• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan status gizi, asupan zat gizi Mikro, dan Minuman Berkafein dengan Dismenorea primer pada Remaja putri di Sman 1 Pamekasan dan Sman 1 Galis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan status gizi, asupan zat gizi Mikro, dan Minuman Berkafein dengan Dismenorea primer pada Remaja putri di Sman 1 Pamekasan dan Sman 1 Galis"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN STATUS GIZI, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO, DAN

MINUMAN BERKAFEIN DENGAN DISMENOREA PRIMER PADA

REMAJA PUTRI DI SMAN 1 PAMEKASAN DAN SMAN 1 GALIS

SAKINAH ULFIYANTI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Status gizi, Asupan Zat Gizi Mikro, dan Minuman Berkafein dengan Dismenorea Primer pada Remaja Putri di SMAN 1 Pamekasan dan SMAN 1 Galis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRACT

SAKINAH ULFIYANTI. The Correlation between nutritional status, micronutrient intake, and caffeine beverages with primary dysmenorrhoea of Adolescent School Girls at SMAN 1 Pamekasan and SMAN 1 Galis. Supervised by FAISAL ANWAR and KARINA RAHMADIA EKAWIDYANI

This study was aimed to analyze correlation of nutritional status, menstrual characteristics, food consumption, and caffeine beverages to primary dysmenorrhoea of adolescent school girls at urban and rural high school. A cross sectional study of 53 girls at SMAN 1 Pamekasan and 35 girls at SMAN 1 Galis was conducted. The sample was determined by Sample random sampling based on inclusion criteria. Correlation test showed there was no significant correlation between menstrual characteristics, nutritional status, and macronutrient to primary dysmenorrhoea (p>0.05). While there was significant correlation between intake of vitamin B1 and primary dysmenorrhoea (p<0.05) there was no significant correlation between Zn, vitamin E, vitamin B6, and caffeine beverages with primary dysmenorrhoea (p>0.05).

Keywords: caffeine, menstruation, nutritional status, primary dysmenorrhoea

ABSTRAK

SAKINAH ULFIYANTI. Hubungan Status gizi, Asupan Zat Gizi Mikro, dan Minuman Berkafein dengan Dismenorea Primer pada Remaja Putri di SMAN 1 Pamekasan dan SMAN 1 Galis. Dibimbing oleh FAISAL ANWAR dan KARINA RAHMADIA EKAWIDYANI

Penelitian bertujuan untuk menganalisis hubungan status gizi, karakteristik menstruasi, konsumsi pangan, dan minuman berkafein terhadap dismenorea primer pada remaja putri di SMA perkotaan dan SMA perdesaan. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah 53 siswi SMAN 1 Pamekasan dan 35 siswi SMAN 1 Galis. Pengambilan sampel dengan cara Sample random sampling berdasarkan kriteria inklusi. Hasil uji korelasi antara karakteristik menstruasi, status gizi, dan zat gizi makro terhadap derajat dismenorea primer menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05). Sementara itu, terdapat hubungan yang signifikan antara asupan zat gizi mikro (vitamin B1) dan derajat dismenorea primer (p<0.05). Berbeda halnya antara Zn, vitamin E, vitamin B6, dan minuman berkafein terhadap derajat dismenorea primer yang menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (P>0.05).

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

HUBUNGAN STATUS GIZI, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO, DAN

MINUMAN BERKAFEIN DENGAN DISMENOREA PRIMER PADA

REMAJA PUTRI DI SMAN 1 PAMEKASAN DAN SMAN 1 GALIS

SAKINAH ULFIYANTI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Hubungan Status gizi, Asupan Zat Gizi Mikro, dan Minuman Berkafein dengan Dismenorea Primer pada Remaja Putri di SMAN 1 Pamekasan dan SMAN 1 Galis

Nama : Sakinah Ulfiyanti NIM : I14100041

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Faisal Anwar, MS Pembimbing I

dr Karina Rahmadia Ekawidyani, M Sc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Rimbawan Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan pada Allah SWT, pencipta semesta alam yang telah mencurahkan nikmat dan karunia-Nya, begitu banyak kemudahan dalam hidup penulis hingga mampu menyelesaikan penelitian ini. Judul yang dipilih ialah Hubungan status gizi, asupan zat gizi mikro, dan minuman berkafein dengan dismenorea primer pada remaja putri di SMAN 1 Pamekasan dan SMAN 1 Galis. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga bulan Mei 2014 di SMAN 1 Pamekasan dan SMAN 1 Galis. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof Dr Ir Faisal Anwar, MS dan Ibu dr Karina Ekawidyani, M Sc selaku pembimbing pertama dan kedua yang telah memberikan banyak masukan baik bersifat teori maupun praktek.

2. Ibu Dr Katrin Roosita, SP, M Si selaku dosen pemandu seminar dan penguji skripsi yang telah memberikan koreksian dan saran demi perbaikan skripsi

3. Pihak DIKTI yang telah memberikan beasiswa bidik misi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah selama 4 tahun dengan baik. 4. Bapak (Suyanto), Ibu (Arba’iyah), dan adik tercinta (Roihan) atas

perhatian dan kasih sayangnya.

5. Para pembahas seminar (ita, lilis, imel, dan ambar) yang telah memberikan banyak masukan dan perbaikan untuk terselesainya skripsi ini.

6. Bapak Sutrisno dan seluruh keluarga besar SMAN 1 Pamekasan atas keramahan dan kesediaan dalam membantu kelancaran penelitian.

7. Ibu Susilawati Widiarsih dan seluruh keluarga besar SMAN 1 Galis atas keramahan dan kesediaan dalam membantu kelancaran penelitian.

8. Sahabat dekat (Fitriana Astuti dan Sulistyawati) atas bantuannya selama proses pengambilan data. Dila, Nai, Dita, Farida, Hayu, Isna, Desy, Ega, Fani, Umami dan semua teman-teman Gizi Masyarakat 47 atas do’a, dukungan, dan dorongan semangat dalam penulisan penelitian ini

9. Teman-teman Escifion yang banyak memberikan inspirasi dan pembelajaran kehidupan selama 7 tahun terakhir.

Penulis sadar bahwa tulisan dalam skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saran maupun kritik yang bersifat membangun penulis harapkan dari semua pihak. Semoga penelitian ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan 3

Manfaat 3

KERANGKA PEMIKIRAN 3

METODE PENELITIAN 5

Desain, Tempat dan Waktu 5

Jumlah dan Cara Penarikan Subjek 5

Jenis dan Pengumpulan Data 6

Pengolahan Data dan Analisis Data 7

Definisi Operasional 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Gambaran Umum Sekolah 11

Karakteristik Subjek Penelitian 12

Karakteristik Keluarga 13

Pengetahuan Gizi 14

Status Gizi 15

Karakteristik Menstruasi 16

Dismenorea Primer 17

Konsumsi Kafein 20

Konsumsi Pangan 21

Hubungan Pengetahuan Gizi dan Konsumsi Pangan 26

Hubungan Konsumsi Pangan dan Status Gizi 26

Hubungan Status Gizi dan Karakteristik Menstruasi 27 Hubungan Karakteristik Menstruasi dan Derajat Dismenorea Primer 27

(10)

Hubungan Asupan Zat Gizi Makro dan Derajat Dismenorea Primer 28 Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro dan Derajat Dismenorea Primer 28 Hubungan Asupan Minuman Berkafein dan Derajat Dismenorea Primer 29

SIMPULAN DAN SARAN 29

Simpulan 29

Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 31

LAMPIRAN 34

RIWAYAT HIDUP 2

(11)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan cara pengumpulan data primer 7

2 Jenis dan cara pengumpulan data sekunder 7

3 Pengkategorian variabel penelitian 8

4 Karakteristik subjek penelitian 12

5 Karakteristik keluarga subjek 13

6 Pengetahuan gizi di SMA perkotaan dan perdesaan 15

7 Status gizi di SMA perkotaan dan perdesaan 15

8 Karakteristik menstruasi subjek penelitian di SMA perkotaan dan

perdesaan 16

9 Dismenorea subjek penelitian di SMA perkotaan dan perdesaan 17 10 Hari saat subjek penelitian SMA perkotaan dan perdesaan mengalami

dismenorea 18

11 Derajat dismenorea primer SMA perkotaan dan perdesaan 18 12 Gangguan dismenorea primer SMA perkotaan dan perdesaan 19 13 Cara mengatasi dismenorea primer SMA perkotaan dan perdesaan 19 14 Informasi cara mengatasi dismenorea primer SMA perkotaan dan

perdesaan 20

15 Frekuensi konsumsi kafein 20

16 Jenis kafein yang dikonsumsi 21

17 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan subjek di SMA perkotaan dan

perdesaan 21

18 Sebaran subjek penelitian berdasarkan persentase TKE 22 19 Sebaran subjek penelitian berdasarkan persentase TKP 23 20 Sebaran subjek penelitian berdasarkan persentase TKL 23 21 Sebaran subjek penelitian berdasarkan persentase TKZn 24 22 Sebaran subjek penelitian berdasarkan persentase TKVitamin E 25 23 Sebaran subjek penelitian berdasarkan persentase TKVitamin B1 25 24 Sebaran subjek penelitian berdasarkan persentase TKVitamin B6 26

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka penelitian 5

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuisioner 35

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Wanita Usia Subur (WUS) yang berusia 12-49 tahun, tidak hamil, dan belum mengalami menopause setiap bulannya akan mengalami siklus menstruasi. Menstruasi merupakan proses biologis yang berhubungan dengan kematangan seks, kesuburan, dan kesehatan tubuh (Glasier 2005). Saat menstruasi, wanita sering mengalami beberapa permasalahan diantaranya rasa nyeri yang hebat. Hal ini biasa disebut dismenorea. Dismenorea menyebabkan ketidaknyamanan saat beraktivitas sehingga secara tidak langsung akan mengganggu produktivitas (Khorsidi 2003). Dismenorea merupakan permasalahan ginekologi utama yang paling sering dikeluhkan oleh remaja (French 2008) dan yang paling umum terjadi adalah dismenorea primer (Zukri et al. 2009). Sekitar 70-90% kasus dismenorea terjadi di usia remaja (Singh et al. 2008). Remaja yang mengalami dismenorea akan terpengaruh aktivitas akademis dan sosialnya (Antao et al. 2005). Hal ini dibuktikan dengan penelitian Kurniawati (2008) yang menunjukan bahwa dismenorea mempengaruhi aktivitas siswi SMK Batik 1 Surakarta, dari 85 siswi yang menjadi responden penelitian 61.7% di antaranya mengalami penurunan aktivitas.

Dismenorea primer mirip seperti kejang spasmodik, yang dirasakan pada perut bagian bawah (area suprapubik) dan dapat menjalar ke paha dan pinggang bawah. Nyeri dapat disertai mual, muntah, diare, nyeri kepala, nyeri pinggang bawah, iritabilitas, rasa lelah dan sebagainya. Nyeri mulai dirasakan pada 24 jam pertama menstruasi dan bisa bertahan selama 48-72 jam (Baradero et al. 2006). Banyak studi yang telah dilakukan untuk mengetahui kejadian dismenorea primer. Di Nigeria, prevalensi dismenorea primer pada remaja sebesar 53% (Loto et al. 2008). Di Indonesia, kejadian dismenorea cukup besar. Menurut Glasier (2005) dalam Novia dan Puspitasari (2008), prevalensi dismenorea primer di Indonesia sebesar 60-70%. Hasil penelitian Utami (2003) terhadap siswa SMA di Bogor dan Jakarta menunjukkan bahwa sebanyak 79.8% remaja putri mengalami keluhan menjelang menstruasi dan 82.1% mengalami keluhan saat menstruasi. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Jawa Timur, prevalensi dismenorea pada remaja putri sebesar 38.3%, sedangkan angka kejadian dismenorea di wilayah Madura belum ada angka pasti.

(14)

Penelitian mengenai hubungan dismenorea dengan kebiasaan asupan makanan masih belum banyak diteliti, terutama asupan mikronutrien diantaranya seng, vitamin E, vitamin B1, dan vitamin B6. Padahal kebiasaan makan diduga memiliki pengaruh terhadap kejadian dismenorea (Fujiwara 2007). Vitamin E dapat mengurangi nyeri menstruasi melalui hambatan terhadap biosintesis prostaglandin, sedangkan vitamin B1 dan B6 dapat membawa zat anti depresan pada tubuh saat menstruasi (Nursafitri 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Eby (2006) pada remaja putri usia 17 tahun di Amerika menunjukkan bahwa konsumsi suplemen seng sebesar 31 mg/hari selama 1–4 hari pada awal menstruasi dapat menghilangkan gejala tekanan nyeri menstruasi.

Di sisi lain perilaku mengonsumsi kafein semakin banyak ditemukan pada remaja dan dewasa muda. Hal ini berhubungan dengan meningkatnya popularitas minuman berenergi dan minuman ringan yang mengandung kafein (McIlvain 2008). Whalen et al (2008) menyatakan bahwa 75-98% golongan muda berusia hingga 18 tahun mengonsumsi minimal satu minuman berkafein setiap hari (Morgan et.al 1982) dengan 31% mengonsumsi minuman berkafein lebih dari dua gelas per hari (National Sleep Foundation 2006). Konsumsi kafein berlebih juga dapat meningkatkan kejadian dismenorea. Menurut Dianamawih (2003) kafein dapat mempersempit pembuluh darah dan meningkatkan ketegangan otot uterus. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk menganalisis hubungan antara status gizi, asupan zat gizi mikro, dan minuman berkafein terhadap kejadian dismenorea primer pada remaja putri di SMAN 1 Pamekasan dan SMAN 1 Galis.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan pokok-pokok permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana perbandingan kejadian dismenorea primer pada remaja putri kota dan desa yang diwakili oleh SMAN 1 Pamekasan dan SMAN 1 Galis?

2. Apakah terdapat hubungan yang siginifikan antara karakteristik menstruasi dengan kejadian dismenorea primer pada siswi SMAN 1 Pamekasan dan SMAN 1 Galis

3. Apakah terdapat hubungan yang siginifikan antara status gizi dengan kejadian dismenorea primer pada siswi SMAN 1 Pamekasan dan SMAN 1 Galis?

4. Apakah terdapat hubungan yang siginifikan antara kebiasaan konsumsi kafein dengan kejadian dismenorea primer pada siswi SMAN 1 Pamekasan dan SMAN 1 Galis?

5. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara asupan zat gizi makro dengan kejadian dismenorea primer pada SMAN 1 Pamekasan dan SMAN 1 Galis?

(15)

3 Tujuan

Tujuan Umum

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan status gizi, asupan zat gizi mikro, dan minuman berkafein dengan kejadian dismenorea primer pada remaja putri di SMAN 1 Pamekasan dan SMAN 1 Galis. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu :

1. Mengetahui karakteristik subjek (usia dan uang saku) dan karakteristik keluarga (besar keluarga, pendidikan orang tua, dan pendapatan).

2. Menilai tingkat pengetahuan gizi subjek

3. Menilai karakteristik menstruasi, meliputi usia menarche, lama menstruasi, dan panjang siklus menstruasi

4. Menilai status gizi subjek

5. Menilai asupan zat gizi makro dan mikro (Zn, vitamin E, B1, dan B6) serta kebiasaan konsumsi minuman berkafein

6. Membandingkan kejadian dismenorea primer pada remaja putri kota dan desa yang diwakili oleh SMAN 1 Pamekasan dan SMAN 1 Galis.

7. Menganalisis hubungan pengetahuan gizi dengan konsumsi pangan, hubungan konsumsi pangan dengan status gizi, dan hubungan status gizi dengan karakteristik menstruasi.

8. Menganalisis hubungan status gizi, karakteristik menstruasi, asupan zat gizi mikro (Zn, vitamin E, B1, dan B6), dan konsumsi kafein dengan kejadian dismenorea primer.

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi tentang dismenorea primer di Madura khususnya Pamekasan sehingga dapat dilakukan tindakan perawatan dan pencegahan yang paling tepat dalam mengurangi dismenorea primer untuk mengurangi morbiditas saat menstruasi beserta dampak yang ditimbulkan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai kejadian dismenorea primer di SMAN 1 Pamekasan dan SMAN 1 Galis serta mengetahui hubungan status gizi, asupan zat gizi mikro (Zn, vitamin E, B1, dan B6), dan konsumsi minuman berkafein dengan kejadian dismenorea pada remaja putri.

KERANGKA PEMIKIRAN

(16)

darah melalui proses menstruasi, sehingga rentan terjadi gangguan akibat kekurangan zat gizi apabila asupan zat gizi dan kesehatannya tidak dijaga.

Peristiwa menstruasi ditentukan oleh proses somato-psikik dan bersifat kompleks yang meliputi unsur-unsur hormonal, biokimiawi, dan psikososial. Menstruasi tidak hanya sekedar keluarnya darah dari vagina, tetapi juga disertai gangguan fisik dan mental. Keluhan utama yang dihadapi remaja wanita menjelang dan saat menstruasi adalah kram di bawah perut (Hardinsyah 2004). Keluhan ini disebut dengan kejadian dismenorea primer. Remaja yang mengalami dismenorea primer akan mengalami kontraksi dari miometrium yang diinduksi oleh prostaglandin tanpa adanya kelainan patologis pelvis. Dismenorea primer akan meningkatkan produksi prostaglandin oleh endometrium. Pelepasan prostaglandin terbanyak selama menstruasi didapati pada 48 jam pertama dan berhubungan dengan beratnya gejala yang terjadi. Prostaglandin F2α (PGF2α) adalah perantara yang paling berperan dalam terjadinya dismenorea primer. Prostaglandin ini merupakan stimulan kontraksi miometrium yang kuat serta efek vasokontriksi pembuluh darah. Peningkatan PGF2α dalam endometrium diikuti dengan penurunan progesteron pada fase luteal sehingga membuat membran lisosomal menjadi tidak stabil dan melepaskan enzim lisosomal. Peningkatan kadar prostaglandin ini mengakibatkan peningkatan tonus miometrium dan kontraksi uterus yang berlebihan sehingga menyebabkan nyeri pada saat menstruasi (Baradero et al. 2006). Dismenorea primer dipengaruhi berbagai faktor. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi terjadinya dismenorea yaitu konsumsi pangan (Fujiwara 2007), status gizi (Zukri et al 2009), keturunan, konsumsi kafein (Dianamawih 2003), keadaan psikis, aktivitas fisik, dan usia menarche (Loto et al 2008). Namun keadaan psikis, aktivitas fisik, dan faktor keturunan tidak diteliti oleh penulis.

Penyebab langsung dari kejadian dismenorea primer pada penelitian ini adalah status gizi, karakteristik menstruasi, kebiasaan konsumsi minuman berkafein, dan konsumsi pangan meliputi zat gizi makro dan mikro. Zat gizi mikro yang diteliti adalah seng, vitamin B1, vitamin E, dan vitamin B6. Asupan kafein dapat dilihat dari jenis dan jumlah minuman yang dikonsumsi sehingga akan dapat diestimasikan jumlah dan frekuensinya dalam satu hari. Karakteristik menstruasi meliputi usia menarche, lama dan panjang siklus menstruasi. Keseimbangan hormon setelah terjadinya menarche akan mempengaruhi menstruasi-menstruasi berikutnya. Kondisi keteraturan dan kesehatan tubuh saat menstruasi juga sangat mempengaruhi terjadinya dismenorea.

(17)

5

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: : Hubungan antar variabel

: Hubungan antar variabel yang tidak diteliti

Gambar 1 Kerangka penelitian

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat dan Waktu

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yaitu pengamatan yang dilakukan sekaligus pada satu waktu. Penelitian ini dilakukan di SMAN 1 Pamekasan sebagai perwakilan sekolah yang ada di kota dan SMAN 1 Galis sebagai perwakilan sekolah yang ada di desa. Penelitian berlangsung pada bulan April sampai Mei 2014.

Jumlah dan Cara Penarikan Subjek

Populasi penelitian ini adalah siswi kelas 10 SMAN 1 Pamekasan dan SMAN 1 Galis yang mengalami dismenorea. Subjek penelitian diambil dengan cara screening terlebih dahulu kepada seluruh siswi SMAN 1 Pamekasan dan Karakteristik Keluarga

 Besar keluarga  Pendidikan orangtua  Pendapatan orangtua

Karakeristik Subjek  Usia

 Jumlah uang saku

Konsumsi pangan dan kebiasaan konsumsi

kafein

Dismenorea primer

Karakteristik menstruasi  Usia menarche  Lama menstruasi  Panjang siklus

menstruasi Status gizi

(18)

SMAN 1 Galis, setelah itu diperoleh populasi siswi yang mengalami dismenorea dari hasil screening kemudian dilakukan pengambilan sampel yang mengalami dismenorea dengan cara Sample random sampling. Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah subjek pernah mengalami dismenorea selama 3 bulan terakhir (Februari-April), subjek berusia 15-16 tahun, merupakan siswi kelas X, dan bersedia mengikuti penelitian. Perhitungan subjek penelitian didapatkan dari rumus berikut:

n = NZ2 pq Nd2 + Z2 pq

n = NZ2 p(1-p) Nd2 + Z2 p(1-p) (Lemeshow S & David WH 1997)

Dimana:

n = Besar subjek

N = Jumlah populasi siswi kelas 10 SMAN 1 Pamekasan dan SMAN 1 Galis yang mengalami dismenorea.

Z(1-α/2) = Tingkat signifikansi pada 95% (α = 0.05) = 1.96

p = proporsi remaja putri yang mengalami dismenorea (0,38) d = presisi/tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0.05)

Populuasi dismenorea primer di SMAN 1 Pamekasan adalah 58 siswi dan SMAN 1 Galis 37 siswi. Berdasarkan perhitungan di atas, didapatkan jumlah subjek penelitian minimal yang diperlukan adalah 50 siswi SMAN 1 Pamekasan dan 33 siswi SMAN 1 Galis. Namun subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah 53 siswi SMAN 1 Pamekasan dan 35 siswi SMAN 1 Galis. Jadi total seluruh subjek yang harus diambil adalah 88 siswi yang mengalami dismenorea.

Jenis dan Pengumpulan Data

(19)

7

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data primer

No Variabel Data Cara Pengumpulan

Data

gizi Pengetahuan gizi

Menggunakan kuesioner

5 Konsumsi kafein

Kebiasaan konsumsi minuman yang mengandung kafein

Tabel 2 Jenis dan cara pengumpulan data sekunder

No Variabel Jenis Data Cara Pengumpulan Data

1 Letak geografis Lokasi Sekolah Arsip data sekolah 2 Gambaran umum Keadaan umum

(20)

Pengolahan Data dan Analisis Data

Data primer yang diperoleh melalui pengisian kuesioner dan pengukuran dianalisis secara deskriptif inferensia. Data sekunder yang diperoleh melalui data arsip sekolah dianalisis secara deskriptif. Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entry, cleaning, dan analisis. Data diolah dengan menggunakan program komputer SPSS 16. Data konsumsi pangan yang diperoleh dari FFSQ meliputi frekuensi makan dan ukuran porsi pangan. Jenis dan jumlah pangan dikonversi menjadi jumlah zat gizi yang dikonsumsi subjek serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi lainnya. Jumlah pangan yang dikonsumsi subjek dikonversi menjadi berat dalam gram kemudian dihitung asupan energi dan zat gizi lainnya menggunakan Nutrisurvey versi Indonesia, untuk asupan kafein dari minuman siap saji diperoleh dari penelitian Sianturi (2001) tentang kandungan kafein pada berbagai macam minuman. IMT/U diolah dengan menggunakan WHO Antro plus. Berikut ini merupakan pengkategorian variabel penelitian yang disajikan pada Tabel 3

Tabel 3 Pengkategorian variabel penelitian

No Varibael Kategori pengukuran

1.

5. Pendidikan orang tua

SD/sederajat Keluarga sedang (5-7 orang) Keluarga besar (≥ 8 orang) 8.

Tingkat kecukupan

Energi, Protein (Gibson 2005)

Defisit tingkat berat (< 70% kebutuhan)

(21)

9

No Varibael Kategori pengukuran

Lemak

9. Kebiasaan konsumsi kafein (Makanan dan minuman) 12 Panjang siklus menstruasi

(Manuaba 2001)

Tidak teratur Teratur (21-35 hari) 13 Tingkat keluhan menstruasi

(Manuaba 2001)

Ringan = 1 Sedang =2 Berat = 3

Menurut Khomsan (2000), data pengetahuan gizi diberi skor 1 jika jawaban pertanyaan benar dan skor 0 jika jawaban pertanyaan salah, sehingga total skor adalah 20 pertanyaan yang terdiri dari 10 pertanyaan seputar gizi umum dan 10 pertanyaan mengenai menstruasi. Pengetahuan gizi subjek penelitian dikategorikan rendah jika kurang dari 60% jawaban benar, sedang jika antara 60-80% jawaban benar dan dikategorikan tinggi apabila jawaban benar lebih dari 80%.

Menurut Manuaba (2001) tingkat keluhan menstruasi termasuk kategori ringan dan diberi skor 1 jika subjek hanya merasakan nyeri yang sesaat, tidak mengganggu aktivitas, dan dapat hilang tanpa pengobatan. Tingkat keluhan menstruasi diberikan skor 2 jika nyeri berlangsung 1-2 hari, memerlukan obat nyeri, dan sakit yang menyebar di bagian perut bawah. Tingkat keluhan diberikan skor 3 jika rasa nyeri juga disertai mual, muntah, diare, bahkan sampai pingsan.

(22)

dilakukan dengan mengunakan program komputer yaitu SPSS versi 16.0 for windows. Uji yang digunakan adalah uji korelasi Spearman, uji Pearson, uji Chi-Square, dan uji beda Mann Whitney serta Independent T-Test. Untuk menentukan uji beda yang digunakan maka dilakukan uji normalitas terlebih dahulu dengan Kolmogorov-Smirnov. Uji korelasi Spearman untuk menganalisis hubungan data tidak normal sedangkan uji Pearson digunakan untuk data normal. Uji beda Mann Whitney digunakan untuk menganalisis data tidak normal seperti karakteristik keluarga, karakteristik subjek, karakteristik menstruasi, status gizi, jumlah konsumsi kafein, TKE, TKVitamin B1 dan B6. Uji beda Independent T-Test digunakan pada data normal seperti pengetahuan gizi, TKP, TKL, TKZn, dan TKVitamin E. Uji Chi-Square digunakan pada derajat dismenorea.

Definisi Operasional

Subjek adalah siswi kelas X SMAN 1 Pamekasan dan SMAN 1 Galis usia 15-16 tahun yang mengalami menstruasi ditandai gejala dismenorea primer dan bersedia mengikuti penelitian.

Menstruasi adalah perdarahan pada vagina yang terjadi secara periodik akibat terlepasnya mukosa rahim

Lama menstruasi adalah jumlah hari menstruasi pada satu periode.

Panjang siklus menstruasi yaitu jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya (hari). Panjang siklus menstruasi normal yaitu 21 sampai 35 hari.

Menarche adalah usia subjek ketika pertama kali mengalami menstruasi.

Dismenorea primer adalah nyeri saat menstruasi tanpa kelainan anatomis genitalis yang dapat diidentifikasi atau timbul tanpa ada sebab yang dapat dikenali

Tingkat keluhan dismenorea primer adalah derajat keparahan keluhan dismenorea primer yang dilihat dari derajat nyerinya menurut Manuaba (2001) yaitu dismenorea tingkat ringan, tingkat sedang, dan tingkat berat.dari masing-masing keluhan yang dirasakan subjek penelitian.

Dismenorea ringan adalah rasa nyeri yang dirasakan waktu menstruasi yang berlangsung sesaat, dapat hilang tanpa pengobatan, sembuh hanya dengan cukup istirahat sejenak, tidak mengganggu aktivitas harian, dan rasa nyeri tidak menyebar tetapi tetap berlokasi di daerah peruh bawah.

Dismenorea sedang adalah nyeri yang dirasakan saat menstruasi yang bisa berlangsung 1-2 hari, menyebar di bagian perut bawah, memerlukan istirahat dan memerlukan obat penangkal nyeri, dan hilang setelah mengonsumsi obat anti nyeri, kadang-kadang mengganggu aktivitas sehari-hari.

(23)

11 Asupan gizi adalah jumlah asupan energi, protein, lemak, vitamin E, vitamin B1, B6 dan Zn yang diukur dengan kuisioner dan food frequency semikuantitatif

Konsumsi kafein adalah jumlah rata-rata kafein dari makanan dan minuman yang dikonsumsi dalam satuan miligram per hari

Food frequency semikuantitatif adalah salah satu metode dietary assessment yang mencatat kebiasaan frekuensi dan porsi makanan individu dalam periode waktu tertentu

Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi), dan penggunaan (utilisasi) zat gizi makanan.

Pengetahuan gizi adalah pengetahuan tentang peran makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dimakan sehingga tidak menimbulkan penyakit, cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang, serta bagaimana cara hidup yang sehat (Notoatmojo 2003). Pada penelitian ini, pengetahuan gizi diartikan sebagai tingkat pengetahuan responden mengenai gizi yang berhubungan dengan menstruasi

Akses informasi adalah cara atau perilaku subjek dalam mendapatkan informasi mengenai gizi dan menstruasi yang meliputi media massa, media cetak, orang tua, dan teman sebaya.

Karakteristik keluarga adalah segala hal yang melekat pada keluarga dan biasanya mempengaruhi jumlah dan ragam pangan yang dikonsumsi dalam keluarga

Pendidikan orang tua adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang ditempuh atau ditamatkan orang tua.

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang tinggal menetap bersama dalam satu atap dan hidup dari penghasilan yang sama.

Pendapatan per kapita adalah besarnya pendapatan masyarakat di suatu daerah Konsumsi pangan adalah informasi tentang jumlah dan jenis pangan yang

dimakan seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu

Uang jajan adalah bagian dari pengalokasian pendapatan keluarga yang diberikan kepada anak untuk konsumsi makanan di sekolah

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Sekolah

(24)

perumahan bukan di pinggir jalan raya, tetapi masih mudah untuk diakses. Waktu sekolah dimulai dari jam 06.45-13.00 WIB tetapi biasanya masih ada tambahan ekstrakurikuler sampai jam 17.00 WIB. Sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah ini dapat dikatakan cukup lengkap. Terdapat ruang teori dan praktek yang dilengkapi dengan komputer, LCD, TV/audio dan juga wifi area. Sejak kelas X sudah terdapat pembagian kelas IPA dan IPS, untuk kelas X terdiri atas 7 kelas IPA dan 1 kelas IPS. Total jumlah siswa dari kelas X-XII adalah 313 siswa berjenis kelamin perempuan dan 495 siswa berjenis kelamin laki-laki.

SMAN 1 Galis merupakan sekolah yang menjadi sekolah subjek penelitian yang mewakili wilayah perdesaan. Sekolah ini merupakan satu-satunya SMA negeri yang berlokasi di Jl. Konang, Desa Galis Pamekasan-Jawa Timur. SMAN 1 Galis didirikan sejak tahun 1986. SMAN 1 Galis merupakan anak cabang dari SMAN 2 Pamekasan dan mempunyai hak otoritas untuk menjadi sekolah mandiri atau resmi berpisah dari SMAN 2 Pamekasan pada tahun 1986. SMAN 1 Galis dapat dikatakan letaknya kurang strategis dikarenakan dikelilingi oleh sawah-sawah. Selain itu, sarana dan prasarana yang kurang lengkap seperti tidak adanya LCD, lab komputer, dan kurangnya buku di perpustakaan juga menjadi kendala sekolah ini saat akan melakukan proses belajar mengajar. Alat-alat laboratorium yang dimiliki juga masih terbatas. Proses belajar mengajar berlangsung dari jam 07.00-13.00 WIB. Tidak ada tambahan pelajaran untuk siswa, tetapi untuk kegiatan ektrakurikuler seperti futsal, tenis meja, dan voli dilakukan saat sore hari yaitu mulai 15.30-16.30. Visi dari sekolah ini adalah mewujudkan siswa-siswi yang cerdas, terampil, dan berakhlak mulia. Total jumlah siswa dari kelas X-XII adalah 876 siswa, untuk kelas X terdiri atas 102 putri dan 159 putra.

Karakteristik Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang diambil pada penelitian ini adalah siswi SMA kota yang diwakili oleh SMAN 1 Pamekasan yang berjumlah 53 orang dan siswi dari SMA desa yang diwakili oleh SMAN 1 Galis yang berjumlah 35 orang. Berikut adalah sebaran subjek penelitian berdasarkan karakteristik subjek

Tabel 4 Karakteristik subjek penelitian

Umur Perkotaan Perdesaan

n (%) n (%)

15 tahun 13 24.5 8 22.9

16 tahun 40 75.5 27 77.1

Total 53 100 35 100

Uang jajan (Rp) Perkotaan Perdesaan

n (%) n (%)

Rp 2 000-8 000 11 22.7 22 62.9

Rp 8 000-14 000 38 69.8 13 37.1

Rp 14 000-20 000 4 7.5 0 0

Total 53 100 35 100

(25)

13 Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa sebagian besar subjek penelitian SMA kota dan desa berusia 16 tahun yaitu berturut-turut 75.5% dan 77.1%. Subjek penelitian di SMA perkotaan paling banyak memperoleh uang saku pada rentang Rp 8 000-14 000 (69.8%). Berbeda halnya dengan subjek penelitian di SMA perdesaan paling banyak memperoleh uang saku Rp2 000-Rp 8 000 (62.9%). Uji beda dilakukan dengan Mann Whitney yang menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara uang saku di SMA perkotaan dan perdesaan (p<0.05). Artinya uang saku subjek di perkotaan lebih tinggi dibandingkan perdesaan. Uang saku maksimal subjek penelitian di perkotaan Rp 20 000 dan minimal Rp 2 000 dengan median Rp 5 000 sedangkan uang saku maksimal subjek penelitian di perdesaan Rp 10 000 dan minimal Rp 2 000 dengan median Rp 3 000. Uang saku yang diperoleh subjek di SMA perkotaan dan perdesaan seluruhnya digunakan untuk membeli makanan disekolah.

Karakteristik Keluarga

Karakteristik keluarga meliputi besar keluarga, pendidikan, dan pendapatan per kapita. Berikut merupakan sebaran dari karakteristik keluarga subjek di SMA perkotaan dan perdesaan.

Tabel 5 Karakteristik keluarga subjek

Besar keluarga Perkotaan Perdesaan

n (%) n (%)

Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan

(26)

Tabel 5 menunjukkan sebagian besar subjek penelitian SMA perkotaan berada pada kategori keluarga sedang (54.7%). Berbeda dari SMA perkotaan, subjek penelitian SMA perdesaan berada pada kategori keluarga kecil (62.9%). Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara besar keluarga di SMA perkotaan dan perdesaan (p<0.05). Artinya besar keluarga di perkotaan lebih besar dari pada perdesaan. Besar keluarga maksimal subjek penelitian di perkotaan adalah 8 orang dan minimal 3 orang dengan median 5 orang. Besar keluarga minimal subjek penelitian di perdesaan 9 orang dan minimal 3 orang dengan median 4 orang.

Pendidikan orang tua akan menentukan pengetahuan dan perilaku khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula kemampuan dasar yang dimilikinya. Sebagian besar pendidikan ayah subjek di wilayah perkotaan sudah menyelesaikan pendidikan sampai jenjang perguruan tinggi (54.7%) sedangkan di wilayah perdesaan ayah subjek hanya menyelesaikan pendidikan sampai jenjang sekolah dasar (37.1%). Hal ini sejalan dengan pendidikan ibu subjek yang menunjukkan bahwa sebagian besar ibu subjek di perkotaan (49.1%) sudah menyelesaikan pendidikan sampai jenjang sekolah menengah atas sedangkan sebagian besar ibu subjek di wilayah perdesaan (37.1%) hanya menyelesaikan pendidikan sampai jenjang sekolah dasar. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat pendidikan ayah dan ibu di SMA perkotaan dan perdesaan (p<0.05). Artinya tingkat pendidikan di SMA perkotaan lebih tinggi daripada di SMA perdesaan. Lama pendidikan maksimal ayah dan ibu subjek penelitian di perkotaan adalah 18 tahun atau setara S2 dan minimal 6 tahun atau setara SD. Median dari lama pendidikan ayah adalah 16 tahun sedangkan ibu adalah 12 tahun. Lama pendidikan maksimal ayah subjek penelitian di perdesaan adalah 12 tahun atau setara SMA dan minimal 6 tahun atau setara SD, sedangkan lama pendidikan ibu maksimal 16 tahun atau setara S1 . Median dari lama pendidikan ayah dan ibu adalah 9 tahun atau setara SMP.

Pendapatan keluarga diperoleh dari total seluruh pendapatan anggota keluarga yang kemudian dibagi dengan jumlah anggota keluarga sehingga diperoleh pendapatan/kapita/bulan. Besarnya pendapatan/kap/bulan didasarkan pada kriteria keluarga miskin menurut BPS Jawa Timur (2012). Sebagian besar pendapatan orang tua subjek di perkotaan dan perdesaan mempunyai penghasilan Rp ≥243 783 atau termasuk dalam kategori keluarga tidak miskin. Indrayani et al. (2010) menyatakan bahwa semakin tinggi status ekonomi maka usia awal pubertas akan semakin muda. Hal ini berkaitan dengan kemudahan untuk mendapatkan makanan berkualitas yang berpengaruh pada status gizi. Semakin baik status gizi maka dapat menyebabkan pubertas menjadi lebih awal. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan per kapita/bulan di perkotaan dan perdesaan (p>0.05).

Pengetahuan Gizi

(27)

15

Sebagian besar subjek di SMA perkotaan mempunyai pengetahuan gizi sedang (62.3%), sedangkan pada SMA perdesaan sebagian besar mempunyai pengetahuan gizi kurang (68.6%). Hasil uji beda Independent T-Test menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara pengetahuan gizi di SMA perkotaan dan perdesaan (p<0.05). Artinya pengetahuan gizi di perkotaan lebih baik daripada di perdesaan. Nilai maksimal pengetahuan gizi subjek di SMA perkotaan adalah 90 dan minimal 20 sedangkan rata-ratanya adalah 60.11. Nilai maksimal pengetahuan gizi subjek di SMA perdesaan adalah 70 dan minimal 20. Rata-rata pengetahuan gizi subjek di SMA perdesaan adalah 50.71. Pengetahuan gizi di perkotaan lebih tinggi dari perdesaan dikarenakan subjek di perkotaan merupakan anak IPA sehingga lebih spesifik terhadap pengetahuan gizi dan menstruasi. Pengetahuan gizi merupakan salah satu faktor penentu kemungkinan kejadian kekurangan gizi selain masalah kemiskinan dan ketersediaan pangan. Orang yang memiliki pengetahuan gizi dan pendidikan yang tinggi cenderung untuk memilih bahan makanan yang baik daripada mereka yang berpendidikan rendah. Pengetahuan gizi menjadi landasan yang menentukan konsumsi pangan (Khomsan 2000).

Status Gizi

Status gizi menjadi penting karena merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Berikut ini merupakan perbandingan status gizi SMA kota dan SMA desa menurut kategori WHO 2007 yang disajikan pada Tabel 7.

Tabel 6 Pengetahuan gizi di SMA perkotaan dan perdesaan

Pengetahuan gizi Perkotaan Perdesaan

n (%) n (%)

Baik 3 5.7 0 0

Sedang 33 62.3 11 31.4

Kurang 17 32.1 24 68.6

Total 53 100 35 100

X + SD 63.11 + 12.41 50.71 + 10.51

Tabel 7 Status gizi di SMA perkotaan dan perdesaan berdasarkan IMT/U

Status gizi Perkotaan Perdesaan

n (%) n (%)

Sangat kurus 2 3.8 0 0

Kurus 0 0 4 11.4

Normal 43 81.1 27 77.1

Overweight 6 11.3 2 5.7

Obesitas 2 3.8 2 5.7

Total 53 100 35 100

(28)

Tabel 7 menunjukkan bahwa di SMA perkotaan dan perdesaan sebagian besar subjek penelitian mempunyai status gizi normal (81.1% dan 77.1%) Remaja putri yang memiliki status gizi baik mempunyai kecepatan pertumbuhan yang lebih tinggi pada masa pubertas dibanding dengan remaja putri yang kurang gizi (Riyadi 2003). Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara status gizi di SMA perkotaan dan perdesaan (p>0.05).

Karakteristik Menstruasi

Karakteristik menstruasi subjek meliputi usia menarche, panjang siklus menstruasi, dan lama menstruasi. Berikut ini disajikan Tabel 8 mengenai karakteristik menstruasi subjek.

Sebagian besar subjek penelitian di SMA perkotaan dan perdesaan mengalami usia menarche pada usia 10-13 tahun, yaitu sebesar 83% dan 80%. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara usia menarche di SMA perkotaan dan perdesaan (p>0.05). Usia menarche maksimal subjek di SMA perkotaan adalah 14 tahun dan minimal 10 tahun dengan median usia menarche 13 tahun. Sedangkan maksimal usia menarche subjek di perdesaan adalah 15 tahun dan minimal 10 tahun dengan Tabel 8 Karakteristik menstruasi subjek penelitian di SMA perkotaan dan perdesaan

Usia menarche Perkotaan Perdesaan

(29)

17 median usia menarche 12 tahun. Hal ini sejalan dengan Price (1994) bahwa menarche biasanya terjadi antara usia 12-13 tahun, dengan kisaran dari usia 9.1 tahun hingga 12.8 tahun. Menurut Manuaba (2001) semakin muda usia menstruasi maka kemungkinan besar akan mengalami dismenorea. Hal ini berkaitan dengan belum siapnya alat reproduksi mengalami perubahan dan juga masih terjadi penyempitan pada leher rahim sehingga menimbulkan rasa nyeri. Selain itu masih terjadi ketidakseimbangan hormon jika remaja mengalami menstruasi sebelum waktunya. Usia normal menarche pada remaja adalah 11-12 tahun.

Panjang siklus menstruasi merupakan jarak hari pertama haid ke hari pertama haid berikutnya. Sebagian besar subjek penelitian di SMA perkotaan (92.5%) dan perdesaan (85.7%) memiliki siklus menstruasi 21-35 hari atau tergolong pada siklus normal. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara siklus menstruasi di SMA perkotaan dan perdesaan (p>0.05). Siklus menstruasi maksimal subjek di SMA perkotaan adalah

adalah 37 hari dan minimal 18 hari. Median siklus menstruasi adalah 29 hari. Sedangkan siklus menstruasi maksimal subjek di SMA perdesaan adalah 38 hari dan minimal 21 hari. Median siklus menstruasi adalah 28 hari.

Sebagian besar subjek penelitian di SMA perkotaan dan perdesaan mengalami menstruasi selama 3-9 hari, yaitu sebanyak 84.9% untuk SMA perkotaan dan 68.6% untuk SMA perdesaan. Menurut Manuaba et al. (2009) perdarahan normal saat menstruasi berlangsung 3 sampai 7 hari. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara lama menstruasi di SMA perkotaan dan perdesaan (p>0.05). Menurut Novia (2008) semakin lama menstruasi maka semakin sering uterus berkontraksi akibatnya semakin banyak prostaglandin yang dikeluarkan. Sesuai dengan patologi dismenorea bahwa kadar prostaglandin yang berlebihan akan meningkatkan rasa nyeri saat menstruasi.

Dismenorea Primer

Nyeri saat menstruasi atau yang biasa disebut dismenorea merupakan rasa sakit yang menyertai menstruasi sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap aktivitas. Berikut ini disajikan sebaran subjek penelitian di SMA perkotaan dan perdesaan yang mengalami nyeri saat menstruasi.

Hasil Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian besar subjek selalu mengalami keluhan saat menstruasi (67.1%). Hasil uji Chi-Square menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kejadian dismenorea primer di

Tabel 9 Dismenorea subjek penelitian di SMA perkotaan dan perdesaan

Dismenorea Perkotaan Perdesaan Total

n (%) n (%) n %

Selalu 32 60.4 27 77.1 59 67.1

Kadang-Kadang 21 39.6 8 22.9 29 32.9

(30)

SMA perkotaan dan perdesaan (p>0.05). Tabel 10 mendeskripsikan lama saat subjek mengalami dismenorea primer.

Hasil Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar subjek di SMA perkotaan dan perdesaan mengalami dismenorea pada hari pertama (67.9% dan 77.1%). Hal ini sejalan dengan pernyataan Baradero et al. (2006) yang menyatakan bahwa nyeri mulai dirasakan pada 24 jam pertama menstruasi (hari pertama menstruasi) dan bisa bertahan selama 48-72 jam.

Derajat Dismenorea Primer

Dismenorea primer timbul pada masa remaja, yaitu sekitar 2-3 tahun setelah menarche dan mencapai maksimal antara usia 15-25 tahun. Berikut ini disajikan Tabel 11 mengenai persebaran derajat dismenorea primer pada remaja putri di SMA perkotaan dan perdesaan.

Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar di SMA perkotaan subjek mengalami dismenorea berat (41.5%). Di SMA perdesaan sebagian besar subjek (60%) mengalami dismenorea sedang. Hasil uji Chi-Square menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara derajat dismenorea primer di SMA perkotaan dan perdesaan (p<0.05). Artinya lebih banyak SMA perkotaan yang mengalami dismenorea tingkat berat.

Dismenorea menyebabkan ketidaknyamanan saat beraktivitas sehingga secara tidak langsung akan mengganggu produktivitas (Khorsidi et al. 2003). Permasalahan dismenorea berdampak pada penurunan kualitas hidup akibat tidak masuk sekolah maupun bekerja ( Antao et al. 2005). Berikut ini disajikan Tabel 12 mengenai sebaran subjek penelitian yang menyatakan mengalami gangguan aktivitas saat mengalami dismenorea.

Tabel 10 Lama subjek penelitian SMA perkotaan dan perdesaan mengalami dismenorea

Hari saat dismenorea Perkotaan Perdesaan

n (%) n (%)

Hari 1 36 67.9 27 77.1

Hari 2 12 22.6 8 22.9

>Hari 3 5 9.4 0 0

Total 53 100 35 100

Tabel 11 Derajat dismenorea primer SMA perkotaan dan perdesaan Derajat

Dismenorea

Perkotaan Perdesaan Total

n (%) n (%) n %

Ringan 13 24.5 12 34.3 25 28.4

Sedang 18 34 21 60 39 44.3

Berat 22 41.5 2 5.7 24 27.3

(31)

19

Tabel 12 menunjukkan bahwa sebagian besar subjek di SMA perkotaan (58.5%) menyatakaan dismenorea kadang-kadang mengganggu aktivitas. Berbeda halnya dengan SMA di perdesaan dimana lebih dari setengah subjek penelitian (77.1%) yang mengalami dismenorea primer merasa terganggu aktivitasnya. Hal ini sejalan dengan penelitian Kurniawati (2008) yang menunjukan bahwa dismenorea mempengaruhi aktivitas siswi SMK Batik 1 Surakarta, dari 85 siswi yang menjadi responden penelitian 61.7% di antaranya mengalami penurunan aktivitas. Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara gangguan keluhan dismenorea dengan aktivitas di SMA perkotaan dengan subjek SMA di perdesaan (p<0.05).

Cara Mengatasi Dismenorea Primer

Dismenorea primer yang terkadang mengganggu terhadap aktivitas sehari-hari dapat diatasi dengan berbagai cara. Berikut ini merupakan cara subjek penelitian dalam mengatasi dismenorea primer.

Tabel 13 menunjukkan bahwa cara utama yang paling banyak dilakukan oleh subjek penelitian di SMA perkotaan dan perdesaan adalah istirahat/berbaring (23.8% dan 18.2%). Akses informasi berpengaruh terhadap cara-cara subjek mengatasi dismenorea primer. Berikut ini merupakan cara subjek mendapatkan informasi mengenai penanganan dismenorea primer.

Tabel 12 Gangguan dismenorea primer SMA perkotaan dan perdesaan Gangguan keluhan menstruasi

terhadap aktivitas

Perkotaan Perdesaan

n (%) n (%)

Iya 21 39.6 27 77.1

Kadang-kadang 32 60.4 8 22.9

Total 53 100 35 100

Tabel 13 Cara mengatasi dismenorea primer SMA perkotaan dan perdesaan

Cara mengatasi n Perkotaan n Perdesaan

(%) (%)

Istirahat/berbaring 21 23.8 16 18.2

Mengompres perut dengan air hangat

10 11.4 8 9.1

Minum obat nyeri 14 15.9 11 12.5

Mengatur pola makan 8 9.1 4 4.5

Pergi ke dokter 1 1.1 0 0

Minum jamu 18 20.4 12 13.6

(32)

Tabel 14 menunjukkan bahwa sebanyak 31.8% subjek penelitian SMA perkotaan dan 21.6% subjek penelitian SMA perdesaan memilih ibu sebagai sumber informasi, artinya terjadi kedekatan secara emosional antara orang tua dan anak.

Konsumsi Kafein

Menurut Dianamawih (2003) kafein dapat mempersempit pembuluh darah dan meningkatkan ketegangan otot uterus. Kafein menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dengan menghambat kerja adenosine untuk mendilatasi pembuluh darah. Pada saat vasokontriksi maka uterus mengalami hipoksia sehingga hal inilah yang menyebabkan otot menjadi tidak rileks dan menimbulkan rasa nyeri saat menstruasi

Tabel 15 berikut merupakan sebaran subjek penelitian berdasarkan frekuensi konsumsi kafein dalam makanan atau minuman.

Tabel 15 menunjukkan bahwa sebagian besar subjek penelitian di SMA perkotaan mengonsumsi minuman berkafein dengan frekuensi 2x/hari (39.6%) sedangkan di perdesaan 42.9% mengonsumsi minuman berkafein 1x/hari. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara frekuensi konsumsi kafein di SMA perkotaan dengan subjek SMA di perdesaan (p<0.05). Artinya frekuensi mengonsumsi minuman berkafein pada subjek di SMA perkotaan lebih tinggi jika dibandingkan dengan SMA perdesaan. Berdasarkan analisis secara deskriptif, asupan kafein/hari dalam minuman yang biasa dikonsumsi oleh subjek di SMA perkotaan maksimal 345 mg dan minimal 0

Sumber

Frekuensi konsumsi kafein Perkotaan Perdesaan

(33)

21 gram dengan rata-rata asupan minuman berkafein/hari adalah 97.11 mg. Subjek penelitian di SMA perdesaan mengasup minuman berkafein/hari maksimal 230 mg dan minimal 0 gram dengan rata-rata asupan minuman berkafein/hari adalah 70.29 mg. Sebagian besar subjek penelitian di SMA perkotaan dan perdesaan mengonsumsi minuman berkafein dalam teh yaitu sebesar 35.8% dan 42.9%.

Perilaku mengonsumsi kafein semakin banyak ditemukan pada remaja dan dewasa muda. Whalen et al (2008) menyatakan bahwa 75-98% golongan muda berusia hingga 18 tahun mengonsumsi minimal satu minuman berkafein setiap hari (National Sleep Foundation 2006), dengan 31% mengonsumsi minuman berkafein lebih dari dua gelas per hari. Berikut ini merupakan jenis kafein yang paling sering dikonsumsi subjek dalam makanan dan minuman

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan subjek penelitian diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner FFSQ (food frequency semiquantitatif). Tabel 17 menunjukkan jumlah rata-rata konsumsi dan tingkat kecukupan gizi subjek dalam sehari.

Rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein di SMA perkotaan dan perdesaan tergolong normal (106.6% dan 109.7%) sedangkan tingkat kecukupan lemak di perkotaan juga tergolong normal (106.6%) dan tergolong defisit ringan (89.4%) untuk SMA perdesaan. Tingkat kecukupan Zn subjek di SMA perkotaan dan perdesaan tergolong defisit (73.9% dan 54.1%). Begitupun dengan tingkat

Tabel 16 Jenis kafein yang dikonsumsi

Jenis kafein Perkotaan Perdesaan

n (%) n (%)

Coklat 9 17 8 22.9

Minuman bersoda 12 22.6 5 14.3

Teh 19 35.8 15 42.9

Kopi 11 20.8 5 14.3

Minuman berenergi 0 0 0 0

Tabel 17 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan subjek di SMA perkotaan dan perdesaan

Zat gizi Asupan TKG (%)

Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan

Energi (kkal) 2266 2331 106.6 109.7

Protein (gram) 71 70.3 111.6 110.5

Lemak (gram) 75.7 63.5 106.6 89.4

Zn (mg) 11 8.1 73.9 54.1

Vitamin E (mg) 0.8 0.6 5.5 3.7

Vitamin B1 (mg) 1 1 92.1 94.3

(34)

kecukupan vitamin E yang tergolong defisit untuk SMA perkotaan maupun perdesaan (5.5% dan 3.7%). Tingkat kecukupan vitamin B1 dan B6 di SMA perkotaan dan perdesaaan rata-rata tergolong cukup.

Energi

Kebutuhan energi menurut FAO (2001) adalah konsumsi energi yang berasal dari makanan yang diperlukan untuk beraktivitas. Angka Kecukupan Energi berdasarkan Hardinsyah dkk. (2012) untuk remaja putri berusia 13-15 dan 16-18 tahun sebesar 2.125 kkal. Berikut adalah sebaran subjek penelitian di SMA perkotaan dan perdesaan berdasarkan kategori tingkat kecukupan energinya.

Sebagian besar subjek penelitian di SMA perkotaan dan perdesaan mempunyai tingkat kecukupan energi normal (81.1% dan 68.6%) dan tidak ada subjek penelitian yang mengalami defisit berat di SMA perkotaan maupun perdesaan. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara TKE di SMA perkotaan dan perdesaan (p>0.05). Tingkat kecukupan energi maksimal subjek di SMA perkotaan 140% dan minimal 84% dengan median TKE adalah 104%. Tingkat kecukupan energi maksimal subjek di SMA perdesaan 140% dan minimal 84% dengan median TKE adalah 109%. Jenis pangan sumber energi yang paling sering dikonsumsi oleh subjek penelitian di SMA perkotaan dan perdesaan adalah nasi (100%). Jenis pangan sumber energi kedua di SMA perkotaan adalah roti (17.6%) sedangkan di SMA perdesaan sumber energi ke dua adalah mie instan (11.6%).

Protein

Protein berfungsi untuk memperbaiki jaringan tubuh, pertahanan tubuh, dan menghasilkan energi. Angka Kecukupan Protein berdasarkan Hardinsyah dkk.(2012) untuk remaja putri berusia 13-15 tahun sebesar 69 gram dan usia 16-18 tahun sebesar 59 gram perhari. Berikut adalah sebaran subjek penelitian berdasarkan tingkat kecukupan protein.

Tabel 18 Sebaran subjek penelitian berdasarkan persentase TKE

Kategori Perkotaan Perdesaan

n (%) n (%)

Defisit berat 0 0 0 0

Defisit sedang 0 0 1 2.9

Defisit ringan 2 3.8 3 8.6

Normal 43 81.1 24 68.6

Lebih 8 15.1 7 20

Total 53 100 35 100

(35)

23

Tabel 19 menunjukkan bahwa sebagian besar subjek penelitian di perkotaan dan perdesaan mempunyai tingkat kecukupan protein normal. Tidak ada subjek penelitian di perkotaan dan perdesaan yang mengalami defisit berat dan sedang. Hasil uji beda Independent Sample T-Test menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara TKP di SMA perkotaan dan perdesaan. Tingkat kecukupan protein maksimal subjek di SMA perkotaan adalah 151% dan minimal 81% dengan rata-rata TKP adalah 115%. Tingkat kecukupan protein maksimal subjek di SMA perdesaan 152% dan minimal 85% dengan rata-rata TKP adalah 114%. Jenis pangan sumber protein yang paling sering dikonsumsi oleh subjek penelitian di SMA perkotaan adalah ikan laut (12.6%) sedangkan pangan sumber protein di SMA perdesaan adalah telur ayam (11.7%). Lemak

Lemak merupakan zat gizi kedua yang digunakan tubuh sebagai bahan bakar untuk menghasilkan energi.Lemak berfungsi sebagai komponen penting pada membran sel yang akan mempengaruhi transport cairan antar sel selama pembentukan jaringan endometrium (Harel 2006). Kontribusi energi dari lemak sebaiknya sekitar 30% pada usia 4-18 tahun. Angka Kecukupan Lemak (AKL) berdasarkan untuk remaja putri berusia 13-15 dan 16-18 tahun sebesar 71 gram perhari (Hardinsyah 2012). Berikut adalah sebaran subjek penelitian berdasarkan tingkat kecukupan lemak

Tabel 20 Sebaran subjek penelitian berdasarkan persentase TKL

Kategori Perkotaan Perdesaan

n (%) n (%)

Tabel 20 menunjukkan bahwa sebagian besar subjek penelitian di perkotaan mempunyai tingkat kecukupan lemak normal dan defisit ringan untuk wilayah perdesaan. Hasil uji beda Independent Sample T-Test menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara TKL di SMA perkotaan dan Tabel 19 Sebaran subjek penelitian berdasarkan persentase TKP

Kategori Perkotaan Perdesaan

(36)

perdesaan. Artinya tingkat kecukupan lemak di perkotaan lebih baik dari perdesaan. Jenis pangan sumber lemak yang paling sering dikonsumsi oleh subjek penelitian di SMA perkotaan adalah susu dan minyak sedangkan di perdesaan adalah minyak. Pentingnya konsumsi lemak pada masa reproduksi adalah untuk memproduksi hormon dan enzim yang berfungsi mengontrol semua reaksi dan proses yang ada dalam tubuh, antara lain FSH (Follicle Stimulating Hormon), yaitu hormon yang merangsang kelenjar adrenal untuk memproduksi estrogen yang membantu pertumbuhan payudara dan alat genital lain. Menurut Shepard (2005) terjadinya menarche pada anak perempuan dipicu oleh massa tubuh dan persentase lemak (17%), selanjutnya 22% lemak tubuh diperlukan untuk memperbaiki menstruasi.

Seng

Seng dapat menghambat metabolisme prostaglandin di endometrium manusia (Kelly dan Abel, 1983). Mekanisme kerja seng pada dismenorea adalah sebagai inhibitor pada produksi prostaglandin. Seng diteliti sebagai salah satu terapi untuk nyeri saat menstruasi karena efeknya dapat mengurangi sintesis prostaglandin melalui kemampuannya sebagai antiinflamasi. Berikut adalah sebaran subjek penelitian di SMA perkotaan dan perdesaan berdasarkan kategori tingkat kecukupan seng.

Sebagian besar subjek penelitian di perkotaan dan perdesaan mempunyai tingkat kecukupan seng dalam kategori defisit. Hasil uji beda Independent Sample T-Test menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara TKZn di SMA perkotaan dan perdesaan. Tingkat kecukupan seng maksimal subjek di SMA perkotaan adalah 102% dan minimal 51% dengan rata-rata TKZn adalah 76%. Tingkat kecukupan seng maksimal subjek di SMA perdesaan 90% dan minimal 37% dengan rata-rata TKZn adalah 55%. Jenis pangan sumber seng yang paling sering dikonsumsi oleh subjek penelitian di SMA perkotaan adalah ikan laut yaitu 12.6% sedangkan pangan sumber seng di SMA perdesaan adalah kacang tanah yaitu 8.3%.

Vitamin E

Vitamin E dapat mengurangi nyeri menstruasi melalui hambatan terhadap biosintesis prostaglandin. Struktur dari vitamin E hampir sama dengan dengan asam arakidonat yang berfungsi menghambat produksi prostaglandin

(inhibitor kompetitif). Angka Kecukupan Vitamin E berdasarkan Hardinsyah dkk.

(2012) untuk remaja putri berusia 13-15 dan 16-18 tahun sebesar 15 mg per hari. Tabel 21 Sebaran subjek penelitian berdasarkan persentase TKZn

Kategori Perkotaan Perdesaan

n (%) n (%)

Defisit 30 56.6 32 91.4

Cukup 23 43.4 3 8.6

Total 53 100 35 100

(37)

25 Berikut adalah sebaran subjek penelitian di SMA perkotaan dan perdesaan berdasarkan kategori tingkat kecukupan vitamin E

Tabel 22 menunjukkan bahwa seluruh subjek penelitian di perkotaan dan perdesaan mempunyai angka kecukupan vitamin E defisit, hal ini dapat disebabkan oleh kebutuhan tubuh terhadap vitamin E lebih tinggi daripada asupan. Hasil uji beda Independent Sample T-Test menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara TKVitamin E di SMA perkotaan dan perdesaan. Tingkat kecukupan vitamin E maksimal subjek di SMA perkotaan adalah 15% dan minimal 2% dengan rata-rata TKVitamin E adalah 5.2%. Tingkat kecukupan vitamin E maksimal subjek di SMA perdesaan 8% dan minimal 0% dengan rata-rata TKVitamin E adalah 3.5%. Jenis pangan sumber vitamin E yang paling sering dikonsumsi oleh subjek penelitian di SMA perkotaan dan perdesaan adalah bayam (15.3%) dan kacang tanah (8.3%).

Vitamin B1 dan B6

Berikut adalah sebaran subjek penelitian di SMA perkotaan dan perdesaan berdasarkan kategori tingkat kecukupan vitamin B1 dan B6

Tabel 23 menyatakan bahwa sebagian besar subjek penelitian di perkotaan

dan perdesaan mempunyai tingkat kecukupan vitamin B1 termasuk dalam kategori cukup. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara TKVitamin B1 di SMA perkotaan dan perdesaan. Tingkat kecukupan vitamin B1 maksimal subjek di SMA perkotaan adalah 136% dan minimal 54% dengan median TKVitamin B1 adalah 81%. Tingkat kecukupan vitamin B1 maksimal subjek di SMA perdesaan 154% dan minimal 36% dengan median TKVitamin B1 adalah 100%. Jenis pangan sumber vitamin B1 yang paling sering dikonsumsi oleh subjek penelitian di SMA perkotaan dan perdesaan adalah ikan (12.6%) dan telur (11.7%). Selanjutnya sebaran subjek penelitian berdasarkan kategori tingkat kecukupan vitamin B6.

Tabel 22 Sebaran subjek penelitian berdasarkan persentase TKVitamin E

Kategori Perkotaan Perdesaan

n (%) n (%)

Defisit 53 100 35 100

Cukup 0 0 0 0

Total 53 100 35 100

X + SD 5.23 + 2.28 3.51 + 2.59

Tabel 23 Sebaran subjek penelitian berdasarkan persentase TKVitamin B1

Kategori Perkotaan Perdesaan

n (%) n (%)

Defisit 17 32.1 11 31.4

Cukup 36 67.9 24 68.6

Total 53 100 35 100

(38)

Tabel 24 menunjukkan bahwa sebagian besar subjek penelitian di perkotaan dan perdesaan mempunyai tingkat kecukupan vitamin B6 termasuk dalam kategori cukup. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara TKVitamin B6 di SMA perkotaan dan perdesaan. Tingkat kecukupan vitamin B6 maksimal subjek di SMA perkotaan adalah 258% dan minimal 50% dengan median TKVitamin B6 adalah 100%. Tingkat kecukupan vitamin B6 maksimal subjek di SMA perdesaan 216% dan minimal 50% dengan median TKVitamin B6 adalah 125%. Jenis pangan sumber vitamin B6 yang paling sering dikonsumsi oleh subjek penelitian di SMA perkotaan dan perdesaan adalah beras (100%).

Hubungan Pengetahuan Gizi dan Konsumsi Pangan

Pengetahuan gizi berperan dalam pembentukan kebiasaan makan seseorang (Harper et al. 1985). Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi dengan tingkat kecukupan energi, vitamin B1, dan vitamin B6 (p>0.05). Hal ini diduga karena makanan yang dikonsumsi secara kuantitas mungkin sudah cukup, tetapi belum mencukupi secara kualitas. Nilai r pada tingkat kecukupan energi (r= -0.077), vitamin B1 (r= -0.320) dan B6 (r= -0.156) bernilai negatif, artinya semakin tinggi pengetahuan gizi maka semakin menurun tingkat kecukupannya. Hal ini diduga karena pengetahuan gizi yang baik belum tentu mempunyai perilaku gizi yang baik, oleh karena itu masih dibutuhkan motivasi dan perhatian agar individu mau mengubah pola hidupnya dalam pemilihan bahan makanan.

Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson juga terdapat hubungan yang tidak signifikan antara pengetahuan gizi dengan tingkat kecukupan protein, lemak, dan vitamin E (p>0.05). Tetapi terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi dengan Zn (p<0.05) (r= 0.267). Artinya semakin tinggi pengetahuan gizi, maka asupan Zn juga semakin baik.

Hubungan Konsumsi Pangan dan Status Gizi

Hasil uji korelasi Spearman antara energi dengan status gizi menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) (r= 0.551). Artinya semakin tinggi Tabel 24 Sebaran subjek penelitian berdasarkan persentase TKVitamin B6

Kategori Perkotaan Perdesaan

n (%) n (%)

Defisit 19 35.8 4 11.4

Cukup 34 64.2 31 88.6

Total 53 100 35 100

(39)

27 asupan energi maka semakin baik status gizi subjek tetapi berbeda dari hasil uji korelasi vitamin B1 dan B6 terhadap status gizi yang menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05). Hal ini diduga vitamin tersebut digunakan untuk memperlancar siklus menstruasi dan mengurangi nyeri haid karena berdasarkan data diketahui bahwa sebagian besar subjek penelitian di SMA perkotaan mengalami dismenorea berat dan di SMA perdesaan sebagian besar subjek mengalami dismenorea sedang.

Hasil uji korelasi Pearson antara protein dan lemak dengan status gizi menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) (r=0.384) (r=0.488). Sedangkan hasil uji korelasi seng dan vitamin E terhadap status gizi menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05). Hal ini diduga bioavailabilitas dari seng yang masih rendah. Diketahui bahwa subjek banyak mendapatkan asupan seng dari pangan nabati. Hal ini mengacu kembali pada kandungan zat-zat antinutrisi bahan pangan nabati seperti asam fitat yang dapat menghambat proses penyerapan seng dari pangan yang dikonsumsi. Sedangkan asupan vitamin E tidak berhubungan diduga karen asupan vitamin E subjek masih di bawah AKG selain itu vitamin E agar dapat diserap oleh tubuh membutuhkan vehicle, yaitu lemak. Vitamin E akan diserap secara optimal jika diasup secara terpisah yaitu pada makan pagi, makan siang, dan makan malam (Felicia 2012). Besar kemungkinan subjek mendapatkan asupan vitamin E secara tidak teratur, karena jika melihat dari pola konsumsi hampir sebagian besar subjek mempunyai pola makan yang tidak beragam dan tidak teratur.

Hubungan Status Gizi dan Karakteristik Menstruasi

Hasil uji korelasi Spearman antara status gizi dan usia menarche menunjukkan hubungan yang signifikan (p<0.05) (r= -0.408). Hal ini selaras dengan Lusiana (2007) bahwa usia menarche dipengaruhi oleh keadaan gizi dan kesehatan umum yang membaik. Sedangkan hasil uji korelasi Spearman antara status gizi dengan siklus menstruasi dan lama menstruasi menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p>0.05). Hal ini diduga faktor stress dan kurangnya olahraga menjadi salah satu faktor terpenting terhadap siklus dan lama menstruasi. Depkes (2006) menyatakan bahwa kesehatan remaja ternyata tidak hanya terfokus pada kesehatan fisik saja tetapi juga non fisik (mental, emosional, dan psikososial). Jika kesehatan non fisik terganggu, maka secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kerja hormonal. Olahraga juga berpengaruh terhadap kerja hormon, yaitu hormon endorphin. Hormon endorphin dapat mendorong munculnya rasa gembira, tenang dan nyaman. Jika jarang berolahraga, maka kemungkinan besar kerja hormon endorphin tidak maksimal.

Hubungan Karakteristik Menstruasi dan Derajat Dismenorea Primer

(40)

primer menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05). Karakteristik menstruasi tidak berhubungan dengan derajat dismenorea disebabkan karena dismenorea primer merupakan manifestasi dari faktor fisik dan psikologis seseorang yang berpengaruh dalam jangka panjang (Hurst 2008) sehingga karakteristik menstruasi tidak berpengaruh terhadap kejadian dismenorea primer.

Hubungan Status Gizi dan Dismenorea Primer

Waryana (2010) mengungkapkan bahwa status gizi yang baik akan berpengaruh terhadap kesehatan. Hasil uji korelasi Spearman antara status gizi dan derajat dismenorea primer menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05). Hal ini sesuai dengan penelitian Silvana (2012) bahwa status gizi tidak berhubungan signifikan dengan dismenorea. Hasil dari penelitian Ningrum (2009) menyatakan obesitas berhubungan dengan kejadian dismenorea primer pada mahasiswi Fakultas Kedokteran UNS. Faktor keturunan dan aktivitas fisik diduga menjadi faktor penentu dalam kejadian dismenorea karena pada saat dilakukan proses wawancara sebagian besar subjek penelitian yang berkonsultasi untuk mengatasi dismenorea sehingga peneliti banyak mendapatkan informasi bahwa hampir sebagain besar subjek jarang melakukan olahraga.

Hubungan Asupan Zat Gizi Makro dan Derajat Dismenorea Primer

Hasil uji korelasi Spearman antara asupan energi, protein, dan lemak dengan derajat dismenorea primer menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05). Hal ini diduga zat gizi makro yang diasup oleh subjek lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan organ tubuh. Pada masa remaja terjadi perubahan biologis maupun psikologis sehingga kebutuhan akan zat gizi menjadi meningkat.

Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro dan Derajat Dismenorea Primer

Hasil uji korelasi Spearman antara asupan mikronutrien vitamin B1 terhadap derajat dismenorea primer menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05). Hal ini sejalan dengan uji klinik yang dilakukan sebelumnya di mana efek vitamin B1 tersebut lebih baik dari plasebo (Wilson and Murphy

2001). Vitamin B1 atau yang dikenal dengan tiamin dikenal sebagai antineuritik

Gambar

Gambar 1 Kerangka penelitian
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data primer
Tabel 3 Pengkategorian variabel penelitian
Tabel 4 Karakteristik subjek penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan survey pendahuluan yang peneliti lakukan pada tanggal 13 Januari 2014 terhadap 31 siswa-siswi di SMP Muhammadiyah 1 Kartasura , prevalensi status gizi siswa-siswi

Judul Penelitian : Hubungan antara Asupan Zat Gizi Mikro (Zat Besi, Vitamin B12, dan Vitamin A) dengan Kejadian Anemia pada Siswi SMK Negeri 1 Sukoharjo Jawa Tengah Nama

Hubungan Status Gizi dengan kejadian Anemia pada Remaja Putri Usia 12-14 Tahun. Efek Suplementasi Besi-Vitamin C dan Vitamin C TerhadapKadar Hemoglobin Anak Sekolah Dasar

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di SMAN 1 Kijang Kecamatan Bintan Timur, Kabupaten Bintan.. Depok:

hubungan antara asupan zat gizi dan aktivitas olahraga dengan kejadian Premenstrual Syndrome.. ( PMS ) pada remaja putri di SMA Negeri

138 PEMERIKSAAN STATUS GIZI REMAJA PUTRI SEBAGAI USAHA PENCEGAHAN MASALAH GIZI DI SMAN 1 BAITUSSALAM KABUPATEN ACEH BESAR Examination of the Nutritional Status of Youth Women as

Sholihah, matush, Andari, S, & Wirjatmadi, B 2019a, ‘Hubungan Tingkat Konsumsi Protein, Vitamin C, Zat Besi dan Asam Folat dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri SMAN 4 Surabaya

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara body image, tingkat konsumsi energi, dan tingkat konsumsi lemak dengan kejadian gizi lebih pada remaja putri SMAN 1