• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Senam Osteoporosis terhadap Peningkatan Aktivitas Fisik Usia Lanjut di Puskesmas Glugur Kota Medan Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Senam Osteoporosis terhadap Peningkatan Aktivitas Fisik Usia Lanjut di Puskesmas Glugur Kota Medan Tahun 2013"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SENAM OSTEOPOROSIS TERHADAP PENINGKATAN AKTIVITAS FISIK USIA LANJUT DI PUSKESMAS

GLUGUR KOTA MEDAN TAHUN 2013

TESIS

Oleh

RELINA SINAGA 117032150/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE INFLUENCE OF OSTEOPOROSIS EXERCISE ON INCREASING PHYSICAL ACTIVIY IN THE ELDERLY AT PUSKESMAS

GLUGUR KOTA, THE CITY OF MEDAN IN 2013

THESIS

By

RELINA SINAGA 117032150/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

PENGARUH SENAM OSTEOPOROSIS TERHADAP PENINGKATAN AKTIVITAS FISIK USIA LANJUT DI PUSKESMAS

GLUGUR KOTA MEDAN TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

RELINA SINAGA 117032150/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : PENGARUH SENAM OSTEOPOROSIS TERHADAP PENINGKATAN AKTIVITAS FISIK USIA LANJUT DI PUSKESMAS GLUGUR KOTA MEDAN TAHUN 2013

Nama Mahasiswa : Relina Sinaga Nomor Induk Mahasiswa : 117032150

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. dr. Wissal Hasan, M.P.H Ketua

) (Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 8 Juli 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. dr. Wissal Hasan, MPH Anggota : 1. Drs. Alam Bakti Keloko, MKes

(6)

PERNYATAAN

PENGARUH SENAM OSTEOPOROSIS TERHADAP PENINGKATAN AKTIVITAS FISIK USIA LANJUT DI PUSKESMAS

GLUGUR KOTA MEDAN TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2013

(7)

ABSTRAK

Salah satu upaya menghambat kemunduran kemampuan lanjut usia akibat penuaan adalah dengan melakukan latihan fisik. Senam osteoporosis merupakan salah satu bentuk latihan fisik yang dapat meningkatkan aktifitas fisik lansia.

Penelitian ini bersifat eksperimen dengan rancangan two groups pre-test post test design bertujuan untuk menganalisis pengaruh senam osteoporosis satu kali seminggu dan senam osteoporosis dua kali seminggu terhadap peningkatan aktivitas fisik pada lanjut usia di Puskesmas Glugur Kota . Penelitian dilakukan terhadap 30 orang lansia sebagai sampel yang dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok lansia yang melakukan senam osteoporosis 1x seminggau dan 2x seminggu. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner dan observasi dan dianalisis secara statistik mengunakan uji paired t test dan independent t testpada α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan aktifitas fisik lansia sebelum dan setelah melalukan senam osteoporosis 1x seminggu serta ada perbedaan aktifitas fisik lansia sebelum dan setelah melalukan senam osteoporosis 2x seminggu. Ada perbedaan kualitas aktifitas fisik antara lansia yang mengikuti senam osteoporosis frekuensi sekali seminggu dan dua kali seminggu dengan rata-rata perbedaan sebesar 33,4 m.

Untuk mengatasi berbagai masalah penyakit degeneratif pada lansia perlu adanya semangat, kepedulian, komitmen dan aksi bersama untuk mengedepankan kesehatan lanjut usia, salah satu diantaranyna dengan senam osteoporosis.

(8)

ABSTRACT

One of the eforts to inhibit the slowdown of ability due to aging is by doing physical exercise. Osteoporosis exercise is one of the forms of physical exercise that can increase the physical activity of the elderly. The purpose of this experimental study with two groups pre-test post-test design was to analyze the influence of osteoporosis exercise done once and twice a week on increasing the physical activity of the elderly at Puskesmas Glugur Kota. The samples for this study were 30 elderlies divided into two groups; one doing osteoporosis exercise once a week and the other doing osteoporosis exercise twice a week. The data for this study were obtained through observation and questionnaire distribution. The data obtained were statisticallyt analyzed throughm paired t-test and independent t-test at α = 5%.

The result of this study showed that there was a difference between the physical activity of the elderly before and after doing osteoporosis exercise once a week and twice a week. The average difference between the quality of physical activity of the elderly doing osteoporosis exercise once a week and those doing it twice a week was 33.4 m.

For overcome the problem of degenerative diseases of the elderly needs to be passion, concern, commitment and joint action to promote elderly health care, one of them with osteoporosis exercises.

(9)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Pengaruh Senam Osteoporosis terhadap Peningkatan Aktivitas Fisik Usia Lanjut di Puskesmas Glugur Kota Medan Tahun 2013”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat

Studi Promosi Kesehatan dan Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), Rektor

Universitas Sumatera Utara, yaitu

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

(10)

4. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Drs. Alam

Bakti Keloko, M.Kes selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh

perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu

untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

5. dr. Surya Dharma, M.P.H dan Drs. Tukiman, M.K.M, selaku penguji tesis yang

dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan

meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga

penulisan tesis selesai.

6. Kepala Puskesmas Glugur Kota Medan beserta jajarannya yang telah berkenan

memberikan izin untuk melakukan penelitian dan sehingga tesis ini selesai.

7. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

8. Teristimewa buat anak-anakku tersayang Kel. Paulus Butarbutar, Kel. Daniel

Butarbutar, Kel. Maria br Butarbutar dan cucu-cucu Sarah, Vinsent dan Ruth

yang selalu memberi doa, kasih sayang dan motivasi kepada penulis.

9. Saudara-saudariku tercinta, Kel. Op. Pasogit Sinaga, Kel. Op. Samuel br Sinaga,

Kel.Op Dewo Sinaga yang telah memberikan kasih sayang, pertolongan dan doa

selama ini.

10. Anak -anak yang selalu bersama penulis Siska, Tabitha, Eri khususnya Marudin

(11)

11. Rekan – rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Angkatan 2011 Minat Studi Promosi Kesehatan dan Perilaku.

12. Semua jajaran Pimpinan dan Staf Poltekes Dr Rusdi Medan istimewa

anak-anakku di Prodi DIII Fisioterapi, Risma, Donal,Jhon Roby.

13. Sahabat-sahabat Penulis khususnya Netty dan Rinta

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang

membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan,

semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan

pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Juli 2013 Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

Relina Sinaga , lahir pada tanggal 20 Oktober 1953 di Nainggolan, anak dari

pasangan Ayahanda Almarhum L. Sinaga dan ibunda Almarhumah Y. Pakpahan.

Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar Negeri Nainggolan

tamat Tahun 1965, Sekolah Menengah Pertama SMP Negeri Nainggo lan tamat

Tahun 1969, SMAN 3 Medan tamat Tahun 1972, Akademi Fisioterapi tamat Tahun

1976, STKIP Riama Medan tamat Tahun 1995, Program D IV Fisioterapi Poltekes Dr

Rusdi Medan tamat Tahun 2011.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2011 dan menyelesaikan

pendidikan tahun 2013.

Pada tahun 1976 sampai tahun 1979 penulis bekerja di RS HKBP Balige,

tahun 1979 sampai tahun 1995 penulis bekerja di RS. Dr Pirngadi Medan, tahun 1995

sampai pensiun tahun 2009 penulis bekerja di RS H. Adam Malik Medan, tahun 1987

sampai sekarang penulis bekerja sebagai dosen tetap di Poltekes Dr. Rusdi Medan,

tahun 2009 sampai sekarang penulis sebagai Kaprodi DIII Fisioterapi Poltekes DR

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Permasalahan ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Hipotesis ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Hakekat Senam Osteoporosis ... 10

2.2 Hakekat Osteoporosis ... 12

2.3 Penyebab Osteoporosis... 18

2.4 Standard Baku Pemeriksaan Osteoporosis yang Diukur dengan Densitometri ... 20

2.5 Pencegahan Osteoporosis ... 21

2.6 Hakekat Aktivitas Fisik ... 23

2.7 Hubungan Senam Osteoporosis dan Aktivitas Fisik ... 25

2.8 Hakekat Lanjut Usia ... 26

2.9 Metode Uji Berjalan ... 40

2.10 Landasan Teori... 43

2.11 Kerangka Konsep ... 46

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 47

3.1 Rancangan Penelitian ... 47

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 48

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 49

3.4 Variabel Penelitian ... 50

3.5 Defenisi Operasional ... 50

3.6 Alur Penelitian ... 50

(14)

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 56

4.1 Gambaran Umum Puskesmas Glugur Kota ... 56

4.2 Karakteristik Responden ... 58

4.3 Gambaran Kondisi Umum Responden ... 59

4.4 Pelaksanaan Senam Osteoporosis ... 68

4.5 Kualitas Aktifitas Fisik ... 71

BAB 5. PEMBAHASAN ... 76

5.1 Pengaruh Senam Osteoporosis IX Seminggu ... 76

5.2 Pengaruh Senam Osteoporosis 2X Seminggu ... 82

5.3 Pengaruh Senam Osteoporosis terhadap Peningkatan Aktifitas Fisik Lansia ... 84

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

6.1 Kesimpulan ... 90

6.2 Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 95

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1 Distribusi Reponden Menurut Usia di Puskesmas Glugur Kota Tahun 2013 ... 58

4.2 Distribusi Reponden Menurut Jenis Kelamin di Puskesmas Glugur Kota Tahun 2013... 59

4.3 Distribusi Reponden Menurut IMT di Puskesmas Glugur Kota Tahun 2013 ... 60

4.4 Distribusi Reponden Menurut IMT di Puskesmas Glugur Kota Tahun 2013 ... 62

4.5 Distribusi Reponden Menurut Tekanan Darah yang Mengikut i Senam Osteoporosis 1X Seminggu di Puskesmas Glugur Kota Tahun 2013 ... 63

4.6 Distribusi Reponden Menurut Denyut Nadi yang Mengikuti Senam Osteoporosis 1X Seminggu di Puskesmas Glugur Kota

Tahun 2013 ... 64

4.7 Distribusi Reponden Menurut Tekanan Darah yang Mengikuti Senam Osteoporosis 2X Seminggu di Puskesmas Glugur Kota Tahun 2013 ... 65

4.8 Distribusi Reponden Menurut Denyut Nadi yang Mengikuti Senam Osteoporosis 2X Seminggu di Puskesmas Glugur Kota Tahun 2013 ... 66

4.9 Hasil Pengukuran Aktivitas Fisik Sebelum dan Sesudah Latihan Senam Osteoporosis dengan Frekuensi Sekali Seminggu di Puskesmas Glugur Kota Tahun 2013 ... 72

4.10 Hasil Pengukuran Aktivitas Fisik Sebelum dan Sesudah Senam Osteoporosis dengan Frekuensi Dua Kali Seminggu di Puskesmas

Glugur Kota Tahun 2013... 73

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Proses Terjadinya Osteoporosis ... 20

2.2 Usia Harapan Hidup Penduduk Indonesia ... 28

2.3 Proses Penuaan dan Faktor yang Memengaruhinya ... 30

2.4 Landasan Teori ... 43

2.5 Kerangka Konsep Penelitian ... 46

4.1 Penimbangan Berat Badan Responden ... 60

4.2 Pengukuran Tinggi Badan Responden ... 61

4.3 Latihan Berjalan dilakukan Lansia pada Kelompok Senam Osteoporosis 1x Seminggu ... 68

4.4 Senam Osteoporosis 1x Seminnggu pada Lansia ... 69

4.5 Latihan Berjalan dilakukan Lansia pada Kelompok Senam Osteoporosis 2x Seminggu ... 70

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Surat Persetujuan Pelaksanaan Penelitian ... 100

2. Surat Pernyataan Mengikuti Penelitian... 101

3. Uji Normalitas Data ... 103

(18)

ABSTRAK

Salah satu upaya menghambat kemunduran kemampuan lanjut usia akibat penuaan adalah dengan melakukan latihan fisik. Senam osteoporosis merupakan salah satu bentuk latihan fisik yang dapat meningkatkan aktifitas fisik lansia.

Penelitian ini bersifat eksperimen dengan rancangan two groups pre-test post test design bertujuan untuk menganalisis pengaruh senam osteoporosis satu kali seminggu dan senam osteoporosis dua kali seminggu terhadap peningkatan aktivitas fisik pada lanjut usia di Puskesmas Glugur Kota . Penelitian dilakukan terhadap 30 orang lansia sebagai sampel yang dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok lansia yang melakukan senam osteoporosis 1x seminggau dan 2x seminggu. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner dan observasi dan dianalisis secara statistik mengunakan uji paired t test dan independent t testpada α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan aktifitas fisik lansia sebelum dan setelah melalukan senam osteoporosis 1x seminggu serta ada perbedaan aktifitas fisik lansia sebelum dan setelah melalukan senam osteoporosis 2x seminggu. Ada perbedaan kualitas aktifitas fisik antara lansia yang mengikuti senam osteoporosis frekuensi sekali seminggu dan dua kali seminggu dengan rata-rata perbedaan sebesar 33,4 m.

Untuk mengatasi berbagai masalah penyakit degeneratif pada lansia perlu adanya semangat, kepedulian, komitmen dan aksi bersama untuk mengedepankan kesehatan lanjut usia, salah satu diantaranyna dengan senam osteoporosis.

(19)

ABSTRACT

One of the eforts to inhibit the slowdown of ability due to aging is by doing physical exercise. Osteoporosis exercise is one of the forms of physical exercise that can increase the physical activity of the elderly. The purpose of this experimental study with two groups pre-test post-test design was to analyze the influence of osteoporosis exercise done once and twice a week on increasing the physical activity of the elderly at Puskesmas Glugur Kota. The samples for this study were 30 elderlies divided into two groups; one doing osteoporosis exercise once a week and the other doing osteoporosis exercise twice a week. The data for this study were obtained through observation and questionnaire distribution. The data obtained were statisticallyt analyzed throughm paired t-test and independent t-test at α = 5%.

The result of this study showed that there was a difference between the physical activity of the elderly before and after doing osteoporosis exercise once a week and twice a week. The average difference between the quality of physical activity of the elderly doing osteoporosis exercise once a week and those doing it twice a week was 33.4 m.

For overcome the problem of degenerative diseases of the elderly needs to be passion, concern, commitment and joint action to promote elderly health care, one of them with osteoporosis exercises.

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat dianjurkan untuk melakukan upaya promotif dan preventif,

dengan mengadopsi gaya hidup sehat dengan cerdik, yaitu cek kesehatan secara

berkala, enyahkan asap rokok, rajin senam osteoporosis, diet sehat dan seimbang,

istirahat cukup, dan mengelola stres .

Senam osteoporosis adalah kombinasi dari beberapa jenis latihan yaitu

latihan yang berbentuk gerakan aerobik, latihan kekuatan otot yang menggunakan

beban di kedua tangan, latihan keseimbangan dan latihan kelenturan. Aktivitas

fisik merupakan gerakan yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan atau

membutuhkan pengeluaran energi di atas kebutuhan energi saat istirahat (Public

Health, 1985). World Health Organitation (WHO, 2005) menjelaskan lebih lanjut

bahwa aktivitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan

pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan fisik dan mental serta

mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat bugar sepanjang hari (Depkes RI,

2006). Ungkapan tersebut menggambarkan bahwa aktivitas fisik bukan merupakan

rutinitas sehari-hari, tetapi kegiatan yang mengeluarkan energi diatas rata-rata saat

istirahat sehingga dapat meningkatkan kemampuan fisik.

Usia bertambah dan tingkat kesegaran jasmani akan menurun. Penurunan

(21)

akan turun antara 30-50% (Kusmana, 1992). Oleh karena itu, bila para lanjut usia

ingin berolahraga atau meningkatkan kebugaran fisiknya harus memilih jenis

kegiatan olahraga yang sesuai dengan umurnya yang kemungkinan sudah mengidap

suatu penyakit seperti aterosklerosis, arthritis dan osteoporosis atau penyakit

degeneratif lainya. Pemberian senam osteoporosis pada lanjut usia dimulai dengan

intensitas dan waktu yang ringan kemudian meningkat secara perlahan-lahan serta

tidak bersifat kompetitif/bertanding. Senam osteoporosis bagi lanjut usia mempunyai

manfaat besar karena dapat meningkatkan kemampuan aerobik yaitu akan

meningkatkan aliran darah dan volume pasokan darah yang membawa oksigen ke

organ-organ tubuh terutama ke organ otak. Hal ini didukung oleh penelitian selama

10 tahun pada pria lanjut usia berdasarkan data dari Finlandia, Italia dan Belanda oleh

tentang hubungan aktifitas fisik dengan penurunan kognitif ( B.M.Van Gelder, 2004).

Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa penurunan frekuensi, intensitas dan durasi

aktifitas akan mempercepat proses penurunan fungsi kognitif.

Penelitian lain yang dilakukan di Amerika Serikat tentang kaitan latihan fisik

terhadap fungsi kognitif pada kelompok usia beresiko (70-89 tahun) yang dilakukan

selama 1 tahun menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai kognitif yang

berasosiasi dengan peningkatan fungsi fisik (Williamson, et, al, 2008). Oleh

karenanya menyiapkan petugas kesehatan dan masyarakat untuk memenuhi

kebutuhan kelompok lansia seperti: pelatihan perawatan lansia; mencegah dan

(22)

pengaturan-perawatan jangka panjang dan paliatif yang berkelanjutan bagi lansia dan

mengembangkan pelayanan ramah -lansia menjadi sangat penting.

Salah satu upaya menghambat kemunduran kemampuan lanjut usia akibat

penuaan dengan melakukan latihan fisik. Seseorang bukannya tidak dapat bergerak

karena tua, tetapi karena tua tidak mau bergerak. Latihan yang dapat meningkatkan

kebugaran fisik yang juga berdampak pada peningkatan potensi kerja otak dapat

dilakukan dalam bentuk senam osteoporosis yaitu kegiatan yang merangsang

kekuatan otot, tulang dan yang biasanya ditambah beberapa bentuk

permainan-permainan untuk meningkatkan koordinasi, keseimbangan dan kelenturan (Tilarso,

1988).

Aktifitas fungsional atau kemampuan fungsional diidentifikasi merupakan

salah satu faktor yang diduga ada hubungan dengan fungsi kognitif. Beberapa studi

melaporkan bahwa usia lanjut yang mengalami kesulitan melakukan pergerakan fisik

atau tidak aktif akan terjadi perbedaan dalam jumlah skor fungsi kognitifnya (Yaffe

et al., 2001). Penurunan kemampuan yang dialami lanjut usia pada akhirnya

membuat lanjut usia menjadi berketergantungan. Ketergantungan pada lanjut usia

dikelompokkan dalam 3 tingkatan yaitu, ketergantungan diri sendiri, ketergantungan

domestik, ketergantungan sosial dan financial (Scheuder, 2004). Ketergantungan ini

didapatkan dari kemunduran kemampuan fungsional baik mobiltas dan perawatan

diri. Gangguan fungsi kognitif dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Namun,

kebanyakan proses lanjut usia ini masih dalam batas-batas normal berkat proses

(23)

untuk tetap berkembang karena stimulasi. Sebab itu, agar tidak cepat mundur proses

plastisitas ini harus terus di pertahankan. Stimulasi untuk meningkatkan kemampuan

perlu diberikan dengan porsi yang memadai, berupa latihan atau permainan yang

prosedurnya membutuhkan konsentrasi atau atensi, orientasi (tempat, waktu dan

situasi) dan memori (Kusumoputro, 2003).

Kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup dan majunya pengetahuan

serta teknologi terutama ilmu kesehatan, promosi kesehatan, pencegahan penyakit

dan pelayanan kesehatan mengakibatkan meningkatnya umur harapan hidup (life

expectancy). Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak

secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan

akhirnya menjadi tua dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat

diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mencapai usia tahap

perkembangan kronoligis tertentu (Azizah, 2011). Proses menua biologis adalah

terkait waktu yang berkesinambungan dan pada umumnya mencerminkan umur

kronologis namun sangat bervariasi dan bersifat individual, dengan perubahan yang

dapat berlangsung mulus sehingga tidak menimbulkan ketidakmampuan atau dapat

terjadi sangat nyata dan berakibat ketidakmampuan total (Aswin, 2003). Akibatnya

jumlah penduduk lanjut usia akan bertambah dan kecenderungan akan meningkat

dengan cepat. Peningkatan jumlah penduduk pada lanjut usia akan membawa dampak

terhadap berbagai aspek kehidupan, baik individu lansia itu sendiri, keluarga,

masyarakat maupun pemerintah. Apa artinya umur yang panjang apabila penuh

(24)

juga menjadi ‘how to add live’s to years’. Implikasi ekonomis yang terpenting dari

peningkatan jumlah penduduk lanjut usia adalah peningkatan rasio ketergantungan

usia lanjut (old age ratio dependency (Notosoedirdjo, 2005). Ketergantungan lanjut

usia disebabkan karena kemundurun fisik, psikis dan sosial yang digambarkan

melalui tiga tahap yaitu, kelemahan (impairment), keterbatasan fungsional (functional

limitation), ketidakmampuan (disability), dan keterhambatan (handicap) yang akan

dialami bersamaan dengan proses kemunduran akibat proses menua (aging process)

(Azizah, 2011).

Pada tahun 1995 usia harapan hidup bangsa Indonesia 64 tahun, tahun 2000

meningkat menjadi 68 tahun dan diperkirakan akan meningkat lagi di tahun-tahun

mendatang sehingga menyebabkan proporsi penduduk lanjut usia bertambah.

Penduduk lanjut usia menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 13 tahun

1998 pasal I tentang kesejahteraan lanjut usia adalah penduduk yang telah mencapai

60 (usia enam puluh) tahun ke atas (Menkokesra 2010).

Lanjut usia (lansia) adalah kelompok penduduk yang berumur 60 tahun atau lebih. Saat

ini di seluruh dunia jumlah lanjut usia di perkirakan mencapai 500 juta dan di

perkirakanpada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Jumlah penduduk usia lanjut di

Indonesia pada tahun 1990 : 11,3 juta jiwa (6,4%) meningkat menjadi 15,3 juta

(7,4%) pada tahun 2000, pada tahun 2010 diperkirakan akan sama dengan jumlah

anak balita yaitu sekitar 24 juta jiwa atau 9,77% dari seluruh jumlah penduduk. Pada

tahun 2020 diperkirakan jumlah lansia akan meningkat menjadi 28,8 juta atau

(25)

Diperkirakan proporsi penduduk lanjut usia (lansia) yang berusia 60 tahun ke atas

menjadi dua kali lipat dari 11% di tahun 2006 menjadi 22% pada tahun 2050.

Populasi lansia di dunia yang pada tahun 2006 sekitar 650 juta, akan mencapai 2

miliar pada tahun 2050.

Peringatan Hari Kesehatan Sedunia, 7 April 2012 difokuskan pada bagaimana

kesehatan lansia yang baik dapat menambah usia dan memperpanjang kehidupan,

sehingga memungkinkan mereka tidak hanya hidup lebih lama, tetapi juga dapat

memperluas keterlibatannya secara aktif dalam semua kegiatan di masyarakat. Untuk pertama kalinya dalam sejarah manusia, pada saat itu

akan ada lebih banyak orang tua dari pada anak-anak usia 0-14 tahun di populasi

(Kemenkes 2012 ).

Hari Kesehatan Sedunia tahun 2012 dimaksudkan untuk menarik perhatian

dunia pada topik Penuaan dan Kesehatan, dampak dan tantangan kesehatan akibat

penambahan jumlah populasi lansia di masyarakat, dengan menjalin kerjasama

dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, organisasi kemasyarakatan, swasta

dan organisasi internasional, untuk mendapatkan komitmen dalam upaya penanganan

masalah penuaan dan kesehatan.

Kesepakatan memilih tema nasional pada hari kesehatan se dunia ke 64 adalah

menuju tua sehat, mandiri dan produktif berdasarkan adanya keinginan bersama

bahwa lansia harus tetap menjalankan gaya hidup sehat serta terlibat dan

berkontribusi dalam kehidupan sosial masyarakat. Kebutuhan pelayanan kesehatan,

lingkungan, dan fasilitas umum yang ramah lanjut usia harus menjadi agenda

(26)

Kebanyakan penduduk lansia mengalami kesulitan ekonomi dan pada

umumnya mereka masih bekerja sebagai buruh tani, pekerja sektor informal,

pengusaha kecil atau pekerja swasta mandiri. Untuk memenuhi kebutuhan hidup

mereka, sebagian besar penduduk lansia terpaksa harus terus bekerja walau dengan

upah yang rendah dan harus bersaing dengan mereka yang muda-muda yang baru

masuk ke pasar kerja. Karena program jaminan sosial masih terbatas, maka bantuan

dari anggota keluarga lain yang masih produktif akan terus diperlukan. Dari populasi

lansia yang tercatat sebanyak 16.522.311 jiwa, sekitar 3.092.910 (20 persen)

diantaranya adalah lansia terlantar (Depsos, 2006). Jumlah lansia terlantar yang

mendapat pelayanan kesejahteraan sosial pada tahun 2005 adalah sebanyak 15.920

orang, sedangkan pada tahun 2006 bantuan kesejahteraan sosial kepada lansia

meningkat menjadi 15.930 orang. Walaupun terjadi penurunan fungsi pada lanjut usia

secara fisiologis, hal yang perlu diperhatikan kepada para lanjut usia adalah Quality

of Life (kualitas hidup). Quality of Life adalah kemampuan seseorang dalam

menjalankan kehidupannya baik tingkat social, mental dan mencapai kesejahteraan

bukan hanya terhindar dari penyakit. Bagian yang tidak terlepas dari status kesehatan

yaitu status fungsional, dengan pengertian adalah kemampuan seseorang dalam

menjalankan aktifitasnya sehari-hari secara sehat. Konsep ini terintegrasi dalam tiga

domain utama, yaitu fungsi biologis, psikologis (kognitif dan afektif) serta sosial

(Saladin, 2007). Salah satu komponen psikologis dalam diri individu yaitu kognitif

yang meliputi perhatian, persepsi, berpikir, pengetahun dan daya ingat

(27)

Sudah banyak penelitian yang membahas tentang olahraga (senam ) maupun

aktifitas fisik, sehingga peneliti akan fokus menganalisa perbedaan pengaruh senam

osteoporosis sekali seminggu dan dua kali seminggu terhadap peningkatan aktifitas

fisik lanjut usia.

1.2 Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh senam

osteoporosis sekali seminggu dan senam osteoporosis dua kali terhadap peningkatan

aktivitas fisik pada lanjut usia di Puskesmas Glugur Kota Tahun 2013.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh senam osteoporosis

satu kali seminggu dan senam osteoporosis dua kali seminggu terhadap peningkatan

aktivitas fisik pada lanjut usia di Puskesmas Glugur Kota Tahun 2013.

1.4 Hipotesis

Ada pengaruh senam osteoporosis satu kali seminggu dan dua kali seminggu

terhadap peningkatan aktivitas fisik pada lanjut usia.

1.5 Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat kepada

(28)

1.5.1 Bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan, perlunya program

senam osteoporosis disetiap Puskesmas diperhatikan di lingkungan Kota

Medan.

1.5.2 Bagi professional Ilmu Kesehatan Masyarakat : sebagai pengembangan ilmu

kesehatan masyarakat, khususnya bidang Promosi Kesehatan yang

mendukung peningkatan aktivitas fisik lanjut usia.

1.5.3 Untuk bahan informasi bagi peneliti lain untuk menindak lanjuti hasil

(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hakekat Senam Osteoporosis 2.1.1 Defenisi Senam Osteoporosis

Senam osteoporosis yaitu kegiatan yang merangsang kekuatan otot, tulang

dan latihan yang biasanya ditambah beberapa bentuk permainan-permainan untuk

meningkatkan koordinasi, keseimbangan dan kelenturan (Tilarso, 1988). Senam

osteoporosis merupakan kombinasi beberapa jenis latihan yang bersifat aerobik

dengan benturan ringan, latihan kekuatan dengan menggunakan beban di kedua

tangan, latihan keseimbangan dan latihan pernafasan.

2.1.2 Manfaat Senam Osteoporosis

Gerakan aerobik pada senam osteoporosis yang berbeban berat badan akan

bermanfaat pada kepadatan tulang punggung, pinggang dan pinggul, dan bila latihan

tersebut dilakukan dengan duduk dikursi akan aman untuk sendi panggul dan sendi

lutut. Latihan kekuatan otot dengan menggunakan beban di kedua tangan

masing-masing beratnya 0,5 – 1 Kg akan bermanfaat mengurangi resiko patah tulang pada

pergelangan tangan. Latihan keseimbangan mencegah usia lanjut agar tidak mudah

jatuh latihan ini harus dilakukan dengan hati-hati benar dan perlahan-lahan. Latihan

pernafasan sangat baik dilakukan karena menghirup oksigen yang banyak ke dalam

otot-otot, pembuluh darah, kepala/otak, jantung dan paru-paru, yang akan menambah

(30)

energi, serta pengendalian stress. Ditegaskan bahwa melakukan senam osteoporpsis

juga dapat menjaga postur tubuh, menjaga kelenturan dan pergerakan otot,

meningkatkan kerja jantung dan paru-paru, menjaga keseimbangan tubuh, melatih

koordinasi anggota gerak. Aktivitas fisik merupakan gerakan fisik apapun yang

dihasilkan oleh otot dan rangka yang memerlukan atau membutuhkan

pengeluaran energi di atas kebutuhan energi saat istirahat, yang diukur dalam

jumlah kilo kalori (Public Health, 1985).

2.1.3 Hal-Hal yang tidak Dianjurkan dalam Senam Osteoporosis

2.1.3.1 Gerakan membungkuk. Misalnya Sit Up/meraih jari-jari kaki berdiri sambil

membungkuk ke depan dari pinggang dengan pinggang melengkung

2.1.3.2 Gerakan naik turun dingklik atau step aerobik

2.1.3.3 Gerakan memutar badan/twisting misalnya memutar ke kanan dan ke kiri

tidak boleh lebih dari sudut 90 derajat, tetapi boleh 30 derajat sampai 45

derajat

2.1.3.4 Gerakan terlalu lama berdiri

2.1.3.5 Gerakan yang terlalu cepat

2.1.3.6 Mengangkat beban dengan ayunan punggung

2.1.3.7 Duduk dengan punggung membungkuk

2.1.4 Frekuensi Senam Osteoporosis

Frekuensi latihan olahraga yaitu tiga kali seminggu, maksimal intensitas

50-70% VO2 maks dan frekuensi denyut nadi yaitu 110-120 (Sukarman, 1987). Untuk

(31)

bergantian sudah cukup untuk meningkatkan kesehatan (Jackson et.al, 1986). Jika

intensitas dan durasi latihan bertambah, frekuensi juga harus bertambah bila

penigkatan ingin diteruskan (Pollock, 1973). Pembahasan penelitian mendapati

bahwa perubahan kebugaran berkaitan langsung dengan frekuensi latihan, walaupun

dianggap tidak tergantung pada efek intensitas, durasi, lama program, dan tingkat

kebugaran awal (Wenger & Bell, 1986). Individu yang tidak terlatih pada kenyataan

membutuhkan waktu 48 jam untuk beradaptasi dan pulih dengan ransangan latihan

(Fleck & Kraemer, 1987).

2.2 Hakekat Osteoporosis

Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya masa tulang dan adanya kelainan mikroarsitektur jaringan tulang yang berakibat

meningkatnya kerapuhan tulang serta resiko terjadinya patah tulang.

World Health Organisation (WHO, 2005) dan consensus ahli mendefinisikan

osteoporosis menjadi penyakit yang ditandai dengan rendahnya massa tulang dan

memburuknya mikrostruktural jaringan tulang, yang menyebabakan kerapuhan tulang

sehingga meningkatkan risiko terjadinya fraktur. Dimana keadaan tersebut tidak

memberikan keluhan klinis, kecuali apabila telah terjadi fraktur (tief in the night).

Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik, dan fraktur osteoporosis dapat

terjadi pada setiap tempat. Meskipun fraktur yang berhubungan dengan kelainan ini

meliputi torak dan tulang belakang (lumbal), radius distal dan femur proksimal,

(32)

dengan osteoporosis disebabkan oleh kelainan ini.interaksi antara geometri tulang dan

dinamika terjatuh atau kacelakaan (trauma), keadaan lingkungan sekitar, juga

merupakan faktor penting yang menyebabkan fraktur. Ini semua dpat berdiri sendiri

atau berhubungan dengan rendahnya densitas tulang.

Dengan demikian, penyakit osteoporosis adalah berkuramgnya kepadatan tulang yang

progresif, sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah, tulang terdiri dari

kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Jika tubuh tidak mampu

mengatur kandungan mineral dalam tulang, mak tulang menjadi kurang padat dan

lebih rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis.

Meskipun kalsium diluar tulang kurang lebih 2% dari kalsium dalam tubuh,

perannya sangat vital, terutama untuk kegiatan enzim, hormone, saraf, otot, dan

pembekuan darah. Kalsium yang beredar dalam darah menjadi patokan keseimbangan

kalsium diseluruh tubuh. Keseimbangan dan kestabilan kadar kalsium darah terutama

ditentukan oleh hormone paratiroid. Kalau kadar kalsium dalam darah normal, maka

proses mineralisasi berlangsung seimbang.

Osteoporosis atau keropos tulang adalah penyakit kronik yang ditandai

dengan rendahnya massa tulang yang disertai mikro arsitektur tulang dan penurunan

kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang. Keadaan ini

berisiko tinggi, karena tulang menjadi rapuh dan mudah ratak, bahkan patah. Banyak

orang tidak menyadari jika osteoporosis merupakan pembunuh tersembunyi. Penyakit

(33)

diketahui ketika sudah parah. Contoh kasus seorang terpeleset ringan, tetapi

tulangnya patah dibagian lengan atau pinggang.

Jika kita bertanya pada sekumpulan wanita usia paro baya ( 40 – 50 tahun)

mengenai sejauh mana pemahaman mereka terhadap ancaman osteoporosis, ternyata

informasi yang kita dapat sangat beragam. Ada yang beranggapan kondisi tubuhnya

aman–aman saja karena selama ini tidak merasakan adanya keluhan, sehingga dia

tidak perlu berjaga-jaga secara berlebihan. Namun, sebagian ada juga yang sangat

sadar akan pentingnya perhatian terhadap kesehatan tulang pada usia tersebut.

Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang umum pada orang dewasa.

Penyakit ini menyebabakan tulang lebih mudah keropos dan lebih mudah patah

daripada tulang yang normal. Dibanding penyakit tulang lain seperti ostomalasia dan

rickets, osteoporosis berbeda. Ini disebabkan berkurangnya matriks organik bukan

kelainan klsifikasi tulang. Pendeteksian dini osteoporosis merupakan langkah yang

tepat untuk mencegah terjadinya fraktur (patah tulang).

2.2.1 Epidemologi Osteoporosis

Meningkatnya usia harapan hidup akan mempengaruhi angka kejadian

penderita osteoporosis dan bertambahnya jumlah orang lanjut usia (lansia) di

Indonesia menimbulkan kekhawatiran akan epidemi penyakit osteoporosis. Dua dari

lima orang Indonesia memiliki resiko terkena penyakit osteoporosis (Depkes, 2006).

Satu dari tiga perempuan dan satu dari lima laki-laki di Indonesia terserang

(34)

Jumlah penderita osteoporosis atau pengeroposan tulang di Indonesia semakin

mengkhawatirkan. Hal tersebut dapat dilihat dengan semakin tingginya tren kenaikan

angka insiden patah tulang paha atas akibat osteoporosis pada 2007-2010. Kenaikan

insiden patah tulang akibat osteoporosis terus meningkat sejak 2007-2010. Dari

sekitar 20 ribuan kasus pada 2007 meningkat menjadi sekitar 43 ribuan kasus pada

2010. Data tersebut juga diperkuat dengan data dari Sistem Informasi Rumah Sakit

(SIRS) tahun 2010, yang menyatakan angka insiden patah tulang paha atas tercatat

sekitar 200/100 ribu kasus pada wanita dan pria di atas usia 40 tahun diakibatkan

osteoporosis.

WHO mendata sekitar 200 juta orang menderita angka patah tulang pinggul

akibat osteoporosis di seluruh dunia. Pada tahun 2050, diperkirakan akan meningkat

dua kali lipat pada wanita dan tiga kali lipat pada pria.

Tahun ini merupakan tahun ke-10 peringatan Hari Osteoporosis Nasional

(HON), sejak diluncurkan tahun 2002 lalu. Tahun ini, HON 2012 bertema "Indonesia

Bergerak-Waspadai Patah Tulang Akibat Osteoporosis". Puncak Peringatan HON

2012 akan dilaksanakan pada 21 Oktober 2012, di Monas. Berbagai kegiatan akan

dilakukan seperti peluncuran logo 10 tahun Hari Osteoporosis Nasional, jalan kaki

10.000 langkah yang akan diikuti oleh lebih dari 15 ribu orang, pengenalan osteo

(35)

2.2.2 Faktor Resiko Osteoporosis

Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh hormon

estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun Pencegahan

lebih awal terhadap penyusutan tulang pada wanita sebelum menopause akan memperlambat

proses penyusutan tulang, seperti diketahui bahwa penyusutan tulang telah terjadi sejak usia 30-40

tahun, disinilah pentingnya pemeriksaan marker tulang (Nugroho, 2008). 2.2.2.1 Wanita

2.2.2.2 Usia

Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada

usia 75-85 tahun, wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam

mengalami kehilangan tulang trabekular karena proses penuaan, penyerapan kalsium

menurun dan fungsi hormon paratiroid meningkat ( Nugroho, 2008 ).

2.2.3

Jika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhati-hatilah.

Osteoporosis menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti

kesamaan perawakan dan bentuk tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga pasti

punya struktur genetik tulang yang sama (Nugroho, 2008).

Keturunan Penderita Osteoporosis

2.2.4

2.2.4.1

Gaya Hidup Kurang Baik

Konsumsi daging merah dan minuman bersoda, karena keduanya mengandung fosfor yang merangsang pembentukan horman parathyroid,

penyebab pelepasan kalsium dari dalam darah. Minuman berkafein seperti

(36)

2.2.4.2Malas Berolahraga. Wanita yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat

proses osteoblasnya (proses pembentukan massa tulang). Selain itu kepadatan

massa tulang akan berkurang. Semakin banyak gerak dan olahraga maka otot

akan memacu tulang untuk membentuk massa.

2.2.4.3

Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis. Perokok

sangat rentan terkena osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya

mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang, nikotin juga

membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang

sehingga susunan-susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses

pelapukan. Merokok

Disamping itu, rokok juga membuat penghisapnya bisa mengalami hipertensi,

penyakit jantung, dan tersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh. Kalau

darah sudah tersumbat, maka proses pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi,

nikotin jelas menyebabkan osteoporosis baik secara langsung tidak langsung.

Saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang memang tidak akan terasa

karena proses pembentuk tulang masih terus terjadi. Namun, saat melewati

umur 35 tahun, efek rokok pada tulang akan mulai terasa, karena proses

pembentukan tulang pada umur tersebut sudah berhenti.

2.2.4.1Kurang Kalsium, jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan

hormon yang akan mengambi l kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk

(37)

2.2.4.2Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada

penyakit asma dan alergi ternyata menyebabkan risiko penyakit osteoporosis.

Jika sering dikonsumsi dalam jumlah tinggi akan mengurangi massa tulang.

Sebab, kortikosteroid menghambat proses osteoblas. Selain itu, obat heparin

dan antikejang juga menyebabkan penyakit osteoporosis. Konsultasikan ke

dokter sebelum mengkonsumsi obat jenis ini agar dosisnya tepat dan tidak

merugikan tulang.

2.2.4.3Kurus dan mungil, Perawakan kurus dan mungil memiliki bobot tubuh

cenderung ringan misal kurang dari 57 kg, padahal tulang akan giat

membentuk sel asal ditekan oleh bobot yang berat. Karena posisi tulang

menyangga bobot maka tulang akan terangsang untuk membentuk massa pada

area tersebut, terutama pada derah pinggul dan panggul. Jika bobot tubuh

ringan maka massa tulang cenderung kurang terbentuk sempurna

(Lumbantobing, 2001).

2.3 Penyebab Osteoporosis

Terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang

membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya

gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai

muncul lebih cepat ataupun lebih lambat.Tidak semua wanita memiliki risiko yang

(38)

sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah

timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.

2.3.2

Merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia

dan ketidak seimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan

tulang yang baru.

Osteoporosis Senilis

Senilis

2.3.3

berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut.

Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering

menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis pada

postmenopausal (Suryati, 2006 ).

Osteoporosis Sekunder

Ini dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh

keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit osteoporosis bisa disebabkan

oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan

adrenal

2.3.4

) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan

hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok

bisa memperburuk keadaan osteoporosis.

Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini

terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon

yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari

rapuhnya tulang.

(39)

2.4 Standard Baku Pemeriksaan Osteoporosis yang Diukur dengan Densitometri

2.4.1 Normal: Massa tulang < 1

2.4.2 Masa tulang rendah: Massa tulang 1-2.5

2.4.3 Osteoporosis: Massa tulang >2.5

(40)

2.5 Pencegahan Osteoporosis 2.5.1 Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya terbaik, paling murah dan mudah.

2.5.1.1 Kalsium

Kalsium dibutuhkan untuk mineralisasi tulang, sehingga menjadi kuat.

Makanan yang cukup mengandung kalsium adalah sayuran hijau, jeruk, citrun, susu,

keju, yoghurt.

2.5.1.2 Latihan atau Aktivitas Fisik (Exercise Therappy)

Latihan fisik harus ada unsur pembebanan pada tubuh atau anggota gerak dan

penekanan pada tulang, seperti berjalan, jogging, aerobik, atau naik turun tangga.

Latihan yang sangat berlebihan sangat tidak dianjurkan karena dapat mengganggu

(41)

2.5.1.3 Terapi Latihahn atau Latihan yang Dianjurkan

Jalan dan berenang dianjurkan setiap hari 30 menit. Kalau sudah cukup

terlatih, latihan dapat ditingkatkan dengan jarak yang lebih jauh, tetapi waktu yang

sama serta bersepeda dengan mengikuti pedoman untuk tiap-tiap individu, termasuk

postur, beban, tingginya duduka n, tahanan dan kecepatannya.

2.5.1.4 Hindari Faktor-faktor sebagai berikut:

Menurunkan absorpsi kalsium, meningkatkan pengrusakan tulang, atau

mengganggu pembentukan tulang, seperti merokok, peminum alkohol, pemberian

obat seperti kortikosteroid maka suplemen kalsium harus ditambahkan.

2.5.2 Pencegahan Sekunder

2.5.2.1Konsumsi Kalsium. Penurunan masa tulang terjadi pada wanita menopause

yang asupan kalsiumnya kurang dari 400mg/hari.

2.5.2.2 Estrogen Repleacement Therapy (ERT) atau Terapi Sulih Hormon (TSH).

Semua wanita pada saat menopause mempunyao resiko osteoporosis,

karenanya dianjurkan pemakaian IRT pada mereka yang tak ada

kontraindiksi.

2.5.2.3Latihan. Latihan fisik bagi penderita osteoporosis, bersifat spesifik dan

individual, memperhatikan berat ringannya osteoporosis sehingga perlu

mendapat supervise dari tenaga medis/fisioterapi individu per individu.

2.5.2.4Intervensi fisioterapi secara spesifik berdasarkan kajian problematik.

2.5.2.5Kalsitonin. Bekerja menghambat pengeroposan tulang dan diindikasikan

(42)

2.5.2.6Vitamin D yang fungsi utamanya untuk membantu penyerapan kalsium

diusus.

2.5.3 PencegahanTersier

Setelah pasien mengalami fraktur osteoporosis, jangan dibiarkan berbaring

terlalu lama. Sejak awal perawatan disusun rencana pergerakan, mulai dari

pergerakan pasif sampai aktif dan berfungsi mandiri.

2.5.4 Edukasi Pasien

Pemahaman pasien dan keluarganya tentang hal osteoporosis diharapkan

menambahkan kepedulian mereka, dan selanjutnya berperilaku hidup sehat, sesuai

dengan pencegahan osteoporosis. Pemahaman tentang pencegahan osteoporosis

secara dini sehingga bahaya yang dapat menimbulkan gangguan terhadap aktifitas

gerak dan fungsi dapat diantisipasi.

2.6 Hakekat Aktivitas Fisik

Aktvitas fisik adalah pergerakkan anggota tubuh Aktivitas fisik

merupakan gerakan fisik apapun yang dihasilkan oleh otot dan rangka yang

memerlukan atau membutuhkan pengeluaran energi di atas kebutuhan energi saat

istirahat, yang diukur dalam jumlah kilo kalori (Public Health, 1985)

menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan

kesehatan fisik dan mental, serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap

sehat, bugar sepanjang hari. (Depkes. RI, 2006). Dari ungkapan tersebut maka

(43)

tetapi kegiatan dengan energi yang dikeluarkan di atas energi rata-rata saat

istirahat sehingga dapat meningkatkan kemampuannya.

Aktivitas fisik merupakan bagian terpenting dalam mempertahankan hidup,

sehingga lebih sehat dan bahagia. Hal ini dapat mengurangi stress serta

nyaman secara keseluruhan. Dijelaskan bahwa beberapa manfaat melakukan

aktivitas fisik secara teratur adalah :

2.6.1 Membantu dalam mengendalikan berat badan, sehingga memberikan

kemungkinan untuk mempertahankan gaya hidup yang lebih baik, tetap segar

dan waspada saat terjaga.

2.6.2 Aktivitas fisik membantu mengurangi resiko penyakit jantung dan gagal

jantung karena otot-otot jantung lebih kuat.

2.6.3 Aktivitas fisik mampu mengurangin resiko diabetes dan kondisi lain

yang terkait dengan aktivitas seperti kegemukan.

2.6.4 Aktivitas fisik membantu mengurangi resiko jenis kanker tertentu.

2.6.5 Aktivitas fisik mampu menguatkan tulang dan otot menjadi lebih lentur. Hal

ini mampu mnegurangi terjadinya cedera fisik dan membantu

meningkatkan perbaikan jaringan tertentu.

2.6.6 Ketika seseorang aktif secara fisik, maka dapat meningkatkan kesehatan

mental serta suasana hati lebih stabil.

2.6.7 Membantu meningkatkan kemampuan tubuh untuk melakukan kegiatan

sehari-hari dan bagi orang dewasa mampu memberikan kekuatan lebih

(44)

2.6.8 Secara keseluruhan aktivitas fisik membantu untuk lebih lama hidup

Dari penjelasan tersebut aktivitas fisik yang dimaksud adalah aktivitas

fisik yang dilakukan secara rutin dan teratur, sehingga menghasilkan perubahan

pada seseorang ke arah derajat keondisi fisik yang lebih baik. Manfaat aktivitas

fisik yang rutin dilakukan seperti olahraga kesehatan akan mampu

menghasilkan perubahan-perubahan pada aspek jasmani, rohani dan sosial. (WHO,

2009).

2.7 Hubungan Senam Osteoporosis dan Aktifitas Fisik

Senam aerobik adalah bentuk latihan atau gerakan yang dilakukan

berulang-ulang kali dan menggunakan kumpulan otot-otot besar sekurang-kurangnya 15 menit

dan membutuhkan oksigen sebagai sumber tenaga (Sadoso. 1996). Senam aerobik

yang pelaksanaannya mirip latihan aerobik berupa jalan, jogging dan lari dapat

merangsang kerja jantung dan paru serta peredaran darah. Peningkatan daya tahan

jantung paru (daya tahan cardiorespirasi) dapat dijadikan sebagai indikator tunggal

untuk menentukan tingkat kebugaran jasmani seseorang antara lain pengukuran VO2

Aktifitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan

pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik dan

mental, serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat, bugar sepanjang maks secara tidak langsung. Senam osteoporosis adalah gerakan aerobik dengan

benturan ringan (low impact) yang bertujuan untuk meningkatkan kepadatan tulang,

(45)

hari (Pusat Promosi Depkes. RI, 2006). Tingkat aktifitas fisik dalam populasi

diperkirakan tidak aktif secara fisik 30,5%, aktif tapi tidak teratur 28,5%, aktif secara

teratur tidak intensif 31,5%, aktif secara teratur, intensif 9,1%. Hidup aktif

membutuhkan aktifitas fisik yang teratur dan hanya 40% populasi yang mendapatkan

keuntungan fisik dan mental. Ketidak-aktifan fisik dapat membahayakan kesehatan

dengan demikian Senam Osteoporosis diyakini dapat meningkatkan aktifitas fisik

lanjut usia.

2.8 Hakekat Lanjut Usia 2.8.1 Defenisi Lansia

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut

usia pada bab I pasal 1 ayat 2, yang dimaksud lanjut usia adalah seseorang yang

mencapai usia 60 tahun keatas. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang

kesehatan pasal 19 ayat 1, Manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya

mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial, perubahan ini akan

memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatannya.

Pengertian lanjuta usia beragam tergantung kerangkan pandang individu. Orang tua

berusia 35 tahun dapat dianggap tua bagi anaknya dan tidak muda lagi. Orang sehat

berusia 65 tahun mungkin menganggap usia 75 tahun sebagai permulaan lanjut usia

(Brunner & Suddart, 2011). Menurut Pudjiastuti & Utomo (2003), lanjut usai bukan

suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjutan dari suatu proses kehidupan yang

(46)

beradaptasi dengan stres lingkungan. Menurut analisa dari 57 negara didunia

menemukana bahwa kriteria lanjut usia paling umum adalah gabungan antara usia

kronologis dengan perubahan dalam peran sosial, dan diikuti oleh perubahan status

fungsional seseorang (Glascock & Feinman 1981; Stanley & Beare, 2007).

2.8.2 Batasan Lanjut Usia

Batasaan usia ini sampai sekarang belum memiliki kepastian referensi, masih

banyak yang berpendapat mengenai hal ini, beberapa pendapat mengenai batasa usia

ini antara lain;

2.8.2.1 WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia

kronologis/biologis menjadi empat kelompok yaitu usia pertengahan (middle

age) antara usia 45 – 59 tahun, lanjut usia (elderly) berusia antara 60 – 74

tahun, lanjut usia tua (old) usia 75 – 90 tahun, dan usia sangat tua (very old)

diatas 90 tahun.

2.8.2.2 Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro, lanjut usia dikelompokkan

menjadi usia dewasa muda (elderly adulhood) 18 atau 25-29 tahun, usia

dewasa penuh (middle years) atau maturitas 25 – 60 tahun, lanjut usia

(geriatric age) lebih dari 65 tahun atau 70 tahun yang dibagi lagi dengan 70

– 75 tahun (young old), 75 – 80 tahun (old), lebih dari 80 tahun (very old).

2.8.2.3 Menurut UU No. 4 tahun1965 pasal 1 seseorang dapat dinyatakan sebagai

seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur

55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk

(47)

2.8.3 Usia Harapan Hidup Penduduk Indonesia

2.8.4 Proses Penuaan

Penuaan (= menjadi tua = aging) adalah proses menghilangnya secara

perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan

mempertahankan struktur dan furngsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan

terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantindes, 1994;

Darmojo, 2004)

Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara

alamiah. Menua bukanlah suatu penyakit melainkan proses berkurangnya daya tahan

tubuh dalam menghadapi stressor dari dalam maupun luar tubuh. Menuanya manusia

seperti ausnya suku cadang suatu mesin yang bekerjanya sangat kompleks yang

(48)

Proses menua setiap individu pada organ tubuh juga tidak sama cepatnya dan sangat

individual. Banyak faktor yang mempengaruhi penuaan seseorang seperti genetik

(keturunan), asupan gizi, kondisi mental, pola hidup, lingkungan, dan pekerjaan

sehari-hari (Darmojo & Martono, 2004).

2.8.4.1 Teori Proses Penuaan

Semua organ pada proses menua akan mengalami perubahan struktural dan

fisiologis, begitu pula organ otak. Dalam hal perubahan fisiologis sampai patologis

telah dikenal proses menua yang menggunakan istilah senescence, senility dan

demensia. Senencense menandakan perubahan penuaan normal dan senility

menandakan penuaan yang abnormal, tetapi batasnya masih tidak jelas. Senility juga

dipakai sebagai indikasi gangguan mental yang ringan pada usia lanjut yang

mengalami demensia (Ciummings, Benson, 1992).

Penuaan dapat terjadi secara fisiologis dan patologis. Perlu hati-hati dalam

mengidentifikasi penuaan. Bila seseorang mengalami penuaan fisiologis (fisiological

aging), diharapkan mereka tua dalam keadaan sehat (healthy aging). Penuaan ini

sesuai dengan kronologis usia (penuaan primer), dipengaruhi oleh faktor endogen,

perubahan dimulai dari sel-jaringan-organ-sistem pada tubuh. Bila penuaan banyak

dipengaruhi oleh faktor eksogen, yaitu lingkungan, sosial budaya, gaya hidup disebut

penuaan sekunder. Penuaan sekunder yaitu ketidakmampuan yang disebabkan oleh

trauma atau sakit kronis, mungkin pula terjadi perubahan degeneratif yang timbul

karena stress yang dialami oleh individu. Penuaan ini tidak sesuai dengan kronologis

(49)

sehingga dikenal dengan faktor resiko. Faktor resiko tersebut yang menyebabkan

[image:49.612.150.523.168.274.2]

terjadinya penuaan patologis (patological aging) (Pudjiastusi, utomo, 2003).

Gambar 2.3. Proses Penuaan dengan Faktor yang Memengaruhinya Sumber: Fisioterapi pada Lansia, Pudjiastuti dan Utomo, hal. 18 Cetakan I, 2003

Dalam proses penuaan beberapa teori menjelaskan hal tersebut. Teori penuaan

secara umum dapat dibedakan menjadi dua teori yaitu teori penuaan secara biologi

dan terori penuaan secara psikologi.

2.8.4.1.1 Teori Biologi

2.8.4.1.1.1Teori Selular

Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan

kebanyakan sel-sel tubuh di program untuk membelah 50 kali. Jika semua sel pada

lansia dilepas dari tubuh dan dibiarkan di laboratorium kemudian diobservasi jumlah

sel-sel yang akan membelah akan terlihat sedikit. Hal ini memberikan beberapa

pengertian terhadap proses penuaan biologis dan menunjukkan bahwa pembelahan sel

lebih lanjut mungkin terjadi untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan sesuai

(50)

2.8.4.1.1.2Teori “Genetik Clock”

Teori genetik adalah menua telah terprogram secara genetik untuk spesies

tertentu tiap spesies mempunyai didalam nuclei (inti sel) suatu jam genetik yang telah

diputar menurut replikasi tertentu (Suhana, 1994 ). Jam ini akan menghitung mitosis

dan menghentikan replikasi sel bila tidak berputar. Jadi menurut konsep ini bila jam

itu berhenti akan meninggal dunia meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan

atau penyakit (Azizah, 2011).

2.8.4.1.1.3Teori Sintesi Protein (kolagen dan elastin)

Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya. Proses

kehilangan elastisitas ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada

komponen protein dalam jaringan tersebut. Pada lanjut usia beberapa protein

(kolagen, kartilago dan elastin pada kulit) dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan

struktur yang berbeda dari protein yang lebih muda. Keadaan ini akan terlihat dari

perubahan permukaan kulit yang kehilangan elastisitasnya dan cenderung berkerut,

juga terjadi penurunan mobilitas dan kecepatan pada sistem muskuloskeletal (

Azizah, 2011).

2.8.4.1.1.4Sistim Imun

Kemampun sistem imun mengalami kemunduran padan lanjut usia.

Kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari limfatik dan khususnya sel darah

putih juga merupakan faktor yang berkontribusi dalam proses penuan. Mutasi yang

(51)

kemampuan sistem imun tubuh mengenali diri sendiri (Goldstein, 1989). Jika mutasi

somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini

dapat menyebabkan sistem imun tubuh mengganggap sel yang mengalami perubahan

tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya. Perubahan ini akan menyebabkan

peningkatan aoutoimun (Goldstein, 1989).

2.8.4.1.1.5Mutasi Somatic (teori error catastrophe)

Teori mutasi somatik dikatakan ada faktor-faktor lingkungan yang

menyebabakn terjadinya mutasi somatic, proses menua disebabkan oleh karena

kesalahan-kesalahan beruntun sepanjang kehidupan, setelah berlangsung dalam

waktu yang cukup lama, terjadi kesalahan dalam proses transkripsi maupun proses

translasi, kesalahan tersebut menyebabkan terbentuknya enzim yang salah dan akan

menyebabkan reaksi metabolisme yang salah sehingga mengurangi fungsional sel,

maka akan terjadi kesalahan yang makin banyak sehinnga terjadilah catastrop

(Suhana, 1994).

Salah satu hipotesis yang berhubungan dengan mutasi sel somatik adalah

hipotesis “Error Catastrophe”. Menurut teori tersebut menua diakibatkan oleh

menumpuknya berbagai macam kesalahan sepanjang kehidupan manusia. Akibat

kesalahan tersebut akan berakibat kesalahan metabolisme yang dapat mengakibatkan

kerusakan sel dan fungsi sel secara perlahan (Martono, 2000).

2.8.4.1.1.6Teori Metabolisme

Pengurangn intake kalori pada rodentia muda akan menghambat pertumbuhan

(52)

menurunnya salah satu atau beberapa proses metabolisme. Terjadi penurunan hormon

yang merangsang pruferasi sel misalnya insulin dan hormon pertumbuhan. Peristiwa

menua akibat metabolisme badan sendiri antara lain karena kalori yang berlebihan,

kurang aktifitas dan sebagainya (Darmojo & Martono, 2000).

2.8.4.1.1.7Teori Radikal Bebas

Teori radikal bebas dikatakan radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas,

dan didalam tubuh jika fagosit pecah, dan sebagai produk sampingan didalam rantai

pernapasan mitokondria. Radikal bebas bersifat merusak karena sangat reaktif

sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, asam lemak tak jenuh, seperti dalam

membrane sel dan gugus SH. Walaupun ada sistem penangkal namun sebagain

radikal bebas tetap lolos, bahkan makin lanjut usia makin banyak radikal bebas yang

terbentuk sehingga proses penuaan terus terjadi, kerusakan organela sel makin lama

makin banyak dan akhirnya sel mati. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat

regenerasi (Oen, 1993).

2.8.4.2 Teori Psikologis

2.8.4.2.1 Aktivitas atau Kegiatan (activity theory)

Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara keaktifannya

setelah menua. Sense of integrity yang dibangun dimasa muda akan tetap terpelihara

sampai tua. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usai yang sukses adalah mereka

yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial. Ukuran optimum (pola hidup)

(53)

sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia (Nugroho,

2008).

2.8.4.2.2 Kepribadian Lanjutan (continuty theory)

Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Identity

pada lanjut usia yang sudah mantap memudahkan dalam memelihara hubungan

dengan masyarakat, melibatkan diri dengan masalah di masyarakat, keluarga dan

hubungan interpersonal. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi

pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personallity yang

dimilikinya (Kontjoro, 2002).

2.8.4.2.3 Teori Pembebasan (disengagement theory)

Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran

individu dengan individu lainnya (Nugroho, 2000). Teori ini menyatakan bahwa

dengan bertambahnya usia, seseorang secara pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri

dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini

mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun baik secara kualitas maupun

kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda (triple loss).

2.8.5 Patofisiologi Lanjut Usia

Semakin bertambahnya umur manusia terjadi proses penuaan secara

degenratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak

hanya perubahan fisik tetapi juga perubahan kognitif, perasaan, sosial dan sexual.

2.8.5.1 Sistem Muskuloskeletal

(54)

Kolagen sebagai pendukung utama pada kulit, tendon, tulang, kartilago dan

jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur.

Perubahan pada kolagen merupakan penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia

sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan kemampuan untuk

meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan

berjalan serta hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari (Pudjiastuti & Utomo,

2003 Azizah, 2011;)

2.8.5.1.2 Kartilago;

Jaringan kartilago pada persendian lunak mengalami granulasi dan akhirnya

permukaan sendi menjadi rata, kemudian kemampuan kartilago utnuk regenerasi

berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya

kartilago pada persendian menjadi rentan terhadap gesekan. Perubahan tersebut

sering terjadi pada sendi besar penumpu berat badan. Akibat perubahan itu sendi

mengalami peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak dan terganggunya

aktifitas sehari-hari (Azizah, 2011; Pudjiastuti & Utomo, 2003).

2.8.5.1.3 Tulang

Berkurangnya kepadatan tulang setelah di observasi adalah bagian dari

penuaan fisiologis. Trabekula longitudinal menjadi tipis dan trabekula tranversal

terabsorbsi kembali. Dampak berkurangnya kepadatan akan mengakibatkan

osteoporosis lebih lanjut mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur (Azizah, 2011;

Pudjiastuti & Utomo, 2003).

(55)

Perubahan struktur otot pada penuaan sangat berfariasi, penurunan jumlah dan

ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak otot

mengakibatkan efek negatif. Dampak perubahan marfologis pada otot adalah

penurunan kekuatan, penurunan fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi dan

penurunan kemampuan fungsional otot (Azizah, 2011; Pudjiastuti & Utomo, 2003).

2.8.5.1.5 Sendi

Pada lanjut usia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan fasia

mengalami penurunan elastisitas. Ligament dan jaringan periarkular mengalami

penuruan daya lentur dan elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi dan kalsifikasi pada

kartilago dan kapdul sendi. Sendi kehilangan flesibilitasnya sehingga terjadi

penurunan luas dan gerak sendi. Kelainan tersebut dapat menimbulkan gangguan

berupa bengkak, nyeri, kekakuan sendi, gangguan jalan dan aktifitas sehari-hari

(Azizah, 2011; Pudjiastuti & Utomo, 2003).

2.8.5.1.6 Saraf

Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atrofi yang progresif

pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan

dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi

sensori dan respon motorik pada susunan saraf pusat dan penurunan reseptor

propriosetif, hal ini terjadi karena susunan saraf pusat pada lansia mengalami

perubahan morfologis dan biokimia, perubahan tersebut mengakibatkan penurunan

fungsi kognitif, koordinasi, keseimbangan, kekuatan otot, refleks, proprioseptif,

(56)

2.8.5.1.7 Sistem Kardiovaskular dan Respirasi

2.8.5.1.7.1 Sistem kardiovaskular

Massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertofi, dan kemampuan

perenganggan jantung berkurang karena perubahan pada jaringan ikat dan

penumpukan lipofusin. Katup jantung mengalami fibrosis dan kalsifikasi. SA node

dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat. Kemampuan arteri dalam

menjalankan fungsinya berkurang samapi 50%. Pembuluh darah kapiler mengalami

penuruan elastisitas dan permeabilitas. Terjadi perubahan fungsional berupa kenaikan

tahanan vaskular sehingga menyebabkan peningkatan tekanan sistole dan penurunan

perfusi jaringan. Penurunan sensitivitas berreseptor menyebabkan terjadinya

hipotensi postural. Curah jantung (cardiac output) menurun akibat penurunan denyut

jantung maksimal dan volume sekuncup. Respons vasokontriksi untuk mencegah

terjadinya pengumpalan darah (pooling of blood) menurun sehingga respons terhadap

hipoksia menjadi lambat. (Pudjiastuti & Utomo, 2003).

2.8.5.1.7.2 Sistem Respirasi;

Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru. Kapasitas total paru tetap

tetapi volume cadangan paru bertambah. Volume tidak bertambah untuk

mengkompensasi kenaikan ruang rugi paru. Udara yang mengalir ke paru berkurang.

Perubahan pada otot, kartilago dan sendi thoraks mengakibatkan pergerakan

(57)

berhubungan dengan perubahan otot diafragma. Apabila terjadi perubahan otot

diafragma, otot thoraks menjadi tidak seimbang dan menyebabkan terjadinya distorsi

dinding thoraks selama respirasi berlangsung. Kalsifikasi kartilago kosta

mengakibatkan penurunan mobilitas tulang rusuk sehingga ekspansi rongga dada dan

kapasitas ventilasi paru menurun. (Pudjiastuti & Utomo, 2003).

2.8.5.1.8 Sistem Indra

2.8.5.1.8.1 Sistem Penglihatan

Erat kaitannya dengan presbiopsi (old sigth). Lensa kehilangan elastisitas dan

kaku. Otot penyangga lensa lemah dan kehilangan tonus. Ketajaman penglihatan dan

akomodasi dari jarak jauh atau jarak d

Gambar

Gambar 2.3. Proses Penuaan dengan Faktor yang Memengaruhinya
Gambar 2.4  Landasan Teori
Gambar 2.5 Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 4.1. Penimbangan Berat Badan Responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

Also, if T and U are directly congruent triangles, then T and U have two pairs of corresponding angles of equal measures as you proceed around the triangles in the same

Menurut Kusriyanto (1991) seorang karyawan yang bekerja di lingkungan kerja fisik yang mendukung dia untuk bekerja secara optimal akan menghasilkan kinerja yang

Adapun maksud penyusunan Laporan Akhir ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Diploma III pada Jurusan Teknik Elektro Program

Hal tersebut karena semakin lebar jarak antar tanaman sela maka hasil pada masing- masing tanaman menjadi lebih tinggi sehingga menghasilkan nilai LER yang

In this article, the format, experience, and results of an inter- active robotics-based outreach activity that was designed to ignite the interests of K–12 students in STEM fields and

Pada saat pasang, lokasi penelitian akan lebih didominasi oleh air laut sehingga terlihat bahwa stasi un pengamatan yang dekat muara pun akan berkelompok dengan

Alquran adalah petunjuk bagi manusia, sekaligus pedoman hidup. Karena manusia hidup harus ada aturannya. Kalau tidak ada yang maha Mengatur, maka dunia ini

Kalaupun Andris menyatakan minyak tanah yang dihasilkan dari limbah sampah plastik memiliki hasil diatas minyak tanah yang dihasilkan dari fosil ribuan tahun dan dibawah