• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE LEARNING TOGETHER DALAM PEMBELAJARAN IPS DI SMP NEGERI 2 BUKITKEMUNING LAMPUNG UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE LEARNING TOGETHER DALAM PEMBELAJARAN IPS DI SMP NEGERI 2 BUKITKEMUNING LAMPUNG UTARA"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE LEARNING TOGETHER DALAM PEMBELAJARAN IPS

DI SMP NEGERI 2 BUKITKEMUNING LAMPUNG UTARA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh :

Muji Desy Susanty

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER PENDIDIKAN

Pada

Program Pasca Sarjana Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRACT

THE DEVELOPMENT OF COOPERATIVE LEARNING MODEL TYPE LEARNING TOGETHER IN SOCIAL STUDIES LEARNING IN JUNIOR HIGH SCHOOL 2 BUKITKEMUNING NORTH LAMPUNG

By

MUJI DESY SUSANTY

The focus of this research lies in the development of cooperative learning model learning together in a social studies lesson at SMP Negeri 2 Bukitkemuning North Lampung. This study aims to determine the effectiveness of cooperative learning model learning together and produce a software product development social studies learning. The research was conducted through several stages: 1) analysis of requirements, 2) planning and initial product development, 3) expert validation, 4) revision of the product, 5) limited test, 6) so models and reporting. The research was developed in a way that compares the experimental model of learning with conventional learning and learning together. The results showed that learning together an effective learning model used, it is seen from the difference in value between the pretest and posttest control class and the experimental class. Effectiveness of the test score is 1.7 or greater than 1 indicates that the model of learning together more effectively used than conventional learning.

(3)

ABSTRAK

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE LEARNING TOGETHER DALAM PEMBELAJARAN IPS

DI SMP NEGERI 2 BUKITKEMUNING LAMPUNG UTARA Oleh

MUJI DESY SUSANTY

Fokus penelitian ini terletak pada pengembangan model pembelajaran kooperatif tipe learning together dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Bukitkemuning Lampung Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe learning together dan menghasilkan produk pengembangan berupa perangkat pembelajaran IPS. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (Research and Development) yang dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu: 1) analisis kebutuhan, 2) perencanaan dan pengembangan produk awal, 3) validasi ahli, 4) revisi produk, 5) uji terbatas, 6) model jadi dan pelaporan. Penelitian dikembangkan dengan cara eksperimen yakni membandingkan pembelajaran dengan model learning together dan pembelajaran konvensional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran learning together efektif digunakan, hal ini dilihat dari perbedaan nilai pretest dan posttest antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Dari pengujian efektivitas didapatkan nilai 1,7 atau lebih besar dari 1 menunjukkan bahwa model learning together lebih efektif digunakan daripada pembelajaran konvensional.

(4)
(5)
(6)
(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………... i

LEMBAR PENGESAHAN ………. ii

MOTTO ………... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ……….. iv

DAFTAR ISI ……… v

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ………. 1

1.2 Identifikasi Masalah ……… 9

1.3 Pembatasan Masalah ………... 10

1.4 Rumusan Masalah ………... 10

1.5 Tujuan Penelitian ………. 11

1.6 Kegunaan Penelitian ……… 11

1.7 Ruang Lingkup Penelitian……… 13

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka ……….. 14

2.1.1 Teori Belajar ……… 14

2.1.2 Hakikat Pembelajaran ………. 18

2.1.3 Pengertian Pembelajaran ………. 19

2.1.4 Model Pembelajaran ……… 22

2.1.5 Pembelajaran Kooperatif ………. 23

2.1.5.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif …………... 23

2.1.5.2 Teori yang Melandasi Pembelajaran Kooperatif .. 25

(8)

Halaman

2.1.5.5 Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif ……….. 29

2.1.5.6 Tahapan dalam Pembelajaran Kooperatif ……... 29

2.1.5.7 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif ……… 31

2.1.6 Pembelajaran Kooperatif Tipe Learning Together….... 32

2.1.7 Ilmu Pengetahuan Sosial ………. 38

2.1.7.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial …………... 38

2.1.7.2 Karakteristik Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial ……….. 40

2.1.7.3 Tujuan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial … 42 2.1.8 Pendidikan IPS Terpadu di SMP/MTs ……… 43

2.2 Penelitian yang Relevan ………... 46

2.3 Kerangka Berpikir ……… 46

2.4 Produk yang dihasilkan ……….... 48

III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ………. 51

3.2 Desain Penelitian ……….. 52

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ………... 55

3.4 Populasi dan Sampel ………. 55

3.5 Langkah-Langkah Penelitian ………. 56

3.6 Variabel Penelitian ……… 57

3.7 Teknik Pengumpulan Data ………... 58

3.8 Teknik Analisis Data ……..……… 66

IV HASIL DAN PENGEMBANGAN 4.1 Hasil Pengembangan Produk Pembelajaran ……….. 70

4.1.1 Analisis Kebutuhan ………... 70

4.1.2 Pengembangan Model Pembelajaran learning together… 75 4.2 Validasi Produk Model Pembelajaran Learning Together…….. 84

(9)

Halaman

4.2.2 Hasil Evaluasi Ahli Desain Pembelajaran ……… 86

4.3 Revisi Produk Awal ……… 88

4.4 Penilaian Guru Mata Pelajaran IPS ……… 88

4.5 Hasil Uji Coba Lapangan ……… 91

4.6 Pembahasan Produk ……… 100

V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ……….. 109

5.2 Implikasi ……….. 110

5.3 Saran ……… 111

(10)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik, diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran. Dalam konteks penyelenggaraan ini, guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dan berpedoman pada seperangkat aturan dan rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum.

Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat Ilmu Pengetahuan Sosial, yang dalam penjelasannya disebutkan bahwa bahan kajian Ilmu Pengetahuan Sosial, antara lain, ilmu bumi, sejarah, ekonomi, kesehatan, dan

sebagainya dimaksudkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan

kemampuan analisis peserta didik terhadap kondisi sosial masyarakat. Dari dasar

pemikiran tersebut sangat nyata bahwa ilmu sosial sangat besar perannya dalam

membentuk watak bangsa.

(11)

2

Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Melalui KTSP sekolah memiliki keleluasaan untuk mengembangkan kurikulum sesuai karakteristiknya. Tetapi dengan melihat pengembangan materi yang demikian luas dan jumlah jam pembelajaran yang sangat terbatas, sering menyulitkan guru mengembangkan strategi pembelajaran di kelas.

Kurikulum secara berkelanjutan disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan berorientasi pada kemajuan sistem pendidikan nasional, tampaknya belum dapat direalisasikan secara maksimal. Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah lemahnya proses pembelajaran.

Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan. Berangkat dari pemikiran itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui lembaga UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization) mencanangkan empat pilar pendidikan baik untuk masa sekarang maupun masa depan, yakni: (1) learning to Know, (2) learning to do (3) learning to be, dan (4) learning to live together.

1. Learning to know :

Penguasaan yang dalam dan luas akan bidang ilmu tertentu, termasuk di dalamnya Learning to Know.

Secara Implisit, Learning to know bermakna:

 Belajar Sepanjang Hayat (life long of education)

(12)

3

Belajar untuk mengetahui (learning to know) dalam prosesnya tidak sekedar mengetahui apa yang bermakna tetapi juga sekaligus mengetahui apa yang tidak bermanfaat bagi kehidupan.

Tenaga kependidikan (Guru, pelatih, instruktur, dan lain-lain) harus menjadi inspirator dalam pengembangan, perencanaan, dan pembinaan pendidikan dan pembelajaran. Di samping itu guru dituntut untuk dapat berperan ganda sebagai kawan berdialog bagi siswanya dalam rangka mengembangkan penguasaan pengetahuan siswa.

2. Learning to do :

Belajar untuk mengaplikasi ilmu, bekerja sama dalam team, belajar memecahkan masalah dalam berbagai situasi, belajar untuk berkarya atau mengaplikasikan ilmu yang didapat oleh siswa.

Di dalam sebuah pembelajaran ada prinsip aktivitas (ada kegiatan) :

Hard Skills : keterampilan yang menuntut fisik

Soft Skills : keterampilan yang menuntut intelektual

(13)

4

Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar seharusnya memfasilitasi siswanya untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya agar “Learning to do” (belajar untuk melakukan sesuatu) dapat terrealisasi. Walau

sesungguhnya bakat dan minat anak dipengaruhi faktor keturunan namun tumbuh dan berkembangnya bakat dan minat juga bergantung pada lingkungan. Seperti kita ketahui bersama bahwa keterampilan merupakan sarana untuk menopang kehidupan seseorang bahkan keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan semata. Selain itu, sekolah juga berperan penting dalam menyadarkan peserta didik bahwa berbuat sesuatu begitu penting. Oleh karena itulah peserta didik mesti terlibat aktif dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Tujuannya adalah agar peserta didik terbiasa bertanggung jawab, sehingga pada akhirnya, peserta didik terlatih untuk memecahkan masalah.

3. Learning to be :

Belajar untuk dapat mandiri, menjadi orang yang bertanggung jawab untuk mewujudkan tujuan bersama. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to be). Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapaian aktualisasi diri.

(14)

5

Dan sebaliknya bagi siswa yang pasif, peran guru sebagai kompas penunjuk arah sekaligus menjadi fasilitator sangat diperlukan untuk menumbuhkembangkan potensi diri siswa secara utuh dan maksimal. Selain itu, pendidikan juga harus bermuara pada bagaimana peserta didik menjadi lebih manusiawi, menjadi manusia yang berperi kemanusiaan.

4. Learning to live together :

Belajar memhami dan menghargai orang lain, sejarah mereka dan nilai-nilai agamanya. Dengan kemampuan yang dimiliki, sebagai hasil dari proses pendidikan, dapat dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana individu tersebut berada, dan sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya. Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam bersosialisasi di masyarakat (learning to live together).

Kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima perlu dikembangkan disekolah. Kondisi seperti inilah yang memungkinkan tumbuhnya sikap saling pengertian antar ras, suku, dan agama. Pendidikan di sekolah juga harus merangsang soft skill peserta didik sehingga kelak mereka mampu hidup bersama dengan orang lain, mampu bekerja sama dengan orang lain. Bahkan mereka terlatih untuk peka akan suka-duka orang lain.

(15)

6

penyampaian informasi di dunia pendidikan. Maka suatu perkembangan baru dimana guru harus bersifat kreatif dan inovatif dalam proses Pembelajaran di kelas, yaitu dengan cara menggunakan Model pembelajaran yang bervariasi agar peserta didik dapat menerima dengan suatu keadaan yang menyenangkan dan bermakna.

Berdasarkan pengamatan riil di lapangan, proses pembelajaran di sekolah dewasa ini kurang meningkatkan kreativitas siswa, terutama dalam pembelajaran IPS. Masih banyak tenaga pendidik yang menggunakan metode konvensional secara monoton dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga suasana belajar terkesan kaku dan didominasi oleh sang guru.

Proses pembelajaran yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini cenderung pada pencapaian target materi kurikulum, lebih mementingkan pada penghafalan konsep bukan pada pemahaman. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang selalu didominasi oleh guru. Dalam penyampaian materi, biasanya guru menggunakan metode ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif.

(16)

7

memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar yang optimal.

Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran. Salah satu perubahan paradigma pembelajaran tersebut adalah orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru beralih berpusat pada murid, yaitu adanya partisipasi aktif dari seluruh siswa. Jadi, kegiatan belajar berpusat pada siswa, guru sebagai motivator dan fasilitator di dalamnya agar suasana kelas lebih hidup.

Hasil pengamatan penulis terhadap proses pembelajaran di SMP Negeri 2 Bukitkemuning menunjukkan bahwa 3 guru mata pelajaran IPS masih menggunakan metode konvensional atau berceramah, terkadang mereka hanya menggunakan LKS dalam kegiatan pembelajaran. Tidak hanya itu, hampir semua guru di SMP Negeri 2 Bukitkemuning belum mampu membuat rencana pelaksanaan pembelajaran sendiri, mereka hanya men-download dari internet.

Dilihat dari kondisi sosial ekonomi, 80% orang tua siswa bekerja sebagai petani yang termasuk keluarga dengan tingkat ekonomi rendah. Sehingga mereka terkadang tidak mampu untuk menyediakan sarana belajar pendukung untuk anaknya. Kondisi yang demikian memberi kemungkinan para siswa kurang termotivasi untuk belajar di sekolah maupun di rumah.

(17)

8

diberikan hanya menitik beratkan kepada hapalan tanpa bekal keterampilan yang diperlukan dalam menghadapi masalah dikehidupan sehari-harinya. Berbagai keterampilan dalam ilmu pengetahuan sosial sering dilupakan sekolah padahal sangat penting untuk dimiliki siswa.

Tabel 1.1 Hasil Belajar IPS Semester Genap Kelas VIII SMP N 2 Bukitkemuning Tahun Pelajaran 2011/2012

NO Kelas

Hasil Tertinggi

( ≥ 75 )

Hasil Terendah

( < 75 ) Total

Frekuensi

Total Hasil

Frekuensi Prosentasi Frekuensi Prosentasi

1 VIII A 15 46,8 % 17 53,2 % 32 100 %

2 VIII B 13 40,6 % 19 59.4 % 32 100 %

3 VIII C 18 56,2 % 14 43,8 % 32 100 %

Sumber: Dokumentasi guru mata pelajaran IPS kelas VIII SMP N 2 Bukitkemuning semester genap 2011/2012

(18)

9

Oleh karena itu perlu diadakan inovasi dalam pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa, yaitu model pembelajaran yang mungkin mampu mengantisipasi kelemahan model pembelajaran konvensional dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together yang bertujuan untuk meningkatkan interaksi tatap muka, interdependensi positif, tanggung jawab individual, kemampuan-kemampuan interpersonal, dan kelompok kecil, (Robert E.Slavin, 2008: 48-56). Pada ciri interdependensi positif siswa ditekankan bagaimana dapat mencapai tujuan kelompok. Tujuan kelompok dapat tercapai apabila terdapat kerja sama dan komunikasi yang baik antar siswa dalam proses pembelajaran. Penggunaan pembelajaran kooperatif tipe Learning Together memberikan kesempatan bagi siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran.

(19)

10

Together (LT) dalam Pembelajaran IPS kelas VIII di SMP Negeri 2 Bukitkemuning Lampung Utara.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, masalah-masalah yang akan diidentifikasi adalah sebagai berikut:

1. Hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPS tergolong rendah.

2. Sebagian besar guru masih menggunakan metode konvensional di dalam kegiatan pembelajaran.

3. Sebagian besar siswa dalam mengikuti pelajaran IPS sering mengalami kejenuhan karena proses pembelajaran yang masih bersifat monoton.

4. Guru SMP Negeri 2 Bukitkemuning belum menerapkan pembelajaran yang melibatkan siswa, sehingga hanya sebagian kecil siswa yang aktif.

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, terdapat banyak masalah yang dapat diteliti dalam pembelajaran IPS. Tetapi perlu batasan permasalahan yang akan dikaji yaitu pada kajian pengembangan model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together (LT) dalam pembelajaran IPS siswa kelas VIII di SMP Negeri 2 Bukitkemuning Lampung Utara.

1.4 Rumusan Masalah

(20)

11

rendahnya hasil belajar IPS siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Bukitkemuning. Dengan demikian permasalahan yang diajukan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pembelajaran IPS saat ini di SMP Negeri 2 Bukitkemuning kelas VIII

2. Bagaimanakah mengembangkan model Learning Together dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Bukitkemuning kelas VIII

3. Bagaimanakah efektivitas model Learning Together dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Bukitkemuning kelas VIII.

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pembatasan masalah dan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mendeskripsikan pembelajaran IPS saat ini di SMP Negeri 2 Bukitkemuning kelas VIII

2. Mengembangkan model Learning Together dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Bukitkemuning kelas VIII

3. Menganalisis efektivitas model Learning Together dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Bukitkemuning kelas VIII.

1.6 Kegunaan Penelitian

Secara khusus kegunaan penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut.

(21)

12

1. Mengembangkan model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together dalam pembelajaran IPS.

2. Memberikan sumbangan pemikiran bagi dunia pendidikan terutama pada pengembangan keilmuan pengajaran khususnya mata pelajaran IPS.

b. Bagi Tenaga Pendidik IPS

1. Hasil penelitian ini dapat memberi masukan bagi guru dalam mengaplikasikan model pembelajaran Learning Together di kelas.

2. Meningkatkan mutu pembelajaran terutama kualitas dan profesionalisme guru.

c. Bagi Siswa

1. Sebagai wawasan untuk meningkatkan hasil belajar melalui model pembelajaran yang melibatkan siswa secara optimal.

2. Sebagai alat untuk menumbuhkan motivasi dan kreativitas dalam pembelajaran IPS.

1.7 Ruang Lingkup Penelitian

1.7.1 Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini yaitu: Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Learning Together dalam Pembelajaran IPS.

1.7.2 Subjek Penelitian

(22)

13

1.7.3 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Bukitkemuning Kabupaten Lampung Utara.

1.7.4 Waktu Penelitian

(23)

14

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Teori Belajar

2.1.1.1 Teori Behavioristik

Pendiri aliran behaviourism (behaviorisme) adalah John B.Watson (1878-1958), yang mengatakan bahwa kesadaran hanya dapat dipelajari melalui proses introspeksi, sebuah alat riset yang tidak bisa diandalkan. Watson menganggap bahwa perhatian utama psikolog seharusnya adalah perilaku dan bagaimana perilaku bervariasi berdasarkan pengalaman (Hergenhahn, 2010:48).

(24)

15

dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon (Budiningsih, 2004: 20).

Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat. Hal ini dikemukakan oleh Skinner bahwa

“Kita semua dikontrol oleh banyak rancangan penguatan, sebagian disengaja, sebagian kebetulan. Jika penguatan positif yang digunakan oleh para pemodifikasi perilaku lebih efektif daripada yang lainnya, sekaligus lebih menyenangkan bagi pelajar dan lebih bagus efeknya, mengapa hal itu harus dikritik?, tidakkah lebih baik kita dikontrol secara menyenangkan oleh orang yang baik daripada kita dikontrol oleh berbagai hal yang seringkali berlawanan dan egoistik?” (Hill, 2009: 121).

(25)

16

2.1.1.2 Teori Kognitivisme

Teori belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa peserta didik memproses informasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.

Peneliti yang mengembangkan teori kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada aspek pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar. Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan. Teori belajar Kognitif menurut pandangan Robert Gagne menyatakan bahwa proses belajar adalah suatu proses dimana siswa terlibat dalam aktivitas yang memungkinkan mereka memiliki kemampuan yang tidak dimiliki sebelumnya.

(26)

17

Teori kognitif lebih mementingkan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar. Model pembelajaran Learning Together yang dikembangkan dalam penelitian ini mengutamakan keterlibatan siswa secara penuh dalam pembelajaran. Siswa dituntut untuk dapat berinteraksi dengan siswa lainnya dan berpartisipasi dalam diskusi kelompok.

2.1.1.3 Teori Konstruktivisme

Kontruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita itu adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri (Sardiman, 2005: 37). Von Glasersfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan. Pengetahuan bukan gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Tetapi pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang.

Menurut pandangan dan teori konstruktivisme, belajar merupakan proses aktif dari si subjek belajar untuk merekonstruksi makna, sesuatu seperti teks, kegiatan dialog, pengalaman fisik dan lain-lain. Semakin banyak seseorang berinteraksi dengan objek dan lingkungannya maka pengetahuan dan pemahaman tentang objek dan lingkungannya tersebut akan meningkat dan semakin rinci (Budiningsih, 2004: 57).

Von Galserfeld (dalam Budiningsih, 2004: 57) mengemukakan bahwa:

(27)

18

Berdasarkan uraian diatas, belajar dapat diartikan sebagai suatu proses pembentukan pengetahuan yang harus dilakukan oleh subjek yang belajar dengan cara aktif melakukan kegiatan. Model pembelajaran Learning Together menuntut siswa untuk dapat berperan aktif dalam pembelajaran dan belajar untuk berdiskusi dan mampu mengemukakan pendapat.

2.1.2 Hakikat Pembelajaran

Pembicaraan tentang pembelajaran atau pengajaran tidak bisa dipisahkan dari istilah kurikulum dan pengertiannya. Hubungan keduanya dapat dipahami sebagai berikut: “pengajaran” merupakan wujud pelaksanaan (implementasi)

kurikulum, atau “pengajaran” ialah kurikulum dalam kenyataan implementasinya.

Mengenai peristilahan dan makna dari sudut bahasa, pengajaran berarti perihal mengajarkan sesuatu. Kata pengajaran menyiratkan adanya orang yang tugasnya mengajar, di sekolah umumnya disebut “guru”. Pengajaran lebih luas

pengertiannya daripada mengajar (teaching). Pengajaran sebagai suatu proses, buah atau hasilnya adalah belajar (learning), yaitu terjadinya peristiwa belajar di dalam diri siswa. Peristiwa belajar pada siswa ini menunjukkan adanya sikap, seperti minat, perhatian, perasaan, percaya diri dan sikap lainnya.

(28)

19

“pengajaran”, meskipun kedua istilah itu sering digunakan bergantian dengan arti

yang sama dalam wacana pendidikan dan perkurikuluman; dalam bahasa Inggris hanya satu istilah untuk keduanya, yaitu “instruction”.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka pembelajaran pada hakikatnya ialah pelaksanaan dari kurikulum sekolah untuk menyampaikan isi atau materi mata pelajaran tertentu kepada siswa dengan segala daya upaya, sehingga siswa dapat menunjukkan aktivitas belajar.

2.1.3 Pengertian Pembelajaran

Belajar adalah proses perubahan perilaku secara aktif, proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu, proses yang diarahkan pada suatu tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman, proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu yang dipelajari.

Corey (Sagala, 2011: 61) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu. Dalam makna yang lebih kompleks pembelajaran adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan (Trianto, 2009).

Dan Pembelajaran yang diidentikkan dengan kata “mengajar” berasal dari kata dasar “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui

(29)

20

berarti proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan sehingga anak didik mau belajar.

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. (Wikipedia.com).

Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik.

(30)

21

Dan dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative lama dan karena adanya usaha.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang melibatkan beberapa komponen :

1. Siswa

Seorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.

2. Guru

Seseorang yang bertindak sebagai pengelola, katalisator, dan peran lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif. 3. Tujuan

Pernyataan tentang perubahan perilaku (kognitif, psikomotorik, afektif) yang diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.

4. Isi Pelajaran

Segala informasi berupa fakta, prinsip, dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan.

5. Metode

(31)

22

6. Media

Bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk menyajikan informasi kepada siswa.

7. Evaluasi

Cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan hasilnya.

2.1.4 Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan gambaran suatu lingkungan pembelajaran, yang juga meliputi perilaku kita sebagai guru saat model tersebut diterapkan (Joyce, 2009: 30). Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Chauhan (1979:20) dalam Wahab (2007: 52) bahwa model pembelajaran adalah sebuah perencanaan pengajaran, menggambarkan proses yang ditempuh dalam pembelajaran agar dicapai perubahan spesifik pada prilaku siswa.

(32)

23

dari awal hingga akhir pertemuan, disajikan berdasarkan tujuan pembelajaran dan disesuaikan kebutuhan dan karakter siswa.

Seorang guru diharapkan mampu memilih model pembelajaran yang tepat sesuai dengan kebutuhan siswa. Pembelajaran yang dimaksud adalah pembelajaran yang efektif agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Setiap guru juga harus mampu beradaptasi terhadap perkembangan teknologi sehingga pembelajaran dapat mengikuti perkembangan jaman, dan tidak terkesan kuno.

2.1.5 Pembelajaran Kooperatif

Tinjauan mengenai pembelajaran kooperatif terdiri dari pengertian pembelajaran kooperatif, teori yang melandasi pembelajaran kooperatif, karakteristik pembelajaran kooperatif, tujuan pembelajaran kooperatif, ciri-ciri pembelajaran kooperatif, tahapan dalam pembelajaran kooperatif, kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif.

2.1.5.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif

(33)

24

bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok. Hubungan kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat dilakukan siswa untuk mencapai keberhasilan belajar berdasarkan kemampuan dirinya secara individu dan andil dari anggota kelompok lain selama belajar bersama dalam kelompok. Menurut Anita Lie (2008:24) menyatakan bahwa kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup.

Metode mengajar berbasis kelompok merupakan usaha mengoptimalkan peran teamwork (kerja tim) dalam bekerjasama menyelesaikan tugas, masalah dan percobaan atau peragaan secara kelompok. Model pembelajaran yang populer disebut pembelajaran koopeeratif tersebut berguna melatih siswa dalam belajar bersama tim dengan keragaman pandangan dan perbedaan strategi penyelesaian tugas, diharapkan siswa semakin matang dan dewasa dalam menyelesaikan masalah yang menyangkut kelompok baik organisasi maupun keluarga kelak (Maufur, 2009:127).

Untuk mencapai hasil yang maksimal, maka harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong, yaitu:

a. Saling ketergantungan positif.

b. Tanggung jawab perseorangan.

c. Tatap muka.

d. Komunikasi antar anggota.

(34)

25

2.1.5.2 Teori yang melandasi Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerjasama untuk saling membantu menyelesaikan masalah.

Berikut adalah beberapa teori yang melandasi pembelajaran kooperatif.

1. Teori pembelajaran konstruktivis

Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.

2. Teori perkembangan kognitif Piaget

(35)

26

atau sistem mengatur dalam diri organism agar dia selalu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.

3. Teori kognitif Bruner

Menurut Bruner, belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya. Jika seseorang mempelajari sesuatu pengetahuan, pengetahuan itu perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) orang tersebut. Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh jika pengetahuan yang dipelajari itu dipelajari dalam tiga tahap, yaitu tahap enaktif, ikonik, dan simbolik.

Menurut Bruner, proses belajar akan berlangsung secara optimal jika proses pembelajaran diawali dengan tahap enaktif, dan kemudian, jika tahap belajar yang pertama ini telah dirasa cukup, peserta didik beralih ke kegiatan belajar tahap kedua, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi ikonik; dan selanjutnya, kegiatan belajar itu diteruskan dengan kegiatan belajar tahap ketiga, yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus representasi simbolik.

4. Teori pembelajaran sosial Vygotsky

(36)

27

Vygotsky menggambarkan implikasi utama teori pembelajarannya yaitu: (1) menghendaki susunan kelas kooperatif, sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif dalam masing-masing zone of proximal development mereka; (2) pendekatan vygotsky dalam pembelajaran menekankan scaffholding. Jadi teori belajar vygotsky menekankan pada aspek sosial sehingga sangat sesuai dengan model pembelajaran kooperatif karena dalam model pembelajaran kooperatif terjadi interaksi sosial yaitu interaksi antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru.

2.1.5.3 Unsur Penting Dalam Pembelajaran Kooperatif

Menurut Johnson & Johnson dan Sutton (dalam Trianto, 2009: 60) terdapat lima unsur penting dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:

1. Saling ketergantungan yang bersifat positif antara siswa. 2. Interaksi antara siswa yang semakin meningkat

3. Tanggung jawab individual

4. Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil 5. Proses kelompok.

Menurut Slavin (dalam Trianto, 2009: 61) konsep utama dari belajar kooperatif adalah sebagai berikut:

1. Pengahargaan kelompok, diberikan jika kelompok mencapai kriteria yang ditentukan.

2. Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok tergantung pada belajar individual semua anggota kelompok. Tanggung jawab terfokus dalam usaha untuk membantu yang lain dan memastikan setiap anggota kelompok telah siap menghadapi evaluasi tanpa bantuan yang lain.

(37)

28

2.1.5.4 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kerja siswa akademik antar siswa, membentuk hubungan positif, mengembangkan rasa percaya diri, serta meningkatkan kemampuan akademik melalui aktivitas kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat saling ketergantungan positif diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok, yang hanya dapat dicapai jika semua anggota kelompok mencapai tujuan atau penguasaan materi (Slavin dalam Trianto. 2009: 57).

Zamroni dalam Trianto (2009: 57) mengemukakan bahwa manfaat penerapan belajar kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level individual dan dapat mengembangkan solidaritas sosial di kalangan siswa. Dengan belajar kooperatif, diharapkan akan muncul generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan memiliki motivasi belajar yang tinggi.

(38)

29

2.1.5.5 Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif

Arends (dalam Trianto, 2009: 65) menyatakan bahwa pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar;

2. Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

3. Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang beragam; dan

4. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok dari pada individu.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajarn kooperatif memerlukan kerjasama antar siswa dan saling ketergantungan dalam struktur pencapaian tugas, tujuan dan penghargaan. Keberhasilan pembelajaran ini tergantung dari keberhasilan pembelajaran ini tergantung dari keberhasilan masing-masing individu dalam kelompok, di mana keberhasilan tersebut sangat berarti untuk mencapai suatu tujuan yang positif dalam belajar kelompok.

2.1.5.6 Tahapan Dalam Pembelajaran Kooperatif

Berdasarkan kajian terhadap tipe-tipe pembelajaran kooperatif, Arends (2001), mengidentifikasi sintaks umum dalam pembelajaran kooperatif. Umumnya, terdapat enam fase atau tahapan pembelajaran dam pembelajaran kooperatif yaitu sebagai berikut:

1. Menyediakan obyek dan perangkat, yaitu guru mengemukakan tujuan, memotivasi peserta didik untuk belajar, menyediakan obyek dan membuat perangkat pembelajaran.

(39)

30

3. Mengorganisasi peserta didik dalam belajar kelompok, yaitu guru menjelaskan pada peserta didik bagaimana membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien. 4. Membimbing bekerja dan belajar, yaitu guru mengemukakan tujuan,

memotivasi peserta didik untuk belajar, menyediakan obyek dan membuat perangkat pembelajaran.

5. Evaluasi, yaitu guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok menyajikan hasil kerjanya. 6. Mengenali prestasi, yaitu guru mencari cara untuk mengenali baik usaha

dan prestasi individu juga kelompoknya dan member penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.

Menurut Trianto (2009: 66) terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pembelajaran kooperatif.

Tabel 2.1 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru

Fase-1

Menyampaikan tujuan

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

Fase-2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Fase-3

Mengorganisasikan siswa dalam kelompok kooperatif

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Fase-6

Memberikan penghargaan

(40)

31

2.1.5.7 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Jarolimek dan Parker (1993: 24-25) dalam Dwi Artini (2012: 66) mengatakan dalam pembelajaran cooperative learning memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan pembelajaran kooperatif adalah:

1. Saling ketergantungan yang positif

2. Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu 3. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas 4. Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan

5. Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru

6. Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.

Kelemahan pembelajaran kooperatif yang berasal dari dalam (intern) adalah:

1. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran, dan waktu.

2. Agar proses pembelajaran berjalan lancer maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat, dan biaya yang cukup memadai.

3. Selama kegiatan diskusi kelompok belangsung, kecenderungan topic permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

4. Saat diskusi kelas, terkadang didominasi seseorang maka dapat mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.

(41)

32

Terlepas dari kelemahannya, model pembelajaran kooperatif mempunyai kekuatan dalam mengembangkan softskills siswa seperti kemampuan berkomunikasi, berfikir kritis, bertanggung jawab, serta bekerja sama. Jika kelemahan dapat diminimalkan, maka kekuatan model ini akan membuahkan proses dan hasil belajar yang dapat memacu peningkatan potensi siswa secara optimal. Oleh sebab itu, sangat diharapkan guru mencoba menerapkan model pembelajaran kooperatif. Guru dapat mengembangkan model ini sesuai dengan bidang studinya, bahkan mungkin dari model para guru dapat mengembangkan model lain yang lebih meyakinkan.

2.1.6 Pembelajaran Kooperatif Tipe Learning Together

Learning Together (belajar bersama) merupakan model pembelajaran kooperatif yang melibatkan siswa dengan kelompok heterogen beranggota empat atau lima orang dalam menangani suatu tugas (Suyatno, 2009:105).

(42)

33

(1) Interaksi tatap muka : para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok yang beranggotakan empat sampai lima siswa.

(2) Interdependensi positif : para siswa bekerja bersama untuk mencapai tujuan kelompok.

(3) Tanggung jawab individual : para siswa harus memperlihatkan bahwa mereka secara individual telah menguasai materinya.

(4) Kemampuan-kemampuan interpersonal dan kelompok kecil : para siswa diajari mengenai sarana-sarana yang efektif untuk bekerja sama dan mendiskusikan seberapa baik kelompok mereka bekerja dalam mencapai tujuan mereka.

Dalam hal ini penggunaan kelompok pembelajaran heterogen dan penekanan terhadap interdependensi positif, serta tanggung jawab individual metode-metode Johnson ini sama dengan STAD. Akan tetapi, mereka juga menyoroti perihal pembangunan kelompok dan menilai sendiri kinerja kelompok, dan merekomendasikan penggunaan penilaian tim ketimbang pemberian sertifikat atau bentuk rekognisi lainnya (Slavin,2008: 251).

(43)

34

Adapun sintaks dari LT adalah:

(1) Guru menyajikan pelajaran.

(2) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 sampai 5 siswa secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku dan lain-lain).

(3) Masing-masing kelompok menerima lembar tugas untuk bahan diskusi dan menyelesaikannya.

(4) Beberapa kelompok mempresentasikan hasil pekerjaannya.

(5) Pemberian pujian dan penghargaan berdasarkan hasil kerja kelompok. Tabel 2.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Learning Together

Fase Tingkah Laku Guru

Fase-1

Menyampaikan tujuan

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

Fase-2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Fase-3

Mengorganisasikan siswa dalam kelompok kooperatif

Membentuk kelompok yang

anggotanya 4 sampai 5 siswa secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku dan lain-lain)

Fase-4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

(44)

35

Bentuk penghargaan yang diberikan kepada kelompok didasarkan pada pembelajaran individual semua anggota kelompok, sehingga dapat meningkatkan pencapaian siswa dan memiliki pengaruh positif pada hasil yang dikeluarkan (Slavin, 2008). Jika hasil tersebut belum maksimal atau lebih rendah dari kelompok lain maka mereka harus meningkatkan kinerja kelompoknya.

Gambar 2.1. Desain Model Pembelajaran Learning Together Instruksi

Guru

Menyajikan informasi melalui

demonstrasi

Mengevaluasi hasil belajar

Memberikan lembar tugas Memberikan

penghargaan

(45)

36

Dalam penelitian ini akan disajikan desain baru atau modifikasi dari model pembelajaran Learning Together, yaitu sebagai berikut:

Gambar 2.2 Desain baru Model Pembelajaran Learning Together Menyajikan

informasi melalui demonstrasi

Masing-masing kelompok

mempresentasikan hasil kerjanya dan kelompok

lain menanggapi

Memberikan penghargaan Mengevaluasi hasil

belajar Instruksi

Guru

Membentuk kelompok (4-5

Orang)

Memberikan lembar tugas

Setiap kelompok mendiskusikan hasil

(46)

37

Fase Tingkah Laku Guru

Fase-1

Menyampaikan tujuan

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

Fase-2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Fase-3

Mengorganisasikan siswa dalam kelompok kooperatif

Membentuk kelompok yang anggotanya 4 sampai 5 siswa secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku dan lain-lain)

Fase-4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Masing-masing kelompok menerima lembar tugas berupa gambar untuk

Setiap anggota memberikan jawaban di setiap pertanyaan, lalu mendiskusikan dengan kelompoknya Fase-6

Presentase

Setiap kelompok mempresentasekan hasil diskusi kelompoknya dan kelompok lain menanggapi

Fase -7 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari. Fase-8

Memberikan penghargaan

(47)

38

2.1.7 Ilmu Pengetahuan Sosial

2.1.7.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial

Dalam Pargito (2010: 73) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial (sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya). IPS atau studi sosial itu merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, antropologi, filsafat, dan psikologi sosial.

In 1992, the board of directors of the National Council for the Social Studies, the

primary membership organization for social studies educators, adopted the

following definition:

Social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archaeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizens of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world.

(48)

39

koordinasi, gambar pendidikan sistematis pada disiplin ilmu seperti antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu politik, psikologi, agama, dan sosiologi, serta isi yang sesuai dari humaniora, matematika, dan ilmu alam. Tujuan utama dari penelitian sosial adalah untuk membantu kaum muda mengembangkan kemampuan untuk membuat keputusan informasi dan beralasan untuk kepentingan publik sebagai warga masyarakat, budaya beragam demokratis di dunia yang saling ketergantungan).

(49)

40

Gambar 2.3 Keterpaduan Cabang Ilmu Pengetahuan Sosial (Sumber: Pargito, 2010: 74).

2.1.7.2 Karakteristik Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

Tujuan utama setiap pembelajaran ilmu sosial adalah membentuk warga negara yang baik (good citizenship) demikian pula halnya ilmu pengetahuan sosial (IPS) sebagai salah satu program pendidikan juga memiliki tujuan yang sama, yakni membentuk warga negara yang baik. Namun, dalam proses penyajiannya IPS memiliki karakteristik tersendiri, dalam arti tidak sama dengan karakteristik ilmu-ilmu sosial yang ada walaupun demikian keberadaan ilmu-ilmu-ilmu-ilmu sosial tak dapat terpisahkan dari IPS karena konsep-konsep ilmu-ilmu sosial merupakan sumber utama bagi pengembangan materi pembelajaran program IPS (Wahab, 2009:1.22).

Pembelajaran alam sebagai tempat dan penyedia potensi sumber daya alam dan kehidupan yang selalu berproses, masa lalu, saat ini, dan yang akan datang, kaidah atau aturan yang menjadi perekat dan penjamin keharmonisan kehidupan manusia

Ilmu Pengetahuan

Sosial

FILSAFAT ANTROPOLOGI

SOSIOLOGI

PSIKOLOGI SOSIAL EKONOMI ILMU POLITIK

(50)

41

dan alam. Contoh: Kompetensi Dasar yang dikembangkan, adaptasi spasial dan eksploratif, berpikir kronologis, prospektif, antisipatif, Konsisten dengan aturan yang disepakati dan kaidah alamiah masing-masing disiplin ilmu alternatif penyajian dalam mata pelajaran geografi sejarah ekonomi, sosiologi/antropologi (Sardiman, 2005: 234).

Karateristik mata pelajaran IPS SMP/MTs antara lain sebagai berikut (Pargito, 2010: 75).

1. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur geografi, sejarah, ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan, sosiologi, bahkan juga bidang humaniora, pendidikan dan agama (Numan Soemantri, 2001). 2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS berasal dari struktur keilmuan geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi, yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu.

3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS juga menyangkut berbagai masalah sosial yang dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner.

4. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dapat menyangkut peristiwa dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan, adaptasi dan pengelolaan lingkungan, struktur, proses dan masalah sosial serta upaya-upaya perjuangan hidup agar survive seperti pemenuhan kebutuhan, kekuasaan, keadilan dan jaminan keamanan (Daldjoeni, 1981).

(51)

42

Tabel 2.3 Dimensi IPS Dalam Kehidupan Manusia (Sumber: Pargito, 2010:75) Dimensi dalam

2.1.7.3 Tujuan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

(52)

43

1. Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat.

2. Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.

3. Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat.

4. Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat.

5. Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat.

2.1.8 Pendidikan IPS Terpadu di SMP/MTs

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), meliputi bahan kajian: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi. Bahan kajian itu menjadi mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Mata pelajaran IPS bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa kehidupan masyarakat (Nursid Sumaatmaja, 1980;20).

(53)

44

efektivitas implementasi kurikulum, perlu dikembangkan berbagai model pembelajaran kurikulum.

Model pembelajaran terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD/MI) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA/MA). Model pembelajaran terpadu pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik (Depdikbud, 1996:3).

(54)

masing-45

masing guru ”mata pelajaran” untuk pembelajaran IPS secara terpadu. (4)

meskipun pembelajaran terpadu bukan merupakan hal yang baru namun para guru di sekolah tidak terbiasa melaksanakannya sehingga ”dianggap” hal yang baru.

Atas dasar pemikiran di atas, maka dalam rangka implementasi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta untuk memenuhi ketercapai pembelajaran, maka diperlukan pedoman pelaksanaan model pembelajaran IPS Terpadu pada tingkat SMP/MTs. Hal ini penting, untuk memberikan gambaran tentang pembelajaran terpadu yang dapat menjadi acuan dan contoh konkret dalam kerangka implementasi Standar Kompetensi Dan Kompetensi Dasar.

Tujuan penyusunan model pembelajaran IPS Terpadu pada tingkat SMP/MTs pada dasarnya untuk memberikan pedoman yang dapat dijadikan sebagai kerangka acuan bagi guru dan pihak terkait. Secara rinci, penyusunan model ini diantaranya bertujuan untuk:

1) Memberikan wawasan dan pemahaman tentang pembelajaran terpadu, khususnya paduan pembelajaran IPS pada tingkat SMP/MTs;

2) Membimbing guru agar memiliki kemampuan melaksanakan pembelajaran terpadu antardisiplin ilmu-ilmu sosial pada mata pelajaran IPS;

(55)

46

4) Memberikan wawasan, pengetahuan, dan pemahaman bagi pihak terkait, sehingga mereka dapat memberikan dukungan terhadap kelancaran dan ketepatan pelaksanaan pembelajaran terpadu; dan 5) Memberikan acuan dasar dalam pelaksanaan pembelajaran IPS

Terpadu di SMP/MTs.

2.2 Penelitian yang Relevan

Untuk membandingkan hasil penelitian penulis dengan penelitian terdahulu maka di bawah ini penulis akan menuliskan beberapa penelitian yang relevan yang ada kaitannya dengan pokok masalah.

Hamzah Jamil (2009), dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan model

pembelajaran Learning Together pada sub pokok bahasan permutasi dan kombinasi pada siswa kelas XI IPS semester 1 SMA Muhamadiyah 03 Malang”, menyimpulkan bahwa rata-rata setiap kategori aktivitas guru pada pertemuan I, II, dan III menunjukkan (perbedaan rata-rata dari setiap kategori). Aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar mencapai 99,66%. Siswa yang memberikan respon terhadap pembelajaran ini adalah 78%. Hasil tes menunjukkan bahwa ketuntasan belajar klasikal diperoleh 100%.

Wahyuti Mayangsari (2011), dalam penelitiannya yang berjudul “pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together terhadap hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 8 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011”,

(56)

47

2.3 Kerangka Berpikir

Dalam proses pembelajaran, belajar berkaitan dengan proses pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan oleh guru untuk memperoleh hasil terbaik bagi siswa. Dalam kegiatan pembelajaran, tingkat keberhasilannya tergantung dari proses belajar mengajar yang terjadi. Tinggi rendahnya pencapaian prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPS mencerminkan tingkat keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Agar mencapai tujuan tersebut, siswa harus berperan aktif dalam proses pembelajaran itu sendiri sehingga akan memungkinkan tercapainya tujuan belajar yang optimal.

Metode pembelajaran kooperatif tipe Learning Together setiap kelompok diharapkan bisa membangun dan menilai sendiri kinerja kelompok mereka. Setiap anggota kelompok harus bertanggung jawab atas hasil yang mereka peroleh. Jika hasil tersebut belum maksimal atau lebih rendah dari kelompok lain maka mereka harus meningkatkan kinerja kelompoknya. Dalam penelitian ini akan disajikan kerangka berpikir sebagai berikut.

Gambar 2.4 Kerangka Pikir Penelitian Analisis

Kebutuhan

Perencanaan Pengembangan Model pembelajaran Learning

Together

Revisi model Uji coba

model Model sebagai

produk

Validasi model oleh

(57)

48

2.4 Produk yang akan dihasilkan

Dalam penelitian Research and Development produk yang dimaksud adalah produk akhir yang telah diuji efektivitasnya secara statistik. Produk disini tidak hanya berupa barang seperti buku, teks, media, film pembelajaran, perangkat lunak komputer, tetapi juga meliputi metode-metode, sistem, model, dan teknik pembelajaran (Pargito, 2010 : 32).

Spesifikasi produk yang dihasilkan pada penelitian ini adalah model pembelajaran Learning Together berupa langkah-langkah pembelajaran di kelas dari awal sampai akhir yang diaplikasikan dalam perangkat pembelajaran IPS.

Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Kerangka konseptual ini akan tertuang pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang bersinergi dengan komponen-komponen RPP tersebut membentuk pembelajaran dengan model Learning Together.

(58)

49

Desain awal model pembelajaran Learning Together dapat dijabarkan sebagai berikut.

Tabel 2.4 Desain awal model pembelajaran Learning Together

No. Kegiatan Guru Siswa

1. Menyiapkan kondisi kelas

2. Menyampaikan topik pembelajaran dan tujuan pembelajaran

3. Menyiapkan bahan ajar

4. Membagi siswa dalam kelompok beranggotakan 4-5 orang

5. Menyiapkan lembar tugas dan membagikannya

8. Meralat hasil kerja kelompok

9. Mengevaluasi hasil kerja kelompok

(59)

50

Sedangkan model LT hasil pengembangan dapat dijabarkan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 2.5 Desain pengembangan model pembelajaran Learning Together

No. Kegiatan Guru Siswa

1. Menyiapkan kondisi kelas

2. Menyampaikan topik

4. Menyiapkan bahan ajar

5. Membagi siswa dalam kelompok beranggotakan

10. Meralat hasil kerja kelompok

(60)

51

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian pengembangan. Penelitian pengembangan (Research and Development) adalah sebuah proses yang digunakan untuk mengembangkan produk pendidikan yang bisa dipertanggungjawabkan.

Dengan produk kita tidak bermaksud hanya pada buku teks, intruksional film dan software computer tetapi juga metode seperti metode mengajar dan program pendidikan atau program pengembangan staf. (Pargito, 2010:343).

(61)

52

3.2 Desain Penelitian

Model pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran ADDIE (Analysis – Design – Develop – Implement – Evaluate) yang dipadukan menurut langkah-langkah penelitian pengembangan yang direkomendasikan oleh Borg dan Gall dengan dasar pertimbangan bahwa model tersebut cocok untuk mengembangkan produk model instruksional/pembelajaran yang tepat sasaran, efektif dan dinamis, dan sangat membantu dalam pengembangan pembelajaran bagi guru.

Menurut Borg and Gall (dalam Pargito, 2010:50) prosedur penelitian pengembangan meliputi 10 langkah yang kemudian disederhanakan menjadi 5 langkah utama sebagai berikut: 1) melakukan analisis produk yang akan dikembangkan, 2) mengembangkan produk awal, 3) validasi ahli dan revisi, 4) uji coba skala kecil dan revisi produk, 5) uji coba skala besar dan produk akhir.

Model ADDIE ini menggunakan 5 tahap atau langkah pengembangan seperti gambar berikut:

Gambar 3.1 Langkah umum desain pembelajaran ADDIE

analyze design develop implementation

(62)

53

1. Analisis

Analisis merupakan langkah pertama dari model desain sistem pembelajaran ADDIE.

Langkah analisis melalui dua tahap yaitu :

a. Analisis Kinerja

Analisis Kinerja dilakukan untuk mengetahui dan mengklarifikasi apakah masalah kinerja yang dihadapi memerlukan solusi berupa penyelenggaraan program pembelajaran atau perbaikan manajemen.

b. Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan merupakan langkah yang diperlukan untuk menentukan kemampuan-kemampuan atau kompetensi yang perlu dipelajari oleh siswa untuk meningkatkan kinerja atau prestasi belajar.

2. Desain

Desain merupakan langkah kedua dari model desain sistem pembelajaran ADDIE. Langkah ini merupakan:

a. Inti dari langkah analisis karena mempelajari masalah kemudian menemukan alternatif solusinya yang berhasil diidentifikasi melalui langkah analisis kebutuhan.

(63)

54

c. Langkah yang harus mampu menjawab pertanyaan, apakah program pembelajaran dapat mengatasi masalah kesenjangan kemampuan siswa?

3. Pengembangan

Pengembangan merupakan langkah ketiga dalam mengimplementasikan model desain sistem pembelajaran ADDIE. Langkah pengembangan meliputi kegiatan membuat, membeli, dan memodifikasi bahan ajar. Dengan kata lain mencakup kegiatan memilih, menentukan metode, media serta strategi pembelajaran yang sesuai untuk digunakan dalam menyampaikan materi atau substansi program.

4. Implementasi

Implementasi atau penyampaian materi pembelajaran merupakan langkah keempat dari model desain sistem pembelajaran ADDIE.

Tujuan utama dari langkah ini antara lain :

a. Membimbing siswa untuk mencapai tujuan atau kompetensi.

b. Menjamin terjadinya pemecahan masalah / solusi untuk mengatasi kesenjangan hasil belajar yang dihadapi oleh siswa.

c. Memastikan bahwa pada akhir program pembelajaran, siswa perlu memiliki kompetensi – pengetahuan, ketrampilan, dan sikap - yang diperlukan.

5. Evaluasi

(64)

55

terhadap program pembelajaran. Evaluasi terhadap program pembelajaran bertujuan untuk mengetahui beberapa hal, yaitu :

a. Sikap siswa terhadap kegiatan pembelajaran secara keseluruhan.

b. Peningkatan kompetensi dalam diri siswa, yang merupakan dampak dari keikutsertaan dalam program pembelajaran.

c. Keuntungan yang dirasakan oleh sekolah akibat adanya peningkatan kompetensi siswa setelah mengikuti program pembelajaran.

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian a. Tempat Penelitian

Tempat penelitian yaitu di SMP Negeri 2 Bukit Kemuning Lampung Utara yang beralamat di JL. Ki Sidik, Tanjungbaru, Kecamatan Bukitkemuning Kabupaten Lampung Utara pada siswa kelas VIII tahun pelajaran 2012-2013.

b. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan Maret 2013, yaitu semester genap tahun pelajaran 2012-2013.

3.4 Populasi dan Sampel

Populasi merupakan suatu keseluruhan subyek penelitian. Populasi yang ditetapkan pada penelitian ini adalah siswa kelas VIII di SMP Negeri 2 Bukitkemuning Kabupaten Lampung Utara yang berjumlah 92 siswa yang terbagi dalam 3 kelas.

(65)

56

sampel pada penelitian ini dipilih berdasarkan kesamaan jumlah siswa, kemampuan siswa, potensi siswa, sarana dan prasarana belajar.

3.5 Langkah-Langkah Penelitian

Seperti yang telah diuraikan diatas penelitian ini menggunakan model penelitian pengembangan model Borg and Gall, terdapat 10 langkah yang telah disederhanakan menjadi 5 langkah dengan jalan menggabungkan beberapa siklus penelitian pengembangan.

Kelima langkah tersebut merupakan penyingkatan dari sepuluh langkah yaitu sebagai berikut:

1. Melakukan analisis produk yang akan dikembangkan meliputi penelitian dan pengumpulan informasi (needs assesment), studi penelitian berskala kecil dan persiapan laporan pada perkembangan terkini. Selanjutnya melakukan perencanaan, termasuk mendefinisikan keterampilan yang akan dipelajari, menyatakan dan mengurutkan tujuan dan mengidentifikasi aktivitas belajar.

2. Mengembangkan produk awal meliputi perangkat pembelajaran yang didesain mengikuti langkah-langkah model Learning Together pada pembelajaran IPS untuk kelas VIII.

(66)

57

materi dan pembelajaran diminta masukan relevansi atau ketepatan materi pembelajaran metode dan media pembelajaran yang digunakan.

4. Tahap uji coba awal/uji coba lapangan skala kecil dan revisi produk, pada tahap ini produk direvisi atau diperbaiki sesuai saran dan masukan dari ahli desain pembelajaran dan ahli materi pembelajaran,

5. Tahap uji lapangan, lapangan skala besar dan produk akhir langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah melakukan evaluasi formatif. Uji coba ini bertujuan untuk mengumpulkan data apakah produk yang dikembangkan efektif atau tidak.

Gambar 3.2 Langkah-langkah penelitian

3.6 Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah variabel tunggal (pengembangan), yaitu: Mengembangkan model pembelajaran Learning Together pada mata pelajaran IPS di kelas VIII SMP Negeri 2 Bukitkemuning Lampung Utara tahun pelajaran 2012-2013.

Analisis Kebutuhan

Validasi ahli atau reviu

ahli

Revisi produk Uji terbatas

Model jadi dan pelaporan

Perencanaan atau pengembangan

Gambar

Tabel 1.1  Hasil Belajar IPS Semester Genap Kelas VIII SMP N 2 Bukitkemuning  Tahun Pelajaran 2011/2012
Tabel 2.1 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Tabel 2.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Learning Together
Gambar 2.1. Desain Model Pembelajaran Learning Together
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Atasan banyak memberi kan ilmu Visi misi belum disampai kan Kurang lebih mendapat kan ilmu baru Visi misi belum pernah disampaik an Memberik an ilmu baru Memiliki visi misi namun

Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan dua model komunikasi word of mouth sebagai acuan dasar penelitian, Yaitu organic dan amplified word of

Dokumen pelaksanaan anggaran yang selanjutnya disebut sebagai Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) merupakan dokumen yang disusun oleh Pengguna

Kesimpulan hasil penelitian ini sebagian besar ibu balita berpengetahuan cukup dan sebagian besar status gizi balita dalam keadaan normal.Rekomendasi penelitian ini

BERTENTANGAN DGN PERATURAN YG LEBIH TINGGI &amp; KEPENTINGAN UMUM, BIAYA, WAKTU, PERSYARATAN &amp; PROSEDUR, PD SEMUA URUSAN YG MENJADI KEWENANGAN DAERAH. PENGURANGAN, KERINGANAN,

Pola pengembangan mutu pendidikan tersebut membawa pesantren pada dinamika kepastian pelayanan pendidikan yang bersifat kontinyu, sehingga pesantren setiap saat

Keterampilan adalah sebuah kompetensi yang berhubungan dengan tugas untuk tujuan visi misi kelompok atau organisasi Gibson et al dalam Setyowati (2013:44) Ada