya menjadi Taman Wisata Alam (TWA) seluas 5 Ha, yang melewati areal perkebunan teh, pada kemiringan lahan >40% dan ketinggian tempat >1.400 mdpl. Jenis – jenis tumbuhan yang terdapat di kawasan ini antara lain Rasamala (Altingia excelsa), Puspa (Schima walichii), Mara (Macaranga rhizoides), Kaliandra (Caliandra sp.), Teklan (Eupatorium riparium), Kirinyuh (Eupatorium inulifolium), Salira (Lantana camara), Nampang Bulu (Clibadium surinamense L.), Gelagah (Scharum spontaneum), dan Alang – alang (Imperata cylindrica). Jenis – jenis fauna yang terdapat di kawasan ini antara lain Babi Hutan (Sus scrova), Musang (Paradoxurus hermaproditus), Lutung (Presbytis cristata), Wau – wau (Hylobates moloch), Meong Congkok (Felis bengalensis), Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis), Kowak Malam (Nycticorax nycticorax), Elang Hitam (Ictinaetus malayensis), Elang Jawa (Spizaetus bartelsii), dan Tohtor (Megalaima armillaris). Aksesibilitas menuju Telaga Warna tergolong baik. Tempat ini dengan mudah dapat dicapai oleh berbagai jenis kendaraan dari Kota Jakarta, Bogor, Sukabumi, Cianjur, dan Bandung. Dengan kendaraan umum maupun pribadi, kawasan Telaga Warna dapat ditempuh dari Jakarta melalui Cisarua dalam waktu sekitar 1 jam 30 menit/± 80 Km, dan dari Bandung melalui Cianjur (± 1 jam 45 menit). Selanjutnya dari puncak pass melalui jalan setapak (di sekitar perkebunan teh PTP VIII Gunung Mas) ke pintu gerbang kawasan dengan berjalan kaki ditempuh dengan waktu ± 10 menit atau dengan kendaraan selama ± 3 menit.
Tugu Selatan-Cisarua
31
NO. Oyek Wisata Daya tarik dan Aksesibilitas Lokasi
Pengelola/ Penanggung Jawab
Kawasan Desa-Kecamatan
2. Wana Wisata Curug Cilember
Curug ini memiliki daya tarik berupa air terjun sebanyak 7 buah dengan ketinggian 7-30 meter, hutan pinus, penangkaran kupu-kupu dan bumi perkemahan. Curug Cilember terletak pada ketinggian 1.050 mdpl dengan kemiringan lereng >30% dan temperatur mencapai 180-230C. Kawasan ini mempunyai curah hujan 4.000 mm/tahun. Tahun berdirinya objek wisata ini yakni tahun 1980, dibuka pada tahun 1995, serta mulai dikembangkan pada tahun 1999. Jenis – jenis vegetasi yang terdapat di kawasan Wana Wisata Curug Cilember antara lain Pinus (Pinus merkusii), Paku – pakuan (Archantophora spicifera), Rumput – rumputan, pacing (Costus speciosus), Centrosema pubescens, talas hutan (Alocasia longiloba), medang buaya (Crypyocarya griffithiana), sempur segel atau sempurtalang (Dillenia excelsa), salak (Salacca edulis), jambu mawar (Eugenia jambos), pandan (Pandanus immersus), sirih hutan (Piper miniatum), menteng (Bacaurea racemosa), mindi (Melia azedarach), pinang lura (Iguanura macrotachya) dan pulus serta berbagai jenis anggrek yang sengaja dibudidayakan sebagai salah satu obyek wisata di kawasan tersebut. Jenis – jenis burung yang dapat ditemukan di kawasan Wana Wisata Curug Cilember antara lain burung anis gunung, kutilang, burung cinenen, burung cabai, burung cikrak bambu, burung cekakak sungai, burung pelatuk semak, burung madu, burung tekukur dan elang hitam. Di Curug Cilember terdapat usaha penangkaran kupu – kupu. Selain itu dapat dijumpai juga ular pucuk, berbagai jenis katak dan kodok, tupai, babi hutan dan musang. Kadang – kadang terlihat juga monyet ekor panjang (Macaca sp.). Objek wisata ini berada sekitar 2,5 km dari jalan raya Puncak dan 21 km dari Kota Bogor. Lokasi curug dapat dicapai dengan kendaraan roda empat, sampai areal pintu masuk, dan dilanjutkan dengan berjalan kaki sampai di lokasi curug.
Jogjogan- Cisarua
Kesatuan Bisnis Mandiri Agroforestry, Ekowisata dan Jasa Lingkungan (KBM AEJ) Perum Perhutani Unit III Jawa Barat Banten
3. Wana Wisata Curug Kembar/Batulayang
Daya tarik unggulan kawasan ini adalah Curug Kembar yang berjumlah 5. Aliran air yang mengalir sangat deras di Curug Kembar Batulayang ini berasal dari sebuah sungai dibagian atas yang bernama sungai Cimandala.Untuk mencapai curug 1 jaraknya sekitar 50 meter dari pos. Sedangkan untuk curug 2 dan 3 letaknya bersebelahan. Pemberian nama Curug Kembar Batulayang ini berdasarkan lokasi curug 2 dan 3 yang terletak bersebelahan. Namun untuk curug 4 dan 5 jarak tempuhnya agak berjauhan dan medannya agak sulit yaitu berupa lereng yang curam. Ssehingga biasanya pengunjung
Batu Layang- Cisarua
32
NO. Oyek Wisata Daya tarik dan Aksesibilitas Lokasi
Pengelola/ Penanggung Jawab
Kawasan Desa-Kecamatan
yang dapat menempuh untuk sampai di curug 4 dan 5 adalah usia remaja hingga dewasa. Untuk menuju Curug Batu Layang dapat dilalui menggunakan mobil, atau motor. Bisa juga dengan menggunakan transportasi angkutan umum arah Cisarua, kemudian turun di pesimpangan Kampung Babakan yang terletak tidak jauh dari sebrang persimpangan Taman Safari. Menggunakan angkutan umum menuju Curug Kembar Batulayang, setelah itu dilanjutkan dengan berjalan kaki dengan jarak tempuh kurang lebih 2 km, melewati jalan aspal menanjak yang akan berujung pada Desa Batulayang.
4. Perkebunan Teh Gunung Mas Daya tarik berupa perkebunan teh. Perkebunan teh ini berada pada ketinggian 1.000-2.000 m dpl dengan suhu rata-rata 12-22ºC, dengan luas areal 2.551,43 Ha. Lahan produktif yang dijadikan kawasan agrowisata memiliki luas 892,7 Ha. Lahan yang tidak produktif tapi berperan menunjang agrowisata seluas 17,73 Ha, dan sejumlah 5,2 Ha dikhususkan untuk perumahan karyawan. Pengunjung yang akan berkunjung dapat dengan mudah mencapai Wisata Agro Gunung Mas karena hanya berjarak + 80 Km dari Jakarta ke arah Puncak, atau sekitar 1,5-2 jam perjalanan. Objek wisata ini mulai dikelola pada tahun 1992 dan mendapatkan dukungan dari masyarakat setempat, sehingga terlihat bahwa masyarakat sekitar turut berperan sebagai karyawan, tukang kuda, dan penyedia angkot.
Tugu Selatan- Cisarua
33
NO. Oyek Wisata Daya tarik dan Aksesibilitas Lokasi
Pengelola/ Penanggung Jawab
Kawasan Desa-Kecamatan
5. Wana Wisata Curug Naga
Daya tarik dari Wahana Curug Naga adalah air terjun yang digunakan sebagai wahana outbond. Curug Naga dikenal sebagai green canyon-nya bogor. Curug ini merupakan pengelolaan lahan bersama perhutani bogor seluas 3.6 Ha (optimal) dan pemanfaatan DAS (Daerah Aliran Sungai) seluas 6 Ha. Dikawasan terdapat 3 curug yaitu; curug yang pertama adalah Curug Priuk, lalu yang kedua Curug Naga, dan yang terakhir itu Curug Barong. Setiap Curug memiliki ciri khas, karakter, dan tingkat kesulitan yang berbeda untuk dijelajahi. Curug yang tingkat kesulitan paling rendah yaitu curug Barong dengan ketinggian 6-7 meter, Curug ini biasanya dikunjungi untuk para pengunjung yang baru pertama kali menjelajahi wahana curug naga. Dalam penjelajahan curug barong setiap pengunjung akan melewati sungai dan hutan, dimana ditengah perjalanan akan menemui jalan yang buntu yang mengharuskan pengunjung untuk melompati tebing setinggi kurang lebih 3 meter. Lalu melanjutkan penjelajahan dengan menyusuri sungai. Curug yang kedua yaitu curug naga, yang merupakan objek unggulan dari wahana ini, dimana tingkat kesulitan menjelajah curug ini dua kali lipat dibanding dengan curug barong, dikarenakan untuk mencapai curug ini pengunjung harus melakukan susur sungai yang memiliki 3 kolam dengan arus yang deras dan memiliki kedalaman seklitar 2,5 – 3,5 meter. Atau pengujung di arahkan untuk susur sungai menuju ke puncak Curug Naga yang memiliki ketinggian 15 meter untuk menikmati pengalaman terjun bebas ke sungai. Terakhir yaitu curug Priuk, curug ini tidak setenar curug-curug sebelumnya karena letaknya yang cukup jauh, dan curug priuk merupakan curug teratas yang berada dikawasan wahana curug naga. Akses menuju Curug ini dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda empat atau sepeda motor. Jarak tempuh dari Bogor menuju desa Megamendung kurang lebih 1 jam 30 menit.
Megamendung- Megamendung
PT. Wahana Curug Naga/Perum Perhutani KPH Bogor
6. Wana Wisata Curug Panjang
Curug ini memiliki luas sekitar 3 Ha, berada pada ketinggian 830 mdpl, dengan suhu udara 170-200C. Wana wisata ini menawarkan daya tarik pesona air terjun yang sangat elok dan indah, serta suasana yang asri dan suhu yang sejuk. Saat ini objek wisata masih dalam tahap pengembangan, namun cukup banyak pengunjung yang tertarik akan pesona objek wisata ini. Daya tarik utama kawasan ini adalah 3 curug di sekitar kawasan, yaitu Curug Panjang, Curug Cibalong (air terjun 3 tingkat yang berjarak 15 menit dari Curug Panjang), dan Curug Bunder (berjarak 30 menit dari Curug Panjang). Lokasi Wana
Megamendung- Megamendung
PT. Wisata Alam Lestari/Perum
34
NO. Oyek Wisata Daya tarik dan Aksesibilitas Lokasi
Pengelola/ Penanggung Jawab
Kawasan Desa-Kecamatan
Wisata Curug Panjang dari jalan raya berjarak + 11 Km, dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Objek wisata alam ini berada di Kecamatan Megamendung yang termasuk jalur pariwisata Puncak-Bogor.
7. PPKAB Bodogol Daya tarik utama kawasan ini yaitu air terjun setinggi 45 m dan 15 m, hutan konservasi, tempat rehabilitasi owa jawa, serta koleksi hidup tumbuhan hias Bodogol (sebagian besar anggrek). Bodogol diresmikan pada tanggal 12 Desember 1998 sebagai objek wisata yang juga merupakan salah satu PPKA yang ada di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan luas 56 Ha. Berada pada ketinggian 800 mdpl dan dikelilingi oleh hutan tropis menjadikan kawasan ini sangat sejuk dan nyaman. Di kawasan ini terdapat beberapa satwa seperti owa jawa dan elang jawa. Dengan bimbingan pemandu, pengunjung diajak untuk berinteraksi langsung dengan kehidupan hutan hujan tropis melalui permainan dan diskusi. PPKA (Pusat Pendidikan Konservasi Alam) Bodogol secara administratif berada di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang merupakan perbatasan antara Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi, tepatnya di Jl. Babakan Kencana Lido Bogor, + 15 km dari Ciawi menuju Lido. Hutan konservasi milik TNGP ini terletak di dekat kawasan wisata Lido. Jarak Bodogol dengan Danau Lido + 5 km.
Srogol- Cigombong
Badan Pengelola Harian/Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
8. Curug Nangka Daya tarik utamanya berupa Curug Daun, Curug Kawung, dan Curug Nangka dengan ketinggian rata-rata 10-20m. Objek wisata alam ini berada pada ketinggian ± 750 mdpl dan letaknya berdekatan dengan wana wisata Bumi Perkemahan Gunung Salak. Kawasan ini mempunyai curah hujan 4.000 mm/tahun dengan suhu udara 20-22°C. Udaranya sejuk dengan hamparan hutan pinus yang indah. Luas kawasan ini + 5 ha. Jenis vegetasi yang ada dan tumbuh antara lain Pinus (Pinus sp.), Kaliandra (Kaliandra calothirsus), Bunga Kecubung, Pakis/paku-pakuan, Mindi (Melia azedarach), Harendong (Melastoma malabathricum) dan Babadotan (Ageratum conyzoides). Satwa-satwa liar yang ditemui di kawasan curug Nangka antara lain berbagai jenis burung, diantaranya Burung Sesep Madu (Aethipyga eximia), burung Gereja (Passer trontanus), Burung Kapinis (Apus affmis) , Burung Kutilang (Pygnonotus aurigaster), berbagai jenis reptil, jenis - jenis Ampibi, dan berbagai jenis serangga.
Sukajadi- Tamansari
35
NO. Oyek Wisata Daya tarik dan Aksesibilitas Lokasi
Pengelola/ Penanggung Jawab
Kawasan Desa-Kecamatan
Objek wisata alam Curug Nangka berjarak ± 15 Km dari pusat Kota Bogor, tepatnya di Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari. Wana wisata ini dapat dicapai dengan jarak 26 km dari Bogor, dengan kondisi jalan umumnya baik dan dapat dilalui kendaraan roda dua dan roda empat.
9. Danau Lido Daya tarik utama yang dimiliki oleh taman rekreasi ini adalah sebuah danau buatan Belanda pada saat zaman penjajahan dengan tujuh mata air. Danau ini diresmikan sebagai taman rekreasi oleh Bung Karno, presiden pertama RI, pada tahun 1952. Taman rekreasi Lido berada di Jalan Raya Bogor-Sukabumi Km.21, Desa Watesjaya, Kecamatan Cigombong, sekitar ± 21 km dari Kota Bogor. Aksesibilitas menuju taman rekreasi ini cukup baik, karena letaknya di pinggir jalan raya Bogor-Sukabumi, dan banyak dilalui kendaraan angkutan umum. Taman Rekreasi Lido berada pada areal kebun karet dengan luas 1.700 Ha, dengan pemandangan Gunung Gede, Gunung Pangrango, dan Gunung Salak, sehingga memberikan nilai lebih pada objek wisata ini.
Wates Jaya- Cigombong
Lead Indonesia – PT. PAP
10. Curug Luhur Indah Paradise
Curug Luhur Indah berada di kaki Gunung Salak. Daya tarik utama di dalam kawasan yaitu curug yang di sekitarnya terdapat kira-kira 20 kolam renang. Curug Luhur memiliki dua buah air terjun yang sejajar dengan ketinggian tertinggi mencapai 62,4 m. Sebenarnya air terjun di kawasan ini hanya ada satu, namun penduduk setempat membuat cabang baru pada aliran sungai dan membelokkannya sehingga tercipta air terjun baru. Dikarenakan letak air terjun yang baru itu sedikit lebih tinggi, maka air yang mengalir tidak sederas air terjun utama. Sumber kedua air terjun ini berasal dari Gunung Salak. Selain itu kedua curug utama memiliki sederet limpahan air yang mengalir secara deras pada dinding tanah dengan ketinggian kurang lebih 2 meter. Limpahan air ini mirip air terjun mini yang bisa digunakan pengunjung untuk membasuh tangan atau kaki sambil menikmati kesegaran air khas pegunungan. Air terjun mini tersebut ditampung pada sebuah parit kecil yang akhirnya akan menyatu dengan limpahan air Curug Luhur pada sungai yang ada di bagian tengah bawah area. Lokasi Curug Luhur berada di kawasan Bogor - Gunung Salak Endah yaitu sekitar 20 Km ke arah selatan dari Kota Bogor (kira-kira 30 – 45 menit waktu tempuh berkendaraan). Perjalanan