• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Jalan di Kota Solo dan Kecamatan Sekitarnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Jalan di Kota Solo dan Kecamatan Sekitarnya"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

SEBARAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

TERHADAP JALAN DI KOTA SOLO DAN

KECAMATAN SEKITARNYA

BARRY WICAKSONO

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Jalan Di Kota Solo dan Kecamatan Sekitarnya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

Barry Wicaksono

(4)

ABSTRAK

BARRY WICAKSONO. Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Jalan Di Kota Solo dan Kecamatan Sekitarnya. Dibimbing oleh KOMARSA GANDASASMITA dan KHURSATUL MUNIBAH.

Kota Solo merupakan salah satu Kota di provinsi Jawa Tengah yang menjadi pusat pertumbuhan dan mengalami perubahan penggunaan lahan. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis perubahan penggunaan lahan, (2) sebaran penggunaan lahan terhadap jalan, dan (3) perubahan jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Solo dan Kecamatan sekitar pada tahun 2002 dan 2013. Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan penggunaan lahan baik di Kota Solo maupun di kecamatan sekitar yang disebabkan oleh peningkatan kebutuhan akan pemukiman, industri dan pembangunan lain untuk menunjang kehidupan. Analisis sebaran penggunaan lahan terhadap jalan menunjukkan adanya keterkaitan antara sebaran jalan dengan penggunaan lahan. Lahan terbangun umumnya memiliki sebaran yang menurun dengan semakin jauh jaraknya terhadap jalan. Sedangkan lahan tidak terbangun memiliki sebaran yang meningkat dengan semakin jauh jaraknya dan kemudian mengalami penurunan hingga jarak maksimum. Jumlah RTH di Kota Solo dan kecamatan sekitar mengalami penurunan setiap tahunnya. Hasil analisis menunjukan luas RTH Kota Solo sebesar 11,59% dan pada kecamatan sekitar sebesar 62,3%. Sehingga dapat dikatakan bahwa Kota Solo belum memenuhi standar peraturan peraturan menteri pekerjaan umum No. 05/PRT/M/2008 yaitu sebesar 30%.

Kata kunci : RTH, non RTH, Sebaran Jalan, Aksesibilitas

ABSTRACT

BARRY WICAKSONO. Distribution of Land Use Change To The Road In Solo and District Area. Supervised by KOMARSA GANDASASMITA and KHURSATUL MUNIBAH.

Solo City is one of the cities in Central Java province which became the center of growth and land use changes. The aim of this research is (1) analyze changes in land use, (2) scattering of land use on the road, and (3) alteration in the amount of green open space (RTH) in Solo and surrounding the District in 2002 and 2013. The results showed a change of land use in the city of Solo and surrounding districts caused by the increase in demand for residential, industrial and other development to support life. Analysis spread of land use showed the correlation between distribution of land uses. Undeveloped land generally has a distribution that decreases with increasing distance to the road. While the land has not woken distribution increased with increasing distance and then decreased to the maximum distance. The amount of green space in the city of Solo and the surrounding districts has decreased each year. The results of the analysis showed extensive RTH Solo by 11,59% and the districts around at 62,3%. So it can be said that the city of Solo not meet the regulatory standards of public works ministerial regulation No. 05 / PRT / M / 2008 which was 30%.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

SEBARAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

TERHADAP JALAN DI KOTA SOLO DAN

KECAMATAN SEKITARNYA

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2015

(6)
(7)

Judul Skripsi : Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Jalan di Kota Solo dan Kecamatan Sekitarnya

Nama : Barry Wicaksono

NIM : A14080094

Disetujui oleh

Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, MSc Pembimbing I

Dr Khursatul Munibah, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Baba Barus, MSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Assalammu’alaikum. Wr. Wb

Bismillahirrahmanirrahiim. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, hidayah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat

meyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penelitian ini berjudul “Sebaran

Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Jalan di Kota Solo dan Kecamatan Sekitarnya”.

Skripsi ini merupakan hasil penelitian sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan bagi para pembacanya .

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, MSc (Alm) selaku Pembimbing Skripsi Utama dan Dr. Khursatul Munibah, MSc selaku Pembimbing Skripsi II yang telah memberikan dukungan, perhatian dan masukan bagi penulis dalam kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Baba Barus, MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam penulisan skripsi ini.

3. Keluarga yang saya cintai papah, mamah, adik atas perhatian dan kasih sayangnya.

4. Marlina SP. atas perhatian, dukungan moral serta bantuannya selama penelitian ini.

5. Keluarga besar di Kota Solo atas bantuannya selama peneliti melakukan survey lapang.

6. Seluruh sahabat MSL’45, Panjen corp, brotherhood dan ppj 46 terima

kasih atas kebersamaan dan dukungan yang telah diberikan.

7. Semua pihak yang telah membantu kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari penulisan karya ilmiah ini tidak luput dari kekurangan, untuk itu penulis sangat berterima kasih atas kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Januari 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR TABEL vii DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Penginderaan Jauh 2

Citra IKONOS dan GeoEye 3

Perubahan Penggunaan Lahan 4

Jaringan Jalan 5

Ruang Terbuka Hijau 6

METODE 7

Waktu, Lokasi, dan Data Penelitian 7

Bahan dan Alat 8

Metode Penelitian 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Karakteristik Penggunaan Lahan di Kota Solo dan Kecamatan Sekitarnya 11 Penggunaan Lahan Kota Solo dan Kecamatan Sekitar 2002 dan 2013 18 Perubahan Penggunaan Lahan Kota Solo dan Kecamatan Sekitar Tahun 2002

dan 2013 23

Sebaran Penggunaan Lahan terhadap Jalan di Kota Solo 26 Sebaran Penggunaan Lahan terhadap Jalan di Kecamatan Sekitar 30 Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan terhadap jalan di Kota Solo 33 Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan terhadap jalan di Kecamatan Sekitar

Solo 35

Perubahan RTH Menjadi Non RTH di Kota Solo dan Kecamatan Sekitar 37

SIMPULAN DAN SARAN 39

SIMPULAN 39

SARAN 39

(10)

RIWAYAT HIDUP 55

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Daerah Penelitian 7

Gambar 2. Diagram Alur Penelitian 10

Gambar 3. Kenampakan Obyek waduk di (a). citra (b). lapang 11 Gambar 4. Kenampakan Obyek Sungai di (a). citra (b). lapang 11 Gambar 5. Kenampakan Obyek Bandara di (a). citra (b). lapang 12 Gambar 6. Kenampakan Fasilitas Umum di (a). citra (b). lapang 12 Gambar 7. Kenampakan Obyek Jalan Raya di (a). citra (b). lapang 13 Gambar 8. Kenampakan Obyek Kawasan Industri di (a). citra (b). lapang 13 Gambar 9. Kenampakan Obyek Lahan Kering di (a). citra (b). lapang 14 Gambar 10. Kenampakan Obyek Lahan Terbuka di (a). citra (b). lapang 14 Gambar 11. Kenampakan Obyek Lapangan Olahraga di (a). citra (b).

lapang 15

Gambar 12. Kenampakan Obyek Pemukiman di (a). citra (b). lapang 15 Gambar 13. Kenampakan Obyek Pepohonan di (a). citra (b). lapang 16 Gambar 14. Kenampakan Obyek Rel Kereta di (a). citra (b). lapang 16 Gambar 15. Kenampakan Obyek Sawah di (a). citra (b). lapang 17 Gambar 16. Kenampakan Obyek Semak di (a). citra (b). lapang 17 Gambar 17. Luas Penggunaan Lahan (a). Kota Solo (b). Kecamatan

Sekitar 19

Gambar 18. Peta Penggunaan Lahan (a). Kota Solo tahun 2002 (b). Kota

Solo tahun 2013 21

Gambar 19. Peta Penggunaan Lahan (a). Kecamatan Sekitar Kota Solo tahun 2002 (b). Kecamatan Sekitar Kota Solo Tahun 2013 22 Gambar 20. Grafik sebaran penggunaan lahan di Kota Solo terhadap (a).

jalan nasional (b). jalan propinsi dan (c). jalan lokal 27 Gambar 21. Grafik sebaran penggunaan lahan di kecamatan sekitar Solo

terhadap (a). jalan nasional (b). jalan propinsi dan (c). jalan

lokal 31

Gambar 22. Grafik sebaran perubahan penggunaan lahan Kota Solo terhadap (a). jalan nasional (b). jalan propinsi (c). jalan lokal 34 Gambar 23. Grafik sebaran perubahan penggunaan lahan kecamatan

sekitar terhadap (a). jalan nasional (b). jalan propinsi (c).

jalan lokal 36

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Spesifikasi Satelit Ikonos 3

Tabel 2. Karakteristik Dasar Citra Satelit GeoEye-1 4

Tabel 3. Data Penelitian 8

Tabel 4. Penggunaan Lahan Kota Solo dan Kecamatan Sekitarnya Tahun

2002 dan 2013 dalam (%) 20

Tabel 5. Matrik Perubahan Penggunaan Lahan Kota Solo Tahun 2002

dan 2013 (Ha) 24

Tabel 6. Matrik Perubahan Penggunaan Lahan Kecamatan Sekitar Tahun

2002 dan 2013 (Ha) 25

Tabel 7. Perubahan Penggunaan Lahan RTH Kota Solo 37 Tabel 8. Perubahan Penggunaan Lahan RTH Kecamatan Sekitarnya 37

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel sebaran penggunaan lahan terhadap jalan Nasional

Kota Solo (dalam %) 41

Lampiran 2. Tabel sebaran penggunaan lahan terhadap jalan Propinsi

Kota Solo (dalam %) 43

Lampiran 3. Tabel sebaran penggunaan lahan terhadap jalan Lokal Kota

Solo (dalam %) 44

Lampiran 4. Tabel sebaran penggunaan lahan terhadap jalan Nasional

kecamatan sekitar Kota Solo (dalam %) 45

Lampiran 5. Tabel sebaran penggunaan lahan terhadap jalan Propinsi

kecamatan sekitar Kota Solo (dalam %) 50

Lampiran 6. Tabel sebaran penggunaan lahan terhadap jalan lokal

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kota Surakarta yang juga disebut Kota Solo terletak di wilayah di Jawa Tengah. Kota Solo berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali di sebelah utara, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah timur dan barat, dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah selatan. Jumlah penduduk Kota solo berjumlah 503.421 jiwa (2010), dengan kepadatan 11.000/km2. Kota Solo merupakan salah satu pusat pertumbuhan di wilayah Jawa

Tengah.

Surakarta sebagai salah satu kota di Wilayah Propinsi Jawa Tengah yang pertumbuhannya sangat pesat, mengalami perkembangan di seluruh bidang kegiatan. Baik dalam bidang industri, jasa, pemukiman, pendidikan, perdagangan maupun transportasi. Seiring dengan perkembangan wilayah perkotaan tersebut, maka terjadi alih fungsi lahan yang tadinya merupakan lahan pertanian yang tidak terbangun menjadi daerah terbangun.

Pertambahan jumlah penduduk di Kota mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan terutama dari Ruang Terbuka Hijau menjadi pemukiman dan kawasan terbangun lainnya. Manusia berperan sebagai pengatur ekosistem dalam penggunaan lahan, dengan menyingkirkan komponen-komponen yang dianggapnya tidak berguna ataupun dengan mengembangkan komponen yang diperkirakan akan menunjang penggunaan lahan. Hal ini menyebabkan jumlah RTH semakin berkurang setiap tahunnya. RTH memiliki beberapa fungsi pokok, seperti fungsi fisik-ekologis, fungsi ekonomis, dan fungsi sosial budaya. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008, penyediaan RTH di perKotaan sebesar 30%. 20% Untuk RTH publik dan 10% untuk RTH private. Pentingnya keberadaan RTH perKotaan ditunjukkan oleh adanya kesepakatan dalam Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio De Jenairio, Brazil (1992) dan dipertegas lagi pada KTT Johannesburg, Afrika Selatan (2002) yang menyatakan bahwa sebuah Kota idealnya memiliki luas RTH minimal 30% dari total luas Kota

Penginderaan jauh merupakan ilmu untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah dan fenomena yang dikaji. Penginderaan jauh memiliki peran penting dalam menganalisis perubahan penggunaan lahan. Perubahan alih fungsi lahan umumnya terjadi pada lahan tidak terbangun menjadi lahan terbangun akibat meningkatnya kebutuhan akan pemukiman, industri, serta pembangunan lain.

(14)

kawasan industri, bandara dan fasilitas umum serta kawasan tidak terbangun yang meliputi pepohonan, sawah, semak, lahan terbuka, lahan kering dan lapangan olahraga. Selain itu, perbedaan sebaran jalan dipengaruhi oleh ketersediaan sarana dan prasarana jalan suatu daerah.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis (1) perubahan penggunaan lahan, (2) Sebaran perubahan penggunaan lahan terhadap jalan, dan (3) perubahan jumlah Ruang Terbuka Hijau Kota Solo dan Kecamatan sekitarnya pada tahun 2002 dan 2013.

TINJAUAN PUSTAKA

Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Sistem penginderaan jauh pasif, yaitu sistem penginderaan jauh yang energinya jauh dari matahari.

Prinsip pengenalan objek pada citra secara visual bergantung pada karakteristik atau atribut yang tergambar pada citra. Karakteristik objek pada citra digunakan sebagai unsur pengenalan objek yang disebut unsur-unsur interpretasi. Menurut Sutanto (1994) unsur-unsur interpretasi

1) Rona dan warna. Rona menunjukkan tingkat kegelapan atau kecerahan objek pada citra, sedangkan warna adalah wujud yang tampak oleh mata. Rona ditunjukkan dengan warna gelap atau putih. Pantulan rendah, ronanya gelap, pantulan tinggi ronanya putih.

2) Bentuk adalah variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau kerangka suatu objek. Bentuk merupakan atribut yang jelas sehingga banyak objek yang dapat dikenali berdasarkan bentuknya saja, seperti bentuk memanjang, lingkaran, dan segi empat.

3). Ukuran adalah atribut objek yang terdiri dari jarak, luas, tinggi, kemiringan lereng, dan volume.

4). Kekasaran adalah frekwensi perubahan rona pada citra atau pengulangan rona terhadap objek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual.

5). Tekstur, merupakan frekuensi perubahan rona dalam citra foto udara. 6). Pola adalah hubungan susunan spasial objek. Pola merupakan ciri yang

menandai objek bentukan manusia ataupun alamiah.

7). Bayangan adalah aspek yang menyembunyikan detail objek yang berada di daerah gelap.

8). Situs adalah letak suatu objek terhadap objek lain di sekitarnya.

(15)

Citra IKONOS dan GeoEye

Citra IKONOS adalah salah satu citra yang memiliki resolusi tinggi, dioperasikan oleh GeoEye yang berasal dari bawah Lockheed Martin Corporation sebagai Commercial Remote Sensing System (CRSS) satelit. Pada tanggal 25 Oktober 1995 perusahaan Mitra Space Imaging menerima lisensi dari Komisi Komunikasi Federal (FCC) untuk mengirimkan telemetri dari satelit di Bumi delapan giga hertz band ExplorationSatellite Service. Sebelum memulai, Space Imaging mengubah nama untuk satelit IKONOS

IKONOS merupakan satelit penginderaan jauh milik Space Imaging (USA) yang beresolusi spasial tinggi, diluncurkan pada 24 September 1999 di Vanberg, California. Kata IKONOS berasal dari bahasa Yunani yang artinya citra/image. Satelit ini dirancang untuk beroperasi selama 7 tahun yang mengorbit pada ketinggian 680 km dari permukaan bumi. Spesifikasi satelit Ikonos disajikan pada Tabel 1

Tabel 1. Spesifikasi Satelit Ikonos

Data Teknis Satelit IKONOS

Tanggal peluncuran

24 September 1999 di Vabdeberg Air Force Base, California, USA

Data Orbit:

-Orbit 98,10, sun synchronous

-Ketinggian 681 km

-Kecepatan pada orbit 7,5 km/detik

-Kecepatan di atas bumi 6,8 km/detik

-Waktu orbit mengelilingi bumi 98 menit

Resolusi Spasial:

-Resolusi pada nadir 0,82 m Pankromatik ; 3,2 m MS

-Resolusi 260 off-nadir 1,0 m Pankromatik ; 4,0 MS

Resolusi Temporal: 3 hari pada lintang 400

Resolusi Spektral Pankromatik : 0,45 - 0,90 μm

Luas Liputan (scane) (11,3 x 11,3) km pada nadir

Sumber: (Rudianto. 2010)

Resolusi spasial yang tinggi tersebut memberikan peluang untuk dapat mendeteksi pemukiman secara rinci. Rekaman citra satelit IKONOS menggunakan saluran atau panjang gelombang pankromatik (sinar tampak) dan saluran inframerah dengan pantulan inframerah dekat. Kombinasi saluran menghasilkan warna palsu yang dapat digunakan untuk identifikasi bumi.

(16)

simultan melakukan perekaman saluran pankromatik dengan resolusi spasial 0,41 meter dan saluran multispektral dengan resolusi spasial 1,65 meter. Akan tetapi berdasarkan kebijakan pemerintah AS resolusi spasial yang diperkenankan untuk kepentingan komersial adalah resolusi 0,5 meter dan 2 meter.Karakteristik Dasar Citra Satelit GeoEye-1 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik Dasar Citra Satelit GeoEye-1

Sistem GeoEye-1

Tanggal Peluncuran 6 September 2008 di Pangkalan Angkatan

Udara Vandenberg, California, USA

Masa operasional orbit Lebih dari 7 tahun

Kecepatan dalam orbit 7,5 kilometer per detik

Altitude 681 kilometers

Resolusi pada titik Nadir 0,41 meter panchromatic; 1.65 meters

multispectral

Resolusi Spasial 0,41 meter panchromatic; 1.65 meters

multispectral

Resolusi Spektral Panchromatic: 450 - 800 nm

Blue: 450 - 510 nm

Green: 510 - 580 nm

Red: 655 - 690 nm

Near Infra Red: 780 - 920 nm

Resolusi Temporal kurang dari 3 hari

Resolusi Radiometrik 11 bits

Luas sapuan (Image Swath) 15,2 kilometer pada titik nadir;

Waktu melintasi ekuator Nominal pada 10:30 AM waktu matahari/siang

hari

Waktu pengulangan pelintasan 2,3 hari pada titik nadir maksimum 30°

Kisaran dinamis 11-bits per pixel

Band citra Panchromatic, blue, green, red, near IR

Sumber :Satellite Imaging Corporation (2008)

Perubahan Penggunaan Lahan

Kenampakan penggunaan lahan atau posisinya berubah pada kurun waktu tertentu. Perubahan penggunaan lahan dapat terjadi secara sistematik dan non-sistematik. Perubahan sistematik terjadi ditandai oleh fenomena yang berulang, yakni tipe perubahan penggunaan lahan pada lokasi yang sama. Kecenderungan perubahan ini dapat ditunjukkan dengan peta multi waktu. Fenomena yang ada dapat dipetakan berdasarkan seri waktu, sehingga perubahan penggunaan lahan dapat diketahui. Perubahan non-sistematik terjadi karena kenampakan luasan lahan yang mungkin bertambah, berkurang, ataupun tetap. Perubahan ini pada umumnya tidak linear karena kenampakannya berubah-ubah, baik penutup lahan maupun lokasinya (Murcharke, 1990).

(17)

yaitu faktor fisik, faktor ekonomi, faktor kelembagaan dan faktor kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat.

Menurut Arsyad (1989) sistem penggunaan lahan dikelompokan menjadi 2 kelompok besar yaitu penggunaan lahan pertanian seperti tegalan, sawah, ladang, kebun, padang rumput, hutan produksi dan hutan lindung, sedangkan penggunaan lahan non pertanian seperti penggunaan lahan perkotaan atau pedesaan, industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya. Di daerah perkotaan perubahan penggunaan lahan cenderung berubah menjadi sektor jasa dan komersial. Perubahan penggunaan yang cepat di perkotaan dipengaruhi oleh empat faktor, yakni : (1) adanya konsentrasi penduduk dengan segala aktivitasnya; (2) aksesibilitas terhadap pusat kegiatan dan pusat kota; (3) jaringan jalan dan sarana transportasi, dan; (4) orbitasi, yakni jarak yang menghubungkan suatu wilayah dengan pusat-pusat pelayanan yang lebih tinggi.

Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan penggunaan lahan antara lain adalah pertumbuhan penduduk, mata pencaharian, aksesibilitas, dan fasilitas pendukung kehidupan serta kebijakan pemerintah. Tingginya tingkat kepadatan penduduk di suatu wilayah telah mendorong penduduk untuk membuka lahan baru untuk digunakan sebagai pemukiman ataupun lahan-lahan budidaya. Mata pencaharian penduduk di suatu wilayah berkaitan erat dengan usaha yang dilakukan penduduk di wilayah tersebut. Perubahan penduduk yang bekerja di bidang pertanian memungkinkan terjadinya perubahan penutupan lahan. Semakin banyak penduduk yang bekerja di bidang pertanian, maka kebutuhan lahan semakin meningkat. Hal ini dapat mendorong penduduk untuk melakukan konversi lahan pada berbagai pennggunaan lahan, Wijaya (2004).

Perubahan pengguanaan lahan pada umumnya dapat diamati dengan menggunakan data-data spasial dari peta penggunaan lahan dari titik tahun yang berbeda. Data penginderaan jauh seperti citra satelit, radar, dan foto udara sangat membantu dalam pengamatan perubahan penutupan atau penggunaan lahan.

Berdasarkan hasil penelitian Pratama (2013) lahan terbangun di Kota Solo cenderung meningkat dari tahun 2000 – 2011. Hal ini dikarenakan adanya konversi lahan untuk dijadikan pemukiman.

Jaringan Jalan

Menurut Tamin (2001), sistem prasarana dan sarana transportasi sebagai infrastruktur dasar merupakan prasyarat bagi terjadinya pergerakan ekonomi wilayah, dimana sistem pendukung dan pendorong prasarana transportasi sangat berperan terhadap efisiensi dan efektifitas kegiatan ekonomi wilayah. Kondisi sarana dan prasarana transportasi berpengaruh pada tingkat aksesibilitas yang ada di suatu kawasan.

(18)

Jaringan merupakan serangkaian simpul-simpul, yang dalam hal ini berupa persimpangan/terminal, yang dihubungkan dengan ruas-ruas jalan/trayek. Jalan mempunyai suatu sistem jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayananya dalam suatu hubungan hirarki .

Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka Hijau Kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perKotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi guna mendukung manfaat langsung atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam Kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perKotaan tersebut (Dep.Pekerjaan Umum, 2008).

Ruang Terbuka Hijau (RTH) juga dapat diartikan sebagai suatu lapangan yang ditumbuhi berbagai tetumbuhan,pada berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu dan pohon (tanaman tinggi berkayu). Sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentuk dan batas geografis tertentu dengan status penguasaan apapun yang didalamnya terdapat tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan, dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri utama dan tumbuhan lainnya sebagai tumbuhan sebagai pelengkap dan penunjang fungsi RTH yang bersangkutan (Purnomohadi, 1995).

Definisi RTH sendiri dalam pasal 1 UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang adalah area memanjang/ jalur dan/ atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Pada pasal 29 disebutkan bahwa ruang terbuka hijau terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat, dimana proporsi ruang terbuka hijau Kota paling sedikit 30% dari luas wilayah Kota, sedangkan proporsi ruang terbuka hijau publik paling sedikit 20% dari luas wilayah Kota. Jumlah RTH berkurang setiap tahunnya. Hal ini dipengaruhi oleh pembangunan kawasan suatu wilayah yang mengkonversi kawasan RTH menjadi lahan terbangun seperti pemukiman dan industri.

Secara aritmetik kebutuhan luas lahan minimum untuk RTH di perKotaan sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Penataan Ruang (UUPR) Nomor 26 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/Prt/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan PerKotaan sebesar 30 %.

(19)

METODE

Waktu, Lokasi, dan Data Penelitian

Penelitian ini dimulai dari bulan Maret 2013 sampai bulan Mei 2014. Lokasi penelitian meliputi Kota Solo dan beberapa kecamatan sekitarnya yaitu Kabupaten Boyolali, Sukoharjo dan Karanganyar. Pengolahan dan Analisis data dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(20)

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Data Penelitian

Bahan Sumber Keterangan

Citra Ikonos Kota Solo dan

Kecamatan Sekitar Tahun 2002 BPN Kota Solo

Untuk membuat Peta Penggunaan Lahan tahun 2002

Citra Geoeye Kota Solo dan

Kecamatan Sekitar Tahun 2013 Google Earth

Untuk membuat Peta Penggunaan Lahan tahun 2013

Peta Administrasi Kota Solo dan

Kecamatan Sekitar BPN Pusat

Untuk mengetahui batas wilayah

administrasi Kota Solo (Kecamatan)

Peta Jaringan Jalan Jawa Tengah BPN Pusat Untuk membuat peta sebaran jaringan

jalan terhadap penggunaan lahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Seperangkat komputer, Arcview GIS 9.3., Microsoft Office Excel 2007, Global Mapper, SAS Planet, MAP Downloader, Google Earth dan alat tulis serta alat GPS Garmin untuk kebutuhan survei lapang.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap pengumpulan data dan tahap analisis data.

1) Tahap Persiapan

Tahap ini meliputi pemilihan topik penelitian dan studi pustaka. Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan tulisan ilmiah yang berkaitan dengan perubahan penggunaan lahan, ruang terbuka hijau, dan keterkaitan sebaran lahan terhadap penggunaan lahan.

2) Tahap Pengumpulan Data dan Survei Lapang

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer meliputi cek lapang, batas administrasi, peta RTH dan peta penggunaan lahan Kota Solo dan kecamatan sekitarnya. Data sekunder meliputi Citra Ikonos Kota Solo dan Kecamatan Sekitar tahun 2002, Citra Geoeye Kota Solo dan Kecamatan sekitar tahun 2013, dan Peta Jaringan Jalan.

(21)

3) Tahap Analisis Data

Analisis data meliputi (a) analisis perubahan penggunaan lahan Kota Solo dan kecamatan sekitar pada tahun 2002 dan 2013 dari citra Ikonos dan Geoeye, (b) analisis penyebaran penggunaan lahan terhadap jalan, dan (c) analisis perubahan RTH tahun 2002 dan 2013.

Pada tahapan awal Citra Ikonos dan Citra GeoEye masing-masing dikoreksi dengan nilai RMS eror <1. Setelah citra terkoreksi dilakukan interpretasi penggunaan lahan.

Analisis perubahan penggunaan lahan Kota Solo dan Kecamatan sekitarnya tahun 2002-2013

Pada tahap ini dilakukan Interpretasi penggunaan lahan secara on screen

pada skala 1:5000 dengan pendekatan unsur-unsur interpretasi yaitu rona, tekstur, ukuran, bentuk, sebaran, bayangan, site dan asosiasi. Selanjutnya dilakukan tumpang tindih antar peta penggunaan lahan tahun 2002 dan 2013 untuk mengetahui data perubahan penggunaan lahan di Kota Solo dan kecamatan sekitar. Lalu dilakukan analisis perubahan penggunaan lahan pada setiap citranya.

Analisis sebaran penggunaan lahan terhadap jalan

Analisis penyebaran penggunaan lahan terhadap jalan. Pada tahap ini Peta jaringan jalan jawa tengah di tumpang tindihkan dengan peta administrasi untuk mendapatkan peta jaringan jalan kota Solo dan kecamatan sekitarnya. Selanjutnya dilakukan buffer pada peta jaringan jalan tersebut dengan jarak 100 m untuk jalan nasional dan propinsi 50 m untuk jalan lokal. Sehingga menjadi peta jaringan jalan yang telah di buffer untuk mendapatkan jarak jalan tertentu.

Peta yang telah di buffer ditumpangtindihkan dengan peta penggunaan lahan sehingga dapat diperoleh data penyebaran penggunaan lahan terhadap jalan. Analisis sebaran jalan dibedakan ke dalam tiga kelompok yaitu jalan nasional, jalan propinsi dan jalan lokal.

Analisis sebaran perubahan penggunaan lahan terhadap jalan

Analisis penyebaran perubahan penggunaan lahan terhadap jalan. Pada tahap ini peta penyebaran penggunaan lahan tahun 2002 dan 2013 di tumpang tindihkan sehingga didapatkan data penyebaran perubahan penggunaan lahan terhadap jalan.

Analisis perubahan RTH tahun 2002 dan 2013

(22)

Gambar 2. Diagram Alur Penelitian Koreksi Geometri

dengan nilai RMS < 1

Citra Ikonos 2002 Citra Geoeye 2013

Citra Terkoreksi

Interpretasi

Citra 2002 Interpretasi Citra 2013 Peta Jaringan Jalan Kota Solo dan

Kecamatan Sekitarnya Peta Jalan Jawa Tengah

Tumpang Tindih Admin Kota Solo dan Kecamatan Sekitarnya

Jalan propinsi

Jalan lokal Jalan nasional

Peta Jalan Terhadap Penggunaan

Lahan Peta Penggunaan

Lahan 2013

Survei Lapang Peta Penggunaan

Lahan 2002

Peta RTH Kota Solo dan Kecamatan Sekitar

1. 1. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan

2. 2. Analisis Sebaran Jalan Terhadap Penggunaan Lahan

3. 3. Analisis Perubahan RTH berdasarkan Peraturan

Peta Perubahan Penggunaan Lahan

RTH

Non RTH

Buffer Jalan Kota

Solo dan Kecamatan Sekitarnya

(23)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Penggunaan Lahan di Kota Solo dan Kecamatan Sekitarnya Berdasarkan analisis, penggunaan penutupan lahan diklasifikasikan menjadi 13 kelas yaitu badan air, bandara, fasilitas umum, jalan raya, kawasan industri, lahan kering, lahan terbuka, lapangan olahraga, pemukiman, pepohonan, rel kereta, sawah dan semak. Berikut ini merupakan karateristik dan definisi dari masing-masing kelas penggunaan/penutupan lahan.

Badan Air (Waduk) Kawasan ini terdiri dari waduk dan sungai. Waduk merupakan areal perairan yang bersifat natural, dengan penggenangan air yang dalam dan permanen serta penggenangan dangkal, termasuk fungsinya. Kawasan ini memiliki rona yang gelap dengan pola teratur karena merupakan waduk buatan manusia. Di sekitar waduk terdapat beberapa areal pemukiman dan pertanian. Waduk tersebut dimanfaatkan untuk kawasan wisata, pengairan pada sawah, dan perikanan.

(a) (b)

Gambar 3. Kenampakan Obyek waduk di (a). citra (b). lapang

Badan Air (Sungai) Sungai merupakan tempat mengalirnya air yang bersifat natural, aliran bisa bersifat musiman maupun sepanjang tahun, memiliki aliran yang berkelok-kelok yang mengalir dari hulu ke hilir. Kawasan ini memiliki pola yang tidak teratur dengan rona gelap. Berdasarkan kondisi di lapang, terdapat semak-semak di tepian sungai dan terdapat jembatan. Kawasan ini didefinisikan sebagai alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai hilir.

(a) (b)

(24)

Bandara. Memiliki rona yang cerah dan pola yang teratur, biasanya berbentuk persegi panjang yang merupakan landasan pacu penerbangan. Kawasan ini merupakan sarana transportasi udara yang berada di Kecamatan Boyolali yang letaknya berdekatan dengan Kota Solo. Berdasarkan kondisi di lapangan kawasan ini berbentuk memanjang sebagai landasan pacu pesawat. Bandara tersebut bernama bandara internasional adi sumarmo. Letaknya cukup jauh dari pemukiman warga agar aktivitas penerbangan ataupun aktifitas warga tidak terganggu.

(a) (b)

Gambar 5. Kenampakan Obyek Bandara di (a). citra (b). lapang

Fasilitas Umum. Kawasan ini merupakan kawasan terbangun yang memfasilitasi aktivitas manusia seperti kegiatan belajar mengajar antara lain SD, SMP, SMA, dan Universitas serta sarana perdagangan yang di dalamnya terdapat transaksi jual beli serta merupakan salah satu kawasan yang mempengaruhi perekonomian daerah. Kawasan pendidikan memiliki pola yang teratur dengan rona berwarna kecoklatan. Biasanya memiliki bentuk siku, Kotak dan memanjang. Memiliki luasan yang lebih besar diantara luasan di sekitarnya. Kawasan ini biasanya dekat dengan akses transportasi. Pada Gambar 6a dan 6b merupakan kenampakan kampus Universitas Negeri Sebelas Maret Solo. Berdasarkan kondisi dilapang kampus tersebut letaknya tidak begitu jauh dari Kota Solo. Terdapat beberapa bangunan yang merupakan tempat aktivitas perkuliahan..

(a) (b)

(25)

Jalan Raya. Merupakan jaringan prasarana transportasi yang diperuntukkan bagi lalu lintas kendaraan (SNI, 2010). Memiliki rona terang berwarna abu-abu, dengan bentuk lurus memanjang dan pola yang teratur. Pada Gambar 7a dan 7b menunjukkan memanjang dan teratur. Berdasarkan kondisi dilapang jalan raya tersebut sedang dibangun dan belum dipergunakan. Penggunaan lahan sebelum jalan layang tersebut adalah lahan terbuka, lahan kering, dan pemukiman.

(a) (b)

Gambar 7. Kenampakan Obyek Jalan Raya di (a). citra (b). lapang

Kawasan Industri. Kawasan ini merupakan areal perindustrian yang di dalamnya terdapat pabrik atau perusahaan yang merupakan salah satu sektor yang mendukung perekonomian daerah. Memiliki rona yang cerah atau putih, bertekstur halus dengan pola teratur. Berbentuk persegi panjang dengan luasan yang cukup besar dan biasanya dekat dengan jalan. Berdasarkan kondisi dilapang bangunan tersebut merupakan pabrik tekstil yang terletak di kecamatan Jaten. Kawasan ini diperuntukan untuk industri dilihat dari sepanjang jalan banyak berdiri pabrik-pabrik indistri. Kawasan Industri tersebut letaknya dekat dengan jalan hal ini memungkinkan untuk alur distribusi barang.

(a) (b)

(26)

(a) (b)

Gambar 9. Kenampakan Obyek Lahan Kering di (a). citra (b). lapang Lahan Terbuka. Memiliki rona kecoklatan dengan pola yang tidak teratur, dan tekstur yang halus. Biasanya berbentuk persegi atau persegi panjang. Kawasan ini berada dekat dengan pemukiman tradisional dan sering dikonversikan menjadi pemukiman, perdagangan dan industri. Lahan terbuka tidak ditanami oleh vegetasi apapun dan dibiarkan kosong sebelum akhirnya di konversi. Berdasarkan kondisi dilapangan lahan terbuka tersebut merupakan lahan kosong milik kesultanan kraton Solo. Di sekitar lahan terbuka terdapat penggunaan lain seperti fasilitas umum, pemukiman, dan dekat dengan jalan raya.

(a) (b)

Gambar 10. Kenampakan Obyek Lahan Terbuka di (a). citra (b). lapang

(27)

(a) (b)

Gambar 11. Kenampakan Obyek Lapangan Olahraga di (a). citra (b). lapang

Pemukiman. Memiliki rona agak terang dengan tekstur kasar. Jarak antar rumah tergantung tipe pemukimannya. Kawasan real estate atau perumahan umumnya memiliki jarak yang sangat berdekatan antar-rumah dengan pola yang teratur, sedangkan pemukiman tradisional umumnya memiliki jarak yang cukup berjauhan dengan pola tidak teratur. Berdasarkan kondisi di lapang pemukiman di Kota Solo pada umumnya rapat-rapat antar satu rumah dan rumah lainnya. Kenampakan di citra merupakan contoh pemukiman tradisional.

(a) (b)

(28)

(a) (b)

Gambar 13. Kenampakan Obyek Pepohonan di (a). citra (b). lapang

Rel Kereta. Merupakan areal lintasan kereta api. Memiliki rona agak cerah dengan bentuk yang memanjang, lurus dan bercabang. Terdapat stasiun di beberapa areal jalan kereta api. Kondisi di lapang menunjukan rel kereta berbentuk memanjang berfungsi sebagai jalur untuk jalannya kereta. Didekat rel terdapat stasiun kereta. Gambar b menunjukan stasiun balapan Solo dan rel kereta.

(a) (b) Gambar 14. Kenampakan Obyek Rel Kereta di (a). citra (b). lapang

(29)

(a) (b)

Gambar 15. Kenampakan Obyek Sawah di (a). citra (b). lapang

Semak. Merupakan lahan kering yang ditumbuhi berbagai vegetasi alamiah homogen dengan tingkat kerapatan jarang hingga rapat didominasi vegetasi rendah (alamiah) seperti ilalang yang biasanya berada di pinggiran sungai. Kawasan ini memiliki rona yang gelap, tekstur yang agak kasar dengan pola yang tidak teratur. Berdasarkan kondisi dilapang semak merupakan vegetasi alamiah yang tumbuh dan tidak terawat. Semak banyak berdekatan dengan sungai sehingga kondisi semak dapat selalu berubah.

(30)

Penggunaan Lahan Kota Solo dan Kecamatan Sekitar 2002 dan 2013 Penggunaan lahan di Kota Solo dan kecamatan sekitarnya memiliki tipe penggunaan lahan yang sama, yaitu badan air, fasilitas umum, jalan raya, kawasan industri, pemukiman, pepohonan, rel kereta. Tipe penggunaan lahan di Kota Solo didominasi oleh pemukiman yang merata di semua kecamatan. Penggunaan lahan di kecamatan sekitar kota Solo didominasi oleh lahan kering, pemukiman dan lahan sawah. Lahan kering lebih banyak dijumpai di kecamatan Gondangrejo dan Baki, dan lahan sawah dominan ditemukan di kecamatan Mojolaban dan Jaten serta lahan pemukiman dominan dijumpai di kecamatan Kartosuro.

Gambar 17 (a) dan Tabel 4, menunjukan grafik dan jumlah presentase penggunaan lahan di kota Solo. Penggunaan lahan di kota Solo lebih di dominasi oleh penggunaan lahan pemukiman yaitu sebesar 3.086,9 Ha (65%) dari total keselurahan wilayah, Fasilitas umum sebesar 550,2 Ha (11%) dan jalan raya sebesar 358,21 Ha (7%). Penggunaan lahan yang lain seperti badan air, kawasan industri, lahan kering, lahan terbuka, lapangan olahraga, pepohonan, rel kereta, sawah, dan semak penggunaan lahannya tidak terlalu besar yaitu > 350ha. Total luasan penggunaan lahan di kota Solo adalah sebesar 4.725,9 ha.

Berbeda dengan kecamatan di sekitar kota Solo yang meliputi kecamatan Baki, Colomadu, Gondangrejo, Grogol, Jaten, Kartosuro, Mojolaban, dan Ngemplak luasannya lebih besar dibandingkan dengan kota Solo yaitu sebesar 25.554,3 Ha. Total luasan tersebut meliputi kabupaten Boyolali, Karang Anyar, dan Sukoharjo.

Pada Gambar 17 (b) dan Tabel 4, menunjukan grafik dan presentase luasan penggunaan lahan di kecamatan sekitar kota Solo. Penggunaan lahan yang mendominasi di kecamatan sekitar kota Solo antara lain adalah lahan kering sebesar 8.181,89 Ha (32%), penggunaan lahan pemukiman memiliki total luasan sebesar 7.806,09 Ha (30%), serta penggunaan lahan sawah yaitu sebesar 6.673,98 Ha (26%). Penggunaan lahan yang lain seperti badan air, bandara, kawasan industri, lahan kering, lahan terbuka, pepohonan, rel kereta, sawah, dan semak penggunaan lahannya tidak terlalu besar yaitu > 800 ha.

Dari Gambar 17 (a) dan Gambar 17 (b) dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan antara penggunaan lahan di kota Solo dan di kecamatan sekitar. Di kota Solo penggunaan lahan lebih di dominasi oleh pemukiman hal ini disebabkan karena kota Solo merupakan pusat aktivitas masyarakat, sehingga pemukiman banyak dibangun untuk menunjang aktivitas masyarakat tersebut.

(31)
(32)

Perkotaan merupakan lahan terbangun dengan tersedianya sarana dan prasana jalan, sebagai suatu pemukiman yang terpusat pada suatu lahan dengan kepadatan tertentu yang membutuhkan sarana dan pelayanan pendukung yang lengkap dibandingkan dengan yang dibutuhkan di daerah pedesaan (Branch, 1995). Pembangunan Kota membawa perubahan dalam sistem aktivitas yang mengakibatkan perubahan penggunaan lahan melalui proses perubahan penggunaan lahan Kota.

Nilai (land rent) yang semakin meningkat mendorong perubahan penggunaan lahan dari penggunaan non komersial ke penggunaan komersial, sehingga terjadi kecenderungan perubahan sebaran penggunaan lahan. Menurut Akhirudin dan Suharjo (2006), terjadinya alih fungsi lahan dari lahan tidak terbangun menjadi lahan terbangun akibat meningkatnya kebutuhan pemukiman, industri, serta pembangunan lain untuk menunjang kehidupan manusia.

Tabel 4. Penggunaan Lahan Kota Solo dan Kecamatan Sekitarnya Tahun 2002 dan 2013 dalam (%)

Penggunaan Lahan

(33)

(a)

(b)

(34)

(c)

(d)

(35)

Perubahan Penggunaan Lahan Kota Solo dan Kecamatan Sekitar Tahun 2002 dan 2013

Perkembangan suatu kota tidak dapat dihindari, karena peningkatan jumlah penduduk dan aktivitas ekonomi. Dalam mengakomodasi perkembangan aktivitas perkotaan, dibutuhkan lahan sebagai salah satu modal dasar. Persediaan lahan yang terbatas menyebabkan terjadinya kompetisi antar aktivitas untuk memperoleh lahan, dan pada suatu saat akan terjadi perubahan penggunaan lahan dari satu tipe penggunaan lahan menjadi penggunaan lahan lain yang lebih produktif. Pada umumnya perubahan penggunaan lahan yang terjadi berasal dari lahan kering, sawah, pepohonan menjadi lahan terbangun seperti lahan industri, pemukiman, fasilitas umum.

Tabel 5. menunjukan data matrik perubahan penggunaan lahan di kota Solo dan Gambar 18.(a) merupakan peta penggunaan lahan kota Solo tahun 2002 dan Gambar 18.(b) merupakan peta penggunaan lahan kota Solo tahun 2013. Perubahan penggunaan lahan di kota Solo tidak terlalu besar dikarenakan penggunaan lahan di kota Solo dari tahun 2002 sampai 2013 lebih dominasi oleh pemukiman, perubahan yang terjadi di kota Solo adalah 10.72 Ha.

Perubahan penggunaan lahan di kota Solo terjadi pada fasilitas umum, kawasan industri dan pemukiman. Luasan fasilitas umum di Kota Solo pada tahun 2002 dan 2013 sebesar 543,88 Ha dan 550,20 Ha mengalami pertambahan luas sebesar 6,32 ha. Bertambahnya fasilitas umum yang terjadi karena di alih fungsikannya penggunaan lahan kering sebesar 0,31 Ha, lahan terbuka sebesar 5,44 Ha, dan sawah sebesar 0,59 Ha menjadi fasilitas umum.

Luas kawasan industri di Kota Solo mengalami peningkatan sebesar 3,32 Ha. Penggunaan lahan yang berubah menjadi kawasan industri adalah lahan kering sebesar 1,28 Ha, lahan terbuka sebesar 2,28 Ha, dan pemukiman sebesar 0,98 Ha. Luas kawasan industri pada tahun 2002 adalah sebesar 74,47 Ha menjadi 77,49 Ha pada tahun 2013. Meningkatnya luas fasilitas umum dan kawasan industri berdampak terhadap meningkatnya luas pemukiman di Kota Solo.

Luas pemukiman di Kota Solo pada tahun 2002 adalah sebesar 3.085,97 Ha pada tahun 2013 luasan pemukiman di kota Solo bertambah sekitar 1 Ha menjadi 3.086,9 Ha. Penggunaan lahan yang dikonversi menjadi pemukiman adalah kawasan industry sebesar 1,21 Ha, Lahan terbuka sebesar 0,7 Ha, dan Sawah sebesar 0,003 Ha. Pemukiman tidak terlalu banyak berubah di karenakan daerah di kota Solo telah banyak di dominasi oleh pemukiman.

(36)

Tabel 5. Matrik Perubahan Penggunaan Lahan Kota Solo Tahun 2002 dan 2013 (Ha)

Ket : 1). Badan air; 2). Fasilitas umum; 3). Jalan raya; 4). Kawasan industri; 5). Lahan kering; 6). Lahan terbuka; 7). Lapangan olahra 8). Pemukiman;

9).Pepohonan; 10). Rel kereta; 11). Sawah; 12). Semak

2013

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Total

1 87,13 87,13

2 543,88 543,88

3 358,21 358,21

2 4 73,25 1,21 74,47

0 5 0,31 1,28 151,46 153,04

0 6 5,44 2,28 88,42 0,7 96,84

2 7 54,91 54,91

8 0,98 3.085 3085,97

9 75,23 75,23

10 18,15 18,15

11 0,59 0,003 165,3 165,84

12 12,25 12,25

(37)

Tabel 6. Matrik Perubahan Penggunaan Lahan Kecamatan Sekitar Tahun 2002 dan 2013 (Ha)

Ket : 1), Badan air; 2), Bandara; 3), Fasilitas umum; 4), Jalan raya; 5), Kawasan industri; 6), Lahan Kering; 7), Lahan Terbuka; 8), Pemukiman 9),Pepohonan;

10), Rel kereta; 11), Sawah; 12), Semak

2013

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Total

1 395,8 395,76

2 109,55 109,55

3 95,15 95,15

2 4 260,09 260,09

0 5 797,05 797,05

0 6 3,63 13,47 62,71 8,156,45 0,74 155,04 1,15 8.393,18

2 7 1,04 253,8 4,13 259,02

8 10,74 0,34 7482,6 7.493,66

9 3,45 0,42 683,1 686,99

10 5,47 5,47

11 1,27 23,34 25,58 25,44 7,77 163,91 6.674 6.921,28

12 137,1 137,07

Total 395,8 109,55 100,05 311,09 886,72 8,181,89 262,4 7,806,09 684,3 5,47 6,673,98 137,1 25.554,26

(38)

Pada Tabel 6. menunjukkan matrik perubahan penggunaan lahan kecamatan sekitar kota Solo periode tahun 2002-2013. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi di kecamatan sekitar kota Solo dapat dilihat pada Gambar 19 (a) dan (b) , Penggunaan lahan yang berubah antara lain fasilitas umum, kawasan industri, jalan raya, dan pemukiman, Fasilitas umum di kecamatan sekitar pada tahun 2002 adalah sebesar 95,15 Ha dan bertambah pada tahun 2013 sebesar 4,9 Ha menjadi 100,05 Ha .

Kawasan industri di kecamatan sekitar pada tahun 2002 adalah sebesar 797,05 Ha dan pada tahun 2013 adalah sebesar 886,72. Peningkatan luas kawasan industri di kecamatan sekitar lebih tinggi dibandingkan Kota Solo yaitu bertambah sebesar 89,67 Ha, Hal ini dikarenakan di kecamatan sekitar kota Solo masih banyak penggunaan lahan yang dapat di konversi dibandingkan dengan dikota Solo.

Pemukiman di kecamatan sekitar pada tahun 2002 adalah sebesar 7.493,66 Ha dan pada tahun 2013 mengalami pertambahan luasan sebesar 375,8 Ha menjadi 7.806,09. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi karena adanya konversi lahan kering (155,04 Ha), lahan terbuka (4,13 Ha), pepohonan (0,42 Ha) dan sawah (163,9 Ha) menjadi pemukiman.

Jalan raya di kecamatan sekitar kota Solo pada tahun 2002 memiliki luasan sebesar 260,9 Ha dan mengalami pertambahan luasan sebesar 51 Ha menjadi sebesar 311,09 Ha. Bertambahnya luasan jalan raya dikarenakan pada kecamatan sekitar ada pembangunan jalan layang yaitu di kecamatan Boyolali dan Karang Anyar, Jalan layang tersebut akan mempermudah akses dari kota menuju kecamatan sekitar. Pada penggunaan lahan lainnya seperti seperti badan air, bandara, rel kereta, dan semak tidak mengalami perubahan.

Hasil analisis menunjukkan perubahan penggunaan lahan di Kota Solo lebih rendah jika dibandingkan dengan kecamatan sekitar, Hal ini terjadi karena penggunaan lahan di Kota Solo sebagian besar sudah digunakan sebagai pemukiman. Meningkatnya jumlah penduduk, berdampak pada semakin meningkatnya pembangunan khususnya pembangunan kawasan pemukiman dan fasilitas umum.

Sebaran Penggunaan Lahan terhadap Jalan di Kota Solo

Menurut Undang-Undang No. 13 tahun 1980 tentang jalan, jalan merupakan suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalulintas. Gambar 20. menunjukkan keterkaitan antara jarak jalan dengan penggunaan lahan Kota Solo.

(39)

(a)

(b)

(c)

Gambar 20. Grafik sebaran penggunaan lahan di Kota Solo terhadap (a). jalan nasional (b). jalan propinsi dan (c). jalan lokal

0

100 150 200 250 300 350 400 450 500

(40)

Jalan merupakan suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalulintas. Berdasarkan fungsinya jalan dibagi menjadi 3 yaitu jalan nasional, jalan propinsi, jalan lokal. Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota propinsi dan jalan strategis nasional, serta jalan tol. Jalan propinsi, merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibuKota propinsi dengan ibuKota kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis propinsi. Jalan kolektor, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. Jalan Lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

Sebaran penggunaan lahan terhadap jalan nasional, propinsi dan lokal masing-masing disajikan pada gambar 20(a). 20(b). dan 20(c). Pada gambar tersebut nampak bahwa pemukiman mendominasi dibandingkan penggunaan lahan lain baik terhadap jalan nasional maupun propinsi, Sedangkan terhadap jalan lokal pada jarak 200 – 350 meter, pemukiman bersaing luasannya dengan penggunaan lahan lainnya.

Pada jalan Nasional di Kota Solo memiliki pola sebaran yang cenderung naik. Pemukiman memiliki pola sebaran yang cenderung naik hingga jarak 4.500 m dari jalan nasional. Pemukiman di Kota Solo tersebar pada jarak 100 m hingga 4.500 m dari jalan nasional. Titik maksimum penggunaan lahan pemukiman berada pada jarak 4.600 m dan titik minimum berada pada jarak 100 m dari jalan nasional. Sebagian besar lokasi pemukiman berada cukup jauh dari jalan nasional. Pada jalan propinsi, pola sebaran pemukiman cenderung konstan pada jarak 100 m sampai 1.100 m. Pada jarak 2.600 m dari jalan propinsi menunjukan presentase penggunaan lahan pemukiman dan fasilitas umum tersebar secara merata di jarak tersebut, dimana presentase pemukiman dan fasilitas umum tidak berbeda begitu jauh. Pola sebaran pemukiman mencapai titik maksimum pada jarak 700 m dari jalan propinsi dan turun pada titik minimum pada jarak 3.300 m dari jalan propinsi. Pada jarak 3.300 m penggunaan lahan pemukiman dan yang lainnya tidak ada melainkan penggunaannya untuk lahan kering.

Penyebaran pemukiman pada jalan lokal lebih banyak mendominasi pada jarak 50 m dari jalan. Pada jarak 50 m pemukiman memiliki pola sebaran menurun dari semakin jauhnya jarak jalan dengan pemukiman tersebut dan kemudian cenderung meningkat pada jarak 250 m dari jalan sampai dengan titik maksimum di jarak 450 m. Hal tersebut dikarenakan pada jarak 250 m dari jalan lokal penggunaan lahan lebih di dominasi oleh lahan kering dan kawasan industri.

(41)

Jalan propinsi kawasan industri tersebar pada jarak 100 m hingga 2.700 m dari jalan. Pada jarak 350 m dari jalan jumlah kawasan industri dan pemukiman mencapai titik keseimbangan dimana jumlahnya hampir sama. Hal ini dikarenakan kebutuhan akan pemukiman di sekitar industri cukup dibutuhkan untuk menunjang kinerja para karyawan/buruh industri tersebut. Pemukiman mengalami titik maksimum pada jarak 450 m kemudian menurun hingga titik minimum pada jarak 500 m.

Jalan lokal kawasan industri tersebar pada jarak 50 m sampai dengan 400 m dari jalan. Kawasan ini memiliki peningkatan jumlah luasan dengan semakin jauh jaraknya terhadap jalan sampai titik maksimum pada jarak 350 m dengan luas sebesar 34,47% dan kemudian menurun pada jarak 400 m dari jalan.

Fasilitas Umum memiliki pola sebaran jalan nasional pada jarak 100 m sampai 4.500 m terhadap jalan, Pada jalan ini, sebaran penggunaan lahan cenderung menurun dengan semakin jauh jaraknya terhadap jalan, Jumlah maksimum fasilitas umum terdapat pada jarak 100 m yaitu sebesar 28,71%.

Pada jalan propinsi, penggunaan lahan ini cenderung menurun pada jarak 100 m hingga 2.500 m dan kemudian kembali naik pada jarak 3.000 m dan kembali menurun hingga jarak 3.000 m. Titik maksimum penggunaan lahan ini terdapat pada jarak 2.600 dari jalan yaitu sebesar 32,25%. Pada jarak 2.600 m fasilitas umum terpusat pada jarak tersebut, hal ini menunjukan pusat aktivitas perkantoran, perdagangan, pendidikan berada pada jarak tersebut.

Penyebaran fasilitas umum pada jalan lokal didominasi pada jarak 150 m dari jalan, yaitu sebesar 21,28%. Pada jalan ini, penggunaan lahan memiliki pola yang cenderung naik dari jarak 50 m sampai 150 m terhadap jalan dan kemudian menurun hingga jarak 300 m. Hal ini menunjukan bahwa keberadaan fasilitas umum seperti rumah sakit, kawasan pendidikan, perkantoran, dan perdagangan letaknya berada tidak jauh dari jalan agar mudah di jangkau oleh masyarakat.

Jumlah sawah di Kota Solo tidak begitu dominan di karenakan penggunaan lahannya lebih di dominasi pemukiman sehingga pola penyebaran sawah memiliki karakter yang hampir merata, Sawah lebih banyak ditemukan pada jarak 2.700 m (14,98%) dari jalan nasional, 1.600 m (14,02%) dari jalan propinsi dan 150 m (11,4%) dari jalan lokal, Sedangkan semak memiliki jumlah maksimum pada jarak 100 m (3,14%) dari jalan nasional dan lokal serta 2.700 m (4,38%) dari jalan propinsi.

Lahan kering memiliki jumlah maksimum pada jarak 1.800 m (9,45%) dari jalan nasional, 3.300 m (100 %) dari jalan propinsi dan 250 m (30,71%) dari jalan lokal. Sedangkan lahan terbuka memiliki jumlah pada jarak 3.600 m (9,27%) dari jalan nasional, 2.900 m (18,6%) dari jalan propinsi dan 500 m (40,3%) dari jalan lokal.

(42)

Sebaran Penggunaan Lahan terhadap Jalan di Kecamatan Sekitar Penggunaan lahan di kecamatan sekitar hampir sama dengan penggunaan lahan di kota Solo. Penggunaan lahan di kecamatan sekitar lebih di dominasi oleh lahan kering, sawah, dan pemukiman. Bandara hanya berada pada kecamatan sekitar yaitu di kecamatan Boyolali.

Gambar 21 menunjukan Grafik sebaran penggunaan lahan di Kecamatan Sekitar terhadap jalan nasional (a). jalan propinsi (b). dan jalan lokal (c). Berbeda dengan penyebaran di Kota Solo di kecamatan sekitar penggunaan lahan yang lebih mendominasi adalah lahan kering dan sawah. Jarak antara jalan dan penggunaan lahan berbeda-beda tergantung jenis jalan yang digunakan.

Pemukiman pada jalan Nasional di kecamatan sekitar Kota Solo memiliki pola sebaran yang cukup merata. Pemukiman memiliki pola sebaran yang nasional merupakan penghubung antara ibuKota propinsi dan jalan strategis nasional. Pemukiman yang berada pada jalan Nasional lebih banyak berada pada jarak 100 m. Berbeda dengan di Kota penggunaan lahan pemukiman tidak terlalu mendominasi penggunaan lahan di kecamatan sekitar.

Pada jalan Propinsi Pola sebarannya tidak terlalu berbeda jauh dengan jalan nasional pemukiman cenderung konstan pada jarak 100 m sampai 8.800 m, Hal ini menunjukan jarak antar jalan propinsi dengan pemukiman tidak begitu jauh. Pemukiman pada jalan propinsi lebih banyak berada pada jarak 100 m dari jalan. Pola sebaran pemukiman mulai menurun pada jarak 100 m kemudian mencapai titik minimum pada jarak 8.200 m dan kemudian naik pada jarak 8.800 m dari jalan.

Penyebaran pemukiman pada jalan lokal dikecamatan sekitar lebih banyak mendominasi pada jarak 50 m dari jalan. Pola sebaran pemukiman pada jalan lokal adalah menurun, pada jarak 50 m dari jalan banyak ditemukan pemukiman kemudian turun hingga titik minimum pada jarak 350 m dari jalan. Pada kecamatan sekitar jumlah pemukiman tidak terlalu banyak dan penggunaan lahan yang lebih mendominasi adalah lahan kering dan sawah.

Kawasan Industri pada jalan Nasional di Kecamatan sekitar Kota Solo memiliki sebaran yang menurun, Pada Grafik (a) kawasan industri tersebar pada jarak 100 m hingga jarak 10.600 m dari jalan Nasional. Pada jarak 100 m kawasan industri memiliki pola sebaran yang cenderung menurun hingga titik minimum pada jarak 2.100 m dan naik hingga titik maksimum pada jarak 10.100 m dari jalan. Kawasan industri di kecamatan sekitar lebih banyak ditemukan dekat dengan jalan nasional yaitu pada 100 m terdapat 24,24%.

(43)

(a)

(b)

(c)

Gambar 21. Grafik sebaran penggunaan lahan di kecamatan sekitar Solo terhadap (a). jalan nasional (b). jalan propinsi dan (c). jalan lokal

0

Jarak jalan terhadap penggunaan lahan (meter)

0

Jarak jalan terhadap penggunaan lahan (meter)

0

100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650

bandara

Jarak jalan terhadap penggunaan lahan (meter)

(44)

Kawasan industri pada jalan lokal tersebar pada jarak 50 m sampai dengan 350 m dari jalan. Kawasan ini memiliki peningkatan pada jarak 100m kemudian turun hingga titik minimum pada jarak 350 m dari jalan. Pada jalan lokal kawasan industri juga cenderung lebih banyak ditemukan didekat dengan jalan.

Fasilitas Umum memiliki pola sebaran yang cukup merata pada jalan nasional. Pada jalan ini, sebaran penggunaan lahan cenderung menurun dengan semakin jauh jaraknya terhadap jalan. Jumlah maksimum fasilitas umum terdapat pada jarak 200 m dari jalan.

Pada jalan propinsi, penggunaan lahan ini cenderung menurun pada jarak 100 m hingga 4.300 m dari jalan. Jumlah fasilitas umum di kecamatan sekitar tidak terlalu banyak sehingga pola sebaran tidak terlalu dominan. Pola sebaran pada fasilitas umum di kecamatan sekitar cukup merata.

Penyebaran fasilitas umum pada jalan lokal didominasi pada jarak 50 m dari jalan, yaitu sebesar 0,51%. Pada jalan ini, penggunaan lahan memiliki pola yang cenderung merata dari jarak 50 m sampai 250 m terhadap jalan. Di kecamatan sekitar penggunaan lahan fasilitas umum tidak terlalu banyak dibandingkan dengan fasilitas umum di Kota Solo.

Bandara hanya berada di kecamatan sekitar Kota Solo, Pada jalan nasional penggunaan lahan bandara berada pada jarak 3,600 m dari jalan hingga 5,200 m dari jalan. Pada jalan propinsi bandara terletak pada jarak 100 m sampai 2,400 m dari jalan. Pada jalan lokal bandara terletak pada jarak 50 m sampai 400 m dari jalan. Dapat disimpulkan bahwa bandara lebih dekat dengan jalan lokal.

Pada Grafik (a) menunjukan Grafik penyebaran penggunaan lahan terhadap jalan nasional di kecamatan sekitar. Jumlah sawah dan lahan kering di kecamatan sekitar Solo lebih dominan dibandingkan dengan penggunaan lahan yang lain. Pada jalan Nasional pola sebaran sawah meningkat pada jarak 100m dari jalan sampai 800 m dari jalan kemudian Grafik penyebarannya cukup merata lalu turun hingga titik minimum pada jarak 10.800 m dari jalan. Lahan kering memiliki pola sebaran yang meningkat dari semakin jauh dari jalan, lahan kering mulai meningkat pada jarak 100 m kemudian naik hingga titik maksimum pada jarak 13.000 m dari jalan. Pusat aktivitas berada pada jarak 5.100 m dari jalan dimana jumlah pemukiman, sawah, dan lahan kering cukup seimbang.

(45)

Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan terhadap jalan di Kota Solo Analisis sebaran perubahan penggunaan lahan di Kota Solo dan Kecamatan sekitar kota Solo di klasifikasian berdasarkan 2 tipe penggunaan lahan yaitu lahan terbangun dan lahan bervegetasi. Lahan terbangun antara lain Bandara, Fasilitas umum, Kawasan industri, dan Pemukiman. Lahan bervegetasi dikelompokan menjadi Lahan kering, Lahan terbuka, Lapangan olahraga, Pepohonan, Sawah, dan Semak. Gambar 22. menunjukkan grafik perubahan penggunaan lahan Kota Solo terhadap jalan nasional, propinsi, dan lokal. Ketiga grafik tersebut memiliki pola yang relative sama, dimana lahan terbangun mengalami peningkatan jumlah luasan sedangkan lahan bervegetasi mengalami penurunan jumlah luasan. Perubahan tersebut umumnya terjadi pada jarak yang dekat dengan jalan dan akan menurun dengan semakin jauh jaraknya terhadap jalan.

Perubahan penggunaan jalan terbesar pada jalan nasional (Gambar 21. (a)) terdapat pada jarak 200 meter terhadap jalan. Pada jarak tersebut terjadi alih fungsi lahan dari lahan bervegetasi menjadi lahan terbangun sebesar 1,35 Ha. Hal ini dikarenakan keberadaan kawasan terbangun seperti fasilitas umum yang semakin meningkat dengan semakin dekat jaraknya dengan jalan agar mempercepat aktivitas kegiatan manusia. Perubahan yang terjadi pada jarak 200 meter dari jalan yaitu lahan terbuka menjadi fasilitas umum.

Selain itu, pada jarak 2.700 meter terhadap jalan terjadi perubahan penggunaan lahan sebesar 1,33 Ha. Pada jarak tersebut lahan bervegatasi dialihfungsikan menjadi pemukiman serta kawasan industri, Limbah yang dihasilkan dari industri menyebabkan kawasan ini berada jauh dari jalan, Sedangkan pada jarak diatas 2.900 meter tidak terjadi perubahan penggunaan lahan. Perubahan yang terjadi pada jarak 2.900 meter dari jalan yaitu lahan terbuka menjadi kawasan industri yaitu sebesar 1,33 Ha. Perubahan terbesar terjadi pada jarak 200 meter, 2.900 meter, dan 1.700 meter.

Pada jalan propinsi (Gambar 21. (b)) perubahan penggunaan lahan terbesar terdapat pada jarak 400 meter terhadap jalan. Pada jarak ini lahan bervegetasi mengalami penurunan sebesar 2,57 Ha dan dialihfungsikan menjadi lahan terbangun. Perubahan penggunaan lahan semakin berkurang dengan semakin jauh jaraknya terhadap jalan. Perubahan yang terjadi yaitu Lahan terbuka menjadi fasilitas umum hal itu terjadi pada jarak 100 sampai 400 meter dari jalan propinsi, Perubahan terbesar terjadi pada jarak 400 meter, 300 meter, dan 200 meter dari jalan propinsi. Umumnya perubahan yang terjadi cenderung lebih dekat dengan jalan hal di karenakan aksesibilitas yang mudah menunjang terjadinya perubahan.

(46)

(a)

(b)

(c)

Gambar 22. Grafik sebaran perubahan penggunaan lahan Kota Solo terhadap (a). jalan nasional (b). jalan propinsi (c). jalan lokal

-1.5

Jarak jalan terhadap penggunaan lahan (meter)

Pers

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 Lahan Terbangun

Lahan Bervegetasi

Jarak jalan terhadap penggunaan lahan (meter)

Pers

Jarak jalan terhadap penggunaan lahan (meter)

(47)

Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan terhadap jalan di Kecamatan Sekitar Solo

Gambar 23. menunjukkan grafik sebaran perubahan penggunaan lahan kecamatan sekitar kota Solo terhadap jalan nasional, propinsi, dan lokal. Sama halnya dengan kota Solo, Ketiga grafik tersebut memiliki pola yang hampir sama. Jumlah luasan lahan bervegetasi semakin berkurang dengan semakin dekat jaraknya terhadap jalan dan jumlah luasan lahan terbangun semakin meningkat dengan semakin dekat jaraknya terhadap jalan.

Perubahan penggunaan lahan terhadap jalan nasional ditunjukkan oleh gambar 23. (a). Pada jarak 600 meter terhadap jalan terdapat alih fungsi lahan bervegetasi menjadi lahan terbangun sebesar 17,22 Ha dan pada jarak 1.600 meter sebesar 16,38 Ha, Perubahan yang terjadi terdapat pada jarak 100 sampai 10.400 meter terhadap jalan, Perubahan yang terjadi pada jarak 600 meter yaitu lahan kering dan sawah yang beralih fungsi menjadi kawasan industri. Perubahan terbesar terjadi pada jarak 600 meter, 1.600 meter, dan 1.700 meter dari jalan.

Sama halnya dengan Kota Solo, perubahan penggunaan lahan terbesar jalan propinsi (Gambar 23. (b)) terdapat pada jarak 400 meter terhadap jalan. Pada jarak ini lahan terbangun mengalami peningkatan sebesar 23,58 Ha. Penggunaan lahan yang mengalami penurunan pada jarak ini antara lain lahan kering, pepohonan, dan sawah yang dikonversi menjadi kawasan industi dan pemukiman. Perubahan penggunaan lahan semakin berkurang dengan semakin jauh jaraknya terhadap jalan. Perubahan penggunaan lahan terbesar lainnya terdapat pada jarak 100 hingga 700 meter dan 2.100 sampai 3.400 meter terhadap jalan.

Gambar 23. (c) menunjukan grafik perubahan penggunaan lahan terhadap jalan lokal pada jarak 50 sampai 650 meter dan memiliki pola yang menurun dengan semakin jauh jaraknya terhadap jalan. Perubahan terbesar terdapat pada jarak 100 meter yaitu sebesar 216,88 Ha. Pada jarak ini jumlah sawah dan lahan kering semakin berkurang dan sebagian besar penggunaannya di alihfungsikan menjadi kawasan industri dan pemukiman, Perubahan penggunaan lahan terbesar lainnya terdapat pada jarak 50 meter dan 150 sampai 350 meter.

Berbeda dengan Kota Solo, perubahan penggunaan lahan terhadap jalan di kecamatan sekitar lebih besar dibandingkan dengan perubahan di Kota Solo, terutama terhadap jalan lokal. Hal ini dikarenakan jumlah lahan bervegetasi di kecamatan sekitar lebih besar daripada Kota Solo sehingga lebih banyak dialihfungsikan menjadi lahan terbangun. Penggunaan lahan di Kota Solo sudah didominasi oleh pemukiman sehingga jumlah luasan lahan bervegetasi tidak terlalu besar.

(48)

(a)

(b)

(c)

Gambar 23. Grafik sebaran perubahan penggunaan lahan kecamatan sekitar terhadap (a). jalan nasional (b). jalan propinsi (c). jalan lokal -20

Jarak jalan terhadap penggunaan lahan (meter)

Pers

Jarak jalan terhadap penggunaan lahan (meter)

Pe

Jarak jalan terhadap penggunaan lahan (meter)

(49)

Perubahan RTH Menjadi Non RTH di Kota Solo dan Kecamatan Sekitar Jumlah luasan RTH di Kota Solo dan kecamatan sekitar mengalami penurunan luasan. Sebaliknya, jumlah luasan Non RTH mengalami peningkatan luasan, Penurunan jumlah RTH di kecamatan sekitar lebih besar dibandingkan dengan Kota Solo. Luasan yang lebih besar tersebut karena jumlah RTH di kecamatan sekitar lebih besar dibandingkan Kota Solo sehingga konversi lahan lebih banyak terjadi di kecamatan sekitar, Kota Solo mengalami penurunan RTH sebesar 10,72 Ha, sedangkan kecamatan sekitar sebesar 457,99 Ha. Penurunan jumlah RTH ini disebabkan konversi lahan RTH menjadi Non RTH, terutama lahan terbangun seperti pemukiman, fasilitas umum dan kawasan industri.

Permintaan akan pemanfaatan lahan Kota yang terus meningkat mendorong pembangunan berbagai fasilitas perkotaan seperti pemukiman dan fasilitas umum yang mempunyai nilai lahan (land rent) lebih besar. Hal ini menyebabkan keberadaan RTH sering dianggap sebagai lahan cadangan dan tidak ekonomis. Menurut peraturan menteri pekerjaan umum No. 05/PRT/M/2008, penyediaan RTH di perKotaan sebesar 30%. Pentingnya keberadaan RTH perkotaan ditunjukkan oleh adanya kesepakatan dalam Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio De Jenario, Brazil (1992) dan dipertegas lagi pada KTT Johannesburg, Afrika Selatan (2002) yang menyatakan bahwa sebuah Kota idealnya memiliki luas RTH minimal 30% dari total luas Kota. Jika mengacu pada peraturan tersebut, luas RTH yang harus disediakan Kota Solo sekitar 1.417,8 Ha, sehingga dapat dikatakan bahwa Kota Solo dengan luasan RTH kurang dari 30% dikategorikan belum memenuhi peraturan menteri pekerjaan umum No. 05/PRT/M/2008.

Tabel 7. Perubahan Penggunaan Lahan RTH Kota Solo

Tahun

Tabel 8. Perubahan Penggunaan Lahan RTH Kecamatan Sekitarnya

(50)

Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia mengeluarkan instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Wilayah Perkotaan, dengan tujuan meningkatkan lingkungan hidup perKotaan yang nyaman, segar, indah, bersih dan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan. Selain itu, RTH dapat menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat, Hal ini menunjukkan bahwa RTH berkaitan dengan berbagai aspek pembangunan yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat sehingga pengelolaannya diatur dalam berbagai peraturan perundangan.

(a)

(b)

Gambar

Tabel 8. Perubahan Penggunaan Lahan RTH Kecamatan Sekitarnya
Tabel 2. Karakteristik Dasar Citra Satelit GeoEye-1
Gambar 1. Peta Daerah Penelitian
Gambar 2. Diagram Alur Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

perkembangan guna lahan terhadap kepadatan ruas jalan di urban fringe selatan

Dengan latar belakang tersebut, makalah ini bertujuan untuk menyajikan pola perubahan penggunaan lahan di wilayah sepanjang jalur jalan tol dan jalan nasional di Kabupaten

Faktor-faktor dominan yang meempengaruhi perubahan penggunaan lahan sawah di Kecamatan Delanggu adalah lokasi Kecamatan Delanggu yang dilewati jalan arteri

Dari pengamatan secara langsung pada peta perubahan penggunan lahan Tahun 2003 dan 2008 menunjukkan bahwa pola perubahan penggunaan lahan di tiap Kelurahan di

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja jaringan jalan Jendral Sudirman Kota Luwuk tentang tingkat pelayanan dan manajemen lalu lintas pada ruas jalan yang dianalisa

Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe

Berdasarkan hasil overlay antara peta penutupan/penggunaan lahan tahun 2004 dan tahun 2009 menunjukkan perubahan luasan pada kelas lahan terbangun, pertanian lahan

Dengan latar belakang tersebut, makalah ini bertujuan untuk menyajikan pola perubahan penggunaan lahan di wilayah sepanjang jalur jalan tol dan jalan nasional di Kabupaten Karawang,