• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi cendawan asal akar rumput, teki dan tanah perakaran bambu untuk pengendalian penyakit akar gada pada tanaman brokoli

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi cendawan asal akar rumput, teki dan tanah perakaran bambu untuk pengendalian penyakit akar gada pada tanaman brokoli"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI CENDAWAN ASAL AKAR RUMPUT, TEKI DAN TANAH PERAKARAN BAMBU UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT AKAR

GADA PADA TANAMAN BROKOLI

ASNIAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Potensi Cendawan Asal Akar Rumput, Teki dan Tanah Perakaran Bambu untuk Pengendalian Penyakit Akar Gada pada Tanaman Brokoli adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2009

Asniah

(3)

ABSTRACT

Asniah. The Potency of Root Endophytic Fungi Isolate from Grass, Sedge and Bamboo Rhizosperic Soils as Biocontrol Agents Against Clubroot caused by Plasmodiphora brassicae Wor. on Broccoli. Under supervision of Widodo and Suryo Wiyono.

Clubroot is the most destructive disease on crucifers in Indonesia. The existing control measures, include biological control do not provide satisfactory result. The objective of the study was to explore endophytic fungi of grasses, sedge, and bamboo rhizosperic soils, which can suppress clubroot disease caused by Plasmodiophora brassicae Wor. in broccoli. This research consisted of two main parts: (1) Exploration of root endophytic fungus from grass, sedge, and bamboo rhizosperic soils, (2) Biological control clubroot with root endophytic fungus isolates of grass, sedge, and bamboo rhizosperic soils. There were six species of endophytic fungi examined in this study, e.g Fusarium oxysporum, F. solani, Nigrospora sp., Curvularia lunata, Chaetomium globosum and Paecilomyces sp. which successfully colonized broccoli root endophytically. Two endophytic fungi Chaetomium globosum and Curvularia lunata suppressed clubroot disease significantly and increased the growth of broccoli. Application of the biocontrol agents by seed coating could increase the antagonistic effect of the biocontrol compared with the application by propagule suspension.

(4)

RINGKASAN

Asniah. Potensi Cendawan Asal Akar Rumput, Teki dan Tanah Perakaran Bambu untuk Pengendalian Penyakit Akar Gada pada Tanaman Brokoli. Dibimbing oleh WIDODO dan SURYO WIYONO.

Penelitian dengan tujuan untuk mengetahui jenis-jenis cendawan endofit yang terdapat pada akar rumput, teki dan tanah perakaran bambu yang dapat menekan penyakit akar gada pada tanaman brokoli yang disebabkan oleh P. brassicae. telah dilaksanakan pada bulan September 2006 sampai Februari 2008 di rumah kaca Cikabayan dan laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB.

Penelitian ini terdiri dari 2 percobaan yang saling berkaitan satu dengan lainnya yakni: (1) Eksplorasi cendawan endofit asal akar rumput, teki dan tanah perakaran bambu. (2) Pengendalian hayati penyakit akar gada dengan aplikasi endofit asal rumput, teki dan tanah perakaran bambu. Jenis rumput yang digunakan adalah Paspalum longifolium, dan Setaria laxa, sedangkan jenis teki adalah Cyperus rotundus. Dalam percobaan 2 cendawan endofit yang digunakan adalah hasil seleksi dari percobaan pertama yakni terdiri dari 6 isolat (4 isolat asal akar rumput dan teki, 2 isolat asal tanah perakaran bambu). Pengendalian akar gada dengan aplikasi endofit terdiri atas dua faktor yaitu jenis cendawan endofit Fusarium oxysporum, Fusarium solani, Nigrospora sp., Curvularia lunata, Chaetomium globosum, Peacilomyces sp. dan cara inokulasi menggunakan penyiraman media dan pelapisan benih, rancangan percobaan yang digunakan adalah faktorial acak kelompok dengan 4 ulangan. Peubah yang diamati adalah kejadian penyakit, indeks penyakit, bobot basah tanaman, tinggi tanaman dan diameter batang tanaman.

Dari ketiga jenis rumput & teki ditemukan 7 isolat cendawan yang merupakan endofit pada tanaman brokoli, yakni Monilia sp, F.oxysporum, Miselia merah steril, Miselia gelap steril, F. solani, Nigrospora sp., dan Curvularia lunata. Pada tanah perakaran bambu ditemukan 4 isolat cendawan yang berpotensi sebagai endofit, yakni Chaetomium globosum, Paecilomyces sp., Aspergillus sp. dan Mortierella sp. Pada pengujian dengan penyakit akar gada ditemukan bahwa tanaman yang diberi Chaetomium globosum kejadian penyakitnya paling rendah yakni 59,38% sedangkan yang diberi Curvularia lunata dan F. oxysporum kejadian penyakitnya masing-masing 65,63% dan 71,88%. Kejadian penyakit tersebut berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan lainnya dan kontrol yang mencapai 100%. Indeks penyakit terendah juga terjadi pada tanaman yang diberi perlakuan Chaetomium globosum yakni 0,69; sedangkan indeks penyakit tertinggi 2,13 terjadi pada perlakuan kontrol. Bobot basah tajuk tanaman yang diberi perlakuan Curvularia lunata adalah 52,98 g lebih tinggi dibanding kontrol yakni 30,56 g. Pada pengamatan tinggi tanaman dan diameter batang tanaman, Curvularia lunata memberikan hasil yang lebih tinggi yakni masing-masing 24,16 cm dan 0,66 cm, dibandingkan dengan perlakuan kontrol yakni masing-masing 18,32 cm dan 0,47 cm. Cara inokulasi tidak berpengaruh nyata terhadap kejadian, indeks penyakit, bobot basah, dan diameter batang tanaman.

(5)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(6)

POTENSI CENDAWAN ASAL AKAR RUMPUT, TEKI DAN TANAH PERAKARAN BAMBU UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT AKAR

GADA PADA TANAMAN BROKOLI

ASNIAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Entomologi/Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(7)

Judul Tesis : Potensi Cendawan Asal Akar Rumput, Teki dan Tanah Perakaran Bambu untuk Pengendalian Penyakit Akar Gada pada Tanaman Brokoli.

Nama : Asniah

NIM : A451050011

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Widodo, MS Dr. Ir. Suryo Wiyono, MScAgr

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Entomologi/Fitopatologi

Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, MSc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga tesis dengan judul “Potensi Cendawan Asal Akar Rumput, Teki dan Tanah Perakaran Bambu Untuk Pengendalian Penyakit Akar Gada Pada Tanaman Brokoli” dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Widodo, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Suryo Wiyono, MScAgr selaku anggota komisi pembimbing atas bimbingannya selama proses penelitian hingga penulisan tesis ini, serta Ibu Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi selaku dosen penguji luar komisi atas masukannya untuk perbaikan penulisan tesis ini.

Terima kasih pula penulis sampaikan kepada:

1. Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan Fakultas Pertanian IPB, Ketua Departemen Proteksi Tanaman IPB dan Ketua Program Studi Entomologi/Fitopatologi Sekolah Pascasarjana IPB, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan program Magister Sains (S2) di IPB. Tak lupa pula staf pengajar dan pegawai yang ada di lingkup Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, atas segala ilmu pengetahuan dan bantuan yang telah diberikan selama penulis menempuh pendidikan di IPB.

2. Rektor Universitas Haluoleo dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, atas ijin dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti program Magister Sains (S2) di IPB.

3. Dirjen DIKTI yang telah memberikan dukungan dana melalui BPPS.

4. Ayahanda Lantamo dan Ibunda Wawela atas asuhan, didikan dan kasih sayang, doa restu yang tulus, dorongan semangat dan motivasi agar ananda selalu tabah dan tegar menghadapi segala kesulitan selama menempuh pendidikan di IPB. Juga kepada adik-adikku tercinta Mida, Ati, Yunna, dan Wio serta seluruh keluarga atas segala dorongan semangat dan motivasinya. 5. Rekan-rekan seperjuangan di Program Pascasarjana Program Studi

(10)

teman-teman di laboratorium Mikologi (Mbak Jecklin, Bu Yunik, Mba Nazly, Mas Sigit, Deni N, Dedy, Nelly), atas jalinan persahabatan, kerjasama dan kebersamaan selama menempuh pendidikan. Terhormat pak Dadang dan Mbak Ita atas segala bantuan dan kemudahan fasilitas yang telah diberikan selama penulis melaksanakan penelitian di laboratorium Mikologi dan Klinik Tanaman serta Pak Emput yang telah banyak pula membantu penelitian di rumah kaca Cikabayan IPB.

6. Rekan-rekan seperjuangan di kost Perwira 6 (Mbak Anti, Mbak Banun, Pak Ayus, Pak Kisman, Abang Wardana, Pak Toto, Pak Cahyo, Wiwin, Tsani, Iik, Ai, Nirwan, Yuli, Bubun, Marno, Ilham) atas jalinan persaudaraan dan kerjasama yang sangat baik selama ini.

Penulis mendoakan semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada semuanya. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini memberikan manfaat bagi yang memerlukannya. Amiin ya Rabbal A’lamin

Bogor, November 2008

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Mawasangka pada tanggal 08 Desember 1978 dari Bapak Lantamo dan Ibu Wawela. Penulis merupakan puteri pertama dari enam bersaudara.

(12)

DAFTAR ISI Keragaman dan Kelimpahan Cendawan Endofit………... Potensi dan Peluang Cendawan Endofit sebagai Agens

Biokontrol………....

(13)

HASIL DAN PEMBAHASAN ……….

Hasil ………..

Eksplorasi dan Perlakuan Cendawan Endofit Asal Akar Rumput & Teki dalam Menekan Penyakit Akar Gada………… Eksplorasi dan Perlakuan Cendawan Endofit Asal Tanah Perakaran Bambu dalam Menekan Penyakit Akar Gada………. Pengendalian Hayati Penyakit Akar Gada dengan Aplikasi Endofit asal Akar Rumput, Teki dan Tanah Perakaran Bambu...

Pembahasan………...

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Jenis cendawan endofit hasil seleksi yang ditemukan pada

rumputan…... 2 Pengamatan frekuensi akar terinfeksi terhadap tanaman brokoli yang diinokulasi cendawan endofit asal rumput dan teki pada umur 30 hst (dipersemaian)………... 3 Pengaruh perlakuan endofit asal rumput & teki terhadap kejadian

penyakit akar gada pada tanaman brokoli……… 4 Pengaruh perlakuan endofit asal rumput & teki terhadap bobot basah

tanaman………

5 Pengamatan frekuensi akar terinfeksi terhadap tanaman brokoli yang diinokulasi cendawan endofit asal tanah perakaran bambu pada umur 30 hst (dipesemaian)………... 6 Pengaruh perlakuan endofit asal tanah perakaran bambu dan perlakuan media semai terhadap kejadian penyakit akar gada………. 7 Pengaruh perlakuan endofit asal tanah perakaran bambu dan perlakuan

media semai terhadap bobot basah tajuk tanaman brokoli……….. 8 Pengaruh perlakuan endofit asal tanah perakaran bambu dan perlakuan media semai terhadap tinggi tanaman brokoli………. 9 Pengaruh perlakuan endofit asal tanah perakaran bambu dan perlakuan

media semai terhadap diameter batang tanaman brokoli………... 10 Pengaruh perlakuan cendawan endofit dan cara inokulasi terhadap

kejadian penyakit akar gada………. 11 Pengaruh perlakuan cendawan endofit dan cara inokulasi terhadap

bobot basah tajuk tanaman brokoli……….. 12 Pengaruh perlakuan cendawan endofit dan cara inokulasi terhadap

tinggi tanaman brokoli……….

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Perkecambahan benih brokoli pada isolat murni cendawan endofit asal

rumput & teki………...

2 Gejala penyakit akar gada pada perlakuan jenis cendawan endofit asal

rumput& teki. ………..

tanah perakaran bambu dan perlakuan media semai……….

6 Gejala penyakit akar gada di akar pada perlakuan jenis endofit dan cara inokulasi endofit ke tanaman dengan inokulasi secara suspensi

dan pelapisan benih………..

7 Indeks penyakit akar gada pada berbagai jenis cendawan endofit dan perlakuan cara inokulasi endofit pada tanaman. ……….

8 Pertumbuhan tanaman dengan perlakuan endofit yang diinokulasi

secara suspensi……….

9 Pertumbuhan tanaman dengan perlakuan endofit yang diinokulasi

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Gambar gejala penyakit akar gada diatas permukaan tanah…………... 2 Gambar Jenis rumput & teki yang digunakan dalam eksplorasi

cendawan endofit………...

3 Gambar cendawan endofit yang ditemukan pada rumput & teki dan

tanah perakaran bambu………..

4 Seleksi cendawan endofit pada perkecambahan benih brokoli…………. 5 Pertumbuhan tanaman dengan perlakuan endofit dan cara aplikasinya…

56

56

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Brokoli (Brassicae oleraceae L.) merupakan salah satu jenis tanaman kubis-kubisan atau kelompok cruciferae yang banyak ditanam di Indonesia dan merupakan sayuran yang bernilai ekonomis sangat tinggi (Pracaya 2005). Brokoli mempunyai kandungan vitamin dan mineral yang tinggi yang sangat diperlukan oleh tubuh diantaranya berfungsi sebagai penetral zat asam lambung dan dapat memudahkan buang kotoran karena kandungan serat yang tinggi (Rukmana 1994).

Dalam usaha budidaya brokoli banyak kendala yang dihadapi terutama adanya gangguan dari Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), dan salah satu penyakit utama yang menyerang tanaman brokoli adalah akar gada.

Akar gada disebabkan oleh Plasmodiophora brassicae Wor. adalah merupakan salah satu penyakit penting yang banyak menyerang tanaman kubis-kubisan baik yang dibudidayakan maupun yang liar (Karling 1968). Penyakit ini dapat menjadi salah satu kendala utama produksi tanaman kubis di berbagai negara, karena tanaman yang terinfeksi akan terhambat pertumbuhannya dan pada tanaman kubis menyebabkan tanaman tidak dapat menghasilkan krop (Agrios 2005). Kerugian hasil yang diakibatkan oleh penyakit ini berkisar antara 35 sampai 100 persen (Suryaningsih 1981).

Di Indonesia pertama kali diketahui pada tahun 1950 di Sukabumi, Jawa Barat. Selanjutnya penyakit akar gada telah menyerang seluruh daerah pertanaman kubis di daerah Jawa Barat, diantaranya Cipanas, Pacet, Cisarua, Lembang, Pangalengan dan Kuningan (Suryaningsih 1981).

(18)

dapat terbawa melalui pupuk kandang karena P. brassicae pada sisa-sisa tanaman kubis yang dimakan oleh ternak dapat bertahan didalam pencernaan ternak (Suryaningsih 1981). P. brassicae merupakan endoparasit obligat dan hanya dapat berkembang pada inang yang terbatas. Jika tanah telah terinfestasi P. brassicae maka patogen tersebut akan terus menjadi faktor pembatas dalam budidaya tanaman famili Brassicaceae, karena daya tahannya yang tinggi terhadap perubahan lingkungan dan pestisida dalam tanah. Sifatnya yang endoparasit obligat ini sering menimbulkan kesulitan dalam mempelajari aspek-aspek ekologi patogen sehingga beberapa informasi tentang patogen ini belum terpecahkan (Alexopoulos et al. 1996).

Berbagai upaya pengendalian terhadap penyakit akar gada telah banyak dilakukan diberbagai daerah, namun hasil yang diperoleh masih sangat beragam dan belum memuaskan baik secara teknis maupun ekonomis. Beberapa penelitian mengenai pengendalian terhadap penyakit akar gada yang telah dilakukan diantaranya perendaman lahan, penggunaan ekstrak bawang putih dan mulsa jagung (Djatnika 1989), pengapuran (Dobson et al. 1983), solarisasi tanah (Widodo & Suheri 1995; Cicu 2002), penggunaan varietas tahan (Rowe 1980), rotasi tanaman (Karling 1968), penambahan tepung kitin dan ekstrak pengomposan (Hidayah 2004), penggunaan fungisida pada tanah akan tetapi tidak efektif karena spora patogen berada dalam korteks akar, penggunaan bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens (Widodo 1993), penggunaan cendawan endofit akar Heteroconium chaetospira (Narisawa et al. 2000), penggunaan cendawan Mortierella sp. dan Trichoderma spp., dan penggunaan cendawan Phoma glomerata (Arie et al. 1998) akan tetapi belum menunjukkan hasil yang efektif.

(19)

dari tanaman bukan tanaman inang suatu patogen yang akan dikendalikan akan tetapi belum diketahui apakah mikroba endofit tersebut efektif atau tidak. Eksplorasi cendawan endofit telah banyak dilakukan pada daerah subtropis terutama untuk tanaman rumput-rumputan, akan tetapi informasi tentang cendawan endofit di daerah tropis dan untuk tanaman pertanian masih sangat terbatas (Azevedo et al. 2000). Penggunaan cendawan endofit yang efektif saat ini masih belum banyak diketahui, oleh karena itu perlu dilakukan eksplorasi untuk cendawan endofit pada daerah tropis seperti Indonesia.

Rumput & teki merupakan tumbuhan yang banyak terdapat di lahan-lahan pertanian di Indonesia, dan keberadaan tumbuhan itu tidak mengenal musim, dapat tumbuh di semua lahan pertanian salah satunya lahan pertanaman kubis-kubisan. Tumbuhan atau gulma ini pertumbuhannya tetap terlihat baik tanpa adanya infeksi patogen walaupun tanaman disekitarnya terinfeksi oleh suatu patogen.

Eksplorasi juga dilakukan pada tanah perakaran bambu, dimana tanah perakaran bambu ini banyak digunakan oleh petani sebagai media pesemaian atau pembibitan diduga karena kaya akan mikroba yang berpeluang sebagai endofit. Anonim (2006), campuran tanah dan serasah daun bambu digunakan sebagai media tanam dalam budidaya Anggrek.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis cendawan yang terdapat pada rumput & teki dan tanah perakaran bambu yang dapat menekan penyakit akar gada pada tanaman brokoli yang disebabkan oleh P. brassicae.

Manfaat Penelitian

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Akar Gada Gejala

Akar gada merupakan salah satu penyakit penting dan sangat merusak pada tanaman cruciferae baik yang dibudidayakan maupun yang tumbuhan liar dan tersebar diseluruh dunia (Alexopoulos et al. 1996; Agrios 2005).

Gejala penyakit akar gada dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu gejala yang ada di atas permukaan tanah dan gejala yang ada pada akar. Gejala yang ada diatas permukaan tanah yaitu daun tanaman berwarna hijau pucat sampai kekuningan, terkulai dan layu pada siang hari, kadang-kadang segar kembali pada malam hari. Pada awal serangan pertumbuhan tanaman masih normal, tetapi perlahan-lahan tanaman menjadi kerdil. Serangan pada tanaman kubis muda akan menyebabkan kematian, sedangkan pada tanaman yang lebih tua tanaman akan tetap bertahan hidup, tetapi menghambat pembentukkan kepala, sehingga produksi menurun atau tidak berproduksi sama sekali (Agrios 2005).

(21)

Penyebab penyakit akar gada

Penyakit akar gada disebabkan oleh Plasmodiophora brassicae Woronin. yang merupakan patogen tular tanah, bersifat endoparasit obligat, dapat bertahan dalam tanah sampai dengan 8 tahun dalam bentuk spora istirahat, dan akan segera berkecambah apabila ada inang meskipun hanya sedikit (Agrios 2005).

Berdasarkan klasifikasi yang dikemukakan oleh Agrios (2005) P. brassicae digolongkan ke dalam Kingdom Protozoa, Phylum Plasmodiophoromycota, Kelas Plasmodiophoromycetes, Ordo Plasmodiophorales dan Famili Plasmodiophoraceae, Genus Plasmodiophora, dan Spesies Plasmodiophora brassicae Wor.

Selama siklus hidupnya, P. brassicae menghasilkan dua fase plasmodium yang berbeda yakni plasmodium primer yang selanjutnya membentuk zoosporangia berdinding sel tipis dan plasmodium sekunder yang membentuk spora rehat (resting spore) berdinding sel tebal yang tersusun atas senyawa kitin dan dapat berkecambah dengan zoosporanya, dinding sel tebal ini menyebabkan spora dapat bertahan lebih lama (Alexopoulos 1996). Sebagaimana patogen yang bersifat endoparasit obligat, plasmodium hidup di dalam sel inang dan menyerang sel tersebut.

(22)

Spora tahan akan terbebas dari akar sakit jika akar ini terurai oleh mikroba sekunder. Spora dapat segera berkecambah, tetapi dapat juga bertahan dalam tanah dalam jangka waktu yang lama sampai 10 tahun tanpa tumbuhan inang. Penyebab penyakit ini dapat tersebar dari satu tempat ke tempat yang lain melalui air drainase, alat-alat pertanian, tanah, hewan dan bibit. Patogen dalam tanaman terinfeksi tidak dapat mencapai inang, oleh karena itu penyakit tidak terbawa benih tapi bersifat kontaminan dimana inokulum patogen hanya berada pada permukaan biji.

Pengendalian Penyakit Akar Gada

Pengendalian penyakit ini yang disebabkan oleh Plasmodiophora brassicae telah banyak dilakukan namun hasilnya belum memberikan yang terbaik. Penggunaan varietas resisten dapat memberikan harapan akan tetapi masih mengalami hambatan dibidang pemuliaan tanaman. Dalam pemuliaan

tanaman untuk memperoleh varietas yang resisten berjalan lambat (Dobson et al.

1983). Salah satu penyebabnya adalah di beberapa tempat populasi P. brassicae

mempunyai patotipe atau ras fisiologi yang berbeda. Reyes et al. (1974)

melaporkan terdapat sembilan jenis gulma dari cruciferae yang rentan terhadap

ras 6. Di lahan pertanaman kubis-kubisan di Jawa Barat ditemukan empat ras P.

brassicae (Djatnika 1990 dalam Cicu 2006). Menurut Wallenhammar (1996),

patogenesitas P. brassicae pada tanaman caisin cv. Granat dan kultivar-kultivar

brassica lainnya menunjukkan variasi pada tanah yang berbeda. Dalam tanah,

populasi P. brassicae umumnya terdiri atas campuran berbagai patotipe. Varietas

resisten dapat kehilangan sifat resistensinya atau dipatahkan resistensinya akibat

perkembangan ras-ras fisiologi patogen (Reyes et al. 1974). Penanaman suatu

varietas secara terus-menerus pada lahan yang sama akan merangsang timbulnya

ras yang lebih virulen (Agrios 2005).

Pengapuran tanah dapat mengendalikan patogen jika kepadatan spora

rehatnya rendah, namun aplikasinya tidak efektif jika kepadatan spora rehat sangat

tinggi (Coulhoun dalam Wallenhammar 1996). Efektifitas pengapuran tanah

dipengaruhi oleh distribusi dan redistribusi kapur dalam tanah (Dobson et al.

(23)

pada pH tanah 5,70. Perkembangan penyakit akan menurun pada pH tanah 5,70 -

6,20 dan tertekan pada pH tanah 7,80.

Pengendalian kimiawi dengan fumigasi tanah menggunakan metil bromide

dapat mematikan P. brassicae, tetapi cara ini tidak dianjurkan di lapangan karena

berbahaya dan mahal. Pengendalian dengan fungisida tidak selalu menunjukkan

hasil yang memuaskan. Beberapa fungisisda memiliki efikasi yang terbatas bila

kepadatan spora rehat dan virulensi P. brassicae sangat tinggi (Tanaka et al.

1997). Penggunaan flusulfamida mempengaruhi stadia awal dari siklus hidup

pathogen, dan diduga menghambat perkecambahan spora rehat atau menurunkan

viabilitas spora-spora primer yang terlepas dari spora rehat, namun tidak efektif

mengendalikan P. brassicae yang sudah ada dalam sel kortex (Tanaka et al.

1999).

Pengendalian hayati patogen tular tanah menggunakan mikroba antagonis

telah banyak dilaporkan. Penggunaan Gliocladium sp. dan Chaetomium sp. tidak

tampak dalam mengendalikan penyakit akar gada (Djatnika 1990). Namun

aplikasi Gliocladium sp. dapat mengurangi serangan penyakit akar gada pada

tanaman petsai walaupun hasilnya belum memuaskan (Labuan 1990). Widodo et

al. (1993) melaporkan bahwa penggunaan mikroba antagonis Pseudomonas spp.

kelompok fluoresen dapat menekan serangan tetapi tidak berpengaruh nyata

terhadap bobot basah tanaman caisin. Namun, perlakuan benih dan penyiraman

tanah dengan isolat-isolat mikroba tersebut di lapangan tidak berpengaruh nyata

terhadap luas serangan, indeks penyakit, dan bobot basah krop kubis

(Primawardona 1995). Narisawa et al. (1998) menemukan 16 dari 322 isolat

cendawan pengkolonisasi akar yang dapat menurunkan keparahan penyakit akar

gada pada caisin yang ditanam pada tanah steril. Dari isolat-isolat tersebut, dua

isolat Heteroconium chaetospira (Hyphomycetes) dapat menekan penyakit akar

gada pada tanah yang tidak steril. H. chaetospira dapat menurunkan serangan

penyakit akar gada hingga 97% dan layu Verticillium 67% pada tanaman sawi

(24)

Cendawan Endofit

Definisi dan Biologi Endofit

Cendawan endofit adalah cendawan yang terdapat di dalam sistem jaringan tumbuhan, seperti daun, bunga, ranting ataupun akar tumbuhan (Clay, 1988). Sinclair dan Cerkauskas (1996) mendefinisikan bahwa cendawan endofitik adalah cendawan yang berasosiasi dengan tanaman sehat dan tidak memperlihatkan gejala. Infeksi laten juga merupakan cendawan endofitik tetapi suatu saat akan berubah menjadi parasitik.

Secara keseluruhan siklus hidup cendawan endofit pada rumput-rumputan tumbuh sebagai endofit yang non patogen atau epifit tanpa merusak sel inang. Endofit adalah semua jenis organisme yang mengkolonisasi dan menyelesaikan siklus hidupnya dalam jaringan tanaman tanpa menimbulkan gejala yang nyata terhadap tanaman inang. Organisme endofit mempunyai fase epifit yang cukup panjang dan dalam perkembangan siklus hidupnya beberapa organisme kadang-kadang menyebabkan patogenik pada tanaman (Petrini 1996).

Mikroorganisme endofit pada tanaman inang dapat memberikan efek yang baik dan juga dapat merugikan tanaman (Anonim 1998). Cendawan endofitik diartikan sebagai asosiasi yang saling menguntungkan (simbiosis mutualisme). Cendawan endofitik memiliki kespesifikan inang yang tinggi, simbiosis mutualisme, tidak ada kerusakan pada sel atau jaringan, terjadi siklus nutrisi atau bahan kimia antara endofit dan inangnya, meningkatkan daya bertahan hidup dari inang, meningkatkan kemampuan berfotosintesis inang, juga meningkatkan kemampuan bertahan hidup cendawan (Saikkonen dalam Firakova et al. 2007). Ekologi dan Fisiologi Endofit

(25)

udara. Jenis ini hanya menginfeksi bagian vegetatif inang dan seringkali berada dalam keadaan metabolisme inaktif pada periode yang cukup lama.

Ditinjau dari sisi taksonomi dan ekologi, cendawan endofit merupakan organisme yang sangat heterogen. Petrini et al. (1992) menggolongkan cendawan endofit dalam kelompok Ascomycotina dan Deuteromycotina. Keragaman pada jasad ini cukup besar seperti pada Loculoascomycetes, Discomycetes, dan Pyrenomycetes. Strobell et al. (1996), mengemukakan bahwa fungi endofit meliputi genus Pestalotia, Pestalotiopsis, Monochaetia, dan lain-lain. Sedangkan Clay (1988) melaporkan, bahwa cendawan endofit dimasukkan dalam famili Balansiae yang terdiri dari 5 genus yaitu Atkinsonella, Balansiae, Balansiopsis, Epichloe dan Myriogenospora. Genus Balansiae umumnya dapat menginfeksi tumbuhan tahunan dan hidup secara simbiosis mutualistik dengan tumbuhan inangnya. Dalam simbiosis ini, fungi dapat membantu proses penyerapan unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis serta melindungi tumbuhan inang dari serangan penyakit, dan hasil dari fotosintesis dapat digunakan oleh cendawan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (Bacon dan Battista 1991; Petrini et al. 1992).

Keragaman dan Kelimpahan Cendawan Endofit

Konsentrasi endofit yang paling tinggi terdapat dalam mahkota, batang dan daun-daun, sementara sedikit yang hidup dalam akar inang. Endofit membentuk miselia yang tumbuh diantara sel tanaman (Maheshwari 2006), sebagian besar dalam lapisan pelindung daun dan struktur reproduktif. Ketika inang dalam bentuk benih, endofit menginfeksi dan menyebar dari bagian tanaman lapisan luar masuk kedalam benih. Ketika benih berkecambah dan tumbuh, endofit menginfeksi dan menyebar ke dalam jaringan tanaman inang (Morris 2001).

(26)

terjadi asosiasi mutualisme dengan spesies Branchiaria yang penularannya melalui biji hampir 100%.

Potensi dan Peluang Cendawan Endofit sebagai Agens Biokontrol

Penelitian tentang cendawan endofit awalnya dimulai pada rumput-rumputan di daerah subtropics-temperate. Asosiasi endofit dengan rumput terutama didasarkan pada proteksi inang terhadap stres abiotik dan biotik tidak seperti simbiosis tumbuhan dengan mikroba lainnya yang didasarkan pada akuisisi sumber mineral (nutrisi) (Clay dan Schardl 2002). Azevedo et al. (2000) mengungkapkan bahwa masih sangat kurang informasi tentang cendawan endofit dari daerah tropik.

Cendawan endofit menginfeksi tumbuhan sehat pada jaringan tertentu dan mampu menghasilkan mikotoksin, enzim serta antibiotik (Carrol, 1988 ; Clay, 1988; Sun et al. 2005). Owen dan Hundley dalam Firakova et al. 2007, menambahkan bahwa mikroba endofit dapat berperan sebagai pensintesis senyawa kimia dalam tanaman. Diantara metabolik sekunder yang utama dihasilkan oleh mikroba endofit yang diisolasi dari rerumputan adalah kelompok alkaloid diantaranya peramin, ergovaline, tamin, dan lolitrem (Wang et al. 2002).

(27)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), dan rumah kaca IPB Cikabayan Bogor. Pelaksanaan percobaan dilaksanakan mulai bulan September 2006 sampai Februari 2008.

Percobaan I

Eksplorasi Cendawan Endofit

Isolasi Cendawan Endofit

a. Isolasi cendawan endofit dari akar rumput dan teki

Jenis rumput dan teki yang digunakan dalam percobaan ini adalah ada tiga jenis yaitu: Cyperus rotundus L., Paspalum longifolium Roxb., dan Setaria laxa Merr. dan ketiga jenis rumput-rumputan tersebut merupakan gulma yang banyak ditemukan di lahan pertanaman kubis-kubisan.

(28)

Setelah 3-7 hari cendawan yang tumbuh dipindahkan pada media PDA lainnya untuk pemurnian dan identifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi berdasarkan Alexopoulos et al. (1996) dan Watanabe (2002).

b. Isolasi cendawan endofit dari tanah perakaran bambu

Tanah perakaran bambu banyak digunakan petani sebagai media pesemaian. Cendawan endofit dapat bersifat soil borne yakni dapat bertahan hidup pada tanah. Adapun metode yang dilakukan yakni: 10 g tanah dimasukkan dalam 90 ml akuades steril kemudian digojok pada 200 rpm selama 1 jam. Suspensi tanah ini kemudian diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam 9 ml akuades lalu distirer, ini disebut dengan pengenceran 10-1, selanjutnya diambil 1 ml dari pengenceran 10-1 dan dimasukkan kedalam 9 ml akuades steril lalu distirer sehingga menjadi pengenceran 10-2, begitu seterusnya hingga pengenceran 10-4. untuk isolasi cendawan pada pengenceran 10-3 dan 10-4 diambil 0,1 ml dan disebar pada medium martin agar (MA) atau potato dextrosa agar (PDA). Untuk menghindarkan pertumbuhan atau kontaminan dengan bakteri maka media PDA ditambahkan asam laktat satu tetes untuk setiap cawan petri media PDA. Cendawan yang tumbuh, diisolasi dan dimurnikan pada medium PDA. Selanjutnya medium yang telah disebar diinkubasi pada suhu ruang dalam inkubator selama tiga hari. Isolat yang tumbuh, diisolasi kembali dan dimurnikan pada medium PDA untuk dilakukan identifikasi dan perlakuan selanjutnya.

Seleksi cendawan endofit pada tanaman brokoli

a. Uji terhadap pertumbuhan tanaman

(29)

tumbuh pada polibag yang lebih besar ( = 20 cm) untuk selanjutnya dipelihara sampai dengan panen yakni 30 hari setelah pindah tanam. Pengamatan dilakukan saat panen adalah menghitung bobot basah tajuk tanaman.

b. Uji kolonisasi cendawan endofit dalam jaringan akar

Akar brokoli pada uji pertumbuhan dibersihkan dari tanah untuk dilakukan pewarnaan jaringan untuk melihat infeksi akar oleh cendawan endofit. Pewarnaan tersebut dilakukan dengan cara: (a) akar-akar brokoli tersebut dicuci dengan akuades steril sebanyak 3 kali, dan kemudian akar tersebut dipotong-potong kira-kira 2 cm. Potongan-potongan akar tersebut selanjutnya dimasukkan dalam larutan pewarna 0.005% cotton blue dalam 50% acetic acid. Sebanyak 10 potongan akar tersebut dipilih secara acak dari tiap tanaman dalam setiap perlakuan dan diletakkan pada kaca obyek. Koloni cendawan endofit pada akar tanaman brokoli diamati dibawah mikroskop stereo (Narisawa et al. 2000; Narisawa et al. 2004). (b) Akar brokoli dicuci sampai bersih dan akar dipotong-potong sepanjang 1 cm. Akar direndam dalam larutan Natrium hipoklorit 1 % dengan asam fukhsin dicuci dan dibilas dengan air mengalir sampai warna merah hilang. Langkah berikutnya, akar tersebut direndam dalam larutan gliserin secukupnya sampai semua akar terendam dan HCl 1-2 tetes selama 24-48 jam, akar akan menjadi bening dan cendawan endofit dalam akar akan terlihat berwarna merah.

Pengujian cendawan endofit dalam menekan penyakit akar gada

(30)

yang sama dengan lama inkubasi untuk cendawan-cendawan yang menghasilkan spora atau konidia yakni selama 7-10 hari. Untuk cendawan endofit yang menghasilkan konidia inokulasi cendawan endofit dengan menggunakan konidia yang dihitung kepadatan sporanya dengan menggunakan haemasitometer dengan kepadatan 105 spora/g berat kering tanah. Sedangkan untuk cendawan endofit yang hanya menghasilkan miselium kepekatan miselium yang digunakan adalah 105 hifa/g berat kering tanah, dimana miselium dihasilkan dengan cara miselium yang tumbuh pada media PDB (potato dextrose broth) setelah berumur 7-10 hari lalu disaring atau dipisahkan miseliumnya dengan menggunakan vakum, kemudian miselium yang dihasilkan ditimbang sebanyak yang dibutuhkan lalu selanjutnya diblender untuk memotong-motong miselium menjadi potongan-potongan hifa yang lebih kecil.

Aplikasi cendawan endofit baik yang berspora maupun yang tidak berspora dilakukan saat pesemaian. Tanaman di pesemaian selama 35 hari dan selanjutnya dipindahkan pada media tumbuh pada polibag yang lebih besar ( = 20 cm) dan telah diinokulasi oleh inokulum P. brassicae sebanyak 106 spora/g berat kering tanah. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap yakni terdiri dari 4 ulangan dan masing-masing ulangan terdiri dari 4 unit tanaman. Pengamatan dilakukan saat panen adalah menghitung persentase kejadian penyakit (%), indeks penyakit (%) dan bobot basah tajuk tanaman (g).

Percobaan II

Pengendalian Hayati Penyakit Akar Gada dengan Aplikasi Cendawan Rumput dan Teki dan Tanah Perakaran Bambu

(31)

endofit asal rumput dan teki yang terdiri dari Fusarium oxysporum, F. solani, Nigrospora sp., Curvularia lunata) dan 2 jenis cendawan endofit asal tanah perakaran bambu yang terdiri dari (Chaetomium globosum, Peacilomyces sp.).

Rancangan percobaan yang digunakan adalah percobaan faktorial dalam kelompok dengan 2 faktor perlakuan yaitu faktor pertama metode aplikasi endofit terdiri dari 2 taraf yakni aplikasi penyiraman media dan pelapisan benih, masing-masing perlakuan diulang 4 kali dengan setiap perlakuan terdiri dari 4 unit tanaman. Faktor kedua adalah jenis endofit, terdiri dari 6 taraf yakni jenis cendawan endofit (Fusarium oxysporum, F. solani, Nigrospora sp., Curvularia lunata, Chaetomium globosum, Peacilomyces sp.) dengan masing-masing perlakuan diulang 4 kali dimana setiap perlakuan terdiri dari 4 unit tanaman, selanjutnya ditambah kontrol negatif (-) (tanpa patogen dan endofit) dan kontrol positif (+) (dengan perlakuan patogen tanpa endofit). Kedua faktor perlakuan tersebut dilakukan pada saat semai benih brokoli dan dipelihara selama 30 hari selanjutnya dipindah tanam pada polibag yang lebih besar ( = 20 cm).

Perlakuan dengan metode penyiraman media dilakukan dengan cara: inokulasi cendawan endofit yang terseleksi dilakukan bersamaan dengan waktu semai dimana inokulum endofit dengan kepadatan spora atau hifa 105 spora/g berat kering tanah yang diinokulasikan langsung ke media semai dalam bentuk penyiraman media dengan suspensi spora. Cara pembuatan suspensi endofit adalah 10 ml akuades steril dimasukkan kedalam satu cawan petridish yang berisi penuh koloni endofit, selanjutnya digerus permukaan koloni perlahan-lahan agar tidak terbawa miselium cendawan dengan menggunakan spatula secara aseptik, hingga dihasilkan suspensi yang berisi spora endofit dan selanjutnya dihitung kepadatan spora dengan menggunakan haemasitometer.

(32)

permukaan koloni (panen spora) untuk dibuat suspensi spora. Sebanyak 25 g talk dimasukan kedalam 10 ml suspensi cendawan endofit lalu dicampur atau diaduk hingga merata (tercampur merata), selanjutnya dihitung kepadatan spora dalam formulasi tersebut. Benih kemudian disterilisasi permukaannya dengan menggunakan NaOH 1 % agar tidak ada mikroba kontaminan yang terbawa pada benih, selanjutnya benih dicampur dalam formulasi endofit dan dengan menggunakan pinset benih-benih tersebut di semai pada media pesemaian dan dipelihara selama 30 hari.

Penyiapan Medium Tanam Pembibitan dan Inokulum Plasmodiophora brassicae

Medium tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah media tanam yang mengandung kompos yang berasal dari sekitar kampus IPB darmaga dengan jenis tanah andosol, dicampur pupuk kandang dengan perbandingan 1:1 (v/v). Campuran tanah dan pupuk kandang tersebut dimasukkan dalam polibag ( = 10 cm) sebagai medium pembibitan.

Inokulum P. brassicae diperoleh dengan mengumpulkan akar segar brokoli atau tanaman jenis brassicaceae yang bergejala dari daerah pertanaman brassicaceae. Akar-akar tersebut terlebih dahulu di cuci pada air mengalir untuk menghilangkan sisa-sisa tanah sampai bersih, selanjutnya dihancurkan dengan cara diblender kemudian disaring menggunakan kain saring. Hasil saringan selanjutnya disentrifugasi dengan alat sentrifus (International Clinical Centrifuge CL 2628 M-1, Fisher Scientific Co.) pada kecepatan 2000 rpm (700 g) selama 5 menit. Cairan hasil sentrifus diambil dan endapannya dibuang, kemudian kepadatan spora rehatnya dihitung dengan haemasitometer. Suspensi spora tersebut kemudian dicampurkan ke dalam tanah yang telah disiapkan dengan kepadatan 106 spora/g berat kering tanah dan diaduk secara merata. Selanjutnya di inokulasi secara buatan dengan suspensi spora P. brassicae sebagai medium tanam bersamaan dengan pindah tanam dari pembibitan.

Pemeliharaan Tanaman

(33)

penelitian. Pemupukan dilakukan pada saat tanaman berumur 7, 14 dan 21 hari setelah tanam (HST) dengan memberikan pupuk NPK 15:15:15 1 g/tanaman. Pengendalian hama dilakukan secara mekanik yakni mengambil hama yang terdapat pada tanaman dengan menggunakan tangan.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap peubah sebagai berikut: 1. Kejadian Penyakit

Kejadian penyakit diamati pada saat panen dengan cara mencatat tanaman yang menunjukkan gejala pembengkakan pada akar tiap satuan percobaan. Selanjutnya kejadian penyakit dihitung dengan menggunakan rumus:

KP = x100% berdasarkan metode Narisawa et al. (2000) dengan kriteria sebagai berikut:

0

= pembengkakan sedikit, pada bagian akar lateral

= pembengkakan sedang pada akar lateral dan atau akar utama = pembengkakan berat pada akar lateral dan atau akar utama = pembengkakan berat dan atau pembusukan pada akar lateral dan

atau akar utama. 3. Bobot basah tanaman tanpa akar (g)

Bobot basah tanaman tanpa akar diamati pada saat panen dengan cara menimbang bagian tanaman yang ada diatas permukaan tanah.

4. Tinggi Tanaman (cm)

(34)

5. Diameter Batang Tanaman (cm)

Diameter batang tanaman diamati pada saat panen dengan cara mengukur diameter batang pada pangkal batang dengan menggunakan jangka sorong.

Analisis Data

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Eksplorasi dan Perlakuan Cendawan Endofit asal Rumput dan Teki dalam Menekan Penyakit Akar Gada

Cendawan endofit yang diisolasi dari rumputan Paspalum longifolium, Setaria laxa, Cyperus rotundus ditemukan 15 isolat, kemudian diseleksi lagi dengan cara benih brokoli ditumbuhkan pada cawan petri yang berisi isolat murni cendawan endofit yang telah diinkubasi selama 7-10 hari. Benih-benih yang menunjukan pertumbuhan yang baik kemudian dipilih untuk dilakukan uji dalam menekan perkembangan penyakit akar gada. Dari hasil seleksi diketahui ada 10 isolat yang diduga dapat berasosiasi dengan tanaman brokoli, hal ini ditandai dengan benih brokoli yang ditanam pada isolat tersebut dapat tumbuh dengan baik bahkan lebih baik dibanding kontrol yaitu benih ditanam pada media PDA steril (tanpa koloni cendawan). Sedangkan benih yang tidak dapat tumbuh dengan baik (benih tidak berkecambah, kecambah mati) dinyatakan tidak bersifat endofit pada tanaman brokoli dan tidak dapat digunakan untuk uji selanjutnya (Gambar 1).

Dari 10 isolat yang dihasilkan dari seleksi tersebut kemudian diuji untuk melihat apakah isolat tersebut dapat membantu pertumbuhan tanaman yakni dengan cara isolat cendawan endofit tersebut diaplikasikan ke tanaman tanpa inokulasi patogen P. brassicae. Dari hasil percobaan tersebut diketahui yang menghasilkan pertumbuhan yang baik yakni dengan pengukuran bobot tajuk tanaman terpilih 7 isolat yang terbaik (nilai bobot tajuknya lebih tinggi dibanding kontrol).

(36)

Kontrol Monilia sp. F. oxysporum Miselia merah steril

Curvularia lunata F. solani Nigrospora sp. Miselia gelap steril Gambar 1 Perkecambahan benih brokoli pada isolat murni cendawan endofit asal

rumput dan teki.

Tabel 1 Jenis cendawan endofit hasil seleksi yang ditemukan pada rerumputan Jenis cendawan

endofit Cyperus rotundus Setaria laxa longifolium Paspalum Monilia sp.

(37)

Miselia gelap steril (cendawan tanpa spora) yakni 10%. Dengan cara pewarnaan akar, yang menunjukan infeksi akar tertinggi dan terendah masing-masing ditunjukan oleh cendawan endofit F. oxysporum yakni 64% dan Miselia merah steril yakni 50% (Tabel 2).

Tabel 2 Frekuensi akar terinfeksi terhadap tanaman brokoli yang diinokulasi cendawan endofit asal rumput dan teki pada umur 30 hari setelah semai.

Perlakuan

(38)

Tabel 3 Pengaruh perlakuan cendawan endofit asal rumput dan teki terhadap kejadian penyakit akar gada pada tanaman brokoli.

Perlakuan Kejadian Penyakit (%)1)

Kontrol 100,00  0,00 a

Monilia sp. 87,50  14,43 a

Fusarium oxysporum 93,75  12,50 a Miselia merah steril 81,25  12,50 a Miselia gelap steril 93,75  12,50 a Fusarium solani 87,50  25,00 a Nigrospora sp. 68,75  37,50 a Curvularia lunata 68,75  23,94 a

1)

- rataan  simpangan baku

- angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap perlakuan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%

(39)

Gambar 2 Gambar gejala penyakit akar gada pada akar dengan perlakuan jenis cendawan endofit asal rumput dan teki.

(40)
(41)

Gambar 3 Indeks penyakit akar gada pada berbagai jenis cendawan endofit asal rumput dan teki.

(42)

Tabel 4 Pengaruh perlakuan cendawan endofit asal rumput dan teki terhadap bobot basah tanaman

Perlakuan Bobot Basah (g/tanaman)2)

Kontrol 28,98  0,46 abcd

- angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap perlakuan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%

Eksplorasi dan Perlakuan Cendawan Endofit asal Tanah Perakaran Bambu dalam Menekan Penyakit Akar Gada

(43)

Tabel 5 Pengamatan frekuensi akar terinfeksi terhadap tanaman brokoli yang diinokulasi cendawan endofit asal tanah perakaran bambu pada umur 30 hari setelah semai.

Perlakuan Frekuensi akar terinfeksi (%)

Re-isolasi Pewarnaan akar

Inokulasi dengan cendawan Paecilomyces sp. memberikan kejadian penyakit akar gada yang nyata lebih rendah yakni 81,25% dibandingkan dengan kontrol, meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Tabel 6). Perlakuan media semai tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kejadian penyakit, dimana perlakuan media semai yang disterilkan maupun yang tidak disterilkan adalah sama, yakni 88,75% (Tabel 6).

Tabel 6 Pengaruh perlakuan cendawan endofit asal tanah perakaran bambu dan perlakuan media semai terhadap kejadian penyakit akar gada.

Perlakuan Kejadian penyakit (%)1)

(44)

Gejala pembengkakan akar yang disebabkan oleh patogen bervariasi terhadap berbagai perlakuan cendawan endofit asal tanah perakaran bambu (Gambar 4).

(45)

Berdasarkan uji non parametrik Chi-Square diketahui bahwa secara umum perlakuan jenis cendawan endofit asal tanah perakaran bambu berpengaruh nyata terhadap indeks penyakit akar gada (P=0,05). Indeks penyakit terendah yakni 1,03 terjadi pada tanaman yang diberi perlakuan cendawan endofit Paecilomyces sp., sedangkan indeks penyakit tertinggi yakni 2,22 terjadi pada perlakuan kontrol (Gambar 5). Perlakuan media semai juga berpengaruh nyata terhadap indeks penyakit akar gada, dimana indeks penyakit terendah adalah pada perlakuan dengan menggunakan media semai yang tidak disterilkan yakni 1,34 (Gambar 5).

Gambar 5 Indeks penyakit akar gada pada perlakuan berbagai jenis cendawan endofit asal tanah perakaran bambu dan pada dua media semai

Perlakuan cendawan endofit Paecilomyces sp. memberikan bobot basah tanaman yang tertinggi yakni 49,38 g dibandingkan dengan kontrol yakni 32,59 g. Perlakuan antar cendawan endofit tidak berbeda nyata terhadap bobot basah tanaman.(Tabel 7). Sedangkan perlakuan media semai berpengaruh nyata terhadap bobot basah tanaman, perlakuan pada media semai yang tidak disterilkan menunjukan bobot basah tanaman tertinggi 37,79 g (Tabel 7).

Cendawan Endofit

Inde

k

s

P

enya

kit

Chaetomium globosum

Mortierella sp. Aspergillus sp.

(46)

Tabel 7 Pengaruh perlakuan cendawan endofit asal tanah perakaran bambu dan perlakuan media semai terhadap bobot basah tajuk tanaman brokoli.

Perlakuan Bobot Basah Tajuk (g/tanaman)2)

Jenis Cendawan Endofit

Kontrol 32,59  8,29 c

Chaetomium globosum 46,57  14,39 ab Paecilomyces sp. 49,38  10,57 a Aspergillus sp. 44,23  14,25 ab Mortierella sp 38,41  8,94 bc Media Semai

Disterilkan 37,79  9,31 b

Tidak Disterilkan 48,16  12,37 a

2)

- rataan  simpangan baku

- angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap faktor tunggal tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%

(47)

Tabel 8 Pengaruh perlakuan cendawan endofit asal tanah perakaran bambu dan perlakuan media semai terhadap tinggi tanaman brokoli.

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm)3)

Jenis Cendawan Endofit nyata berdasarkan uji jak berganda Duncan pada taraf nyata 5%

(48)

Tabel 9 Pengaruh perlakuan cendawan endofit asal tanah perakaran bambu dan perlakuan media semai terhadap diameter batang tanaman brokoli.

Perlakuan Diameter Batang Tanaman (cm)4)

Jenis Cendawan Endofit nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%

Pengendalian Hayati Penyakit Akar Gada dengan Aplikasi Cendawan Endofit asal Rumput, Teki dan tanah Perakaran Bambu

Ada enam jenis cendawan endofit yang digunakan dalam percobaan ini dimana merupakan hasil seleksi cendawan endofit terbaik dilihat dari kemampuan dalam menurunkan persentase kejadian dan indeks penyakit serta meningkatkan bobot basah tanaman. Cendawan endofit tersebut adalah 2 jenis dari isolat asal tanah perakaran bambu (Chaetomium globosum dan Paecilomyces sp.) dan 4 jenis dari isolat asal rumput dan teki (Fusarium oxysporum, F.solani, Nigrospora sp. dan Curvularia lunata).

(49)

Gambar 6 Gambar gejala penyakit akar gada di akar pada perlakuan jenis dan cara inokulasi cendawan endofit. Inokulasi dengan penyiraman media (a) dan pelapisan benih (b). 1 (kontrol, tanpa inokulasi patogen atau endofit), 2 (inokulasi patogen tanpa inokulasi endofit), 3 (F. oxysporum), 4 (Paecilomyces sp.), 5 (F. solani), 6 (Nigrospora sp.), 7 (C. globosum), 8 (C. lunata)

(50)

gada, dimana perlakuan secara pelapisan benih indeks penyakit lebih rendah yakni 1,13 dibanding perlakuan penyiraman media (Gambar 7).

Gambar 7 Indeks penyakit akar gada pada berbagai jenis cendawan endofit dan perlakuan cara inokulasi cendawan endofit pada tanaman.

Perlakuan cendawan endofit berpengaruh nyata terhadap persentase kejadian penyakit, dimana cendawan endofit C. globosum, C. lunata dan F. oxysporum menurunkan secara nyata kejadian penyakit yakni masing-masing 59,38%; 65,63% dan 71,88% dibandingkan kontrol yang mencapai 100%. Perlakuan cara inokulasi cendawan endofit tidak berpengaruh nyata terhadap persentase kejadian penyakit, dimana perlakuan inokulasi dengan penyiraman media terendah dibandingkan perlakuan pelapisan benih (Tabel 10).

Cendawan Endofit

Inde

ks P

enya

(51)

Tabel 10 Pengaruh perlakuan cendawan endofit dan cara inokulasi terhadap kejadian penyakit akar gada.

Perlakuan Kejadian Penyakit (%)1)

Jenis Cendawan Endofit nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%

(52)

Tabel 11 Pengaruh perlakuan cendawan endofit dan cara inokulasi terhadap bobot basah tajuk tanaman brokoli.

Perlakuan Bobot Basah Tajuk (g/tanaman)2)

Jenis Cendawan Endofit nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%

(53)

Tabel 12 Pengaruh perlakuan cendawan endofit dan cara inokulasi terhadap tinggi tanaman brokoli.

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm)3)

Jenis Cendawan Endofit nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%

(54)

Tabel 13 Pengaruh perlakuan cendawan endofit dan cara inokulasi terhadap diameter batang tanaman brokoli.

Perlakuan Diameter Batang Tanaman (cm)4)

Jenis Cendawan Endofit nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%

(55)
(56)
(57)

Pembahasan

Eksplorasi dan Pengaruh Cendawan Endofit asal Rumput dan Teki dalam Menekan Penyakit Akar Gada

Hasil eksplorasi cendawan endofit pada rumput dan teki ditemukan tujuh isolat, dimana dua isolat cendawan endofit yang ditemukan pada ketiga jenis rumput yang diisolasi yaitu F. oxysporum dan Miselia merah steril. Cendawan endofit Monilia sp, F. oxysporum, Miselia merah steril dan Miselia gelap steril diisolasi dari teki Cyperus rotundus; F. oxysporum, F. solani dan Miselia merah steril diisolasi dari rumput Setaria laxa; dan F. oxysporum, Nigrospora sp., Curvularia lunata, dan Miselia merah steril berhasil diisolasi dari rumput Paspalum longifolium. Cendawan endofit Miselia merah steril dan gelap steril tidak membentuk spora atau konidia pada media PDA, Martin Agar dan S-Media. F. oxysporum dan Miselia merah steril dapat diisolasi dari ketiga jenis rumput, ini diduga bahwa kedua jenis cendawan ini memiliki inang yang sangat luas. Menurut Istikorini (2008), F. oxysporum dan F. solani dapat diisolasi dari dari akar, batang dan daun tanaman cabai dan teki. Keberadaan cendawan endofit sangat berlimpah dan beragam, serta dapat ditemukan pada seluruh famili tanaman, baik tanaman pertanian maupun rumput-rumputan (Faeth 2002).

(58)

kerusakan pada sel atau jaringan tanaman, meningkatkan kemampuan bertahan hidup dan fotosintetis sel jaringan yang terinfeksi oleh patogen tanah, dan dalam simbiotik ini juga membantu tanaman lebih toleran terhadap faktor biotik dan abiotik (Sinclair dan Cerkauskas 1996).

Inokulasi cendawan endofit asal rumput dan teki ke dalam tanah pesemaian berpengaruh nyata terhadap indeks penyakit akar gada. Dalam hal ini inokulasi cendawan endofit C. lunata menghasilkan indeks penyakit yang paling rendah yakni 0,88 dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan cendawan endofit lainnya. Kejadian penyakit akar gada secara statistik tidak berbeda nyata dengan kontrol, akan tetapi perlakuan cendawan endofit C. lunata dan Nigrospora sp. memberikan kejadian penyakit terendah yakni 68,75%, dan kejadian penyakit tertinggi terjadi pada kontrol yakni 100%. Cendawan endofit C. lunata juga memberikan bobot basah tajuk yang tertinggi yakni 33,56 g, tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol yakni 28,98 g dan juga perlakuan lainnya.

Pada tanaman yang diperlakukan dengan cendawan endofit menghasilkan kejadian penyakit yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini juga diikuti dengan indeks penyakit yang lebih rendah pula sehingga dapat meningkatkan bobot basah tanamannya. Penekanan terhadap penyakit pada tanaman yang diberi perlakuan cendawan endofit diduga dapat terjadi karena terjadinya kolonisasi jaringan akar tanaman terlebih dahulu oleh cendawan endofit dibanding patogen, adanya mekanisme antibiosis. Cendawan endofit menghasilkan mikotoksin atau metabolit lainnya yang menyebabkan terjadinya perubahan fisiologi dan biokimia tanaman inang (Clay 1988). Salah satu toksin yang dihasilkan oleh cendawan endofit rumput-rumputan adalah alkaloid, yang mana juga dapat melindungi tanaman dari serangan herbivora (Sellose et al. 2004).

(59)

al. (2004), bahwa cendawan endofit C. lunata dapat menjadikan tanaman thermotoleran, yakni tanaman yang tidak diinokulasi dengan C. lunata pada suhu 40oC tanaman menjadi mati, sedangkan tanaman yang di inokulasi dengan C. lunata pada suhu 65oC tanaman masih bertahan hidup. Cendawan endofit Curvularia sp. secara morfologi mempunyai ciri-ciri koloni yang berwarna hitam dan cendawan endofit Nigrospora sp. warna koloninya putih keabu-abuan. Henson (2005), mengemukakan cendawan bermelanin sangat membantu tanaman untuk meningkatkan toleransi tanaman terhadap panas dan pada musim kemarau. Selanjutnya, konsentrasi melanin berkorelasi dengan osmolite trehalose.

Eksplorasi dan Pengaruh Cendawan Endofit asal Tanah Perakaran Bambu dalam Menekan Penyakit Akar Gada

Cendawan yang diisolasi dari tanah perakaran bambu ditemukan 13 isolat, lalu kemudian diseleksi dengan cara benih brokoli ditumbuhkan pada cawan petri yang berisi isolat murni cendawan yang telah diinkubasi selama 7-10 hari. Benih-benih yang menunjukan pertumbuhan yang baik kemudian dipilih untuk dilakukan uji dalam menekan perkembangan penyakit akar gada. Dari hasil seleksi diketahui ada 4 isolat yang diduga dapat berasosiasi dengan tanaman brokoli, hal ini ditandai dengan benih brokoli yang ditanam pada isolat tersebut dapat tumbuh dengan baik bahkan lebih baik dibanding kontrol yaitu benih ditanam pada media PDA steril (tanpa koloni cendawan). Sedangkan benih yang tidak dapat tumbuh dengan baik (benih tidak berkecambah, kecambah mati) dinyatakan tidak bersifat endofit pada tanaman brokoli dan tidak dapat digunakan untuk uji selanjutnya.

(60)

diinokulasi dengan cendawan Mortierella sp. Dengan adanya pengamatan infeksi akar maka diduga bahwa keempat isolat cendawan tersebut bersifat endofit karena diduga cendawan tersebut dapat hidup dalam jaringan akar tanaman meskipun frekuensi infeksi akar yang berbeda-beda. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Clay (1988), bahwa cendawan endofit adalah cendawan yang terdapat di dalam sistem jaringan tumbuhan, seperti daun, bunga, ranting ataupun akar tumbuhan. Selanjutnya, Sinclair dan Cerkauskas (1996) mendefinisikan bahwa cendawan endofit adalah cendawan yang berasosiasi dengan tanaman sehat dan tidak memperlihatkan gejala. Ini juga terlihat bahwa tanaman yang diinokulasi dengan cendawan yang diduga endofit tidak memperlihatkan gejala penyakit pada tanaman selama pesemaian.

Inokulasi cendawan endofit asal tanah perakaran bambu ke dalam tanah pesemaian berpengaruh nyata terhadap indeks penyakit akar gada. Dalam hal ini inokulasi cendawan endofit Paecilomyces sp. menghasilkan indeks penyakit yang paling rendah yakni 1,03 dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan cendawan endofit lainnya. Perlakuan cendawan endofit terhadap kejadian penyakit akar gada juga berpengaruh nyata, dimana perlakuan cendawan endofit Paecilomyces sp. memberikan kejadian penyakit yang nyata lebih rendah yakni 81,25% dibandingkan dengan kontrol yakni 100%, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan cendawan endofit lainnya. Cendawan endofit Paecilomyces sp. juga memberikan bobot basah tajuk tanaman yang nyata lebih tinggi yakni 49,38 g berbeda nyata dengan perlakuan kontrol yakni 32,59 g. Sedangkan perlakuan dengan media semai yang berbeda berpengaruh nyata terhadap indeks penyakit akar gada, bobot basah tajuk tanaman, tinggi tanaman dan diameter batang tanaman kecuali kejadian penyakit akar gada tidak berpengaruh nyata. Umumnya media semai yang tidak disterilkan menunjukkan hasil yang lebih baik, yakni indeks penyakit yang lebih rendah, bobot basah tajuk tanaman yang tinggi, tinggi tanaman yang tinggi dan kejadian penyakit yang sama.

(61)

tanaman yang diberi perlakuan cendawan endofit diduga karena terjadinya kolonisasi jaringan akar tanaman terlebih dahulu oleh cendawan endofit dibanding patogen, adanya mekanisme antibiosis. Karakteristik adanya infeksi cendawan endofit yakni adanya peningkatan pertumbuhan vegetatif tanaman, dan menghasilkan metabolik sekunder yang bersifat antagonistik terhadap herbivora (Carlile et al. 1994).

Paecilomyces sp. merupakan cendawan yang dapat ditemukan baik di tanah, sisa-sisa tanaman (tanaman yang lapuk) maupun pada makanan. Hasil penelitian di Pakistan menunjukan Paecilomyces lilacinus terbukti dapat mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh nematoda dan juga penelitian tentang Paecilomyces spp. sebagai agen bio-kontrol masih terus dilakukan (Maqbool 2003 dalam Setyowati et al. 2003). Cendawan endofit Paecilomyces spp diketahui pula sebagai agens hayati yang cukup efektif dalam mengendalikan penggerek buah kakoa (PBK) dan Helopeltis antonii, akan tetapi dampak negatif dari aplikasi cendawan endofit ini adalah mematikan serangga predator penggerek buah kakoa (PBK) dan Helopeltis antonii yakni semut hitam (Sulistyowati et al. 2006).

(62)

mempengaruhi kesuburan tanah, sehingga memacu pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik. Setyowati et al. (2003) mengemukakan, tinggi tanaman dan jumlah daun selada yang dipupuk dengan pupuk mikroba (diantaranya Paecilomyces sp.) lebih baik daripada tanaman yang tidak dipupuk dengan mikroba.

Pengendalian Hayati Penyakit Akar Gada dengan Aplikasi Cendawan Endofit asal Rumput, Teki dan tanah Perakaran Bambu

Dari hasil seleksi cendawan endofit asal rumput, teki dan tanah perakaran bambu terpilih enam isolat cendawan yang selanjutnya dilakukan dalam pengujian ini. Cendawan endofit yang terpilih tersebut adalah F. oxysporum, F. solani, Nigrospora sp., C. lunata, C. globosum, dan Paecilomyces sp.

(63)

Ahli patologi tanaman mendefinisikan pengendalian hayati adalah mengurangi inokulum atau segala aktivitas dari patogen yang dapat menyebabkan penyakit, sebagai akibat dari satu atau lebih organisme baik secara alami atau dengan memanipulasi lingkungan, inang atau antagonis atau dengan introduksi massa dari satu atau lebih antagonis” (Baker dan Cook 1974). Pada umumnya pengendalian hayati melibatkan penggunaan cendawan atau bakteri sebagai agens antagonis untuk mengendalikan patogen tular benih (seedborne), tular tanah (soilborne) atau tular udara (airborne). Pengendalian hayati dapat memberikan perlindungan selama siklus hidup tanaman (Copeland dan McDonald 1995). Pengendalian hayati juga dilaporkan dapat memacu peningkatan pertumbuhan tanaman yang pada akhirnya meningkatkan hasil tanaman sebagai akibat dari pengendalian penyakit jangka panjang (Zhang et al. 2002; Silva et al. 2004; Yan et al. 2004).

Aktivitas agens biokontrol di lapangan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (pH, suhu, kelembaban) dan interaksi dengan mikroorganisme lain (Timmusk 2003). Dalam hubungan dengan pengendalian terhadap patogen, efektivitas agens biokontrol sangat dipengaruhi oleh cara aplikasi agens, dosis inokulasi dan kontrol mikroba lain. Hal lain yang dapat meningkatkan efektivitas perlakuan benih dengan agens biokontrol adalah nutrisi bagi mikrob dan kecepatan mikroba menyesuaikan diri. Tak kalah penting adalah sterilisasi permukaan benih dengan natrium hipoklorit sebelum aplikasi dengan agens biokontrol. Hal ini untuk menghindari patogen lain yang dapat berkompetisi dengan agens biokontrol (Copeland dan McDonald 1995).

(64)

senyawa kimia di dalam jaringan tanaman. Johnson dan Curl (1972), pemberian inokulum Chaetomium ke dalam tanah pada tanaman gandum dapat menghindarkan tanaman dari infeksi patogen Helminthosporium victoriae di pembibitan. Selanjutnya perlakuan benih dengan cendawan endofit Chaetomium spp. dapat menghindarkan tanaman dari infeksi patogen Fusarium nivale pada tanaman gandum dan patogen F. roseum pada tanaman jagung.

(65)

DAFTAR PUSTAKA

Agrios GN. 2005. Plant Pathology. 5th ed. Academic Press. New York.

Alexopoulos CJ, Mims CW, Blackwell M. 1996. Introductory Mycology. 4th ed. John Wiley and Sons. New York.

Anonim 1998. United Nations Environment Programme (UNEP) Methyl Bromide Technical Options Committee (MBTOC). Assessment of the alternatives to methyl bromide. Nairobi, United Nations Environment Programme.

Anonim 2006. Varietas anggrek Spathoglottis yang menawan. Warta penelitian dan pengembangan pertanian, 28(3):16-17.

Arie T, Kobayashi Y, Okada G, Kono Y, Yamaguchi I. 1998. Control of soilborne clubroot disease of cruciferous plant by epoxydon from Phoma glomerata. Plant Dis. 47:743-748. Mukeri, dan G.R. Knudsen, Vol.I). Athens. Georgia.

Baker KF, Cook RJ. 1974. Biological Control of Plant Pathogens. San Fransisco: WH Freeman.

Campbell R. 1985. Plant Microbiology. The British Councl. Bristol.

Carlile MJ, Warkinson SC, Gooday GW. 1994. The Fungi. 2th ed. New York. Academic Press.

Carrol, GC. 1988. Fungal endophytes in stems and leaves. From latent pathogens to mutualistic symbiont. Ecology 69 (1) : 2-9.

Cicu. 2002. Pengelolaan Penyakit Akar Gada (Plasmodiophora brassicae Wor.) pada Tanaman Kubis dengan Tanaman Perangkap dan Perlakuan Tanah Pembibitan[tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Cicu. 2006. Penyakit akar gada (Plasmodiophora brassicae Wor.) pada

kubis-kubisan dan pengendaliannya. J Litbang Pert. 25 (1):16-21.

Clay, K. 1988. Fungal endophytes of grasses: A devensive mutualism between Plants and fungi. Ecology 69 (1) : 10-16.

(66)

endophyte symbiosis with grasses. Am Natur. 160:99-127. www.journals.uchicago.edu/cgi-bin. [21 Juni 2007].

Copeland LO, McDonald MB. 1995. Principles of Seed Science and Technology. Third Edition. New York: Chapmond & Hall.

Djatnika I. 1989. Upaya Pengendalian Plasmodiophora brassicae Wor. Penyebab Penyakit Akar Bengkak pada Brassica spp. [disertasi]. Bogor: Fakultas pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Djatnika I. 1990. Pemanfaatan mikroba tanah untuk pengendalian Plasmodiophora brassicae Wor. Pada kubis (Brassica oleracea Linn.). Bul Penel Hort. 19(1):32-35.

Dobson RL, Gabrielson RL, Baker As, Bennett L. 1983. Effect of lime particle size and distribution and fertilizer formulation on clubroot disease caused by Plasmodiophora brassicae. Plant Dis. 67:50-52.

Dongyi H, Kelemu S. 2004. Acremonium implicatum, a seed-transitted endophytic fungus in Branchiaria grasses. Plant Dis. 88:1252-1254.

Faeth SH. 2002. Are endophytic fungi defensive plant mutualists?. Oikos 98: 25-36.

Firakova S, Sturdikova M, Muckova M. 2007. Bioactive secondary metabolites produced by mikroorganisms associated with plants. Biol Bratisl. 62(3):251-257.

Hasanuddin. 2003. Peningkatan peranan mikroorganisme dalam sistem pengendalian penyakit tumbuhan secara terpadu. Medan: Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. USU digital library. http://library.usu.ac.id/download/fp/fp-hasanuddin.pdf. [8 September 2007].

Henson J. 2005. Alga, protozoa, and fungi: microscopic investigations in yellowstone National Park. Bazeman. Departement of Microbiology Montana State University.

Herre EA, Mejia LC, Kyllo DA, Rojas E, Maynard Z. 2007. Ecological implications of anti-pathogen effects of tropical fungal endophytes and mycorrhizae. Ecology 88(3):550-558.

Hidayah N. 2004. Penggunaan Tepung Kulit Rajungan sebagai Sumber Kitin dan Ekstrak Kompos untuk Pengendalian Penyakit Akar Gada [tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Gambar 1  Perkecambahan benih brokoli pada isolat murni cendawan endofit asal rumput dan teki
Tabel 2  Frekuensi akar terinfeksi terhadap tanaman brokoli yang diinokulasi cendawan endofit asal rumput dan teki pada umur 30 hari setelah semai
Tabel 3  Pengaruh perlakuan cendawan endofit asal rumput dan teki terhadap kejadian penyakit akar gada pada tanaman brokoli
Gambar 2  Gambar gejala penyakit akar gada pada akar dengan perlakuan jenis cendawan endofit asal rumput dan teki
+7

Referensi

Dokumen terkait

Schumpeter (1990) berpendapat bahwa pada saat krisis adalah momentum terbaik melakukan inovasi. Ketika semuanya serba sulit, maka dituntut semangat untuk memecahkan

Hasil penelitian menunjukkan perlakuan pemberian formulasi jelly drink kulit buh naga merah dan rosella secara in vivo memberikan pengaruh nyata (ɑ=0,05) terhadap

Pencatatan data reaksi individu betina terhadap long call yang didengar, ruang perjumpaan meliputi penggunaan interval jarak perjumpaan antara individu betina reproduktif

Hasil dari penelitian ini, mendukung teori yang dikemukakan oleh Kasmir (2008:45) yang menyatakan bahwa kegiatan lembaga keuangan adalah menghimpun dan menyalurkan

Fokus kajian dalam penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan pengaruh diklat (pendidikan dan pelatihan), kepemimpinan, dan penerapan budaya organisasi, secara

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data kualitas air dengan parameter pH, TDS, TSS, N, P, K, DHL, BOD dan COD, data kebutuhan air irigasi, data batrimetri Telaga

Perusahaan Pertambangan karena untuk membiayai operasionalnya membutuhkan dana besar untuk itu salah satu pemenuhanya menggunakan hutang yang besar pula, tetapi

Berdasarkan hasil uji statistik yang telah dilakukan dan sesuai dengan Tabel 5, dapat diketahui bahwa terdapat 21 responden (77,8%) mengalami diare tidak memanfaatkan