• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Daun Kesum serta Kajian Formulasi, Karakterisasi dan Stabilitas Bubor Paddas Kaleng Sebagai Pangan Darurat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Daun Kesum serta Kajian Formulasi, Karakterisasi dan Stabilitas Bubor Paddas Kaleng Sebagai Pangan Darurat"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI DAUN KESUM SERTA KAJIAN

FORMULASI, KARAKTERISASI DAN STABILITAS BUBOR

PADDAS KALENG SEBAGAI PANGAN DARURAT

IWAN RUSIARDY

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Identifikasi Daun Kesum serta Kajian Formulasi, Karakterisasi dan Stabilitas Bubor Paddas Kaleng Sebagai Pangan Darurat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

(4)

RINGKASAN

IWAN RUSIARDY. Identifikasi Daun Kesum serta Kajian Formulasi, Karakterisasi dan Stabilitas Bubor Paddas Kaleng Sebagai Pangan Darurat. Dibimbing oleh SEDARNAWATI YASNI danELVIRA SYAMSIR.

Pangan darurat adalah pangan yang diproduksi dan dapat dikonsumsi secara langsung untuk memenuhi kebutuhan nutrisi harian dalam keadaan darurat. Pembuatan pangan darurat harus dapat memenuhi kebutuhan kalori manusia dalam keadaan darurat serta memiliki citarasa yang sesuai dengan selera penduduk Indonesia. Namun hingga kini belum ditemukan pangan darurat yang dikembangkan dari makanan khas suatu daerah. Bubur pedas merupakan makanan tradisional dari Kalimantan Barat yang memiliki rasa dan aroma yang unik dari berbagai bumbu dan sayur. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi ilmiah mengenai formulasi dan nilai gizi bubur pedas tanpa sayur yang disukai dan sesuai dengan syarat pangan darurat serta karakterisasi sifat fisiko-kimia dan fungsional bubur pedas tanpa sayur dalam kemasan kaleng, serta stabilitasnya selama penyimpanan.

Penelitian terdiri atas 4 tahapan, yaitu (1) identifikasi dan karakterisasi daun kesum, (2) penentuan formula bubur pedas tanpa sayur (formula dasar), (3) pengalengan bubur pedas formula terpilih dan (4) penentuan umur simpan bubur pedas dalam kemasan kaleng. Identifikasi daun kesum dilakukan untuk mengetahui karakteristik daun kesum. Hasil identifikasi dan karakterisasi memperlihatkan daun kesum memiliki kadar air sebesar 75.04 ± 0.318% (bb), kadar abu 10.46 ± 0.700% (bk), kadar lemak 3.93 ± 0.194% (bk), kadar protein 20.50 ± 0.303% (bk) dan kadar karbohidrat 65.11 ± 0.747% (bk), kapasitas antioksidan 368.44 ± 20.020 mg AEAC/g ekstrak etanol, kandungan total fenol sebesar 34.196 ± 0.012 mg GAE (Gallic Acid Equivalent)/g ekstrak etanol serta ekstrak DMSO (Dimethylsulfoxide) penghambatan α-glukosidase sebesar 20.91 ± 1.83 µg/ml. Identifikasi minyak atsiri daun kesum dengan destilasi uap air menghasilkan 41 komponen senyawa volatil yang didominasi senyawa dodecanal (34.11%), decanal (10.32%), caryophyllene (9.13%), eugenol (7.71%) dan precocene 1 (6.37%) dan identifikasi menggunakan Licken-Nickersen menghasilkan 29 komponen volatil yang didominasi oleh senyawa dodecanal (66.68%), decanal (17.09%), 1-dodecanol (3.01%) dan caryophyllene 2.59%.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa bubur pedas kaleng yang paling disukai memiliki komposisi 66.9% beras sangrai, 22.4% kacang tanah, 10.7% minyak goreng kelapa sawit, 43.5% campuran bumbu rempah, dan penambahan 2.5% daun kesum dari formulasi daun kesum. Bubur pedas kaleng yang paling disukai berasal dari beras sangrai yang dimasak setengah matang dengan nilai Fo 9.141 menit dan disterilasi selama 60 menit pada suhu 121°C. Distribusi kalori 50.07 ± 3.538% dari karbohidrat, 36.53 ± 0.038% dari lemak dan 13.40 ± 0.688% dari protein, serta memiliki nilai fungsional seperti serat pangan larut sebesar 0.11 ± 0.02 % dan tidak larut sebesar 0.24 ± 0.04 %, kapasitas antiokasidan 324.74 ± 19.20 µg AEAC/g bubur pedas dan inhibisi terhadap enzim α-glukosidase 19435.775 ± 1710.241 µg/ml (Ic50).

(5)

45 dan 55oC agar produk lebih cepat rusak dan umur simpan dapat diduga dengan cepat menggunakan metode Arrhenius. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa cenderung terjadi perubahan parameter objektif maupun sensori selama 8 minggu penyimpanan, ditunjukkan oleh parameter kritis yang memberikan nilai umur simpan paling rendah yaitu adanya perubahan warna dan rasa ikutan. Bubur pedas kaleng dapat bertahan selama 127 hingga 181 hari pada suhu penyimpanan 25 - 30oC.

(6)

SUMMARY

Emergency food is food that is produced and can be consumed directly to meet the human daily nutritional needs in emergencies. Production of emergency food should be able to meet the caloric needs of human beings in emergency condition and has a suitable taste for Indonesia's population. However, have not been found emergency food that is developed from traditional food. Spicy porridge is a traditional food from West Kalimantan which has a unique flavor and aroma from various spices and vegetables. The objective of this study was to obtain scientific information regarding the formulation and nutritional value of preferred the spicy porridge without vegetables that sufficient calories for humans based on emergencies food and characterization of physico-chemical properties and functional and stability during strorage of spicy porridge without vegetables in can packaging.

The study consisted of 4 phases, namely (1) identification and characterization of kesum leaf, (2) formulation of the spicy porridge without vegetable (basic formula), (3) canning selected formula of the spicy porridge without vegetables and (4) the determination of the shelf life of spicy porridge in can packaging. Identification and characterization of kesum leaf conducted to determine the characteristics of the kesum leaf. Kesum leaf has 75.04% ± 0318 (bb) of moisture content, 10.46 ± 0.700% (db) of ash content, 3.93 ± 0.194% (db) of fat content, 20.50 ± 0.303% (db) of protein content and 65.11 ± 0.747% (bk) carbohydrate content. The antioxidant capacity were 368.44 ± 20.020 mg AEAC/g of ethanol extract, total phenolic content were 34 196 ± 0.012 mg GAE/g ethanol

extract and α-glucosidase inhibition were 20.91 ± 1.83 µg/ml of DMSO extract. Identification of essential oil by steam distillation water generated 41 volatile components were dominated by dodecanal (34.11%), decanal (10.32%), caryophyllene (9.13%), eugenol (7.71%) and precocene 1 (6.37%) and identification using Licken-Nickersen generated 29 volatile components were dominated by dodecanal (66.68%), decanal (17.09%), 1-Dodecanol (3.01%) and caryophyllene 2.59% compounds.

The results showed that the most preferred of basic formula has composition of 66.9% toasted rice, of 22.4% peanuts, of 10.7% palm oil and 43.5% mixture spices accompanied by the addition of the 2.5 % kesum leaves. The most preferred spicy porridge in the can packaging from the half cooked rice with the Fo value were 9.141 minutes and sterillized for 60 minutes on 121°C. The energy distribution of calories 50.07 ± 3.538% from carbohydrates, 36.53 ± 0.038% from fat and 13.40 ± 0.688 % from protein. more over the spicy porridge in can packaging having a functional value that is soluble dietary fiber 0.11 ± 0.02 % and insoluble dietary fiber 0.24 ± 0.04 %, antioxidant capacity 324.74 ± 19.20 µg AEAC ug / g spicy porridge and inhibition of the α-glucosidase enzyme 19435.775 ± 1710.241 µg/ml ppm (IC50).

(7)

give most rapid value of the shelf life spicy porridge in the can packaging were color change and after-taste. Spicy porridge in the can packaging has a shelf life for 127 to 181 days at 25 - 30°C storage temperature.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Pangan

IDENTIFIKASI DAUN KESUM SERTA KAJIAN

FORMULASI, KARAKTERISASI DAN STABILITAS BUBOR

PADDAS KALENG SEBAGAI PANGAN DARURAT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(10)
(11)

Judul Tesis : Identifikasi Daun Kesum serta Kajian Formulasi, Karakterisasi dan Stabilitas Bubor Paddas Kaleng Sebagai Pangan Darurat

Nama : Iwan Rusiardy NIM : F25 111 0081

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Sedarnawati Yasni, MAgr Ketua

Dr Elvira Syamsir, STP MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Pangan

Prof DrIr Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 sampai November 2013 ini ialah Identifikasi Daun Kesum serta Kajian Formulasi, Karakterisasi dan Stabilitas Bubor Paddas Kaleng Sebagai Pangan Darurat.

Selama proses penulisan tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan arahan oleh berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih sedalam dalamnya kepada :

1. Ibu Prof.Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M.Agr dan Ibu Dr.Elvira Syamsir, STP, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan, arahan, saran, evaluasi, perhatian dan motivasi selama perkuliahan dan penelitian hingga penyusunan tesis selesai.

2. Ibu Dr. Didah Nur Faridah, S.TP, MSi selaku dosen penguji dan Dr.Ir.Dede R Adawiyah, M.Si selaku wakil program studi Ilmu Pangan pada sidang akhir tesis atas evaluasi dan saran yang diberikan pada penulis

3. Keluarga tercinta, Ibu Hj.Artati dan Bapak (Alm) Drs.H.M. Rusli Hakim, Istri Novi Rahmawati dan anak-anakku Niwa Nashywa, Nava dan Neva yang cantik serta kakak dan adik-adik Rusliyawati, Arief, dan Arie atas doa, motivasi dan kasih sayang yang diberikan hingga kini.

4. Semua staf di laboratorium ITP, SEAFAST, atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian.

5. Segenap teman-teman Ilmu Pangan angkatan 2011, Prima, Mursyid, Yuda, Adnan, Mbak Fenny, Deni, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas dukungan, kerja sama dan doa kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang Ilmu dan Teknologi Pangan. Terima kasih.

Bogor, September 2014

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 2

Pangan Darurat 2

Bubur Pedas 3

Kesum 4

Lengkuas 5

Bawang merah 5

Bawang Putih 5

Pengalengan 6

Penetrasi Panas 6

Kecukupan Panas 7

Umur Simpan 8

3 METODE PENELITIAN 8 Waktu dan Tempat Penelitian 8 Bahan dan Alat 9 Metode Penelitian 9 Metode Analisis 11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 19 Identifikasi dan Karakteristik Daun kesum 20 Penentuan Formula Bubur Pedas Tanpa Sayur 22 Pengalengan Bubur Pedas 27 Sifat Fungsional Bubur pedas 32 Penentuan Umur Simpan 34 5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 46

Saran 47

DAFTAR PUSTAKA 47

LAMPIRAN 52

(14)

DAFTAR TABEL

1 Kondisi Identifikasi Komponen Volatil menggunakan GC-MS 13 2 Batas atas viskositas (cP) tiap spindel pada berbagai kecepatan 14

3 Faktor konversi penetapan viskositas 14

4 Komponen volatil yang sama pada minyak atsiri daun kesum asal

Kalimantan Barat dan daun kesum asal Malaysia 22

5 Hasil analisis bahan baku pembuatan bubur pedas 23 6 Distribusi energi hitungan teoritis dan hasil analisis bubur pedas 23 7 Hasil analisis objektif warna, viskositas dan pH bubur pedasa formulasi

bumbu 24

8 Hasil analisis objektif warna, viskositas dan pH bubur pedas formulasi

daun kesum 26

9 Nilai Fo bubur pedas dalam kemasan kaleng 30

10 Hasil analisis objektif warna, viskositas dan pH bubur pedas kemasan

kaleng 30

11 Hasil analisis kimia dan nutrisi bubur pedas sebelum dan setelah

dikalengkan 31

12 Perbandingan hasil perhitungan distribusi energi bubur pedas sebelum

dan setelah dikalengkan 32

13 Hasil analisis sifat fungsional bubur pedas sebelum dan setelah

dikalengkan 33

14 Persamaan garis dan konstanta laju perubahan warna selama

penyimpanan 36

15 Persamaan garis dan konstanta laju perubahan (k) viskositas selama

penyimpanan 37

16 Persamaan garis dan konstanta laju perubahan (k) sineresis selama

penyimpanan 38

21 Umur Simpan Bubur dalam Kemasan Kaleng pada Suhu 25 dan 30°C 45

DAFTAR GAMBAR

1 Bubur Pedas kalimantan Barat 3

2 Pohon kesum 4

3 Daun kesum 4

4 Identifikasi dan karakterisasi daun kesum 9

5 Bagan alir formulasi bubur pedas 10

6 Bagan alir pengalengan bubur pedas formula terpilih 11 7 Bagan alir penentuan umur simpan bubur pedas kaleng 12

(15)

9 Skor hedonik formulasi daun kesum 26

10 Kurva distribusi panas retort 28

11 Kurva penetrasi panas bubur pedas tanpa sayur dikemas kaleng 29 12 Skor hedonik formulasi kondisi awal produk pengalengan 31 13 Perubahan warna (a) nilai L, (b) nilai a, (c) nilai b dan (d) nilai ∆E

bubur pedas kaleng selama penyimpanan (8 minggu) 35 14 Perubahan viskositas bubur pedas kaleng selama 8 minggu 36 15 Perubahan sineresis bubur pedas kaleng selama penyimpanan 37 16 Perubahan nilai TBA bubur pedas kaleng selama penyimpanan 38 17 Perubahan pH bubur pedas kaleng selama penyimpanan 39 18 Perubahan sensori warna bubur pedas kaleng selama penyimpanan 40 19 Perubahan parameter sensori rasa ikutan (after taste) bubur pedas

kaleng selama penyimpanan 41

20 Perubahan parameter sensori rasa tengik bubur pedas kaleng selama

penyimpanan 42

21 Perubahan parameter sensori aroma bubur pedas kaleng selama

penyimpanan 43

22 Perubahan parameter kekentalan bubur pedas kaleng selama

penyimpanan 43

DAFTAR LAMPIRAN

1 Prosedur Analisis 52

2 Hasil Identifikasi/determinasi daun kesum asal Kalimantan Barat 54 3 Hasil analisis senyawa volatil minyak atsiri daun kesum dengan

GC-MS 55

4 Hasil analisis senyawa volatil ekstrak daun kesum dengan

licken-nickersen 59

5 Diagram alir pembuatan bubur pedas tanpa sayur 62

6 Lembar kuisioner uji hedonik bubur pedas 63

7 Lembar skor analisis penentuan umur simpan bubur pedas kaleng 64 8 Persamaan Reaksi Perubahan Mutu selama Penyimpanan pada Ordo

Nol dan Ordo Satu 68

9 Persamaan Arrhenius, Ea/R, k pada Ordo Nol dan Ordo Satu 69

(16)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bencana alam adalah kejadian luar biasa yang dapat menimbulkan penderitaan bagi yang mengalaminya. Indonesia merupakan negara yang sering mengalami bencana alam. Bencana alam menimbulkan masalah yang berat dan serius yang harus ditanggung tidak hanya oleh individu namun juga masyarakat dan negara. Belajar dari kenyataan bahwa Indonesia sangat rentan terhadap bencana alam dan juga belajar bahwa penanganan situasi pasca bencana adalah suatu hal yang berat dan rumit, maka penanganan bencana perlu dipersiapkan sejak dini.

Salah satu program penanganan itu adalah dengan menciptakan pangan darurat atau Emergency Food Product (EFP). Pangan darurat adalah pangan yang diproduksi dan dapat dikonsumsi secara langsung untuk memenuhi kebutuhan nutrisi harian (2100) kalori yang terjadi bila keadaan darurat. Oleh karena itu pembuatan pangan darurat harus dapat memenuhi kebutuhan kalori bagi manusia dalam keadaan darurat serta memiliki citarasa yang sesuai dengan selera penduduk Indonesia. Namun, hingga kini belum ditemukan pangan darurat yang dikembangkan dari makanan khas suatu daerah.

Salah satu makanan daerah yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi pangan darurat adalah bubor paddas. Bubor paddas, atau yang sekarang dikenal sebagai bubur pedas merupakan salah satu makanan khas daerah Kalimantan Barat yang berasal dari Kabupaten Sambas. Bubur pedas merupakan pangan tradisional yang diolah dari tepung beras sangrai yang dicampur dengan berbagai sayuran dan berbagai bumbu. Bubur pedas memiliki bentuk, rasa dan aroma yang khas, yang didominasi oleh beraneka macam sayuran, seperti pakis, tauge, kacang panjang, wortel dan ubi jalar. Rasa bubur pedas tidak pedas seperti namanya, walaupun ditambahkan cabai ketika makanan disajikan. Keunikan lain bubur pedas asal Kalimantan Barat ini adalah penggunaan tepung beras sebagai sumber pati utama. Sebelum ditepungkan beras disangrai bersama kelapa parut sehingga menimbulkan aroma khas. Selain itu penggunaan bumbu-bumbu yang beraneka ragam juga akan menimbulkan kombinasi rasa dan aroma yang khas.

Aroma khas bubur pedas berasal dari daun kesum dan bumbu rempah yang menambah sensasi kenikmatan ketika memakannya. Daun kesum merupakan tanaman yang tumbuh di Kalimantan Barat dan cukup populer di kalangan masyarakat Kalimantan Barat. Daun kesum sering dimanfaatkan sebagai campuran masakan, obat sakit perut dan obat antiketombe. Wibowo (2007) melaporkan bahwa daun kesum memiliki aktivitas sebagai antimikroba dan bersifat bakteriostatik. Menurut Qader et al. (2012), daun kesum mengandung kadar flavonoid dan total fenol yang tinggi, serta senyawa bioaktifnya bereaksi melawan virus, bakteri dan fungi.

(17)

antioksidan, antimikrobia, antialergi serta antiparasit (Metwally 2002). Menurut Srividya et al. (2010), lengkuas dapat dipergunakan sebagai herbal alternatif pada penanganan penyakit diabetes dan komplikasinya. Ekstrak etanol lengkuas diketahui secara efektif dapat menghambat aktivitas α-glukosidase.

Mencermati bahan dasar bubur pedas adalah beras yang merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia, daun kesum yang memiliki rasa khas, serta bumbu yang terdiri dari rempah-rempah yang telah diketahui khasiatnya bagi kesehatan, maka pengembangan bubur pedas dalam kemasan kaleng sebagai produk pangan tradisional siap saji sebagai pangan darurat dan pangan fungsional.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi ilmiah mengenai karakterisitik daun kesum, formulasi dan nilai gizi bubur pedas tanpa sayur yang disukai dan sesuai dengan syarat pangan darurat serta karakterisasi sifat fisiko-kimia dan fungsional bubur pedas tanpa sayur dalam kemasan kaleng, serta stabilitasnya selama penyimpanan.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi karakteristik daun kesum dan pengembangan bubur pedas secara komersial sebagai pangan tradisional dalam kemasan kaleng berdasarkan hasil penentuan formula bubur pedas yang disukai dan sesuai dengan kebutuhan gizi yang dapat disimpan lama. Pengembangan bubur pedas tanpa sayur siap saji dalam kemasan kaleng sebagai pangan darurat dan pangan tradisional dapat digunakan sebagai salah satu alternatif yang mendukung program mitigasi bencana diperlukan dalam rangka mendukung program pemerintah dalam bidang kesehatan dengan memanfaatkan potensi bahan lokal.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Pangan Darurat

Pangan darurat merupakan pangan yang dibuat untuk menghadapi bencana atau masa-masa darurat seperti banjir, gempa bumi, longsor atau perang serta kelaparan. Tujuan dari pemberian pangan darurat adalah untuk memenuhi asupan harian korban bencana alam. Pangan darurat (EFP) diproduksi untuk memenuhi kebutuhan energi harian yang direkomendasikan sebesar 2100 kkal dengan bobot sekitar 450 gram (IOM 2002).

Keberhasilan pengembangan pangan darurat dapat dilihat dari karakteristik kritis meliputi (1) aman, (2) memiliki kualitas yang dapat diterima oleh konsumen (penampakan, warna, rasa, aroma), (3) mudah didistribusikan, (4) mudah digunakan dan (5) memiliki Nutrisi lengkap.

(18)

memiliki kualitas yang dapat diterima oleh konsumen (penampakan, warna, rasa, aroma), (3) mudah didistribusikan, (4) mudah digunakan dan (5) memiliki Nutrisi lengkap.

Bubur Pedas

Bubur pedas merupakan pangan tradisional yang diolah dari beras yang dihaluskan setelah disangrai dan dicampur dengan berbagai sayuran dan bumbu. Bubur pedas berasal dari Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Di Sambas sendiri makanan ini dikenal dengan sebutan ―bubor paddas‖ yang berarti bubur pedas. Pada awalnya bubur pedas dibuat menggunakan tanaman yang terdapat di daerah Sambas, diantaranya terdapat 44 jenis tanaman sebagai sayur ataupun bumbu yang dipergunakan seperti pakis, kangkung, ubi jalar, daun kesum, jagung muda, daun kunyit, kacang panjang, lada hitam dan lada putih, gambas, daun buas-buas, dan lainnya.

Seiring dengan penyebarannya ke beberapa daerah di Kalimantan Barat, bubur pedas mengalami beberapa perubahan tanpa menghilangkan ciri khasnya. Ciri khas bubur pedas adalah aromanya yang khas yaitu aroma yang berasal dari daun kesum dan berbagai bumbu yang digunakan.

Bubur pedas diolah terlebih dahulu dengan menyangrai beras bersama dengan kelapa parut untuk selanjutnya dihaluskan. Kemudian ditambahkan daun kesum dan daun kunyit yang telah diiris halus beserta beberapa sayuran. Warna bubur pedas cenderung gelap dan warna-warni karena penambahan berbagai sayuran kedalamnya. Bubur pedas telah dijadikan menu untuk menjaga kesehatan dan berat tubuh oleh sebagain orang.

Kesum

Tanaman Kesum (Polygonum minus huds) cukup popular di Kalimantan Barat dan sering dimanfaatkan sebagai bumbu masakan khususnya sebagai bumbu bubur pedas. Bubur pedas memiliki aroma khas yang diperkirakan berasal dari daun kesum. Selain itu, tanaman ini juga sering digunakan sebagai obat sakit perut, obat antiketombe (Wibowo 2007). Daun kesum juga telah digunakan sebagai penyembuh penyakit pencernaan dan ketombe. Sebagai obat sakit perut, daun kesum direbus bersama air lalu diminum sedangkan untuk penyembuhan ketombe, ekstrak minyak dicampur dan dioleskan ke kulit kepala.

(19)

Tanaman kesum merupakan tanaman asli yang berasal dari negara-negara Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand dan Vietnam. Tanaman ini tumbuh liar di daerah-daerah yang lembab seperti dekat sungai (tepi sungai), parit serta danau. Tanaman kesum dapat tumbuh baik pada kondisi dingin serta daerah-daerah yang berbukit (Qader et al. 2012).

Menurut Qader et al. (2012), tanaman kesum (Polygonum minus huds) mengandung flavonoid dan kandungan total fenol yang tinggi, senyawa bioaktifnya bereaksi melawan virus, bakteri dan fungi, sitotoksisitas dan memiliki aktivitas anti inflamasi sehingga dapat dinyatakan sebagai obat alami. Hal ini memperkuat penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2007), yang menyimpulkan bahwa fraksi dietil-eter pada daun kesum mempunyai aktivitas sebagai antimikroba dan bersifat bakteriostatik.

Kesum merupakan tanaman aromatik yang memiliki kandungan minyak esensial yang tinggi yaitu sebesar 72,54% (Baharum et al. 2010). Hasil penelitian terhadap daun kesum asal Kalimantan Barat menunjukkan bahwa ekstrak daun kesum mengandung fenol, alkaloid, flavonoid, triterpenoid, tanin dan saponin. Ekstrak etanol daun kesum potensial sebagai sumber antibakteri alami dengan KHM 25 mg/ml untuk E. coli dan 30 mg/ml untuk S. aureus. Fraksinasi ekstrak etanol daun kesum dengan KLT menunjukkan enam bercak dibawah lampu UV

pada λ β54 nm dan KLT bioautografi dengan teknik agar overlay efektif untuk mendeteksi fraksi aktif ekstrak etanol daun kesum dengan aktivitas antibakteri baik terhadap E. coli maupun S. aureus. Mekanisme penghambatan ekstrak daun kesum terhadap E.coli dan S. aureus adalah terjadinya gangguan permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran material sel (Imelda 2013).

Daun Kunyit

Di beberapa daerah di Indonesia daun kunyit telah dimanfaatkan sebagai pemberi aroma pada masakan. Seperti di daerah Sumatera Barat, daun kunyit digunakan dalam pengolahan rendang dan gulai. Aroma pada daun kunyit berasal dari minyak atsiri yang terdiri dari komponen yang secara keseluruhan membentuk aroma yang khas (Murdianti 1998). Minyak atsiri daun kunyit terdiri dari komponen-komponen yang tergolong dalam monoterpen, sesquiterpen, diterpen, politerpen, alkohol, aldehid, keton, ester dan eter.

(20)

Lengkuas

Lengkuas (Alpinia galanga L) merupakan anggota familia Zingiberaceae. Rimpang lengkuas mudah diperoleh di Indonesia dan manjur sebagai obat gosok untuk penyakit jamur kulit sebelum obat-obatan modern berkembang seperti sekarang. Lengkuas merupakan rempah-rempah dan bumbu makanan penting produk serta obat atau bagian dari obat-obatan dalam pengobatan di Asia untuk berbagai aplikasi, seperti terhadap rematik, pengobatan penyakit pernapasan (Jirovetz et al. 2003). Rimpang lengkuas juga digunakan sebagai salah satu bumbu masak selama bertahun-tahun. Penelitian Yuharmen et al. (2002) menyatakan adanya aktifitas penghambatan pertumbuhan mikrobia oleh minyak atsiri dan fraksi metanol rimpang lengkuas pada beberapa spesies bakteri dan jamur.

Bawang Merah

Bawang merah (Allium cepa L.) terbukti memiliki aktivitas antidiabetes, antioksidan, antihipertensif, antitrombosit, hipoglikemik dan antihiperlipidemik (Shenoy et al. 2009). Bawang merah merupakan sumber flavonoid, mengandung komponen polifenol sebagai senyawa antioksidan efektif karena kemampuannya untuk melawan radikal bebas dari asam lemak dan oksigen.

Bawang Putih

Bawang putih (Allium sativum L.) mengandung senyawa kimia yang disebut alisin. Alisin memiliki efek bakteriosidal dan cenderung tidak stabil. Hanya beberapa hari saja dapat berubah menjadi senyawa sulfur yang berminyak dan berbau. Dialid sulfide merupakan kandungan utama pada bawang putih. Senyawa ini mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphilococcus aureus (Wilson dan Droby. 2001).

Perlakuan ekstrak minyak atsiri bawang putih pada tikus diabetes dapat menurunkan kadar enzim fosfatase dalam sel darah merah, fosfatase asam dan alkali, transferase alanin, transferase aspartat, dan amilase dalam serum darah. Enzim-enzim tersebut berperan dalam metabolisme glukosa (Ohaeri 2001).

Pengalengan

Teknologi pengalengan merupakan salah satu metode pengawetan pangan dengan cara pemanasan pada suhu tinggi. Proses pengawetan terjadi disebabkan adanya pembunuhan mikroorganisme pembusuk dan patogen oleh panas. Pemanasan basah (uap) lebih efektif dibandingkan pemanasan kering (Kim dan Foegeding 1999).

Pengertian pengalengan bukan hanya terbatas pada proses pengalengan konvensional menggunakan kemasan kaleng, tetapi dapat juga menggunakan kemasan non-kaleng, seperti retort pouch, tetrapack, kaleng alumunium, glass jar, kemasan plastik, dan sebagainya (Hariyadi et al. 2006). Syarat utama wadah yang dapat digunakan untuk pengalengan pangan adalah tertutup rapat, tidak dapat dimasuki udara, uap air, atau pun mikroba.

(21)

kaleng, sterilisasi, pendinginan, dan penyimpanan. Persiapan dilakukan dengan memilih bahan-bahan yang akan dikalengkan, mencuci, memotong, dan melakukan pengolahan selanjutnya terhadap bahan.

Pengisian bahan ke dalam kaleng harus memperhatikan sisa ruangan di bagian atas kaleng (headspace) 1-2 cm dari permukaan kaleng. Isi kaleng yang terlalu penuh akan menyebabkan kaleng menjadi cembung sehingga mutunya dapat disangka buruk. Headspace juga berguna untuk merapatkan penutupan kaleng. Saat uap air mengembun dalam kaleng, tekanan dalam headspace akan turun dan tekanan atmosfir di luar menekan tutup kaleng sehingga penutupan menjadi kuat. Penghampaan udara bertujuan untuk mengeluarkan udara dalam kemasan untuk mengurangi tekanan di dalamnya selama proses pemanasan menurut Hariyadi et al (2006), kondisi vakum dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran kaleng dan reaksi-reaksi oksidasi lainnya yang akan menurunkan mutu. Suhu ruangan penghampaan udara adalah 80-900C dan proses berlangsung selama 8-10 menit.

Penutupan kaleng dilakukan setelah proses penghampaan udara, saat suhu masih relatif tinggi. Proses ini dilakukan dengan menggabungkan badan kaleng dengan tutupnya (double seaming). Proses sterilisasi dilakukan secepat mungkin setelah penutupan kaleng. Jika waktu tunggu (holding time) terlalu lama, jumlah mikroba awal sebelum sterilisasi akan terlalu banyak sehingga standar proses sterilisasi yang ditetapkan mungkin tidak dapat membunuh mikroba target. Suhu sterilisasi standar yang digunakan adalah 121.10C (Hariyadi et al. 2006).

Penetrasi Panas

Penetrasi panas adalah perambatan panas dalam kemasan dan produk yang terjadi selama proses termal. Tujuan pengukuran penetrasi panas adalah untuk mengetahui proses perubahan suhu produk pemanasan dan pendinginan untuk menetapkan proses termal yang aman dan mengevaluasi penyimpanan proses. Pengukuran penetrasi panas ini harus dirancang untuk dapat menguji dengan tepat seluruh faktor kritis yang berhubungan dengan produk, pengemas, dan proses yang mempengaruhi laju pemanasan. Penetrasi panas ke dalam bahan pangan yang dikemas dapat berlangsung secara konduksi, konveksi, atau gabungan keduanya. Ketika bahan pangan ditempatkan dalam retort, pindah panas terjadi secara konduksi ke dalam kemasan, kemudian dari kemasan ke bahan yang dikalengkan pindah panas terjadi secara konduksi atau konveksi bergantung pada jenis bahan pangannya (Hariyadi et al. 2006).

Penentuan titik terdingin produk dapat diperkirakan dari sifat perambatan panas, bentuk kemasan, dan ukuran headspace. Posisi titik terdingin untuk bahan yang mengalami perambatan panas secara konveksi pada kemasan kaleng dengan bentuk silindris vertikal akan berada di titik tengah di 1/3 ketinggian kemasan bagian bawahnya, sedangkan untuk bahan yang mengalami perambatan panas secara konveksi berada pada pusat geometrisnya (Fellows 2000).

Kecukupan Panas

(22)

perlakuan panas pada suhu yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih singkat, atau sebaliknya. Percobaan dan perhitungan kecukupan panas dapat menjadi dasar dalam penetapan proses pengalengan pangan. Kemampuan sterilisasi bergantung pada karakteristik nilai z mikroorganisme dan suhu sterilisasi. Simbol F biasanya digunakan untuk menunjukkan nilai pasteurisasi. Nilai F dengan z =18oF biasa disebut dengan Fo, karena nilai z =18 oF sangat umum digunakan untuk spora khususnya dari jenis C.botulinum. Menurut Toledo (2007), pemusnahan spora dan sel vegetatif dari C.botulinum merupakan syarat minimum untuk pangan berasam rendah yang dikalengkan.

Pemusnahan C.botulinum menggunakan konsep 12D yang berarti proses termal yang dilakukan dapat mengurangi mikroba sebesar 12 siklus logaritma atau F = 12D (Hariyadi et al. 2006). Nilai D untuk C.botulinum diperkirakan sebesar 0.21 menit pada suhu 121.1oC dengan nilai z sebesar 10°C, berarti aplikasi 12D ekuivalen dengan waktu pemanasan 12 × 0.21 menit = 2.52 menit pada suhu 121.1oC, yang dikenal dengan proses letalitas minimum (Ahmed dan Shivhare 2006).

Kecukupan proses termal untuk membunuh mikroba target hingga pada level yang diinginkan dinyatakan dengan nilai Fo. Secara umum, nilai Fo didefinisikan sebagai waktu (menit) yang dibutuhkan untuk membunuh mikroba target hingga mencapai level tertentu pada suhu tertentu. Nilai Fo biasanya menyatakan suatu proses pada suhu standar. Secara matematis, nilai Fo merupakan hasil perkalian antara nilai D0 pada suhu standar dengan jumlah siklus logaritmik (S) yang diinginkan dalam proses.

Data hasil pengukuran penetrasi panas diolah untuk menetukan nilai sterilitas (F0) proses termal yang dilakukan. Ada dua metode untuk menganalisis data penetrasi panas, yaitu metode umum dan metode formula Ball. Metode umum biasanya digunakan untuk evaluasi proses panas yang telah dilakukan. Menurut Toledo (2007), letalitas proses ditentukan dengan integral nilai letalitas (L) menggunakan data suhu terhadap waktu proses.

0 = (1)

Efek letalitas proses yang dilakukan pada suhu yang berbeda akan menyebabkan dampak yang berbeda pula. Efek letalitas pada suhu tertentu dibandingkan dengan suhu standar disebut nilai LR (Lethal Rate) atau LV (Lethal Value).

= 10 [ −121.1/ ] (2)

LR tidak memiliki satuan dan nilainya pada suhu standar (121.10C atau 2500F) adalah 1. Nilai LR lebih besar jika pemanasan yang dilakukan di atas suhu standar. Nilai letalitas umumnya memberikan nilai yang nyata pada suhu di atas 900C. Menurut Hariyadi et al. (2006), rumus untuk menghitung nilai F pada suhu bukan standar adalah sebagai berikut

(3)

(23)

= h ( h h− ) (4)

= − 0.4 (5) Keterangan:

tB : waktu proses (menit)

tc : come up time (CUT), yaitu waktu sejak uap dimasukkan sampai retort mencapai

suhu proses (menit)

tp : operator time, yaitu waktu sejak suhu retort mencapai suhu proses diinginkan

sampai suplai uap dihentikan (menit)

fh : waktu yang diperlukan kurva penetrasi panas melewati 1 siklus log (menit)

Jh : faktor lag waktu sebelum kurva pemanasan menjadi lurus

Ih : perbedaan suhu retort dengan suhu awal produk (Tr-T0)

g : perbedaan suhu retort dengan produk di dalam kaleng pada akhir proses termal

Umur Simpan

Umur simpan didefinisikan sebagai selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi dimana produk masih dalam kondisi yang baik pada penampakan, rasa, tekstur dan nilai gizinya. Salah satu kendala yang sering dihadapi industri pangan dalam penentuan masa kadaluwarsa produk adalah waktu. Ada lima pendekatan yang dapat digunakan untuk menduga masa kedaluwarsa, yaitu: 1) nilai pustaka 2) distribution turn over, 3) distribution abuse test, 4) keluhan konsumen, dan 5) accelerated shelf-life testing (ASLT).

Penentuan umur simpan produk makanan dapat ditentukan menggunakan metode extended storage studies (ESS) dan metode accelerated shelf-life testing (ASLT). Penentuan umur simpan dengan metode ESS adalah penentuan umur simpan dengan cara menyimpan produk pangan pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutu hingga mencapai mutu kadaluarsa. Metode ini akurat namun memerlukan waktu yang relatif panjang serta memerlukan biaya yang besar. Penentuan umur simpan produk dengan metode ASLT dilakukan dengan menggunakan parameter kondisi lingkungan yang dapat mempercepat proses penurunan mutu produk pangan. Salah satu keuntungan metode ASLT yaitu waktu pengujian relatif singkat, namun ketepatan dan akurasinya tinggi (Arpah 2001). Penentuan umur simpan produk dengan metode akselerasi dapat dilakukan dengan pendekatan persamaan Arrhenius, yaitu dengan teori kinetika yang pada umumnya menggunakan ordo nol atau satu untuk produk pangan.

3

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

(24)

Bahan dan Alat

Bahan terbagi atas bahan untuk formulasi bubur pedas dan bahan analisis. Bahan untuk formulasi terdiri dari beras varietas cianjur, kelapa parut jenis kelapa dalam, kacang tanah yang didapat dari supermarket, daun kesum didapat dari kota Pontianak, daun kunyit, bawang merah, ketumbar, bawang putih, lada putih dan lada hitam, lengkuas didapat dari pasar tradisional di Bogor. Bahan-bahan untuk penelitian yaitu aquades, enzim α-glukosidase dari bacillus stearothermophilus (Sigma Aldrich G36-51), Enzim thermamyl, Pepsin NF, Pankraetin 4 x NF, larutan asetat : chloroform (2:1), K2SO4, HgO dan H2SO4. NaOH-NaS2O3, p-nitrofenol (pNP), HCl, larutan buffer, Na2S2O3, amilum, metanol, asam askorbat, dan larutan DPPH.

Alat yang dipergunakan adalah retort, double seamer, exhauster, termokopel, pH meter, GC-MS Agilent 5975 Cinert XL EI/CI MSD, kaleng dimensi 307 x 113, chromameter, blender, alat-alat organoleptik, Brookfield viscotester, oven, timbangan analitik, labu kjeldahl, labu takar, inkubator, tanur, spektrofotometer, vortex, water bath dan vacuum evaporator.

Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri atas 4 tahapan, yaitu identifikasi dan karakterisasi daun kesum, penentuan formula bubur pedas tanpa sayur (formula dasar), pengalengan bubur pedas formula terpilih dan penentuan umur simpan bubur pedas kaleng.

Identifikasi dan Karakterisasi Daun Kesum

Identifikasi tanaman kesum dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor dan karakterisasi yang dilakukan pada daun kesum adalah analisis proksimat, kapasitas antioksidan, total fenol, kapasitas inhibisi α-glukosidase serta komponen volatil menggunakan GC-MS (Gambar 4).

Gambar 4 Identifikasi dan karakterisasi daun kesum

Pengembangan Formula Dasar Bubur Pedas

Formulasi dasar bubur pedas dibagi menjadi 2 tahapan yaitu formulasi bumbu dan formulasi daun kesum. Formulasi dasar bubur pedas dapat dilihat pada

Daun Kesum

Identifikasi Tanaman Kesum

(25)

Gambar 5. Formulasi bumbu diawali dengan analisis proksimat bahan baku untuk mengetahui komposisi gizi bahan baku sebagai dasar dalam formulasi bahan untuk memenuhi persyaratan distribusi energi menggunakan prinsip kesetimbangan massa (mass balance). Perhitungan formulasi bumbu dapat dilihat pada Lampiran 8. Distribusi energi mengacu pada pangan darurat yaitu produk harus memiliki sebaran kalori dari kabohidrat sebesar 40-50%, protein 10-15% dan lemak 35-45% (Zoumas et al 2002). Formulasi daun kesum dibagi menjadi 3, yaitu: penambahan daun kesum 2.5%, 5.0% dan 7.5% terhadap formula bubur pedas bumbu terpilih.

Pengalengan Bubur Pedas

Bubur pedas yang dikalengkan adalah formula bubur pedas terpilih dengan perlakuan beras sangrai. Pengkondisian beras dilakukan dengan 3 kondisi yaitu beras sangrai mentah, beras sangrai dimasak setengah matang dan matang dengan tujuan untuk mengetahui perlakuan yang tepat untuk menghasilkan produk kaleng dengan mutu baik dan disukai. Masing-masing bubur pedas dikemas dalam kaleng

Gambar 5 Bagan alir formulasi bubur pedas Analisis Proksimat

Formulasi daun kesum 2.5%, 5 % dan 7.5%

Uji warna, uji pH, uji viskositas, uji hedonik (rasa, warna, aroma dan kekentalan)

Formula bubur pedas daun kesum terpilih Beras dan kelapa sangrai

Formulasi bumbu berdasarkan hasil perhitungan distribusi energi

Bubur pedas formulasi bumbu

Uji proksimat (kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan kadar karbohidrat), uji warna, uji pH, uji viskositas, uji hedonik (rasa, warna,

aroma dan kekentalan)

Formula bubur pedas bumbu terpilih

(26)

dengan dimensi 307 x 113 dan berat 200 gram. Pengalengan bubur pedas dapat dilihat pada Gambar 6. Evaluasi angka kecukupan panas (Fo) dilakukan pada setiap kondisi pengalengan menggunakan metode umum.

Penentuan Umur Simpan Bubur Pedas Kaleng

Penentuan umur simpan bubur pedas dalam kemasan kaleng dilakukan menggunakan metode Accelerated shelf-life testing (ASLT) dengan pendekatan Arrhenius (Gambar 7). Bubur pedas disimpan pada 3 suhu ekstrem untuk mempercepat kerusakan bubur pedas dalam kemasan kaleng kemudian penentuan umur simpan berdasarkan ekstrapolasi pada suhu penyimpanan. Sebelum disimpan pada 3 suhu ekstrim, bubur pedas dalam kemasan kaleng dirusakkan pada suhu 55°C dengan tujuan untuk mengetahui dan menentukan atribut sensoris kritis kerusakan bubur pedas dalam kemasan kaleng. Selanjutnya bubur pedas kaleng disimpan pada suhu penyimpanan 35, 45 dan 55°C selama 8 minggu.

Metode Analisis Analisis Proksimat (AOAC 2006):

Analisis kadar air, kadar protein dengan metode Kjehdahl, Analisis kadar lemak metode soxhlet, Kadar abu dengan metode pengabuan kering, kadar karbohidrat (by difference) dapat dilihat pada Lampiran 1.

Gambar 6 Bagan alir pengalengan bubur pedas formula terpilih Formula bubur pedas

terpilih

Formula bubur pedas daun kesum terpilih beras

mentah

Formula bubur pedas daun kesum terpilih beras

setengah matang

Formula bubur pedas daun kesum terpilih beras

matang

Penentuan karakteristik proses termal produk (distribusi panas, penetrasi panas dan nilai Fo)

Proses pengalengan pada satu waktu proses

Bubur pedas kaleng

Uji warna, uji pH, uji viskositas, uji hedonik (rasa, warna, aroma dan kekentalan)

(27)

Nilai pH (AOAC 2006)

Alat pH meter dikalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan dengan larutan buffer pH 4.0 dan pH 7.0. Sampel sebanyak 30-50 ml selanjutnya langsung diukur nilai pH-nya dengan menggunakan pH meter.

Uji kesukaan atau uji hedonik

Pada uji ini panelis mengemukakan tanggapan pribadi suka atau tidak suka terhadap bubur pedas. Panelis berjumlah sebanyak 70 orang meliputi 35 orang berasal dari staf dan mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB dan 35 orang lainnya berasal dari mahasiswa dan staf Jurusan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri Pontianak.

Pada uji hedonik, panelis diminta untuk mencicipi, mencium bau, melihat masing-masing formula dan diharuskan diantara mencicipi tersebut dinetralkan dengan air putih. Panelis diminta memberikan penilaian tingkat kesukaan mereka terhadap karakteristik rasa, aroma, warna dan kekentalan dari produk bubur pedas.

Tingkat persepsi panelis digambarkan berdasarkan skor kesukaan sebagai berikut:1 : sangat tidak suka, 2 : tidak suka, 3 : agak tidak suka, 4 : netral, 5 : agak suka, 6 : suka dan 7 : sangat suka

Identifikasi komponen volatil minyak atsiri daun kesum Ekstraksi Destilasi Uap Air

Daun kesum segar didestilasi uap air selama 8 jam. Kemudian minyak yang berada pada bagian atas diambil kemudian ditambahkan sejumlah sodium sulfat (Na2SO4) anhidrous untuk menghilangkan sisa air yang terkandung di dalam minyak selama proses ekstraksi. Minyak atsiri disimpan dalam vial gelap suhu 4°C sampai saat akan digunakan.

Gambar 7 Bagan alir penentuan umur simpan bubur pedas kaleng Bubur pedas kaleng terpilih

Penyimpanan pada suhu 55oC untuk penentuan atribut sensoris kritis

Penyimpanan pada suhu 35, 45 dan 55oC selama 8 minggu

uji deskriptif sensori, uji objektif pH, warna dan angka ketengikan (TBA) yang dilakukan setiap minggu. Pada uji deskriptif metode profil flavor, panelis menilai produk berdasarkan atribut aroma, rasa, aftertaste

(rasa-ikutan) dan kekentalan

(28)

Ekstraksi dengan Licken-Nickersen

Daun segar sebanyak 100 g ditambahkan aquades sebanyak 1000 ditempatkan dalam labu sampel dan dilakukan ekstraksi selama 2 jam menggunakan alat ekstraksi Licken-Nickersen dengan menggunakan pelarut dietil eter sebanyak 50 ml. Ekstrak dipekatkan menggunakan labu rotary evaporator sampai mencapai volume 1 mL. Ekstrak yang diperoleh dihilangkan airnya dengan sodium sulfat (Na2SO4) anhidrous. Ekstrak disimpan dalam vial gelap suhu 4°C sampai saat akan digunakan.

Identifikasi komponen volatil

Komponen volatil dari minyak atsiri daun kesum diidentifikasi dengan menggunakan GC-MS pada kondisi yang tertera pada Tabel 1.

Interpretasi spektra massa

Interpretasi spektra massa dilakukan menggunakan bantuan komputer untuk membandingkan pola spektra massa suatu senyawa dengan pola spektra massa pada mass spectra library koleksi NIST 05a. Interpretasi dilakukan secara manual dengan membandingkan pola spektra massa komponen minyak atsiri dengan pola spektra massa komponen tersebut yang telah dipublikasikan.

Penentuan Linier Retention Index (LRI)

Setiap peak dicatat oleh integrator mempunyai waktu retensi masing-masing. Nilai LRI masing-masing dihitung berdasarkan data waktu retensi n-alkan standar (C8 – C22) 0.1 % yang disuntikkan pada kondisi yang sama dengan kondisi penyuntikan minyak atsiri daun kesum. Perhitungan LRI dilakukan dengan persamaan sebagai berikut :

LRIx = indeks retensi linier komponen x

tx = waktu retensi komponen x

tx = waktu retensi alkana standar dengan n buah atom karbon yang muncul sebelum

komponen x (menit)

Tabel 1 Kondisi Identifikasi Komponen Volatil menggunakan GC-MS a Kondisi GC

(29)

tx+1 = waktu retensi alkana standar dengan n+1 buah atom karbon yang muncul sesudah

komponen x (menit)

n = jumlah atom karbon alkana standar yang muncul sebelum komponen x

Identifikasi komponen volatil

Hasil interpretasi dengan GC-MS dijadikan pegangan untuk menentukan jenis komponen volatil. Kemudian identifikasi komponen dikonfirmasi dengan membandingkan nilai LRI komponen dari hasil perhitungan dengan literatur dari komponen tersebut pada jenis kolom yang sama atau sejenis.

Analisis Bilangan TBA (Apriyantono et al 1989)

Pengukuran bilangan TBA dilakukan untuk mengetahui terjadinya ketengikan melalui pengukuran kadar malonaldehida yang terbentuk. Sampel sebanyak 10 g ditambahkan 97,5 ml akuades dalam labu destilat, kemudian ditambah HCl 4 M sebanyak 2,5 ml hingga pH 1,5 lalu ditambahkan antifoam. Labu destilat dipasang pada alat destilasi kemudian dipanaskan pada suhu tinggi hingga volume larutan dalam labu mencapai 50 ml, kemudian diaduk. Sebanyak 5ml larutan dari labu destilat diambil dan dimasukan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambah 5 ml pereaksi TBA. Tabung ditutup dan dipanaskan selama 35 menit dalam air mendidih, selanjutnya didinginkan. Absorbansi destilat diukur pada panjang gelombang 528 nm dengan larutan blanko sebagai titik nol. Larutan blanko dibuat dari campuran 5 ml air suling ditambah 5 ml pereaksi TBA. Bilangan TBA dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Bilangan TBA (mg malonaldehida/kg) = 7,8 x absorbansi

Analisis Viskositas (AOAC 2006)

Uji viskositas dilakukan menggunakan viscometer Brokfield. Pengukuran fluida dengan kekentalan yang belum diketahui dianjurkan dengan mencoba menggunakan spidle bernomor besar hingga kecil dengan kecepatan putar dari rendah ke tinggi. Pengukuran produk bubur dilakukan menggunakan spindel no 4 pada 12 RPM. Nilai viskositas diekspresikan sebagai centipoises (cP).

Tabel 2 Batas atas viskositas (cP) tiap spindel pada berbagai kecepatan

Spindel Rpm

Viskositas (cP) = skala yang terbaca x faktor konversi

Tabel 3 Faktor konversi penetapan viskositas

(30)

Analisis warna dengan Chromameter (Stinco et al. 2013)

Sampel bubur pedas diletakkan pada plat gelas transparan. Pengukuran dilakukan menggunakan skala L, a, b. Pengukuran dilakukan dengan menempelkan kepala optik dengan sampel. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali dan nilai yang terbaca adalah nilai rata-ratanya.

Persentase Sineresis (Wattanachant et al. 2003)

Sampel Bubur ditimbang sebanyak 10 g ke dalam 2 buah tabung sentrifuse yang telah diketahui beratnya, ditutup dengan rapat, kemudian disimpan pada suhu 4oC selama 24 jam diikuti dengan pembekuan pada suhu -20 oC selama 48 jam. Pasta dikeluarkan dari freezer kemudian dilakukan proses thawing pada suhu ruang selama 4 jam.

Sampel yang telah mendapatkan perlakuan satu siklus freeze-thaw disentrifusi selama 15 menit pada kecepatan 3500 rpm. Selama sentrifusi berlangsung, air yang keluar dari matriks gel selama perlakuan freeze-thaw akan berada di bagian atas tabung dan gel tepung akan berada di bagian bawah tabung. Air yang berada di atas tabung dipisahkan kemudian diukur beratnya. Persentase sineresis dinyatakan dengan perbandingan antara air yang keluar terhadap berat awal bubur.

Analisis bubur pedas tanpa sayur sebagai inhibitor enzim α-glukosidase Ekstraksi Bubur pedas

Bubur pedas sebanyak 10 gr ditambahkan dengan DMSO (Dimethylsulfoxide) sebanyak 1 ml kemudian disonikasi selama 30 menit hingga homogen selanjutnya disentrifus 3000 RPM selama 30 menit hingga padatan bubur terpisah.

Analisis inhibisi enzim α-glukosidase (Sancheti et al. 2009)

Larutan reaksi terdiri dari campuran 10 µL sampel, 50 µL 0.1 M buffer fosfat pH 7, 25 µL enzim alfa glukosidase, 25 µL p-nitrofenil-α -D-glukopiranosida (pNG) sebagai substrat yang diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit. Setelah itu reaksi enzim dihentikan dengan penambahan 100 µL 0.2 M larutan sodium karbonat. Hidrolisis enzimatik substrat dilihat dengan jumlah p-nitrofenol yang terlepas pada reaksi larutan menggunakan alat Elisa Reader (Epoch, Biotech, USA) pada panjang gelombang 410 nm.

Penyiapan pereaksi, yakni enzim α-glukosidase sebanyak 1 mg dilarutkan dengan 10 mL 0, 1 M buffer fosfat pH 7 yang mengandung 100 mg BSA (Bovine Serum Albumin). Stok enzim tersebut diencerkan 25 kali dengan 0.1 M buffer fosfat pH 7. Larutan substrat dibuat dengan melarutkan 0.0753 gram pNG dalam 25 ml buffer fosfat pH 7. Buffer kalium fosfat dibuat dengan melarutkan 1.37 gram KH2PO4 dengan air suling, 1.4246 gram K2HPO4 dengan air suling, kemudian dinaikkan pHnya menjadi 7 dengan penambahan NaOH 5%, lalu ditera menjadi 100 mL. Larutan natrium karbonat 0.2 M dibuat dengan melarutkan 0.5 gram dalam 25 mL buffer fosfat pH 7. Perhitungan persentase inhibisi alfa glukosidase dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

x 100 Keterangan : A2 = Absorbansi blanko

(31)

Nilai IC50 menunjukkan konsentrasi yang dapat menghambat 50% aktivitas alfa glukosidase pada kondisi uji yang dilakukan. Nilai IC50 ditentukan dengan menggunakan persamaan regresi linear, konsentrasi sampel sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu y. Dari persamaan y = a + bx dapat dihitung nilai IC50 dengan menggunakan rumus :

Pengukuran kapasitas antioksidan (modifikasi Kubo et al. 2003)

Sebanyak 1.5 mL buffer asetat 100mM (pH 5.5), 2.85 mL etanol, dan 150 µL larutan DPPH (100mM) dalam 1.5 mM metanol. Larutan DPPH dibuat segar setiap akan digunakan. Selanjutnya, sebanyak 45 µL sampel ditambahkan ke dalam tabung tersebut dan diinkubasi pada suhu ruang dan tempat gelap selama 30 menit. Sebagai larutan blanko tanpa penambahan sampel. Pengukuran dilakukan menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu UV 1800, Jepang) dengan penentuan nilai absorbansi pada panjang gelombang 517 nm. Kapasitas antioksidan dinyatakan sebagai mg/g AEAC (Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity).

Kadar serat pangan metode enzimatis (AOAC 1995)

Sampel kering diekstrak lemaknya dengan pelarut petroleum eter pada suhu kamar selama 15 menit. Sejumlah 1 gram sampel bebas lemak (w) dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 25 ml 0.1 M buffer natrium fosfat pH 6 dan dibuat suspensi. Lalu ditambahkan 0.1 ml termamyl, ditutup dengan alumunium foil dan diinkubasi pada suhu 100°C selama 15 menit, diangkat dan didinginkan, kemudian ditambahkan 20 ml akuades dan pH diatur menjadi 1.5 dengan menambahkan HCl 4 M. Selanjutnya ditambahkan 100 mg pepsin, ditutup dan diinkubasi pada suhu 40 °C dan diagitasi selama 60 menit. Kemudian ditambahkan 20 ml aquades dan pH diatur menjadi 6.8, lalu ditambahkan 100 mg pankreatin, ditutup dan dinkubasi pada suhu 40°C selama 60 menit dan diagitasi. Tahap akhir pH 4.5 diatur dengan HCl. Berikutnya disaring dengan crucible kering porositas dua yang telah ditimbang bobotnya yang mengandung celite kering, dan dicuci dua kali dengan aquades.

Serat makanan tidak larut (IDF)

Sampel dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton, lalu dikeringkan pada suhu 105 °C sampai berat tetap (12 jam), ditimbang setelah didinginkan di dalam desikator (DI). Selanjutnya diabukan dalam tanur 500 °C, minimal 5 jam dan ditimbang kembali setelah didinginkan (I1).

Serat makanan larut (SDF)

(32)

Analisis TDF

Serat makanan total (TDF) ditentukan dengan menjumlahkan nilai SDF dan IDF. Nilai blangko untuk IDF dan SDF diperoleh dengan cara yang sama namun tanpa menggunakan sampel.

Nilai IDF (%bb) = ((D1-I1-B1)/w) x 100% Nilai SDF = ((D2-I2-B2)/w) x 100% Nilai TDF (%bb) = Nilai IDF + SDF

Uji Penetrasi Panas

Persiapan sampel untuk uji penetrasi panas disesuaikan berdasarkan hasil uji formulasi. Termokopel dipasang pada titik terdingin kaleng yaitu pada tengah kaleng. Sampel bubur pedas dimasukkan ke dalam kaleng. Ujung termokopel diletakkan pada bahan yang diduga paling lambat mengalami perambatan panas. Sebanyak tiga buah termokopel dipasang dalam produk dan dua buah dipasang dalam retort. Selanjutnya, termokopel dihubungkan dengan termorekorder.

Produk disusun dalam satu tumpukan pada titik terdingin retort yaitu pada posisi tengah di keranjang yang paling atas. Retort diisi penuh dengan kaleng-kaleng yang berisi air. Pengukuran penetrasi panas dilakukan pada suhu 1210C. Rekorder mencatat perubahan suhu produk setiap satu menit.

Data penetrasi panas yang diperoleh akan menghasilkan plot hubungan suhu dengan waktu. Data ini dievaluasi menggunakan metode umum (general method) untuk menentukan nilai sterilitas (F0) dan waktu proses. Nilai F0 proses dihitung dari luasan daerah di bawah kurva. Bentuk luasan di bawah kurva dianggap trapesium. Untuk menghitung luas trapesium, area di bawah kurva dibagi menjadi sejumlah paralelogram pada interval waktu (Δt) tertentu. Kemudian masing -masing dihitung luasnya dengan rumus luas trapesium, sehingga diperoleh nilai sterilitas parsial (Fo parsial) pada Δt tersebut. Masing-masing nilai Fo parsial dijumlahkan. Hasilnya menunjukkan nilai Fo total dari proses yang telah dilakukan.

Berikut adalah metode perhitungan penetrasi panas 0 =

0 =

0 =

= 10 ( – )/

Keterangan:

Lr(i) : Lethal rate pada menit ke-i

Lr(i-1) : Lethal rate pada i menit sebelumnya Δt : Rentang perubahan waktu yang digunakan

F0 : Nilai sterilisasi pada suhu 2500F (121.10C) bagi mikroba yang punya nilai

z tertentu (menit)

(33)

Penentuan umur simpan metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT)

Penentuan umur simpan bubur pedas kemasan kaleng menggunakan metode ASLT dengan menyimpan bubur pedas kemasan kaleng pada suhu yang ekstrim

Penentuan karakteristik kerusakan bubur pedas dilakukan dengan analisis sensori metode fokus grup yang dilakukan oleh 7 orang panelis. Panelis dilatih untuk secara tepat mendeskripsikan aroma, rasa dan karakteristik mouthfeel (rasa dimulut) bubur pedas kaleng yang masih dapat diterima dan sudah tidak diterima. Panelis bekerja sama dalam mencapai kesepakatan deskripsi yang digunakan. Penilaian intensitas perubahan masing-masing parameter setiap minggunya menggunakan metode uji pembanding jamak. Panelis diminta memberikan penilaian terhadap perbedaan bubur pedas kaleng yang disimpan dengan bubur dibandingkan dengan bubur pedas kaleng kontrol. Parameter yang dinilai berupa sensori (warna, rasa aroma dan kekentalan) dimana masing-masing intensitas perubahan dinilai menggunakan skala angka 0 - 10 (Lampiran 7) dan parameter objektif (analisis warna, pH, angka TBA, viskositas) untuk mengetahui perubahan mutu bubur pedas kaleng selama 8 minggu. Pada saat evaluasi, produk disiapkan dan disajikan dengan cara yang persis sama dengan cara konsumen menggunakan produk tersebut.

Perhitungan umur simpan diawali dengan memplotkan rataan nilai (skor) parameter tertentu (terhadap waktu penyimpanan) setiap suhu penyimpanan dalam bentuk kurva linier dan kurva eksponensial. Kurva berbentuk linier merupakan ordo nol yang menunjukkan laju perubahan mutu yang konstan dan kurva eksponensial merupakan ordo satu yang menunjukkan laju kerusakan yang bersifat logaritmik.

Pada ordo nol, plot dilakukan antara rataan skor pengamatan (sumbu y) dengan waktu penyimpanan (sumbu x), sedangkan pada ordo satu plot dilakukan antara ln skor pengamatan (sumbu y) dengan waktu penyimpanan (sumbu x). Hasil plot akan memberikan nilai k, intersep dan koefisien korelasi masing-masing suhu penyimpanan. Untuk melihat dan menentukan ordo reaksi kerusakan pangan yang disimpan dapat ditentukan dari nilai koefisien korelasi yang lebih besar (R2). Ordo reaksi yang dipilih adalah ordo reaksi dengan nilai R2 terbesar atau mendekati 1.

(34)

k = ko . e-Ea/RT Keterangan :

k = konstanta penurunan mutu ko = konstanta (tidak tergantung suhu) Ea = Energi aktivasi

T = suhu mutlak (K)

R = konstanta gas (1.986 kal/mol K)

Persamaan garis linear hasil plot akan mengikuti persamaan Arrhenius, dapat dilihat di bawah ini :

ln k = ln ko + (-Ea/R) . 1/T Ea/R = gradien dari plot grafik Arrhenius

Dari rumus di atas dapat diperoleh nilai k untuk suhu penyimpanan yang ingin dicari. Umur simpan dapat diperoleh dengan rumus :

untuk ordo nol,dan

untuk ordo satu Keterangan :

t = prediksi umur simpan (hari) Ao = nilai mutu awal

At = nilai mutu produk yang tersisa setelah waktu t

k = konstanta

Analisis Statistik

Pada uji hedonik rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan acak kelompok (RAK), sementara data yang lain menggunakan Rancangan acak lengkap (RAL) dengan uji lanjut Duncan. Analisis Anova dilakukan dengan alat SPSS 17.00. Tahap penentuan umur simpan menggunakan pemodelan linear karena hasil pengukuran parameter-parameter penurunan kualitas produk akan diplotkan dengan lama masa penyimpanan dalam suatu kurva regresi linear untuk dapat menghitung umur simpan produk.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi dan Karakteristik Daun kesum

(35)

Daun kesum memiliki kapasitas antioksidan sebesar 368.44 ± 20.020 mg AEAC/g ekstrak etanol daun kesum, kandungan total fenol sebesar 34.196 ± 0.012 mg GAE (Gallic Acid Equivalent)/g ekstrak etanol daun kesum. Menurut Maizura et al (2011), aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode DPPH dan metode FRAP (Ferric Reducing/antioxidant power assay) serta kandungan total fenol ekstrak daun kesum (Polygonum minus) lebih tinggi dibandingkan dengan aktivitas antioksidan dan kandungan total fenol ekstrak jahe dan kunyit asal Malaysia. Aktivitas antioksidan daun kesum (metode DPPH) sebesar 82.6 ± 0.7%, sedangkan ekstrak jahe dan kunyit sebesar 79.0 ± 0.6% dan 64.6 ± 2.4%. Aktivitas antioksidan daun kesum (metode FRAP) sebesar 46.3 ± 1.2% sedangkan ekstrak jahe 26.2 ± 0.0% dan kunyit sebesar 23.3 ± 0.9%. Kandungan total fenol daun kesum sebesar 165.3 ± 1 mg GAE/100 g ekstrak, ekstrak jahe 101.6 0.6 GAE/100 g ekstrak dan kunyit sebesar 67.9 ± 1.0 GAE/100 g ekstrak. Selain itu, menurut Qader et al (2012), ekstrak air daun kesum memiliki kapasitas antioksidan yang lebih tinggi dibanding ulam raja (Cosmos caudatus), selom (Oenanthe javanica), pegagan (Centella asiatica) dan daun curry (Murraya koenigii) yang merupakan herbal lokal malaysia. Kapasitas antioksidan dan kandungan total fenol menunjukkan hubungan yang positif terhadap kapasitas antioksidan. Senyawa fenolik yang tinggi dari daun kesum berasal dari asam galat sebagai senyawa aktif utama diikuti asam kumarat, rutin dan quercetin.

Beberapa kelompok enzim glukosidase atau enzim pencernaan memecah karbohidrat kompleks menjadi monosakarida sederhana. Inhibitor glukosidase seperti acarbosa mengurangi kecepatan pencernaan karbohidrat dan menghambat penyerapan karbohidrat dari sistem pencernaan (Liu et al. 2011). Metode

penghambatan α-glukosidase diinterpretasikan dalam nilai IC50. Nilai IC50 menunjukkan konsentrasi yang dapat menghambat 50% aktivitas alfa glukosidase pada kondisi uji yang dilakukan. Semakin tinggi nilai IC50 semakin rendah daya hambat terhadap kerja enzim α-glukosidase. Ekstrak DMSO (Dimethylsulfoxide) daun kesum memiliki penghambatan α-glukosidase sebesar 20.91 ± 1.83 µg/ml. Sebagai perbandingan, ekstrak metanol P. hyrcanicum memiliki kemampuan

penghambatan α-glukosidase sebesar 15.30 ± 0.5 µg/ml (Afrapoli et al. 2012). Diduga komponen polifenol dan flavonoid pada daun kesum mampu menghambat kerja enzim α-glukosidase. Menurut Qader et al.(2012) tanaman kesum dari varietas Polygonum minus huds mengandung flavonoid dan kandungan total fenol yang tinggi. Hasil analisis daya hambat α-glukosidase menunjukkan bahwa daun kesum memiliki potensi sebagai tanaman herbal yang dapat mencegah perkembangan diabetes melitus tipe 2 dan komplikasinya.

(36)

kelebihan yaitu sangat efisien dalam penggunaan pelarut dan dilakukan secara kontinyu sehingga mampu mengekstrak komponen volatil dalam jumlah yang besar. Namun demikian, ekstraksi menggunakan Licken-Nickersen mempunyai kelemahan yaitu adanya pemanasan pada saat ekstraksi sehingga dapat merusak komponen volatil yang bersifat termolabil sehingga memungkinkan timbulnya senyawa yang bukan berasal dari bahan melainkan hasil degradasi oleh panas.

Identifikasi minyak atsiri daun kesum dilakukan berdasarkan tingkat kemiripan, dengan cara membandingkan nilai LRI dengan literatur. Tingkat kemiripan yang digunakan adalah lebih dari 75, kecuali untuk hexanal dan -Himachalene tingkat kemiripan kurang dari 75 karena senyawa tersebut berhasil diidentifikasi oleh Baharum et al. (2010) serta memiliki nilai LRI yang relatif sama. Hasil identifikasi minyak atsiri daun kesum dengan destilasi uap air memperlihatkan adanya 41 komponen senyawa volatil yang didominasi oleh senyawa senyawa dodecanal (34.11%), decanal (10.32%), caryophyllene (9.13%), eugenol (7.71%) dan precocene 1 (6.37%). Hasil identifikasi menggunakan Licken-Nickersen memperlihatkan adanya 29 komponen volatil yang didominasi oleh senyawa dodecanal (66.68%), decanal (17.09%), 1-dodecanol (3.01%) dan caryophyllene 2.59%. Hasil analisis komponen volatil minyak atsiri dan ekstrak Licken-Nickersen dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4.

Baharum et al. (2010), mengidentifikasi 42 komponen senyawa volatil yang terkandung dalam minyak atsiri daun kesum dari Malaysia menggunakan GC-MS yang didominasi oleh dodecanal (43.47%), decanal (16.26%), 1-dodecanol (12.68%), E-caryophyllene (3.83%) dan 1-decanol (1.19%). Selain itu, Baharum et al. (2010) juga mengidentifkasi 48 komponen volatil dalam minyak atsiri daun kesum menggunakan GCxGC-TOF MS yang didominasi oleh dodecanal (38.63%), decanal (23.12%), cyclodecanol (2.29%), 1-dodecanal (4.78%) dan undecane (2.29%). Minyak atsiri daun kesum asal Kalimantan Barat dan Malaysia memiliki kesamaan karakteristik senyawa volatil dimana hasil identifikasi menunjukkan terdapat 29 komponen senyawa volatil yang sama dengan komponen penandanya adalah senyawa dodecanal dan decanal (Tabel 4).

Senyawa fenol yang diidentifikasi pada minyak atsiri daun kesum adalah senyawa eugenol dengan kandungan sebesar 7.71%. Senyawa eugenol merupakan komponen utama yang terkandung dalam minyak cengkeh (Syzygium aromaticum) dengan kandungan mencapai 70-96%. Senyawa eugenol serta turunannya yang bersifat antioksidan dan antimikroba (Towaha 2012) dan juga memiliki aktivitas farmakologi diantaranya sebagai antiinflamasi dan chemopreventive (Kamatou et al. 2012).

(37)

malaria, anti maag dan antileishmanial yaitu infeksi yang disebabkan oleh protozoa dari genus Leishmania (Sperotto et al. 2013).

Tabel 4 Komponen volatil yang sama pada minyak atsiri daun kesum asal Kalimantan Barat dan daun kesum asal Malaysia

No Komponen Formula

Penentuan Formula Bubur Pedas Tanpa Sayur

(38)

kesetimbangan massa dimana setiap material yang masuk memiliki jumlah yang setara dengan akumulasi yang terjadi selama proses dan produk yang dihasilkan. Kontribusi kalori yang diharapkan mengacu pada pangan darurat yaitu produk harus memiliki sebaran kontribusi energi dari kabohidrat sebesar 40-50%, protein 10-15% dan lemak 35-45% (Zoumas et al. 2002).

Komposisi makronutrisi bahan baku dalam pembuatan bubur pedas dapat dilihat pada Tabel 5. Beras sangrai pada penelitian ini memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi dibanding beras putih pada umumnya. Menurut Thomas et al (2013), beras putih memiliki kandungan lemak sebesar 1.24%. Perbedaan tersebut disebabkan kontribusi lemak yang berasal dari kelapa parut selama proses penyangraian.

Kacang tanah merupakan sumber protein dan lemak pada pengembangan formula bubur pedas tanpa sayur. Kacang tanah memiliki kadar protein sebesar 29.16±0.140% dan kadar lemak sebesar 45.49±0.35%. Menurut Karnataka (2008), kandungan protein pada berbagai varietas kacang tanah berkisar dari 22.22- 30.33% sedangkan kandungan lemak berkisar 40.97-51.5%.

Bumbu rempah merupakan campuran dari berbagai bumbu yang berkontribusi terhadap nilai gizi bubur pedas khususnya terhadap kadar lemak, karbohidrat dan abu. Kadar abu yang tinggi pada bumbu rempah disebabkan oleh penambahan garam dalam jumlah yang relatif besar.

Formulasi bumbu bubur pedas tanpa sayur

Formula dasar terdiri dari beras sangrai, kacang tanah, minyak goreng dengan persentase secara berturut-turut adalah 66.9%, 22.4% dan 10.7%. Formulasi dibuat dengan penambahan persentase bumbu yang berbeda. Persentase bumbu formula 1 sebesar 25.4%, formula 2 sebesar 33.9% dan formula 3 sebesar 43.5%.

Penentuan formula dasar ditentukan berdasarkan kebutuhan distribusi energi pada pangan darurat yang direkomendasikan oleh Zoumas et a.l (2002). Tabel 6 menunjukkan perbedaan antara perhitungan distribusi energi secara teoritis dan

Tabel 5 Hasil analisis bahan baku pembuatan bubur pedas

Bahan Air (%bb) Abu (%bb) Lemak (%bb) Protein (%bb) Karbohidrat

Tabel 6 Distribusi energi hitungan teoritis dan hasil analisis bubur pedas

Sampel Teoritis (%) Analisis (%)

Lemak Protein Karbohidrat Lemak Protein Karbohidrat

Formula 1 42.55±0.603 10.42±0.158 47.40±0.374 38.14±1.780 13.14±1.459 48.72±3.239 Formula 2 41.91±0.610 10.10±0.157 48.00±0.444 37.44±3.284 13.85±0.709 48.71±3.993 Formula 3

(39)

hasil analisis. Secara umum, distribusi energi hasil analisis telah sesuai dengan syarat distribusi energi walaupun distribusi energi karbohidrat lebih tinggi dari peryaratan yang direkomendasikan namun perbedaan masih dapat diterima karena tidak lebih dari 5% (tidak berbeda nyata). Penentuan formula pangan darurat khususnya bubur pedas dalam kemasan kaleng berdasarkan komposisi proksimat dengan prinsip material balance dapat menjadi alternatif dalam pembuatan pangan darurat.

Formula 1 56.27±0.26c 1.77±0.06a 10.27±0.04a 4875.0±144.34a 6.06±0.01b Formula 2 53.00±0.21b 2.14±0.03b 11.58±0.15b 5937.5±125.00b 6.05±0.01b Formula 3 49.99±0.03a 2.12±0.02b 11.69±0.17b 6812.5±125.00c 6.03±0.03a Keterangan : huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan

yang nyata pada taraf α = 5%

Nilai adalah rata-rata ± standar deviasi ; n = 2

L = nilai kecerahan, a = nilai kemerahan, b = nilai kekuningan

Hasil analisis objektif formulasi bumbu bubur pedas tanpa sayur dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil analisis warna memperlihatkan perbedaan yang

signifikan (α = 0.05) pada nilai kecerahan (nilai L) masing-masing formula. Formula 3 memiliki tingkat kecerahan paling rendah dibandingkan formula 1 dan formula 2. Penambahan bumbu mempengaruhi perbedaan warna khususnya terhadap tingkat kecerahan. Semakin tinggi bumbu rempah yang ditambahkan maka perbedaan semakin besar.

Viskositas merupakan gaya hambat atau friksi internal yang mempengaruhi kemampuan mengalir suatu fluida (Yero dan Hainin 2012). Viskositas mempengaruhi penilaian panelis terhadap kesukaan produk bubur. Semakin kental produk maka makin tinggi nilai viskositasnya. Selama pemanasan pati akan mengembang, membentuk cairan yang kental sehingga viskositas meningkat secara signifikan. Hasil pengukuran viskositas memperlihatkan perbedaan yang signifikan antara masing formula bubur pedas. Semakin tinggi persentase bumbu yang ditambahkan maka viskositas bubur semakin tinggi atau semakin kental.

Gambar

Gambar 1 Bubur Pedas asal Kalimantan
Gambar 5 Bagan alir formulasi bubur pedas
Gambar 6 Bagan alir pengalengan bubur pedas formula terpilih
Gambar 7 Bagan alir penentuan umur simpan bubur pedas kaleng
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada prinsipnya pelapisan logam dengan cara lapis listrik adalah merupakan rangkaian dari : arus listrik, anoda, larutan elektrolit dan katoda (benda kerja).. Keempat gugusan

Teknik pemisahan HPLC memiliki banyak keunggulan dibanding dengan kromatografi lainnya, diantaranya adalah cepat dalam proses analisa, resolusi yang lebih tinggi,

secara enjoy, menarik dan memberikan perasaan yang berbeda adalah kafe , Karena kafe merupakan tempat yang tepat untuk mewadahi kegiatan kegiatan bersama keluarga,

Dalam pandangan Sudrajat (2014) multikultural penting diterapkan dalam sistem pembelajaran di Indonesia agar anak peka terhadap masalah, gejala, konflik yang

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui hasil belajar peserta didik pada materi Sistem Sirkulasi di Kelas VIII MTs Madani Alauddin Paopao yang menggunakan media

dsarnya dalam hisab awal waktu salat adalah menghitung kapan matahari menempati posisi tertentu yang sekaligus menjadi penunjuk masuknya awal waktu salat. Faktor penyebab

[r]

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk membahasnya dalam bentuk skripsi penelitian yang diberi judul : Pelaksanaan Fungsi Humas BPPMKB