TINGKAT KERENTANAN IKAN PELAGIS BESAR YANG
DIDARATKAN DI PPN PALABUHAN RATU,
PROVINSI JAWA BARAT
METI FARDIANTI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tingkat Kerentanan Ikan Pelagis Besar yang Didaratkan di PPN Palabuhanratu, Provinsi Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
PPN Palabuhanratu, Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh YONVITNER dan RAHMAT KURNIA.
Ikan madidihang, cakalang, dan tongkol merupakan ikan pelagis besar dari famili Scombridae yang memiliki nilai ekonomis penting. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat kerentanan, kecenderungan penyebab terjadinya kerentanan, dan potensi keberlanjutannya di Perairan Selatan Jawa. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2014 hingga Maret 2015. Analisis kerentanan menggunakan perangkat lunak PSA (productivity and susceptibility analysis) NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration). Hasil penelitian diperoleh bahwa ikan madidihang dan cakalang rentan secara biologi, sedangkan ikan tongkol rentan terhadap tekanan penangkapan yang tinggi. Nilai kerentanan yang diperoleh untuk ikan madidihang, cakalang, dan tongkol secara berturut-turut yaitu 1,49, 1,36, dan 1,58. Nilai tersebut menunjukkan bahwa potensi keberlanjutan untuk ikan madidihang, cakalang, dan tongkol masih baik.
Kata kunci: ikan pelagis besar, kerentanan, Perairan Selatan Jawa
ABSTRACT
METI FARDIANTI. The Large Pelagic Fish Vulnerability Landed on PPN Palabuhanratu, West Java. Supervised by YONVITNER and RAHMAT KURNIA.
Yellowfin tuna, skipjack tuna, and eastern litle tuna are large pelagic fishes from Scrombidae family that have important economic value. The aim of this research is to analyze vulnerability level, the tendency of vulnerability cause, and the sustainable potential in South Java area. This research was conducted from December 2014 to March 2015. Vulnerability analysis use PSA (productivity and susceptibility analysis) NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) software. The result of this research showed that yellowfin tuna and skipjack tuna vulnerable in biology, while eastern litle tuna vulnerable to high pressure of effort. Vulnerable value that was obtained for yellowfin tuna, skipjack tuna, and eastern litle tuna respectively 1,49, 1,36, and 1,58. That value showed that sustainable potential for yellowfin tuna, skipjack tuna, and eastern litle tuna still in the good condition.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
TINGKAT KERENTANAN IKAN PELAGIS BESAR YANG
DIDARATKAN DI PPN PALABUHANRATU,
PROVINSI JAWA BARAT
ANISA NURUL FAUZIYAH
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Tingkat Kerentanan Ikan Pelagis Besar yang Didaratkan di PPN Palabuhanratu, Provinsi Jawa Barat. Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh studi kepada Penulis.
2. Beasiswa Bidik Misi Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan beasiswa akademik selama 4 tahun ini kepada Penulis.
3. Dr Ir Ario Damar, MSi selaku pembimbing akademik yang telah memberi saran selama perkuliahan.
4. Dr Yonvitner, SPi MSi dan Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan dan arahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
5. Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc selaku dosen penguji dan Inna Puspa Ayu SPi MSi selaku Komisi Pendidikan Program S1 yang telah memberikan arahan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Pihak Statistik Ditjen Perikanan Tangkap KKP Palabuhanratu: Pak Asep, Pak Usu, Pak Aris, Pak Sepi, Pak Komo, Pak Dede dan Pihak Syahbandar : Pak Yayat, Pak Rukamana yang telah membantu dalam pengumpulan data. 7. Pihak Stasiun Lapang dan Kelautan IPB : Pak Syarif, dan Babeh beserta Ibu. 8. Staf Tata Usaha Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan.
9. Keluarga: Rodiah (Ibu), Suparmin (Bapak), Rika (Kakak) dan seluruh keluarga yang telah memberikan doa, kasih sayang, dan dukungan kepada Penulis baik moril maupun materil.
10. Sahabat : Aisya, Amoy, Tini, Rina, Godet, Arul, Iie, Diah, Adis, Arin, Wida dkk, Wisma Al-Quds, dan seluruh MSP 48 atas doa, motivasi dan dukungannya.
11. Teman-teman: Tim penelitian Palabuhanratu (Poppy, Nikmatun, Rizka dan Eva), Sigit serta Mba Desty atas doa, semangat, dukungan, dan bantuannya. Saran dan kritik atas skripsi penelitian ini sangat diharapkan demi kebaikan dan kesempurnaan skripsi penelitian ini.
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
METODE 3
Tempat dan Waktu Penelitian 3
Pengumpulan Data 3
Analisis Data 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Hasil 10
Pembahasan 14
KESIMPULAN 18
Kesimpulan 18
DAFTAR PUSTAKA 19
LAMPIRAN 22
vi
DAFTAR TABEL
1 Pengumpulan data primer dan sekunder 4
2 Parameter produktivitas 11
3 Parameter suseptabilitas 11
4 Nilai produktivitas dan suseptabilitas 13
5 Nilai kerentanan dan laju eksploitasi 14
6 Nilai intrinsic vulnerabilitycatch berdasarkan alat tangkap 14
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir rumusan masalah 2
2 Peta lokasi penangkapan ikan 3
3 Penentuan panjang total (A-B) ikan tongkol (Euthynnus affinis) 4 4 Penentuan panjang total (A-B) ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) 5 5 Penentuan panjang cagak (A-C) ikan madidihang (Thnunnus albacares) 5 6 Tahapan PSA (productivity and susceptability analysis) 9
7 Grafik produktivitas dan suseptabilitas 13
DAFTAR LAMPIRAN
1 Penetapan skor atribut produktivitas dan suseptabilitas 22 2 Pemberian skor parameter produktivitas dan suseptablitas 24
3 Potensi keberlanjutan sumberdaya ikan 28
4 Sebaran frekuensi panjang ikan madidihang, cakalang, dan tongkol 29
5 Pendugaan parameter pertumbuhan 30
6 Mortalitas alami ikan madidihang, cakalang, dan tongkol 32
7 Fekunditas ikan madidihang dan cakalang 34
8 Pola pemijahan ikan madidihang dan ikan cakalang 35 9 Recruitment pattern ikan madidihang, cakalang, dan tongkol 36 10 Standarisasi alat tangkap dan laju pertumbuhan intrinsik 39
11 SSB (spawning stock biomass) 40
12 Ukuran tertangkap (Lc) ikan madidihang, cakalang, dan tongkol 41
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerentanan (vulnerability) perikanan adalah salah satu studi untuk mengetahui kondisi stok ikan melalui pengukuran parameter produktivitas maupun suseptabilitas. Produktivitas (productivity) merupakan alat ukur secara biologi untuk mengetahui kemampuan pulih suatu spesies. Suseptabilitas (susceptability) merupakan keterancaman stok ikan yang dapat ditimbulkan akibat adanya penangkapan ikan yang berlebih. Kedua parameter tersebut diperlukan agar dapat mengetahui pertambahan stok ikan ketika ketersediaan stok ikan menipis akibat aktivitas penangkapan yang tinggi. Ikan yang dijadikan objek informasi mengenai kerentanan adalah ikan yang tergolong ke dalam ikan pelagis besar, yaitu ikan tuna sirip kuning atau madidihang (Thunnus albacares), tongkol (Euthynnus affinis), dan cakalang (Katsuwonus pelamis).
Ikan tuna, tongkol dan cakalang merupakan tiga ikan unggulan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Jawa Barat yang sering dikenal dengan sebutan TTC. Ketiga ikan tersebut memiliki nilai ekonomis penting sehingga eksploitasi terhadap ikan tersebut dilakukan sepanjang tahun. Produksi ikan madidihang mengalami peningkatan dari tahun 2011 hingga 2013. Produksi hasil tangkapan ikan tongkol dan cakalang mengalami penurunan lebih dari 50% pada tahun 2012 hingga 2013. Produksi ikan tongkol dan cakalang secara berturut-turut pada tahun 2012 sebesar 1 177 ton dan 1 199 ton, sementara pada tahun 2013 produksi hanya mencapai 221 ton dan 524 ton (KKP Palabuhanratu 2013). Menurunnya hasil tangkapan ini diduga karena tidak adanya pengaturan batasan jumlah penangkapan sehingga memicu eksploitasi berlebih.
Eksploitasi berlebih merupakan salah satu faktor eksternal penyebab terjadinya kerentanan pada suatu populasi ikan. Penyebab kerentanan dapat ditinjau dari nilai produksi, selektifitas alat tangkap yang digunakan, dan ketahanan ikan setelah penangkapan. Penyebab kerentanan lainnya dapat diketahui dari faktor internal, yakni berupa karakteristik biologi ikan yang menyangkut aspek pertumbuhan dan reproduksi. Ikan akan semakin rentan ketika memiliki kemampuan pulih yang lama disertai dengan dilakukannya penangkapan secara terus menerus.
Perumusan Masalah
Permasalahan terkait produktivitas, yaitu kemampuan pulih sumber daya ikan yang rendah, sedangkan suseptabilitas mencakup alat tangkap yang mempengaruhi kondisi ikan, biomassa hasil tangkapan ikan yang rendah, dan mortalitas penangkapan yang tinggi. Beberapa alat tangkap yang digunakan nelayan di PPN Palabuhanratu untuk menangkap ikan madidihang, cakalang, dan tongkol secara berturut-turut adalah long line, pancing tonda, dan jaring payang. Masalah yang dapat ditimbulkan dari penggunaan setiap alat tangkap, misalnya alat tangkap yang beresiko merusak morfologi ikan maupun ekosistem perairan dan teknik penangkapan yang tidak ramah lingkungan. Penggunaan alat tangkap yang berbeda ini dapat mempengaruhi ketahanan ikan yang berbeda karena karakter biologi ikan yang diteliti tidak sama.
Masalah suseptabilitas berupa mortalitas penangkapan yang tinggi, dapat disebabkan karena sumberdaya ikan bersifat open access sehinggamemungkinkan semua pengguna dapat mengaksesnya dan tanpa adanya pembatasan jumlah tangkapan. Selain itu, ikan yang diteliti memiliki nilai jual yang tinggi sehingga pemanfaatannya dilakukan secara terus-menerus. Jika suseptabilitas tinggi dan diikuti dengan produktivitas ikan yang rendah, maka dikhawatirkan dapat menurunkan stok ikan di perairan dan potensi keberlanjutan sumber daya ikan menjadi menurun. Oleh karena itu, perlu dilakukan informasi mengenai kerentanan yang berbasis data produktivitas dan suseptabilitas. Menurut Patrick et al. (2009), productivity and susceptibility analysis (PSA) merupakan salah satu metode yang tepat untuk mengukur tingkat kerentanan sumberdaya ikan akibat penangkapan yang dilihat dari parameter produktivitas dan suseptabilitas.
Gambar 1 Diagram alir rumusan masalah Kemampuan pulih
ikan yang rendah
Mortalitas
penangkapan tinggi
Sumber daya ikan yang bersifat open access
Alat tangkap beresiko merusak morfologi ikan dan ekosistem
Kerentanan Produktivitas (-)
Suseptabilitas (+)
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kerentanan, kecenderungan penyebab terjadinya kerentanan, dan potensi keberlanjutan sumberdaya ikan tuna sirip kuning atau madidihang (Thunnus albacares), ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), dan ikan tongkol (Euthynnus affinis) yang didaratkan di PPN Palabuhanratu, Jawa Barat berbasis data produktivitas dan suseptabilitas.
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian bertempat di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Gambar 2). Pengambilan contoh dilaksanakan pada bulan Desember 2014 hingga Maret 2015 dengan selang waktu pengambilan contoh satu bulan. Ikan tersebut kemudian dianalisis telur dan kebiasaan makanan di Laboratorium Biologi Perikanan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Gambar 2 Peta lokasi penangkapan ikan
Pengumpulan Data
pada Tabel 1. Pengambilan ikan contoh dilakukan dengan menggunakan metode pengambilan contoh acak sederhana (Walpole 1993). Ikan madidihang, cakalang, dan tongkol yang diperoleh merupakan ikan hasil tangkapan nelayan dari Perairan Selatan Jawa yang didaratkan di PPN Palabuhanratu.
Tabel 1 Pengumpulan data primer dan sekunder
Parameter Data Primer Data Sekunder
Produktivitas Panjang ikan cakalang dan
tongkol Panjang ikan madidihang
Fekunditas ikan cakalang dan
madidihang Fekunditas ikan tongkol
Breeding strategy ikan cakalang dan madidihang
Breeding strategy ikan tongkol
Kebiasaan makanan ikan cakalang dan tongkol
Catch per effort untuk ketiga ikan amatan
Umur pertama kali matang gonad
Mean trophic level
Susceptabilitas Wawancara nelayan untuk mengetahui:
Produksi per alat tangkap (long line, troll line, dan jaring payang)
1. Manajemen strategi 2. Migrasi musiman ikan 3. Kebiasaan hidup ikan
(bergerombol/tidak) 4. Pengaruh alat tangkap
terhadap morfologi ikan 5. Survival after capture 6. Nilai ekonomi ikan
Perbandingan total produksi di PPN dengan WPP 573 pada tahun 2013
Biomassa ikan madidihang di Perairan Selatan Jawa
Panjang ikan yang diukur berupa panjang total pada ikan cakalang dan ikan tongkol serta panjang cagak pada ikan madidihang. Panjang total merupakan panjang ikan yang diukur mulai dari ujung mulut (A) hingga ujung ekor (B) (Gambar 3 dan Gambar 4). Panjang cagak merupakan panjang ikan yang diukur dari ujung mulut (A) hingga ujung cagak (C) (Gambar 5).
Gambar 3 Penentuan panjang total (A-B) ikan tongkol (Euthynnus affinis)
Gambar 4 Penentuan panjang total (A-B) ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
Gambar 5 Penentuan panjang cagak (A-C) ikan madidihang (Thnunnus albacares)
Analisis Data
Sebaran frekuensi panjang
Analisis sebaran frekuensi panjang ikan dilakukan menggunakan data panjang cagak (cm) untuk ikan madidihang dan panjang total (mm) untuk ikan cakalang dan ikan tongkol. Langkah-langkah dalam menganalisis sebaran frekuensi panjang ikan adalah menentukan jumlah selang kelas yang diperlukan, menentukan lebar selang kelas, dan kemudian menentukan kelas frekuensi dan memasukan frekuensi masing-masing kelas dengan memasukkan panjang serta masing-masing ikan contoh pada selang kelas yang telah ditentukan dengan menggunakan Ms. Excel 2013.
Pendugaan L∞, k, dan t0
Pendugaan parameter pertumbuhan (L∞ dan k) menggunakan program FISAT (FAO-ICLARM Stock Assesment Tools) II versi 1.2.2 dengan metode ELEFAN I (Electronic Length-Frequency Analysis). Pendugaan terhadap nilai t0
(umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol) diperoleh melalui persamaan Pauly (1983) in Sparre dan Venema (1999) :
log (-t0) = – 0,0152 – 0,2752 (log L∞) – 1,038 (log k) (1)
L∞ adalah panjang asimtotik ikan, k adalah koefisien pertumbuhan, dan t0
adalah umur ikan pada saat panjang sama dengan nol. Menurut Pauly (1984), dengan nlai k dan t0 yang diperoleh dapat diketahui umur maksimum suatu ikan.
A C
Pendugaan umur maksimum ikan (tmax) dapat diperoleh menggunakan rumus
sebagai berikut:
tmax = �3+ (2)
Laju pertumbuhan intrinsik (r)
Laju pertumbuhan intrinsik dapat diduga dengan menggunakan regresi kedua pada model Fox.
Persamaan model Fox regresi kedua berbentuk:
CPUEt = b10+b11Et (3)
dengan Y = CPUEt dan X = Et.
Parameter q, K, dan r diperoleh melalui:
q = abs ln
� (4)
x = z
����+ � (5) y = z
����+ +� (6) z = -b
� − F (7)
F = Et + Et.+1 (8)
K = b
� (9)
r= ��
� (10)
Et adalah upaya penangkapan tahun ke-t, Et+1 adalah upaya penangkapan
setelah tahun ke-t, CPUEt adalah hasil tangkapan per satuan upaya (effort) tahun
ke-t, CPUEt+1 adalah hasil tangkapan per satuan upaya (effort) setelah tahun ke-t,
FPI = CPUECPUE�
a (11)
FPI (Fishing Power Index) merupakan faktor daya tangkap jenis unit penangkapan yang akan distandarisasi pada tahun ke-t. CPUEt merupakan upaya
penangkapan (effort) hasil standarisasi pada tahun ke-t. CPUEa merupakan nilai
CPUEt terbesar.
Mortalitas dan laju eksploitasi
Pendugaan nilai mortalitas alami dan mortalitas total dapat diketahui dengan menggunakan program FISAT (FAO-ICLARM Stock Assesment Tools) II versi 1.2.2 dengan metode Mortality Estimation. Pauly (1983) in Sparre dan Venema (1999) menyarankan untuk memperhitungkan jenis ikan yang memiliki kebiasaan menggerombol ikan dikalikan dengan nilai 0.8, sehingga untuk spesies yang menggerombol seperti ikan madidihang, cakalang, dan tongkol nilai dugaan mortalitas alami menjadi 20% lebih rendah, yaitu sebagai berikut:
M = 0,8e-0,0152 - 0,279 ln L∞ + 0,6543 ln k + 0,463 ln T (12)
M adalah mortalitas alami (per tahun), L∞ adalah panjang asimtotik pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy, k adalah koefisien pertumbuhan, t0 adalah
umur ikan pada saat panjang nol, dan T adalah suhu rata-rata permukaan air (ºC). Laju mortalitas total (Z) dan laju mortalitas alami (M) diketahui maka laju mortalitas penangkapan (F) dapat ditentukan dengan rumus :
F = Z – M (13)
Laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas penangkapan (F) dengan laju mortalitas total (Z), yakni sebagai berikut:
E = F + MF = FZ (14)
M adalah laju mortalitas alami, F adalah laju mortalitas penangkapan, dan Z adalah mortalitas total.
Fekunditas
Fekunditas dapat ditentukan dengan menggunakan model gabungan, yaitu metode grafimetrik dan volumetrik. Fekunditas ikan dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Effendi 1979):
F adalah fekunditas (butir), G adalah berat gonad total (gram), V adalah volume pengenceran (10 ml), X adalah jumlah butir telur yang ada dalam 10 ml, dan Q adalah berat telur contoh (gram).
Mean trophic level
Nilai mean trophic level ikan madidihang, tongkol, dan cakalang diperoleh dari www.fishbase.org. Menurut Stergiou dan Karpouzi (2002), jenjang trofik dibagi ke dalam empat kelompok, yaitu herbivora (nilai trofik level = 2,0 – 2,1), omnivora cenderung herbivora (2,1 < trofik level < 2,9), omnivora cenderung karnivora (2,9 < trofik level < 3,7), dan karnivora (3,7 < trofik level < 4,5). Nilai mean trophic level digunakan untuk input data ke dalam PSA (productivity and susceptability analysis).
Spawning stock biomass (SSB)
Menurut Patrick et al. (2009), SSB (spawning stock biomass) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
SSB = �
�
(16)
Bt merupakan biomassa ikan hasil tangkapan pada tahun terakhir dan Bo merupakan biomassa awal ketika pertama kali dilakukan penangkapan. Menurut Hsiung (2002), rumus biomassa awal sebagai berikut:
Bo = Y1st
exp −F1st)
(17)
Y1st merupakan hasil tangkapan pada tahun pertama dilakukan penangkapan
ikan dan F1st merupakan kematian penangkapan seketika (instantaneous fishing mortality).
F1st = Ctotalx (18)
Ctotal merupakan jumlah hasil tangkapan pada tahun pertama ketika dilakukan penangkapan. x merupakan proporsi stok biomassa awal. Menurut Fauzi (2010), x dapat diperoleh dengan menngunakan nilai daya dukung (K) pada tahun terakhir, dengan asumsi bahwa daya dukung suatu perairan tetap:
Tahapan productivity and susceptability analysis (PSA)
Pengoperasian PSA (productivity and susceptability analysis) diawali dengan memasukan database yang telah dilakukan analisis data sebelumnya ke dalam format Excel untuk masing-masing parameter produktivitas dan suseptabilitas. Menurut Patrick et al. (2009), atribut yang termasuk ke dalam parameter produktivitas adalah laju pertumbuhan intrinsik (r), umur maksimum, ukuran maksimum, koefisien pertumbuhan (k), mortalitas alami (M), fekunditas, breeding strategy, pola rekrutmen, umur pertama kali matang gonad, dan mean trophic level. Atribut parameter suseptabilitas terdiri dari manajemen strategi, area overlap, konsentrasi geografis, vertical overlap, F/M, SSB (spawning stock biomass), migrasi musiman, pengelompokan, pengaruh alat tangkap terhadap morfologi ikan, survival after capture dan nilai ekonomi.
Setiap parameter produktivitas dan suseptabilitas dilakukan penilaian dalam kategori bobot nilai, atribut skor, dan kualitas data. Bobot nilai menunjukkan nilai kepentingan dari setiap parameter. Bobot nilai diberikan berdasarkan unsur subjektif peneliti, yakni diberikan nilai 2 yang artinya semua parameter yang diamati memiliki kepentingan yang sama. Atribut skor disesuaikan dengan kriteria dari NOAA (Lampiran 1). Kualitas data menunjukkan penggunaan sumber data yang digunakan dalam analisis. Nilai kualitas data berkisar 1 hingga 5 (1 = data primer; 2 = data sekunder; 3 = data dari jurnal atau penelitian sebelumnya; 4 = data dari fishbase; dan 5 = data tidak tersedia). Data yang telah dibuat ke dalam suatu skor, kemudian dimasukkan ke dalam format stock list yang baru pada perangkat lunak PSA 1.4 yang dikembangkan oleh National Marine Fisheries Service,NOAA (National Oceanic and Atmospheric and Administration). Tahapan PSA (productivity and susceptability analysis) dalam penjelasan diagram alir disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6 Tahapan PSA (productivity and susceptability analysis) Data Analisis data Pengelompokan data dan pemberian skor
data
Kualitas skor 1 : Data primer 2 : Data sekunder 3 : Jurnal
4 : Fishbase
5 : Data tidak tersedia
Atribut skor 1 : Rendah 2 : Sedang 3 : Tinggi
Nilai kerentanan
Menurut Patrick et al. (2009), penentuan skor kerentanan dapat dihitung dengan menggunakan nilai produktivitas dan suseptabilitas, sebagai berikut :
v =√ � − 3 + − 1 (20)
v merupakan nilai kerentanan, p adalah nilai produktivitas, dan s adalah nilai suseptabilitas. Ikan yang memiliki nilai kerentanan (v) lebih dari 1,8 menunjukkan bahwa ikan memiliki resiko kerentanan yang tinggi terhadap aktivitas penangkapan. Indeks kerentanan memiliki tiga kategori, yaitu kurang rentan (v < 1,6), rentan sedang (1,6 ≤ v < 1,8) dan rentan tinggi (v ≥ 1,8).
Nilai intrinsic vulnerability catch dan trophic level catch
Nilai intrinsic vulnerability catch diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
IV catch
=
Nilai kerentanan spesies*APPTotal Produksi (21)
IV (index vulnerability) catch merupakan nilai kerentanan spesies ikan dari penelitian Cheung (2007) dan APP (Annual Average Production) merupakan rata-rata produksi tahunan dalam satuan ton per tahun. Trophic level catch diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Trophic level catch = Nilai kerentanan spesies* Total Produksimeantrophic level (22)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Produktivitas dan suseptabilitas
Tabel 2 Parameter produktivitas ikan madidihang, cakalang, dan tongkol Parameter Produktivitas Satuan Nama Ikan
Madidihang Cakalang Tongkol
r (laju pertumbuhan intrinsik) % per
tahun 0,20 0,30 0,54
Umur maksimum tahun 12,61 12,60 9,17
Panjang maksimum cm 172 71 62
k (koefisien pertumbuhan) tahun 0,230 0,233 0,320
M (mortalitas alami) 0,33 0,22 0,28
Breeding strategy Total Spawner
Laju pertumbuhan intrinsik dan koefisien pertumbuhan ikan madidihang lebih rendah dibandingkan dengan ikan cakalang dan ikan tongkol. Ikan madidihang memiliki panjang maksimum dan fekunditas tertinggi. Rekruitmen yang tertinggi terdapat pada ikan tongkol. Pendugaan parameter pertumbuhan, laju pertumbuhan intrinsik, mortalitas alami, fekunditas, pola pemijahan, dan rekruitmen disajikan pada Lampiran 5 hingga Lampiran 10.
Suseptabilitas (susceptability) merupakan keterancaman stok ikan yang dapat ditimbulkan akibat adanya penangkapan ikan yang berlebih. Jika suseptabilitas tinggi, maka kerentanan akan semakin tinggi. Hasil parameter suseptabilitas untuk ikan madidihang, cakalang, dan tongkol disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Parameter suseptabilitas ikan madidihang, cakalang, dan tongkol Parameter
Suseptabilitas
Nama ikan
Madidihang Cakalang Tongkol
Manajemen
Stok ikan belum ada batasan penangkapan ikan target, ada kebijakan untuk pelarangan beberapa spesies non target dan monitori dilakukan cukup baik
Stok ikan belum ada batasan kebijakan penangkapan baik ikan target maupun non target dan tidak ada kegiatan
20% berada di wilayah penangkapan
Parameter Suseptabilitas
Nama ikan
Madidihang Cakalang Tongkol
Konsentrasi
stock biomass) 46,56%
1) 70,52% 13,17%
Alat tangkap long line tidak terlalu berpengaruh
Alat tangkap long line tidak tidak ada dampak yang buruk terhadap habitat
spesies non-target. Beberapa spesies non-target yang dimaksudkan terdiri dari cucut monyet dan pari manta. Kegiatan monitoring terhadap pelarangan beberapa spesies non-target tersebut telah dilakukan cukup baik. Konsentrasi geografis untuk ikan madidihang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan lainnya. SSB (spawning stock biomass) ikan cakalang memiliki nilai yang paling tinggi (Lampiran 11).
Hasil dari parameter produktivitas dan suseptabilitas yang diperoleh, kemudian diberi skoring untuk bobot nilai, atribut skor, dan kualitas data. Skoring masing-masing ikan dapat dilihat pada Lampiran 2. Analisis produktivitas dan suseptabilitas dengan menggunakan perangkat lunak PSA menghasilkan grafik antara produktivitas dan suseptabilitas. Grafik antara produktivitas dan suseptabilitas disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7 Grafik produktivitas dan suseptabilitas
Gambar 7 menunjukkan bahwa ikan madidihang memiliki nilai produktivitas yang lebih rendah dibandingkan dengan ikan cakalang dan tongkol, sedangkan nilai suseptabilitas yang tinggi terdapat pada ikan tongkol. Penomoran lingkaran pada Gambar 7 menunjukkan nama ikan, yakni nomor 1 menjelaskan ikan madidihang, nomor 2 menjelaskan ikan cakalang, dan nomor 3 menjelaskan ikan tongkol. Garis yang membujur berwarna biru menuju merah menunjukkan bahwa ikan memiliki tingkat kerentanan yang semakin tinggi. Warna pada lingkaran menunjukkan kualitas data terhadap atribut jenis ikan yang diteliti. Nilai produktivitas dan suseptabilitas pada masing-masing ikan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Nilai produktivitas dan suseptabilitas
Nama Ikan Produktivitas Suseptabilitas
Madidihang 1,90 2,00
Cakalang 2,00 1,92
Tongkol 2,30 2,42
Kerentanan dan laju eksploitasi
menurut penelitian Cheung (2007), ikan tongkol memiliki nilai kerentanan yang tergolong tinggi, yaitu sebesar 60. Nilai kerentanan penelitian ini mempertimbangkan kerentanan secara biologi pada ikan, sedangkan menurut Cheung (2007) merupakan kerentanan yang dapat dilihat dari segi produksi. Nilai kerentanan berbanding lurus dengan laju eksploitasi. Nilai kerentanan ikan madidihang, cakalang maupun laju eksploitasi disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Nilai kerentanan dan laju eksploitasi
Nama Ikan Nilai Kerentanan Laju Eksploitasi
Penelitian ini Cheung (2007)
Madidihang 1,49 60 0,65
Cakalang 1,36 55 0,64
Tongkol 1,58 60 0,81
Nilai kerentanan dapat menunjukkan suatu peluang untuk keberlanjutan sumberdaya ikan madidihang, cakalang, dan tongkol. Potensi keberlanjutan sumberdaya ikan tongkol tergolong lebih rendah dibandingkan kedua ikan lainya karena memiliki nilai kerentanan yang lebih tinggi. Ikan madidihang dan cakalang memiliki potensi keberlanjutan sedang karena memiliki produktivitas yang rendah dan suseptabilitas yang tinggi (Tabel 4).
Intrinsic vulnerability catch
Nilai intrinsic vulnerability catch atau indeks kerentanan produksi yang dapat ditinjau dari alat tangkap yang digunakan. Nilai intrinsic vulnerability catch untuk ikan madidihang, cakalang dan tongkol akibat alat tangkap long line, pancing tonda, dan payang disajikan pada Tabel 6. Alat tangkap longline memiliki kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedua alat tangkap lainnya, yaitu sebesar 58,80 (Lampiran 13).
Tabel 6 Nilai intrinsic vulnerability catch berdasarkan alat tangkap
Alat Tangkap Trophic Level Catch Intrinsic Vulnerability Catch
Long line 4,26 58,80
Pancing tonda 4,13 57,73
Payang 3,95 56,16
Pembahasan
pertumbuhan, semakin lama waktu yang dibutuhkan spesies tersebut untuk mendekati panjang asimtotik. Sebaliknya, semakin tinggi koefisien pertumbuhan, maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan spesies tersebut mendekati panjang asimtotik. Nilai koefisien pertumbuhan yang rendah artinya ikan mempunyai kemampuan pulih yang lama (Froese dan Binohlan 2000).
Menurut Pauly (1984), nilai k dapat digunakan untuk menduga umur maksimum ikan, sehingga didapatkan umur maksimum yang dicapai oleh ikan madidihang dari perairan Samudera Hindia adalah mendekati 12,61 tahun (Tabel 2). Umur tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan umur ikan tongkol. Menurut Roberts dan Hawkins (1999), umur maksimum spesies dapat digunakan sebagai indikator tingkat pemulihan suatu spesies. Ikan yang memiliki umur maksimum lebih panjang cenderung lebih lama pulih. Hal ini menunjukkan bahwa ikan madidihang memiliki tingkat pemulihan yang lebih lama dibandingkan dengan ikan tersebut. Secara umum, umur maksimum dimiliki oleh spesies yang memiliki ukuran lebih besar dan populasinya cenderung tumbuh secara lambat.
Nilai r (laju pertumbuhan intrinsik) yang diperoleh untuk ikan madidihang lebih rendah dibandingkan dengan kedua ikan lainnya, yaitu sebesar 0,20 persen per tahun (Tabel 2). Menurut Mas’ud (2008), nilai laju pertumbuhan intrinsik (r) mampu memberikan informasi tentang laju pertumbuhan suatu populasi yang tumbuh ideal tanpa batas. Laju pertumbuhan intrinsik merupakan gambaran tentang produktivitas suatu stok (Milton 2001). Nilai r yang diperoleh pada ikan madidihang menunjukkan bahwa laju pertumbuhan populasi ikan tersebut dapat dikatakan lebih rendah dibandingkan dengan ikan cakalang dan tongkol. Laju pertumbuhan intrinsik (r) memiliki hubungan berbanding lurus dengan koefisien pertumbuhan (k), artinya nilai k yang rendah dikuti dengan nilai r yang rendah pula.
Hasil analisis fekunditas diperoleh bahwa ikan madidihang, cakalang, dan tongkol memiliki fekunditas tergolong tinggi. Fekunditas ikan madidihang, cakalang, dan tongkol secara berturut-turut berkisar antara 52 179–67 283 butir, 4 730 775 butir, dan 210 000–68 000 butir (Tabel 2). Menurut Rickman et al. (2000), spesies dengan fekunditas tinggi kemungkinan untuk menghasilkan tingkat perekruitan akan lebih tinggi dibandingkan dengan spesies yang memiliki fekunditas rendah. Rekrutmen ikan madidihang, cakalang, dan tongkol yang diperoleh secara berturut-turut adalah sebesar 17,93%, 18,17% dan 23,02% (Tabel 2). Hasil tersebut diperoleh dari persentase rekruitmen terbesar pada bulan tertentu dalam satu tahun (Lampiran 9). Menurut Patrick et al. (2009), ikan yang memiliki keberhasilan rekruitmen di antara selang 10% hingga 75% menunjukkan produktivitas yang sedang, sedangkan produktivitas yang tinggi memiliki nilai produktivitas yang lebih dari 75%. Rekruitmen yang tinggi menunjukkan kondisi yang sangat baik karena dapat menambah jumlah stok ikan di suatu perairan (Zheng 1996).
yang lebih tua termasuk rentan tinggi secara biologi karena lama untuk waktu reproduksi.
Hasil analisis kebiasaan makanan diperoleh bahwa ketiga ikan yang diteliti merupakan ikan karnivora. Isi lambung ikan cakalang terdiri dari ikan-ikan kecil dan cumi-cumi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Manik (2007) bahwa ikan cakalang memakan ikan kecil, crustacea, dan cumi-cumi. Berdasarkan umpan yang digunakan nelayan long line, ikan madidihang memakan ikan layang maupun cumi-cumi. Jenis makanan ikan tongkol yang ditemukan setelah dianalisis meliputi ikan-ikan kecil. Menurut fishbase, nilai mean trophic level untuk ikan madidihang, cakalang dan tongkol secara berturut-turut adalah 4,4 , 3,8 , dan 4,5. Menurut Patrick et al. (2009), stok dengan nilai meantrophic level lebih dari 3,5 menandakan produktivitasnya rendah, sedangkan mean trophic level dibawah 2,5 termasuk dalam produktivitas yangtinggi. Produktivitas yang rendah menunjukkan bahwa ketiga ikan yang diteliti lebih rentan dibandingkan dengan ikan herbivora yang memiliki nilai mean trophic level rendah karena lebih sulit mencari makan.
Alat tangkap pancing long line, pancing tonda, maupun jaring payang menimbulkan kerentanan yang berbeda-beda terhadap ikan. Menurut Patrick et al. (2010), kerentanan suatu ikan dapat dipengaruhi oleh penggunaan dari alat tangkap yang digunakan. Setiap alat tangkap biasanya dapat mempengaruhi kondisi ikan dengan cara membandingkan lamanya ikan dapat bertahan hidup atau pengaruh alat tangkap terhadap morfologi ikan. Alat tangkap pancing long line lebih selektif dan mempengaruhi ketahanan ikan yang lebih baik dibandingkan dengan jaring payang. Menurut Gallagher et al. (2014), alat tangkap longline tidak berpengaruh nyata terhadap ketahanan hidup ikan dan memiliki ketahanan setelah penangkapan lebih dari 90%. Alat tangkap long line dan pancing tonda hanya beresiko merusak mulut ikan. Namun berbeda dengan alat tangkap jaring payang yang sering merusak bagian badan ikan.
Hasil perangkat lunak PSA (productivity and susceptibility analysis) NOAA diperoleh bahwa nilai kerentanan tertinggi terdapat pada ikan tongkol, yaitu sebesar 1,58 dan ikan cakalang memiliki nilai kerentanan terendah, yaitu sebesar 1,36. Indeks kerentanan yang diperoleh untuk ikan madidihang, cakalang, dan tongkol termasuk ke dalam kategori kurang rentan, yaitu kurang dari 1,6. Kondisi demikian dapat dikatakan bahwa potensi keberlanjutan masih baik (Patrick et al. 2009). Nilai kerentanan ikan tongkol yang paling tinggi dikarenakan nilai suseptabilitas yang tinggi, yaitu sebesar 2,42 (Tabel 4). Suseptabilitas merupakan salah satu parameter dalam kerentanan yang mengarah pada keterancaman stok ikan akibat adanya tekanan penangkapan ikan yang tinggi. Jika nilai suseptabilitas makin tinggi, maka sumber daya akan semakin rentan, begitu sebaliknya.
SSB (spawning stock biomass) merupakan gambaran kondisi penurunan biomassa pada tahun pertama dilakukannya penangkapan hingga kondisi saat ini. Menurut Patrick et al. (2009), jika nilai SSB yang diperoleh kurang dari 25% dan F/M lebih dari satu, maka sumber daya ikan tersebut tergolong ke dalam kerentanan yang tinggi. Nilai F/M yang diperoleh ikan tongkol lebih tinggi dibandingkan dengan ikan cakalang dan ikan tongkol. Hal ini dikarenakan ikan tongkol memiliki permintaan yang cukup tinggi, biasanya untuk dijadikan bahan olahan pemindangan. Kondisi demikian menunjukkan bahwa ikan tongkol lebih rentan karena pemanfaatan yang tinggi. Laju mortalitas penangkapan (F) untuk ketiga ikan ini lebih besar dibandingkan dengan laju mortalitas alami (M) (Lampiran 6). Hal ini menandakan bahwa ikan madidihang, cakalang, dan tongkol lebih banyak mati akibat aktivitas penangkapan.
Nilai produktivitas ikan tongkol lebih tinggi dibandingkan dengan ikan cakalang dan madidihang, yakni sebesar 2,30 (Tabel 4). Produktivitas yang tinggi menunjukkan bahwa ikan tongkol memiliki kemampuan pulih yang cepat. Suseptabilitas yang tinggi dan produktivitas yang tinggi pada ikan tongkol menggambarkan bahwa ikan tersebut berada dalam keadaan overfishing, namun dapat pulih dengan baik. Menurut Patrick et al. (2009), jika ikan yang memiliki produktivitas yang tinggi dan diikuti nilai suseptabilitas yang tinggi, maka potensi keberlanjutan dari ikan tersebut termasuk dalam kategori sedang (Lampiran 3). Kondisi perikanan yang menunjukkan keberlanjutan yang tinggi adalah ikan yang memiliki produktivitas ikan yang tinggi dan suseptabilitas yang rendah sehingga ikan memiliki kemampuan bertahan diri yang baik (Lampiran 3).
Ikan madidihang memiliki nilai produktivitas yang tidak jauh berbeda dengan ikan cakalang, namun nilai tersebut lebih rendah dibandingkan ikan tongkol (Tabel 4). Produktivitas yang rendah menunjukkan bahwa kemampuan pulih ikan cakalang dan tongkol lebih lama, sehingga diperlukan pengelolaan habitat seperti close system agar keberadaan ikan madidihang dan cakalang tetap terjaga. Produktivitas merupakan salah satu parameter kerentanan yang menunjukkan pada kemampuan suatu sumber daya untuk memperbarui diri. Jika produktivitas yang dimiliki suatu sumber daya ikan semakin rendah, maka sumber daya tersebut dikhawatirkan akan semakin berkurang bahkan dapat mencapai kepunahan.
Menurut Cheung et al. (2007), ikan madidihang telah mengalami rentan terhadap penangkapan, yang ditunjukan dengan nilai kerentanan sebesar 60. Nilai ekonomi ikan madidihang yang sangat tinggi dan merupakan salah satu ikan sasaran dunia ini yang mendorong nelayan melakukan penangkapan yang tinggi. Rentan tinggi terhadap penangkapan pada ikan madidihang dapat pula ditunjukan dengan nilai intrinsic vulnerability catch pada alat tangkap long line. Nilai yang diperoleh adalah sebesar 58,80. Menurut Cheung et al. (2007), nilai kerentanan penangkapan mendekati 60 tergolong ke dalam rentan tinggi.
1,04 hinga mencapai 1,42 dan menurut Triramdhani (2014) berkisar 0,73 hingga 1,4, sedangkan penelitian ini berkisar antara 1,36 hingga 1,58 (Tabel 5).
Kerentanan suatu sumberdaya ikan dapat pula dilihat dari nilai laju eksploitasi. Nilai laju eksploitasi yang diperoleh berbanding lurus dengan nilai kerentanan spesies (Tabel 5). Laju eksploitasi yang makin tinggi menunjukkan bahwa sumberdaya ikan semakin rentan, begitu juga sebaliknya. Nilai laju eksploitasi ikan madidihang, cakalang, dan tongkol secara berturut-turut, yaitu sebesar 0,65, 0,64 dan 0,81. Menurut Gulland (1971) in Pauly (1984), angka eksploitasi lebih dari 0,50 menunjukkan bahwa ketiga ikan tersebut telah mengalami eksploitasi berlebih. Hal ini sesuai dengan penelitian Cheung (2007) yang menyatakan bahwa ikan tongkol rentan tinggi terhadap tekanan penangkapan yang ditunjukan dengan nilai indeks kerentanan sebesar 60 (Tabel 5).
Penyebab kerentanan yang terjadi pada ikan madidihang, cakalang, dan tongkol dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Misalnya disebabkan oleh faktor internal ikan yang cenderung sulit memperbaharui diri dan faktor eksternal yang ditimbulkan dari adanya tekanan penangkapan yang tinggi. Ikan madidihang dan ikan cakalang cenderung rentan secara biologi karena memiliki kemampuan pulih yang lebih lama, sedangkan ikan tongkol cenderung rentan terhadap tekanan penangkapan yang tinggi. Hal ini disebabkan karena ikan tongkol mempunyai nilai ekonomis dan sering dijadikan sebagai bahan dasar olahan dalam usaha perikanan lokal, seperti pemindangan.
Kerentanan pada suatu sumber daya dapat diminimalisir dengan dilakukannnya suatu pengelolaan perikanan. Pengelolaan yang dapat dilakukan adalah dengan membatasi jumlah penangkapan, tetap mengawasi jumlah upaya tangkap (effort), dan melakukan pendataan hasil perikanan yang sistematis maupun tersedianya informasi biologi ikan yang lengkap. Selain itu, pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya growth overfishing pada ikan tongkol, diperlukan adanya suatu upaya untuk pembatasan jumlah tangkapan untuk ikan-ikan yang masih berukuran kecil. Upaya ini dapat dilakukan dengan memperlebar ukuran jaring payang, sedangkan penggunaan alat tangkap long line maupun pancing tonda untuk menangkap ikan madidihang dan cakalang sudah baik. Namun diperlukan pula pengawasan terhadap jumlah tangkapan. Pengawasan ini penting dilakukan karena ikan madidihang dan cakalang merupakan komoditas ekspor yang termasuk ikan yang memiliki permintaan yang tinggi di pasaran dunia.
KESIMPULAN
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Andamari R, Hutapea JH, Prisantoso BI. 2011. Aspek Reproduksi Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares). Jurnal Ilmu Kelautan dan Kelautan Tropis. 4 (1):89-96.
Cheung WL. 2007. Vulnerability of Marine Fishes to Fishing from Global Overview to The Northern South China Sea. [Thesis]. Colombia (ID) : The University of Hong Kong.
Effendie MI. 1997. Biologi perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Dewi Sri. Fauzi A. 2010. Ekonomi Perikanan: Teori, Kebijakan dan Pengelolaan. Jakarta
(ID): PT Gramedia Pustaka Utama.
Fenner D. 2014. Fishing Down The Largest Coral Reef Fish Species. Marine Pollution Bulletin 84: 9-16.
Gallagher AJ, Orbesen ES, Hammerschlag N, dan Serafy JE. 2014. Vulnerability of oceanic sharks as pelagic longline bycatch. Global Ecology and Conservation. 1:50–59.
Isnaini. 2008. Pola Rezim Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Ekor Kuning di Kepulauan Seribu. [Tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Triramdani N. 2014. Kerentanan Stok Ikan Yang Didaratkan Di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu, Banten. [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Froese R and Binohlan C. 2000. Empirical relationships to estimate asymptotic length, length at first maturity and length at maximum yield per recruit in fishes, with a simple method to evaluate length frequency data. Journal of Fish Biology 56 :758–773. doi:10.1006/jfbi.1999.1194.
Hampton J, Kleiber P, Langley A, dan Hiramatsu K. 2004. Stock assesment of yellowfin tuna in the western and central Pacific Ocean [Internet]. [diunduh 12 Mei 2015]. Tersedia pada: http://www.spc.int/DigitalLibrary/Doc/FAME /Meetings/SCTB/17/SA_1.pdf
Hsiung WC. 2002. Estimating the population parameter, r, q, and K based on surplus production model [Internet]. [diunduh 10 Mei 2015]. Tersedia pada: http://www.soest.hawaii.edu/pfrp/sctb15/papers/ALB-7.pdf
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan Palabuhanratu. 2013. Statistik Produksi Perikanan Tangkap di PPN Palabuhanratu. Sukabumi, Jawa Barat. Manik N. 2007. Beberapa Aspek Biologi Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di
Perairan Sekitar Pulau Seram Selatan dan Pulau Nusa Laut. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 33(1):17-25.
Milton DA. 2001. Assesing the Susceptibility to Fishing of Populations of rare
trawl bycatch: Sea Snackes Caught by Australia’s Nothern Prawn Fishery.
Biological Conservation 101:281-290.
Patrick WS, Spencer P, Link J, Cope J, Field J, Kobayashi D, Lawson P, Gedamke T, Cortes E, Ormseth O, Bigelow K, dan Overholtz W. 2009. Using productivity and susceptibility indices to assess the vulnerability of United States fish stock overfishing. Dep. Commer., NOAA Tech. Memo. NMFS-F/SPO-10, 90 p.
Patrick WS, Spencer P, Link J, Cope J, Field J, Kobayashi D, Lawson P, Gedamke T, Cortes E, Ormseth O, Bigelow K, dan Overholtz W. 2010. Using productivity and susceptibility indices to assess the vulnerability of United States fish stock overfishing. Fishery Bulletin 108: 305-322.
Pauly D. 1984. Fish population dynamics in tropical waters: a manual for use with programmable calculators. Manila : ICLARM. 325 p.
Pratiwi D. 2015. Biologi Reproduksi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis Cantor, 1849) Di Perairan Selat Sunda yang Didaratkan di PPP Labuan, Banten. [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Rao KVN. 1964. An account of the ripw ovaries some indian tunas. Scombroid Fishes. Marine Biological Association of India. Series 1:733-743.
Rickman SJ, Dulvy NK , Jennings S, dan Reynolds JD. 2000. Recruitment variation related to fecundity in marine fishes. Canada. Jurnal Fish Aquatic. 57: 116-124.
Roberts CM dan Hawkins JP. 1999. Extinction risk in the sea. Trends in Ecology and Evolution 14(6): 241-246.
Sparre P, Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Buku I: Manual. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, penerjemah. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Terjemahan dari: Introduction to Tropical Fish Stock Assessment, Part I : Manual.
Stergiou KI, Karpouzi. 2002. Feeding habits and trophic levels of Mediterranean fish. Marine Ecology Progress Series. 11:217-254.
Stobutzki I, Miller M, dan Brewer D. 2001. Sustainability of fishery bycatch: a process for assessing highly diverse and numerous by catch. Environmental Conservation 28(2):167-181.
www.fishbase.org. Thunnus albacares (Bonnaterre, 1788) Yelloefin tuna. [internet]. [diunduh 5 Mei 2015]. Tersedia pada: http://www.fishbase.org/ PopDyn/KeyfactsSummary_1.php?ID=143&GenusName=Thunnus&Specie sName=albacares&vStockCode=157&fc=416
LAMPIRAN
Lampiran 1 Penetapan skor atribut produktivitas dan suseptabilitas (Patrick et al. 2009) sedang (10% sampai 75% selang kelas berhasil)
Frekuensi rekruitmen rendah (< 10% selang kelas berhasil)
Suseptabilitas Rendah (1) Sedang (2) Tinggi (3)
Manajemen
Stok memiliki batasan penangkapan dan langkah reaktif
Berada antara 25% sampai 50% di wilayah
Distribusi stok 25% sampai 50% dari total kisaran
Distribusi stok <
Antara 25% sampai 50% stok berada di kedalaman penangkapan yang sama
> 50% di kedalaman penangkapan yang sama
Atribut
Suseptabilitas Rendah (1) Sedang (2) Tinggi (3) SSB
Stok bernilai sedang di pasaran yang sedang untuk alat tangkap
33% < ketahanan setelah penangkapan sekitar <
Lampiran 2 Pemberian skor parameter produktivitas dan suseptablitas ikan madidihang, cakalang, dan ikan tongkol
1. Pemberian skor parameter produktivitas dan suseptablitas ikan madidihang Parameter
Produktivitas Satuan Hasil
Bobot
matang gonad tahun 2,5
1 2 2 4
Stok belum ada batasan penangkapan untuk ikan target, ada kebijakan untuk pelarangan beberapa spesies
28% berada di wilayah
penangkapan 2 2 1
Konsentrasi Geografis
95,63% tersebar dari seluruh
wilayah penangkapan 2 1 1
Vertical overlap (kedalaman)
60% berada di kedalaman
penangkapan yang sama 2 3 1
F/M 1,89 2 3 1
SBB (spawning
stock biomass) 46,56%
4 2 2 1 hasil tangkapan di area penangkapan
Parameter
Alat tangkap long line tidak terlalu berpengaruh terhadap morfologi ikan
2 2 2
Survival after capture
33% < ketahanan setelah
penangkapan sekitar < 67% 2 2 2
Nilai
ekonomi/harga ikan
Stok bernilai tinggi, yaitu Rp. 30 000 – Rp. 60 000/kg dan minat untuk ditangkap besar
2. Pemberian skor parameter produktivitas dan suseptablitas ikan cakalang Parameter Produktivitas Satuan Hasil Bobot
nilai (1-4)
Stok ikan belum ada batasan
penangkapan ikan target, ada kebijakan untuk pelarangan beberapa spesies non target dan monitori dilakukan cukup baik
2 2 1
67,09% tersebar di seluruh wilayah
penangkapan dengan kapal pancing tonda 2 1 1 Vertical overlap
(kedalaman)
65% berada di kedalaman penangkapan
Parameter
Ikan yang tingkat mingrasinya cukup tinggi sehingga akan menurunkan nilai overlap terhadap sumberdaya ikan lainnya
2 1 1
Pengelompokan dan respon kebiasaan
Bergerombol dan respon kebiasaan meningkatkan hasil tangkapan di area penangkapan
Alat tangkap pancing tidak berpengaruh
terhadap morfologi ikan 2 3 1
Survival after capture
33% < ketahanan setelah penangkapan
sekitar < 67% 2 2 2
Alat tangkap pancing tonda merupakan alat tangkap yang ramah lingkungan sehingga tidak ada dampak yang buruk terhadap habitat*
2 1 1
3. Pemberian skor parameter produktivitas dan suseptablitas ikan tongkol Parameter Produktivitas Satuan Hasil Bobot nilai
(1-4)
Fekunditas butir 210 000-680
0002 2 3 2
Breeding stock Partial
Keterangan : 1)fishbase.org; 2)Rao 1984; 3)Pratiwi 2015; 4)Hampton et al. 2004
Stok ikan belum ada batasan kebijakan penangkapan baik ikan target maupun non target dan tidak ada kegiatan monitoring dengan baik
51,01% tersebar di seluruh wilayah
penangkapan 2 1 1
Ikan tongkol merupakan ikan yang tingkat migrasinya tinggi sehingga akan
menurunkan tingkat overlap terhadap sumberdaya ikan lainnya
2 1 1
Pengelompokan Bergerombol dan respon kebiasaan
meningkatkan hasil penangkapan 2 3 1
Pengaruh alat tangkap terhadap morfologi ikan
Alat tangkap jaring payang terkadang
mengakibatkan kerusakan di badan ikan 2 3 1
Survival after capture
Ketahanan setelah penangkapan sekitar <
33% 2 3 2
Tidak terlalu buruk, mengganggu habitat
Lampiran 3 Potensi keberlanjutan sumberdaya ikan (Patrick et al. 2009)
Parameter
Suseptabilitas
Tinggi (-) Rendah (+)
Produktivitas
Tinggi (+) (+) (-) (+) (+)
Sedang Tinggi
Rendah (-) (-) (-) (-) (+)
Lampiran 4 Sebaran frekuensi panjang ikan madidihang, cakalang, dan tongkol 1. Sebaran frekuensi panjang ikan madidihang
SK BKA Xi Fi
93-101 101,5 97 3
102-110 110,5 106 39
111-119 119,5 115 123
120-128 128,5 124 90
129-137 137,5 133 134
138-146 146,5 142 96
147-155 155,5 151 48
156-164 164,5 160 29
165-173 173,5 169 12
2. Sebaran frekuensi panjang ikan cakalang
SK BKA Xi Fi
220-274 274,5 247 5
275-329 329,5 302 37
330-384 384,5 357 94
385-439 439,5 412 75
440-494 494,5 467 44
495-549 549,5 522 31
550-604 604,5 577 22
605-659 659,5 632 17
660-714 714,5 687 16
3. Sebaran frekuensi panjang ikan tongkol
SK BKA Xi Fi
270-308 308,5 289 32
309-347 347,5 328 65
348-386 386,5 367 12
387-425 425,5 406 21
426-464 464,5 445 29
465-503 503,5 484 11
504-542 542,5 523 3
543-581 581,5 562 2
Lampiran 5 Pendugaan parameter pertumbuhan ikan madidihang, cakalang, dan tongkol
1. Pendugaan parameter pertumbuhan ikan madidihang
L∞ = 200 cm
K = 0,230 ton/tahun t0 = -0,4336
tmax = 12,61 tahun
2. Pendugaan parameter pertumbuhan ikan cakalang
t Lt L(t+dt)
1 348,25 390,53 2 390,53 559,47
3 559,47 603
4 603
a 174,8107
b 0,7923
L∞ 841,5388
k 0,2328
t0 -0,2883
Keterangan : Perhitungan pendugaan pertumbuhan ikan cakalang menggunakan metode Ford Walford
y = b0+b1x, dengan x = Lt sebagai absis (x) diplotkan terhadap y = Lt+1 sebagai
ordinat (y) sehingga terbentuk kemiringan (slope) sama dengan b1 = e-k dan titik
potong dengan absis sama dengan b0= L∞[1 – e-k]. Dengan demikian, nilai k dan
L∞ diperoleh melalui hubungan:
k = - ln (b1)
= b1 - b1
L∞ = �o
−�
Dugaan untuk nilai t0 (umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol)
diperoleh melalui persamaan Pauly (1983) in Sparre dan Venema (1999):
log(-t0) = 0,3922 - 0.2752 (log L∞) - 1,038 (log K)
3. Pendugaan parameter pertumbuhan ikan tongkol
Lampiran 6 Mortalitas alami ikan madidihang, cakalang, dan tongkol 1. Mortalitas alami ikan madidihang
M = 0,8 * 0,4146 = 0,3317 F = 0,63
2. Mortalitas alami ikan cakalang
SKB SKA Xi C (L1,L2) t (L1) ∆t t(L1/L2)/2 Ln((C(L1,L2)/∆t)
(x) (y)
220 274 247 5 1,013 0,390 1,204 2,550 275 329 302 37 1,411 0,430 1,621 4,454 330 384 357 94 1,850 0,479 2,083 5,279 385 439 412 75 2,338 0,541 2,600 4,933 440 494 467 44 2,889 0,620 3,188 4,262 495 549 522 31 3,522 0,727 3,870 3,752 550 604 577 22 4,264 0,880 4,682 3,219 605 659 632 17 5,162 1,113 5,683 2,726 660 714 687 16 6,299 1,516 6,990 2,356
Keterangan: perhitungan mortalitas alami untuk ikan cakalang menggunakan rumus berdasarkan data komposisi panjang sedemikian sehingga diperoleh hubungan:
lnC L1,L2
∆t L1,L2 = h - Z t
L1+L2
2
Persamaan di atas diduga melalui persamaan regresi linear sederhana y = b0 + b1x
dengan y =lnC L1,L2
∆t L1,L2 sebagai ordinat, x = t
L1+L2
Sehingga diperoleh :
a 6,34
b -0,61
M 0,22
F 0,39
E 0,6357
Z 0,61
3. Mortalitas alami ikan tongkol
Lampiran 7 Fekunditas ikan madidihang dan cakalang
Nama Ikan
Panjang ikan (cm)
Berat gonad contoh (gram )
Berat gonad total (gram)
jumlah
telur (butir) fekunditas
Madidihang 155 5,2317 900 2750 4730776
Cakalang 60 0,5849 13,5442 225 52179
Lampiran 8 Pola pemijahan ikan madidihang dan ikan cakalang 1. Pola pemijahan ikan madidihang
2. Pola pemijahan ikan cakalang 0
20 40 60 80 100 120
0,30550,36150,41750,47350,52950,58550,64150,69750,75350,8095
F
re
k
uens
i
(bu
tir)
Diameter telur (mm)
0 10 20 30 40 50 60
0,3644 0,4044 0,4444 0,4844 0,5244 0,5644 0,6044 0,6444 0,6844
F
re
k
uens
i
(b
u
tir
)
Lampiran 9 Recruitment pattern ikan madidihang, cakalang, dan tongkol 1. Recruitment pattern ikan madidihang
2. Recruitment pattern ikan cakalang
37
Lampiran 10 Standarisasi alat tangkap dan laju pertumbuhan intrinsik ikan madidihang, cakalang, dan tongkol 1. Standarisasi alat tangkap dan laju pertumbuhan intrinsik ikan madidihang
Alat Tangkap CPUE FPI
Longline 1,226 1
Tonda 303 0,2472
Gillnet 32 0,0260
Payang 29 0,0241
Pancing Ulur 0,0452 0,000037 Purse Seine 399,1263 0,3256
Tahun CPUE ln CPUE F z =
(-a/b)- F z/ Ut z/Ut+1 1/b
x = z/Ut + 1/ b
y = z/Ut+1 + 1/b
x/y ln x/y q = (ln
x/y)/ z q abs
2008 0,50 -0,70 1026,18 -2282,08 -4594,50 -1842,41 0,0015 -4594,50 -1842,41 2,49 0,91 -0,00040 0,00040 2011 1,24 0,21 813,45 -2069,34 -1670,67 -943,30 0,0015 -1670,66 -943,30 1,77 0,57 -0,00028 0,00028 2012 2,19 0,79 779,47 -2035,36 -927,81 -738,56 0,0015 -927,81 -738,56 1,26 0,23 -0,00011 0,00011 2013 2,76 1,01 776,79 -2032,68 -737,58 -664,56 0,0015 -737,58 -664,56 1,11 0,10 -0,00005 0,00005
2014 3,06 1,12 379,07 -1634,96 -534,53 0,00016
a : 6,4067 K (daya dukung) : 40346,0332 ton
b : -0,0051 r : 0,20 % per tahun
2. Standarisasi alat tangkap dan laju pertumbuhan intrinsik ikan cakalang Alat tangkap Catch (ton) Effort (trip) CPUE FPI
Giilnet 1947,805 8751 0,2226 0,5119
Payang 3434,368 54731 0,0627 0,1443
Pancing tonda 1797,045 10476 0,1715 0,3945
Tuna longline 1601,86 3684 0,4348 1,0000
r (laju pertumbuhan intrinsik)
Tahun CPUE F z = (-a/b)- F z/ Ut z/Ut+1 1/b x = z/Ut + 1/ b y = z/Ut+1 + 1/b x/y ln x/y q = (ln x/y)/ z q abs 2006 1,79 667,00 -1664,58 -928,73 -1952,57 262,69 -666,04 -1689,88 0,39 -0,93 0,00056 0,00056 2007 0,85 830,08 -1827,67 -2143,87 -5345,29 262,69 -1881,18 -5082,60 0,37 -0,99 0,00054 0,00054 2008 0,34 855,00 -1852,58 -5418,16 -5273,57 262,69 -5155,47 -5010,88 1,03 0,03 -0,00002 0,00002 2009 0,35 902,00 -1899,58 -5407,36 -5063,34 262,69 -5144,67 -4800,65 1,07 0,07 -0,00004 0,00004 2010 0,38 639,32 -1636,91 -4363,18 -733,96 262,69 -4100,49 -471,27 8,70 2,16 -0,00132 0,00132 2011 2,23 354,76 -1352,35 -606,37 -364,81 262,69 -343,68 -102,12 3,37 1,21 -0,00090 0,00090 2012 3,71 286,01 -1283,59 -346,27 -612,01 262,69 -83,58 -349,32 0,24 -1,43 0,00111 0,00111
2013 2,10 125,07 -1122,65 -535,27 0,00030
a : 3,7976 K (daya dukung) : 12608,2698 ton
b : -0,0038 r : 0,3005 % per tahun
39
3. Standarisasi alat tangkap dan laju pertumbuhan intrinsik ikan tongkol Alat Tangkap Catch (kg) Effort
(trip) CPUE FPI
Gill Net 66899 2872 23,29 0,8351
Pancing Tonda 6205 9226 0,67 0,0241
Payang 428990 15380 27,89 1
Tahun CPUE ln CPUE F z = (-a/b)- F* z/ Ut z/Ut+1 1/b x = z/Ut + 1/ b y = z/Ut+1 + 1/b x/y ln x/y q = (ln x/y)/ z q abs
2007 0,0033 -5,7036 1610,00 -4585,92 -1375575,52 -146394,55 0,0196 -1375575,50 -146394,53 9,40 2,24 -0,0005 0,0005 2009 0,0313 -3,4633 1186,50 -4162,42 -132875,33 -556995,77 0,0196 -132875,31 -556995,75 0,24 -1,43 0,0003 0,0003 2011 0,0075 -4,8965 1621,50 -4597,42 -615205,43 -109368,27 0,0196 -615205,41 -109368,25 5,63 1,73 -0,0004 0,0004 2013 0,0420 -3,1692 954,00 -3929,92 -93489,08 -99845,95 0,0196 -93489,06 -99845,93 0,94 -0,07 0,0000 0,0000
2014 0,0394 -3,2350 0,0002
a : 0,0467 K (daya
dukung)
: 259,2190 ton
b : -0,00002 r : 0,54 % per tahun
Lampiran 11 SSB (spawning stock biomass) 1. SSB ikan madidihang
Bt 4523 ton
Bo 2106 ton
SSB 46.56%
2. SSB ikan cakalang
X 6 304.1349 ton
Ctotal (2003) 953.2070 ton
F 0.1512
Bt 781.9063 ton
Bo 1108.8021 ton
SSB 70.51%
3. SSB ikan tongkol
X 129.6070 ton
Ctotal (2002) 112.9080 ton
F 0.8712
Bt 35.5419 ton
Bo 269.8132 ton
Lampiran 12 Ukuran tertangkap (Lc) ikan madidihang, cakalang, dan tongkol 1. Ukuran tertangkap (Lc) ikan Madidihang
2. Ukuran tertangkap (Lc) ikan cakalang
3. Ukuran tertangkap (Lc) ikan tongkol
0
101,5 110,5 119,5 128,5 137,5 146,5 155,5 164,5 173,5
Fre
274,5 329,5 384,5 439,5 494,5 549,5 604,5 659,5 714,5
Fre
308,5 347,5 386,5 425,5 464,5 503,5 542,5 581,5 620,5
Lampiran 13 Intrinsic vulnerability catch
Nama ikan
Index vulnerability spesies (Cheung)
Produksi per alat tangkap (ton)
Mean trophic level
Long line Pancing
tonda Payang
Madidihang 60 842,3793 239,2197 51,3230 4,4 Cakalang 55 266,9767 199,6717 312,2153 3,8
Tongkol 60 0,6205 42,8990 4,5
Total Produksi 1109,3560 439,5118 406,4373
Tropic Level
Catch 4,2556 4,1276 3,9496