• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Integrasi Pasar Karet Alam Antara Produsen Utama Dengan Pasar Berjangka Singapura Dan Jepang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Integrasi Pasar Karet Alam Antara Produsen Utama Dengan Pasar Berjangka Singapura Dan Jepang."

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS INTEGRASI PASAR KARET ALAM ANTARA

PRODUSEN UTAMA DENGAN PASAR BERJANGKA

SINGAPURA DAN JEPANG

INDAH NURHIDAYATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Integrasi Pasar Karet Alam antara Produsen Utama dengan Pasar Berjangka Singapura dan Jepang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2015

Indah Nurhidayati

(4)
(5)

RINGKASAN

INDAH NURHIDAYATI. Analisis Integrasi Pasar Karet Alam antara Produsen Utama dengan Pasar Berjangka Singapura dan Jepang. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM dan ALLA ASMARA.

Empat produsen utama karet alam yaitu Thailand, Indonesia, Vietnam, dan Malaysia berkontribusi sebesar 75.16 persen terhadap total produksi karet alam dunia di tahun 2013. Pada tahun yang sama secara kumulatif keempat negara menyumbang sebesar 87 persen terhadap total ekspor karet alam dunia (UN Comtrade 2015). Karet alam merupakan komoditi berorientasi ekspor, sehingga produsen utama memiliki kepentingan besar terhadap perkembangan harga karet alam internasional. Harga karet alam internasional tercermin dari harga yang terbentuk di pasar berjangka Singapura (Singapore Commodity Exchange/Sicom) dan pasar berjangka Jepang (Tokyo Commodity Exchange/Tocom). Hal ini diketahui berdasarkan hasil pengujian korelasi yang menunjukkan adanya keeratan hubungan antara harga bursa Sicom dan bursa Tocom dengan harga karet alam negara produsen. Menurut Harris (1979) adanya korelasi harga diantara beberapa pasar mengindikasikan terjadinya integrasi pasar.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis integrasi pasar karet alam jenis spesifikasi teknis (technical specified rubber/TSR) antara Indonesia, Vietnam, Malaysia, dan Thailand dengan pasar berjangka Singapura. Penelitian ini juga akan menganalisis integrasi pasar karet alam jenis sit asap (ribbed smoked sheet/RSS) antara Indonesia dan Thailand dengan pasar berjangka Singapura dan Jepang. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data harga harian karet alam periode Januari 2013 sampai dengan Desember 2014. Variabel harga karet alam dikumpulkan berdasarkan nilai mata uang masing-masing negara, yakni Rupiah/kg (Indonesia), Dong/kg (Vietnam), Ringgit Sen/kg (Malaysia), Bath/kg (Thailand), USC/kg (pasar berjangka Singapura), dan Yen/kg (pasar berjangka Jepang). Seluruh variabel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan variabel harga, dimana secara teori harga suatu komoditi ditempat yang berbeda saling mempengaruhi. Oleh karena itu alat analisis yang digunakan melalui pendekatan vector error correction model (VECM) untuk jenis karet TSR dan

vector autoregression model (VAR) untuk jenis karet RSS.

(6)

Berdasarkan hasil penelitian, maka implikasi kebijakan dalam penelitian ini adalah menyiapkan perangkat dan lembaga yang dapat mendukung perdagangan karet alam Indonesia di pasar berjangka, baik melalui bursa berjangka Jakarta (BBJ) maupun bursa berjangka dan derivatif Indonesia (BKDI), mengingat perdagangan karet alam di Indonesia sampai saat ini masih dilakukan di pasar fisik.

Saran penelitian lanjutan yaitu (1)untuk memperkuat gambaran integrasi pasar karet alam antara pasar produsen utama dengan pasar berjangka Singapura dan Jepang, sebaiknya dilakukan juga berdasarkan volume transaksi perdagangan; dan (2)agar memberikan gambaran integrasi pasar karet alam yang lebih representatif perlu juga dilakukan kajian integrasi pasar dengan melibatkan pasar berjangka lain seperti Shanghai Future Exchange.

(7)

SUMMARY

INDAH NURHIDAYATI. Analysis of Natural Rubber Market Integration between Main Producers and Futures Markets of Singapore and Japan. Supervised by DEDI BUDIMAN HAKIM and ALLA ASMARA.

Four major producers of natural rubber, namely Thailand, Indonesia, Vietnam, and Malaysia accounted for 75.16 percent of the total world production of natural rubber in 2013. In the same year cumulative four countries accounted for 87 percent of total world exports of natural rubber (UN Comtrade 2015). Natural rubber is a export-oriented commodity, so the major producers have great interest on the development of the international price of natural rubber. International natural rubber price is reflected in the price established in the future market of Singapore (Singapore Commodity Exchange/Sicom) and a future market of Japan (Tokyo Commodity Exchange/Tocom). It is based on the correlation shown between the stock prices of Sicom and Tocom exchange and the price of natural rubber of the country producers. According to Harris (1979) a correlation between the price of a few market indicates the occurrence of market integration.

This study is aimed at analyzing the integration of the natural rubber market of technical specified rubber/TSR among Indonesia, Vietnam, Malaysia, and Thailand in Singapore future market. This study also analyzes the integration of the natural rubber market of ribbed smoked sheet/RSS among Indonesia and Thailand in Singapore and Japan futures market. The data used in this research is daily prices of natural rubber in the period of January 2013 to December 2014. The variable of natural rubber price is collected based on the value of the currency of each country, namely Rupiah/kg (Indonesia) Dong/kg (Vietnam), Ringgit Cent/kg (Malaysia), Bath/kg (Thailand), USC/Kg (futures market of Singapore) and), and Yen/kg (the futures markets are Japan). All variables used in this study are price variables, which theoretically suggest that the price of a commodity in different places affect each other. Therefore, the analysis tools used are vector error correction model (VECM) for the type of TSR rubber and vector autoregression model (VAR) for the type of RSS rubber.

(8)

This study implies that the goverrment should provide with policy instuments and intitution that support the natural rubber market both in Jakarta future exchange and Indonesian commodity derivative exchange since the natural rubber trading is still in the form of conventional market (physical).

Further suggestions are as follows: (1)to reinforce the market integration of the natural rubber between the major producers and futures markets of Singapore and Japan, it should be based on the volume of trade transactions; and (2)in order to provide with wider perspective of market integration which is more representative, the study on market integration which involve other futures markets such as the Shanghai Futures Exchange are needed.

(9)

© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

ANALISIS INTEGRASI PASAR KARET ALAM ANTARA

PRODUSEN UTAMA DENGAN PASAR BERJANGKA

SINGAPURA DAN JEPANG

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(12)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Sri Hartoyo, MS

(13)
(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini adalah efisiensi pemasaran, dengan judul Analisis Integrasi Pasar Karet Alam antara Produsen Utama dengan Pasar Berjangka Singapura dan Jepang.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Dedi Budiman Hakim MAEc dan Bapak Dr Alla Asmara SPt MSi selaku dosen pembimbing yang dalam kesibukannya telah meluangkan waktu memberikan arahan dan bimbingan selama proses penulisan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof Dr Ir Sri Hartoyo MS selaku ketua program studi Ilmu Ekonomi Pertanian yang juga merupakan penguji luar komisi pada ujian tesis, serta kepada Ibu Dr Meti Ekayani SHut MSc selaku penguji wakil komisi program studi, yang telah memberikan kritik dan saran untuk perbaikan tesis ini.

Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr Rusdan Dalimunthe MSc, Bapak Ahmad Badaruddin, dan seluruh pengurus Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo). Serta kepada Bapak Andrial Saputra MT, Bapak Eko Bayu Lesmana MSi, dan seluruh staff PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) yang telah banyak membantu penulis selama pengumpulan data.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat tersayang Kak Devi Agustia dan Ihdiani Abubakar untuk kesabaran, keikhlasan, dan ketulusan dalam persahabatan yang terjalin. Terima kasih kepada Januar Arifin Ruslan yang banyak membantu dan bertukar pikir selama proses perkuliahan hingga tugas akhir ini terselesaikan. Serta terima kasih kepada seluruh rekan-rekan Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN) 2013 untuk kebersamaan dalam belajar dan berdiskusi selama menempuh pendidikan di EPN. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Johan, Ibu Ina, Ibu Kokom, Bapak Erwin, Bapak Husein, dan Bapak Widi selaku staff administrasi pada program studi Ilmu Ekonomi Pertanian yang dengan sabar banyak membantu penulis selama menempuh pendidikan.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kakak dan adik tercinta, Mas Ahmad Fakhruddin ST, Mba Dhiah Nurhayati SHut, dan Dik Muhammad

Syafi’i Ma’arif atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Secara khusus dan penuh rasa cinta dan hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak H Achmad Dhofir dan Ibu Hj Rukmiwati SE yang senantiasa mendoakan keberhasilan bagi penulis.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan tersebut. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2015

(16)
(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 7

Tujuan Penelitian 10

Manfaat Penelitian 10

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 10

2 TINJAUAN PUSTAKA

Integrasi Pasar 12

Pasar Berjangka Komoditi 18

Pasar Fisik dan Pasar Berjangka 21

Mekanisme Perdagangan di Pasar Berjangka 23

Studi Terdahulu 24

Kerangka Pemikiran 26

3 METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data 29

Metode Analisis 29

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Ekonomi Karet Dunia 37

Produksi dan konsumsi karet dunia 37

Pasar karet alam dunia 42

Perdagangan karet alam produsen utama 46

Perkembangan Harga Karet Alam 51

Analisis Integrasi Pasar Karet Alam Spesifikasi Teknis 53

Uji Stasioneritas 53

Uji Kausalitas Granger 54

Penentuan Lag Optimum 56

Uji Stabilitas VAR 57

Uji Kointegrasi Johansen 57

Estimasi Vector Error Correction Model 58

Impulse Response Function 64

Variance Decomposition 75

Derajat Pass-Through 82

Analisis Integrasi Pasar Karet Alam Sit Asap 83

Uji Stasioneritas 84

Uji Kausalitas Granger 85

Penentuan Lag Optimum 86

Uji Stabilitas VAR 86

Uji Kointegrasi Johansen 87

Estimasi Vector Autoregression Model 87

(18)

Variance Decomposition 99

Derajat Pass-Through 104

Implikasi Kebijakan 105

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 108

Saran 108

DAFTAR PUSTAKA 110

LAMPIRAN 115

(19)

DAFTAR TABEL

1 Perkembangan ekspor, impor dan neraca perdagangan karet Indonesia

Tahun 2008 sampai 2012 2

2 Hasil pengujian korelasi harga karet alam jenis TSR dan RSS 8

3 Data dan sumber data penelitian 29

4 Perkembangan produksi karet alam berdasarkan produsen utama dunia

tahun 2001 sampai 2014 38

5 Perkembangan konsumsi karet alam berdasarkan konsumen utama

dunia tahun 2001 sampai 2014 39

6 Negara tujuan utama ekspor TSR dan RSS Indonesia 47

7 Perkembangan konsumsi domestik karet alam Indonesia dalam ton 48

8 Negara tujuan utama ekspor TSR dan RSS Vietnam 49

9 Negara tujuan utama ekspor TSR dan RSS Malaysia 50

10 Negara tujuan utama ekspor TSR dan RSS Thailand 51

11 Hasil pengujian akar unit dengan intersep tanpa tren karet alam TSR 53 12 Hasil pengujian akar unit dengan intersep dan tren karet alam TSR 54

13 Hasil pengujian kausalitas Granger karet alam TSR 55

14 Hasil pengujian stabilitas VAR karet alam TSR 57

15 Hasil pengujian kointegrasi Johansen pada karet alam TSR 58

16 Kointegrasi jangka panjang karet alam TSR 59

17 Hasil estimasi vector error correction model karet alam TSR 61 18 Dekomposisi varian harga karet alam TSR pasar Indonesia 76 19 Dekomposisi varian harga karet alam TSR pasar Vietnam 77 20 Dekomposisi varian harga karet alam TSR pasar Malaysia 79 21 Dekomposisi varian harga karet alam TSR pasar Thailand 80

22 Dekomposisi varian harga karet alam TSR bursa Sicom 81

23 Derajat pass-through harga TSR pasar berjangka Singapura 83 24 Hasil pengujian akar unit dengan intersep tanpa tren karet alam RSS 84 25 Hasil pengujian akar unit dengan intersep dan tren karet alam RSS 84

26 Hasil pengujian kausalitas Granger karet alam RSS 85

27 Hasil pengujian kointegrasi Johansen karet alam RSS 87

28 Dekomposisi varian harga karet alam RSS pasar Indonesia 99 29 Dekomposisi varian harga karet alam RSS pasar Thailand 101

30 Dekomposisi varian harga karet alam RSS bursa Sicom 102

31 Dekomposisi varian harga karet alam RSS bursa Tocom 103

32 Derajat pass-through harga RSS pasar berjangka Singapura 105 33 Derajat pass-through harga RSS pasar berjangka Jepang 105

DAFTAR GAMBAR

1 Produsen karet alam dunia tahun 2005 sampai 2014 2

2 Eksportir karet alam dunia tahun 2000 sampai 2013 3

3 Ekspor karet alam Thailand, Indonesia, Malaysia, dan Vietnam tahun

(20)

4 Perkembangan harga karet alam dunia tahun 1997 sampai 2013 6 5 Perkembangan harga karet alam spesifikasi teknis tahun 2013 9

6 Perkembangan harga karet alam sit asap tahun 2013 9

7 Kerangka pemikiran penelitian 28

8 Produksi dan konsumsi karet alam dan karet sintetis dunia 41

9 Jalur tataniaga ekspor karet alam PT. KPBN 45

10 Perkembangan harga karet alam spesifikasi teknis pada beberapa pasar

periode Januari 2013 sampai Desember 2014 51

11 Perkembangan harga karet alam sit asap pada beberapa pasar periode

Januari 2013 sampai Desember 2014 52

12 Respon harga karet alam TSR di setiap pasar terhadap guncangan harga

karet alam TSR pasar Indonesia 66

13 Respon harga karet alam TSR di setiap pasar terhadap guncangan harga

karet alam TSR pasar Vietnam 68

14 Respon harga karet alam TSR di setiap pasar terhadap guncangan harga

karet alam TSR pasar Malaysia 70

15 Respon harga karet alam TSR di setiap pasar terhadap guncangan harga

karet alam TSR pasar Thailand 72

16 Respon harga karet alam TSR di di setiap pasar terhadap guncangan

harga karet alam TSR bursa Sicom 74

17 Respon harga karet alam RSS di di setiap pasar terhadap guncangan

harga karet alam RSS pasar Indonesia 92

18 Respon harga karet alam RSS di di setiap pasar terhadap guncangan

harga karet alam RSS pasar Thailand 94

19 Respon harga karet alam RSS di di setiap pasar terhadap guncangan

harga karet alam RSS bursa Sicom 96

20 Respon harga karet alam RSS di di setiap pasar terhadap guncangan

harga karet alam RSS bursa Tocom 98

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kriteria lag optimum karet alam TSR 117

2 Hasil uji kointegrasi karet alam TSR 118

3 Respon harga karet alam TSR terhadap guncangan harga Indonesia 119 4 Respon harga karet alam TSR terhadap guncangan harga Vietnam 120 5 Respon harga karet alam TSR terhadap guncangan harga Malaysia 121 6 Respon harga karet alam TSR terhadap guncangan harga Thailand 122 7 Respon harga karet alam TSR terhadap guncangan harga Sicom 123

8 Kriteria lag optimum karet alam RSS 124

9 Hasil uji kointegrasi karet alam RSS 126

(21)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Karet merupakan komoditas perkebunan yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia, antara lain sebagai sumber perolehan devisa negara, penyedia lapangan kerja, sebagai sumber pendapatan bagi petani karet maupun pelaku ekonomi lainnya, serta pendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitar perkebunan karet. Pada dasarnya industri karet terbagi atas dua jenis yaitu karet alam dan karet sintetis. Karet sintetis merupakan karet buatan pabrik, sedangkan karet alam terbentuk dari emulsi kesusuan atau lateks yang diperoleh dari getah tumbuhan pohon karet dengan cara melukai pohon karet sehingga pohon akan memberikan respon menghasilkan lateks (Departemen Perindustrian 2007). Komoditi karet memiliki berbagai macam kegunaan terutama sebagai bahan baku berbagai produk industri. Industri otomotif khususnya sektor industri pembuatan ban merupakan produk yang berbahan baku karet alam paling tinggi yaitu berkisar 75 persen dan sisanya karet digunakan sebagai bahan baku produk lain, diantaranya bantalan rel kareta api, alas jembatan, sarung tangan, berbagai jenis sepatu, perlengkapan kesehatan, dan keperluan sehari-hari (Siregar dan Suhendry 2013).

Dilihat dari perkembangan ekonomi karet dunia, produksi dan konsumsi karet alam lebih rendah dibandingkan karet sintetis. Jumlah produksi karet alam jauh dibawah produksi karet sintetis dimana pada tahun 2014 mencapai 16.72 juta ton sedangkan karet alam hanya mencapai 11.81 juta ton. Hal yang sama terjadi pada sisi konsumsi dimana konsumsi karet sintesis sebesar 16.77 juta ton sedangkan konsumsi karet alam hanya sebesar 11.86 juta ton (IRSG 2015). Meskipun demikian, pada dasarnya dunia industri masih tetap memerlukan kedua jenis karet, baik karet alam maupun karet sintetis. Kedua jenis karet tersebut sebenarnya memiliki pasar tersendiri. Karet alam dan karet sintetis sesungguhnya tidak saling bersaing penuh. Keduanya mempunyai sifat saling melengkapi atau komplementer.

Pasokan karet alam seperti komoditas pertanian lainnya selalu mengalami perubahan sehingga berdampak pada harga karet alam yang cenderung berfluktuatif, dan hal ini merupakan permasalahan yang harus dihadapi industri karet alam. Meskipun memiliki kelemahan dipandang dari sudut bisnisnya, akan tetapi karet alam tetap mempunyai pangsa pasar yang baik. Beberapa industri tertentu tetap memiliki ketergantungan yang besar terhadap pasokan karet alam, misalnya industri ban yang merupakan pemakai terbesar karet alam. Hal ini terkait dengan keunggulan yang dimiliki karet alam yang sulit ditandingi oleh karet sintetis. Beberapa kelebihan yang dimiliki karet alam yaitu: (1)memiliki daya elastis atau daya lenting sempurna; (2)memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah; (3)mempunyai daya aus yang tinggi; (4)tidak mudah panas; dan (5)memiliki daya tahan yang tinggi terhadap karetakan (Zuhra 2006).

(22)

perdagangan karet alam cenderung mengalami peningkatan, dari hanya sebesar 5.41 milyar USD pada tahun 2009 menjadi 7.78 milyar USD di tahun 2012, seperti tampak pada Tabel 1. Perkembangan pasar karet di Asia yang cukup baik merupakan salah satu penyebab meningkatnya ekspor karet alam Indonesia. Berkembangnya Tiongkok sebagai negara industri merupakan sebab lain yang memberikan peluang bagi Indonesia memperluas pangsa pasar ekspor karet. Bahan baku karet memegang peranan penting dan bahan baku ini banyak digunakan di Tiongkok untuk mendukung sektor industri otomotifnya. Oleh karena itu Tiongkok merupakan salah satu negara tujuan utama ekspor karet alam Indonesia. (Kementan 2013).

Prospek perkaretan dunia diperkirakan akan terus meningkat sejalan dengan pentingnya peranan karet dalam kebutuhan hidup manusia sehari-hari, sehingga memicu perkembangan ekonomi karet alam dunia. Dilihat dari sisi produksi, sebagian besar produsen karet alam dunia berada di wilayah Asia Tenggara, seperti tampak pada Gambar 1. Kawasan Asia sendiri selain memiliki daerah perkebunan karet terluas juga merupakan produsen karet terbesar di dunia yang menguasi 95 persen produksi karet alam dunia pada tahun 2014.

Gambar 1 Produsen karet alam dunia tahun 2005 sampai 2014

Sumber: IRSG (2015)

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

(23)

Berdasarkan Gambar 1 dapat diketahui bahwa selama tahun 2005 sampai dengan 2012 Thailand, Indonesia, dan Malaysia masih dikenal sebagai tiga produsen utama karet alam di dunia. Namun memasuki tahun 2013 Vietnam hadir sebagai produsen karet alam terbesar ketiga menggeser posisi Malaysia. Hadirnya Vietnam diperkirakan akan mengubah jumlah ekspor karet alam dunia, yang selanjutnya berdampak pada perkembangan harga karet alam dunia. Pembukaan lahan tanam karet baru sepanjang tahun 2012 di Vietnam sebesar 79 ribu hektar, diikuti Indonesia 56 ribu hektar, Thailand 50 ribu hektar, Kamboja 38 ribu hektar, Myanmar 32 ribu hektar, India 25 ribu hektar, dan Malaysia 17 ribu hektar diperkirakan akan mendongkrak produksi karet alam dunia pada tahun 2017, dimana produksi yang berlebihan ini dikhawatirkan akan membuat kecenderungan penurunan harga karet alam internasional (VPBS 2014).

Karet alam merupakan komoditi yang berorientasi ekspor tidak hanya bagi Indonesia, tetapi juga negara produsen lain. Akan tetapi, hal ini berbeda bagi negara Tiongkok dan India. Dilihat dari perdagangan karet alam dunia, India sebagai salah satu produsen karet alam hanya berkontribusi sebesar 0.33 persen atau 2.99 ribu ton dari total ekspor karet alam dunia, sedangkan Tiongkok dikenal sebagai konsumen terbesar karet alam di dunia (ITC 2015). Hal tersebut disinyalir terjadi akibat berkembangnya industri otomotif di Tiongkok dan India, sehingga karet alam produksinya lebih banyak diserap oleh pasar domestik.

Berbeda dengan Tiongkok dan India, bagi negara Thailand, Indonesia, Vietnam, dan Malaysia, selain sebagai negara produsen, keempat negara juga merupakan eksportir utama karet alam dunia seperti yang terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Eksportir utama karet alam dunia tahun 2000 sampai 2013

Sumber: UN Comtrade (2015)

Thailand merupakan eksportir karet alam terbesar di dunia, dimana sepanjang tahun 2000 sampai 2013 ekspor karet alam Thailand tumbuh sebesar 35.31 persen. Sedangkan sebagai eksportir karet alam terbesar kedua di dunia, ekspor Indonesia tumbuh lebih dari dua kali pertumbuhan ekspor Thailand, yaitu mencapai 95.89 persen. Meskipun Indonesia mengalami pertumbuhan yang relatif tinggi, namun pertumbuhan ekspor Vietnam jauh melebihi pertumbuhan ekspor negara lainnya, yakni mencapai 262.12 persen dari 27.34 ribu ton pada tahun 2000 menjadi 99.02 ribu ton di tahun 2013. Tingginya pertumbuhan ekspor Vietnam terjadi karena peroduksi karet alam Vietnam naik 14 persen menjadi 980 ribu ton pada 2013 dari tahun sebelumnya (Gapkindo 2014). Keadaan berbeda terjadi pada pertumbuhan ekspor Malaysia. Malaysia mengalami penurunan

(24)

pertumbuhan sebesar -13.35 persen dari tahun 2000 sampai tahun 2013. Di Malaysia karena upah tenaga penyadap yang relatif tinggi (opportunity cost

dengan upah di sektor industri dan akibat berkembangnya industri kelapa sawit), maka dilakukan pendalaman terhadap industri karet alam dalam negerinya melalui peningkatan nilai tambah dengan mengolahnya menjadi produk barang jadi karet (Anwar 2005).

Pada 2013 secara kumulatif empat eksportir karet terbesar dunia berkontribusi sebesar 87 persen, dengan proporsi masing-masing negara yakni Thailand (38 persen), Indonesia (29 persen), Vietnam (11 persen), dan Malaysia (9 persen). Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui bahwa telah terjadi pergeseran eksportir karet alam di dunia. Dimulai pada akhir tahun 2011, Vietnam hadir sebagai eksportir karet alam terbesar ketiga didunia menggeser posisi Malaysia. Hal ini sejalan dengan peningkatan produksi karet alam yang terjadi di Vietnam. Hadirnya Vietnam dalam perdagangan karet alam dunia, membuat pentingnya diketahui keterpaduan pasar diantara negara-negara produsen utama, yang dilihat melalui keterpaduan harga diantara pasar produsen utama.

Dalam perdagangan karet alam terdapat dua jenis karet alam yang dominan diperdagangkan, yaitu karet alam jenis spesifikasi teknis (Technical Specified Rubber/TSR) dan karet alam jenis sit asap (Ribbed Smoked Sheet/RSS). Menurut Siregar dan Suhendry (2013) TSR merupakan lateks karet yang digumpalkan kemudian dihaluskan dan dipanaskan. Lebih lanjut TSR merupakan lateks yang dibiarkan menggumpal secara alami untuk kemudian dibentuk menjadi balok-balok. Karet alam spesifikasi teknis dinamakan sesuai dengan nama negara pengekspornya. Jenis TSR yang diekspor dari Indonesia dikenal dengan nama

Standard Indonesian Rubber/SIR. TSR yang diekspor dari Thailand dikenal dengan Standard Thailand Rubber/STR, dari Vietnam dinamakan Standard Vietnam Rubber/SVR, dan dari Malaysia dikenal dengan Standard Malaysian Rubber/SMR. Menurut pengertiannya SIR adalah karet alam Indonesia yang diekspor dengan mutu ditentukan berdasarkan pengujian sifat-sifat teknis yaitu mencakup kadar kotoran, kadar abu, kadar tembaga, kadar mangan, kadar zat yang mudah menguap, kadar nitrogen, plasticity retention index (PRI) dan karakteristik vulkanisasi. Spesifikasi teknis SIR ditentukan oleh Direktorat Standarisasi dan Pengendalian Mutu, Kementerian Perdagangan. Terdapat enam jenis SIR, yaitu SIR-3CV, SIR-3L, SIR-3WF, SIR5, SIR10, dan SIR20. Perbedaan keenam jenis SIR tersebut adalah sumber bahan olah dan mutu yang dihasilkan melalui pengolahan. SIR-3CV, SIR-3L, SIR-3WF dibuat dari bahan olah lateks kebun. Jenis SIR5 dibuat dari lateks yang dibekukan/koagulum yang bersih dan ditipiskan. Sementara SIR10 dan SIR20 dibuat dari koagulum. Jika dalam proses pengolahan SIR tidak benar, maka seluruhnya masuk ke dalam mutu SIR20.

(25)

TSR banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan ban pada industri otomotif. TSR memiliki tren perdagangan yang cenderung meningkat, dimana pada tahun 2000 total ekspor TSR sebesar 2.81 juta ton meningkat menjadi 6.44 juta ton di tahun 2013 atau meningkat sebesar 70.29 persen dari total ekspor karet alam dunia (UN Comtrade 2015). Pada 2013 TSR bahkan berkontribusi sebesar 97.17 persen terhadap total ekspor karet alam Indonesia (Gambar 3). Berbeda dengan Indonesia, bagi negara Thailand TSR hanya menyumbang 42.79 persen. Namun sejalan dengan Indonesia, jenis karet alam yang diekspor Vietnam dan Malaysia juga didominasi oleh TSR, dengan kontribusi masing-masing sebesar 88.28 persen dan 93.56 persen dari total ekspor karet alam di masing-masing negara tersebut.

Berbeda dengan jenis TSR, karet alam jenis RSS cenderung memliki tren perdagangan yang menurun. Tingginya permintaan TSR dibandingkan RSS dipasar internasional, membuat semakin rendahnya produksi RSS di masing-masing negara produsen. Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa diantara keempat negara produsen, Thailand merupakan negara eksportir RSS terbesar. Namun demikian jumlah ini relatif kecil dibandingkan dengan total ekspor karet alam Thailand, yakni 3.4 juta ton, dimana proporsi RSS hanya sebesar 23 persennya.

Gambar 3 Ekspor karet alam Thailand, Indonesia, Malaysia, dan Vietnam tahun 2013

Sumber: UN Comtrade (2015)

(26)

yang diterima juga mengalami peningkatan. Faktor inilah yang memicu naiknya produksi karet negara produsen dan berdampak pada menurunnya harga karet alam dunia.

Gambar 4 Perkembangan harga karet alam dunia tahun 1997 sampai 2013

Sumber: IRSG (2015)

Penurunan harga juga terjadi di tahun 2009 akibat krisis ekonomi global pada akhir tahun 2008 yang disebabkan masalah perbankan Amerika Serikat. Hal tersebut mengakibatkan melemahnya industri otomotif yang merupakan basis utama industri karet alam, sehingga menyebabkan penurunan harga karet alam internasional seperti tampak pada Gambar 4. Hingga dampaknya secara nyata mengakibatkan permintaan karet alam melemah dan menimbulkan tren harga yang cenderung menurun di pasar internasional. Kemudian harga karet alam mulai mengalami peningkatan di awal tahun 2010 dan mencapai puncaknya pada 2011 dimana harga karet alam menyentuh 4 519 USD/ton untuk jenis TSR dan 372 000 Yen/ton untuk karet RSS. Tigginya harga disebabkan karena permintaan karet yang terus meningkat sedangkan penawaran cenderung stagnan.

Karet alam merupakan komoditi yang berorientasi ekspor. Sebagai komoditi berioentasi ekspor, negara produsen, yaitu Indonesia, Vietnam, Malaysia, dan Thailand memiliki kepentingan besar terhadap perubahan harga karet alam internasional. Hal ini terjadi karena harga karet domestik sangat tergantung oleh harga karet internasional. Untuk mengkaji keterpaduan harga diantara pasar produsen dengan pasar internasional dilakukan analsis integrasi pasar. Beberapa penelitian mengenai integrasi pasar karet alam dilakukan oleh Anwar (2005) dan Zebua (2008) yang menunjukkan bahwa pasar karet alam Indonesia terintegrasi dengan pasar di berbagai negara di dunia, dimana dalam jangka panjang harga karet New York merupakan harga referensi baik TSR maupun RSS. Kemudian penelitian yang melibatkan pasar berjangka dilakukan oleh Hendratno (2009) yang menganalisis keterkaitan harga karet bursa Tocom dengan harga karet domestik. Penelitian lain dilakukan Fitrianti (2009) yang menyimpulkan terdapat hubungan integrasi dan kointegrasi antara pasar karet alam di pasar Indonesia dengan pasar berjangka dunia. Secara umum pasar berjangka yang berpengaruh kuat terhadap pembentukan harga di pasar Indonesia adalah bursa Sicom dan bursa CJCE untuk jenis karet TSR20 serta bursa Tocom dan bursa SHFE untuk jenis karet RSS3.

(27)

Dalam perdagangan karet alam, terdapat pasar yang melakukan perdagangan di pasar fisik, diantaranya Malaysia, Thailand, New York, London, Indonesia, dan Vietnam. Selain itu perdagangan juga dilakukan di pasar future

yaitu pasar berjangka Singapura (Singapore Commodity Exchange/Sicom) dan pasar berjangka Jepang (Tokyo Commodity Exchange/Tocom). Pada pasar karet global, Kuala Lumpur dikenal sebagai pasar kawasan produsen. Sementara itu, London, New York, dan Jepang sebagai kawasan sentra konsumen. Sedangkan Singapura dikenal sebagai pasar utama perdagangan berjangka karet dan pusat perdagangan karet terbesar di dunia (Anwar 2005; Fitrianti 2009).

Singapura dan Jepang merupakan dua bursa yang disinyalir mempengaruhi permbentukan harga di pasar produsen utama. Hal ini terjadi karena keberadaan pasar berjangka komoditi yang berfungsi sebagai sarana pembentukan harga yang transparan yang mencerminkan kondisi pasokan dan permintaan yang sebenarnya dari komoditi yang diperdagangkan. Harga yang transparan inilah yang menjadikan harga di pasar berjangka sebagai harga referensi dunia usaha (Bappebti 2012). Oleh karena itu untuk mengetahui apakah perkembangan harga di pasar produsen utama sejalan dengan perkembangan harga di pasar internasional, maka selanjutnya penelitian ini akan menganalisis integrasi pasar karet alam antara pasar produsen utama (Indonesia, Vietnam, Malaysia, dan Thailand) dengan pasar berjangka Singapura dan Jepang.

Perumusan Masalah

Analisis integrasi pasar merupakan salah satu indikator untuk mengetahui efisiensi pasar, khuusnya efisiensi harga (Heytens 1986). Pengetahuan tentang integrasi pasar akan dapat bermanfaat untuk mengetahui kecepatan respon pelaku pasar terhadap perubahan harga sehingga dapat dilakukan pengambilan keputusan secara cepat dan tepat. Globalisasi ekonomi telah membuat pasar komoditas semakin terpadu. Keterpaduan pasar pada umumnya direfleksikan oleh keterkaitan harga antar pasar (Ravallion 1986). Pergerakan harga di masing-masing pasar produsen akan menunjukkan sampai tidaknya informasi perubahan harga dari pasar referensi, dalam hal ini adalah pasar berjangka Singapura/Sicom maupun Jepang/Tocom. Sebagai komoditi ekspor, pergerakan harga karet alam di pasar produsen sangat tergantung pada pergerakan harga karet alam internasional. Untuk mengetahui keeratan hubungan harga antara pasar berjangka Singapura dan Jepang dengan pasar produsen utama dilakukan pengujian korelasi Pearson. Data yang digunakan dalam uji korelasi adalah rata-rata harga bulanan karet alam tahun 2013. Suliyanto (2011) menyatakan hasil pengujian korelasi akan menghasilkan koefisien korelasi, dimana nilai koefisien korelasi berkisar antara -1 sampai dengan 1. Bila koefisien korelasi semakin mendekati angka 1 atau -1 berarti korelasi tersebut semakin kuat. Sebaliknya jika koefisien korelasi semakin mendekati angka nol berarti korelasi antar variabel semakin lemah.

(28)

pasar. Misalnya koefisien korelasi antara harga TSR Indonesia dengan bursa Sicom sebesar 0.552, artinya keeratan hubungan antara harga TSR bursa Sicom dengan harga TSR Indonesia sebesar 55.2 persen.

Tabel 2 Hasil pengujian korelasi harga karet alam jenis TSR dan RSS

No Variabel Koefisien Korelasi Probabilitas

1 Harga TSR Indonesia dengan bursa Sicom 0.552 0.063

2 Harga TSR Vietnam dengan bursa Sicom 0.998 0.000

3 Harga TSR Malaysia dengan bursa Sicom 0.991 0.000

4 Harga TSR Thailand dengan bursa Sicom 0.995 0.000

5 Harga RSS Indonesia dengan bursa Sicom -0.237 0.458

6 Harga RSS Indonesia dengan bursa Tocom -0.177 0.583

7 Harga RSS Thailand dengan bursa Sicom 0.977 0.000

8 Harga RSS Thailand dengan bursa Tocom -0.962 0.000

Hasil pengujian korelasi menunjukkan hubungan positif antara harga TSR bursa Sicom dengan harga TSR di pasar Indonesia, Vietnam, Malaysia, dan Thailand. Dengan kata lain terdapat hubungan antara harga TSR bursa Sicom dengan harga TSR pasar Asia Tenggara. Adanya korelasi antara pasar berjangka dan pasar produsen utama menunjukkan bahwa harga internasional karet alam jenis spesifikasi teknis tercermin pada harga yang terbentuk di pasar berjangka Singapura.

Tabel 2 juga memberikan informasi bahwa harga RSS bursa Sicom dan bursa Tocom signifikan berhubungan hanya dengan harga RSS pasar Thailand. Keeratan hubungan antara harga RSS bursa Sicom dan Thailand sebesar 0.977. Sedangkan keeratan hubungan antara harga RSS bursa Tocom dengan pasar Thailand sebesar -0.962. Artinya peningkatan harga RSS di bursa Sicom akan diikuti dengan peningkatan harga RSS Thailand. Namun sebaliknya peningkatan harga RSS bursa Tocom akan diikuti dengan penuruan harga RSS pasar Thailand. Dari hasil pengujian diketahui bahwa harga RSS bursa Sicom dan bursa Tocom keduanya tidak signifikan berkorelasi dengan harga RSS Indonesia. Hal ini berarti peningkatan atau penurunan harga RSS di bursa Sicom maupun bursa Tocom tidak diikuti dengan naik turunnya harga RSS pasar Indonesia. Hubungan harga RSS menunjukkan bahwa harga RSS di pasar berjangka hanya memiliki keeratan hubungan dengan pasar Thailand, dimana Thailand merupakan produsen karet alam terbesar di dunia, sehingga berkorelasinya harga RSS Thailand dengan bursa Sicom dan bursa Tocom mengindikasikan adanya dua bursa yang mencerminkan harga RSS di pasar internasional.

(29)

Gambar 5 Perkembangan harga karet alam spesifikasi teknis tahun 2013

Sumber: GRM (2015); KPBN (2015); MRB (2015)

Gambar 5 dan Gambar 6 menunjukkan bahwa selama tahun 2013 harga karet alam jenis TSR dan RSS berfluktuasi dengan kecenderungan menurun. Perkembangan harga TSR mencapai harga terendah pada bulan Juli dan tertinggi pada bulan Januari di semua pasar, kecuali pasar Malaysia, dimana harga karet alam tertinggi terjadi pada bulan Februari. Kecenderungan pola pergerakan harga yang searah antara pasar Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Singapura mengindikasikan terjadinya integrasi pasar. Hal yang sama juga terlihat pada pola pergerakan harga karet alam jenis RSS yang cenderung searah antara pasar Indonesia, Thailand, Singapura, dan Jepang. Menurut Hendratno (2009) keberadaan pasar berjangka akan membantu mengintegrasikan pasar karet di tingkat internasional ke pasar nasional dan lokal. Artinya harga di berbagai tingkat dan lokasi pemasaran yang berbeda akan bergerak mendekati harga di pasar internasional, sehingga pembentukan harga komoditas di berbagai tingkat akan lebih realistis. Implikasi lebih lanjut dari proses integrasi harga adalah pergerakan harga di satu pasar akan dikuti oleh pasar lainnya.

Gambar 6 Perkembangan harga karet alam sit asap tahun 2013

Sumber: KPBN (2015)

Melihat peranan komoditi karet alam sebagai komiditi ekspor, maka penelitian ini akan menganalisis integrasi pasar karet alam (jenis TSR dan RSS) antara produsen utama dengan pasar berjangka Singapura dan Jepang, sehingga dapat diketahui apakah perkembangan harga karet alam pasar produsen utama mengikuti perkembangan harga karet alam internasional. Analisis integrasi pasar

200.00

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

USC

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

(30)

dapat memberikan gambaran mengenai dampak perkembangan harga yang diterima di masing-masing pasar. Dalam sebuah sistem pasar yang terintegrasi secara efisien akan terjadi hubungan yang positif di antara lokasi pasar yang berbeda sepanjang waktu. Hubungan antar pasar tersebut secara langsung mengukur bagaimana harga dari suatu komoditas bergerak bersama-sama dalam lokasi pasar yang berbeda (Rifin dan Nurdiyani 2007). Berdasarkan uraian tersebut muncul pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan jawaban melalui suatu penelitian ilmiah, yaitu:

1. Bagaimana hubungan integrasi pasar karet alam jenis spesifikasi teknis antara pasar produsen utama (Indonesia, Vietnam, Malaysia, dan Thailand) dengan pasar berjangka Singapura.

2. Bagaimana hubungan integrasi pasar karet alam jenis sit asap antara pasar produsen utama (Indonesia dan Thailand) dengan pasar berjangka Singapura dan Jepang.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis integrasi pasar karet alam jenis spesifikasi teknis antara produsen utama (Indonesia, Vietnam, Malaysia, dan Thailand) dengan pasar berjangka Singapura.

2. Menganalisis integrasi pasar karet alam jenis sit asap asap antara pasar produsen utama (Indonesia dan Thailand) dengan pasar berjangka Singapura dan Jepang.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi hubungan harga karet alam baik jenis TSR maupun RSS, sehingga dapat diketahui integrasi pasar karet alam diantara pasar Indonesia, Vietnam, Malaysia, dan Thailand dengan pasar berjangka Singapura dan Jepang. Melaui penelitian ini diharapkan akan diperoleh informasi mengenai pasar referensi karet alam TSR dan RSS. Hasil akhir dari penelitian ini dapat digunakan untuk pengambilan kebijakan, penggalangan kerjasama internasional, dan referensi bagi penelitian lebih lanjut.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini secara umum mengkaji integrasi pasar karet alam antara pasar produsen utama dengan pasar berjangka dunia. Adapun secara khusus ruang lingkup penelitian ini adalah:

(31)

harga FOB Bangkok; (c)Malaysia menggunakan harga FOB Kuala Lumpur; dan (d)Vietnam menggunakan harga FOB Ho Chi Minh.

2. Pasar berjangka karet alam hanya merujuk pada pasar berjangka Singapura (Singapore Commodity Exchange/Sicom) dan Jepang (Tokyo Commodity Exchange/Tocom). Hal ini dikarenakan kedua bursa merupakan pusat perdagangan berjangka karet alam dunia, serta diduga pembentukan harga karet alam di pasar produsen utama mengacu pada pembentukan harga di kedua bursa tersebut.

Adapun keterbatasan dalam studi ini adalah:

1. Penelitian ini hanya menganalisis integrasi pasar karet alam spesifikasi teknis untuk jenis TSR20. Sedangkan jenis karet sit asap yang dianalisis menggunakan dua jenis RSS yang berbeda, yaitu jenis RSS1 untuk negara Indonesia dan Thailand, dan jenis RSS3 untuk Singapura dan Jepang. Hal ini dikarenakan keterbatasan data harga RSS3 untuk negara Indonesia dan Thailand. Namun demikian, dengan sifat dan spesifikasi yang hampir sama antara RSS1 dan RSS3 menjadikan harga keduanya dianggap relevan digunakan dalam penelitian ini.

(32)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Integrasi Pasar

Integrasi atau keterpaduan pasar merupakan suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh perubahan harga yang terjadi di pasar acuan akan menyebabkan terjadinya perubahan pada pasar pengikutnya (Ravallion 1986; Heytens 1986). Dua tingkatan pasar dikatakan terintegrasi jika perubahan harga pada salah satu tingkat pasar disalurkan atau ditransfer ke pasar lain. Dalam struktur pasar persaingan sempurna, perubahan harga pada pasar acuan akan ditransfer secara sempurna ke pasar pengikut. Integrasi pasar akan tercapai jika terdapat informasi pasar yang memadai dan disalurkan dengan cepat ke pasar lain sehingga partisipan yang terlibat di kedua tingkat pasar (pasar acuan dan pasar pengikut) memiliki informasi yang sama (Asmarantaka 2009). Lebih lanjut pasar dikatakan terintegrasi apabila perubahan harga yang terjadi di pasar dunia langsung diteruskan dan direfleksikan ke pasar dalam negeri. Dengan kata lain pola harga yang ditunjukkan harus sama. Sebuah sistem pasar yang terintegrasi secara efisien akan memiliki hubungan yang positif diantara harga di wilayah pasar yang berbeda.

Analisis integrasi pasar merupakan salah satu indikator untuk mengetahui efisiensi pemasaran. Ukuran efisien adalah kepuasan dari konsumen, produsen, maupun lembaga-lembaga yang terlibat di dalam mengalirkan barang atau jasa mulai dari petani sampai dengan konsumen akhir. Pada dasarnya efisiensi pemasaran dapat dianalisis melalui efisiensi operasional dan efisiensi harga. Efisiensi operasional berhubungan dengan pelaksanaan aktivitas pemasaran yang dapat meningkatkan rasio output-input. Sedangkan efisiensi harga merupakan indikator dalam melihat market performance. Efisiensi harga menekankan pada kemampuan sistem pemasaran dalam mengalokasikan sumberdaya yang efisien sehingga apa yang diproduksi produsen harus sesuai dengan apa yang diinginkan konsumen. Efisiensi harga akan tercapai apabila masing-masing pihak yang terlibat puas atau responsif terhadap harga (price signals) yang berlaku dan terjadi keterpaduan atau integrasi antara pasar acuan dengan pasar pengikut (Asmarantaka 2012). Menurut Heytens (1986) pasar akan berjalan secara efisien jika memanfaatkan semua informasi yang tersedia. Informasi harga dan kemungkinan substitusi produk antar pasar selalu berpengaruh terhadap perilaku penjual dan pembeli. Transmisi dan pemanfaatan informasi diantara berbagai pasar mengakibatkan harga dari komoditas tertentu bergerak secara bersamaan di berbagai pasar tersebut. Kondisi ini menunjukkan keberadaan integrasi pasar yang merupakan indikator efisiensi sistem pemasaran.

(33)

pengikutnya/pasar domestik. Sebaliknya jika pasar tidak tersegmentasi maka pasar dikatakan terintegrasinya, sehingga harga yang terjadi di pasar domestik dipengaruhi oleh perubahan harga yang ada di pasar dunia. Jika integrasi tidak terjadi maka dimungkinkan adanya kegagalan informasi jangka pendek (Bernal et al. 2003).

Kajian tentang integrasi pasar penting dilakukan untuk melihat sejauh mana kelancaran informasi yang menunjukkan efisiensi pemasaran pada pasar. Tingkat keterpaduan pasar yang tinggi menunjukkan telah lancarnya arus informasi diantara pasar, sehingga harga yang terjadi pada pasar dipengaruhi oleh pasar acuannya. Pada dasarnya analisis integrasi pasar dapat dibedakan menjadi dua bagian berdasarkan hubungan pasar yang dianalisis yaitu integrasi pasar spasial dan integrasi pasar vertikal.

Integrasi pasar vertikal merupakan integrasi yang dipahami terjadi dalam satu rantai pemasaran, dimana perubahan harga di suatu pasar akan direfleksikan pada perubahan harga di pasar lain secara vertikal dalam produk yang sama. Pada pasar yang terintegrasi secara vertikal, intervensi pada suatu pasar akan berdampak nyata terhadap pasar lainnya, atau sebaliknya pada pasar yang tidak terintegrasi secara vertikal intervensi pada suatu pasar tidak akan berpengaruh nyata terhadap pasar lainnya.

Sedangkan integrasi pasar spasial merupakan tingkat keterkaitan hubungan antara suatu pasar regional dan pasar regional lainnya. Integrasi pasar spasial dapat mencerminkan efek perubahan harga pada suatu pasar terhadap pasar lainnya. Dalam hal ini, perubahan harga di suatu pasar ditransmisikan ke harga yang terjadi di pasar-pasar lain, baik dalam jangka pendek atau jangka panjang. Lebih lanjut Anwar (2005) menyatakan bahwa dua pasar terintegrasi apabila perubahan harga suatu pasar dirambatkan ke pasar lain, dimana semakin cepat perambatannya maka semakin terpadu pasarnya. Integrasi pasar spasial menunjukkan pergerakan harga, dan secara umum merupakan sinyal dari transmisi harga dan informasi harga diantara pasar yang terpisah secara spasial.

Muwanga dan Snyder (1997) mengemukakan bahwa pasar-pasar terintegrasi jika terjadi aktivitas perdagangan antara dua atau lebih pasar-pasar yang terpisah secara spasial, kemudian harga di suatu pasar berhubungan atau berkorelasi dengan harga di pasar-pasar lainnya. Sejalan dengan pandangan ini, Goodwin dan Schroeder (1991) menggambarkan integrasi pasar berkaitan dengan lokasi-lokasi spasial yang memiliki perubahan harga one to one. Lebih jauh lagi McNew (1996) membatasi integrasi pasar sebagai kondisi ekuilibrium spasial efisien yang dicerminkan oleh adanya kejutan (shock) pada pasar tertentu yang secara sempurna ditransmisikan ke pasar-pasar lainnya.

(34)

Selanjutnya Barrett (2005) menjelaskan bahwa dalam makroekonomi dan ekonomi internasional konsep yang umum dari integrasi pasar terfokus pada kemampuan dalam melakukan perdagangan (tradabilitas). Transfer sinyal tradabilitas terhadap kelebihan permintaan dari suatu pasar ke pasar lainnya ditrasmisikan sebagai arus fisik aktual maupun potensial. Arus perdagangan yang positif dapat mendemontrasikan integrasi pasar spasial berdasarkan konsep tradabilitas. Pengukuran hubungan harga secara geografis dapat dianalisa dengan menggunakan model keseimbangan spasial. Model ini memungkinkan untuk mengestimasi net harga yang berlaku di tiap daerah dan kuantitas pertukaran komoditi di tiap daerah yang akan menjual atau membeli dari daerah lain. Model keseimbangan spasial sangat berguna dalam menganalisis hubungan harga antar daerah dan bentuk perdagangan di mana terdapat sejumlah daerah yang mengkonsumsi sekaligus berproduksi. Jika semua daerah menerima satu produsen surplus dan mengirimkannya secara tunggal ke daerah defisit, maka mengurangi biaya transfer dari harga pasar pusat produksi. Akan tetapi, jika masing-masing daerah memproduksi sekaligus mengkonsumsi komoditi yang diperdagangkan maka hal yang tidak selalu dapat ditentukan daerah mana yang akan menyediakan kelebihan penawaran untuk dijual kepada daerah defisit dan daerah mana yang akan meminta impor. Pandangan berbeda dikemukakan Barrett dan Li (1999) yang menyatakan bahwa analisis integrasi pasar berbeda dengan analisis keseimbangan spasial. Integrasi pasar digunakan untuk menggambarkan perdagangan dan kekuatan antar pasar. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya aliran fisik komoditas, transmisi guncangan harga dari satu pasar ke pasar lain, atau keduanya, sedangkan analisis keseimbangan spasial hanya menekankan pada aliran perdagangan antara daerah berpotensi surplus dan daerah berpotensi defisit.

Kemudian berkembang konsep yang mendasari integrasi pasar spasial dalam perdagangan internasional. Integrasi spasial antar dua pasar terjadi apabila harga untuk komoditas tertentu yang diperdagangkan secara terus-menerus antara dua negara adalah sama, sesudah disesuaikan dengan nilai tukar dan biaya transaksi. Hal tersebut sama seperti dalil harga tunggal (The Law of One Price/LOP) (Officer 1986). Dalil ini menyatakan bahwa pasar pada keadaan pasar bersaing, semua harga-harga dalam suatu pasar akan seragam setelah biaya tambahan terhadap kegunaan tempat, waktu, dan bentuk dari suatu barang di pasar yang bersangkutan. Kajian mengenai hubungan harga di pasar internasional yang berlandaskan dalil harga tunggal telah banyak dikembangkan, namun hasilnya beragam (Sendhil et al. 2014).

Ada beberapa prinsip yang mendasari perbedaan harga pasar spasial diantara regional (negara) terhadap harga internasional, dengan asumsi struktur pasar kompetitif, komoditi yang diperdagangkan homogen, informasi sempurna, dan tidak ada rintangan yang mengganggu perdagangan, yaitu (Tomek dan Robinson 1990):

a. Perbedaan harga antara dua negara yang melakukan perdagangan satu sama lain akan sama dengan biaya transfer yang dikeluarkan. Sedangkan perbedaan harga antara dua negara yang tidak melakukan perdagangan satu sama lain akan menjadi kurang dari atau sama dengan biaya transfer.

(35)

mengirimkannya ke pasar yang harganya lebih tinggi, kemudian pada akhirnya pergerakan harga barang dari pasar dengan harga yang lebih rendah ke yang lebih tinggi akan membawa pada kondisi keseimbangan baru. Dengan kata lain pola pembelian ini akan terus berlangsung sampai tidak menguntungkan lagi untuk melakukan pengiriman komoditi antar pasar, karena itu perbedaan harga antar regional (negara) tidak dapat melebihi biaya transfer.

Lebih jauh pola hubungan spasial antara dua pasar regional dapat bersifat hierarkis dan simetris. Pola hubungan hierarkis/satu arah ditunjukkan oleh adanya pasar sentral atau acuan dan pasar cabang atau pengikut. Tingkat harga pasar pengikut ditentukan searah oleh harga di pasar acuan, sedangkan harga di pasar acuan tidak dapat dipengaruhi oleh harga di pasar pengikut. Sebaliknya pola hubungan simetris/dua arah dicirikan oleh kesetaraan kekuatan, tidak ada pasar acuan dan pasar pengikut. Harga di kedua pasar saling mempengaruhi. Oleh karena itu, kekuatan atau ukuran relatif hubungan antarpasar spasial sangat menentukan terhadap proses pembentukan harga di masing-masing pasar (Ravallion 1986).

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan suatu harga dari pasar yang terpisah secara geografis untuk komoditi yang sama dapat dianalisis dengan konsep integrasi pasar (Tomek dan Robinson 1990). Dalam kajian mengenai karet alam ini, integrasi pasar karet alam dikatakan efisien apabila perubahan harga karet alam di pasar berjangka Singapura dan Jepang akan diikuti dengan perubahan harga di masing-masing pasar produsen utama.

Integrasi pasar dapat dianalisis menggunakan beberapa metode, diantaranya:

a. Analisis korelasi harga

Metode ini digunakan untuk menghitung keeratan hubungan harga antara dua pasar. Metode korelasi harga membutuhkan data deret waktu dari dua pasar yang berbeda sehingga dapat diketahui bagaimana pergerakan harga dari waktu ke waktu. Tingkat integrasi pasar dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi yang dihasilkan serta adanya korelasi yang positif diantara harga dikedua pasar. Semakin tinggi nilai koefisien korelasi menunjukkan makin tingginya tingkat integrasi kedua pasar. Kelemahan metode ini adalah terlalu kasar untuk melihat hubungan harga dikedua pasar. Widarjono (2013) mengemukakan bahwa korelasi yang tinggi mungkin disebabkan variabel bergerak dalam arah yang sama atau berkebalikan, bukan karena satu variabel mempengaruhi variabel yang lain. Sehingga penggunaan analisis korelasi harga dalam mengetahui integrasi pasar dinilai kurang akurat.

b. Analisis regresi sederhana

Integrasi pasar juga dapat dikaji melalui analisis regresi sederhana. Integrasi dilihat melalui koefisien regresi yang diperoleh. Integrasi kuat terjadi jika koefisien regresi bernilai 1, sedangkan jika koefisien regresi bernilai antara 0.5 sampai dengan 1 maka disimpulkan bahwa harga di salah satu pasar terintegrasi dengan harga di pasar lainnya.

c. Analisis kointegrasi dan vector autoregression model

(36)

I(1) berdasarkan uji Augmented Dickey Fuller (ADF) atau berdasarkan uji akar unit lainnnya. Tahap kedua dilakukan dengan mengestimasi suatu model statis sederhana dari serial harga I(1) terhadap serial harga I(1) lainnya, serta menguji apakah residualnya bersifat stationary, I(0). Selanjutnya ditarik kesimpulan bahwa harga-harga menyebar menuju suatu ekuilibrium jangka panjang dan bahwa pasar terintegrasi jika variabel stasioner pada derajat yang sama (Adiyoga et al. 2006). Pengujian hubungan harga diantara pasar dengan menggunakan pendekatan kointegrasi dilakukan oleh Firdaus dan Gunawan (2012), Jaleta dan Gebremedhin (2012), serta Zakari dan Ying (2014).

Kajian integrasi pasar dengan menggunakan pendekatan yang serupa yaitu vector autoregression model (VAR) atau vector error correction model

(VECM) juga banyak digunakan. Widarjono (2013) mengemukakan perbedaan mendasar dari pendekatan VAR dan pendekatan Engle Granger terletak pada banyaknya variabel yang digunakan. Pada model Engle Granger hanya terdapat dua variabel yang digunakan, sedangkan pada model VAR melibatkan banyak variabel. Menurut Irawan dan Rosmayanti (2007) pendekatan VAR akan memberikan hasil analisis yang tidak spurious, dapat menentukan besar integrasi, arah transformasi harga, serta dapat diketahui mana pasar acuan dan pasar pengikut.

VAR merupakan sebuah n-persamaan dengan n-variabel, dimana masing-masing variabel dijelaskan oleh nilai lag nya sendiri, serta nilai saat ini dan masa lampaunya (Firdaus 2012). Model VAR dibangun dengan pendekatan yang meminimalkan teori dengan tujuan agar mampu menangkap fenomena ekonomi dengan baik. VAR pertama kali diperkenalkan oleh Sims atas kritikannya terhadap pendekatan tradisional atas permodelan struktural makro-ekonometrika karena membiarkan retriksi yang berlebihan dan memperhatikan umpan balik yang terjadi antar variabel yang digunakan. Sims mengusulkan penggunaan pendekatan VAR yang memasukkan pengaruh dan mengakomodasi seluruh interaksi dinamis yang terjadi antar variabel (Juanda dan Junaidi 2012).

Metode VAR memiliki keunggulan dan kelemahan jika dibandingan dengan metode ekonometrika konvensional. Keunggulan metode VAR adalah: a. Mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang kompleks atau multivariat sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel di dalam persamaan itu.

b. Uji VAR yang multivariat bisa menghindarkan parameter yang bias akibat tidak dimasukkannya variabel yang relevan.

c. Uji VAR dapat mendeteksi hubungan antar variabel di dalam sistem persamaan, dengan menjadikan seluruh variabel sebagai endogen.

d. Metode VAR terbebas dari berbagai batasan teori ekonomi yang sering muncul termasuk spurious variable di dalam model ekonometrika konvensional terutama pada persamaan simultan, sehingga menghindari penafsiran yang salah.

e. Dengan teknik VAR maka yang akan terpilih hanya variabel yang relevan untuk disinkronisasi dengan teori yang ada.

(37)

eksogen. Semua variabel, baik endogen maupun eksogen seharusnya dimasukkan di dalam model; dan (2)untuk melihat hubungan antara variabel di dalam VAR maka dibutuhkan sejumlah kelambanan variabel yang ada. Kelambanan variabel ini diperlukan untuk menangkap efek dari variabel tersebut terhadap variabel lain di dalam model. Secara umum model VAR = vektor intersep berukuran n x 1

i i i = matriks parameter berukuran n x 1 nt = vektor sisaan berukuran n x 1

Secara garis besar terdapat empat hal yang ingin diperoleh dari pembentukan sebuah sistem persamaan yaitu deskripsi data, paramalan, inferensi struktural, dan analisis kebijakan. VAR menyediakan alat analisa bagi keempat hal tersebut melalui empat macam penggunaan dalam bentuk (1)forecasting yaitu ekstrapolasi nilai saat ini dan masa depan seluruh variabel dengan memanfaatkan seluruh informasi masa lalu variabel; (2)impulse response functions (IRF) yaitu melacak respon saat ini dan masa depan dari setiap variabel akibat perubahan atau shock suatu variabel tertentu; (3)variance decomposition (VD) yaitu memprediksi kontribusi persentase varians setiap variabel terhadap suatu perubahan tertentu; dan (4)uji kausalitas Granger untuk mengetahui hubungan sebab akibat antar variabel (Firdaus 2012).

Menurut Juanda dan Junaidi (2012) secara umum terdapat tiga bentuk model VAR yakni:

a. Unrestricted VAR, terkait dengan persoalan kointegrasi dan hubungan teoritis. Model unrestricted VAR memiliki dua bentuk yaitu VAR in level

dan VAR in difference. VAR in level digunakan jika data yang digunakan dalam pemodelan tidak stasioner pada level, sehingga data harus distasionerkan dulu sebelum menggunakan model VAR. Sedangkan VAR

in difference digunakan jika data tidak stasioner pada level dan tidak memiliki hubungan kointegrasi, maka estimasi VAR dapat dilakukan dalam bentuk data diferens.

b. Restricted VAR atau disebut vector error correction model (VECM), merupakan bentuk VAR yang terestriksi. Restriksi diberikan karena data tidak stasioner namun terkointegrasi. Spesifikasi VECM merestriksi hubungan jangka panjang peubah-peubah endogen agar konvergen ke dalam hubungan kointegrasinya, namun tetap membiarkan keberadaan dinamisasi jangka pendek. Istilah VECM digunakan karena adanya koreksi secara bertahap melalui penyesuaian jangka pendek terhadap deviasi dari model keseimbangan jangka panjang.

(38)

terhadap peubah-peubah yang digunakan dalam model VAR. Oleh karena itu S-VAR dikenal sebagai bentuk VAR yang teoritis.

Analisis dengan pendekatan model VAR/VECM mencakup tiga analisis utama, yaitu uji kausalitas Granger, impulse response function (IRF), dan

variance decomposition (VD). Sebelum sampai pada analisis VAR/VECM ada beberapa prosedur yang akan digunakan dalam studi ini, yaitu uji stasioneritas, penentuan panjang lag, uji stabilitas VAR, dan uji kointegrasi Johansen. Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Eviews. Kajian integrasi pasar melalui pendekatan VAR/VECM dilakukan beberapa peneliti, diantaranya Acquah dan Owusu (2012) yang menganalisis integrasi pasar pisang di Ghana, Nyongo (2014) integrasi pasar jagung di Malawi, Hafizah (2009) integrasi pasar CPO antara Indonesia, Malaysia, dan Rotterdam, dan integrasi pasar komoditas beras yang dilakukan oleh Irawan dan Rosmayanti (2007), Hossain dan Verbeke (2010), serta Suryaningrum et al. (2013).

Pasar Berjangka Komoditi

Perdagangan berjangka dimulai di Chicago sekitar tahun 1800. Bursa berjangka modern yang pertama didirikan bernama Chicago board of trade

(CBOT) yang dibentuk oleh 82 pedagang komoditi pada tahun 1848. Perdagangan di CBOT memiliki standar, sistem pengawasan, dan uji kualitas yang ditentukan oleh bursa. Kontrak berjangka modern pertama kali diperdagangkan pada tahun 1851 yaitu 3 tahun setelah berdirinya CBOT. Di Indonesia, perdagangan berjangka komoditi pertama kali dilakukan pada 15 Desember 2000, dimana perdagangan berjangka dilakukan di bursa berjangka Jakarta (BBJ) yang didirikan tanggal 19 Agustus 1999 dan mendapatkan izin usaha dari badan pengawas perdagangan berjangka komoditi (Bappebti) pada tanggal 21 November 2000. Kontrak berjangka yang pertama kali diperdagangkan adalah kontrak berjangka kopi robusta dan olein (Azlan 2008; Rosalin 2010). Menurut Dewi et al. (2011) pada awal berdiri BBJ hanya diijinkan memperdagangkan kontrak komoditi non keuangan. Perdagangan berjangka komoditi keuangan dilakukan di luar bursa tanpa ada pengawasan dari pemerintah. Dengan pertimbangan perlindungan bagi dana masyarakat yang dikumpulkan dalam bentuk margin, maka Bappebti mengeluarkan peraturan pendaftaran transaksi luar bursa untuk kontrak indeks saham asing dan kontrak mata uang asing di BBJ. Sejak saat itulah BBJ tidak hanya memperdagangkan kontrak komoditi melainkan juga derivatif keuangan.

(39)

Perdagangan berjangka dilakukan di bursa berjangka yang kemudian disebut dengan bursa. Bursa memperdagangkan kontrak berjangka berbagai komoditi. Tempat dimana kontrak berjangka diperdagangkan juga disebut pasar berjangka (Bappebti 2012). Menurut Dahl dan Hammond (1977) future trading

atau pasar berjangka merupakan pemasaran produk pertanian yang melibatkan antar waktu (markets over time).

Bursa berjangka komoditi memiliki peran yang sangat penting dalam aktivitas perdagangan berjangka komoditi. Bursa menentukan kontrak berjangka komoditi dengan standar tertentu. Bursa juga membuat mekanisme yang dapat menjamin ditepatinya kontrak yang dibuat oleh masing-masing pihak (Fatum 2013). Berbeda dengan pengertian kontrak dalam perdagangan biasa, kontrak berjangka merupakan kontrak yang standard, dan waktu penyerahan telah ditetapkan terlebih dahulu. Karena bentuknya yang standard itulah, maka yang dinegosiasikan hanya harganya. Performance atau terpenuhinya kontrak berjangka sesuai dengan spesifikasi yang tercantum dalam kontrak dijamin oleh suatu lembaga khusus, yaitu lembaga kliring berjangka.

Secara umum terdapat tiga jenis transaksi dalam perdagangan berjangka komoditi yaitu forward, future, dan option. Forward contract merupakan sebuah derivatif yang relatif sederhana. Forward contract adalah perjanjian antara kedua pihak untuk menjual (short position) atau membeli (long position) suatu komoditi pada waktu tertentu dimasa mendatang dengan harga yang telah disetujui pada saat ini. Pihak yang mengambil posisi long setuju untuk membayar pada waktu yang telah ditetapkan (Cox et al. 1981). Forward contract diperdagangkan di over the counter market biasanya antara dua lembaga keuangan atau antara lembaga keuangan dan kliennya (Hull 2012).

Menurut Yunanto (2009) forward contract tidak terstandarisasi, dimana spesifikasi dalam kontrak ditentukan sendiri oleh pihak-pihak yang bertransaksi. Pihak-pihak yang bertransaksi pada kontrak perdagangan ini bebas untuk menentukan maturity date, uang muka pembayaran, dan bebas menentukan jenis komoditi yang ditransaksikan. Dalam forward contract harga yang disepakati antara penjual dan pembeli disebut dengan delivery price atau harga penyerahan.

Delivery price ditentukan pada saat kontrak dilakukan, dimana besarannya sama dengan forward price dari aset yang diperjualbelikan. Delivery price tidak akan mengalami perubahan sampai dengan kontrak jatuh tempo, lain halnya dengan

forward price yang akan mengalami fluktuasi setiap saat. Jika forward price naik, maka nilai pada pemegang posisi beli akan meningkat, sedangkan nilai bagi pemegang posisi jual akan turun, demikian sebaliknya (Hafidz 2013).

Kontrak berjangka yang terstandarisasi dimana didalamnya memuat informasi kualitas, kuantitas, waktu pengiriman, dan tempat pengirimanan dinamakan future contract (Lofton 2005). Lebih jauh Futures adalah kontrak antara dua pihak untuk membeli (long position) atau menjual (short position)

suatu komoditi dengan harga tertentu untuk penyerahan di masa depan melalui mekanisme bursa yang terorganisasi. Yang membedakan antara futures dan

forwards adalah futures dilaksanakan melalui bursa di pasar berjangka komoditi, sedangkan forwards tidak.

(40)

atau grade lainnya (delivery grade) dengan tingkat harga dan waktu penyampaian tertentu; (2)waktu penyampaian komoditi yang telah disepakati biasanya sudah ditentukan; (3)pihak otoritas pasar berjangka dapat menetapkan sejumlah kondisi untuk menjamin terpenuhinya kontrak. Misalnya, pihak otoritas dapat menetapkan standarisasi dan sertifikasi gudang agar komoditi yang diserahkan nanti memenuhi grade yang ditetapkan.

Pada dasarnya future contract bukan bertujuan meningkatkan pendapatan produsen atau petani namun sebagai media untuk meminimalisasi risiko kerugian karena pergerakan harga. Sebagai contoh, petani merencanakan menjual tiga bulan kemudian. Dia menjual future contract sekarang dan membelinya tiga bulan kemudian. Karena transaksi ini melibatkan dua jenis pasar (sekarang dan mendatang), kerugian atau keuntungan dari satu pasar akan dikompensasi dari transaksi di pasar lainnya (Hakim 2009).

Jenis kontrak berjangka lainnya adalah option.Option contract adalah kontrak yang memberikan hak (bukan kewajiban) kepada pemegang kontrak untuk membeli (call options) atau menjual (put options) suatu komoditi tertentu dengan harga tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. Kontrak jenis ini tidak mengharuskan seorang pemegang hak untuk melakukan exercise pada posisi yang dipegangnya jika kontrak telah jatuh tempo. Menurut Hull (2012) ada dua macam

exercise dalam options, yaitu American options dan European options. Pada

American options, pemilik options dapat menggunakan haknya, baik sebelum jatuh tempo, maupun pada saat options jatuh tempo, sedangkan pada European options pemilik options dapat menggunakan haknya apabila options telah jatuh tempo. Option contract diperdagangkan di bursa maupun di over the counter market.

Pada pasar berjangka komoditi terdapat beberapa pihak yang terlibat di dalamnya, seperti (1)pedagang berjangka yaitu anggota bursa yang hanya berhak melakukan transaksi kontrak berjangka di bursa berjangka untuk diri sendiri atau kelompok usahanya; (2)pialang berjangka atau broker yaitu badan usaha yang melakukan kegiatan jual beli komoditas berdasarkan kontrak berjangka atas amanat nasabah dengan menarik sejumlah dana atau surat berharga sebagai margin untuk jaminan transaksi; (3)nasabah yaitu pihak yang melakukan transaksi kontrak berjangka melalui rekening yang dikelola oleh pialang berjangka; (4)lembaga kliring yaitu institusi yang menjamin terpenuhinya kontrak berjangka sesuai dengan spesifikasi yang tercantum dalam kontrak; (5)pengawas perdagangan berjangka yaitu lembaga yang melakukan fungsi pengaturan dan pengawasan termasuk juga pembinaan agar kegiatan perdagangan berjalan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, sehingga tercipta suatu perdagangan yang sehat, wajar, dan efisien.

Perdagangan berjangka komoditi memiliki beberapa manfaat, salah satunya sebagai sarana pengelolaan resiko melalui kegiatan lindung nilai atau hedging.

Gambar

Gambar 7  Kerangka pemikiran penelitian
Tabel 4  Perkembangan produksi karet alam berdasarkan produsen utama dunia
Tabel 5  Perkembangan konsumsi karet alam berdasarkan konsumen utama dunia tahun 2001-2014
Gambar 9  Jalur tataniaga ekspor karet alam PT. KPBN
+7

Referensi

Dokumen terkait

Desain grafis adalah suatu bentuk komunikasi visual yang menggunakan gambar untuk menyampaikan informasi atau pesan seefektif mungkin.. Dalam desain grafis, teks

Sehubungan dengan kondisi persaingan dalam dunia industri yang semakin ketat, menyebabkan banyaknya tuntutan akan pemenuhan kebutuhan energi yang semakin besar,

Kasus DBD yang terjadi seringkali dikaitkan dengan pelaksanaan fogging atau pengasapan yang bertujuan untuk membasmi vektor Aedes sp serta memutus mata rantai

kapasitas pertukaran udara dan tingkat hemoglobin darah dapat membatasi VO 2 Max pada sebagian orang. 2) metabolisme otot aerobik, selama latihan oksigen benar-benar

Untuk dapat melakukan kegiatan fisik yang menantang secara efektif, seperti memanjat, berlari, melempar, dan mempertahankan keseimbangan, anak harus mampu menggunakan

iii.. Selain itu juga diperlukan data mengenai lokasi dan jarak antara sumber dan lokasi pengambilan sampel. Model matematika yang digunakan untuk menentukan pola

Pada dasarnya, yang disebut dengan bunga kecombrang adalah suatu. karangan bunga yang terdiri atas bagian bunga, daun pelindung,

diversitas pada lokasi Ameth disebabkan karena walaupun jumlah spesiesnya lebih rendah (8 spesies) dari stasiun Sirsahoni (9 spesies), penyebaran jumlah individu