GORGA SOPO GODANG PADA MASYARAKAT BATAK TOBA : KAJIAN SEMIOTIK
SKRIPSI SARJANA
Dikerjakan Oleh
NAMA : RAYKING
NIM : 090703005
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BATAK DEPARTEMEN SASTRA DAERAH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
GORGA SOPO GODANG PADA MASYARAKAT BATAK TOBA : KAJIAN SEMIOTIK
SKRIPSI SARJANA
Dikerjakan Oleh
NAMA : RAYKING
NIM : 090703005
Diketahui oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Sumurung. Simorangkir. SH., MPd. Drs. Flansius Tampubolon, M.Hum
NIP : 195609111986101001 NIP 131918535
Disetujui Oleh :
Departemen Sastra Daerah
Ketua,
Drs.Warisman Sinaga, M.Hum.
PENGESAHAN
Diterima oleh :
Panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Uiversitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Bahasa dan Sastra pada Fakultas Ilmu Budaya Umiversitas Sumatera Utara Medan.
Pada :
Tanggal :
Hari :
Fakultas Ilmu Budaya USU
Dekan
Dr. Syahron Lubis, M. A
NIP : 19511013 197603 1001
Panitia Ujian :
No Nama Tanda Tangan
1 ………. ……….
2 ……… ……….
3 ……….. ……….
4 ……….. ………..
Disetujui Oleh :
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
Departemen Bahasa dan Sastra Daerah
Ketua,
Drs.Warisman Sinaga, M.Hum.
ABSTRAK
Rayking, 2013. Judul skripsi : Gorga Sopo Godang Pada Masyarakat Batak Toba Kajian Semiotik
Penelitian ini merupakan penelitian tentang Ornamen “ Gorga “ Pada Masyarakat Batak Toba yaitu tentang ornamen rumah adat Batak Toba di kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir yang ditinjau dari kajian semiotik. Peirce (dalam Zoest, 1978:1), mengatakan pengertian semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi pengguna tanda.
Ornamen atau ragam hias merupakan warisan budaya nenek moyang yang hingga sekarang masih biasa dijumpai di seluruh pelosok tanah air, biasanya di dalam perwujudannya dikaitkan pada hal-hal yang bersifat religius. Mursal Esten (1978:9), Sastra atau Kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia dan masyarakat melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan).
Metode dasar yang digunakan dalam skipsi ini adalah metode deskriptif. Metode Deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan objek/subyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya.
Hasil penelitian lapangan menunjukkan bahwa ornamen mempunyai hubungan yang sangat berpengaruh dengan kehidupan sosial masyarakat Batak Toba, dimana ornamen- ornamen tersebut dijadikan sebagai pedoman untuk menilai sebuah tindakan yang dilakukan oleh seseorang terhadap yang lain maupun dijadikan sebagai bahan untuk menjalani kehidupan yang harmonis. Hal ini terlihat dari pengertian yang terungkap dilapangan di mana makna-makna yang muncul sangat berkaitan dengan tindakan yang sering dilakukan oleh masyarakat.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan
karunia yang dilimpahkan-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Skripsi ini berjudul “ Gorga Sopo Godang Pada Masyarakat Batak Toba : Kajian Semiotik “. Penulis berharap skripsi ini dapat dijadikan bahan masukan bagi para peneliti, khususnya tentang semiotik. Agar dapat memperoleh
gambaran yang jelas dan menyeluruh dalam isi skripsi ini, penulis akan
memaparkan rincian sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut :
Bab I merupakan pendahuluan. Pada bab ini, diuraikan latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, anggapan dasar,
dan gambaran umum lokasi penelitian.
Bab II merupakan tinjauan pustaka, yang mencakup kepustakaan yang
relevan dan teori yang digunakan.
Bab III merupakan metode penelitian, yang terdiri dari : metode dasar,
lokasi penelitian, sumber data penelitian, instrumen penelitian, metode
pengumpulan data, dan metode analisis data.
Bab IV merupakan hasil dan pembahasan. Pada bab ini diuraikan Gorga Sopo Godang pada masyarakat Batak Toba yaitu tentang bentuk, fungsi dan
Bab V merupakan kesimpulan dan saran, kemudian diakhiri dengan daftar
pustaka dan lampiran.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan maupun kelemahan yang ada
dalam penulisan skripsi ini. Akhirnya dengan kerendahan hati, penulis
mengaharapkan saran dan kritikan yang bersifat konstruktif demi penyempurnaan
skripsi ini.
Medan, September 2013
Penulis,
Rayking
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan dan
berkah untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini hingga selesai. Penulis juga
menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah
memberikan saran, dukungan, bimbingan dan bantuan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan rasa terima
kasih dan penghargaan sebesar-besarnya teristimewa kepada kedua orang tua
penulis yang penulis sangat sayangi Ayahanda G.Simaremare (+) dan Ibunda
R.Manurung yang telah bersusah payah mendidik dan membesarkan penulis
dengan penuh kasih sayang dan juga tak henti-hentinya memberikan dukungan
dan perhatian baik materi dan spiritual selama penulis mengikuti perkuliahan
hingga sampai saat ini.
Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr.Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU,
Bapak Pembantu Dekan I Drs. M. Husnan Lubis, M.A, Pembantu Dekan II
Drs. Samsul Tarigan, Pembantu Dekan III Drs. Yuddi Adrian Muliadi,
M.A, serta seluruh staf dan pegawai di jajaran Fakultas Ilmu Budaya
berkat bantuan dan fasilitas yang penulis peroleh di Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara Medan..
2. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum selaku Ketua Departemen Sastra
3. Ibu Dra. Herlina Ginting, M.Hum selaku Sekertaris Departemen Sastra
Derah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Drs. Sumurung Simorangkir, SH., MPd selaku dosen pembimbing I
dan Bapak Drs. Flansius Tampubolon, M.Hum selaku dosen pembimbing
II penulis yang selalu memberi perhatian, mendukung dan memberikan
masukan – masukan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini hingga
selesai.
5. Bapak/Ibu staf pengajar di Departemen Sastra Daerah dan di lingkungan
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, yang selalu membantu
penulis belajar serta memperlancar urusan administrasi selama penulis
kuliah di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
6. Kepada Roy Grimslay Simaremare dan Roxanna Simaremare selaku adik
penulis yang selalu memberikan semangat kepada penulis.
7. Kepada rekan-rekan senior di IMSAD, yang selalu membantu,
mengarahkan, memberi dorongan dan motivasi kepada penulis.
8. Teman-teman mahasiswa/i seperjuagan Japatar, Josua, Jainal, Mida,
Umay, Dewi, Fitri, dll yang memberikan dorongan serta doa kepada
penulis.
9. Kepada rekan-rekan junior di IMSAD stambuk ’10. ’11, ’12, yang selalu
membantu dan memberikan dorongan kepada penulis.
10.Kepada rekan-rekan GMKI Komisariat FIB USU yang selalu memberi
11.Kepada teman-teman di kos gang Sarmin yang selalu memberi dorongan
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan pada kesempatan ini,
yang telah membantu penulisan dan proses studi. Kiranya Tuhan Yang Maha
Kuasa senantiasa membalas segala kebaikan yang telah diberikan oleh semua
pihak kepada penulis. Penulis menyadari akan keterbatasan penulis, maka hasil
penelitian ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan, untuk itu koreksi dan
masukan dari berbagai pihak diharapkan penulis guna penyempurnaannya.
Semoga tulisan ini berguna bagi pihak-pihak yang memerlukannya.
Medan, September 2013
Penulis,
DAFTAR ISI
ABSTRAK………..…...……..i
KATA PENGANTAR……….…..…....ii
UCAPAN TERIMA KASIH………iv
DAFTAR ISI……….…..……..vii
BAB I PENDAHULUAN……….1
1.1 Latar Belakang Masalah………….………1
1.2 Rumusan Masalah………7
1.3 Tujuan Penelitian……….8
1.4 Manfaat Penelitian……….………...8
1.5 Anggapan Dasar……….………...9
1.6 Kehidupan Sosial Masyarakat Batak Toba di Desa Simanindo Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir….………...10
1.6.1 Letak Geografis Kabupaten Samosir…….………...10
1.6.2 Keadaan Penduduk……….11
1.6.3 Budaya Masyarakat………12
1.6.3.2 Kelembagaan………13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……….15
2.1 Kepustakaan Yang Relevan……….…………....15
2.1.1 Pengertian Gorga ………16
2.1.2 Pengertian Sopo Godang……….18
2.2 Teori Yang Digunakan……….……….19
BAB III METODE PENELITIAN……….………30
3.1 Metode Dasar………..31
3.2 Lokasi Data Penelitian………...32
3.3 Sumber Data Penelitian……….…………32
3.4 Instrumen Penelitian………..33
3.5 Metode Pengumpulan Data………...………33
3.6 Metode Analisis Data……….35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………….…….………36
Gorga Sopo Godang Pada Masyarakat Batak Toba………...36
4.1 Gorga Boras pati……….38
4.3 Gorga Ipon-ipon……….……….42
4.4 Gorga Sitompi……….45
4.5 Gorga Simataniari……….………..47
4.6 Gorga Desa Naualu……….………....49
4.7 Gorga Simaroggung-ogung………..………..51
4.8 Gorga Singa-singa………...………54
4.9 Gorga Ulu Paung…...………...………. …56
4.10 Gorga Iran-iran……….……..………..59
4.11 Gorga Silintong……….61
4.12 Gorga Manuk...……….63
4.13 Gorga Sitagan……….……….…………..65
4.14 Gorga Simeol-eol……….…………..67
4.15 Gorga Dalihan Natolu...……….…………..69
4.16 Gorga Gaja Dompak………..…………...72
4.17 Gorga Jorngom atau Jenggar……….………..74
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………..77
5.2 Saran………78
DAFTAR PUSTAKA……….……….80
LAMPIRAN
1. Surat Izin Penelitian dari Jurusan
2. Surat Izin Penelitian dari Fakultas
3. Surat Keterangan dari Kepala Desa Simanindo
4. Nama-nama Informan
5. Gambar Kerangka Sopo Godang
ABSTRAK
Rayking, 2013. Judul skripsi : Gorga Sopo Godang Pada Masyarakat Batak Toba Kajian Semiotik
Penelitian ini merupakan penelitian tentang Ornamen “ Gorga “ Pada Masyarakat Batak Toba yaitu tentang ornamen rumah adat Batak Toba di kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir yang ditinjau dari kajian semiotik. Peirce (dalam Zoest, 1978:1), mengatakan pengertian semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi pengguna tanda.
Ornamen atau ragam hias merupakan warisan budaya nenek moyang yang hingga sekarang masih biasa dijumpai di seluruh pelosok tanah air, biasanya di dalam perwujudannya dikaitkan pada hal-hal yang bersifat religius. Mursal Esten (1978:9), Sastra atau Kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia dan masyarakat melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan).
Metode dasar yang digunakan dalam skipsi ini adalah metode deskriptif. Metode Deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan objek/subyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya.
Hasil penelitian lapangan menunjukkan bahwa ornamen mempunyai hubungan yang sangat berpengaruh dengan kehidupan sosial masyarakat Batak Toba, dimana ornamen- ornamen tersebut dijadikan sebagai pedoman untuk menilai sebuah tindakan yang dilakukan oleh seseorang terhadap yang lain maupun dijadikan sebagai bahan untuk menjalani kehidupan yang harmonis. Hal ini terlihat dari pengertian yang terungkap dilapangan di mana makna-makna yang muncul sangat berkaitan dengan tindakan yang sering dilakukan oleh masyarakat.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari berbagai suku
yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Salah satu suku yang ada adalah etnis
Batak. Etnis ini sudah memiliki kebudayaan dan karya tersendiri.
Esten (1978:9), mengatakan bahwa sastra atau kesusastraan adalah
pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan
manusia dan masyarakat melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang
positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan).
Sastra adalah pengucapan atau ekspresi jiwa yang paling individu oleh
seorang pengarang serta tinggi dan mulia sifatnya. Fananie (2000:32), mengatakan
bahwa sastra adalah karya seni yang merupakam ekspresi kehidupan manusia.
Sapardi (1979:1), memaparkan bahwa sastra itu adalah lembaga sosial
yang menggunakan bahasa sebagai medium. Bahasa itu sendiri merupakan ciptaan
sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah
suatu kenyataan sosial.
. Semi (1988:8), mengatakan bahwa sastra adalah suatu bentuk dan hasil
pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya
menggunakan bahasa sebagai mediumnya.
Karya sastra bersifat khusus menggambarkan individu-individu tertentu
tiruan hidup, tetapi merupakan penafsiran tentang alam dan kehidupan. Sastra
merupakan bagian dari kebudayaan, yang artinya sastra dapat digunakan sebagai
tempat penuangan ekspresi jiwa. Selain itu sastra juga mampu menjadi wadah
penyampaian ide-ide yang dipikirkan oleh pengarang mengenai kehidupan
manusia.
Sastra memiliki nilai-nilai budaya yang tercermin dalam pemberian arti
aspek pada berbagai jenis perilaku atau tindakan antar individu maupun golongan
secara utuh. Perkembangan sastra Indonesia secara keseluruhan tidak terlepas dari
masalah kesusastraan daerah, karena sastra daerah adalah salah satu modal untuk
memperkarya dan memberikan sumbangsih terhadap sastra Indonesia.
Seni merupakan salah satu unsur dalam wujud kebudayaan. Seni adalah
suatu hasil cipta karya manusia yang memiliki wujud abstrak yang terdiri dari
berbagai bentuk seperti seni tari, seni arsitektur, seni pahat, seni ukir, dan lain
sebagainya. Salah satu jenis seni ukir ini adalah ornamen atau hiasan-hiasan
dinding. Ornamen ini sudah ada sejak dulu dan menjadi kebudayaan bangsa
Indonesia, Ornamen juga dulunya dijadikan sebagai simbol-simbol hidup oleh
masyarakat terhadap suatu peristiwa ataupun sebagai simbol kemakmuran bahkan
sebagai simbol kemarahan atau kemurkaan dari roh-roh nenek moyang.
Ornamen atau ragam hias merupakan warisan budaya nenek moyang, yang
hingga sekarang masih biasa dijumpai di seluruh pelosok tanah air, biasanya di
dalam perwujudannya dikaitkan pada hal-hal yang bersifat religius. Ornamen
kain tenun, kain batik, dan sebagainya. Dari berbagai belahan wilayah di
Indonesia terdapat ribuan ornamen yang berbeda-beda yang mempunyai ciri dan
corak yang khas.
(Gustami, 1980:4), dalam bukunya Nukilan Seni Ornamen Indonesia
menjelaskan bahwa : “Ornamen adalah komponen produk seni yang ditambahkan
atau sengaja dibuat untuk tujuan sebagai hiasan. Disamping tugasnya menghiasi
yang implisit menyangkut segi-segi keindahan. Misalnya untuk menambah
indahnya sesuatu barang sehingga lebih bagus dan menarik, akibatnya
mempengaruhi pula dalam segi penghargaannya baik dari segi spiritual maupun
segi material/ financial”. Sebutan umum ornamen dalam bahasa Indonesia adalah
ragam hias dan sama artinya dengan gorga.
Sehingga menurut Warneck (dalam Beheri Goltom, 2010:8), pada buku
Kamus Budaya Batak Toba Indonesia 2001 “Gorga adalah ragam ukir, pewarnaan dinding rumah dengan tiga warna dasar misalnya : merah, hitam, dan putih”.
Berbagai penulisan yang pernah dilakukan, secara umum gorga Batak Toba dapat digolongkan atas enam jenis yakni ornamen berbentuk manusia (gorga
Adop-adop), hewan (Boraspati, Manuk), raksasa /khayalan (Jenggar, Gaja Dompak, Singa-singa, Ulu Paung), tumbuh-tumbuhan (Sitompi, Dalihan Natolu, Simeol-eol, Simarogung-ogung, Sitagan), geometris (Ipon- ipon, Iran- iran), dan alam
atau kosmos (Simataniari, Desa Naualu).
Demikian halnya dengan Gorga Sopo Godang ” Seni ukir Rumah Adat
memiliki bentuk, fungsi, dan makna yang berbeda-beda. Gorga Sopo Godang
Batak Toba banyak dijumpai di daerah Balige, Desa Simanindo Kabupaten
Samosir, Kota Tarutung, dan lain-lain.
Masyarakat Batak Toba juga mengenal budaya ornamen yang memiliki
makna dan fungsi yang tersendiri. Ornamen tersebut mempunyai berbagai macam
corak diantaranya corak tumbuhan, corak peralatan/ perkakas/ sarana kehidupan,
corak binatang, dan lain-lain. Salah satu contoh ornamen yang terdapat pada
Gorga Sopo Godang ialah Kepala Kerbau yang diukir di atas dinding rumah adat, yang bermakna lambang kejayaan. Kerbau dipandang sejenis hewan yang perkasa.
Tidak sembarangan mengganggu manusia, hanya orang yang mengganggu akan di
tanduk.
Pada zaman dahulu sebelum masuknya ajaran agama Kristen sudah ada
Sopo Godang. Akan tetapi pada perkembangan zaman ini, masyarakat Batak Toba kurang memperhatikan atau menjaga kelestarian budaya dahulu, sehingga
masyarakat Batak Toba tidak berkeinginan lagi membuat Sopo Godang. Bahkan untuk menjaganya pun susah, dan supaya lebih mudah masyarakat Batak Toba
membuat dengan memakai batu, paku, seng, semen, dan lain sebagainya.
Pada umumnya rumah adat masyarakat Batak Toba yang disebut juga
dengan Gorga Sopo Godang, terdapat berbagai jenis ornamen yang diletakkan di
berbagai tempat yang memiliki makna dalam kehidupan masyarakat Batak Toba.
Rumah adat dalam masyarakat Batak Toba berbentuk persegi panjang dengan
sebagai atap rumahnya. Dasar rumah dibangun setinggi 1,5 sampai 2 meter dari
permukaan tanah, dan bagian bawah biasanya digunakan untuk tempat ternak
seperti ayam, babi, dan lain-lain. Untuk masuk ke dalam rumah atau Sopo Godang
digunakan tangga yang anak tangganya biasanya berjumlah ganjil, hal ini
berhubungan dengan adanya aturan yang berlaku pada masyarakat waktu itu,
bahwa anak tangga genap hanya digunakan oleh kalangan hatoban ‘budak’ dan
masyarakat biasa. Pintu rumah memiliki dua jenis daun pintu, yaitu daun pintu
horizontal dan vertikal. Namun sekarang, daun pintu horizontal tidak digunakan
lagi. Untuk masuk ke dalam rumah orang harus menundukkan kepala karena
adanya balok melintang yang menandakan bahwa orang yang berkunjung harus
menghormati pemilik rumah. Ruangan di rumah tradisional ini adalah sebuah
ruangan terbuka tanpa kamar-kamar, walaupun di situ didiami beberapa keluarga,
tetapi itu tidak berarti tidak ada pembagian area, karena ini disesuaikan dengan
pembagian kediaman dari rumah tersebut yang diatur oleh adat yang kuat.
Ruma/Jabu (rumah) pada suku Batak Toba berbeda-beda nama dan penyebutannya yaitu :
1. Berdasarkan Bentuknya.
Ruma dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
a. Ruma Gorga (Jabu Batara Guru).
b. Ruma Tanpa Gorga(Jabu Batara Siang).
2. Berdasarkan Besar/kecilnya.
Ruma dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
a. Ruma Besar (Ruma Bolon).
b. Ruma Kecil (Jabu Parbale-balean).
3. Berdasarkan Ruma Adat.
Ruma dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
a. Jabu Sibaganding Tua b. Jabu Batara Guru,
c. Jabu Sari Munggu (Ruma Gorga yang penuh ukiran dan makna).
4. Berdasarkan adat dan norma.
Ruma dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
a. Jabu Ereng : Rumah tak berukiran. b. Jabu Bontean : dindingnya dari tepas.
5. Ruma Sekeluarga (“Ruma Parsantiang”).
Bangunan ini didirikan oleh satu keluarga dan diwariskan kepada anak
paling bungsu (Adat Balige).
Sedangkan menurut Adat di Sianjur Mula-Mula diwariskan kepada anak
yang secara langsung berhubungan seperti hujan, panas matahari, binatang buas,
dan lain-lain. Pembuatan sebuah rumah di berbagai daerah di Indonesia khususnya
pada masyarakat suku Batak Toba berbeda-beda baik itu dari segi bahan maupun
arsitekturnya, masing-masing memiliki corak tersendiri. Akan tetapi, pada
perkembangan zaman, ornamen yang terdapat di dinding rumah adat, dianggap
sebagai hiasan yang memperindah bangunan. Oleh karena itu, ornamen ini
merupakan aset budaya yang perlu dijaga dan dilestariakan.
Skripsi ini berjudul “ Gorga Sopo Godang pada Masyarakat Batak Toba : Kajian Semiotik “ yang terdapat di desa Simanindo Kabupaten Samosir.
1.2 Rumusan Masalah
Untuk menghindari pembicaraan atau pembahasan yang menyimpang dari
permasalahan, penulis akan membatasi masalah agar pembahasan terarah dan
terperinci.
Perumusan masalah sangat penting bagi pembuatan skripsi ini, karena
dengan adanya perumusan masalah ini maka deskripsi masalah akan terarah
sehingga hasilnya dapat dipahami dan dimengerti oleh pembaca. Masalah
merupakan suatu bentuk pertanyaan yang memerlukan penyelesaian atau
pemecahan. Bentuk perumusan adalah biasanya berupa kalimat pertanyaan yang
kiat menarik atau mengubah perhatian.
Adapun masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :
2. Fungsi dan makna apa saja yang terdapat di Gorga Sopo Godang ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bentuk ornamen / seni ukir yang ada di Gorga Sopo
Godang tersebut.
2. Untuk mengetahui fungsi dan makna yang ada dalam Gorga Sopo Godang
tersebut.
1.4 Manfaat Penelitian
Pengembangan pendidikan yang tinggi didasarkan atas Tri Dharma
Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat.
Sesuai dengan hal tersebut, penulis berusaha mengembangkan aspek kedua yaitu
penelitian. Oleh sebab itu, penulis merumuskan manfaat penelitian ini adalah
untuk :
1. Dapat memperkaya pengetahuan budaya mengenai tanda-tanda / simbolik
dalam berbagai ornamen khususnya ornamen /seni ukir Sopo Godang Batak Toba.
2. Mengetahui fungsi dan makna Gorga Sopo Godang yang ada di kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir.
3. Menjadikan arsip di Departemen Sastra Daerah untuk di baca oleh mahasiswa
1.5 Anggapan Dasar
Suatu penelitian seharusnya memerlukan anggapan dasar yang dapat
memberi gambaran arah pengumpulan data yang berhubungan dengan masalah
yang diteliti.
Arikunto (1987:17), mengatakan anggapan dasar adalah sesuatu yang
diakui kebenarannya oleh peneliti dan berfungsi sebagai pijakan bagi peneliti
dalam melaksanakan penelitian tersebut. Oleh sebab itu, anggapan dasar itu tidak
perlu dibuktikan kebenarannya. Secara umum anggapan dasar inilah yang
merupakan dasar dan titik tolak penyusunan sebuah skripsi.
Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa anggapan dasar harus
berdasarkan kebenaran yang objektif, maksud kebenaran yang objektif ialah
apabila anggapan dasar tersebut dapat di buktikan kebenarannya. Dari pendapat di
atas, penulis berasumsi bahwa ornamen / seni ukir Sopo Godang merupakan sebuah karya sastra yang memiliki nilai seni yang indah yang memberikan fungsi
dan makna.
1.6 Kehidupan Sosial Masyarakat Batak Toba di Desa Simanindo Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir.
1.6.1. Letak Geografis Kabupaten Samosir
Kabupaten Samosir dengan ibukota Pangururan terletak di propinsi
Sumatera Utara dengan luas kabupaten 2.069,05 km2 yang berada pada titik
di tengah-tengah Danau Toba yang di kenal dengan Pulau Samosir dengan
ketinggian 904 – 2.157 meter di atas permukaan laut. Kabupaten Samosir
memiliki sembilan kecamatan diantaranya adalah Kecamatan Sianjur Mula-mula,
Harian, Sitiotio, Onanrunggu, Nainggolan, Palipi, Ronggurnihuta, Pangururan dan
Simanindo. Kecamatan Simanindo adalah daerah yang menjadi tempat penelitian
penulis mengenai Gorga Sopo Godang. Jarak kecamatan Simanindo ke ibukota
kabupaten kira-kira 48 km dengan jumlah penduduk sekitar 19.912 jiwa.
Kecamatan Simanindo memiliki beberapa desa diantaranya adalah Desa
Tanjungan, Desa Parbalohan, Desa Pardomuan, Desa Parmonangan, Desa Huta
ginjang, Desa Tomok, Desa Garoga, Desa Ambarita, Desa Martoba, Desa
Sihusapi, Desa Maduma, Desa Simanindo Sakkal, Desa Cinta Damai, Desa
Simarmata, Desa Simanindo serta kelurahan Tuktuk Siadong dengan memiliki
5.219 kepala keluarga (KK) yang sudah menetap.
Desa Simanindo terletak dengan batas wilayah :
• Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Simanindo Sakkal.
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Cinta damai.
• Sebelah Timur berbatasan dengan Danau Toba.
• Sebelah Barat berbatasan dengan Danau Toba.
Data tersebut diambil dari kantor camat Simanindo dan Bps tahun 2010
1.6.2 Keadaan Penduduk
Pada umumnya, masyarakat yang tinggal di desa Simanindo adalah suku
Batak Toba yang telah lama mendiami desa tersebut. Desa Simanindo merupakan
tanah ulayat marga Malau, Sijabat, Manihuruk, Manik, Sidabalok dan Simarmata
yang pertama sekali membuka perkampungan di Desa Simanindo. Sedangkan
marga yang lain adalah marga pendatang yang bermukim di Desa Simanindo.
Marga tersebut adalah suku Batak Toba yang merupakan bagian dari suku Batak.
Penduduk yang berada di desa Simanindo rata-rata mata pencahariannya adalah
bertani. Produk pertanian unggulan di desa ini adalah padi, kopi dan bawang
merah. Namun sebahagian kecil masyarakat yang tinggal di pinggiran Danau
Toba juga yang bekerja sebagai nelayan. Namun demikian, tidak sedikit juga
masyarakatnya yang bekerja pada instansi pemerintahan.
1.6.3 Budaya Masyarakat
Penduduk Desa Simanindo masyarakat suku Batak Toba yang telah lama
mendiami pulau Samosir, dan terkenal akan budaya Batak Tobanya. Masyarakat
Desa Simanindo dapat dikatakan homogen, karena berasal dari satu suku yaitu
suku Batak Toba yang mempunyai cirri khas pada budaya masyarakatnya.
1.6.3.1 Adat istiadat Masyarakat
Struktur masyarakat Batak Toba dikenal dengan sebutan Dalihan Na Tolu,
• Somba Marhula-hula • Manat Mardongan tubu • Elek marboru.
Dari falsafah Dalaihan Na Tolu di atas, masyarakat Batak Toba
menjalankan itu sebagai aturan dan norma dalam kehidupan sehari-hari. Selain
itu, hubungan kekerabatan yang di miliki masyarakat sangat erat. Dalam berbagai
kesatuan dan kegiatan organisasi, seperti pelaksanaan upacara adat masyarakat
dari golongan. Dalihan Na Tolu mengambil perannya masing-masing sehingga dapat di simpulkan bahwa masyarakat Desa Simanindo masih memiliki adat
istiadat yang sangat kuat.
Masyarakat Desa Simanindo secara khusus dalam kehidupan sehari-hari
memakai bahasa Batak Toba karena bahasa Batak Toba merupakan alat
komunikasi yang lebih mudah di pahami oleh masyarakatnya. Penggunaan bahasa
Batak Toba sebagai alat komunikasi sesama suku Batak Toba, senantiasa
berlangsung dalam hidup sehari-hari, misalnya dalam upacara adat, kebaktian
gereja, rapat-rapat adat. Dengan kata lain, bahasa daerah dipakai dalam
membicarakan hal-hal yang dibutuhkan dalam kehidupan bersama, dalam
percakapan sehari-hari, termasuk dalam sastra lisan dan tulisan.
1.6.3.2 Kelembagaan
Desa Simanindo telah mempunyai berbagai kelembagaan untuk lebih
mempererat hubungan sosial warga masyarakat, yakni sebagai berikut :
Seluruh masyarakat di Desa Simanindo menganut agama Kristen
Protestan. Agama merupakan suatu sendi yang tidak terlepas dari kehidupan.
Organisasi keagamaan yang ada di Desa Simanindo berupa organisasi naposo bulung ‘kelompok remaja’, punguan ama ‘perkumpulan bapak-bapak’, par ari
Kamis ‘kelompok pada hari kamis’ yang di laksanakan masyarakat berdasarkan waktu yang telah di tentukan di setiap gereja. Organisasi keagamaan ini di ikuti
oleh seluruh masyarakat dengan antusias.
2. Lembaga Sosial
Masyarakat desa Simanindo memiliki beberapa lembaga sosial yang
memiliki fungsi sebagai tempat melakukan kegiatan sosial di masyarakat.
a. Organisasi PKK
Organisasi PKK ini adalah suatu kumpulan ibu-ibu yang ada di desa
Simanindo, dan masih aktif sampai saat ini. Kumpulan ini adalah salah satu
kelembagaan dari pimpinan desa. Kegiatan-kegiatan yang sering dilakukan
sebagai bukti sosialnya adalah dengan melakukan penataan desa dengan
membersihkan jalan-jalan desa dan juga menata pinggiran jalan dengan membuat
taman bunga di setiap pinggiran jalan.
b. Karang Taruna Sipitu Huta
Karang Taruna Sipitu Huta ‘tujuh kampung’ adalah wadah perkumpulan
para pemuda-pemudi yang ada di Desa Simanindo. Kegiatan-kegiatan yang biasa
melakukan bakti sosial apabila ada kegiatan-kegiatan yag sedang berlangsung di
desa tersebut. Misalnya kalau ada pesta-pesta, orang meninggal, dan lain
sebagainya, di sini para pemuda-pemudi berperan untuk membantu persiapan
untuk kegiatan tersebut. Disinilah tampak nilai-nilai sosial yang ada dalam
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Kepustakaan Yang Relevan
Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukan kajian pustaka.
Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan
masalah dalam suatu penelitian, paparan atau konsep-konsep tersebut bersumber
dari pendapat para ahli-ahli, emperisme (pengalaman penelitian), dokumentasi,
dan nalar penelitian yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan
dengan judul skripsi ini, buku-buku yang digunakan dalam pengkajian ini adalah
buku-buku tentang semiotik, salah satunya pendapat Pierce. Selain itu digunakan
sumber bacaan lainnya. Adapun buku-buku sumber bacaan lain yang digunakan
dalam memahami dan mendukung penelitian penulis adalah :
1. Sitepu dkk (1996:202) yang berjudul Pilar Budaya Karo, dalam buku ini
dipaparkan tentang tahap pembuatan rumah adat Karo, sistem
kemasyarakatan yang ada pada masyarakat Karo, sistem religi masyarakat
Karo, ornamen rumah adat Karo, sendok dapur, pakaian tenunan, dan lain-lain, buku ini juga menceritakan tentang asal usul nama Karo, dan asal
usul dari satu kampung.
2. Ginting, buku ini berupa diktat yang di dalam buku ini ada membahas
ragam hias dari buku Sitepu yang membahas tentang arti dan fungsi
3. Yanti, skripsi (2003) : fungsi dan makna gorga dalam masyarakat Batak
Toba. Skripsi ini membahas tentang ornamen dalam rumah adat Batak Toba, fungsinya dalam masyarakat Toba, dan makna yang terdapat pada
setiap ornamen yang ada pada masyarakat Batak Toba. Skripsi ini juga
menggunakan Teori yang sama, seperti yang penulis pergunakan.
4. Arianus Esra Gea, 2012 : Perbandingan ornamen rumah adat Nias Utara
dengan rumah adat Batak Karo: Kajian Fungsi dan Makna. Skripsi ini
membahas tentang perbandingan ornamen dalam rumah adat Nias Utara
dan rumah adat Batak Karo, fungsinya pada masing-masing rumah adat,
dan makna yang terdapat di setiap rumah adat itu juga.
2.1.1 Pengertian Gorga
Gorga adalah ukiran atau pahatan tradisional yang biasanya terdapat di dinding rumah bagian luar dan bagian depan rumah-rumah adat atau disebut juga
dengan ornamen yang mengandung unsur mistis penolak bala. Gorga ada
dekorasi atau hiasan yang dibuat dengan cara memahat kayu atau papan dan
kemudian mencatnya dengan tiga macam warna yaitu : merah, hitam, putih.
Warna yang tiga macam ini disebut tiga bolit ‘ tiga warna ‘.
Bahan-bahan untuk Gorga ini biasanya kayu lunak yaitu yang mudah dikorek/dipahat. Biasanya nenek moyang suku Batak memilih kayu ungil atau ada
juga orang menyebutnya kayu ungil. Kayu Ungil ini mempunyai sifat tertentu yaitu antara lain tahan terhadap sinar matahari, begitu juga terhadap terpaan air
dan terpaan air hujan. Kayu Ungil ini juga biasa dipakai untuk pembuatan
bahan-bahan solu ‘ perahu ‘ di Danau Toba.
Bahan-Bahan Cat (Pewarna)
Pada zaman dahulu nenek moyang suku Batak Toba menciptakan catnya
sendiri secara alamiah misalnya, cat warna merah diambil dari batu hula, sejenis batu alam yang berwarna merah yang tidak dapat ditemukan disemua daerah. Cara
untuk mencarinya pun mempunyai keahlian khusus. Batu inilah ditumbuk menjadi
halus seperti tepung dan dicampur dengan sedikit air. Cat warna putih diambil dari
tanah yang berwarna putih, tanah yang halus dan lunak dalam bahasa Batak
disebut tano buro. Tano buro ini digiling sampai halus serta dicampur dengan sedikit air, sehingga tampak seperti cat tembok pada masa kini.
Cat warna hitam dibuat dari sejenis tumbuh-tumbuhan yang ditumbuk
sampai halus serta dicampur dengan abu periuk atau kuali. Abu itu dikikis dari
periuk atau belanga dan dimasukkan ke daun-daunan yang ditumbuk tadi,
kemudian digongseng terus menerus sampai menghasilkan seperti cat tembok
hitam pada zaman sekarang.
2.1.2 Pengertian Sopo Godang.
Sopo Godang dapat diartikan sebagai rumah besar, berasal dari bahasa Batak yang biasanya digunakan sebagai tempat pesta atau acara-acara besar mulai
dari pesta perkawinan, ulang tahun, dan pertemuan-pertemuan besar yang
Yang unik Sopo Godang adalah milik umum, dan dipakai oleh umum.
Tidak seperti terjemahan bebasnya "Rumah Besar" Sopo Godang adalah seni dari rumah biasa yang ditempati oleh manusia. Sopo Godang biasanya terdiri dari ruang besar yang bisa menampung banyak orang.
Sopo Godang adalah rumah besar, atau disebut juga dengan tempat orang Batak Toba melaksanakan kegiatan di dalam rumah yang di diami oleh dua
hingga enam keluarga. Cara mendirikan Sopo Godang itu adalah dilakukan dengan cara bergotong royong dari pengambilan kayu dari hutan sampai
pengukiran ornamen seni ukir Sopo Godang tersebut. Biasanya kayu yang
digunakan dalam pembuatan Sopo Godang adalah Hau jihor ‘kayu juhar‘. Karena kayu itulah yang lebih kuat dan kokoh untuk mendirikan bangunan. Kayu ini juga
jarang ditemukan, oleh sebab itu Sopo Godang sudah jarang masyarakat untuk mendirikannya. Atap rumah “ Sopo Godang “ itu biasanya adalah ijuk ‘serat batang pohon enau‘. Karena itu, pada zaman sekarang , masyarakat sudah
menggunakan alat-alat mudah dalam pembuatan itu yaitu dengan bahan-bahan
bangunan seperti : batu bata, semen, lantai dari keramik, baja ringan, seng dan
lain-lain dalam mendirikan rumah untuk di huni.
2.2 Teori yang Digunakan
Secara etimologi, teori berasal dari bahasa yunani theoria yang berarti
kebetulan alam atau realita. Teori diartikan sebagai kumpulan konsep yang telah
teruji keterandalannya, yaitu melalui kompetensi ilmiah yang dilakukan dalam
Teori merupakan landasan fundamental sebagai argumentasi dasar untuk
menjelaskan atau memberi jawaban terhadap masalah yang digarap, dengan
landasan teori ini maka segala masalah yang timbul dalam skripsi ini akan
terjawab. Penulis menggunakan teori semiotik dalam penulisan skripsi ini.
Pokok perhatian semiotik adalah tanda. Tanda itu sendiri diartikan sebagai
sesuatu yang memiliki ciri khusus yang penting. Pertama, tanda harus bisa
diamati, dalam arti tanda itu harus dapat ditangkap / diwujudkan. Kedua, tanda
harus merujuk pada sesuatu yang lain. Artinya bisa menggantikan, mewakili, dan
menyajikan.
Semiotika adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda
dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan
proses yang berlaku bagi penggunaan tanda.
Morris (1946:3), mendefinisikan semiotik adalah ilmu mengenai tanda,
baik itu bersifat manusiawi maupun hewani, berhubungan dengan suatu bahasa
tertentu atau tidak mengandung unsur kebenaran atau kekeliruan, bersifat sesuai
atau tidak sesuai, bersifat wajar atau mengandung unsur yang dibuat-buat.
Saussure (1916:2), mengatakan kita dapat menerima suatu ilmu yang
mempelajari tanda-tanda dalam kehidupan sosial. Kehidupan sosial tersebut
merupakan bagian dari psikologi sosial dan sebagai akibat dari psikologi umum,
yang kemudian kita sebut sebagai semiologi. Semiologi mengajarkan kita suatu
Semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses
yang berlaku bagi tanda (van Zoest, 1993:1).
Menurut Peirce (1978:1), tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi
seseorang. Sesuatu itu dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan dan
lain-lain. Hal yang dapat menjadi tanda bukan hanya bahasa, melainkan berbagai
hal yang dapat melingkupi kehidupan di sekitar kita. Tanda dapat berupa bentuk
tulisan, karya seni, sastra, lukisan, dan patung.
Sudjiman (1983:3), mengatakan semiotika mulanya dari konsep tanda,
istilah tersebut berasal dari bahasa Yunani semion yang berarti tanda-tanda
terdapat dimana-mana, kata adalah tanda, demikian juga gerak, isyarat, bendera,
dan sebagainya.
Semiotika atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu
yang sama. Sebelumnya Longmann Dictionary of Contemporary English (1978)
menjelaskan, semiotika adalah :…..tech the study of sign in general, asp, as they related to language. Semiotika berasal dari kata Yunani yaitu semeion, yang
berarti ‘tanda’ atau ‘sign’. Jadi, semiotika artinya pengetahuan mengenai tanda
(Zulkifli. 2007, Jurnal seni rupa; edisi 2006:25). Hal ini diperkuat oleh Aart van
Zoest, Semiotika, berasal dari kata Yunani ‘Semeion’ yang berarti tanda. Maka
semiotika berarti ilmu tanda. Semiotika adalah cabang ilmu yang berurusan
dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda,
yang sama Aart van Zoest, menambahkan bahwa : Semiotika adalah cabang ilmu
pengetahuan yang mempelajari tanda-tanda dan segala sesuatu yang berkaitan
dengannya, seperti sistem-sistem tanda dan perkembangan yang terjadi
sehubungan dengan pemakaian tanda-tanda tersebut. Dari beberapa tanggapan
diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa semiotika adalah ilmu pengetahuan
tentang tanda yang mengarah pada perkembangan tanda, pemakaian tanda dan
gagasan sebagai teori filsafat umum yang secara sistematis mengkomunikasikan
informasi atau pesan yang dikandungnya.
Dalam mengungkap makna tanda yang dihadirkan pada sebuah karya seni
seorang pengamat yang memakai metode semiotika, dengan dapat memanfaatkan
ranah yang berkembang dalam semiotika tersebut, yaitu komunikasi visual (Visual
Communications). Pada pemaparan ini, kajian yang dibahas dalam ranah komunikasi visual meliputi kajian seni rupa, sistem grafis, sistem warna,
tanda-tanda ikon, simbol, fenomena visual dalam komunikasi massa, iklan, komik, uang,
kartu permainan, pakaian, arsitektur, peta geografi, film, dan sebagainya.
Berkaitan dengan karya seni rupa dalam penelitian ini mengarahkan akan
penggunaan kajian semiotika yaitu komunikasi visual. (Agus Sachari 2005: 67)
Tanda
Dalam judulya “Semiotika Komunikasi-Aplikasi Praktis bagi Penelitian
dan Skripsi Komunikasi”, Wibowo 2011:3 menyatakan bahwa : “semiotika yang
biasanya didefenisikan sebagai pengkajian tanda-tanda pada dasarnya merupakan
memandang entitas-entitas tertentu sebagai tanda-tanda atau sebagai sesuatu yang
bermakna”. Demikian pula dengan pernyataan Aart Van Zoest : ”Diantara tanda
dan hal yang ditunjukkan / diwakilinya ada suatu relasi; artinya tanda tersebut
mempunyai sifat representatif. Tanda dan representasi tadi mengarahkan kepada
suatu interpretasi. Jadi, representasi dan interpretasi merupakan suatu karekteristik
tanda”. (dalam Azmi.2002: 13). Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa tanda merupakan salah satu bagian dari semiotika yang merupakan suatu
bentuk bermakna. Serta tanda mewakili suatu maksud yang ada di dalam sebuah
bentuk yang dihadirkan, antara bentuk simbol dan makna yang tersembunyi. Hal
ini memiliki hubungan yang sangat erat, bentuk yang tampak merupakan
perwakilan yang jelas dari makna yang diwakili.
Jenis- jenis Tanda
Ditinjau dari relasinya, Charles Sanders Pierce membedakan tanda sebagai
berikut :
1. Ikon (icon), adalah tanda yang ada sedemikian rupa sebagai kemungkinan, tanpa tergantung pada adanya sebuah denotatum (penanda), tetapi dapat
dikaitkan dengannya atas dasar suatu persamaan yang secara potensial
dimilikinya. Definisi ini mengimplikasikan bahwa segala sesuatu
merupakan ikon, karena semua yang ada dalam kenyataan dapat dikaitkan
dengan suatu yang lain. Sehinga dapat dipahami ikon juga merupakan
tanda yang menyerupai objek (benda) yang diwakilinya atau tanda yang
2. Indeks (index), adalah sebuah tanda yang dalam hal corak tandanya
tergantung dari adanya sebuah denotatum (penanda). Dengan kata lain
tanda yang sifatnya tergantung pada keberadaan suatu penanda. Tanda ini
memiliki kaitan sebab-akibat dengan apa yang diwakilinya.
3. Simbol/ Lambang (symbol), adalah tanda dimana hubungan antara tanda dengan denotatum (penanda) ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku
umum atau kesepakatan bersama (konvensi). Tanda bahasa dan
matematika merupakan contoh simbol. Simbol juga dapat menggambarkan
suatu ide abstrak dimana tidak ada kemiripan antara bentuk tanda dan arti.
Kajian ini dilihat berdasarkan penandaan dan pemaknaan di mana penandaan
(konsep Charles Sanders Pierce) dikaji lewat jenis ikon, indeks, dan simbol.
Sedangkan berdasarkan konsep Roland Barthes, pemaknaan tanda yang dikaji
dengan menggunakan :
1) Aspek Denotatif
Kata denotatif berasal dari kata denotasi (denostation) yang berarti tanda, petunjuk atau menunjukkan ataupun arti/makna yang langsung dari suatu tanda,
yang telah disepakati bersama atau sudah menjadi pengertian yang sama. Dalam
kaitannya dengan penelitian ini, tanda yang dimaksud adalah tanda-tanda visual,
baik yang non-verbal (garis, bidang, warna, tekstur, dan lain-lain), maupun
bersifat verbal atau sudah berwujud (menggambarkan manusia, binatang, dan
bentuk representatif lainnya).
Kata konotatif berasal dari kata konotasi (connotation) yang berarti pengertian
tambahan atau arti kedua yang tersirat diluar arti denotatif tadi. Serta konotasi
adalah merupakan istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi
tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu
dengan perasaan atau emosi dari pembaca (subjek) serta nilai-nilai dari
kebudayaannya.
Pada masyarakat Batak Toba juga menggunakan tanda-tanda dalam
mempresetasikannya dalam kebudayaannya masyarakat Batak Toba memberikan
makna secara arbiter seperti yang dikemukakan oleh Pradopo (2001:71). Mereka
menentukan maknanya sesuai dengan apa yang mereka utarakan, baik dengan cara
berangan-angan ataupun sebagai aturan adat. Mereka menyesuaikan dengan
bentuk dan kebiasaan yang mereka alami sehari-hari.
Untuk itu penulis memilih teori semiotik sebagai landasan dalam meneliti
makna tanda atau lambang yang terkandung dalam Gorga Sopo Godang pada
masyarakat Batak Toba.
Peirce (dalam Zoest 1978 :1) mengatakan pengertian semiotik adalah
cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi
pengguna tanda.
Berdasarkan judul skripsi ini, maka teori yang digunakan untuk mengkaji
1. Aspek itu sendiri
2. Aspek material dan tanda. Aspek material ini dapat berupa bunyi, tautan huruf menjadi kata, gambar warna dan atribut-atribut lainnya ini disebut dengan signifier
3. Konsep. Konsep ini sangat berperan dalam mengkontruksikan makna suatu denotataum atau objek yang disebut dengan signified.
Tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi seseorang. Sesuatu itu dapat
berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan, dan lain-lain. Yang dapat menjadi
tanda bukan hanya bahasa, melainkan berbagai hal yang dapat melingkupi
kehidupan sehari-hari kita. Tanda dapat berupa bentuk tulisan, karya seni, sastra,
lukisan dan patung.
Berdasarkan objeknya Pierce merumuskan suatu tanda selalu merujuk
pada suatu acuan. Setiap tanda selalu memiliki fungsi dan memiliki makna yang
sesuai dengan tanda itu sediri.
Berdasarkan objeknya Peirce membagi tanda itu menjadi tiga bagian yaitu:
1. Ikon (icon) 2. Indeks (index) 3. Simbol (symbol)
Ketiga bagian di atas merupakan objek yang membagi jenis-jenis tanda di
mana tanda memiliki arti dan makna tertentu. Ketiga bagian di atas biasa disebut
Ikon adalah tanda berdasarkan identitas dan hubungan antara tanda dan
acuannya dapat berupa hubungan kemiripan. Jadi, sebuah tanda bersifat ikon
seandainya ada kemiripan rupa atau kemiripan bentuk di antara tanda dengan hak
yang diwakilinya.
Contoh:
- Rambu-rambu lalu lintas
- Lampu merah menandakan mobil harus berhenti
- Lampu kuning menandakan mobil harus berhati-hati
- Lampu hijau menandakan mobil harus jalan
- Lukisan menandakan sebuah ekspresi yang disampaikan dalam sebuah
gambar
Indeks adalah tanda berdasarkan hubungan kausalitas atau hubungan yang
timbul karena adanya kedekatan eksistensi.
Contoh:
- Adanya asap menandakan adanya api
- Ketukan pintu menandakan ada orang
- Suara bising menandakan adanya keramaian
- Suara gemuruh menandakan adanya petir
Simbol adalah tanda yang menyatakan hubungan konvensional atau tanda
dengan pengertian yang beraneka ragam dan dapat pula disesuaikan dengan
situasi dan kondisi tertentu dalam sebuah situasi.
Contoh:
- Boras pati ‘ ukiran cicak ‘ adalah simbol kekayaan
- Adop-adop ‘ ukiran payudara ‘ adalah simbol kesuburan, dan lain-lain
Secara etimologi, simbol berasal dari bahasa yunani “symballein” yang
berarti melemparkan bersama sesuatu (benda, perbuatan) dikaitkan dengan suatu
ide. Ada pula yang menyebutkan symbolos yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang.
Semua simbol melibatkan tiga usur yaitu simbol itu sendiri, satu rujukan atau
lebih, dan hubungan antara simbol dengan rujukan. Ketiga hal ini merupakan
dasar bagi semua makna simbolik yang ada.
Poerwadarminta (1976:1) menyebutkan simbol atau lambang adalah
semacam tanda, lukisan, perkataan, lencana, dan sebagainya yang menyatakan
sesuatau hal, atau mengandung maksud tertentu. Misalnya, warna putih
melambangkan kesucian, warna merah melambangkan keberanian, dan padi
melambangkan kemakmuran.
Dengan demikian, dalam konsep Pierce simbol diartikan sebagai tanda
yang mengacu pada objek tertentu di luar tanda itu sendiri. Hubungan antara
simbol sebagai penanda dengan sesuatu yang ditandakan (petanda) yang sifatnya
menafsirkan ciri dan hubungan antara simbol dengan objek yang diacu dan
menafsirkan maknanya.
Pierce juga membagi klasifikasi simbol menjadi tiga jenis yaitu:
1. Rhematic symbol atau Symbolik rheme
2. Dicent symbol atau proposition (proposisi)
3. Argumen
Rhematic symbol atau Symbolic rheme, yakni tanda yang dihubungkan
dengan objeknya melalui asosiasi nilai umum. Misalnya, di jalan kita melihat
lampu merah lantas kita katakan berhenti. Mengapa kita katakan demikian, ini
terjadi karena adanya asosiasi dengan benda yang kita lihat.
Dicent symbol atau proposition (proposisi) adalah tanda yang langsung
menghubungkan dengan objek melalui asosiasi dalam otak. Kalau seseorang
mengatakan “Pergi!” penafsiran kita langsung berasosiasi pada otak dan serta
merta kita pergi. Padahal dari ungkapan tersebut yang kita kenal hanya kata.
Kata-kata yang kita gunakan membentuk kalimat, semuanya adalah proposisi yang
mengandung makna yang berasosiasi dalam otak. Otak secara otomatis dan cepat
menafsirkan proposisi itu dan seseorang segera dapat menitipkan pilihan atau
sikap.
Argumen yakni tanda yang merupakan kesamaan seseorang terhadap
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan teori semiotik yang
dikemukakan oleh Peirce. Di mana setiap tanda memiliki makna yang bersifat
arbitrer atau mana suka.
Sesuai dengan teori di atas masyarakat Batak Toba juga memberi makna
pada setiap tanda bersifat arbitrer. Artinya mereka menentukan makna dari sebuah
tanda sesuai dengan situasi dan apa yang ingin mereka utarakan yang sesuai
dengan adat istiadatnya. Masyarakat Batak Toba menyesuaikannya dengan bentuk
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Secara etimologi kata metodologi berasal dari bahasa Yunani “metodhos”
dan “logos”.Metodhos artinya cara atau jalan; logos artinya ilmu pengetahuan.
Jadi, metodologi atau metode merupakan jalan yang berkaitan dengan cara kerja
dalam mencapai sasaran yang dikehendaki atau tujuan dalam pemecahan suatu
masalah.
Sudaryanto (1982:2), menyatakan metodologi adalah cara melakukan
sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu
tujuan.
Metodologi artinya adalah sesuatu yang menggunakan pikiran secara
seksama untuk mencapai suatu tujuan (Narbuko, 1997:1). Sedangkan meneliti
dimaksud sebagai melakukan kerja penyelidikan secara cermat terhadap suatu
sasaran untuk memeperoleh hasil tertentu.
Penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan,
dan menganalisis sampai dengan menyusun laporan. Jadi, metode penelitian
adalah ilmu mengenai jalan yang dilewati untuk mencapai suatu pemahaman.
Jadi, metodologi penelitian adalah suatu cara atau jalan untuk memperoleh
kembali pemecahan terhadap segala masalah. Masalah di sini adalah objek yang
diteliti dan dicari kebenarannya, karena tanpa metodologi penelitian, maka
menyelesaikannya. Seperti yang telah dikemukakan di atas dapat diketahui bahwa
metodologi penelitian sangat berperan penting dalam melakukan suatu penelitian.
Sedangkan arti kata penelitian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005
adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data yang
dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan. Jadi
dapat disimpulkan bahwa metodologi penelitian ialah upaya untuk menghimpun
data yang diperlukan dalam penelitian untuk memperoleh kebenaran terhadap
suatu objek permasalahan. Dalam metodologi penelitian akan dibicarakan tentang
metode dasar, sumber data penelitian, metode pengumpulan data, dan metode
analisis data.
3.1 Metode Dasar
Metode dasar yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode
deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah
yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan objek/subyek
penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang
berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya (Nawawi 1991:63).
Masyarakat Batak Toba pada saat ini banyak tidak menjaga keindahan rumah
zaman dahulu yang mempunyai gorga disetiap pinggir rumah yang memiliki bentuk, fungsi, dan makna tertentu, sehingga rumah zaman dahulu hampir punah.
Dalam metode deskriptif, penulis akan berusaha mengungkapkan dan
Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat pencandraan secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau
daerah tertentu. Penelitian deskriptif ini lebih bersifat penemuan fakta-fakta
seadanya, penelitian yang tidak sekedar menunjukkan distribusinya, akan tetapi
termasuk dalam usaha mengemukakan satu dengan yang lainnya di dalam aspek –
aspek yang diselidiki.
Penulisan skripsi ini secara apa adanya dan seobjektif mungkin. Metode
deskriptif membahas pola bahasa beberapa masyarakat pada masa tertentu
ataupun perseorangan dan antar kelompok masyarakat. Metode ini akan
mendasari upaya pengumpulan data dan penganalisan data.
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian penulis di Desa Simanindo, Kecamatan Simanindo
Kabuapaten Samosir. Alasan penulis memilih lokasi penelitian ini adalah karena
penduduknya asli etnis Batak Toba dan juga dikarenakan Gorga Sopo Godang ini
lebih banyak berada di Simanindo Kabupaten Samosir Propinsi Sumatera Utara.
3.3 Sumber Data Penelitian
Adapun sumber data penelitian ini adalah :
1. Penelitian lapangan. Penulis langsung turun ke lapangan untuk mencari
data yang ada dan lengkap dari informan.
2. Tokoh-tokoh adat dan masyarakat setempat yang dijadikan penulis sebagai
penulis melakukan penelitian langsung ke lapangan dan bertanya langsung
kepada tokoh-tokoh adat dan masyarakat setempat agar penelitian yang
didapat lebih konkrit dan bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya agar
tidak terjadi kesalahan pahaman masyarakat Batak Toba yang ada di
Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir.
3. Penelitian kepustakaan dengan cara mencari sumber data dari buku-buku
yang sesuai dengan judul skripsi ini. Hal ini dilakukan agar penelitian
yang dilakukan berhubungan dengaan buku-buku yang digunakan penulis
sebagai referensi dalam penulisan skripsi ini sehingga penelitian lebih
mudah dilakukan dan pengerjaan skripsi ini menjadi lebih mudah.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Lembar wawancara/pedoman wawancara.
2. Alat perekam ( tape recorder ) yang digunakan untuk mewawancarai
informan sehubungan dengan objek penelitian.
3. Alat tulis dan kertas yang digunakan untuk mencatat segala hal yang
dianggap penting dan berhubungan dengan objek penelitian.
3.5 Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data lapangan antara lain :
1. Metode observasi yaitu penulis langsung ke lapangan melakukan
peneliti untuk mengamati letak dan posisi ornamen seni ukir pada Gorga
Sopo Godang dengan menggunakan kamera sebagai alat untuk menggambarkan letak ornamen seni ukir, setelah peneliti mengamati letak
dan posisi ornamen tersebut maka akan di gabungkan dengan hasil
wawancara yang dilakukan dengan tokoh-tokoh masyarakat. Alasan
peneliti melakukan observasi untuk mendapatkan data akurat mengenai
makna ornamen seni ukir tersebut.
2. Metode wawancara (Deptth interview) digunakan untuk memperoleh gambaran apa makna yang terkandung dalam simbol-simbol yang ada di
seni ukir rumah adat Batak Toba kepada tokoh-tokoh adat yang ada di
Desa Simanindo. Wawancara ini ditujukan kepada masyarakat Toba
khususnya kepada masyarakat yang berada di Desa Simanindo yang terdiri
dari kepala desa, tokoh-tokoh adat, tokoh-tokoh masyarakat, dan
masyarakat umum. Wawancara ini juga akan menggunakan pedoman
wawancara yang telah dipersiapkan dan disusun terlebih dahulu.
3. Metode kepustakaan (library research) yaitu pengumpulan data melalui
buku – buku yang berhubungan dan berkaitan erat dengan penelitian
tersebut. Metode ini dilakukan untuk mendapatkan sumber acuan
penelitian, agar data yang didapatkan dari lapangan dapat diolah
semaksimal mungkin sesuai dengan tujuan yang digariskan. Dalam
metode ini penulis mencari buku-buku pendukung yang berkaitan dengan
3.6 Metode Analisis Data
Analisis data merupakan proses pengaturan data, mengorganisasikannya
ke dalam suatu pola, kategori dari satuan uraian dasar. Dalam penelitian ini data
yang diperoleh akan diolah dan dianalisis secara kualitatif. Metode atau cara
mengelola data mentah sehingga menjadi data yang akurat dan ilmiah dipakai
dengan metode struktural.
Adapun langkah-langkah metode analisis data ini adalah sebagai berikut :
1. Data diklaasiifikasikan sesuai dengan objek pengkajian.
2. Setelah data diklasifikasikan, data-data dianalisis sesuai dengan kajian
yang ditetapkan yaitu apa saja bentuk, fungsi, dan makna gorga sopo godang.
3. Menginterpretasikan hasil analisis dalam bentuk tulisan yang sistematis
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
GORGA SOPO GODANG ( RUMAH ADAT BATAK TOBA )
PADA MASYARAKAT BATAK TOBA.
Rumah Adat Batak Toba sebagai karya budaya nenek monyang pada
dasarnya sangat erat kaitannya dengan sistem masyarakat baik di masa lalu
maupun masa sekarang. Walau saat ini sistem masyarakat telah mengalami
akulturasi namun gambaran melalui benda-benda budaya masih terlihat jelas
bahwa pemilik rumah yang bercirikan kaum bangsawan.
[image:51.595.120.507.388.648.2]
Gambar 4. Rumah adat Batak Toba tampak dari samping.
Peninggalan budaya yang masih dapat disaksikan sebagai monumen
sejarah karya arsitektur leluhur Sopo Godang adalah rumah-rumah adat Batak Toba. Keberadaan rumah adat Batak Toba tradisional ini makin hari semakin
berkurang jumlahnya. Pada rumah adat Batak Toba dapat kita jumpai sejumlah
ornamen yang diukir/ditatahkan di atas permukaan kayu baik di dinding, di tiang,
maupun pada beberapa peralatan lainnya. Adapun ragam ornamen yang
ditemukan di beberapa rumah adat Batak Toba dapat dibagi dalam 3 kelompok
yaitu :
- Ornamen bercorak tumbuh-tumbuhan
- Ornamen bercorak perhiasan atau perkakas
Adapun macam-macam ornamen yang ada pada rumah adat Batak Toba
adalah sebagai berikut:
[image:53.595.252.375.216.439.2]4.1 Gorga Boraspati
Gambar 4.1 Gorga Boraspati
A. Bentuk
Gorga Boraspati berbentuk cicak yang ekornya bercabang dua. Cicak biasanya berada di atas rumah. Jika cicak banyak datang, rumah tersebut akan terhindar
dari nyamuk. Boras pati sering Nampak di rumah manandakan tanaman menjadi
subur dan panen berhasil baik menandakan kekayaan. Terletak di dinding rumah
adat bagian samping kanan dan kiri depan rumah dan disamping Gorga
B. Fungsi
• Sebagai lambang kemakmuran dan kekayaan yang tidak membedakan satu
dengan yang lain. Boras pati disetiap rumah pastilah ada, sehingga
dikatakan kemakmuran dan kekayaan yang tidak membedakan satu
dengan yang lain jika orang yang menempati rumah tersebut rajin untuk
bekerja.
• Sebagai lambang hiasan untuk memperindah rumah adat Batak Toba.
dengan Rumah tanpa perabot tidaklah indah dilihat, begitu juga gorga,
tanpa adanya ukiran-ukiran tersebut rumah tersebut tidak akan indah.
C. Makna
Gorga Boras pati atau cicak tersebut sering memberikan tanda-tanda tertentu melalui tingkah laku dan suaranya yang bisa membantu manusia terhindar dari
bahaya ataupun memperoleh kekayaan. Boras pati jarang kelihatan atau menampakkan diri, biasanya kalau Boras pati sering nampak, itu menandakan tanam-tanaman menjadi subur dan panen berhasil baik yang menuju kekayaan
(hamoraon). Oleh karena itu, gorga Boras pati ini menjadi simbol pelindung manusia. Dari makna Gorga Boras pati di atas yang menyatakan kalau seekor
cicak datang menandakan keluarga tersebut akan memperoleh kekayaan.
Dari makna Gorga Boras pati di atas yang menyatakan kalau seekor cicak datang menandakan keluarga tersebut akan memperoleh rezeki, dapat dikaitkan
Pat ni gaja Tu pat ni hora Pahompu ni raja Jala anak ni namora
‘Kaki gajah’
‘ke kaki musang’
Kalian adalah cucu raja’
‘Dan juga anak orang kaya’
Maksud umpasa ‘pantun’ di atas adalah pada kata Pahompu ni raja, jala
anak ni namora menandakan bahwa anak laki-laki orang batak adalah anak raja, karena dilihat dari marga orang batak menganut asas patrilineal yaitu berdasarkan
garis keturunan ayah. Sehingga dikatakan cucu raja adalah orang kaya.
[image:55.595.188.421.533.652.2]4.2 Gorga Adop-adop
A. Bentuk
Adop-adop berarti payudara yang melambangkan kesuburan dan kekayaan. Gorga Adop-adop ini berada di bagian depan tengah rumah adat Batak Toba. Gorga Adop-adop ini biasanya dirangkaikan dengan gorga Boras pati di mana terdapat
empat payudara di kiri dan di kanan dari gorga Boras pati tersebut.
B. Fungsi
• Sebagai pemberi kebahagiaan dan kesuburan bagi masyarakat Batak Toba.
Payu dara yang besar akan deras keluar airnya, berarti jika deras airnya
keluar, maka anak-anaknya akan subur atau sehat dan akan menghasilkan
keluarga yang bahagia.
• Sebagai lambang hiasan untuk memperindah rumah adat Batak Toba.
Rumah tanpa perabot tidaklah indah dilihat, begitu juga gorga, tanpa
adanya ukiran-ukiran tersebut rumah tersebut tidak akan indah.
C. Makna
Gorga Adop-adop dikombinasikan dengan ‘payudara‘. Bagi orang Batak
pandangan terhadap payudara mempunyai arti khusus, dimana payudara yang
besar dan deras airnya anaknya sehat dan banyak atau punya keturunan banyak
(gabe). Rangkaian Gorga Boras pati dan Adop-adop tersebut menjadi lambang
hamoraon, hagabeon, dan hasangapon yang merupakan idaman setiap orang. Dari makna Gorga Adop-adop diatas menyatakan bahwa payudara mempunyai
Dari makna Gorga Adop-adop di atas menyatakan bahwa Adop-adop
‘payudara’ mempunyai arti kesuburan, dapat dikaitkan dengan umpasa ‘pantun’ :
Laklak ma di ginjang pintu Singkoru ginolomgolom
Sai maranak ma hamu sampulu pitu Jala marboru sampulu onom
‘Kulit kayu di atas pintu’
‘Tanda lahir digenggam’
‘Semoga kalian mempunyai anak laki-laki tujuh belas’
‘Dan mempunyai anak perempuan enam belas’
Maksud umpasa ‘pantun’ di atas adalah pada kata sai maranak ma hamu sampulu pitu, jala marboru sampulu onom menandakan bahwa semakin banyak
anak laki-laki dan anak perempuan pada masyarakat batak menyatakan bahwa
dalam keluarga itu sehat dan makmur.
[image:57.595.145.483.607.711.2]4.3 Gorga Ipon-Ipon
A. Bentuk
Gorga Ipon-ipon bentuknya seperti gigi. Manusia tanpa gigi tidak akan bisa
makan, begitu juga tanpa gorga Ipon-ipon rumah adat Batak Toba tidak akan
indah. Terdapat di bagian tepi rumah adat Batak Toba, lebarnya antara dua sampai
tiga sentimeter dipinggir papan.
B. Fungsi
• Sebagai sifat dan perilaku masyarakat Batak Toba mengatasi sebuah
masalah, karena masyarakat Batak Toba memiliki falsafah yaitu somba
marhula-hula, manat mardongan tubu, dan elek marboru. Jadi masalah diselesaikan dengan bentuk musyawarah. Gorga Ipon-ipon maknanya
adalaah keharmonisan, berarti setiap keluarga yang menempati rumah
tersebut adalah keluarga yang harmonis dan jika ada masalah dalam
keluarga itu akan diselesaikan dengan damai dan musyawarah.
• Sebagai hiasan untuk memperindah rumah adat Batak Toba. Rumah tanpa
perabot tidaklah indah dilihat, begitu juga gorga, tanpa adanya
ukiran-ukiran tersebut rumah tersebut tidak akan indah.
C. Makna
Gorga Ipon-ipon maknanya adalah keharmonisan di keluarga dan untuk memperindah hiasan rumah adat Batak Toba. Makna keharmonisan di keluarga
berarti tidak ada perselisihan dalam keluarga tersebut. Tanpa gigi manusia tidak
Dari makna Gorga Ipon-ipon di atas mempunyai arti keharmonisan dalam
keluarga dapat dikaitkan dengan umpasa ‘pantun’ :
Aek sihoruhoru
Tu sampuran siguragura Rap leleng ma hita mangolu Gabe jala saur matua
‘Air sihoruhoru’
‘Ke sampuran sihoruhoru’
‘Semoga lama kita hidup’
‘Dan beranak cucu’
Maksud umpasa ‘pantun’ di atas adalah pada kata rap leleng ma hita mangolu, gebe jala saur matua menandakan bahwa setiap orang batak yang lama
hidup (lanjut usia) akan memperoleh keturunan yang besar dan banyak. Sehingga,
semakin banyak keturunan seseorang yang saur matua ‘’lanjut usia’ akan
4.4 Gorga Sitompi
Gambar 4.4. Gorga Sitompi
A. Bentuk
Sitompi adalah sejenis alat untuk mengikatkan leher kerbau pada bajak ketika membajak sawah. Alat ini terbuat dari rotan yang dianyam, sehingga dilihat dari
gerakan anyaman tersebut menjadi landasan dibuat gorga sitompi ini.
B. Fungsi
• Sebagai sarana kekompakan dan saling tolong menolong diantara
masyarakat Batak Toba untuk menyelesaikan sebuah masalah ataupun
dalam keadaan suka dan duka. Gorga Sitompi bermakna ikatan kebudayaan, sehingga setiap orang di rumah itu memiliki rasa
tolong-menolong kepada sesama orang. Karena saling tolong-tolong-menolong
menghasilkan kekompakan di antara sesama orang dan akan mengasilkan
• Sebagai lambang hiasan untuk memperindah rumah adat Batak Toba.
Rumah tanpa perabot tidaklah indah dilihat, begitu juga gorga, tanpa
adanya ukiran-ukiran tersebut rumah tersebut tidak akan indah.
C.Makna
Gorga Sitompi ini bermakna sebagai lambang ikatan kebudayaan. Pada zaman
dahulu manusia saling bahu membahu (tolong-menolong) dalam segala hal,
sehingga zaman dahulu kekerabatan dan kekeluargaan sangat erat.
Dari makna Gorga Sitompi di atas yang mempunyai arti sebagai lambang
ikatan kebudayaan, dapat dikaitkan dengan umpasa ‘pantun’ :
Ompu raja di jolo Martungkot sialagundi
Angka na uli tinonahon ni angka ompunta parjolo Siihhuthon hita na di pudi
‘Nenek moyang kita dahulu’
‘Bertongkat Sialagundi’
‘Semua yang bagus yang disampaikan nenek moyang kepada kita’
‘Kita jalankan pada zaman sekarang
Maksud umpasa ‘pantun’ di atas adalah pada kata angka na uli tinonahon ompunta parjolo, siihuthon hita na di pudi menandakan bahwa pada zaman
bersungguh-sungguh (bagus), sehingga hasilnya bagus. Dan itulah yang harus kita jalankan
pada zaman sekarang.
[image:62.595.181.417.207.394.2]