• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Biskuit Blondo dan Tepung Ikan Gabus (Channa Striata) yang Berpotensi Mengatasi Gizi Buruk pada Balita

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi Biskuit Blondo dan Tepung Ikan Gabus (Channa Striata) yang Berpotensi Mengatasi Gizi Buruk pada Balita"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI BISKUIT BLONDO DAN TEPUNG IKAN

GABUS (CHANNA STRIATA) YANG BERPOTENSI

MENGATASI GIZI BURUK PADA BALITA

QURRATU AINI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi Biskuit Blondo dan Tepung Ikan Gabus (Channa striata) yang Berpotensi Mengatasi Gizi Buruk pada Balita adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Qurratu Aini

(3)

ABSTRAK

QURRATU AINI. Formulasi Biskuit Blondo dan Tepung Ikan Gabus (Channa

Striata) untuk Mengatasi Gizi Buruk pada Balita. Dibimbing oleh RIMBAWAN

dan VERA URIPI

Gizi buruk merupakan salah satu permasalahan yang harus diatasi karena menurut WHO (World Healt Organization) telah menyebabkan 80% kematian anak di Indonesia. Biskuit dengan substitusi blondo dan tepung ikan gabus

(Channa striata) dapat menjadi solusi alternatif untuk mengatasi permasalahan gizi buruk ini. Blondo sebagai pengganti margarin, tepung ikan gabus digunakan untuk meningkatkan mutu protein biskuit. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat biskuit dengan substitusi blondo dan tepung ikan gabus untuk mengatasi gizi buruk pada balita. Formula terbaik F2 biskuit yang dibuat dengan substitusi 50% blondo dan 10% tepung ikan gabus. Formula terbaik ditentukan dengan menggunakan uji Kruskal Wallis yang dilanjutkan dengan menggunakan uji lanjut Duncan. Hasil analisis kimia dari biskuit blondo dan tepung ikan gabus yaitu kadar air sebesar 3.92%, kadar abu sebesar 1.34%, protein sebesar 19.13%, lemak sebesar 14.25% dan karbohidrat sebesar 61.37%. Berdasarkan hasil analisis kimia, substitusi blondo dan tepung ikan gabus meningkatkat mutu protein biskuit. Kata kunci: Blondo, tepung ikan gabus, gizi buruk, balita.

ABSTRACT

QURRATU AINI. Biscuit formulation with blondo and snakehead fish (Channa

striata) flour substitution as an alternative to solved undernourished problem in children under five. Under direction of RIMBAWAN and VERA URIPI

Undernourished is the one of the problem that must be solved, caused 80% mortality of children in Indonesia. Biscuit with blondo and the addition of snakehead fish (Channa striata) flour as a new product could be an alternative solution to solve this problem. Blondo instead of margarine, snakehead fish flour used to increase protein quality biscuits. The objective of this research was to make biscuit with blondo and snakehead fish flour as a high protein food for undernourished children. The best biscuit formula is F2, which is consist of with 50% blondo and 10% snakehead fish flour substitution. The best formula was determined by parametric analysis test of Kruskal Wallis then continued with Duncan test. The chemical analysis result of water content was 3.92%, 1.34% for ash content, 19.13% for protein content, 14.25% for fat content and 61.37% for carbohydrate content.Based on the result of chemical analysis, the substitution of blondo and snakehead fish flour was improve the quality of protein biscuits.

(4)

RINGKASAN

QURRATU AINI.

Formulasi Biskuit Blondo dan Tepung Ikan Gabus

untuk Mengatasi Gizi Buruk pada Balita

(Biscuit formulation with “blondo” and snakehead fish (Channa striata) flour substitution as an alternative to solve undernourish problem in children under five)

Saat ini gizi buruk di Indonesia belum teratasi secara maksimal, padahal angka kematian balita yang disebabkan oleh gizi buruk terus saja meningkat. Menurut WHO 2011, 80% kematian anak di Indonesia disebabkan oleh gizi buruk. Salah satu langkah untuk mengatasi gizi buruk pada balita adalah dengan memberikan makanan tambahan yang tinggi kalori dan protein yang sesuai dengan kondisi balita. Pangan tinggi protein sangat banyak dan beragam, salah satunya adalah hasil sampingan dari pembuatan minyak kelapa yaitu blondo. Selain blondo, ikan gabus adalah bahan pangan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan biskuit karena mengandung 25,2% protein. Pemanfaatan blondo dan tepung ikan gabus menjadi suatu inovasi pembuatan biskuit tinggi protein.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan gizi dari biskuit berbasis blondo dan tepung ikan gabus. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1) Membuat biskuit tinggi protein dengan bahan tambahan blondo dan ikan gabus, 2) Mengetahui formulasi biskuit tinggi protein dengan bahan tambahan blondo dan ikan gabus, 3) Melakukan uji daya terima biskuit dengan bahan tambahan blondo dan ikan gabus pada panelis semi terlatih, 4) Mengetahui kandungan gizi biskuit dengan penambahan blondo dan ikan gabus meliputi kadar air, kadar abu, protein, lemak, dan karbohidrat.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei – November 2013. Tahapan penelitian ini dimulai dari pembuatan blondo dan biskuit, uji organoleptik dan analisis kandungan zat gizi biskuit. Penelitian dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap pembuatan blondo dan biskuit, dilanjutkan penelitian utama yaitu uji organoleptik dan analisis kandungan zat gizi biskuit. Pembuatan blondo membutuhkan bahan baku berupa kelapa parut dan air kelapa. Blondo dihasilkan dengan menggunakan pemanasan bertingkat, pemanasan tahap satu santan dipanaskan sehingga krim santan terpisah dari air. Suhu pemanasan adalah 50-60°C. Kemudian krim santan dipisahkan dan dipanaskan dengan suhu yang lebih tinggi yaitu 100-150°C sampai membentuk blondo.

Tahapan pembuatan biskuit tahap satu didasarkan pada lima formulasi biskuit blondo yaitu F0 (100:0), F1 (70:30), F2 (60:40), F3 (50:50) dan F4 (40:60). Formulasi biskuit blondo didasarkan pada perbandingan antara margarin dan blondo. Pembuatan biskuit tahap dua didasarkan pada lima formulasi tepung ikan gabus yaitu F1 (5:95), F2 (10:90), F3 (15:85), F4 (20:80) dan F5 (25:75). Formulasi biskuit blondo dan tepung ikan gabus didasarkan pada perbandingan antara tepung ikan gabus dan tepung terigu.

(5)

dengan penambahan blondo dan tepung ikan gabus yaitu 50% blondo dan tepung ikan gabus sebanyak 5%, 10%, 15%, 20% dan 25% dari tepung terigu.

(6)

FORMULASI BISKUIT BLONDO DAN TEPUNG IKAN

GABUS (CHANNA STRIATA) YANG BERPOTENSI

MENGATASI GIZI BURUK PADA BALITA

QURRATU AINI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014 Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

(7)

Judul Skripsi : Formulasi Biskuit Blondo dan Tepung Ikan Gabus (Channa Striata) yang Berpotensi Mengatasi Gizi Buruk pada Balita

Nama : Qurratu Aini NIM : I14090002

Disetujui oleh

Dr. Rimbawan Pembimbing I

dr. Vera Uripi S. Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Rimbawan Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia–Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 ini ialah Formulasi Biskuit Berbasis Blondo dan Tepung Ikan Gabus yang Berpotensi Mengatasi Gizi Buruk pada Balita. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Rimbawan dan dr. Vera Uripi selaku dosen pembimbing Skripsi atas waktu, bimbingan dan masukannya dalam penyusunan karya ilmiah ini. 2. Leily Amalia, STP, M.Si selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang

telah memberikan koreksi demi perbaikan skripsi.

3. Keluarga tercinta : ibunda tersayang (Ibu Kartini), M. Bima Kusuma, M. Arif Mutawakil dan M. Nadzir Ramadhan (Adik) serta seluruh keluarga atas segala doa, dukungan moril dan kasih sayangnya.

4. Teman–teman terdekat : Avliya Quratul Marjan, Rammona Jayana, Yusvita Sari, Arnati Wulansari, Ratia Yulizawati, Imam Faqih, Yulita Farisa Harahap, Fadhila Ananda, Al Mukhlas Fikri, M. Q Aliyyan Wijaya, Nadya Noerani, Riza Septia, Mesa Shelviani, Annizaf yang banyak membantu dalam memberikan semangat dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

5. Teman–teman satu bimbingan : Novi Rizki Ramadhani, Agustino, dan Yohanes atas semangat dan kerjasamanya.

6. Teman–teman Laboratorium: Anggar Pamungkas, Dewi Pratiwi Ambari, Sonia Rosselini, Daniel Pratama, Kak Yudi, yang selalu memberikan semangat dan motivasi dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

7. Laboran dan Staf Gizi Masyarakat : Ibu Titi Riani, Audi, Eka, Ibu Susi, Suci Nurochmah.

8. Teman–teman OMDA FKMBB angkatan 46 (Nurul Fauziah, Abdul Hakim, Pardi Azinudin) serta Azyl Yunia Komala Sari yang selalu memberikan semangat dan motivasi dalam penyelesaian karya ilmiah ini. 9. Teman–teman pembahas seminar : Zahra Mustafavi, Defika Annisa dan

Pamila Adhi Annisa yang telah memberikan saran selama seminar.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitan 2

Tujuan Umum 2

Tujuan Khusus 2

Manfaat Penelitian 2

METODE PENELITIAN 2

Tempat dan Waktu 2

Alat dan Bahan 3

Prosedur Kerja 3

Pembuatan Blondo 3

Pembuatan Tepung Ikan gabus 3

Pembuatan Biskuit 3

Analisis Kimia Kandungan Gizi 5

Uji Organoleptik 6

Pengolahan dan Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Pembuatan Blondo 7

Pembuatan Tepung Ikan Gabus 8

Formulasi Biskuit Blondo 9

Uji Organoleptik Biskuit Blondo 10 Formulasi Biskuit Blondo dan Tepung Ikan Gabus 13 Uji Organoleptik Biskuit Blondo dan Tepung Ikan Gabus 13 Analisis Kandungan Gizi Biskuit 15 Kontibusi Zat Gizi Terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG) 18

SIMPULAN DAN SARAN 18

(11)

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 19

LAMPIRAN 21

RIWAYAT HIDUP 28

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Hasil analisis sifat kimia blondo 8

Tabel 2 Formulasi biskuit blondo 9

Tabel 3 Hasil uji hedonik biskuit blondo 10

Tabel 4 Hasil uji mutu hedonik biskuit blondo 10

Tabel 5 Formulasi biskuit blondo dan tepung ikan gabus 13

Tabel 6 Hasil uji hedonik biskuit blondo dan tepung ikan gabus 14

Tabel 7 Hasil uji mutu hedonik biskuit blondo dan tepung ikan gabus 14

Tabel 8 Hasil analisis kandungan gizi biskuit 16

Tabel 9 Kandungan zat gizi per takaran penyajian 18

DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Digram alir pembuatan biskuit blondo dan biskuit blondo dan tepung ikan gabus 4

Gambar 2 Blondo 7

Gambar 3 Biskuit dengan substitusi 50% blondo 12

Gambar 4 Biskuit dengan substitusi 50% blondo dan 10% tepung ikan gabus 15

DAFTAR LAMPIRAN 1 Dokumentasi pembuatan biskuit 23

2 Form organoleptik uji hedonik biskuit blondo 24

3 Form organeleptik uji mutu hedonik biskuit blondo 25

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gizi merupakan faktor utama dalam penentu kualitas hidup manusia. Hampir dari setengah penduduk Indonesia mengalami permasalahan gizi. Permasalahan gizi buruk mendapatkan perhatian khusus terutama yang terjadi pada balita. Sebagaimana yang telah diketahui, masa balita merupakan masa pertumbuhan yang paling optimal. Pada usia 0 hingga 3 tahun otak berkembang secara pesat, hal ini biasa disebut dengan golden age. Permasalahan gizi buruk pada balita harus segera diatasi mengingat Indonesia menempati urutan ke-5 di dunia dalam kasus gizi buruk. Saat ini gizi buruk di Indonesia belum teratasi secara maksimal, padahal angka kematian balita yang disebabkan oleh gizi buruk terus saja meningkat. Menurut World Health Organitation (WHO) 2011, 80% kematian anak di Indonesia disebabkan oleh gizi buruk.

Gizi buruk pada balita diawali oleh konsumsi makanan serta asupan zat gizi yang kurang berdasarkan angka kebutuhan gizi. Salah satu langkah untuk mengatasi gizi buruk pada balita adalah dengan memberikan makanan tambahan yang tinggi kalori dan protein yang sesuai dengan kondisi balita. Pemberian makanan tambahan pada balita perlu mempertimbangkan faktor hedonik atau kesukaan terhadap makanan. Biskuit dapat menjadi salah satu jenis makanan tambahan yang sesuai bagi balita mengacu pada karakteristik biskuit menurut Departemen Perindustrian yaitu memiliki rasa yang manis, tekstur yang renyah serta memiliki kandungan lemak yang tinggi atau rendah. Pemilihan bahan pangan dalam pembuatan biskuit perlu diperhatikan, khususnya pada pembuatan biskuit yang diperuntukan bagi balita dengan status gizi buruk. Pembuatan biskuit tinggi protein bagi balita gizi buruk memerlukan pangan tinggi protein dengan daya cerna dan bioavailabilitas yang baik.

Banyak cara yang telah dilakukan untuk mengatasi dan mengurangi prevalensi gizi buruk. Pemerintah pun telah banyak melakukan sosialisasi dalam hal peningkatan status gizi masyarakat, dengan salah satu sasarannya adalah menurunkan prevalensi gizi buruk. Permasalahan gizi buruk disebabkan oleh ketidakmampuan ekonomi masyarakat, sehingga masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi khususnya balita.

(13)

Striata) merupakan ikan yang mempunyai kandungan albumin yang cukup tinggi. Albumin dalam ikan gabus memiliki jenis asam amino yang bervariasi. Anak yang diberikan biskuit dengan kandungan albumin ikan gabus, berat badannya naik lebih cepat dibandingkan anak yang diberikan biskuit tanpa kandungan albumin ikan gabus (Ansar 2010). Pemanfaatan tepung ikan gabus menjadi suatu inovasi pembuatan biskuit tinggi protein.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Mengetahui nilai gizi biskuit tinggi protein dengan penambahan blondo dan tepung ikan gabus untuk mengatasi gizi buruk pada balita

Tujuan Khusus

1. Membuat biskuit tinggi protein dengan bahan tambahan blondo dan ikan gabus.

2. Mengetahui formulasi biskuit tinggi protein dengan bahan tambahan blondo dan ikan gabus.

3. Melakukan uji daya terima biskuit dengan bahan tambahan blondo dan ikan gabus pada panelis semi terlatih.

4. Mengetahui kandungan gizi biskuit dengan penambahan blondo dan ikan gabus meliputi kadar air, kadar abu, protein, lemak, karbohidrat dan serat pangan.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi karakteristik dan nilai gizi kepada masyarakat mengenai produk biskuit tinggi protein dengan tambahan blondo sebagai bahan subsitusi margarin dan ikan gabus sebagai sumber protein. Selain itu dengan membuat biskuit tinggi protein dengan bahan tambahan blondo dan ikan gabus ini masyarakat mengetahui potensi blondo dan ikan gabus sehingga dapat dimanfatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan produk lain. Produk biskuit tinggi protein yang dihasilkan diharapkan dapat digunakan sebagai pangan fungsional yang dapat memperbaiki status gizi anak khususnya balita.

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

(14)

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian untuk pembuatan biskuit tepung terigu, margarin, tepung ikan gabus, blondo, telur, baking powder dan vanilly. Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah alat-alat untuk pembuatan biskuit (mixer, oven), alat untuk mengalisis kandungan gizi biskuit seperti inkubator, oven, neraca analitik, timbangan, desikator, gelas ukur, cawan petri, cawan porselen, tabung silinder kimia, tabung Soxhlet, labu Kjedahl, labu takar, pipet tetes, Erlenmeyer dan mikropipet.

Prosedur Kerja

Pembuatan blondo

Pembuatan blondo membutuhkan bahan baku berupa kelapa parut dan air kelapa. Buah kelapa yang parut dicampurkan dengan air kelapa, kemudian diperas sehingga menghasilkan santan. Blondo dihasilkan dengan menggunakan metode pemanasan bertingkat, pemanasan tahap satu santan dipanaskan sehingga krim santan terpisah dari air. Suhu pemanasan adalah 50-60°C, suhu pemanasan tidak boleh lebih tinggi dari 60°C karena santan akan pecah dan tidak membentuk krim santan. Kemudian krim santan dipisahkan dan dipanaskan dengan suhu yang lebih tinggi yaitu 100-150°C sampai membentuk minyak. Minyak dipisahkan dengan cara dipres untuk blondo yang dihasilkan benar-benar kering dan tidak mengandung minyak.

Pembuatan Tepung Ikan Gabus

Ikan gabus yang telah dicuci, dipisahkan dari jeroan dan kepalanya. Setelah itu, ikan gabus yang telah bersih dikukus sampai matang. Ikan gabus yang telah matang diangkat dan didinginkan. Proses selanjutnya ikan gabus dipisahkan dari tulang dan sisiknya. Setelah itu ikan dikeringkan menggunakan oven dengan suhu sebesar 60OC selama 24 jam. Daging ikan yang telah kering digiling dengan menggunakan blender sampai halus. Setelah halus, tepung ikan gabus diayak untuk memisahkan tepung halus dan tepung kasar.

Pembuatan biskuit blondo dan biskuit blondo dan tepung ikan gabus

(15)

Bahan-bahan itu kemudian dicampurkan ke dalam adonan margarin dan diaduk merata. Setelah adonan siap dan kalis, adonan digiling dengan menggunakan rolling pin dan dicetak. Adonan yang sudah dicetak diletakan di atas loyang yang telah diolesi dengan margarin dan dipanggang dalam oven pada suhu 160-165oC selama 20-25 menit. Pembuatan biskuit tahap dua dilakukan dengan tahapan yang hampir sama yang berbeda hanya pada saat tahap pencampuran tepung terigu, pada tahapan ini tepung terigu dicampur dengan tepung ikan gabus. Diagram alir pembuatan biskuit dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir pembuatan biskuit berbasis blondo dan tepung ikan gabus Dipanggang dalam oven dengan suhu 160-165OC selama 20-25 menit

Margarin, telur, blondo dan gula bubuk dikocok dengan menggunakan mixer selama 15 menit

Adonan dipipihkan dengan rolling pin, lalu dicetak Pembuatan biskuit tahap satu:

Ditambahkan tepung terigu, baking powder dan vanili

Pembuatan biskuit tahap dua: Ditambahkan tepung terigu, tepung ikan gabus baking powder

dan vanili

Uji organoleptik biskuit blondo

Formulasi biskuit blondo terpilih diformulasikan dengan lima formulasi substitusi tepung ikan gabus terhadap tepung terigu

Uji organoleptik biskuit blondo dan tepung ikan gabus

(16)

Analisis Kimia Kandungan Gizi

Penentuan kadar air diawali dengan pengeringan cawan aluminium dalam oven dengan menggunakan suhu 100oC selama 15 menit, kemudian cawan didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Cawan dan sampel ditimbang dengan menggunakan neraca analitik, sampel ditimbang sebanyak 5 gram. Sampel dan cawan dikeringkan dalam oven pada suhu 100oC selama kurang lebih 6 jam, kemudian didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (Apriyantono et al. 1989).

Keterangan : b= bobot sampel (g)

c= bobot sampel dan cawan sesudah dikeringkan (g) a= bobot cawan kosong (g)

Penentuan kadar abu diawali dengan penimbangan sampel sebanyak 2 hingga 3 gram, lalu dimasukkan ke dalam cawan porselen dan dipanaskan dalam oven selama 30 menit. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600 °C selama 4-5 jam. Sampel lalu dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang (Apriyantono et al. 1989).

Penentuan kadar protein sampel menggunakan metode mikro Kjeldhal. Sampel ditimbang sebanyak 0.2 g. Sampel dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl dan ditambahkan 10 gram selenium mix dan 7 ml H2SO4 pekat, kemudian didestruksi selama 1 hingga 3 jam (sampai larutan berwarna jernih). Labu Kjeldhal didinginkan dan dipindahkan ke labu didih sambil ditambah air (250-300 ml) lalu diberi indicator mm-mb sebanyak 3 tetes. Setelah itu, sampel ditambahkan larutan NaOH 30% sampai berubah warna menjadi hijau, lalu dimasukkan ke dalam alat destilasi. Asam borat digunakan setelah ditambahkan indikator campuran merah metil dan metil biru 3 tetes. Larutan didestilasi sampai mendapatkan 75 ml destilat. Hasil ini kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai titik akhir dari titrasi. Titik akhir titrasi ketika warna titrat berubah dari hijau menjadi ungu.

Kadar lemak sampel ditentukan dengan menggunakan metode ekstraksi langsung (Soxhlet). Sampel ditimbang ± 5 gram kemudian dimasukkan kedalam

(17)

selongsong kertas dan diikat. Kertas berisi sampel dimasukkan ke dalam alat soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak yang telah diketahui bobotnya. Ekstraksi dilakukan selama 6 jam dengan menggunakan pelarut heksan. Setelah diperoleh labu lemak berisi lemak hasil ekstraksi dan pelarut, labu dikeringkankan dengan oven 105°C. Labu lemak dimasukkan dalam desikator dan setelah itu ditimbang berat labu berisi lemak.

Penentuan kadar karbohidrat dilakukan dengan menggunakan perhitungan

Carbohydrate by Difference. Perhitungan ini bukan berdasarkan analisis tetapi berdasarkan perhitungan sebagai berikut:

Uji Organoleptik

Untuk mengetahui daya terima biskuit substitusi blondo dan tepung ikan gabus, dilakukan uji kesukaan (hedonik) dan uji mutu hedonik. Uji hedonik dan mutu hedonik dilakukan pada 30 panelis semi terlatih. Uji hedonik meliputi empat atribut penilaian yaitu warna, rasa, tekstur dan aroma. Penilaian hedonik dilakukan dengan menggunakan skor 1 sampai dengan 7 dengan kriteria : (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) sedikit suka, (4) biasa, (5) sedikit tidak suka, (6) suka, (7) sangat suka. Penilaian mutu hedonik biskuit dilakukan untuk mengetahui penilaian terhadap mutu biskuit yang meliputi warna, rasa, aroma, tekstur dan after taste. Penilaian mutu hedonik dilakukan dengan menggunakan skor 1 sampai dengan 7. Formula biskuit yang memiliki penerimaan tertinggi berdasarkan uji hedonik dan mutu hedonik kemudian dianalisis kandungan gizinya.

Pengolahan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian utama adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari dua faktor yaitu substitusi blondo dan substitusi tepung ikan gabus. Faktor substitusi blondo terdiri dari empat taraf (substitusi 30%, 40%, 50% dan 60% blondo terhadap margarin). Faktor subsitusi tepung ikan gabus terdiri dari lima taraf (substitusi tepung ikan gabus terhadap tepung terigu sebesar 5%, 10%, 15%, 20% dan 25%). Model matematisnya (Sudjana 1995) adalah sebagai berikut :

Yij = μ + Ai + ε(ij) Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-i dan ulangan ke-j μ = Nilai tengah populasi

Ai = Pengaruh penambahan taraf ke-i

ε(ij) = Pengaruh galat dari satuan percobaan ke-i

i = Taraf perlakuan (penambahan blondo, tepung ikan gabus) j = Ulangan perlakuan

% Lemak = x 100 bobot lemak bobot sampel

(18)

Data sifat kimia dan sifat fisik ditabulasi dan dirata-ratakan menggunakan

Microsoft Excel. Untuk mengetahui pengaruh biskuit dilakukan analisis statistik parametrik Kruskal Wallis. Jika hasil uji berbeda nyata di antara perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Blondo

Proses pembuatan blondo membutuhkan pemanasan bertingkat. Pemanasan tahap awal, blondo dipanaskan dengan suhu sekitar 50 hingga 60°C selama 30 hingga 40 menit. Suhu pemanasan tahap awal harus selalu dipantau agar tidak lebih dari 60°C, jika suhu pemanasan melebihi 60°C santan akan pecah dan krim blondo tidak akan terbentuk. Proses selanjutnya, setelah krim blondo terbentuk dan menggumpal di permukaan, krim blondo diangkat dan dipisahkan dari larutan air.

Proses pemanasan tahap dua, krim blondo yang telah dipisahkan dari larutan air dipanaskan dengan suhu 100 hingga 150°C selama 3 hingga 4 jam. Blondo harus tetap diaduk untuk mencegah terjadinya proses browning. Selain itu suhu harus tetap stabil pada suhu 100 hingga 150°C, diusahakan agar suhu pemanasan tidak lebih dari 150°C karena akan mempengaruhi kualitas blondo dari segi warna dan aroma. Setelah dua jam pemanasan, minyak mulai terbentuk, pada tahap ini blondo harus terus diaduk sampai minyak benar-benar terpisah dengan blondo. Tahap terakhir blondo yang masih berminyak diproses untuk memisahkan blondo dan minyak.

Pembuatan blondo dilakukan sebanyak tiga kali yang kemudian digabungkan menjadi satu. Blondo campuran yang diperoleh dari tiga kali pembuatan tersebut berbentuk bubur berwarna keabu-abuan. Berat blondo kering yang diperoleh dari tiga kali proses pembuatan adalah sebesar 478 gram. Blondo kering diperoleh dari berat kelapa parut sebesar 3365 gram dan berat air kelapa sebesar 5547.5 gram (1: 1.5).

Sifat Kimia Blondo

Analisis kimia pada blondo untuk mengetahui kandungan gizi dalam blondo yang meliputi energi total, kadar air, kadar abu, lemak, asam lemak bebas, protein, karbohidrat, serat pangan, kalsium, fosfor, zat besi, selenium, vitamin A. Analisis kimia blondo dilakukan oleh laboratorium yang telah tersertifikasi. Hasil analisis blondo dapat dilihat pada Tabel 1.

(19)

Kadar air blondo pada penelitian ini cukup tinggi, yaitu sebesar 28.05% (Tabel 1), sedangkan kadar air maksimum blondo menurut mulyasari (2006) adalah sebesar 24%. Tingginya kadar blondo pada penelitian ini diduga terjadi karena blondo belum kering sepenuhnya. Tingginya kadar air pada blondo dapat memicu terjadinya kerusakan pada blondo, sehingga proses penyimpanan blondo harus diperhatikan. Sebaiknya blondo disimpan pada suhu rendah untuk menghidari terjadinya kerusakan. Kadar protein yang terkandung pada blondo juga cukup tinggi, yaitu sebesar 5.54%. Hal ini dapat disebabkan oleh kelapa yang digunakan dalam pembuatan blondo tergolong tua. Menurut Sutarmi dan Rozaline (2006) dan Ketaren (1986) kelapa tua mengandung protein sekitar 3.4%, nilai tersebut jauh lebih besar dibandingkan kelapa muda yang hanya mengandung sekitar 1% protein.

Tabel 1 Hasil analisis sifat kimia blondo

No. Parameter Satuan Hasil

Kandungan lemak yang diperoleh dari hasil analisis tergolong tinggi yaitu sebesar 42.26%. Sementara menurut Rindengan dan Novarianto (2004) kadar lemak blondo adalah sebesar 10% hingga 15%. Tingginya kandungan lemak blondo hasil analisis ini diduga disebabkan oleh belum sempurnanya proses penirisan blondo. Seharusnya dilakukan pengepresan terhadap blondo agar seluruh minyak yang melekat dapat terpisah. Pengepresan blondo seharusnya dilakukan dengan menggunakan mesin pengepresan. Proses pembuatan blondo dalam penelitian ini dilakukan dengan cara manual dan peralatan sederhana sehingga blondo tidak dapat terpisah sempurna dengan minyak kelapa.

Pembuatan Tepung Ikan Gabus

(20)

sudah kering dihaluskan dengan menggunakan blender, lalu diayak sehingga mendapatkan tekstur halus dari tepung ikan gabus.

Proses pembuatan tepung ikan gabus pada penelitian ini dilakukan sebanyak tiga kali. Berat ikan gabus segar pada pembuatan tepung ikan yang pertama adalah sebesar 1324 gram dan menghasilkan tepung ikan gabus halus seberat 176 gram. Berat ikan gabus segar pada pembuatan ikan gabus kedua adalah sebesar 1545 gram dan menghasilkan tepung ikan gabus halus sebesar 176 gram. Pada pembuatan ikan gabus yang ketiga, berat ikan gabus sebesar 1084 gram dan menghasilkan tepung ikan gabus halus seberat 145 gram.

Formulasi Biskuit Blondo

Bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah tepung terigu protein rendah, gula bubuk, kuning telur, margarin, baking powder, vanilli. Formulasi biskuit blondo ditentukan berdasarkan substitusinya terhadap margarin. Terdapat lima formulasi biskuit yang terdiri dari F0 dengan 0% blondo dan 100% margarin, F1 dengan 30% blondo dan 70% margarin, F2 dengan 40% blondo dan 60% margarin, F3 dengan 50% blondo dan 50% margarin, serta F4 dengan 60% blondo dan 40% margarin.

Tabel 2 Formulasi biskuit blondo

Komposisi bahan Berat bahan (100 g)

F0 F1 F2 F3 F4 pembuatan biskuit berfungsi sebagai bahan pengemulsi sehingga menghasilkan tekstur produk yang renyah. Selain margarin, lemak yang ditambahkan dalam formula biskuit adalah blondo. Berdasarkan hasil analisis kimia, blondo memiliki kandungan lemak sebesar 42.26%, dengan demikian blondo memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi dan mendekati kandungan lemak dari margarin yaitu sebesar 81% sehingga penambahan blondo dapat menghasilkan tesktur biskuit yang baik.

(21)

tambahkan baking powder dan vanilly. Terakhir tambahkan blondo, aduk dengan kecepatan sedang.

Selanjutnya tepung terigu dimasukkan ke dalam adonan krim lalu diaduk sampai kalis. Untuk menghasilkan biskuit yang berkualitas, lama pengadukan tepung terigu dilakukan tidak terlalu banyak atau kurang. Pengadukan yang terlalu lama menurut Manley (1998) dapat memungkinkan pembentukan matriks gluten, sebaliknya menurut Sunaryo (1985) jika waktu pengadukan kurang maka adonan akan kurang menyerap air sehingga adonan kurang elastis.

Proses berikutnya adalah proses pemipihan dan pencetakan. Adonan digiling menggunakan rolling pin menjadi lembaran. Pemipihan adonan dilakukan berulang-ulang, menurut Sunaryo (1985) pelempengan atau pemipihan adonan harus dilakukan berulang-ulang agar lembaran yang dihasilkan halus dan kompak. Setelah berbentuk lembaran adonan dicetak dengan ketebalan dan berat yang seragam yaitu 0.4cm dan berat 5g. Tujuan adonan dicetak seragam, agar saat biskuit dipanggang didalam oven dapat matang secara merata dan tidak hangus (Sultan 1992).

Tahap selanjutnya adalah pemanggangan biskuit. Pemanggangan dilakukan menggunakan oven. Pada penelitian ini pemanggangan dilakukan selama 20 menit dengan suhu 150°C. Menurut Matz (1992), suhu dan waktu pemanggangan di dalam oven tergantung pada jenis oven dan jenis produk. Menurut Sunaryo (1985) semakin tinggi gula dan lemak dalam suatu adonan, biskuit dapat dipanggang pada suhu yang lebih tinggi. Biskuit menggunakan margarin dan gula yang banyak sehingga suhu pemanggangan yang digunakan adalah 150°C. Pada proses pemanggangan kadar air adonan berkurang dari 20% menjadi kurang dari 5%, sehingga terjadi penyusutan berat pada biskuit yang telah dipanggang.

Sifat Organoleptik Biskuit Blondo

Penilaian citarasa pada makanan dengan menggunakan indera manusia dikenal dengan istilah penilaian organoleptik. Pengujian organoleptik dapt dilakukan dalam berbagai cara, antara lain adalah uji hedonik (kesukaan) dan uji mutu hedonik. Pengujian sifat organoleptik digunakan untuk memilih formula terbaik, melihat daya terima serta kesukaan panelis. Uji hedonik meliputi empat atribut yaitu warna, aroma, tekstur dan rasa. Uji keragaman Kruskal Wallis

menunjukan bahwa tidak terdapat terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) pada atribut warna, bau, rasa dan tekstur.

Tabel 3 Hasil uji hedonik biskuit blondo

(22)

Tabel 4 hasil uji mutu hedonik biskuit blondo

Warna

Warna merupakan salah satu atribut penampilan produk yang sering menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap produk secara keseluruhan (Meilgaard et al. 1999). Warna biskuit dipengaruhi oleh bahan-bahan dalam pembuatan biskuit. Pada umumnya warna biskuit berkisar antara warna cokelat muda sampai coklat. Pada produk biskuit, warna kecokelatan yang timbul setelah pemanggangan merupakan akibat dari terjadinya reaksi pencokelatan, yaitu reaksi

Maillard. Hasil uji hedonik menunjukan bahwa formula yang memiliki

penerimaan terendah pada atribut warna dengan menggunakan uji Kruskal Wallis

adalah F1 yang merupakan formula biskuit dengan penambahan blondo sebesar 10%, sedangkan formula biskuit yang memilki penerimaan paling tinggi adalah formula F3 yang merupakan formula biskuit dengan penambahan blondo sebesar 50%. Menurut uji lanjut Duncan (p>0.05), warna biskuit formula F1 berbeda nyata dengan biskuit formula F0 (standar) serta berbeda nyata dengan biskuit formula F3.

Warna biskuit dipengaruhi oleh bahan-bahan yang ditambahkan didalam adonan. Blondo yang ditambahkan sebagai pengganti margarin dalam adonan biskuit menimbulkan bercak berwarna cokelat kehitaman, semakin banyak blondo yang ditambahkan semakin banyak bercak cokelat kehitaman pada biskuit yang dihasilkan. Berdasarkan penilaian panelis dengan menggunakan uji mutu hedonik dengan menggunakan skala penilaian 1 sampai 7 yang terdiri dari 1=cokelat gelap, 2=cokelat, 3=cokelat muda, 4=krem, 5=krem kekuningan, 6=kuning muda, 7=kuning keemasan. Formula biskuit yang memiliki penilaian paling tinggi secara mutu hedonik pada atribut warna adalah formula F3 yang merupakan biskuit dengan penambahan blondo sebesar 50%. Warna formula F3 tidak berbeda nyata dengan formula F0 yang merupakan biskuit standar. Hal ini menunjukan bahwa dengan subsitusi blondo sebesar 50% tidak berpengaruh nyata pada warna yang dihasilkan oleh biskuit.

Aroma

Berdasarkan uji keragaman Kruskal Wallis aroma dari biskuit blondo secara signifikan tidak menunjukan perbedaan nyata dengan selang kepercayaan 95%. Aroma biskuit yang memiliki penerimaan terendah pada uji hedonik adalah formula F4 yang merupakan formula biskuit dengan penambahan blondo sebesar 60%, sedangkan formula dengan penerimaan tertinggi adalah formula F3 yang merupakan formula biskuit dengan penambahan blondo sebesar 50%. Berdasarkan uji lanjut Duncan, atribut aroma formula F4 berbeda nyata dengan F0 serta berbeda nyata dengan formula F3 pada selang kepercayaan 95%.

(23)

Berdasarkan penilaian panelis pada uji mutu hedonik dengan skala penilaian 1 sampai 7 pada kisaran aroma sangat tengik sampai sangat harum. Formula biskuit yang memiliki penilaian tertinggi adalah formula F3 sedangkan formula biskuit dengan penilaian terendah adalah formula F4. Substitusi blondo 50% terhadap margarin secara signifikan meningkatkan penerimaan panelis terhadap aroma biskuit.

Tekstur

Formula biskuit yang memiliki penerimaan yang paling rendah pada atribut tekstur pada uji hedonik adalah formula F4 dan formula biskuit dengan penerimaan paling tinggi pada atribut tekstur adalah formula F2 sedangkan formulasi yang memiliki penerimaan paling rendah adalah formula F4 dengan selang kepercayaan 95%. Berdasarkan uji lanjut Duncan atribut tekstur formula F4 berbeda nyata dengan formula lainnya.

Salah satu parameter tekstur yang biasa dipakai pada produk biskuit adalah kerenyahan. Pada umumnya panelis menginginkan agar biskuit memiliki tekstur yang lembut dan renyah. Penilaian tekstur biskuit pada uji mutu hedonik berkisar antara sangat keras sampai dengan sangat renyah dengan skala 1 sampai 7. Tekstur biskuit dengan penilaian tertinggi adalah formula F3 dan berdasarkan uji lanjut Duncan (p=0.05) tidak berbeda nyata dengan biskuit standar atau formula F0. Sementara tekstur biskuit dengan penerimaan terendah adalah formula F4 dan berdasarkan uji lanjut Duncan (p=0.05) tekstur biskuit formula F4 berbeda nyata dengan formula biskuit yang lainnya. Kandungan lemak sebesar 42.62% pada blondo sudah mencapai lebih dari setengah kandungan lemak pada margarin. Menurut Matz 1978 lemak berfungsi sebagai bahan pengemulsi sehingga menghasilkan tekstur biskuit yang renyah. Kandungan lemak blondo yang cukup tinggi menghasilkan tekstur biskuit yang renyah.

Rasa

Biskuit yang ditambahkan blondo menghasilkan rasa manis dan gurih yang dominan. Rasa gurih yang dihasilkan diperoleh dengan penambahan blondo dan margarin. Berdasarkan hasil uji hedonik formula F2 mempunyai penerimaan atribut rasa tertinggi, sedangkan formula F4 memiliki penerimaan atribut rasa terendah pada selang kepercayaan 95%. Berdasarkan uji Duncan biskuit dengan formula F4 pada atribut rasa tidak berbeda nyata dengan formula lainnya dengan selang kepercayaan 95%. Menurut Fizsman P. et al. (2013) ketika lemak (margarin) dalam biskuit diganti dengan lemak lain maka konsumer akan dapat membedakan rasa dan teksturnya.

Keseluruhan

(24)

terbaik. Formula F3 terpilih sebagai formula biskuit yang akan digunakan pada pembuatan biskuit tahap selanjutnya, yaitu biskuit dengan penambahan tepung ikan gabus.

Formulasi Biskuit Blondo dan Ikan Gabus

Setelah melakukan uji organoleptik pada formulasi biskuit blondo, terpilih formula F3. Formula F3 akan dikombinasikan dengan formulasi ikan gabus, terdapat lima formulasi biskuit blondo dan ikan gabus. Lima formulasi biskuit blondo dan ikan gabus terdiri dari formula F1 dengan penambahan 5% tepung ikan gabus, formula F2 dengan penambahan 10% tepung ikan gabus, formula F3 dengan penambahan 15% tepung ikan gabus, formula F4 dengan penambahan 20% tepung ikan gabus serta formula F5 dengan penambahan 25% ikan gabus.

Tabel 5 Formulasi biskuit blondo dan ikan gabus

Komposisi bahan Berat bahan

F1 F2 F3 F4 F5

Tepung terigu 59 56 53 50 46

Kuning telur 14 14 14 14 14

Gula 12 12 12 12 12

Margarin 6 6 6 6 6

Blondo 6 6 6 6 6

Tepung ikan gabus 3 6 9 12 16

Jumlah 100 100 100 100 100

Bahan tambahan

Vanili 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5

Baking powder 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5

Proses pembuatan biskuit blondo dan ikan gabus hampir sama dengan proses pembuatan biskuit blondo. Tepung ikan gabus dimasukan bersama dengan tepung terigu setelah adonan margarin, gula, telur, baking powder, vanili, tbm dan blondo telah dikocok sampai rata. Penambahan tepung ikan gabus membuat adonan menjadi lebih liat dan susah untuk dicetak. Proses pencetakan adonan dilakukan dengan cara yang sama pada pembuatan biskuit blondo, yaitu adonan digiling menggunakan rolling pin menjadi lembaran dan memiliki ketebalan yang seragam yaitu 0.4 cm dan berat 5 g. Tahap selanjutnya adalah pemanggangan dengan menggunakan suhu pemanggangan yang sama seperti pembuatan biskuit blondo yaitu suhu 150°C selama 20 menit.

(25)

Sifat Organoleptik Biskuit Blondo dan Ikan Gabus

Uji organoleptik biskuit blondo dan tepung ikan gabus dilakukan pada 30 panelis semi terlatih. Uji organoleptik meliputi empat atribut yaitu warna, aroma, terstur dan rasa. Uji keragaman Kruskal Wallis menunjukan bahwa tidak terdapat terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) pada atribut warna, bau, rasa dan tekstur.

Tabel 6 hasil uji hedonik biskuit blondo dan tepung ikan gabus

Formula Warna Aroma Tekstur Rasa Keseluruhan

Tabel 7 hasil uji mutu hedonik biskuit blondo dan tepung ikan gabus

Warna

Proses pemanggangan menghasilkan warna kecoklatan pada produk biskuit yang merupakan akibat dari terjadinya reaksi maillard. Reaksi maillard adalah reaksi antara protein dan gula pereduksi. Sumber protein pada biskuit ini adalah tepung ikan gabus, sedangkan gula berasal dari gula halus. Formula biskuit blondo dan tepung ikan gabus yang memiliki penerimaan paling rendah berdasarkan uji hedonik pada atribut warna adalah F4 dan formulasi yang memilki penerimaan paling tinggi adalah F1. Menurut uji lanjut Duncan, atribut warna formula F1 tidak berbeda nyata dengan formula F0 yang merupakan formula standar dan formula F2 pada selang kepercayaan 95%.

Berdasarkan uji mutu hedonik, biskuit dengan penilaian mutu warna tertinggi adalah biskuit formula F2 yang merupakan biskuit dengan substitusi tepung ikan gabus sebanyak 10% sedangkan biskuit dengan penilaian terendah adalah biskuit formula F5 yang merupakan biskuit dengan penambahan tepung ikan gabus sebesar 25%. Hal ini menunjukan bahwa semakin banyak subtitusi tepung ikan gabus terhadap tepung terigu maka akan pengaruhi penerimaan panelis terhadap warna yang dihasilkan biskuit.

Aroma

(26)

(amis) sangat kuat sampai aroma ikan (amis) sangat lemah, biskuit yang memiliki penilaian tertinggi adalah biskuit formula F1 sedangkan biskuit dengan penilaian terendah adalah biskuit dengan formula F5. Hal ini menunjukan bahwa semakin banyak penambahan tepung ikan gabus pada biskuit akan menurunkan penerimaan panelis terhadap aroma biskuit.

Tekstur

Tekstur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemilihan seseorang terhadap produk pangan. Pada umumnya panelis menginginkan biskuit dengan tekstur yang lembut dan renyah. Formulasi yang memiliki penerimaan yang paling tekstur terendah berdasarkan uji hedonik adalah formula F4 sedangkan formula biskuit dengan penerimaan tertinggi adalah formula F2 dan formulasi yang memiliki penerimaan paling rendah adalah formula F4 dengan selang kepercayaan 95%. Berdasarkan hasil uji mutu hedonik, formula biskuit F2 memiliki penilaian tertinggi pada atribut tekstur, sedangkan formula biskuit dengan penilaian terendah adalah formula F3. Hal ini menunjukan substitusi tepung ikan gabus sebanyak 10% meningkatkan penerimaan panelis terhadap tesktur produk.

Rasa

Substitusi tepung ikan gabus terhadap tepung terigu menghasilkan rasa yang berbeda pada biskuit. Penambahan tepung ikan gabus berpengaruh nyata pada rasa dan after taste dari biskuit. Semakin banyak substitusi tepung ikan gubus terhadap tepung terigu maka rasa yang dihasilkan oleh biskuit akan semakin pahit. Menurut Setiawan et al. (2013) semakin banyak penambahan ikan gabus akan mempengaruhi rasa dari produk. Berdasarkan hasil uji organoleptik formula F2 mempunyai penerimaan atribut rasa yang paling tinggi, sedangkan formula F5 memiliki penerimaan atribut rasa paling rendah dengan selang kepercayaan 95%. Hal ini menunjukan bahwa penambahan tepung ikan gabus sebanyak 10% meningkatkan penilaian panelis terhadap rasa biskuit.

Keseluruhan

Secara keseluruhan dari atribut warna, bau, tekstur dan rasa formulasi biskuit blondo dan tepung ikan gabus yang memiliki penerimaan paling tinggi adalah formula F2. Formula F2 secara signifikan tidak berbeda nyata dengan formula F0 yang merupakan standar dan formula F1 pada selang kepercayaan 95%. Penambahan tepung ikan gabus sebanyak 10% meningkatkan penilaian panelis terhadap warna, rasa, tesktur dan aroma dari biskuit. Formula F2 yang merupakan formula biskuit dengan substitusi tepung ikan gabus sebesar 10% tidak berbeda nyata dengan biskuit standar.

(27)

Analisis Kandungan Gizi

Analisis kandungan gizi yang dilakukan pada ketiga biskuit meliputi analisis kadar air, kadar abu, protein, lemak dan karbohidrat. Ketiga biskuit tersebut meliputi biskuit standar yang menggunakan 100% margarin dalam pembuatannya, kemudian biskuit dengan substitusi blondo terhadap margarin sebesar 50% yaitu formula F3, yang terakhir biskuit dengan substitusi blondo terhadap margarin sebesar 50% dan substitusi tepung ikan gabus terhadap tepung terigu sebesar 10% yang merupakan formula F1. Kandungan gizi ketiga biskuit dapat dilihat pada Tabel 8.

Kadar Air

Kadar air biskuit blondo yang diperoleh adalah 3% sementara kadar air biskuit blondo dan ikan gabus adalah sebesar 3.92%. Syarat mutu biskuit berdasarkan SNI 01-2973-1992 menyatakan kadar air maksimum yang biskuit adalah 5%, sehingga dapat dikatakan bahwa kadar air biskuit blondo dan biskuit ikan gabus dan blondo memenuhi persyaratan mutu biskuit berdasarkan SNI. Menurut Winarno (1997), kandungan air dalam bahan pangan ikut menentukan penerimaan, kesegaran dan daya tahan pangan tersebut. Kadar air sangat penting untuk menentukan keawetan suatu nahan pangan. Pada proses pemanggangan biskuit, terjadi proses pemanasan dan proses pengurangan kadar air. Kandungan air pada produk makanan menentukan stabilitas dan kualitasnya (Pomeranz & Meloan 1995).

(28)

Protein

Pengukuran kadar protein biskuit mengunakan metode Kjeldhal yang didasarkan pada pengukuran kadar nitrogen total. Untuk mengubah dari kadar nitrogen ke dalam kadar protein maka digunakan angka faktor konversi sebesar 100/16 atau 6.25. Protein yang terdapat pada biskuit sebagian besar berasal dari blondo, tepung ikan gabus, telur dan tepung terigu. Menurut syarat mutu biskuit berdasarkan SNI 01-2973-1992, kadar protein minimum yang harus dipenuhi oleh biskuit adalah 9.00%. Kadar protein dari biskuit blondo adalah sebesar 9.33% dan kadar protein dari biskuit blondo dan tepung ikan gabus adalah sebesar 19.13%. Kadar protein kedua biskuit ini berada diatas kadar minimum protein berdasarkan syarat mutu biskuit SNI. Kadar protein dalam biskuit blondo dan ikan gabus tergolong tinggi, hal ini disebabkan tepung ikan gabus terhadap tepung terigu. Ikan gabus mengandung 28% protein per 100 gram bahan (Khomsan 2004) serta memiliki kandungan asam amino yang lengkap (Fadli 2010).

Protein dalam tubuh sangat dibutuhkan sebagai zat pembangun, pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, pengatur metabolisme tubuh dalam bentuk enzim dan hormon dan sumber energi. Balita membutuhkan protein untuk pertumbuhan dan perkembangan otak. Peningkatan kadar protein dalam biskuit merupakan tujuan utama substitusi blondo dan ikan gabus pada pembuatan biskuit ini, sehingga penambahan blondo dan ikan gabus ini telah berhasil meningkatkan kadar protein dalam biskuit.

Lemak

Fungsi utama lemak dalam pembuatan biskuit adalah sebagai pengemulsi, tetapi selain itu lemak juga berfungsi sebagai pembentuk cita rasa dan memberikan tekstur pada biskuit. Semakin banyak lemak yang ditambahkan pada adonan, semakin renyah biskuit yang dihasilkan. Menurut SNI 01-2973-1992, kadar lemak minimum dalam biskuit adalah 9.5%, sedangkan kadar lemak biskuit blondo yang diperoleh dari hasil analisis adalah sebesar 14.63% serta kadar lemak biskuit blondo dan ikan gabus yang diperoleh dari hasil analisis adalah sebesar 14.24%. Kadar lemak kedua biskuit melampaui kadar lemak minimum pada SNI. Hal ini diduga karena kandungan lemak dari margarin dan blondo yang merupakan sumber lemak dalam pembuatan biskuit dalam penelitian ini cukup tinggi. Kandungan lemak margarin dan blondo adalah 81% per 100 gram bahan dan 42.62% per 100 gram bahan.

Sementara itu keberadaan lemak dalam tubuh berfungsi sebagai sumber energi dan pelarut vitamin A, D, E, dan K serta merupakan sumber asam-asam lemak esensial seperti linoleat dan linolenat (Sudarmadji et al. 1989). Sumber lemak pada biskuit dalam penelitian ini adalah margarin dan blondo. Blondo yang merupakan bahan pangan yang dibuat dari krim santan kelapa. Menurut Rindengan (2004) buah kelapa mengandung asam lemak tak jenuh oleat atau omega 9 dan asam lemak tak jenuh linoleat atau omega 6.

Kadar Karbohidrat

(29)

biskuit blondo adalah sebesar 71.48% sementara kadar karbohidrat biskuit blondo dan tepung ikan gabus adalah sebesar 61.37%. Berdasarkan persyaratan kadar karbohidrat minimun yang tercantum dalam SNI yaitu sebesar 70%, kadar karbohidrat biskuit blondo memenuhi persyaratan mutu biskuit. Kadar karbohidrat biskuit blondo dan ikan gabus lebih rendah daripada persyaratan mutu biskuit SNI. Hal ini disebabkan karena tepung terigu yang merupakan sumber utama karbohidrat disubstitusikan oleh tepung ikan gabus. SNI dalam penelitian ini bersifat tidak mandatori hanya digunakan sebagai pembanding antara biskuit blondo dan tepung ikan gabus dengan syarat ketentuan mutu biskuit.

Kontribusi Zat Gizi Biskuit Terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG) Balita

Produk biskuit pada penelitian ini hanya menekankan kontribusi protein yang diberikan biskuit terhadap pemenuhan AKG balita. Menurut Widya Karya Pangan dan Gizi (2004), AKG untuk energi dan protein balita umur 1 sampai 3 tahun (berat badan 12 kg) adalah 1000 kkal energi dan 25 gram protein per hari. Pada usia yang lebih tinggi yaitu 4-6 tahun, kebutuhan energi dan protein meningkat sejalan dengan peningkatan berat badan yaitu menjadi 1550 kkal energi per hari dan 39 gram protein per hari. Menurut BPOM (2004), pangan dapat dikatakan tinggi protein bila memenuhi sedikitnya 20% dari AKG yang dianjurkan per saji. Bila AKG untuk balita yang digunakan adalah AKG untuk anak usia 4-6 tahun maka, 20% dari 39 gram protein adalah 7.8 gram protein yang harus dipenuhi dari sajian.

Tabel 9 Kandungan zat gizi per takaran penyajian (100 gram) Zat gizi AKG balita 4-6 Kandungan zat gizi biskuit (100 g) Protein (gram) 39 19.13

Energi (kkal) 1550 450

Biskuit dengan substitusi blondo dan tepung ikan gabus, berdasarkan hasil proksimat dan penghitungan energi, per 100 gram sajian menyumbangkan 450 kkal energi dan 19.13 gram (bb) protein. Berarti untuk memenuhi target tinggi protein jumlah biskuit yang harus dikonsumsi adalah 40.77 gram biskuit (perhitungan disajikan pada lampiran 41). Dengan kata lain, untuk memenuhi 20% AKG protein, balita harus mengkonsumsi biskuit sebanyak 40.77 gram biskuit. Berat satu keping biskuit blondo dan tepung ikan gabus adalah sebesar 4 gram, sehingga balita perlu untuk mengkonsumsi 40 keping biskuit untuk memenuhi kebutuhan protein sehari.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(30)

Berdasarkan analisis kandungan gizi, substitusi blondo terhadap margarin dan substitusi tepung ikan gabus (Channa striata) pada adonan biskuit dapat meningkatkan protein pada biskuit. Dengan demikian biskuit dengan substitusi blondo dan tepung ikan gabus sangat berpotensi untuk memenuhi kebutuhan gizi balita gizi buruk.

Saran

Penelitian ini belum menganalisis zat gizi mikro pada biskuit dengan subsitusi blondo terhadap margarin dan subsitusi tepung ikan gabus terhadap tepung terigu. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai zat gizi mikro terutama vitamin dan mineral dari biskuit.

DAFTAR PUSTAKA

Ansar, 2010. Pengolahan dan Pemanfaaan Ikan Gabus. Kementrian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Direktorat Pendidikan Kesetaraan. Jakarta : ISBN

Apriantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarnawati, & S. Budiyanto. 1989, Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB, Bogor.

Fadli. 2010. Bagusnya Ikan Gabus. Warta Pasarikan Edisi No.86, Hal 4-5

Faridi H & JM Faubion. 1990. Dough Reology and Baked Product Texture. Nostrand Reinhold, USA.

Fizsman P. T., Salvador A., Tarrega A. 2013. Formulating Biskuits with Healtier Fats. Consumer Profiling of Tekstural and Sensation during Consumption. Foor Research International 53, 134—140

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI press, Jakarta.

Khomsan A. 2004. Manfaat Omega 3, Omega 6 dan Omega 9 dalam Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Gramedia, Jakarta.

LIPI. 2004. Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Manley, D.J.R. 1983. Technology of Biscuit, Crackers ad Cookies, Ellis Horwood Limited Publishing, Chicester.

Matz SA & T. D. Matz. 1978. Cookies and Crakers Technology. The AVI Publishing, Westport, Connecticut.

Meilgaard M, GV Civille & BT Carr. 1999. Sensory Evaluation Techniques. New York: CRC Press. 1995. Food Analysis Theory and Practice. New York : Chapman & Hall.

Mervina, C. 2012. Formulasi Biskuit dengan Substitusi Tepung Ikan Lele Dumbo dan Isolat Protein Kedelai sebagai Makanan Potensial untuk Anak Balita Gizi Kurang. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 23(1), 9—16.

Mulyasari E. 2006. Optimasi pembuatan blondo kelapa [laporan magang]. Jakarta:

Lab. New Product and Technology Development PT. Indofood Sukses Makmur Tbk.

(31)

Rieuwpassa F. 2005. Biskuit Konsentrat Protein Ikan dan Prebiotik sebagai Makanan Tambahan untuk Meningkatkan Antibodi dan Status Gizi Anak Balita. [tesis]Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Rindengan, B dan Novarianto, H. 2004. Pembuatan dan Pemanfaatan Minyak Kelapa Murni. Penerbit Swadaya. Jakarta.

Sediaoetema. 2004. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I. Jakarta : Dian Rakyat, Hal 74-75

Setiawan W. D., Sulistiyati T. D., Suprayitno E. 2013. Pemanfaatan Residu Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus) dalam Pembuatan Kerupuk Ikan Gabus. THP Student Journal, 1 (1), 21—32.

Soebito S. 1988. Analisis Farmasi. Yogyakarta: UGM Press.

Sultan, W.J. 1983. Modern Pastry Cheef Volume I. Breads, Pies, Cakes and Other Baked Produses. The AVI Publishing, Westport, Connecticut.

Sunarya. 1990. Masalah Mutu Tepung Ikan, Rebon dan Tepung Kepala Ikan sebagai Bahan Baku Pangan. Makalah disajikan dalam Seminar Teknologi Pakan Ikan/Udang. Universitas Diponegoro, Semarang.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit. Jakarta:Dewan Standarisasi Nasional.

Sunaryo E. 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-bijian. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Sultan WJ. 1983. Modern Pastry Chef Vol.1. Connecticut: The AVI Publishing, Westport.

Sutarmi, Rozaline H. 2006. Taklukan Penyakit dengan VCO. Jakarta: Penebar Swadaya.

Tarwotjo CS. 1998. Dasar-dasar Gizi Kuliner. Jakarta: Gramedia Widiasarana Vail GE, JA Philips, LO Rust, RM Griswold & M Justin. 1978. Foods. 7th

edition. Boston: Houghton Mifflin Company.

Winarno. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia.

(32)

Lampiran 1 Dokumentasi pembuatan biskuit

Proses penimbangan bahan

Seluruh bahan yang telah ditimbang

Proses pengocokan bahan

Proses pemipihan adonan

Proses pencetakan adonan

(33)

Lampiran 2 Form uji hedonik biskuit blondo

Formulir Uji Organoleptik Produk Biskuit Blondo (Uji Hedonik)

Nama : _______________ Jenis Kelamin : L / P Tanggal Pengujian : _______________

Deskripsi Produk : Biskuit yang diperkaya dengan blondo

Dihadapan Anda disajikan beberapa biskuit yang diperkaya dengan blondo. Anda diminta untuk memberikan penilaian terhadap warna, bau, rasa dan tekstur dari produk biskuit tersebut berdasarkan skala berikut :

1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka

3 = sedikit suka 4 = biasa

5 = sedikit tidak suka 6 = suka

7 = sangat suka

Penting :

Mohon untuk tidak membandingkan antar produk.

Tulis angka yang sesuai dengan penilaian Anda berdasarkan skala di atas.

Penilaian Kode Produk

931 378 159 214 407

Warna Bau Rasa Tekstur

Komentar/saran :

(34)

Lampiran 3 Form uji mutu hedonik biskuit blondo

Formulir Uji Organoleptik Produk Biskuit Blondo (Mutu Hedonik)

Nama : _______________ Jenis Kelamin : L / P Tanggal Pengujian : _______________

Deskripsi Produk : Biskuit yang diperkaya dengan blondo

Dihadapan Anda disajikan beberapa biskuit yang diperkaya dengan

blondo. Anda diminta untuk memberikan penilaian mutu hedonik terhadap warna, tekstur dan rasa dari produk biskuit tersebut.

Penting :

Mohon untuk tidak membandingkan antar produk

Tulis angka dari pernyataan yang sesuai dengan penilaian Anda.

Penilaian terhadap Warna Kode Produk

931 378 159 214 407

1 = coklat gelap 2 = coklat 3 = coklat muda 4 = krem

5 = krem kekuningan 6 = kuning muda 7 = kuning keemasan

Penilaian terhadap Tekstur (Gigit) Kode Produk

931 378 159 214 407

1 = sangat keras 2 = keras

3 = keras sedikit renyah 4 = sedang

5 = renyah sedikit keras 6 = renyah

7 = sangat renyah

Penilaian terhadap Rasa Gurih Kode Produk

931 378 159 214 407

1 = sangat lemah 2 = lemah

3 = lemah sedikit kuat 4 = sedang

(35)

6 = kuat 7 = sangat kuat

Penilaian Terhadap Rasa Manis Kode Produk

931 378 159 214 407

1 = sangat lemah 2 = lemah

3 = lemah sedikit kuat 4 = sedang

5 = kuat sedikit lemah 6 = kuat

7 = sangat kuat

Penilaian terhadap After Taste Kode Produk

931 378 159 214 407

1 = sangat kuat 2 = kuat

3 = kuat sedikit lemah 4 = sedang

5 = lemah sedikit kuat 6 = lemah

7 = sangat lemah

Penilaian terhadap Aroma Kode Produk

931 378 159 214 407

1 = sangat tengik 2 = tengik

3 = tengik sedikit harum 4 = sedang

5 = harum sediki tengik 6 = harum

7 = sangat harum

Komentar/saran :

(36)

Lampiran 4 Form uji hedonik biskuit blondo dan tepung ikan gabus

Formulir Uji Organoleptik Produk Biskuit (Uji Hedonik)

Nama : _______________ Jenis Kelamin : L / P Tanggal Pengujian : _______________

Deskripsi Produk : Biskuit yang diperkaya dengan blondo dan tepung ikan gabus

Dihadapan Anda disajikan beberapa biskuit. Anda diminta untuk

memberikan penilaian terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur dari produk biskuit tersebut berdasarkan skala berikut :

1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka

3 = sedikit suka 4 = biasa

5 = sedikit tidak suka 6 = suka

7 = sangat suka Penting :

Mohon untuk tidak membandingkan antar produk.

Tulis angka yang sesuai dengan penilaian Anda berdasarkan skala di atas.

Penilaian Kode Produk

832 338 248 715 520 968

Warna Aroma Rasa Tekstur

Komentar/saran :

(37)

Lampiran 5 Form uji mutu hedonik biskuit blondo dan tepung ikan gabus

Formulir Uji Organoleptik Produk Biskuit (Mutu Hedonik)

Nama : _______________ Jenis Kelamin : L / P Tanggal Pengujian : _______________

Deskripsi Produk : Biskuit yang diperkaya dengan blondo dan tepung ikan gabus

Dihadapan Anda disajikan beberapa biskuit. Anda diminta untuk

memberikan penilaian mutu hedonik terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur dari produk biskuit tersebut.

Penting :

Mohon untuk tidak membandingkan antar produk

Tulis angka dari pernyataan yang sesuai dengan penilaian Anda.

Penilaian terhadap Warna Kode Produk

832 338 248 715 520 968

Penilaian terhadap Aroma Kode Produk

(38)

4 = sedang

5 = lemah sedikit kuat 6 = lemah

7 = sangat lemah

Penilaian terhadap Rasa Gurih Kode Produk

832 338 248 715 520 968

Penilaian Terhadap Rasa Manis Kode Produk

832 338 248 715 520 968

Penilaian terhadap After Taste Kode Produk

832 338 248 715 520 968

Penilaian terhadap Tekstur (Gigit) Kode Produk

(39)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bima pada tanggal 15 November 1991 dari pasangan Ihwan Sabil dan Kartini Ismail. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan SMA di SMAN 01 Kota Bima pada tahun 2009 dan pada tahun yang sama penulis diterima masuk di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

Selama menjalankan studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam berbagai organisasi seperti Badan Pengawas HIMAGIZI, Forum Komunikasi Mahasiswa Bima Bogor (FKMBB), Creavite and Learning Club (CLC) dan Agriaswara. Penulis juga aktif dalam kegiatan kepanitian seperti Gebyar Nusantara (Genus), International Seminar Education and Expo (ISEE), Nutrition Fair (NF) dan Ecologi’s Sport and Art Event (E’spent). Penulis pernah menperoleh juara satu pada pertandingan catur yang dalam acara Ecologi’s Sport and Art Event (E’spent) pada tahun 2012 juga memperoleh juara dua pada ajang solo vocal keroncong dalam acara IPB’s Art Competition pada tahun 2012. Penulis pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Penilaian Status Gizi (PSG), Metabolisme Zat Gizi (MZG) dan Evaluasi Nilai Gizi (ENG).

Gambar

Gambar 1 Diagram alir pembuatan biskuit berbasis blondo dan tepung ikan gabus
Tabel 1 Hasil analisis sifat kimia blondo
Tabel 3 Hasil uji hedonik biskuit blondo
Tabel 4 hasil uji mutu hedonik biskuit blondo
+5

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan : Perubahan perilaku pemberian makan ibu pada anak balita dengan gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Jabung Malang setelah intervensi “teaching nutrition” disebabkan

Variabel- variabel yang diteliti pada penelitian ini yaitu karakteristik sosial-ekonomi keluarga balita gizi kurang dan gizi buruk, pola pengasuhan, kondisi lingkungan,

cukup maka mereka rentan jatuh dalam kondisi gizi buruk. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk menanggulangi gizi kurang. Salah satu caranya adalah dengan pemberian

Balita yang merupakan anak pertama dan mengalami gizi buruk dapat disebabkan oleh kurang optimalnya asuhan yang diberikan oleh orang tua karena pengetahuan orang tua

Penelitian tentang Pengaruh pemberian formula 100 dan tepung kacang merah terhadap kenaikan berat badan balita gizi buruk di posyandu TFC rawat jalan puskesmas bumijawa

Puskesmas Bumijawa merupakan salah satu puskesmas di wilayah Kabupaten Tegal yang berupaya menurunkan angka gizi buruk dengan menerapkan makanan tambahan

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Pemberian F 100 dan tepung kacang merah Terhadap kenaikan Kadar HB balita gizi Buruk di TFC Rawat Jalan

178 berarti antara pola asuh dengan kejadian gizi kurang dan gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas Beruntung Raya Banjarmasin tahun 2019 dengan angka p value = 0,001