PENGARUH PELAYANAN PUSAT REHABILITASI ANAK
YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (YPAC) MEDAN
TERHADAP KETERAMPILAN PENYANDANG TUNA GRAHITA
Skripsi
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Universitas Sumatera Utara
Oleh
NURMALA DEWI LUBIS 060902041
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Nurmala Dewi Lubis 2010, judul “ PENGARUH PELAYANAN PUSAT REHABILITASI ANAK YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (YPAC) MEDAN TERHADAP KETERAMPILAN PENYANDANG TUNA GRAHITA”. Skripsi ini tersiri dari 6 bab, 73 halaman, 2 bagan, 13 tabel, 17 daftar pustaka dan sumber lain yang berasal dari internet serta lampiran kuesioner, daftar wawancara, daftar informan serta ditambah lampiran surat penelitian.
Penyadang tuna grahita atau cacat mental bukan merupakan kelompok atau golongan tersendiri yang mempunyai asal-usul lain dalam suatu bangsa. Seperti anak-anak yang tumbuh secara normal, anak-anak tuna grahita juga merupakan bagian dari suatu bangsa sekaligus sebagai generasi penerus perjuangan cita-cita bangsa. Karena itu mereka juga mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan anak-anak normal lainnya. Untuk itu diperlukan pelayanan khusus terhadap anak-anak tuna grahita. Pelayanan tersebut dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan penyandang tuna grahita agar mereka dapat mandiri dalam kehidupan sehari-hari.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pelayanan yang diberikan oleh Pusat Rehabilitasi Anak Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan berpengaruh positif dan signifikan terhadap keterampilan penyandang tuna grahita. Penelitian ini bertipekan eksplanasi dengan menggunakan metode deskriptif dan metode kuantitatif yaitu dengan analisis regresi linier sederhana, dengan menggunakan uji signifikan parsial (Uji T) dan koefisien diterminasi (R²). Data dalam penelitian ini diperoleh dari pembagian kuesioner dan wawancara.
Hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa koefisien regresi sederhana pada rxy
= 0,683. besarnnya koefisien regresi sederhana menunjukkan bahwa pelayanan mempunyai hubungan yang sangat kuat dan positif terhadap keterampilan tuna grahita. Hasil analisis regresi linier sederhana Y = = 8,083 + 0,752x. Hasil pengujian hipotesis diperoleh diperoleh thitung = 3,74. Dengan membandingkan harga thitung dengan harga ttabel pada taraf α= 0,05 ternyata thitung > ttabel yaitu 3,74 > 2,101 yang berarti hipotesis penelitian (Ho) ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara pelayanan yang diberikan YPAC dengan keterampilan tuna grahita. Artinya semakin baik pelayanan yang diberikan maka semakin meningkat keterampilan tuna grahita yang bersekolah di YPAC. Angka R square sebesar 0,466 artinya 46,6 % variabel devenden (keterampilan tuna grahita) dijelaskan oleh variabel Indevenden (Pelayanan), dan sisanya 53,4 % (100 % - 46,6 %) dijelaskan oleh variabel lain diluar variabel yang dijelaskan.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Syukur Alhamdullillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkath,
rahmat, nikmat dan hidayah-Nya sehingga penulis banyak memperoleh kemudahan dalam penyelesaian penulisan skripsi inni dan tidak lupa pula penulis sampaikan shalawat beriring salam pada junjungan dan suri tauladan sekalian alam Nabi Muhammad SAW
semoga kita mendapatkan syafa’atnya diyaumil akhir kelak. Amin Ya Robbal Alamin. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dengan judul “Pengaruh Pelayanan Pusat Rehabilitasi Anak Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan Terhadap Keterampilan Penyandang Tuna Grahita”. Selama penulis
kuliah hingga selesai penulisan skripsi ini penulis banyak memperoleh ilmu, pendidikan, bimbingan dan bantuan baik secara moriil dan materiil dari berbagai pihak. Oleh sebaa
itulah, pada kesempatan ini dengan ketulusan hati penulis mengucapkan ribuan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Matias Siagian, M.Si selaku ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Agus Suriadi S.Sos, M.Si selaku Dosen Wali dan Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan pengarahan kepada penulis selama
kuliah dan masukan yang sangat berharga bagi penulis dalam penulisan skripsi ini. 5. selaku dosen penguji I yang telah memberikan saran dan kritik pada penulisan skripsi
ini.
6. selaku dosen penguji II yang telah memberikan saran dan kritik pada penulisan skripsi ini.
7. Bapak dan Ibu Dosen serta staff departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Staff Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah banyak membantu dan membimbing penulis selama dalam masa perkuliahan.
8. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Zen Azwan Lubis dan Ibunda Syamsiah. Sembah sujud dari ananda dengan segala ketulusan hati dan rasa bakti serta hormat. Semoga
Allah SWT memberi balsan dengan sebaik-baik balasan untuk setiap butiran keringat dan untaian doa Ibunda dan Ayahanda yang selalu mengiringi nafas ananda. Semoga Allah SWT memberikan kebahagian dunia dan akhirat. Amiiiin.
9. Kakak-kakakku tersayang Juliani Lubis, Elfiana Lubis, Eni Yusnita Lubis, Juni Eriaty Lubis, abang iparku yang baik Ramadanur, Bakhtiar Nur dan Syariful Hidayat Sirait.
Keponakan-Keponakan tercinta Mutiara Vidazeya, Mu’ammar Habib Pasyadavi, Miftahul Shopia Rahman dan Adzra Dzakiyah Syamaznur. Semoga Allah selalu menyatukan hati-hati kita dalam mahabbah-Nya. Buat yang terkasih yang jauh dimata
10.Keluarga Besar Lubis dan Margolang, sepupu-sepupuku Alul Pedrosa, Dedi Badak, Reni Kareng, Jibek, Mela (cepat nyusul wisuda ya),kak Nana, Ori (maksih ya dah
bantuin buat bab V nya). Semoga Allah SWT selalu menjaga dan mengirinya setiap langkah- langkah kita. Amiiin.
11.Sahabat-sahabatku tercinta Kesos 06 Demol, Evi, Ayu, Ovi, Edo (duluan la aq wisuda
ya do), Baim with punk not cemennya, Nanta kebo, Arjun yang seneng ma Dewi-Dewi, Dikky, Rizal, Bg Alex, geng Robinson (Ade Ketua, Gugus Wakil ketua, Dhe
Bendahara, Moniq seketeris) Diah n Yepi.Geng Power Renger CS, Iren n Bg Samri, Lista, Fenny, Aulia, kak Eka boy, kak Mele Boy. Semua kawan-kawan yang g’ kesebut namanya, Kesos 07, 08 n 09. makasih atas warna yang diberi dikehidupan Q
yach. Semoga Allah SWT menjaga tali siratullahmi antara kita semua. Khusus buat kawan sekamarku Riza (makasih ya buk Laptopnya), Imay (Makasih yo)
12.Seluruh Pengurus YPAC Pak Ratno, Buk Nerry, Mbah Hardi, Kak Ria, Citra, Buk Ana, Buk Ade, dan semua guru-guru YPAC (salut buat dedikasi yang diberikan kepada anak-anak yang berkebutuhan khusus). Semoga Allah selalu memberikan
kesabaran dan balasan-Nya. Amiin.
Akhir kata, Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan
oleh berbagai pihat untuk penulis selama ini. Amiin.
Medan, Februari 2010
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI... i
DAFTAR TABEL ... ii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang Masalah ... 1
1.2.Perumusan Masalah ... 8
1.3.Tujuan Penulisan... 8
1.4.Manfaat Penelitian ... 9
1.5.Sistematika Penelitian ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1. Pengertian Cacat dan Tuna Grahita ... 11
2.2. Klasifikasi Tuna Grahita ... 15
2.3. Faktor-Faktor Penyebab Tuna Grahita ... 17
2.4. Tinjauan Tentang Pelayanan Kesejahteraan Sosial Tuna Grahita ... 18
2.5. Defenisi dan Ruang Lingkup Pelayanan Sosial ... 20
2.6. Fungsi Pelayanan Sosial ... 20
2.7. Metode Pelayanan Sosial... 23
2.8. Penelitian Terdahulu ... 25
2.9. Hipotesis ... 26
2.11. Defenisi Konsep ... 29
2.12. Defenisi Operasional ... 30
BAB III METODELOGI PENELITIAN ... 32
3.1. Tipe Penelitian ... 32
3.2. Lokasi Penelitian ... 32
3.3. Populasi dan Sampel ... 32
3.3.1. Populasi... 32
3.3.2. Sampel ... 33
3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 33
3.5. Teknik Analisis Data ... 34
3.5.1. Metode Analisis Deskriptif ... 34
3.5.2. Metode Analisis Kuantitatif ... 34
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 37
4.1.Lokasi Penelitian ... 37
4.2. Sejarah YPAC Medan ... 37
4.2.1. Sejarah YPAC Medan Secara Nasional... 37
4.2.2. Sejarah YPAC Medan secara Umum ... 39
4.3. Visi dan Misi YPAC Medan ... 40
4.4. Fasilitas dan Sarana YPAC Medan ... 41
4.5. Sistem Pengajaran YPAC Medan ... 43
4.6. Waktu Operasional ... 44
BAB V ANALISIS DATA ... 47
5.1.1. Deskriptif Identitas Responden ... 47
5.1.2. Deskriptif Variabel ... 52
5.1.3. Deskriptif Identitas Informan ... 61
5.1.4. Jawaban Kuesioner Informan... 64
5.2. Analisis Kuantitatif ... 68
5.3. Pengujian Hipotesis... 71
5.3.1. Uji Signifikan Parcial (Uji T)... 71
5.3.2. Koefisien Determinasi ... 72
BAB VI PENUTUP ... 73
6.1. Kesimpulan ... 73
6.2. Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 : Deskriptif Responden Berdasarkan Usia ... 47
Tabel 5.2 : Deskriptif Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 48
Tabel 5.3 : Deskriptif Responden Berdasarkan Agama ... 49
Tabel 5.4 : Deskriptif Responden Berdasarkan Suku ... 50
Tabel 5.5 : Deskriptif Responden Berdasarkan Tahun Masuk ... 51
Tabel 5.6 : Deskriptif Responden Berdasarkan Kelas ... 51
Tabel 5.7 : Distribusi Tanggapan Responden Terhadap Variabel X (Pelayanan) ... 53
Tabel 5.8 : Distribusi Tanggapan Responden Terhadap Variabel Y (Keterampilan) ... 57
Tabel 5.9 : Deskriptif Informan Berdasarkan Usia ... 61
Tabel 5.10 : Deskriptif Informan Berdasarkan Pekerjaan ... 62
Tabel 5.11 : Deskriptif Informan Berdasarkan Suku ... 63
Tabel 5.12 : Deskriptif Informan Berdasarkan Agama ... 63
DAFTAR BAGAN
ABSTRAK
Nurmala Dewi Lubis 2010, judul “ PENGARUH PELAYANAN PUSAT REHABILITASI ANAK YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (YPAC) MEDAN TERHADAP KETERAMPILAN PENYANDANG TUNA GRAHITA”. Skripsi ini tersiri dari 6 bab, 73 halaman, 2 bagan, 13 tabel, 17 daftar pustaka dan sumber lain yang berasal dari internet serta lampiran kuesioner, daftar wawancara, daftar informan serta ditambah lampiran surat penelitian.
Penyadang tuna grahita atau cacat mental bukan merupakan kelompok atau golongan tersendiri yang mempunyai asal-usul lain dalam suatu bangsa. Seperti anak-anak yang tumbuh secara normal, anak-anak tuna grahita juga merupakan bagian dari suatu bangsa sekaligus sebagai generasi penerus perjuangan cita-cita bangsa. Karena itu mereka juga mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan anak-anak normal lainnya. Untuk itu diperlukan pelayanan khusus terhadap anak-anak tuna grahita. Pelayanan tersebut dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan penyandang tuna grahita agar mereka dapat mandiri dalam kehidupan sehari-hari.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pelayanan yang diberikan oleh Pusat Rehabilitasi Anak Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan berpengaruh positif dan signifikan terhadap keterampilan penyandang tuna grahita. Penelitian ini bertipekan eksplanasi dengan menggunakan metode deskriptif dan metode kuantitatif yaitu dengan analisis regresi linier sederhana, dengan menggunakan uji signifikan parsial (Uji T) dan koefisien diterminasi (R²). Data dalam penelitian ini diperoleh dari pembagian kuesioner dan wawancara.
Hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa koefisien regresi sederhana pada rxy
= 0,683. besarnnya koefisien regresi sederhana menunjukkan bahwa pelayanan mempunyai hubungan yang sangat kuat dan positif terhadap keterampilan tuna grahita. Hasil analisis regresi linier sederhana Y = = 8,083 + 0,752x. Hasil pengujian hipotesis diperoleh diperoleh thitung = 3,74. Dengan membandingkan harga thitung dengan harga ttabel pada taraf α= 0,05 ternyata thitung > ttabel yaitu 3,74 > 2,101 yang berarti hipotesis penelitian (Ho) ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara pelayanan yang diberikan YPAC dengan keterampilan tuna grahita. Artinya semakin baik pelayanan yang diberikan maka semakin meningkat keterampilan tuna grahita yang bersekolah di YPAC. Angka R square sebesar 0,466 artinya 46,6 % variabel devenden (keterampilan tuna grahita) dijelaskan oleh variabel Indevenden (Pelayanan), dan sisanya 53,4 % (100 % - 46,6 %) dijelaskan oleh variabel lain diluar variabel yang dijelaskan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Manusia diciptakan di dunia mempunyai hak asasi manusia (HAM) yang sama. Demikian juga dalam hal memperoleh pendidikan, setiap warga negara berhak
memperoleh pendidikan yang sama, baik anak yang normal maupun anak yang abnormal (anak peyandang cacat). Tidak semua anak dilahirkan dalam keadaan sempurna, ternyata
ada sebagian kecil yang mengalami kelainan sehingga mengalami hambatan–hambatan baik dalam perkembangan fisik maupun dalam perkembangan mentalnya. Anak yang demikian diklasifikasikan sebagai anak luar biasa. Seperti anak yang lain, anak-anak luar
biasa juga merupakan bagian dari generasi yang harus memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Perlu diingat bahwa
anak cacat juga merupakan anak bangsa yang dapat tumbuh dan berkembang menjadi dewasa yang mempunyai percaya diri dan harga diri yang tinggi dalam memimpin dan mengabdikan dirinya untuk bangsa dan negara pada masa yang akan datang.
Penyandang cacat merupakan masalah kesejahteraan sosial yang bersifat patologis Hal ini dapat dibuktikan karena penyandang cacat tidak dapat memecahkan masalah dan
memenuhi kebutuhannya secara individu. Oleh sebab itu, maka diperlukan pelayanan khusus dalam penanganan masalah sosial yang dialami oleh penyandang cacat tersebut (Nurdin, 1989 : 5).
Masalah yang tampak sekali pada anak cacat yang berkaitan dengan pendidikannya. Untuk itu mereka memerlukan pelayanan dan perhatian khusus dari guru
dan orang tuanya. 2. Masalah di keluarga.
Keluarga merupakan lingkungan pertama ditemui anak termasuk anak cacat.
Apabila dalam satu keluarga ada seorang anak cacat maka masalah dalam keluarga akan muncul. Anak cacat biasanya diperlakukan berlebihan, sehingga segala keinginannya
selalu dipenuhi pekerjaannya selalu dibantu, atau ada juga keluarga yang memperlakukan sebaliknya, anak dibiarkan begitu saja berkeliaran atau dikurung karena merasa malu oleh keluarga lain atau tetangga.
3.Masalah di masyarakat.
Masyarakat adalah tempat dimana anak cacat berada. Seringkali terjadi
masyarakat kurang menerima anak cacat sehingga mereka menganggap anak ini aneh dan sering menjadi bahan tertawaan, bahkan dimanfaatkan dan dilecehkan. Meskipun ada yang perhatian terhadap mereka pada umumnya atas dasar kasihan.
4.Masalah pekerjaan.
Sebagian besar masyarakat dan perusahaan jarang yang mau menerima anak cacat
menjadi karyawannya, karena mereka menganggap anak ini kurang mampu untuk bekerja.
Dari permasalahan tersebut kita dapat menarik kesimpulan bahwa mereka pada
dasarnya mereka tidak ingin dikasihani, mereka hanya ingin dihargai, diakui haknya serta diberi kesempatan yang sama dengan teman-teman lainnya yang dianggap normal
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengasumsikan 10 persen dari penduduk suatu negara adalah penyandang cacat. Dengan jumlah penduduk sebanyak 200 juta lebih,
Indonesia paling tidak memiliki 20 juta penyandang cacat. Diperkirakan sekitar 50 persen dari penyandang cacat itu adalah tuna grahita (Suara Pembaruan : 2006).
Berdasarkan pusat data dan informasi (Pusdatin) Departemen Sosial RI, hingga
akhir tahun 2007 ada 2. 364. 000 orang penyandang cacat dari sekitar 224 juta jiwa penduduk di Indonesia (Andini : 2008).
Menurut Hatta Siregar dalam seminar kewirausahaan penyandang cacat, jumlah penyandang pada tahun 2008 berjumlah 49.798, terbesar di kabupaten atau kota di Sumatera Utara. Para penyandang cacat tersebut disebabkan karena cacat bawaan dan
cacat setelah lahir. Hal tersebut membuat para penyandang cacat tidak dapat beraktifitas secara normal. Akibatnya, para penyandang cacat tersebut menjadi permasalahan sosial,
seperti pengemis dan gelandangan.
Upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat adalah merupakan bagian dari pembangunan bidang kesejahteraan sosial sebagaimana yang telah
diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1998 tentang Upaya
Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, Konvensi Penyandang Cacat dan Peraturan-Peraturan terkait lainnya. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa penyandang cacat mempunyai hak dan kedudukan yang sama seperti warga Indonesia
lainnya. Hak-hak dimaksud antara lain adalah hak hidup dan berpartisipasi dalam pembangunan secara layak sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan dan hak
Berdasarkan Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengamanatkan bahwa setiap anak yang menyandang cacat fisik atau cacat mental
berhak memperoleh pendidikan khusus, pelayanan rehabilitasi, bantuan sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial. Namun pada kenyataannya dalam banyak hal para penyandang cacat, khususnya penyandang tuna grahita atau cacat mental, sering kali
mendapat perlakuan diskriminasi dan terabaikan dalam masyarakat dan lingkungan sosialnya serta kurang mendapat akses untuk memperoleh pendidikan, pelayanan
kesehatan, ketenagakerjaan dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya. Hal tersebut sangat memerlukan adanya dukungan dan kepedulian dari pihak orang tua dan keluarga untuk memberikan advokasi dalam kehidupan mereka karena orang tua merupakan peran
pertama dan utama didalam kehidupan keluarga.
Upaya perlindungan hukum bagi para penyandang tuna grahita belum memadai
dilihat dari fenomena realitasnya dewasa ini, dan dengan pertimbangan jumlah penyandang tuna grahita atau cacat mental akan terus meningkat pada masa yang akan datang. Masih diperlukan lagi sarana dan prasarana terutama berkaitan penyediaan
fasilitas sosial oleh pemerintah dan masyarakat yang benar-benar aksebilitas bagi kepentingan-kepentingan penyandang cacat dalam segala aspek kehidupan terutama
akses memperoleh pendidikan dan pekerjaan dalam rangka pengentasan fungsi sosialnya. Kecacatan mental tidak hanya akan menjadi masalah bagi penyandang cacat itu sendiri, namun merupakan permasalahan bagi orang tua dan lingkungan sosialnya. Akibatnya,
keberadaan penyandang tuna grahita di keluarga dan lingkungan sosial tersebut mengalami masalah serius. Kehadiran penyandang tuna grahita di satu keluarga dan
keluarga dan lingkungannya, serta perlakuan yang salah terhadap penyandang tuna grahita.
Mengingat dalam kehidupan sehari-hari penyandang tuna grahita mengalami hambatan dalam melaksanakan fungsi sosialnya, maka untuk mewujudkan kemandirian mental, lingkungan sosial dan orang tua atau keluarga mempunyai peranan yang sangat
penting. Oleh karenanya orang tua atau keluarga perlu memiliki pemahaman permasalahan sosial penyandang tuna grahita serta memiliki sikap dan prilaku yang
mendukung tercapainya kemandirian dan kesejahteraan sosial penyandang tuna grahita. Fakta telah membuktikan bahwa tidak sedikit para penyandang tuna grahita yang mampu berprestasi diberbagai bidang antara lain seni tari, bernyanyi dan main musik,
bahkan mereka mampu mempersembahkan mendali emas untuk negara dalam berbagai cabang olah raga seperti bulu tangkis, lomba lari dan atletik dalam even internasional.
Semua itu dapat tercapai berkat kesabaran, ketekunan dan keuletan baik dari pihak penyandang cacat, keluarga maupun pelatihnya. Berdasarkan hal tersebut bahwa penyandang tuna grahita sesungguhnya dapat berprestasi bila dilatih dan dididik serta di
bimbing dengan penuh kesabaran dan ketelatenan. Oleh sebab itu, diharapkan para orang tua dan keluarga yang mempunyai anak tuna grahita janganlah merasa sebagai anggota
masyarakat yang termarjinalkan dan menutup diri dari pergaulan. Begitu juga masyarakat diharapkan bersama-sama peduli dan memberikan perhatian yang serius terhadap permasalahan sosial yang dialami oleh para penyandang tunagrahita saat ini. Peran orang
tua dan keluarga yang mempunyai anak tuna grahita akan memiliki makna dan manfaat yang penting apabila ada komitmen bersama dengan sektor terkait baik dari pihak
dalam rangka memandirikannya, sehingga keberadaan mereka menjadi setara dengan anggota masyarakat lainnya (Depsos : 2003).
Dalam Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1998 tentang pelayanan sosial dari pemerintah dalam rangka mengentaskan kesejahteraan sosial para penyandang cacat telah difasilitasi di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1998 Tentang Upaya
Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat dipolakan melalui pelayanan “Rehabilitasi Medik, Rehabilitasi Pendidikan, Rehabilitasi Pelatihan dan Rehabilitasi
Sosial”.
Tujuan pemerintah melalui Depsos dalam penanganan masalah penyandang cacat adalah mengurangi hambatan dan pengembangan fisik dan mental sehingga dapat
menyakinkan fungsi sosial secara wajar dalam masyarakat sesuai dengan kemampuan, bakat, pendidikan, dan pengalaman mereka. Penyelenggaraan kegiatan pelayanan
terhadap penyandang cacat pada dasarnya memang selalu dikordinasi oleh lembaga penyelenggara.
Keberadaan suatu panti atau yayasan ditengah masyarakat tidak hanya penting
bagi penyandang cacat saja, malainkan juga bagi keluarganya dengan adanya program rehabilitasi yang tersedia dalam yayasan atau panti sosial, masyarakat akan dapat
mamanfaatkan segala fasilitas dan kemampuan pelayanan yang tidak dimilikinya, karena pada hakekatnya fungsi sebuah yayasan atau panti sosial bukan hanya didasarkan pada prinsip belas kasihan tetapi meningkatkan derajat penyandang cacat, maka keluarga akan
Semakin dini mendapatkan pendidikan dan pelayanan sosial lainnya maka semakin baik hasil yang diperoleh. Penyandang tuna grahita merupakan orang-orang
yang memiliki kemampuan yang harus dikembangkan dan itu dipengaruhi oleh keadaan lingkungan serta pelayanan yang diberikan oleh yayasan atau panti sosial dalam mengembangkan potensi yang dimiliki, sehingga kecacatan yang mereka miliki bukan
merupakan penghalang untuk maju dan berkembang.
Sekarang ini, bagi penyandang tuna grahita ditempatkan pada lembaga-lembaga
pendidikan sosial. Pusat Rehabitasi Anak Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan merupakan suatu lembaga pendidikan formal bagi penyandang tuna grahita. Dalam Yayasan ini diharapkan penyandang tuna grahita memperoleh pembinaan, pelayanan
sosial dan pengembangan keterampilan yang dapat meningkatkan keberfungsiaan sosial mereka, sehingga mereka merasa tidak ada diskriminasi dan dapat mengembangkan
keterampilan seperti orang normal dalam bidang yang diminati.
Perhatian yang diberikan yayasan ini kepada penyandang tuna grahita khususnya dalam pengembangan keterampilan yaitu dengan disediakannya kelas pravokasional yaitu
kelas yang khusus untuk keterampilan dan kekaryaan. Adapun keterampilan yang diberikan oleh yayasan seperti : salon, misalnya bagaimana merawat diri, bersisir dan
berdandan. Teknologi pengelolaan, misalnya membuat bunga, merangkai bunga dan memasak. Keterampilan kerajinan, misalnya memotong, melipat dan menggunting kertas, menjahit, dan mengayam. Teknologi budidaya, misalnya berkebun, menanam apotik
Program layanan rehabilitasi pravokasional yang diberikan oleh YPAC sudah ada sejak 15 tahun yang lalu. Dengan adanya pelayanan tersebut diharapkan para penyandang
tuna grahita tersebut dapat mandiri dalam pemecahan masalah dan pemenuhan kebutuhannya. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian di Yayasan tersebut dengan judul : ”Pengaruh Pelayanan Pusat Rehabilitasi
Anak Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan Terhadap Keterampilan Penyandang Tuna Grahita”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka masalah yang dirumuskan oleh
peneliti adalah : “Apakah pelayanan yang diberikan YPAC berpengaruh positif dan signifikan terhadap keterampilan penyandang tuna grahita?”.
1.3. Tujuan Penelitian
Penalitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pelayanan yang diberikan oleh
Pusat Rehabilitasi Anak Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan berpengaruh positif dan signifikan terhadap keterampilan penyandang tuna grahita.
Manfaat Penelitian
1. Sebagai informasi dan bahan pertimbangan bagi pengurus YPAC dalam mengetahui
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam pemberian pelayanan kepada penyandang tunagrahita untuk mengembangkan keterampilan yang diminati
dan dapat menjadi bahan bacaan atau referensi kepustakaan khususnya bagi pekerja sosial dalam penanganan keberfungsian sosial anak cacat.
3. Penelitian ini merupakan kesempatan yang baik bagi penulis untuk dapat menerapkan
ilmu yang telah diperoleh selama perkulihan dan memperluaskan wahana berfikir ilmiah dalam bidang ilmu kesejahteraan sosial.
1.5. Sistematika Penulisan
Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Pustaka
Bab ini menguraikan tentang teori yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi
operasional.
BAB III :Metodelogi Penelitian
Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data.
BAB IV :Deskripsi Lokasi Penelitian
Bab ini berisikan tentang sejarah berdirinya lembaga serta gambaran umum lokasi penelitian.
BAB V :Analisa Data
Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisanya.
BAB VI :Penutup
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Cacat dan Tuna Grahita
Cacat adalah suatu keadaan tidak lengkap, tidak normal. Tidak semua anak dapat menatap masa depan yang cerah. Ada beberapa anak yang kurang beruntung, dimana
pertumbuhan dan perkembangannya terhalang oleh karena cacat yang dimilikinya. Namun demikian tidak berarti bahwa kecacatan merupakan penghalang untuk
melaksanakan fungsi sosialnya di tengah-tengah masyarakat (Ridwan, 1988 : 105). Banyak istilah anak cacat yang disebutkan dengan istilah-istilah lain seperti : 1. Anak luar biasa
2. Anak tuna
3. Anak berkekurangan
4. Anak khusus
5. Anak berkelainan (Sapariadi, 1982 : 12).
Dalam Kamus Istilah Kesejahteraan Sosial yang dimaksud dengan tuna grahita
adalah keadaan perkembangan mental yang tidak sempurna yang menunjukkan kelainan-kelainan dalam kemampuan berfikir, daya cipta dan gejala-gejala jiwa menyimpang dari
keadaan normal (Suparlan, 1983 : 18).
Sumarnonugoho menyatakan bahwa tuna grahita adalah keadaan atau kondisi dimana intelektual seseorang berfungsi di bawah rata-rata dalam suatu tahap
Menurut Prof.Dr. Wardiman Djojonegoro yang dimaksud dengan tuna grahita adalah keterbelakangan mental yang terdiri dari kelainan mental dan kelainan prilaku.
Kelainan mental meliputi kelainan ringan dan kelainan sedang. Kelainan prilaku merupakan gangguan, hambatan atau kelainan tingkah laku sehingga kurang dapat menyesuainkan diri dengan lingkungan seperti keluarga, sekolah dan masyarakat
(Djojonegoro, 1995 : 163).
Berdasarkan pengertian di atas maka yang dimaksud dengan anak tuna grahita
adalah suatu keadaan dimana anak tidak mendapat perkembangan mental yang wajar, biasa dan normal sehingga sebagai akibatnya terdapat ketidakmampuan dalam bidang intelek, kemauan, rasa, penyesuaian sosial dan sebagainya.
Tuna grahita dapat dikenal berdasarkan ciri-ciri sebagai berikut : 1. Keterbatasan fungsi kecerdasan secara umum atau di bawah rata-rata.
2. Ketidak mampuan dalam perilaku adaptif.
3. Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil atau besar. 4. Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usianya.
5. Perkembangan bicara atau bahasa terlambat.
6.Tidak ada atau kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan kosong).
7. Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali). 8. Sering keluar ludah dari mulutnya atau ngiler (studentblog : 2009).
Anak tuna grahita atau cacat mental bukan merupakan kelompok atau golongan
tersendiri yang mempunyai asal-usul lain dalam suatu bangsa. Seperti anak-anak yang tumbuh secara normal, anak tuna grahita juga merupakan bagian dari suatu bangsa
mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan anak-anak normal lainnya. Untuk itu diperlukan pelayanan khusus terhadap anak-anak tuna grahita melalui berbagai usaha.
Pada hakekatnya kecacatan merupakan penderitaan jasmani dan rohani yang dapat mempengaruhi perkembangannya. Untuk itu perlu ditetapkan usaha-usaha penanggulangannya yang meliputi usaha-usaha preventif maupun kuratif ataupun melalui
usaha-usaha rehabilitasi. Dari sekian banyak usaha penanggulangan yang dapat dilakukan, yang paling penting adalah batin. Konsep ini perlu diperbuat agar mereka
dapat mengembangkan pribadinya sebagai anak-anak normal pada umumnya sehingga mereka tidak terpisah dari lingkungan masyarakat.
Usaha-usaha yang diperlukan untuk perkembangan penyandang tuna grahita yaitu
:
1. Pelaksanaan Program Pendidikan.
Usaha mewujudkan pendidikan anak tuna grahita merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Lahirnya suatu lembaga pendidikan bagi anak tuna grahita tentu saja dimaksudkan untuk membantu orang tua, pemerintah dan masyarakat dalam
membina dan melayani tuna grahita sehingga mereka dapat mengembangkan potensi, bakat dan pengetahuannya. Pendidikan terhadap anak cacat mental atau tuna grahita
memerlukan adanya program yang penanganannya dilakukan secara khusus, sejak dari proses awal sampai dengan tahap terminasi.
Usaha peningkatan kesejahteraan anak cacat ini tidak akan berhasil, bila tidak ada
partisipasi aktif dari orang tua si anak itu sendiri. Orang tua cenderung hiperproteksi pada anak cacat. Hal ini disebabkan anak cacat dianggap anak lemah, tidak berdaya yang
yang cenderung memanjakan, membuat anak menjadi tidak mandiri. Padahal dalam syarat proses pendidikan anak menurut Lipsitt diperlukan suatu faktor penguat
(reinforcement), yaitu pendidikan di luar orang tua berserta perangkat formalnya. Hal ini dimungkinkan untuk merekayasa proses pendidikan anak dalam memperoleh tujuannya (Aeni, 1997 : 136 – 138 ).
Dari uraian tersebut di atas, dapat dilihat bahwa bentuk pendidikan dan pengajaran bagi anak tuna grahita adalah dengan pendidikan luar biasa atau pendidikan
khusus. Pendidikan luar biasa atau pendidikan khusus ini sengaja direncanakan untuk anak-anak cacat khususnya untuk anak tuna grahita. Mereka dengan sengaja dipisahkan dari anak-anak normal, kemudian disatukan di antara mereka sesuai dengan taraf dan
jenis kecacatannya. 2. Sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana dalam suatu yayasan atau lembaga pendidikan pada hakekatnya sangat penting untuk mendukung berbagai kegiatan pelayanan terhadap anak didik. Terlebih lagi bila sarana dan prasarana yang tesedia justru dirasakan belum
memadai untuk mendukung berbagai kegiatan yayasan atau lembaga pendidikan itu sendiri guna mencapai tujuan.
3. Dana
Dalam mengelola yayasan diperlukan dana yang cukup memadai. 4. Sumber daya manusia
manajemen menjadi keluaran (output) berupa barang atau jasa dalam mencapai tujuan suatu organisasi (Tulus, 1995 : 2).
5. Belajar keterampilan
Belajar keterampilan adalah belajar dengan menggunakan gerakan motorik yakni yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot. Tujuannya adalah memperoleh
dan mnguasai keterampilan jasmaniah tertentu. Dalam belajar jenis ini latihan-latihan intensif dan teratur amat diperlukan. Termasuk belajar jenis ini misalnya belajar olah
raga, musik, menari, melukis, memperbaiki benda-benda elektronik, dan juga sebagian materi pelajaran agama (Syah, 1995 : 122).
2.2. Klasifikasi Tuna Grahita
Klasifikasi tuna grahita berdasarkan kemampuan pendidikan menurut Rumini
adalah sebagai berikut :
1. Anak lambat belajar (slow learnes) dengan I.Q. 70/75 – 95 Ciri-ciri khas anak yang tergolong lambat belajar :
a. Lambat dalam hal membaca. b. Kesulitan dalam berhitung.
c. Kesulitan dalam menulis.
d. Kesulitan dalam sesuatu yang mengandung latar belakang sosial psikologis. 2. Anak mampu didik (debil) dengan I.Q. 50/55 – 70/75
Ciri-ciri khas anak yang tergolong mampu didik (debil) a. Cara berfikirnya konkrit.
c. Pengolahan dari apa yang diamatinya kurang.
d. Kurang kesanggupannya untuk mengatur rangsangan-rangsangan dari luar.
e. Daya konsentrasinya kurang dan sering terganggu. f. Daya ingatannya kurang.
g. Sukar dalam mengendalikan perasaan.
h. Mudah dipengaruhi.
i. Pengertian tentang moral sukar dipahami.
3. Anak mampu latih (imbesil) dengan I.Q. 20/25 – 50/55 Ciri-ciri khas yang tergolong mampu latih (imbesil) a. Wajah mirip dengan orang-orang bangsa Mongol.
b. Bentuk kepalanya khusus, yaitu agak kecil dengan bagian belakang rata ke bawah.
c. Anggota badannya pendek, demikian juga jari-jarinya.
d. Garis-garis di tangan kurang jelas dan seringkali tampak satu garis yang sangat jelas yang melintangi seluruh telapak tangannya.
e. Ototnya lemah dan mengakibatkan sikap yang lemah.
f. Mulutnya sering terbuka dan terlihat lidahnya yang kasar dan agak panjang.
g. Kulitnya kering, sering berkeringat dingin dan rambutnya kaku.
4. Anak tidak mampu didik dan tidak mampu latih (idiot) dengan I.Q. antara 0 – 25. Ciri-ciri khas anak tak mampu didik dan tak mampu latih (idiot)
a. Hidupnya pada taraf vegetatif.
b. Karena perasaan sakit terganggu, maka ia sering menyakiti badannya sendiri
2.3. Faktor-faktor Penyebab Tuna Grahita
Rumini menyatakan bahwa faktor penyebab tuna grahita atau cacat mental menurut waktu terjadinya di bagi atas :
1. Masa pranatal artinya sebelum anak dilahirkan, jadi selama dalam kandungan
Sebabnya antara lain :
a. Bermacam-macam penyakit yang diderita ibu ketika mengandung misalnya
penyakit syphilis (penyakit kelamin).
b. Ibu pada waktu mengandung, minum obat-obat tanpa sepengetahuan dokter, sehingga kemungkinan sekali si ibu minum obat yang merusak janin.
c. Keracunan selama mengandung.
d. Ibu waktu mengandung jatuh, atau kecelakaan sedemikian rupa sehingga janin
menderita luka otak.
e. Ibu selama mengandung menderita kurang vitamin, gizi kurang baik sehingga mempengaruhi janin.
f. Ibu selama mengandung banyak minum alkohol. g. Penyinaran dengan sinar rontgen dan radiasi atom.
2. Masa natal, artinya ketika bayi dilahirkan. Sebabnya antara lain :
a. Kekurangan zat asam dapat mangakibatkan kerusakan pada sel-sel otak.
b. Pendarahan pada otak yang terjadi pada proses kelahiran bayi yang sulit, anatara
c. Kelahiran sebelum bayi cukup umur (prematur), sebab tulang-tulang yang masih sangat lunak mudah mengalami perubahan bentuk.
3. Masa pasca natal (segera setelah lahir) Sebabnya antara lain :
a. Penyakit yang lama pada masa anak-anak, misalnya; campak, batuk kering,
demam, cacar dan lainnya sebagainya. b. Adanya tumor dalam otak.
c. Kecelakaan sehingga menyebabkan kerusakan otak. (Rumini, 1981 : 4 – 12)
2.4. Tinjauan Tentang Pelayanan Kesejahteraan Sosial Tuna Grahita.
Dalam Undang-undang RI No. 6 Tahun 1974, tentang ketentuan-ketentuan pokok
kesejahteraan sosial disebabkan bahwa usaha-usaha kesejahteraan sosial adalah semua upaya, program dan kegiatan yang ditujukan untuk mewujudkan, membina, memelihara, memulihkan, dan mengembangkan kesejahteraan sosial (Nurdin, 1989 : 79).
Dalam pernyataan tersebut terkandung pengertian bahwa usaha-usaha kesejahteraan sosial merupakan upaya ditujukan kepada manusia baik individu,
kelompok maupun masyarakat. Anak cacat mental atau tuna grahita sebagai bagian dari masyarakat adalah salah satu sarana dari usaha-usaha kesejahteraan sosial tersebut. Oleh karena itu semua upaya, program maupun kegiatan yang dilaksanakan masyarakat
maupun pemerintah harus mencakup unsur para cacat mental atau tuna grahita sebagai bagian yang tak terpisahkan dari tujuan perwujudan kesejahteraan sosial bagi seluruh
Dengan demikian metode pelayanan sosial terhadap anak cacat mental atau tuna grahita perlu disusun secara baik dan dilaksanakan secara terorganisasi sehingga
memungkinkan anak cacat mental atau tuna grahita dapat terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Dalam undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, pasal 2
dinyatakan :
1. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih
sayang baik dalam keluarga maupun dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang secara wajar.
2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan
sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna.
3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan,baik semasa dalam kandungan maupun setelah dilahirkan.
4. Anak berhak atas perlindungan terhadap yang dapat membahayakan atau
menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar.
Pernyataan tersebut di atas menegaskan bahwa anak berhak untuk mendapatkan
pelayanan kesejahteraan sosial. Pelayanan kesejahteraan sosial anak tuna grahita dapat dilaksanakan oleh pemerintah maupun masyarakat (Nurdin,1989 : 123).
2.5. Defenisi dan Ruang Lingkup Pelayanan Sosial
1. Pelayanan sosial dalam arti luas adalah pelayanan sosial yang mencakup fungsi pengembangan termasuk pelayanan sosial dalam bidang pendidikan, kesehatan,
perumahan, tenaga kerja dan sebagainya.
2. Pelayanan sosial dalam arti sempit atau disebut juga pelayanan kesejahteraan sosial mencakup program pertolongan dan perlindungan kepada golongan yang tidak
beruntung seperti pelayanan sosial bagi anak terlantar, keluarga miskin, cacat, tuna sosial dan sebagainya.
2.6. Fungsi-Fungsi Pelayanan Sosial
Pelayanan sosial telah dan mungkin akan diklasifikasikan dalam berbagai cara,
tergantung dari tujuan klasifikasi. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengemukakan fingsi pelayanan sosial sebagai berikut:
1. Peningkatan kondisi kehidupan masyarakat. 2. Pengembangan sumber-sumber manusiawi.
3. Organisasi masyarakat terhadap perubahan-perubahan sosial dan penyesuaian sosial.
4. Mobilisasi dan pencipta sumber-sumber masyarakat. Untuk tujuan pembangunan . 5. Penyediaan dan Penyelenggaraan struktur kelembagaan untuk tujuan agar
pelayanan-pelayanan yang terorganisasi dapat berfungsi.
Ricard M. Titmuss mengemukakan fungsi pelayanan sosial ditinjau dari perspektif masyarakat sebagai berikut:
1. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan individu, kelompok dan masyarakat untuk masa
2. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan sebagai suatu investasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial (suatu program tenaga
kerja).
3. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan untuk melindungi masyarakat.
4. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan sebagai program kompensasi bagi orang-orang yang tidak mendapat pelayanan sosial (misalnya
kompensasi kecelakaan industri dan sebagainya).
Alfred J. Khan menyatakan bahwa fungsi utama pelayanan sosial adalah: 1. Pelayanan Sosial untuk Sosialisasi dan pengembangan.
2. Pelayanan Sosial untuk penyembuhan, perlindungan dan rehabilitasi. 3. Pelayanan akses.
Pelayanan sosial untuk sosialisasi dan pengembangan dimaksudkan untuk mengadakan perubahan-perubahan dalam diri anak dan pemuda melalui program-program pemeliharaan, pendidikan (non formal) dan pengembangan. Tujuannya yaitu
untuk menanamkan nilai-nilai masyarakat dalam usaha pengembangan kepribadian anak. Pelayanan Sosial untuk penyembuhan, perlindungan dan rehabilitasi mempunyai
tujuan untuk melaksanakan pertolongan kepada seseorang, baik secara individual maupun di dalam kelompok/keluarga dan masyarakat agar mampu mengatasi masalah-masalahnya.
b. Perbedaan tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap hal-hal dan kewajiban/tanggung jawabnya.
c. Diskriminasi.
d. Jarak geografi antara lembaga-lembaga pelayanan dari orang-orang yang memerlukan pelayanan sosial.
Dengan adanya berbagai kesenjangan tersebut, maka pelayanan sosial disini mempunyai fungsi sebagai akses untuk menciptakan hubungan bimbingan yang sehat
antara berbagai program, sehingga program-program tersebut dapat berfungsi dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang membutuhkannya. Pelayanan akses bukanlah semata-mata memberikan informasi, tetapi juga termasuk menghubungkan seseorang
dengan sumber-sumber yang diperlukan dengan melaksanakan program-program referal. Fungsi tambahan dari pelayanan sosial ialah menciptakan partisipasi anggota
masyarakat untuk mengatasi masalah-masalah sosial. Tujuannya dapat berupa : Terapi individual dan sosial (untuk memberikan kepercayaan pada diri individu dan masyarakat) dan untuk mengatasi hambatan-hambatan sosial dalam pembagian politis, yaitu untuk
mendistribusikan sumber-sumber dan kekuasaan (Muhidin, 1992 : 41).
2.7. Metode Pelayanan Sosial
Dalam pengertian yang luas, metode berarti cara berfikir menurut aturan atau sistem tertentu. mendefenisikan metode sebagai suatu corak prosedur yang teratur dan
Soelaiman menyatakan bahwa metode adalah suatu kerangka kerja dan dasar-dasar pemikiran digunakannya cara-cara yang khusus. Metode merupakan jalan menuju
suatu tujuan (Soelaiman 1981 : 38).
Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka metode adalah suatu cara berfikir atau bertindak menurut aturan untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan memakai metode
adalah supaya setiap kegiatan produktif dapat terlaksana secara rasional dan terarah sehingga dapat diperoleh hasil yang maksimal sekaligus optimal.
Dengan memakai metode yang khas, masing-masing ilmu berusaha untuk menemukan dan merumuskan kebenaran. Demikian juga halnya dalam pelayanan sosial terhadap anak tuna grahita diperlukan metode pelayanan sosial yang teratur dan
sistematik sehingga mereka dapat mandiri dalam kehidupan masyarakat.
Berdasarkan pengertian di atas, maka yang dimaksudkan dengan metode
pelayanan sosial adalah suatu cara berfikir atau bertindak dalam suatu kegiatan atau aktivitas yang bertujuan memberikan pertolongan, bimbingan, pendidikan, perlindungan kepada anak tunagrahita agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik.
Metode pelayanan sosial terhadap anak tunagrahita yang dianjurkan oleh Descoeudres adalah :
1. Melatih indera dan perhatian
Descoudres mengajarkan pentingnya latihan indera dan perhatian pada anak tunagrahita. Ia berpendapat bahwa jangka perhtian anak tunagrahita diperhatikan.
2. Latihan fisik atau jasmani
Ia berpendapat bahwa latihan fisik sangat penting bagi anak tunagrahita bukan
3. Pekerjaan Tangan
Menurut Descoeudres pekerjaan tangan mempunyai tujuan yang sama
sebagaimana dengan latihan fisik. Dalam hal ini dimasukkan kegiatan-kegiatan antara lain latihan, minat, kemampuan penglihatan dan ekspresi pikiran.
4. Pendidikan kesenian
Descoeudres mempunyai pandangan modern dalam menggambar. Ia berpendapat bahwa menggambar merupakan alat untuk eksresi diri dan metode latihan koordinasi
mata dan tangan.
5. Pengajaran membaca, mengeja dan berhitung
Descoeudres menganjurkan pengajaran membaca, mengeja, dan berhitung untuk
semua anak yang mempunyai kemampuan untuk itu. Ia menganjurkan agar membaca jangan dimulai pada usia terlalu muda (Descoeudres dalam Bratanata, 1997 : 82 – 83).
2.8. Penelitian Terdahulu
Verywati (2006) meneliti tentang persepsi orangtua terhadap keterlibatan SDLB Negeri No.047703 Perum Kopri dalam kemandirian dan perkembangan siswa di
Kecamatan Berastagi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi orangtua terhadap keterlibatan SDLB dalam perkembangan dan kemandirian. Hasil
penelitian tersebut didapat bahwa hasil analisis data dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif menunjukkan bahwa keterlibatan SDLB Negeri 047703 Perum Kopri terhadap perkembangan dan kemandirian siswa didik sudah baik. Hal ini dapat dirasakan
oleh orangtua sebelum dan sesudah anak mereka bersekolah di SDLB tersebut. Anak-anak cacat tersebut sudah dapat mengerjakan beberapa hal seperti mengurus diri sendiri,
terhadap orang lain sudah mulai hilang. Mereka semakin mampu bersosialisasi dengan masyarakat sekelilingnya. Dengan meningkatnya kondisi anak, baik dari segi
pengetahuan maupun kemandiriannya menandakan bahwa keterlibatan SDLB tersebut sudah cukup baik terhadap siswa didiknya, dalam hal ini tentu berdampak sangat baik terhadap perkembangan anak.
Manihuruk (2007) meneliti tentang upaya SLB-B (Sekolah Luar Biasa bagian Tunarungu) Karya Murni untuk meningkatkan kemandirian siswa. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui berbagai upaya yang diterapkan oleh sekolah luar biasa bagian tunarungu di dalam meningkatkan keterampilan dan kemandirian siswanya. Hasil penelitian tersebut didapat bahwa hasil analisis data yang dipakai adalah deskriptif
menunjukkan keterampilan sangat dibutuhkan sebagai pendukung pendidikan formal tunarungu, jikalau hanya mengandalkan pendidikan formal saja mereka kurang bisa
hidup secara mandiri, ditengah-tengah masyarakat yang menganggap anak tunarungu tidak dapat diandalkan. Ada bebarapa program yang dapat dipilih oleh siswa sesuai dengan minat, bakat serta kemampuannya, antara lain : bertenun, menyulam, pembuatan
lilin, pertukangan, konveksi, memasak. Sekitar 60.86% responden menjawab sangat mahir terhadap keterampilan yang diberikan sekolah dan 78.26% responden mengaku
dapat mengembangkan keterampilan tersebut menjadi usaha.
2.9. Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam proposal penelitian ini dapat diartikan sebagai jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti benar
Adapun hipotesis dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
” Pelayanan yang diberikan Pusat Rehabilitasi Anak Yayasan Pembinaan Anak Cacat
berpengaruh positif dan signifikan terhadap keterampilan penyandang tuna grahita”.
2.10. Kerangka Pemikiran
Anak tuna grahita bukan merupakan kelompok atau golongan tersendiri yang mempunyai asal-usul lain dalam suatu bangsa. Seperti anak-anak yang tumbuh secara
normal, anak tuna grahita juga merupakan bagian dari suatu bangsa sekaligus sebagai generasi penerus perjuangan cita-cita bangsa.
Usaha-usaha yang diperlukan untuk perkembangan anak tuna grahita yaitu : a. Pelaksanaan Program Pendidikan
Pendidikan terhadap anak tuna grahita memerlukan adanya program yang penanganannya dilakukan secara khusus, sejak dari proses awal sampai dengan tahap terminasi.
b. Sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana, dalam suatu yayasan atau lembaga pendidikan pada
hakekatnya sangat penting untuk mendukung berbagai kegiatan pelayanan terhadap anak didik
c. Dana
Sumber daya manusia merupakan salah satu unsur masukan (input) yang bersama unsur lain, seperti bahan, modal, mesin, dan teknologi yang diubah melalui proses
manajemen menjadi keluaran (output) berupa barang atau jasa dalam mencapai tujuan sautu organisasi.
e. Belajar keterampilan
Belajar keterampilan adalah belajar dengan menggunakan gerakan motorik yakni yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot. Tujuannya adalah memperoleh
dan menguasai keterampilan jasmaniah tertentu. Keterampilan yang dimaksudkan misalnya: bermain alat musik, melukis, berkebun, dan memperbaiki benda-benda elektronik.
Salah satu usaha yang dilakukan oleh Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan
terhadap tuna grahita adalah memberikan pelayanan rehabilitasi, khususnya rehabilitasi pravokasional. Layanan rehabilitasi ini memberikan latihan dan pengetahuan keterampilan kepada tuna grahita yang memiliki bakat dan kemampuan tertentu.
Layanan keterampilan yang diberikan diharapkan dapat menumbuhkan kemandirian dan menghasilkan sebuah karya sehingga tuna grahita tidak lagi bergantung
kepada orang lain.
Bagan 1
Kerangka pemikiran
2.11. Definisi Konsep
Konsep adalah unsur penelitian yang terpenting dan merupakan definisi yang
dipakai oleh para peneliti yang menggambar abstrak suatu fenomena sosial ataupun fenomena alami (Singarimbun, 1985 : 17).
Penelitian ini dimaksud untuk mengetahui pengaruh pelayanan yang diberikan
oleh YPAC terhadap keterampilan penyandang tuna grahita, oleh karena itu untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini maka dirumuskan dan didefinisikan
istilah yang digunakan secara mendasar agar tercipta suatu persamaan persepsi dan tidak muncul salah pengertian pemakaian istilah yang dapat mengatur tujuan penelitian.
Yang menjadi konsep penelitian ini adalah :
1. Yang dimaksud dengan cacat adalah suatu keadaan tidak lengkap, tidak normal, sedangkan anak cacat adalah anak yang mengalami hambatan rohani atau jasmani
2. Tuna grahita adalah keadaan dimana anak tidak mendapat perkembangan mental yang wajar, biasa dan normal sehingga sebagai akibatnya terdapat ketidak mampuan dalam
bidang intelek, kemauan, rasa, penyesuaian sosial dan sebagainya.
3. Pelayanan adalah suatu aktivitas yang terorganisir yang yang bertujuan untuk menolong orang-orang agar mendapat suatu penyesuaian timbal balik antara individu
dan lingkungan sosialnya.
4. Fungsi utama pelayanan sosial adalah
a. Pelayanan sosial untuk sosialisasi dan pengembangan
b. Pelayanan sosial untuk penyembuhan, perlindungan dan rehabilitasi c. Pelayanan akses
5. Metode pelayanan sosial adalah suatu cara berfikir atau bertindak dalam suatu kegiatan aktivitas yang bertujuan memberikan pertolongan, bimbingan, pendidikan,
perlindungan kepada anak cacat mental/tuna grahita agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik.
6. Keterampilan didefinisikan sebagai kemampuan, keahlian, atau kemahiran yang
diperoleh dari praktek dan pengetahuan.
2.12. Definisi Operasional
Menurut Singarimbun definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain
defenisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang sangat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 2006 : 46).
A. Variabel bebas (Independent Variabel)
Variabel bebas (x) adalah segala gejala, faktor atau unsur yang menentukan atau
mempengaruhi munculnya variabel kedua yang disebut sebagai variabel terikat. Tanpa variabel ini maka variabel-variabel berubah sehingga akan muncul menjadi variabel terikat yang berbeda atau yang lain bahkan sama sekali tidak ada yang muncul (Nawawi,
1995 : 37).
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pelayanan yang diberikan YPAC.
Indikatornya :
1. Layanan pravokasional atau layanan keterampilan. 2. Kelengkapan sarana dan fasilitas.
3. Frekuensi pemberian pelayanan. 4. Pemberian keterampilan.
5. Sumber daya manusia. B. Variabel terikat (Y)
Variabel terikat (y) adalah sejumlah gejala atau faktor maupun unsur yang ada
atau munculnya atau ditentukan adanya variabel bebas dan bukan karena adanya variabel lain (Nawawi, 1995 : 57).
Variabel terikat penelitian ini adalah Keterampilan Penyandang Tunagrahita. Indikatornya :
1. Kemampuan dalam menciptakan karya.
2. Terampil dalam mengurus diri sendiri. 3. Terampil dalam melakukan tugas sehari-hari.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian pada penelitian ini adalah tipe penelitian eksplanasi. Penelitian eksplanasi adalah penelitian yang dilakukan untuk menguji hubungan antara variabel
yang akan dihipotesakan. Pada jenis penelitian ini, jelas akan ada hipotesis yang akan diuji kebenarannya. Hipotesis itu sendiri menggambarkan hubungan dua atau lebih
variabel, untuk mengetahui apakah suatu variabel disebabkan/dipengaruhi atau tidak oleh variabel lainnya (Faisal, 2005 : 21).
3.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pusat Rehabilitas Anak Yayasan Pembinaan Anak
Cacat (YPAC) Medan yang terletak di jalan Adi Negoro No. 2 Medan. Alasan Peneliti memilih lokasi ini karena YPAC memiliki kelas pravokasional (kelas keterampilan) yang disediakan dengan maksud mengembangkan potensi keterampilan yang dimiliki
penyandang tuna grahita.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Menurut Nawawi populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang dapat terdiri
dalam penelitian yaitu para penyandang tuna grahita yang sekolah di YPAC yaitu TK LB C = 8 orang, SD LB C = 74 orang, SMP LB C = 7 orang dan kelas pravokasional 17
orang. Jadi, jumlah keseluruhan 106 orang (Nawawi, 2001 : 141).
3.3.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil dengan menggunakan cara-cara tertentu. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengambilan sampelpurposif,
yaitu sampel ditetapkan secara sengaja oleh peneliti. Jadi, jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 18 orang yaitu siswa yang belajar dikelas keterampilan dan kekaryaan. Alasan peneliti memilih sampel ini karena mereka khusus didik dalam pengembangan
dan meningkatkan keterampilan (Faisal, 2005 : 67).
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan pengumpulan data-data melalui :
1. Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data atau informasi yang menyangkut masalah yang akan diteliti dengan mempelajari dan menelaah buku, serta tulisan yang
berkaitan dengan masalah-masalah yang akan diteliti.
2. Studi lapangan yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui penelitian dengan turun langsung kelokasi penelitian untuk mempelajari fakta yang berkaitan dengan
masalah yang diteliti yaitu :
3. Kuesioner yaitu teknik pengumpulan data yang dilaksanakan dengan menyebarkan
4. Wawancara yaitu data variabel (kata-kata) yang diperoleh melalui percakapan atau tanya jawab.
3.5. Teknik Analisis Data 3.5.1. Metode Analisis Deskriptif.
Merupakan metode penganalisaan data dengan cara menyusun data, mengelompokkannya dan menginterprestasikannya, sehingga diperoleh gambaran yang
sebenarnya mengenai kondisi perusahaan.
3.5.2. Metode Analisis Kuantitatif.
Teknik analisis data yang penulis gunakan berpedoman pada Sugiyono (2006 : 187) bahwa untuk menguji hipotesis dan menganalisis data penelitian yang berifat
pengaruh maka dapat dianalisis dengan metode analisis kuantitatif.
Metode analisis kuantitatif adalah metode yang digunakan untuk menyajikan data dalam bentuk angka. Dalam hal ini, penulis menganalisis data dengan menggunakan
metode analisis statistik Regresi Linear Sederhana. Persamaan Regresinya adalah:
Y = a + bX
Dimana, Y = Keterampilan Tunagrahita X = Pelayanan YPAC
b = Koefisien regresi
Dalam penelitian ini hipotesis diuji dalam beberapa tahap, antara lain: 1.Uji Signifikan Parsial (Uji-t)
Uji t yaitu secara parsial untuk membuktikan hipotesis awal tentang pengaruh
pelayanan sebagai variabel bebas terhadap keterampilan tuna grahita sebagai variabel terikat.
Ho: b1= 0 artinya suatu variabel independen secara parsial tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen.
Ha: b1= 0 artinya variabel independen secara parsial berpengaruh secara parsial
berpengaruh terhadap variabel dependen.
Kriteria pengambilan keputusan :
Jika probabilitas > 0.05, maka Hoditolak.
Jika probabilitas < 0.05, maka Hoditerima.
2. Koefisien determinasi (R2)
Pengujian koefisien determinasi (R2) akan menunjukkan besarnya konstribusi
sumbangan variabel bebas terhadap variasi naik turunnya variabel terikat. Koefisien
determinan berkisar antara 0 sampai dengan 1 (0< R2<1). Hal ini berarti bila R2
=
0menunjukkan tidak adanya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, dan bila R2 mendekati 1 menunjukkan semakin kuatnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1. Lokasi Penelitian.
Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan terletak di jalan Adinegoro No. 2 kelurahan Gaharu kecamatan Medan Timur dengan luas tanah 4.574 m² dan luas
bangunan 3.432 m². Yayasan ini terletak disamping kantor KPU Sumatera Utara. Yayasan ini bersebelahan dengan kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). YPAC
juga letaknya berdekatan dengan kantor Poltabes Medan. Letak Yayasan yang strategis membuat Yayasan ini menjadi salah satu tempat pilihan sekolah luar biasa untuk penyandang cacat, khususnya penyandang tuna grahita dan tuna daksa.
4.2. Sejarah YPAC Medan.
4.2.1. Sejarah YPAC Medan secara Nasional.
Almarhum Prof. Dr. Soeharso adalah seorang ahli bedah tulang yang pertama kali merintis upaya rehabilitasi penyandang cacat (Panca). Beliau mendirikan pusat
rehabilitasi-rehabilitasi Centrum, yang disingkat dengan R.C. bagi korban revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia di Solo pada tahun 1952. Pada saat itu beberapa daerah
terserang wabah poliomyelitis, maka anak-anak tersebut tidak mendapat perhatian karena memang fasilitas tidak ada. Namun hal ini tidak dapat dibiarkan.
Setelah Almarhum Prof. Dr. Soeharso dalam tahun 1952 menghadiri
Notaris tanggal 17 Februari 1953. Rehabilitasi Centrum sangat besar bantuannya dengan memberikan ruangan khusus untuk merintis pelayanan kepada anak-anak yang dibawa ke
YPAT. Almarhum Prof. Dr. Soeharso meletakkan prinsip-prinsip pekerjaan yayasan yang dalam garis besarnya sama dengan apa yang dikerjakan di rehabilitasi Centrum.
Dalam rangka waktu satu tahun pengurus YPAT berhasil mendapatkan sebuah
gedung dari Yayasan Dana Bantuan Departemen Sosial. Tepat pada 5 Februari 1954 dilaksanakan peletakan batu pertama. Enam bulan kemudian pada tanggal 8 agustus 1954
gedung YPAT yang terletak di Jalan Slamet Riyadi No. 361 Medan dibuka.
Selanjutnya beliau berkeliling keberbagai kota untuk menghimbau perorangan maupun organisasi wanita agar mendirikan yayasan semacam YPAT guna memberikan
pelayanan rehabilitasi pada anak cacak fisik. Imbauan Beliau mendapat tanggapan dari masyarakat YPAT didirikan di beberapa tempat yang merupakan merupakan YPAT yang
di Solo.
Seiring dengan berjalannya waktu YPAC dituntut pola pikir dari sosiokarikatif menjadi sosio transformatif menuju YPAC yang profesional. Untuk mencapai hal
tersebut di atas kepada seluruh SDM YPAC dilakukan pelatihan-pelatihan tentang Kepemimpinan, Pengetahuan Manajemen, Pengelolaan Keuangan, Pengelolaan Data,
Tata Laksana Administrasi secara terstruktur dan berkesinambungan. Dengan terbitnya undang-undang Yayasan No. 16 Tahun 2001 YPAC telah menyesuaikan.
Seiring dengan perkembangan zaman maka isu-isu tentang kecacatan juga
khusus. Label cacat sebaikanya dihilangkan. Lebih sesuai jika disebut anak dengan kebutuhan khusus.
4.2.2. Sejarah YPAC Medan Secara Umum.
Sebagai cikal bakal perkembangan YPAC cabang Medan pada saat itu dibuka
pelayanan fisioterapi kepada anakcacat di kawasan Medan dan pada tahun 1971, diterima bantuan sebidang tanah seluas 4.574 m² dengan luas bangunan 3.432 m² di Jalan
Adinegoro No. 2 Medan dari Walikota Medan Drs. Syurkani.
YPAC Cabang Medan dikukuhkan pendirinya pada tanggal 5 Februari 1972 melalui Surat Keputusan Pengurus Pusat Yayasan No.19/SK/PH/YPAC/85. Sesuai
dengan UU No. 16 tahun 2003 tentang yayasan maka YPAC Cabang berubah status menjadi YPAC Medan Akta Notaris Henry Tjong, SH No. 31 tanggal 18 Februari 2004.
YPAC Medan memberikan layanan rehabilitasi bagi anak cacat penderita cacat fisik (tuna daksa) dan cacat mental (tuna grahita).
YPAC Medan didirikan pada tahun 1964 oleh:
1. Prof.Dr.H.R.Soeroso (FK-USU) 2. Dr.B.Sitepu Pandebesi (DKK-Medan)
3. Kol.Dr.Ibrahim Irsan (KESDAM)
4. Dr.R.Soetjipto Gondo Admidjojo (IKES-SU) 5. Dr.G.P.Pane (DKK-Medan)
Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan adalah sebuah Yayasan Nir-Laba yang membina anak-anak berkemampuan dan berkebutuhan khusus di kawasan Medan dan
4.3. Visi dan Misi YPAC Medan Visi
Mengembangkan kemampuan peserta didik agar menjadi insan yang bertakwa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis, dan
bertanggung jawab. Misi
1. Meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Memberikan pelayanan kepada anak tuna daksa dan tuna grahita sesuai dengan kebutuhannya.
3. Mengembangkan kemampuan peserta didik sesuai dengan minat dan bakat.
4. Menjadikan pesarta didik agar mamiliki kepedulian terhadap lingkungan, mampu
beradaptasi dan berpartisifasi aktif di lingkungannya sesuai dengan kapasitas dan kemampuan.
5. Menjadikan insan yang mandiri sesuai dengan kemampuannya.
6. Mengembangkan pengetahuan, sikap dan psikomotor peserta didik melalui layanan formal di sekolah.
7. Menanamkan konsep diri yang positif agar dapat beradaptasi, bersosialisasi dilingkungannya.
4.4. Fasilitas dan Sarana YPAC Medan
Anak-anak yang di YPAC Medan diberikan pelayanan menyeluruh dalam sebuah institusi yaitu Pusat Rehabilitasi Anak (PRA). Pusat rehabilitasi ini memberikan
1. Unit Pelayanan Rehabilitasi. 2. Unit Assesment.
Unit layanan ini dibagi menjadi: 1.Layanan Assesment.
Assesment merupakan kegiatan penyaringan terhadap anak-anak yang telah
teridentifikasi sebagai anak berkebutuhan khusus. Kegiatan assesment dapat dilakukan oleh guru (untuk beberapa hal) dan tenaga profesional lain tersedia sesuai dengan
kompetensinya.
Layanan ini bertugas mameriksa, memantau dan mengevaluasi anak binaan secara mandiri, berkualitas dan profesional pada saat anak masuk, selama pembinaan dan saat
akhir pembinaan.
2. Layanan Rehabilitasi Pendidikan : SLB C (Tuna grahita) dan SLB D (Tuna daksa)
3. Layanan Rehabilitasi Medis : Fisioterapi, Terapi Wicara, Terapi Okupasi, dan Hidroterapi
4. Layanan Rehabilitasi Sosial.
Layanan rehabilitasi yang dikembangkan mencakup: a. Kunjungan rumah.
b. Bimbingan dan Penyuluhan.
c. Layanan pengembangan bakat dan minat. d. Layanan rekreasi dan kreasi.
e. Rehabilitasi dalam keluarga.
f. Rehabilitasi bersumber masyarakat.
Layanan ini memberikan latihan dan pengetahuan keterampilan kepada anak-anak yang memiliki bakat dan kemampuan tertentu seperti menjahit, melukis, membuat ambal,
hair draising, membuat keset kaki dan lain-lain.
Disamping fasilitas diatas, terdapat fasilitas-fssilitas atau layanan-layanan yang mendukung, yaitu:
1. Layanan Rehabilitasi Medis didukung dengan fasilitas sebagai berikut: a. Ruang Fisioterapi.
b. Ruang Okupasiterapi. c. Ruang Bina Wicara. d. Kolam Hidroterapi.
e. Beragam madia terapi.
2. Layanan Rehabilitasi Pendidkan didukung dengan fasilitas sebagai berikut:
a. Ruang belajar yang nyaman. b. Setiap kelas minimal 10 orang. c. Lapangan Olahraga.
d. Ruang Keluarga. e. Ruang Pravokasional.
f. Ruang Musik.
g. Lahan Praktek Pertanian. h. Sheltered Workshop.
i. Ruang Komputer
j. Program mengikuti berbagai acara di dalam maupun luar daerah bagi siswa
k. Beasiswa bagi siswa berprestasi dan kurang mampu. 3. Gedung permanen dua lantai.
4. Ruang Test Psikologi. 5. Aula Serbaguna.
6. Lokasi di pusat kota Medan dan mudah dijangkau .
7. Lahan parkir memadai. 8. Taman bermain.
9. Taman. 10.Koperasi.
Pada umumnya anak-anak cacat ini melakukan pelatihan-pelatihan lainnya
(seperti olah raga dan seni) melalui pendekatan individu, dimana anak-anak cacat ini diajarkan atau dilatih secara personal atau individu untuk dapat dilihat kemampuannya
dalam berpikir dan bertindak secara langsung.
4.5. Sistem Pengajaran YPAC Medan
Dalam sistem pengajaran, YPAC Medan mengacu pada kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Dalam hal ini siswa diajarkan berbagai hal.
Misalnya dalam hal berhitung. Siswa diminta untuk menambahkan suatu bilangan dengan cara menggunakan papan bilangan. Para siswa YPAC juga diajarkan bagaimana berkomunikasi dengan sesama siswa dan guru.
Siswa juga diajarkan mengenal dan mengingat sesuatu. Siswa diminta untuk menunjukkan gambar yang ditanya oleh guru. Siswa juga diminta untuk mengucapkan
kaki. Ini diajarkan agar siswa mampu untuk mandiri dan berkembang serta berkarya. Disamping itu siswa diajarkan untuk menggambarkan atau membuat
keterampilan-keterampilan lainnya agar siswa dapat menggunakan pemikirannya sendiri dalam hal menciptakan sesuatu. Hal ini dilakukan oleh siswa dengan bantuan guru yang nantinya siswa sudah mampu untuk mengucapkan, mengerakkan, berpikir dan berbuat sesuatu
guna memperoleh kemandirian dan berkarya di masa yang akan datang.
4.6. Waktu Operasional
Bagan II.
SUSUNAN KEPENGURUSAN YPAC MEDAN
PUSAT REHABILITASI ANAK (PRA) Pengawas
Wakil Seketaris Ny. Fizni Anggraini Ketua
Darmawan, SE
Ketua Ny. Linda Adi Pembina
Ketua Ny. Neneng Lufti
Pengurus
Dr. Le Ny. Ir. Zu Ny. Imb Anggota
Ny. Mina Angkasa Ny. Roselinah Binti Abu
Kanto
Seketaris Ny. T. Carmen
Sylvia Wakil Ketua
Ny. Mutia Farida
Bendahara Ny. Hana Eureka
P. Sugoto
Kepala PRA
Dr. Leksono Poeranto, Sp. A
BAB V
ANALISIS DATA
5.1. Analisis Deskriptif
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan. Jumlah pertanyaan seluruhnya adalah 20 butir yaitu 10 butir untuk variabel bebas dan 10 butir
untuk variabel terikat. Sebagaimana tujuan penelitian ini, daftar pertanyaan yang disebarkan kepada responden berisikan pertanyaan pelayanan (X) dan keterampilan (Y). .
Berikut ini diperlihatkan data karakteristik responden yang dilihat dari segi usia, jenis kelamin, agama, suku, tahun masuk YPAC dan kelas.
[image:55.612.86.527.472.632.2]5.1.1. Deskriptif Identitas Responden 1. Usia Responden
Tabel 5.1. Usia Responden
Usia Frekuensi Presentase
< 20 Tahun 3 16,67 %
21-23 Tahun 9 50 %
24-26 Tahun 4 22,22 %
> 26 Tahun 2 11,11 %
Jumlah 18 100 %
Sumber : Hasil Penelitian Tahun 2009.
Tabel 5.1 menunjukkan mayoritas usia responden adalah usia 21-23 tahun sebesar
sebesar 16,67 % atau 3 orang dan usia > 25 tahun sebesar 11,11 % atau 2 orang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa responden di YPAC Medan didominasi pada usia
21-23 tahun dan berdasarkan usia responden tersebut dapat juga diketahui bahwa tingkat intelektual mereka benar-benar terbelakang bila dibandingkan dengan anak normal seharusnya usia responden tidak lagi berada dibangku sekolah.
[image:56.612.79.535.293.394.2]2. Jenis Kelamin.
Tabel 5.2. Jenis Kelamin Responden
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
Laki-Laki 12 66,67 %
Perempuan 6 33,33 %
Jumlah 18 100 %
Sumber : Hasil Penelitian Tahun 2009.
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 18 responden mayoritas adalah responden
laki-laki sebesar 72,22 % atau 13 orang sedangkan responden perempuan sebanyak 27,78 % atau 5 orang. Pada pengamatan peneliti sewaktu mengadakan penelitian, penyandang tuna grahita yang bersekolah di YPAC juga lebih banyak siswa yang berjenis kelamin
laki-laki dari pda perempuan.
[image:56.612.85.531.654.699.2]3. Agama
Tabel 5.3. Agama Responden
Agama Frekuensi Presentase
Kristen 2 11,11 %
Budha 1 5,56 %
Jumlah 18 100 %
[image:57.612.82.528.73.146.2]Sumber : Hasil Penelitian Tahun 2009.
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah beragama Islam sebesar 83,33 % atau 15 orang, agama Kristen sebesar 11,11 % atau 2 orang dan agama
Budha sebesar 5,56 % atau 1 orang. YPAC merupakan Yayasan umum dan tidak terfokus pada satu agama saja. Beraneka ragam agama siswa yang bersekolah di YPAC. Agama yang mendominasi adalah agama Islam. Hal ini didukung karena karena para
pengurus Yayasan beragama yang sama. Tetapi YPAC tidak menolak apabila ada murid yang berasal dari agama lain. Pihak YPAC juga tidak membeda-bedakan dalam proses
pemberian pelayanan maupun usaha-usaha untuk meningkatkan keterampilan tuna grahita.
4. Suku
Tabel 5.4. Suku Responden
Suku Frekuensi Presentase
Batak 9 50 %
Jawa 5 27,78 %
Minang 3 16,67 %
Tionghoa 1 5,56 %
Jumlah 18 100 %
[image:57.612.88.529.487.647.2]Tabel 5.4 menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah suku Batak sebesar 50 % atau 9 orang, sisanya adalah suku Jawa sebesar 27,78 % atau 5 orang, suku Minang
16,67 % atau 3 orang dan suku Tionghoa sebesar 5,56 % atau 1 orang. Berdasarkan data diatas dapat dili