• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Kemasan Hermetik Untuk Memperpanjang Umur Simpan Selai Durian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan Kemasan Hermetik Untuk Memperpanjang Umur Simpan Selai Durian"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN KEMASAN HERMETIK UNTUK

MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN SELAI DURIAN

KHANIA TRIA TIFANI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penggunaan Kemasan Hermetik untuk Memperpanjang Umur Simpan Selai Durian adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2016

Khania Tria Tifani NIM F152130261

(3)

RINGKASAN

KHANIA TRIA TIFANI. Penggunaan Kemasan Hermetik untuk Memperpanjang Umur Simpan Selai Durian. Dibimbing oleh LILIK PUJANTORO dan NANIK PURWANTI.

Durian merupakan buah musiman yang memiliki bentuk yang unik dan aroma yang khas. Durian memiliki umur simpan yang terbatas yaitu antara 2-5 hari sehingga diperlukan pengolahan yang tepat agar dapat dikonsumsi selama off season. Sebagai contoh daging buah durian diolah menjadi selai. Durian memiliki berbagai macam kultivar dengan masing-masing karakteristik fisikokimia dan sensori. Perbedaan tersebut dapat mempengaruhi kualitas selai yang dihasilkan tetapi hal ini belum pernah diteliti. Durian tersedia dalam bentuk beku untuk memperpanjang umur simpan dan untuk memudahkan proses distribusi. Perubahan karakteristik fisikokimia akibat proses pembekuan dapat mempengaruhi selai yang dihasilkan. Durian memiliki 3 aroma utama yaitu sulfur, alkohol dan ester. Senyawa tersebut mudah menguap selama penyimpanan. Pengemasan yang tepat diharapkan mampu mempertahankan aroma selai durian dengan baik. Berdasarkan pemaparan di atas penelitian ini terbagi menjadi 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menganalisis pengaruh berbagai jenis kultivar dan pembekuan daging buah durian terhadap karakteristik fisikokimia selai durian. Penelitian utama bertujuan untuk menganalisis penggunaan kemasan hermetik yang diharapkan mampu menjaga kualitas sensori selai durian yang meliputi senyawa volatil, warna dan tekstur.

Kultivar durian Chanee, Petruk, Monthong dan Hepe digunakan dalam penelitian ini. Tahapan penelitian ini dimulai dari pembekuan daging buah durian, pembuatan selai, pengamatan karakteristik fisikokimia selai yang meliputi pH, TPT, tekstur dan warna. Setelah didapatkan kultivar dengan karakteristik fisikokimia terbaik kemudian dilakukan pengemasan dan penyimpanan selai. Selai dikemas menggunakan plastik PP, PE laminasi LLDPE serta nylon laminasi LLDPE. Selai kemudian disimpan pada suhu ruang dan diamati tekstur, warna, senyawa volatil, dan uji sensori. Senyawa volatil selai dianalisis menggunakan GC-MS.

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa karakteristik fisikokimia daging buah durian tidak dipengaruhi oleh proses pembekuan dan kultivar. Selai terbaik menurut penilaian panelis adalah selai yang terbuat dari kultivar Chanee dan Petruk. Hasil penyimpanan selai menunjukkan bahwa selai yang dikemas dengan plastik hermetik mampu mempertahankan warna, tekstur dan aroma selai lebih baik dibandingkan dengan plastik PP.

(4)

SUMMARY

KHANIA TRIA TIFANI. Hermetic Packaging to Prolong the Self-Life of Durian Jam. Supervised by LILIK PUJANTORO and NANIK PURWANTI.

Durian is a seasonal fruit that has a unique shape and distinctive odor which pulp is the edible part. Durian pulp has a limited shelf-life between 2 and 5 days at room temperature, therefore, processing of durian pulp is needed to prolong its shelf-life. For an example, durian pulp is processed into jam. Durian has so many cultivars which each cultivar has its different physicochemical and sensorial properties. The differences in the physicochemical properties of durian pulp might influence the resulting jam quality but this has not been studied. Durian serve in frozen to prolong its self-life and it is easily distributed. The changes because of frozen process could change the physicochemical properties of durian. There are 3 keys of odor volatile compounds in durian pulp namely sulfide, alcohol and ester. This compound could easily lost. Packaging is the suitable effort to keep the volatile compounds. This research aimed to determine the effects of various durian cultivars and the conditions of durian pulp (fresh and frozen pulp) on the physicochemical properties of durian jam and to analize the application of hermetic packaging to prolong the self-life of durian jam.

Durian cultivars namely Montong, Chanee, Hepe and Petruk were used. The stages of this research were freezing of the durian pulp, jam processing, and observing the physicochemical and sensorial properties of the jam. The physichochemical properties included pH, acidity, total soluble solids, texture, and color. After determaining the physicocemical and sensorial properties of durian jam then selected the best cultivar that has the best physicocemical and sensorial properties. This cultivar then packed with various plastic and stored in the room temperature. During storage, the texture, color, volatility and sensorial properties of jam were analized. The volatile compound of durian was analized using GC-MS.

The results show that cultivars and freezing process affected the physicochemical properties of durian pulp but they did not affect the properties of durian jam. The results of sensory analysis show that the panelists preferred the jam made from cultivars Chanee and Petruk. Hermetic packaging could preserve the texture, color and volatility of durian jam.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(6)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Pascapanen

PENGGUNAAN KEMASAN HERMETIK UNTUK

MEMPEPANJANG UMUR SIMPAN SELAI DURIAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(7)
(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga proposal ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang akan dilaksanakan sampai bulan April 2015 ini ialah umur simpan selai durian, dengan judul Penggunaan Kemasan Hermetik untuk Memperpanjang Umur Simpan Selai Durian.

Terima kasih kepada ibu saya, Sulastri, dan ayah saya, Latif, serta adik saya, Antonov, yang senantiasa memberikan doa dan semangat. Terima kasih kepada kedua pembimbing saya, Bapak Lilik dan Ibu Nanik atas saran dang pengarahan selama penelitian. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah membiayai penelitian ini. Terima kasih juga kepada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Pusat Penelitian Kimia yang telah mengizinkan saya menggunakan sarana dan prasaran sebagai penunjang dalam pelaksanaan penelitian. Terima kasih kepada Ibu Dyah Styarini, Ibu Eka Dian Pusfitasari dan Bapak Salahuddin yang telah membimbing saya selama di LIPI. Terima kasih yang tak terhingga juga kepada teknisi Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Bapak Sulyaden dan Bapak Baskara atas bantuan dan ijinnya. Kepada teman teman yang selalu memberi semangat dan tak lelah memberi bantuan, Desi Trisnawati, Nuzlul Muzdalifah, Reski Febyanti dan Bintarjo Agus Priyadi saya mengucapkan terima kasih.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2016

(10)

DAFTAR ISI

Karakteristik fisikokimia dan sensori selai durian 15

Karakteristik fisikokimia daging buah durian 15

Karakteristik fisikokimia selai durian 18

Hasil uji sensori selai durian 20

Pengemasan selai durian 22

Perubahan warna dan tekstur selai selama penyimpanan 23

(11)

DAFTAR TABEL

1. Atribut uji sensori selai durian 11

2. Karakteristik fisikokimia buah durian berbagai kultivar 17 3. Karakteristik fisikokimia selai durian berbagai kultivar 17

4. Koefisien korelasi antar parameter. 20

5. Hasil uji organoleptik selai durian berbagai kultivar 21 6. Koefisien korelasi antara karakteristik fisikokimia dengan sensori 22 7. Perubahan mutu selai durian selama penyimpanan 24 8. Perubahan mutu selai durian selama penyimpanan 25 9. Senyawa volatil selai durian yang terdeteksi pada kolom DB-5 26 10. Senyawa volatil selai durian yang terdeteksi pada kolom DB-Wax 27 11. Perubahan aroma selai durian selama penyimpanan berdasarkan uji 29 12. Senyawa volatil selai durian pada awal penyimpanan 30

DAFTAR GAMBAR

1. Diagram alir penelitian 8

2. Diagram alir analisis fisikokimia selai durian 9 3. Diagram alir pengemasan dan penyimpanan selai durian 12 4. Diagram alir optimasi metode analisis senyawa volatil selai pada 14 5. Warna daging buah durian (segar dan beku) pada berbagai kultivar 16 6. Warna selai durian yang diolah dari daging buah segar maupun beku 19 7. Nilai aroma segar selai berdasarkan uji sensori 31 8. Perubahan area senyawa 2,3 Butanediol selai selama penyimpanan 31

(12)

1

PENDAHULUAN

Latar belakang

Selai adalah makanan dengan kadar air menengah yang berasal dari bubur buah–buahan, gula, pektin, asam dan bahan tambahan pangan lain (perasa, pewarna dan pengawet makanan) dengan konsistensi gel atau semi gel (Kurz et al. 2008, Holzwarth et al. 2013). Pembentukan gel pada pembuatan selai dipengaruhi oleh agen pembentuk gel (gelatin, pektin), keasaman (pH) dan kosentrasi gula yang terkandung dalam buah. Menurut Sinha et al. (2006) gel dapat terbentuk dengan baik apabila buah memiliki kandungan pektin 0.5–5%, pH antara 2.7–3.6 dan kosentrasi gula 64–71%. Buah yang dapat diolah menjadi selai diantaranya plum, ceri (Kim dan Padilla-Zakour 2004), stroberi (Garcia-Viguera et al. 1999), kiwi (Lespinard et al. 2012), aprikot (Touati et al. 2014) dan anggur (Igual et al. 2013). Buah lain yang berpotensi untuk diolah menjadi selai adalah buah durian. Hal ini dilatarbelakangi oleh permintaan konsumen terhadap selai meningkat, salah satunya selai durian sebagai bahan pendukung industri pangan (Ho dan Bath 2015). Namun kajian mengenai pembuatan selai durian belum banyak dilakukan. Oleh karena itu diperlukan analisis pembuatan selai durian dengan konsistensi gel, warna dan aroma terbaik.

Durian merupakan buah yang tumbuh dikawasan tropis asia. Durian memiliki beragam kultivar dan masing–masing kultivar memiliki karakteristik fisikokimia yang berbeda. Voon et al. (2007a) telah melakukan analisis karakteristik fisikokimia durian segar pada berbagai kultivar (D2, D24, MDUR78, D101 dan Chuk). Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya perbedaan karakteristik fisikokimia dan sensori pada masing–masing kultivar. Perbedaan karakteristik fisikokimia tersebut apakah berpengaruh terhadap kualitas selai yang dihasilkan belum diteliti.

Durian memiliki bentuk yang unik dan umur simpan yang singkat pada suhu ruang. Hal ini menyebakan kesulitan pada saat proses distribusi (Chin et al. 2008). Salah satu upaya pengawetan daging buah durian adalah pembekuan daging buah durian. Pembekuan daging buah durian juga bertujuan untuk memudahkan proses distribusi. Pembekuan daging buah durian telah dilakukan oleh Yahia (2011). Proses pembekuan tersebut apakah berpengaruh terhadap karakteristik fisikokimia daging buah durian dan selai yang dihasilkan belum diteliti. Oleh karena itu tujuan penelitian tahap 1 adalah untuk mengetahui pengaruh kultivar dan pembekuan daging buah durian terhadap karakteristik fisikokimia selai durian.

(13)

biji kopi tersebut dapat dipertahankan dengan baik selama penyimpanan hingga 12 bulan. Berdasarkan pemaparan di atas, maka akan digunakan kemasan hermetik yang diharapkan mampu mempertahankan aroma selai durian selama penyimpanan serta mampu menjaga kualitas sensori selai durian lain yang meliputi warna dan tekstur.

Perumusan Masalah

Durian memiliki berbagai macam kultivar dimana masing–masing kultivar memiliki karakteristik fisikokimia yang berbeda. Pemilihan kultivar durian yang tepat untuk pembuatan selai perlu dilakukan agar menghasilkan kualitas selai yang baik. Durian memiliki senyawa volatil yang mudah menguap sehingga perlu dilakukan pengolahan dan pengemasan yang tepat. Pengemasan yang tepat diharapkan mampu menjaga kualitas sensori selai durian yang meliputi senyawa volatil, warna dan tekstur selai.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini terbagi menjadi dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menganalisis pengaruh berbagai jenis kultivar dan pembekuan daging buah durian terhadap karakteristik fisikokimia selai durian. Penelitian utama bertujuan untuk menganalisis penggunaan kemasan hermetik yang diharapkan mampu menjaga kualitas sensori selai durian yang meliputi senyawa volatil, warna dan tekstur.

Hipotesis

Kemasan hermetik diduga mampu mempertahankan kualitas sensori selai durian ditinjau dari segi perubahan senyawa volatil, tekstur dan warna.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui pengaruh pembekuan daging buah durian dan karakteristik fisikokimia berbagai jenis kultivar durian serta pengaruhnya terhadap kualitas selai. Mengetahui jenis kemasan selai durian yang tepat ditinjau dari kemampuan jenis kemasan tertentu dalam mempertahankan senyawa volatil, tekstur dan warna.

Ruang Lingkup Penelitian

(14)

3

2

TINJAUAN PUSTAKA

Durian

Durian merupakan salah satu buah musiman yang tumbuh di Asia Tenggara. Durian merupakan buah klimakterik. Durian berasal dari famili Bambocaceae, genus Durio dan spesies Durio zibethinus Murr (Wong dan Tai, 1995). Durian terdiri dari 27 spesies, yang enam diantaranya dapat dimakan. Kultivar durian yang ditanam secara komersial di negara-negara ASEAN berasal dari D. zibethinus Murray yang berasal dari Semenanjung Melayu. Kultivar komersial yang ada berasal dari pembibitan, seleksi oleh petani dan kemudian dibudidayakan oleh lembaga pemerintah. Durian tumbuh pada kondisi basah dan hangat di daerah tropis khatulistiwa dan dibudidayakan di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina (Voon et al. 2007). Tanaman durian dapat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 1 000 m di atas permukaan laut. Namun, produksi terbaiknya dicapai jika penanaman dilakukan pada ketinggian 400–600 m di atas permukaan laut (Yahia 2011). Panen yang umum dilakukan ialah menunggu sampai buah durian berjatuhan. Namun pemanenan dengan cara ini dapat merusak kulit buah sehingga buah durian memiliki umur simpan yang singkat. Pemanenan secara selektif perlu dilakukan agar buah durian memiliki umur simpan lebih lama. Pemanenan diawali dari jumlah hari yang telah dilewati sejak bunga mekar, petani juga mungkin memperhatikan warna, elastisitas dan letaknya duri, intensitas bau yang keluar dari buah, suara yang terdengar jika jari-jari dijentikkan pada alur-alur di antara duri, perubahan pada tangkai buah, dan uji apung di air (Yahia 2011).

Buah durian berbentuk oval, sebesar buah kelapa, dengan kulit berwarna hijau hingga kekuningan. Seluruh kulit durian ditumbuhi duri–duri kecil dan biasanya terbagi menjadi lima ruas, dan disetiap ruas terdapat beberapa biji yang diselimuti daging buah yang memiliki rasa manis dengan tekstur lembut (Weenen et al. 1996). Bentuk durian yang unik menjadi permasalahan tersendiri bagi pasar durian karena pendistribusian yang lebih sulit dan umur simpan buah durian yang hanya 2–5 hari pada suhu ruang (Chin et al. 2008). Diperlukan pengawetan agar buah ini dapat dikonsumsi selama off season. Upaya pengawetan buah durian yang telah dilakukan adalah pengolahan minimal buah durian (Booncerm dan Siriphanich, 1991, Voon et al. 2006, Voon et al. 2007b), pembekuan daging buah (Yahia 2011), pembuatan pasta durian (Paweenakarn et al. 1992), pembuatan keripik buah durian (Ngew et al. 2011, Jamradloedluk et al. 2007) dan pembuatan bubuk buah durian (Man et al. 1999, Chin et al. 2008, Chin et al. 2010).

(15)

dilakukan pengolahan dan pengemasan yang tepat agar senyawa volatil tersebut 100oC (Igual et al. 2014). Pemasakan selai dihentikan apabila selai memiliki total padatan terlarut sekitar 60–65%. Selai yang baik harus memiliki konsistensi yang tidak terlalu cair dan tidak terlalu padat agar mudah saat dioleskan pada roti. Untuk mendapatkan konsistensi dan kekentalan selai yang baik, buah yang akan diolah menjadi selai harus memiliki kandungan pektin minimal 1% dengan pH 3.4. Apabila pH lebih dari 3.4 maka dapat ditambah asam sitrat (Hui et al. 2006). Buah yang dapat digunakan dalam pembuatan selai adalah buah segar, buah yang telah dibekukan, buah atau daging buah yang diawetkan dengan menggunakan panas, buah yang diawetkan dengan sulfitasi, buah yang telah dikeringkan (Hui 2006) atau dapat menggunakan buah yang telah mengalami osmodehidrasi (Martinez et al. 2002).

Komposisi bahan tambahan dalam pembuatan selai harus seimbang agar didapatkan konsistensi gel yang diinginkan (Remirez-Sucre dan Velez-Ruiz 2014). Penambahan gula hingga konsentrasi gula mencapai 60% b/b dapat menyebabkan kekerasan selai meningkat (Basu et al. 2010). Namun bila penambahan gula lebih dari 60% b/b, air yang terkandung pada selai keluar sehingga menyebabkan kekerasan selai menurun (Basu et al. 2010) dan mengakibatkan terbentuknya kristal–kristal (Hui 2006). Penambahan asam sitrat pada selai menyebabkan keasaman selai meningkat dan pH buah yang diolah menurun. Derajat keasaman selai berpengaruh terhadap daya simpan selai yang berhubungan dengan aktivitas mikroba (Remirez-Sucre dan Velez-Ruiz 2014). Semakin tinggi keasaman maka produk menjadi lebih awet. Tetapi selai dengan asam konsentrasi tinggi mengakibatkan terjadinya sineresis (Hui 2006). Selai memiliki konsistensi gel terbaik apabila memiliki nilai pH antara 3.0-3.4 (Basu et al. 2010). Penambahan pektin dalam pembuatan selai dapat mempengaruhi kekerasan selai. Selai dengan penambahan pektin hingga 5% memiliki tekstur selai terbaik (Dervisi et al. 2001). Konsentrasi pektin lebih dari 5% menyebabkan selai mengeras dan sulit untuk diaduk serta dikemas (Dervisi et al. 2001).

(16)

5

Kemasan Plastik Hermetik

Kemasan plastik berbentuk lembaran merupakan pengembangan dari kemasan plastik berbentuk botol yang biasa digunakan untuk kemasan susu atau soft drinks. Kemasan plastik banyak digunakan karena transparan dan mudah dibentuk (Emblem 2012). Plastik dibuat melalui proses polimerisasi dari bahan pembentuknya tetapi untuk memberikan daya hambat yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan pembentuk tunggal, dilakukan proses laminasi. Bahan laminasi yang umum digunakan adalah aluminum, melamin dan SiOx (Lange dan Wyser 2003). Kemasan plastik yang mudah ditemukan dipasaran yaitu plastik polietilen, polietilen tereftalat, polipropilen, polivinil klorida dan polistirena (Emblem 2012).

Plastik polietilen (PET) dan polietilen tereftalat (PETE) memiliki daya hambat yang baik terhadap gas oksigen, karbondioksida dan uap air. Plastik jenis ini memiliki ketahanan yang baik terhadap panas, bahan pelarut dan senyawa asam, tetapi plastik ini tidak tahan terhadap senyawa basa. Plastik ini banyak digunakan untuk kemasan air mineral dan beberapa jenis makanan (Marsh dan Bugusu 2007).

Plastik PP memiliki dua jenis kemasan yaitu kemasan kaku dan fleksibel. Plastik PP kaku biasanya digunakan untuk kemasan ice cream sedangkan plastik PP fleksibel biasany digunakan untuk kemasan snack, biskuit atau roti. Kemasan ini memiliki daya tahan yang baik terhadap uap air dan lemak (Emblem 2012).

Plastik polivinil klorida (PVC) adalah plastik yang kaku, liat, amorf dan transparan. Plastik ini memiliki ketahanan yang baik terhadap bahan kimia (asam dan basa), minyak dan lemak (Marsh dan Bugusu 2007). plastik ini biasanya digunakan untuk kemasan bahan farmasi. Plastik stretch film terbuat dari plastik PVC dengan modifikasi pada proses pembuatannya (Emblem 2012).

Dalam mengemas suatu produk tertentu seperti biji-bijian manipulasi kondisi atmosfer dalam kemasan diperlukan. Tujuan memanipulasi kondisi atmosfer dalam kemasan yaitu untuk mencegah serangan hama, menurunkan respirasi produk (Guenha et al. 2014) dan mempertahankan kualitas sensori terutama aroma dari bahan yang dikemas (Ribeiro et al. 2011). Untuk mendapatkan kondisi tersebut diperlukan kemasan plastik berlapis yang kedap udara dan uap air atau disebut juga plastik hermetik. Kemasan plastik hermetik merupakan kemasan plastik yang dibuat dari bahan dan teknik khusus untuk menciptakan lingkungan kedap dari pengaruh luar (Villers et al. 2007). Kemasan ini kedap gas (termasuk CO2, O2 dan N2) dan air (Borem et al. 2013). Kemasan

hermetik dapat didesain sedemikian, sehingga dapat mempertahankan kualitas sensori bahan yang meliputi senyawa volatil, tekstur dan warna. Bahan penyusun kemasan hermetik terdiri dari plastik HDPE yang berfungsi sebagai penahan oksigen sedangkan plastik PVC berfungsi untuk memberi kekuatan pada kemasan tersebut (Baoua et al. 2012).

(17)

dari plastik HDPE 2 lapis dan plastik PVC untuk menyimpan kacang tunggak. Kacang tunggak yang disimpan dalam kemasan hermetik selama 5 bulan memiliki kualitas sensori yang baik dan tidak terserang hama.

3

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB dan Laboratorum Pusat Penelitian Kimia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2014–Januari 2016.

Bahan

Durian kultivar Montong, Chanee, Hepe dan Petruk digunakan pada penelitian ini. Durian tersebut memiliki umur petik 95–105 hari setelah bunga mekar, diambil pada musim hujan (Mei 2015), dari petani di daerah Ciawi, Jawa Barat. Bahan lain yang digunakan adalah aquadest, gula (Sugar Group Company, Lampung), asam sitrat (merck, Jerman), indikator pp, NaOH, methanol (MeOH) (merck, Jerman), acetonitril (ACN) (merck, Jerman), diklorometan (DCM) (merck, Jerman). Kemasan yang digunakan yaitu plastik PP (Polypropylen) (K1) dengan ketebalan 40µm, laju transmisi uap air 30-70 g/m2/hari, laju transmisi oksigen 1800-2500 cm3/m2/hari, plastik hermetik polyethylen (PE) dengan laminasi LLDPE (Linear Low Density Polyethylen) (K2) dengan ketebalan 65µm, laju transmisi uap air 16-20 g/m2/hari, laju transmisi oksigen 60-120 cm3/m2/hari dan plastik hermetik nylon dengan laminasi LLDPE (K3) ketebalan 60µm, laju transmisi uap air 20-60 g/m2/hari, laju transmisi oksigen 50-80 cm3/m2/hari.

Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu kompor listrik, wajan anti lengket, sodet kayu, freezer, refractometer (Atago, Jepang), pH meter (Digital Instrument, Taiwan), chromameter (Minolta, Jepang), Universal Testing Machine (WDW 5-E, Cina), Gas Chromatograph Mass Spectrometry (GC-MS) (Agilent, USA), vial 50 ml, 5 ml dan 1.5 ml, crimp cap, crimp seal, screw cap, syringe filter 0.45 µm (Agilent, USA).

Prosedur Penelitian

(18)
(19)

Gambar 1 Diagram alir penelitian

Proses pembuatan selai

Persiapan bahan

Daging buah durian diambil dari buah durian utuh. Dihomogenisasi menggunakan blender. Pasta durian tersebut dibekukan terlebih dahulu pada suhu -18oC selama satu minggu (Eshtiaghi dan Knorr 1996). Pasta durian beku dilakukan thawing pada suhu ruang sebelum diproses menjadi selai. Pasta durian segar langsung diproses sebagai bahan baku pembuatan selai. Penyebutan kultivar durian serta kondisi daging buah berturut – turut sebagai berikut Montong segar (MS), Montong beku (MB), Chanee segar (CS), Chanee beku (CB), Hepe segar (HS), Hepe beku (HB), Petruk segar (PS), dan Petruk beku (PB).

Pasta durian dianalisis fisikokimia untuk menentukan jumlah penambahan gula dan asam sitrat pada proses pembuatan selai. Pasta tersebut kemudian dimasak menggunakan wajan anti lengket dan kemudian ditambahkan 30% b/b gula, 0.002% b/b asam sitrat dan 0.6% v/v air. Campuran bahan ini dimasak pada suhu 95–100oC selama 60 menit atau hingga total padatan terlarut mencapai 65% (Gambar 2). Setelah selai selesai dibuat kemudian dilakukan analisis fisikokimia

dan sensori selai.

Analisis fisikokimia selai durian

Analisis total padatan terlarut

(20)

9

(21)

Analisis pH

Analisis pH dilakukan dengan memotong-motong daging buah durian (10.0 g) kemudian ditambahkan 90 ml aquadest, dihomogenisasi dan disaring. Nilai pH filtrat dianalisis dengan menggunakan digital pH meter (Digital Instrument, Taiwan) berdasarkan metode Li et al. 2013.

Total asam

Total asam dianalisis dengan titrasi menggunakan indikator phenolphthalein (PP) dan 0.1N NaOH berdasarkan metode AOAC Method 942.15 (AOAC 1995). Sebanyak 100 gram bahan diamsukkan kedalam labu ukur 100ml dan diencerkan menggunakan aquadest hingga tanda tera. Bahan dan aquadest dihomogenisasi dan disaring. Sebanyak 10ml filtrat diberi indikator pp sebanyak 2-3 tetes. Filtrat kemudian dititrasi dengan menggunakan NaOH hingga berubah warna menjadi merah dan warna ini stabil selama 30 detik. Nilai total asam (%) dihitung menggunakan Persamaan 1.

× × ×

×

(1) Dimana V adalah volume NaOH (ml), N adalah normalitas NaOH, fp adalah faktor pengenceran (100/10), M adalah Mr NaOH, m adalah berat sampel.

Tekstur

Tekstur dianalisis dengan menggunakan universal testing machine (UTM) (Time Group Model WDW–5E, China) yang dihubungkan dengan WinWDW software (WDW, China) untuk akuisisi data. Probe berbentuk silinder pejal berdiameter 5mm digunakan untuk analisis ini. Pasta dan selai durian diletakkan pada wadah plastik dengan ukuran diameter 2 cm dan tinggi 4 cm. Pengukuran tekstur dilakukan dengan uji tusuk sampel dengan kecepatan turun alat 100 mm/menit hingga kedalaman 25 mm berdasarkan metode Holzwarth et al. 2013. Tekstur dinyatakan dalam kekuatan maksimum bahan (N).

Analisis warna

Warna pasta durian dan selai dianalisis menggunakan chromameter (Minolta Chromameter CR-400, Minolta Corp, Osaka, Jepang) menurut metode Petzold et al. 2014. Instrumen dikalibrasi dengan warna piringan putih (L * = 98,56 , sebuah * = 0,09, b * = 1,25) sebagai standar. Cawan petri yang berisi sampel ditempatkan di atas piringan putih, kemudian sampel diletakkan pada sumber cahaya dari chromameter tersebut. Tiga parameter dicatat, yaitu, L* yang mewakili kecerahan (hitam = 0, putih = 100), a* yang mewakili kemerahan (a*>0) atau kehijauan (a*<0), dan b* yang mewakili kekuningan (b*>0) atau kebiruan (b*<0). Warna daging buah durian dan selai dinyatakan sebagai hue angel (hue) yang dihitung berdasarkan a* dan b*, seperti yang ditunjukkan pada Persamaan. 2. Intensitas warna juga dihitung dari a* dan b*, dinyatakan sebagai chroma (C *), seperti yang ditunjukkan pada Persamaan 3.

(22)

11

Uji sensori

Analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk uji sensori selai durian yang dilakukan oleh 12 panelis terlatih (4 perempuan, 8 laki-laki) berdasarkan metode Stone et al. (1974). Panelis dilatih untuk mengenali sifat sensoris seperti dijelaskan pada Tabel 1. Panelis dilatih 6 kali dan dievaluasi apakah panelis tersebut mampu mengenali atribut sensori yang dimaksud. Evaluasi atribut sensori dilakukan dengan menggunakan lembar skor sensorik berdasarkan metode modifikasi dari Voon et al. (2007b). Garis horizontal dengan skala tidak terstruktur 10 cm digunakan untuk menunjukkan intensitas setiap atribut. Kuantifikasi atribut sensori dilakukan dengan mengukur jarak dari skala yang ditandai oleh panelis. Penerimaan setiap atribut dievaluasi berdasarkan 5 titik skala hedonik.

Tabel 1 Atribut uji sensori menggunakan analisis deskriptif kuantitatif pada selai durian (Voon et al., 2007b, dengan modifikasi warna selai dan penambahan penerimaan keseluruhan)

Atribut Definisi

Penampakan

Warna Warna selai durian dalam rentang kuning hingga kecoklatan Bau Bau berada dalam rentang lemah hingga kuat

Aroma manis Aroma yang berasosiasi dengan aroma permen Aroma buah Aroma asli buah segar

Aroma sulfur Aroma yang berasosiasi dengan aroma bawang

Aroma alkohol Aroma yang berasosiasi dengan aroma fermentasi (tape) Aroma segar Aroma dari rumput segar atau mentimun

Aroma kacang Aroma yang mencirikan kacang misalnya kacang hazelnut Aroma keseluruhan Intensitas aroma secara keseluruhan

Aroma lain Aroma yang tidak diinginkan seperti aroma tengik dan menjijikkan

Rasa Berada pada rentang lemah hingga kuat

Rasa manis Rasa identik sukrosa

Rasa segar Rasa segar mentimun atau rumput

Rasa lain Rasa yang tidak diinginkan sesaat setelah selai ditelan

Rasa keseluruhan Keseluruhan rasa selai berdasarkan atribut rasa yang telah dijelaskan

Tekstur

Kelembutan Tekstur yang mewakili tekstur krim pada rentang lemah hingga kuat

Kelengketan Kemudahan ketika dioles ke roti, berada pada selang lengket hingga tidak lengket

Kelembaban Menunjukkan kadar air selai yang berada pada rentang sangat kering hingga sangat lembab

Penerimaan keseluruhan

(23)

Pengemasan dan penyimpanan selai

Pengemasan selai dilakukan setelah didapatkan selai dengan karakteristik fikikokimia dan sensori terbaik menurut panelis. Tahapan proses pengemasan selai disajikan pada Gambar 3. Menurut Hui (2006) pada kemasan diberikan headspace 10% dan dikemas pada saat panas sehingga tidak diperlukan proses tambahan seperti exhausting. Hal ini terjadi karena uap panas selai dapat berfungsi sebagai exhausting yang dapat mengusir kandungan O2 pada headspace

(Hui 2006).

Selai dikemas dengan menggunakan kemasan hermetik dengan bahan PE dengan laminasi LLDPE dan bahan nylon dengan laminasi LLDPE. Sebagai kontrol selai dikemas dengan plastik PP (Polypropylen). Selai yang telah dikemas disimpan pada suhu ruang.

Kemasan selai berukuran 6×9 cm dengan berat selai masing–masing kemasan 30±0.5 gram. Selai yang telah dikemas kemudian disimpan pada suhu ruang 27±5 oC. Selama penyimpanan, selai dianalisis warna, tekstur, uji sensori (seperti pada penjelasan sebelumnya) dan senyawa volatil. Analisis tersebut dilakukan dengan interval 7 hari hingga muncul tanda–tanda kerusakan selai, seperti kemasan menggembung, dan panelis sudah tidak menyukai selai tersebut.

(24)

13

Analisis senyawa volatil selai

Optimasi metode analisis senyawa volatil selai pada GC-MS

Analisis senyawa volatil selai durian dilakukan dengan menggunakan GC-MS (Voon et al. 2007a, Voon et al. 2007b, Chin et al. 2008, Chin et al. 2010). Namun diperlukan optimasi metode yang digunakan agar sesuai dengan syringe (gastight atau watertight) dan kolom (polar atau non polar) yang tersedia serta tipe GC-MS (injeksi gas atau cair) yang digunakan. Jika hasil menunjukkan bahwa metode injeksi cair yang terbaik dalam menganalisis senyawa volatil yang ada dalam selai maka diperlukan optimasi pemilihan pelarut yang digunakan seperti yang tersaji pada Gambar 4.

Metode headspace

Sebanyak 5 gram selai dimasukkan ke dalam vial 50 ml kemudian vial ditutup dengan menggunakan crimp cap dan dikencangkan dengan crimp seal. Selanjutnya bahan dioven pada 50oC selama 30 menit. Mengambil gas sebanyak 10 µl yang terdapat pada headspace melalui septum dengam menggunakan syringe. GC-MS diatur dengan prosedur: suhu awal 40oC dan ditahan selama 1 menit, kemudian dinaikkan suhunya hingga 230oC dengan kenaikan 5oC dan ditahan selama 11 menit. Untuk mendapatkan hasil yang akurat dilakukan pengulangan sebanyak 2 kali. Hasil yang didapatkan berupa spektra dari masing – masing senyawa dan kemudian dianalisis menggunakan NIST software.

Metode pelarut

Sebanyak 0.5 gram selai dimasukkan ke dalam vial 5 ml kemudian bahan dilarutkan dalam pelarut (metanol, asetonitril dan diklorometan) sebanyak 2ml dan vial ditutup dengan menggunakan screw cap. Larutan ini didiamkan selama 1 jam agar seluruh senyawa volatil terekstrak dalam pelarut. Bahan dan pelarut kemudian disaring menggunakan syringe filter 0.45µm. filtrat diambil sebanyak 750 µl dan dimasukkan dalam vial 1.5ml. Vial diletakkan pada autosampler kemudian GC diatur dengan prosedur: suhu awal 40oC dan ditahan selama 1 menit, kemudian dinaikkan suhunya hingga 230oC dengan kenaikan 5oC dan ditahan selama 11 menit dengan volume injeksi 1µl. Kemudian dianalisis retention time (RT) pelarut untuk menentukan solvent delay pada program. Untuk mendapatkan hasil yang akurat dilakukan pengulangan sebanyak 2 kali. Hasil yang didapatkan berupa spektra dari masing–masing senyawa dan kemudian dianalisis menggunakan NIST software. Pelarut dengan spektra senyawa target terbanyak dipilih untuk analisis senyawa volatil selanjutnya.

Prosedur Analisis Data

(25)

Gambar 4 Diagram alir optimasi metode analisis senyawa volatil selai pada GC-MS

(26)

15

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik fisikokimia dan sensori selai durian

Penelitian ini dimulai dengan melakukan analisis fisikokimia daging buah durian segar dan daging buah yang telah dibekukan. Hal ini bertujuan untuk menganalisis apakah pembekuan berpengaruh terhadap kualitas sensori daging buah durian.

Karakteristik fisikokimia daging buah durian

Hasil analisis fisikokimia daging buah durian segar dan beku berbagai macam kultivar dapat dilihat pada Tabel 2. TPT digunakan untuk memperkiraan kandungan gula, asam organik dan konstituen lainnya seperti asam amino atau pektin (Martinez et al. 2013). Daging buah segar kultivar Chanee memiliki nilai TPT paling tinggi dibandingkan dengan kultivar lain. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada nilai TPT antar kultivar. TPT daging buah ini berubah akibat pembekuan (seperti yang terlihat pada Tabel 2). Perubahan ini terjadi akibat hidrolisis oligo dan polisakarida oleh proton dan ikatan glukosidik (Martins dan Silva 2003). Nilai TPT tertinggi pada daging buah beku ditemukan pada kultivar Petruk. Meskipun tidak terdapat perbedaan signifikan diantara kultivar. Secara garis besar tidak terdapat perbedaan signifikan pada nilai TPT baik pada daging buah segar maupun beku.

Nilai pH pada daging buah segar berada pada selang 6.99-7.56 dan tidak terdapat perbedaan signifikan antar kultivar. Nilai pH menurun akibat pembekuan kecuali pada kultivar Chanee nilai pH relatif konstan. Penurunan pH berbanding terbalik dengan perubahan nilai total asam. Nilai total asam meningkat setelah proses pembekuan. Penurunan pH disebabkan oleh kebocoran ion sel yang disebabkan oleh pembentukan kristal es (Cai et al. 2014).

(27)

secara paksa pada rongga antar sel, dan perpindahan air dan sari buah dalam sel keluar akibat kerusakan membran yang terjadi selama pembekuan.

Kekerasan daging buah segar tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antar kultivar. Kultivar montong memiliki daging buah yang lebih keras dibandingkan dengan kultivar yang lain. Kekerasan buah menurun selama pembekuan. Hal ini terjadi karena pembentukan kristal es selama pembekuan yang mengakibatkan sel-sel terpisah dan bahkan menyebabkan putusnya dinding sel yang berpengaruh pada penurunan tekanan turgor (Ando et al. 2015; Paciulli et al. 2014).

Gambar 5 Warna daging buah durian (segar dan beku) pada berbagai kultivar

(28)

17

Tabel 2 Karakteristik fisikokimia buah durian berbagai kultivar

ParameterA Kultivar durianB

Nilai rata – rata ± standar deviasi pada uji selang berganda Duncan

B

Angka – angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda signifikan pada taraf uji 5% (Uji selang berganda Duncan).

Tabel 3 Karakteristik fisikokimia selai durian berbagai kultivar

ParameterA Kultivar durian

Nilai rata – rata ± standar deviasi pada uji selang berganda Duncan

B

(29)

Karakteristik fisikokimia selai durian

Karakteristik fisikokimia daging buah durian mempengaruhi proses pembuatan selai dan kemudian berpengaruh terhadap karakteristik fisikokimia selai durian. Nilai TPT dan pH daging buah merupakan atribut penting untuk menentukan penambahan gula dan asam sitrat dalam pembuatan selai. Daging buah mangga dengan TPT 15-18% brix menunjukkan tekstur selai terbaik dengan penambahan 60% w/w gula, 1% pektin, dan pH diatur pada 3.4 (Basu et al. 2011). Komposisi ini tidak dapat diaplikasikan untuk pembuatan selai durian. Hal ini dikarenakan daging buah durian memiliki TPT dan pH yang lebih tinggi dibandingkan dengan daging buah mangga. Komposisi yang memberikan tekstur selai durian terbaik adalah dengan menambahkan 30% gula, 0.002% asam sitrat dan pH diatur pada 5-6.

Penambahan gula dan asam sitrat selama pembuatan selai berpengaruh terhadap karakteristik fisikokimia daging buah durian (Tabel 3). Selai durian memiliki TPT yang lebih tinggi dibandingkan dengan daging buah durian pada semua kultivar baik dalam kondisi segar maupun beku. Namun tidak terdapat perbedaan signifikan pada nilai TPT selai dari berbagai jenis kultivar. Kenaikan nilai TPT ini disebabkan oleh penambahan gula. Nilai pH selai durian yang dibuat dari daging buah segar dan beku berada diantar 4.91-5.97 dan tidak terdapat perbedaan antar kultivar baik segar maupun beku. Penurunan pH berbanding terbalik dangan nilai total asam selai yang mengalami kenaikan. Meskipun tidak terdapat perbedaan nilai total asam selai yang diolah dari daging buah segar maupun beku disemua kultivar. Keasaman produk merupakan parameter fisikokimia yang berpengaruh terhadap umur simpan, hal ini dikarenakan derajat keasaman tertentu dapat melindungi produk dari mikroorganisme (Touati et al. 2014).

(30)

19

pencoklatan ini terjadi akibat oksidasi polifenol yang terjadi di dalam bahan (Holzwart et al. 2013).

Tekstur selai durian pada berbagai kultivar baik yang berasal dari daging buah segar maupun beku tidak terdapat perbedaan signifikan. Namun tekstur selai menurun jika dibandingkan dengan daging buah. Penurunan ini terjadi karena kenaikan aktifitas enzim polygalacturonase dan jumlah pektin terlarut akibat kenaikan suhu. decrease (Imsabai et al. 2002).

Analisis korelasi antar parameter fisikokimia telah dilakukan (Tabel 4). Nilai total asam memiliki korelasi dengan nilai pH (r=-0.880). Semakin tinggi nilai pH maka semakin rendah nilai total asam. Nilai TPT berpengaruh terhadap warna C* (r=0.654). Menurut Kamiloglu et al. (2015), penambahan gula pada proses pembuatan selai berpengaruh terhadap warna selai.

Gambar 6 Warna selai durian yang diolah dari daging buah segar maupun beku pada berbagai kultivar

(31)

Tabel 4 Koefisien korelasi antar parameter. perbedaan yang signifikan pada aroma manis dan aroma buah selai antar kultivar baik yang diolah dari daging buah segar maupun beku. Aroma daging buah durian berkorelasi dengan senyawa volatil yang terkandung dalam daging buah (Weenen et al. 1996, Voon et al. 2007a, Voon et al., 2007b). Aroma manis dan aroma buah pada selai durian berkorelasi dengan senyawa ester dan aldehid (Voon et al. 2007b). Walaupun demikian senyawa ester lebih berkontribusi pada aroma manis dibandingkan dengan aldehid, sedangkan senyawa aldehid berkontribusi pada aroma buah (Voon et al. 2007b). Aroma sulfur pada selai yang diolah dari daging buah segar tidak memiliki perbedaan yang signifikan antar kultivar. Aroma sulfur menurun pada selai yang diolah dari daging buah beku pada kultivar Chanee, Hepe dan Petruk kecuali kultivar Monthong. Voon et al. (2007a) melaporkan bahwa kultivar Monthong memiliki kandungan sulfur yang tinggi di dalam daging buah, oleh sebab itu aroma sulfur pada kultivar Monthong lebih kuat dibandingkan dengan kultivar lainnya. Selai durian yang diolah dari daging buah segar kultivar Monthong memiliki aroma yang paling kuat dibandingkan dengan kultivar lain. Sementara, selai yang diolah dari daging buah beku kultivar Petruk memiliki aroma alkohol paling tinggi diantar semua kultivar yang dianalisis. Etil 2-metilbutanoat, yang berkontribusi terhadap aroma durian berkorelasi dengan aroma alkohol (Weenen et al. 1996). Aroma alkohol diduga berasosiasi dengan asetaldehid, etil asetat, metil propionat, etil propanoat dan propil 2-metilbutanoate (Voon et al. 2007b). Aroma segar selai yang diolah dari daging buah segar tidak memiliki perbedaan yang signifikan antar kultivar. Pada kultivar Petruk, aroma ini menurun pada selai yang diolah dari daging buah beku. Aroma segar ini mengindikasikan kesegaran selai. Aroma segar berkorelasi dengan 1-hexanol dan benzil alkohol (Voon et al., 2007b). Aroma kacang yang paling kuat ditenukan pada selai yang diolah dari kultivar Chanee baik pada kondisi daging buah segar maupun beku. Aroma kacang tersebut berkorelasi dengan propanal, etil asetat dan aldehid (Voon et al., 2007b). Aroma lain pada selai yang diolah dari kultivar Monthong daging buah segar memiliki intensitas yang paling tinggi dibandingkan dengan kutivar lain, meskipun pada selai yang diolah dari daging buah beku aroma lain ditemukan lebih kuat pada kultivar Hepe. Aroma lain berkorelasi dengan senyawa dipropil disulfida, benzil alkohol dan 1-hexanol (Voon et al., 2007b). Secara keseluruhan, panelis lebih menyukai aroma selai kultivar Chanee baik yang diolah dari daging buah beku maupun segar.

(32)

21

Tabel 5 Hasil uji organoleptik selai durian berbagai kultivar

A

Nilai rata- rata ± standar deviasi pada uji selang berganda Duncan

B

Angka – angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda signifikan pada taraf uji 5% (Uji selang berganda Duncan).

ParameterA Kultivar durian

B

MS MB CS CB HS HB PS PB

Aroma

Aroma manis 6.40 ± 1.65a 5.32 ± 1.39a 7.92 ± 1.55a 7.57 ± 1.13a 8.05 ± 1.30a 8.27 ± 0.93a 7.92 ± 1.97a 7.40 ± 2.85a

Aroma buah 6.25 ± 1.08a 6.68 ± 0.88a 6.88 ± 0.94a 6.85 ± 1.78a 7.17 ± 0.50a 5.97 ± 1.11a 7.58 ± 2.72a 6.65 ± 3.39a

Aroma sulfur 2.87 ± 2.59ab 3.43 ± 1.72ab 5.10 ± 1.45a 1.73 ± 1.48b 4.30 ± 0.88ab 2.17 ± 1.31ab 2.40 ± 2.6ab 1.72 ± 1.40b

Aroma alkohol 6.88 ± 1.75a 3.90 ± 1.64ab 3.77 ± 1.56ab 2.58 ± 2.53b 3.63 ± 2.56b 3.87 ± 2.88ab 5.48 ± 1.22ab 4.85 ± 1.53ab

Aroma segar 3.50 ± 1.57ab 3.90 ± 1.64ab 4.83 ± 1.64ab 5.15 ± 2.75ab 4.27 ± 1.00ab 4.12 ± 1.77ab 6.45 ± 2.37a 3.03 ± 0.98b

Aroma kacang 1.82 ± 1.64b 3.03 ± 1.92ab 5.58 ± 1.62a 5.97 ± 2.71a 5.03 ± 0.99ab 3.07 ± 2.19ab 3.85 ± 2.08ab 3.07 ± 2.22ab

Aroma lain 5.68 ± 1.93a 2.52 ± 2.98a 2.30 ± 2.18a 2.02 ± 2.01a 3.50 ± 2.34a 3.20 ± 3.05a 2.40 ± 2.35a 2.08 ± 2.76a

Aroma keseluruhan 6.02 ± 2.14ab 6.50 ± 2.02ab 7.82 ± 1.33ab 7.62 ± 1.82ab 4.68 ± 1.99bc 3.42 ± 2.30c 8.17 ± 2.30a 7.62 ± 1.06ab

Rasa

Rasa manis 4.10 ± 2.25b 4.60 ± 2.42ab 7.20 ± 1.25a 7.40 ± 1.47a 5.80 ± 1.48ab 6.80 ± 1.21ab 6.00 ± 1.22ab 7.30 ± 2.01a

Rasa lain 9.10 ± 0.82a 8.67 ± 1.03a 2.85 ± 0.98c 3.05 ± 2.00c 6.43 ± 1.19b 7.62 ± 1.39ab 1.98 ± 1.78c 1.63 ± 2.13c

Rasa segar 4.42 ± 2.38a 4.25 ± 2.12a 6.98 ± 0.76a 6.53 ± 1.00a 4.65 ± 2.73a 5.02 ± 1.75a 5.43 ± 2.30a 6.33 ± 1.96a

Rasa keseluruhan 4.65 ± 2.47b 4.65 ± 2.40b 8.22 ± 0.78a 9.02 ± 1.05a 6.72 ± 1.47a 7.50 ± 2.22a 7.62 ± 1.81a 7.85 ± 1.76a

Warna 4.32 ± 1.28a 4.22 ± 1.75a 5.65 ± 0.55a 5.45 ± 0.79a 1.63 ± 0.92b 2.47 ± 0.70b 5.93 ± 0.77a 5.10 ± 0.96a

Tekstur

Kelembutan 7.50 ± 1.21a 7.80 ± 1.71a 4.70 ± 1.53b 3.55 ± 1.84b 7.50 ± 1.15a 8.17 ± 1.13a 7.67 ± 1.56a 6.87 ± 2.39a

Kelengketan 4.90 ± 1.72ab 4.00 ± 1.36ab 3.02 ± 1.66b 1.97 ± 1.54b 7.18 ± 1.96a 6.10 ± 1.18ab 5.82 ± 3.78ab 5.23 ± 2.47ab

Kelembaban 6.70 ± 1.03a 6.32 ± 1.13a 5.23 ± 2.50a 4.35 ± 2.83a 7.18 ± 1.80a 7.63 ± 1.65a 7.27 ± 1.77a 6.15 ± 2.39a

(33)

Intensitas rasa lain yang kuat diduga menjadi penyebab lemahnya rasa manis pada

Warna selai durian berada pada rentang warna kuning hingga kuning emas. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada warna selai baik yang diolah dari daging buah segar maupun beku pada semua kultivar. Tektur selai dideskripsikan dengan kelembutan, kelengketan dan kelembaban. Selai yang diolah dari daging buah segar maupun beku kultivar Hepe memiliki nilai kelembutan, kelengketan dan kelembaban yang tinggi diantara semua kultivar. Berdasarkan nilai penerimaan keseluruhan atribut uji sensori, panelis menukai selai durian yang diolah dari kultivar Chanee dan Petruk baik pada kondisi daging buah segar maupun beku.

Tabel 6 menunjukkan korelasi antara karakteristik fisikokimia dan beberapa karakteristik sensori selai. Nilai TPT memiliki korelasi yang kuat dengan rasa lain (r=-0.6430). Penyebab utama adanya rasa lain pada selai dipengaruhi oleh kandungan gula yang tinggi pada buah (Voon et al. 2007b). warna dan tekstur selai yang dideskripsikan panelis (kelembutan, kelengketan dan kelembaban) berkorelasi dengan pH. Hal ini sesuai dengan pemaparan Hui (2006) dan Sinha et al. (2006) bahwa pH dapat mempengaruhi tekstur selai. Nilai total asam berkorelasi negatif dengan rasa manis. Hal ini dikarenakan adanya kandungan asam suksinat dalam buah durian (Voon et al. 2007b). kelembutan dan kelembaban selai berkorelasi dengan total asam. Hal ini terjadi karena total asam berkorelasi dengan pH sehingga total asam dapat berpengaruh terhadap tekstur selai (Voon et al., 2007b).

Tabel 6 Koefisien korelasi antara karakteristik fisikokimia dengan sensori

TPT pH Total asam Tekstur

(34)

23

Daging buah segar kultivar Petruk selanjutnya diolah sesuai dengan prosedur pembuatan selai dan dikemas dengan menggunakan tiga jenis plastik yang berbeda. Selai yang telah dikemas kemudian dilakukan analisis warna, tekstur, uji sensori dan senyawa volatil selama penyimpanan.

Perubahan warna dan tekstur selai selama penyimpanan

Perubahan mutu selama penyimpanan disajikan pada Tabel 7. Warna merupakan parameter penting bagi konsumen dalam menilai kualitas produk pangan. Nilai L* pada kemasan PET dan nylon selama penyimpanan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan hingga hari penyimpanan ke 14. Kemasan PP memiliki nilai L* yang berbeda nyata dengan kemasan lain hingga penyimpanan hari ke 28. Nilai L* selai selama penyimpanan pada kemasan PP menunjukkan perbedaan yang signifikan. Pada kemasan PP nilai L* selai menurun setelah disimpan. Penurunan ini paling tinggi dibandingkan dengan kemasan yang lain. Penurunan nilai L* ini menunjukkan bahwa semakin lama disimpan nilai kecerahan selai semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh daya hambat kemasan terhadap pertukaran oksigen rendah sehingga memungkinkan terjadinya reaksi oksidasi senyawa fenol oleh enzim polifenoloksidase (Saba et al. 2015). Perubahan nilai L* pada kemasan PET dan nylon tidak berbeda signifikan sampai hari ke 14. Nilai C* selai pada semua kemasan tidak menunjukkan perbedaan signifikan dan selama penyimpanan nilai C* mengalami penurunan meskipun tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Nilai hue pada tiap-tiap kemasan menunjukkan perbedaan signifikan. Kemasan nylon memiliki nilai hue terendah dibandingkan kemasan lain. Selama penyimpanan nilai hue selai mengalami kenaikan pada semua kemasan. Namun kenaikan nilai hue selai yang dikemas dalam kemasan nylon lebih rendah dibandingkan dengan kemasan lain. Hal ini menujukkan kemasan ini mampu mempertahankan warna dengan baik (Giovanelli et al. 2014). Berdasarkan uji sensoris (Tabel 8) menunjukkan bahwa warna selai tidak mengalami perubahan selama penyimpanan, kecuali pada selai yang dikemas dengan plastik PP. Warna selai berubah menjadi kecoklatan setelah 21 hari penyimpanan. Hal ini terjadi karena masih berlangsungnya reaksi browning yang disebabkan oleh oksidasi enzim polifenoloksidase (Saba et al. 2015).

(35)

.

Tabel 7 Perubahan mutu selai durian selama penyimpanan

ParameterA Kemasan Hari penyimpanan

B

Hari ke 0 Hari ke 7 Hari ke 14 Hari ke 21 Hari ke 28

L* K1 53.31±0.26aA 50.98±0.24bB 50.07±0.38bC 49.41±0.12cD 48.09±0.12cE

K2 53.45±0.22aA 53.48±0.20aA 53.48±0.08aA 52.58±0.12bB 52.25±0.08bB

K3 53.64±0.15aA 53.60±0.06aA 53.60±0.08aA 53.24±0.08aB 52.96±0.14aB

C* K1 19.16±0.84aAB 20.81±0.57aA 18.76±0.35aB 19.34±0.28aAB 19.71±0.89aAB

K2 19.07±0.63aA 18.21±0.71bAB 17.74±0.13bB 17.88±0.32bAB 17.83±0.21bAB

K3 18.97±1.14aA 17.55±0.16bA 17.89±0.05bA 17.79±0.28bA 17.87±0.27bA

hue K1 74.39±1.76aD 79.24±0.22aC 84.03±1.04aB 86.57±0.39aAB 87.11±0.73aA

K2 74.36±0.59aC 76.82±0.13bC 80.06±1.09bB 80.85±1.20bB 85.56±1.14aA

K3 74.40±0.33aC 75.49±0.42cC 77.63±0.15cB 78.27±0.49cB 80.07±0.90bA

tekstur K1 0.26±0.04aA 0.27±0.06aA 0.26±0.07aA 0.28±0.03aAA 0.30±0.03aA

K2 0.27±0.06aA 0.30±0.03aA 0.28±0.02aA 0.25±0.02abA 0.23±0.03abA

K3 0.27±0.03aA 0.31±0.01aA 0.25±0.01aAB 0.21±0.01bB 0.20±0.03bB

A

Nilai rata – rata ± standar deviasi pada uji Tukey

B

a-b = angka – angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda signifikan pada taraf uji 5% (Uji Tukey). A-B = angka – angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda signifikan pada taraf uji 5% (Uji Tukey).

(36)

25

Tabel 8 Perubahan mutu selai durian selama penyimpanan

ParameterA Kemasan Hari penyimpanan

B

Hari ke 0 Hari ke 7 Hari ke 14 Hari ke 21 Hari ke 28

Rasa manis K1 6.61±1.73aA 5.30±2.56aA 6.15±1.82aA 6.17±2.87aA 0.75±1.87aB

K2 6.31±1.87aA 6.24±1.46aA 6.61±1.73aA 6.55±2.12aA 0.84±2.23aB

K3 7.08±1.59aA 6.44±1.73aA 7.34±1.60aA 6.63±1.41aA 0.73±1.80aB

Rasa segar K1 5.88±2.09aA 5.69±2.44aA 5.30±2.70aA 4.33±2.30aA 0.47±1.16aB

K2 6.98±1.80aA 6.43±1.65aA 5.88±2.09aA 5.13±2.42aA 0.66±1.63aB

K3 7.03±2.09aA 6.26±2.50aA 6.00±2.53aA 5.88±2.09aA 0.73±1.85a

Rasa lain K1 1.81±1.88bA 1.24±3.03aA 4.50±2.98aA 4.60±2.17aA 5.02±3.26aA

K2 1.01±2.50aB 1.81±1.88aAB 2.72±2.26aAB 3.32±2.15abAB 4.18±2.84aA

K3 0.99±2.52aA 1.81±1.88bA 1.81±1.15bA 3.88±3.10aA 4.20±2.84aA

Rasa K1 7.73±1.71aA 6.70±1.73aA 5.94±2.22bA 6.59±2.01aA 0.79±2.36aB

keseluruhan

K2 7.53±1.45aA 6.88±2.08aA 7.73±1.71abA 7.08±1.66aA 0.33±0.82aB

K3 7.73±1.71aA 7.43±1.71aA 8.02±1.56aA 7.64±1.35aA 1.48±3.45aB

Warna K1 5.52±0.94aA 6.45±1.84aA 6.19±1.94aA 6.13±1.35aA 7.62±1.39aA

K2 4.65±2.18aA 5.72±1.80aA 5.52±0.94abA 6.07±1.86aA 5.95±1.79abA

K3 5.25±0.90aA 6.08±2.37aA 4.38±1.34bA 4.68±2.49aA 5.51±1.97bA

Kelembutan K1 7.27±1.97aA

6.80±2.04aA 6.94±2.16aA 7.38±1.90aA 6.70±1.57aA

K2 7.71±1.31aA 6.69±1.54aA 7.27±1.97aA 7.25±1.64aA 7.43±1.85aA

K3 7.67±1.69aA 7.62±1.58aA 8.08±1.28aA 6.98±1.96aA 6.94±2.16aA

Kelengketan K1 5.33±2.82aA 6.00±2.06aA 6.02±2.26aA 5.74±1.91aA 6.33±1.74aA

K2 6.63±2.04aA 6.62±1.18aA 5.12±2.72aA 5.68±2.28aA 6.23±2.34aA

K3 5.43±2.92aA 6.03±2.74aA 6.49±1.74aA 6.43±1.91aA 5.44±2.02aA

Kelembaban K1 6.71±2.03aA 5.65±1.73aA 5.94±2.16aA 6.15±1.59aA 5.87±1.37aA

K2 6.60±0.87aA 6.56±1.33aA 6.71±2.03aA 6.55±0.87aA 6.36±1.44aA

K3 6.08±2.07aA 6.57±1.14aA 7.05±1.57aA 6.67±1.37aA 7.20±1.19aA

Penerimaan K1 7.62±1.28aA 6.93±2.17aAB 6.53±2.07aAB 5.83±2.13aAB 4.39±1.14bB

keseluruhan

K2 7.79±0.65aA 7.91±1.67aA 7.62±1.28aA 7.08±1.61aA 6.65±1.46aA

K3 8.05±0.85aA 7.64±1.48aAB 7.73±1.71aAB 7.29±1.09aAB 6.13±2.44abB

A

Nilai rata – rata ± standar deviasi pada uji Tukey

B

a-b = angka – angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda

signifikan pada taraf uji 5% (Uji Tukey).

A-B = angka – angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda

signifikan pada taraf uji 5% (Uji Tukey).

(37)

.

dan asetaldehida menyebabkan kenaikan intensitas rasa lain pada durian selama penyimpanan (Voon et al. 2007b). Panelis secara keseluruhan tidak lagi menyukai selai durian pada semua kemasan pada akhir penyimpanan. Hal ini menandakan selai sudah mengalami kerusakan dan batas penerimaan konsumen untuk selai durian terjadi pada hari ke 21.

Analisis senyawa volatil selai

Senyawa volatil durian selama penyimpanan dapat dideteksi menggunakan GC-MS (Voon et al. 2007b). Metode dalam melakukan analisis senyawa volatil ada beberapa macam, diantaranya metode headspace (Chin et al. 2008) dan metode pelarut (Weenen et al. 2005). Senyawa yang terdapat pada durian mudah menguap selama pengolahan, sehingga perlu dilakukan pengkajian metode analisis senyawa volatil yang optimal untuk selai durian. Hal ini bertujuan untuk memperoleh hasil kajian kemasan yang optimal dalam menjaga senyawa volatil selai selama penyimpanan.

Optimasi metode analisis senyawa volatil menggunakan GC-MS

Hasil analisis senyawa volatil menggunakan kolom DB-5 pada berbagai metode ekstraksi disajikan pada Tabel 9 sedangkan untuk kolom DB-Wax disajikan pada Tabel 10.

Tabel 9 Senyawa volatil selai durian yang terdeteksi pada kolom DB-5

Senyawa Metode ekstraksi Pustaka

(38)

27

headspace bukan merupakan spektra senyawa target melainkan spektra dari senyawa yang melapisi kolom. Hal ini terjadi karena senyawa yang melapisi kolom mengalami pengelupasan.

Optimasi metode pelarut menunjukkan bahwa pelarut metanol lebih banyak memerangkap senyawa volatil yang terdapat pada selai durian. Hal ini terjadi karena perbedaan kepolaran antar pelarut. Metanol merupakan senyawa polar, acetonitrile merupakan senyawa semi-polar dan diklorometan merupakan senyawa non-polar. Senyawa yang terkandung dalam selai durian merupakan senyawa polar sehingga senyawa tersebut mudah larut dalam metanol dibandingkan dengan pelarut lain.

Perbedaan kepolaran kolom dalam mendeteksi senyawa volatil selai durian menunjukkan bahwa senyawa polar dapat terdeteksi dengan kolom non-polar dengan lebih baik. Hasil optimasi kolom menunjukkan bahwa senyawa volatil selai lebih banyak terdeteksi pada kolom DB-5 (non-polar) dengan menggunakan pelarut methanol. Untuk analisis senyawa volatil selai selama penyimpanan digunakan metode ekstraksi menggunakan pelarut methanol serta GC-MS diatur pada solvent delay 3.5 menit. Pengaturan solvent delay dilakukan agar pelarut tidak terdeteksi pada GC-MS yang menyebabkan filamen pada MS mudah rusak.

Tabel 10 Senyawa volatil selai durian yang terdeteksi pada kolom DB-Wax

(39)

.

Analisis aroma selai durian selai selama penyimpanan

Aroma selai durian dideteksi berdasarkan uji sensori dan berdasarkan metode GC-MS. Hasil analisis aroma selai durian menggunkan uji sensori disajikan pada Tabel 11 sedangkan hasil analisis senyawa volatil durian menggunakan GC-MS disajikan pada Tabel 12.

Jenis platik untuk kemasan selai tidak berpengaruh terhadap aroma selai. Aroma manis dan aroma buah pada semua kemasan tidak mengalami perubahan. Aroma manis ini berkorelasi dengan senyawa ester (Voon et al. 2007b). Pada hasil analisis GC-MS tidak terdeteksi senyawa ester. Menurut Voon et al. (2007b) senyawa ester tidak berubah selama penyimpanan yang menyebabkan tidak terjadi perubahan aroma manis dan aroma buah. Di sisi lain, terjadi kenaikan nilai aroma sulfur dan aroma alkohol selama penyimpanan. Hal ini disebabkan oleh kenaikan konsentrasi senyawa sulfur dan alkohol setelah durian disimpan (Voon et al. 2007b). Namun senyawa thiophene yang mengandung gugus sulfur dan senyawa alkohol dari hasil pengukuran menggunakan GC-MS mengalami penurunan selama penyimpanan (Tabel 12). Perbedaan hasil pengukuran ini disebabkan oleh perbedaan cara pengukuran. Panelis mengukur konsentrasi alkohol dan sulfur berdasarkan headspace sementara metode GC-MS menggunakan selai yang dilarutkan. Sehingga didapatkan hasil yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh senyawa alkohol dan sulfur mudah menguap. Kesegaran selai menurun selama penyimpanan. Hal ini ditandai oleh aroma segar selai yang menurun hingga hari peyimpanan ke 28. Aroma kacang dan aroma lain mengalami peningkatan. Senyawa dipropil disulfida, benzil alkohol dan 1-hexanol yang berkorelasi dengan aroma lain meningkat selama penyimpanan (Voon et al. 2007b). Namun senyawa ini tidak terdeteksi pada GC-MS. Aroma keseluruhan selai tidak menunjukkan perubahan setelah selai disimpan selama 28 hari. Namun nilai aroma keseluruhan paling rendah pada selai yang dikemas dengan plastik PP. Hal ini disebabkan oleh kemampuan kemasan sebagai penahan gas rendah sehingga memungkinkan aroma selai menguap.

Selain mendeteksi senyawa penanda aroma durian, hasil pengukuran menggunakan GC-MS mendeteksi senyawa lain yang menandakan karakteristik selai. Senyawa 1-Propanol, 1-Butanol, ethanol, 1,3-Butanediol, 2,3-Butanediol merupakan senyawa yang terkandung dalam daging buah durian (Voon et al. 2007a, Voon et al. 2007b). Sementara senyawa pyrazine, 2-Furanmethanol, 4H-Pyran-4-one, thiazole, thiophene merupakan senyawa yang muncul akibat penambahan gula dalam proses pembuatan selai (Ames et al. 2001). Senyawa 5-Hydroxymethylfurfural merupakan senyawa yang menunjukkan kondisi selai. Kenaikan nilai senyawa ini mengindikasikan bahwa kandungan sukrosa pada selai mengalami kerusakan (Rada-Mendoza et al. 2004).

(40)

29

Peningkatan ini menandakan selai mengalami kerusakan pada hari ke 28. Hasil pengukuran senyawa volatil selai menunjukkan bahwa kemasan nylon mampu mempertahankan aroma selai durian dengan baik selama 28 hari.

Tabel 11 Perubahan aroma selai durian selama penyimpanan berdasarkan uji sensori

Parameter Kemasan Hari penyimpanan

hari ke 0 hari ke 7 hari ke 14 hari ke 21 hari ke 28

aroma manis K1 8.13±1.52aA 5.84±1.22aB 6.64±1.44bAB 6.98±2.17aAB 7.54±1.33aAB

K2 7.06±1.63aA 7.06±2.22aA 8.08±1.57aA 6.90±1.78aA 7.72±2.05aA

K3 8.08±1.57aA 7.22±1.77aA 6.78±0.81abA 7.33±0.96aA 7.39±1.42aA

aroma buah K1 6.82±2.75aA 6.20±2.42aA 7.33±2.09aA 6.80±1.50aA 6.16±1.81aA

K2 6.80±1.49aA 6.90±2.37aA 6.88±2.83aA 6.75±2.87aA 7.29±1.64aA

K3 6.76±2.85aA 7.83±1.59aA 6.64±2.23aA 7.29±1.55aA 6.70±2.35aA

aroma K1 2.06±2.06aB 4.35±2.40aA 3.95±2.27bAB 5.18±2.77aA 6.02±2.25aA

sulfur K2 3.74±2.26aAB 4.76±2.50aAB 2.06±2.06abB 6.07±1.96aA 6.47±2.46aA

K3 2.62±2.10aA 5.43±3.49aA 6.11±2.87aA 4.63±2.74aA 5.81±2.17aA

aroma K1 5.17±1.36aA 4.80±2.66bA 3.95±2.27abA 5.18±2.76aA 6.02±2.25aA

alkohol K2 5.87±3.30aAB

5.48±2.41abAB 2.06±2.06bB 6.07±1.96aA 6.47±2.46aAB

K3 5.71±1.40aA 7.35±1.90aA 6.11±2.87aA 4.63±2.74aA 5.81±2.17aA

aroma segar K1 4.74±2.48aA 4.37±2.12bA 3.71±2.09bA 5.13±2.57aA 5.94±2.29aA

K2 5.99±1.87aA 4.28±2.81bA 4.74±2.48abA 6.63±2.21aA 6.20±1.41aA

K3 4.45±2.50aA 6.96±2.18aA 6.63±1.61aA 5.09±2.46aA 5.22±2.76aA

aroma K1 3.46±2.09aA 5.16±2.07aA 3.42±2.27aA 4.12±3.12aA 6.02±3.43aA

kacang

K2 4.96±2.20aA 3.03±2.31aA 3.46±2.09aA 5.56±2.97aA 4.90±2.04aA

K3 3.64±2.10aA 4.98±3.06aA 4.46±2.95aA 3.30±2.06aA 4.85±3.08aA

aroma lain K1 2.24±2.44aA 4.13±2.71aA 2.79±2.46aA 4.42±2.86aA 5.59±2.64aA

K2 4.17±2.35aAB 3.60±3.22aAB 2.42±2.45aB 5.46±2.64aA 3.59±2.72aAB

K3 2.46±2.45aA 3.80±3.09aA 4.78±2.81aA 3.52±3.29aA 5.68±3.07aA

aroma K1 7.89±1.73aA 5.02±2.32bA 5.75±1.91bA 5.40±2.35aA 6.79±1.79aA

keseluruhan K2 6.78±1.72aA

6.41±1.86bA 7.61±1.48aA 6.55±2.17aA 7.25±1.35aA

K3 7.91±1.75aA 8.46±1.03aA 7.64±1.79aA 7.36±1.44aA 6.39±2.96aA

A

Nilai rata – rata ± standar deviasi pada uji Tukey

B

a-b = angka – angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda

signifikan pada taraf uji 5% (Uji Tukey).

A-B = angka – angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda

(41)

.

Tabel 12 Senyawa volatil selai durian pada awal penyimpanan

Nama senyawa Kemasan

5-hydroxymethylfurfural K1 2.09aC 11.65aB 11.89cA

K2 2.09aC 11.40bB 28.72aA

Nilai rata – rata ± standar deviasi % area senyawa pada uji Tukey

B

a-c = angka – angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak

berbeda signifikan pada taraf uji 5% (Uji Tukey).

A-C = angka angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak

(42)

31

Selai yang dikemas menggunakan kemasan nylon memiliki kesegaran paling tinggi hingga akhir penyimpanan dilihat berdasarkan nilai aroma segar selai pada Gambar 7. Aroma segar ini berasosiasi dengan aroma alkohol (2,3 butanediol) dimana pada Gambar 8 menunjukkan bahwa terjadi penurunan yang tidak signifikan pada senyawa alkohol yang terkandung pada selai yang diukur menggunakan GC-MS. Hal ini menunjukkan bahwa kemasan nylon mampu mempertahankan kesegaran selai dengan baik selama penyimpanan ditinjau dari senyawa volatil selai.

Gambar 7 Nilai aroma segar selai berdasarkan uji sensori

(43)

.

5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Daging buah durian yang berasal dari kultivar yang berbeda memiliki perbedaan pada nilai TPT dan warna, tetapi perbedaan kultivar tidak menyebabkan perbedaan pada karakteristik fisikokimia lainnya. Karakteristik fisikokimia tersebut berubah akibat proses pembekuan. Perbedaan tersebut ditemukan pada nilai pH dan warna daging pada semua kultivar yang diamati. Karakteristik fisikokimia daging buah durian juga berubah ketika diproses menjadi selai durian. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada karakteristik fisikokimia selai durian yang diolah dari daging buah segar maupun beku pada semua kultivar, kecuali karakteristik warna selai. Secara keseluruhan proses pembekuan menyebabkan perbedaan karakteristik fisikokimia daging buah durian tetapi tidak berpengaruh terhadap karateristik fisikokimia selai yang dihasilkan. Sementara itu, pembuatan selai dari daging buah segar maupun beku tidak berpengaruh terhadap kesukaan panelis. Secara umum panelis lebih menyukai selai dari kultivar Chanee dan Petruk yang diolah dari daging buah durian segar maupun beku. Selai mengalami perubahan warna dan tekstur setelah disimpan menggunakan tiga jenis plastik.

Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada nilai warna dan tekstur selai yang dikemas menggunakan kemasan PE+LLDPE dengan nylon+LLDPE. Panelis masih menyukai atribut sensori selai yang dikemas dengan menggunakan plastik tersebut hingga hari terakhir penyimpanan meskipun panelis sudah tidak menyukai rasa selai. Namun panelis tidak menyukai selai yang disimpan menggunakan kemasan PP. Senyawa volatil selai dapat terdeteksi dengan baik menggunakan GC-MS bila selai dilarutkan dalam methanol. Hasil pengukuran senyawa volatil selai durian menggunakan metode pelarut memiliki hasil yang berbanding terbalik dengan hasil menggunakan uji sensori. Senyawa volatil selai durian mampu dipertahankan dengan baik bila dikemas menggunakan kemasan nylon dengan laminasi LLDPE.

Saran

(44)

33

DAFTAR PUSTAKA

Ames JM, Guy RCE, Kipping GJ. 2001. Effect of pH and temperature on the formation of volatile compounds in cysteine/reducing sugar/starch mixtures during extrusion cooking. J. Agric. Food Chem. 49:1885 −1894.

Ando Y, Maeda Y, Mizutani K, Wakatsuki N, Hagiwara S, Nabetani H. 2015. Effect of air-dehydration pretreatment before freezing on the electrical impedance characteristics and texture of carrots. J of Food Eng. 169: 114-121.

AOAC. 1995. Official methods of analysis, 16th Ed. Washington, DC: Association of Official Analytical Chemist.

Aslanova D, Bakkalbasi E, Artik N. 2010. Effect of Storage on 5-Hydroxymethylfurfural (HMF) Formation and Color Change in Jams. Int. J. Food Prop. 13:904–912

Basu S, Shivare US, Singh TV, Beniwal VS. 2011. Rheological, textural and spectral characteristics of sorbitol substituted mango jam. Food Eng. 105:503 – 512.

Booncherm P, Siriphanich J. 1991. Postharvest physiology of durian pulp and husk Kasetsart J. (Nat. Sci. Suppl.) 25:119–125.

Borem FM, Riberio FC, Figueiredo LP, Giomo GS, Fortunato VA, Isquerdo EP. 2013. Evaluation of the sensory and color quality of coffee beans stored in hermetic packaging. J of stored product research 52:1 – 6.

Cai L, Wu X, Li X, Zhong K, Li Y, Li J. 2014. Effects of different freezing treatments on physicochemical responses and microbial characteristics of Japanese sea bass (Lateolabrax japonicas) fillets during refrigerated storage. LWT-Food Science and Technology 59 (1):122–129.

Chin ST, Nazimah SAH, Quek SY, Man YBC, Rahman RA, Hasyim DM. 2008.

Ch nges of vol tiles’ ttri ute in duri n pulp during freeze- and

spray-drying process. Food Sci. 41:1899 – 1905.

Chin ST, Nazimah SAH, Quek SY, Man YBC, Rahman RA, Hasyim DM. 2010. Effect of thermal processing and storage condition on the flavor stability of spray-dried durian powder. Food sci. 43:856 – 861.

Emblem A. 2012. Plastics properties for packaging materials. Woodhead Publishing UK.

Eshtiaghi MN, Knorr D. 1996. High hydrostatic pressure thawing for the processing of fruit Preparations from frozen strawberries. Food Biotech. 10 (2):143-148.

García-Viguera C, Zafrilla P, Romero F, Abellán P, Artés F, Tomás-Barberán FA. 1999. Color stability of strawberry jam as affected by cultivar and storage temperature. Journal of Food Sci. 64(2):243-247.

Giovanelli G, Limbo S, Buratti S. 2014. Effects of new packaging solutions on physico-chemical, nutritional and aromatic characteristics of red raspberries (Rubus idaeus L.) in postharvest storage. Postharvest Biol and Tech. 98:72–8.

Gambar

Gambar 1 Diagram alir penelitian
Tabel 1 Atribut uji sensori menggunakan analisis deskriptif kuantitatif pada selai
Gambar 4 Diagram alir optimasi metode analisis senyawa volatil selai pada
Gambar 5 Warna daging buah durian (segar dan beku) pada berbagai kultivar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) IKK Masbagik (Lanjutan), maka dengan ini kami mengundang. saudara untuk mengikuti pembuktian kualifikasi nanti

[r]

Sofyan Suparman, Hukum Makanan dan Sembelihan dalam Pandangan Islam (Bandung: Trigenda Karya, 1997), h.. halal semua daging bangkai hewan laut, sekalipun dapat hidup di laut dan

Apabila dilihat dari tahapan poduksi baik dari bahan baku berasal dari lateks dan bahan olahan karet rakyat (bokar), maka limbah yang terbentuk pada industri karet

Dalam MoU diatur tentang Kerjasama Proyek Pembangunan Pabrik Bioethanol Dalam MoU diatur tentang Kerjasama Proyek Pembangunan Pabrik Bioethanol dengan Bahan baku

Hal ini terbukti dari tes awal yang diberikan peneliti, berdasarkan indikator komunikasi matematis, diperoleh data dari 25 orang siswa, tidak ada yang bisa

Kebijakan penundaan pemberian izin baru pada kawasan hutan adalah layak untuk diapresiasi, tetapi langkah penyempurnaan tata kelola hutan dan lahan gambut membutuhkan tindak lanjut

Keahlian Komunikasi Guru dalam Proses Belajar Mengajar di Madrasah Mulnithi Azizstan Pattani Selatan