EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PROGRAM PELAYANAN SOSIAL TERHADAP PENYANDANG TUNA DAKSA OLEH YAYASAN
PEMBINAAN ANAK CACAT (YPAC) MEDAN
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Dan Ilmu Sosial
Disusun Oleh :
AYU ANDIRA
070902006
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
Ayu Andira, 070902006, Efektivitas Pelaksanaan Program Pelayanan Sosial Terhadap Penyandang Tuna Daksa Oleh Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan.
(Skripsi ini terdiri dari 6 Bab, 77 Halaman, 3 Bagan, 28 Tabel, 20 Kepustakaan, dan 4 Lampiran)
ABSTRAK
Masalah penyandang cacat merupakan salah satu masalah sosial yang seharusnya mendapatkan perhatian khusus baik dari pemerintah, maupun masyarakat. Setiap manusia memiliki keinginan dan hak yang sama yaitu untuk dapat hidup sejahtera dan dapat menjalankan fungsi sosialnya dengan baik, demikian halnya dengan para penyandang cacat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses dan efektivitas pelaksanaan program pelayanan sosial terhadap penyandang tuna daksa di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan untuk mensejahterakan dan memandirikan penyandang cacat, melalui layanan assessment, layanan rehabilitasi medis, layanan rehabilitasi pendidikan, layanan rehabilitasi pravokasional, dan layanan rehabilitasi sosial.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan populasi sebanyak 20 orang. Dalam hal ini, seluruh populasi dijadikan sampel. Teknik pengumpulan data yang diperoleh dalam penelitian yaitu melalui data primer (kuesioner, dan wawancara) dan data sekunder (studi kepustakaan). Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik analisa deskriptif kualitatif dimana data yang dikumpulkan dari kuesioner dan wawancara, ditabulasikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan kemudian dianalisa.
Dari hasil analisa yang dilakukan dapat diketahui bahwa pelayanan dan pembinaan yang diberikan oleh YPAC Medan sudah efektif dalam mensejahterakan dan memandirikan anak binaan yakni dengan cara memberikan keterampilan, memulihkan fungsi sosial anak binaan dengan baik, dan melatih kemandirian anak binaan sesuai dengan kemampuannya. Hal ini terbukti karena adanya perubahan atau perkembangan positif yang dialami oleh anak binaan setelah mereka mengikuti program pelayanan dan pembinaan di YPAC Medan. Seperti : dapat menguasai keterampilan, mampu bersosialisasi dengan baik di lingkungan sosial, dan sudah mandiri dalam membantu kebutuhan dirinya, misalnya, dalam memakai baju, celana, sepatu, dan lain-lain.
UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA
FAKULTY OF SOCIAL AND POLITIC SCIENCES
DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE
Ayu Andira, 070902006, The Effectivity Of The Social Service Programs For Handicapped People In The Institute Of The Cultivation For The Handicapped Children Medan.
(Thesis consists of 6 Chapters, 77 Pages, 3 Diagrams, 28 Tables, 20 Libraries, and 4 appendix)
ABSTRACT
The problem of handicapped people is one of social problem that should get special attention of both from the goverment and society. Each people has their willing and the same human being, it is to be able to live prosperously and to be able to do their social functions, thus for the handicapped people. This research is aimed to find out how the process and the effectivity of the social service programs for handicapped people in The Institute Of Cultivation For The Handicapped Children (YPAC) Medan to prosperous and to autonomous the handicapped people, through the assessment service, the service of medical rehabilitation, the service of education rehabilitation, the service of pravocational rehabilitation, and the service of social rehabilitation.
This research is using the descriptive method with 20 population, because the population is less from 100 so the whole population is being the sample. The technicque of collecting data is using the primary data (questioner and interview) and the secondary data (library study). The technique of analysis data is using qualitative descriptive analysis technique where the data is gained from the questioner and interview, and is tabled in frequency distribution and then being analized.
From the analysis result, it is know that the service and the ciltivation which is given by YPAC Medan is effective in prosperous and autonomous the handicapped, by giving such kind of skills, by improving social functions of the handicapped people, and by practising their autonomous based on their ability. It is proved by the changes or the positive development experienced by the handicapped people after they join the program of service and cultivation in YPAC Medan. Such as : to be able in mastering the skills, to be able in socializing in the social environment, to be able autonomous in helping their own needs, for example in wearing clothes, trousers, shoes, etc.
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN... i
LEMBAR PENGESAHAN... ii
ABSTRAK... iii
ABSTRACT... iv
KATA PENGANTAR... v
DAFTAR ISI... viii
DAFTAR BAGAN... xi
DAFTAR TABEL... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah... 1
1.2. Perumusan Masalah... 7
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 8
1.3.1. Tujuan Penelitian... 8
1.3.2. Manfaat Penelitian... 8
1.4. Sistematika Penulisan... 9
BAB I TINJAUAN PUSTAKA... 11
2.1. Pengertian Efektivitas... 11
2.2. Pengertian Pelayanan Sosial... 13
2.2.1. Klasifikasi Pelayanan Sosial... 14
2.2.2. Program-program pelayanan sosial... 15
2.2.3. Standart pelayanan sosial... 16
2.3.1. Faktor Penyebab Ketunadaksaan... 20
2.3.2. Hak dan Kewajiban Penyandang Tuna Daksa... 22
2.4. Kerangka Pemikiran... 23
2.5. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional... 26
2.5.1. Definisi Konsep... 26
2.5.2. Defenisi Operasional... 27
BAB III METODE PENELITIAN... 29
3.1. Tipe Penelitian... 29
3.2. Lokasi Penelitia... 29
3.3. Populasi... 29
3.4. Teknik Pengumpulan Data... 30
3.5. Teknik Analisa Data... 31
BAB IV DESKRIPSI LOKASI... 32
4.1. Lokasi Penelitian... 32
4.2. Sejarah YPAC Medan... 32
4.2.1. Sejarah YPAC Medan secara Nasional... 32
4.2.2. Sejarah YPAC Medan secara Umum... 34
4.3. Visi dan Misi YPAC Medan... 34
4.3.1. Visi... 34
4.3.2. Misi... 35
4.4. Sarana dan Prasarana YPAC Medan... 35
4.6. Sistem Pengajaran YPAC Medan... 39
4.7. Waktu Operasional Pengajaran... 40
BAB V ANALISA DATA... 43
5.1. Identitas Responden... 43
5.2. Efektivitas Program Pelayanan dan Pembinaan YPAC Medan... 48
5.3. Efektivitas Dalam Bidang Sarana dan Prasarana yang Tersedia... 62
5.4. Kesejahteraan dan Kemandirian Anak Binaan... 67
BAB VI PENUTUP... 73
6.1. Kesimpulan... 73
6.2. Saran... 74
DAFTAR BAGAN
Halaman Bagan 1 Kerangka Pemikiran... 25
Bagan 2 Struktur Kepengurusan Yayasan Pembinaan Anak Cacat
(YPAC) Medan... 41
Bagan 3 Struktur Kepengurusan Pusat Rehabilitasi Anak (PRA)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1 Data Jumlah Guru/Pegawai SLB Tuna Daksa
YPAC Medan... 38
Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia... 43
Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Agama... 45
Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa... 46
Tabel 5 Distribusi Responden Berdasarkan Daerah Asal/Tempat Tinggal... 47
Tabel 6 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 48
Tabel 7 Tahu tidaknya Responden Mengenai Tujuan Dari Program Pelayanan dan Pembinaan Assessment... 49
Tabel 8 Tahu tidaknya Responden Mengenai Tujuan Dari Program Pelayanan dan Pembinaan Rehabilitasi Medis... 50
Tabel 9 Tahu tidaknya Responden Mengenai Tujuan Dari Program Pelayanan dan Pembinaan Rehabilitasi Pendidikan... 51
Tabel 10 Tahu tidaknya Responden Mengenai Tujuan Dari Program Pelayanan dan Pembinaan Rehabilitasi Pravokasional... 52
Tabel 11 Tahu tidaknya Responden Mengenai Tujuan Dari Program Pelayanan dan Pembinaan Rehabilitasi Sosial... 53
Tabel 12 Tanggapan Responden Mengenai Kebermanfaatan Program Pelayanan dan Pembinaan YPAC Medan... 54
Mendukung Pelayanan dan Pembinaan... 55
Tabel 14 Tanggapan Responden Terhadap Proses Pemberian Pelayanan
dan Pembinaan... 56
Tabel 15 Tanggapan Responden Terhadap Materi-Materi Pelayanan
dan Pembinaan Yang Diberikan Oleh Yayasan... 57
Tabel 16 Tanggapan Responden Mengenai Perlu Tidaknya Penambahan
Fasilitas Guna Menunjang Program Pelayanan dan
Pembinaan... 58
Tabel 17 Hubungan Atau Kerjasama Responden Dengan Para Guru
dan Pelatih Terapi... 59
Tabel 18 Tanggapan Responden Mengenai Kemampuan Para Guru
dan Pelatih Terapi Dalam Memberikan Pelayanan
dan Pembinaan... 60
Tabel 19 Jenis Latihan Keterampilan Yang Diminati Oleh
Responden... 61
Tabel 20 Tanggapan Responden Mengenai Keadaan Sarana dan
Prasaran Yang Tersedia di Yayasan... 63
Tabel 21 Tanggapan Responden Mengenai Daya Tampung Kelas... 64
Tabel 22 Jenis Kegiatan Olahraga Yang Paling Diminati Responden... 65
Tabel 23 Tanggapan Responden Terhadap Fasilitas Kegiatan
Olahraga... 66
Tabel 24 Ada Tidaknya Perubahan Yang Dialami Responden Selama
Berada di Yayasan... 67
Membuat Responden Termotivasi Dalam Mengembangkan
Bakat dan Minat... 68
Tabel 26 Tanggapan Responden Mengenai Kemampuan Dalam
Bersosialisasi di Lingkungan Sosial... 70
Tabel 27 Tanggapan Responden Mengenai Tingkat Kemandirian
Selama Menerima Pelayanan dan Pembinaan... 71
Tabel 28 Sudah Belumnya Responden Mendapatkan Keterampilan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
Ayu Andira, 070902006, Efektivitas Pelaksanaan Program Pelayanan Sosial Terhadap Penyandang Tuna Daksa Oleh Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan.
(Skripsi ini terdiri dari 6 Bab, 77 Halaman, 3 Bagan, 28 Tabel, 20 Kepustakaan, dan 4 Lampiran)
ABSTRAK
Masalah penyandang cacat merupakan salah satu masalah sosial yang seharusnya mendapatkan perhatian khusus baik dari pemerintah, maupun masyarakat. Setiap manusia memiliki keinginan dan hak yang sama yaitu untuk dapat hidup sejahtera dan dapat menjalankan fungsi sosialnya dengan baik, demikian halnya dengan para penyandang cacat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses dan efektivitas pelaksanaan program pelayanan sosial terhadap penyandang tuna daksa di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan untuk mensejahterakan dan memandirikan penyandang cacat, melalui layanan assessment, layanan rehabilitasi medis, layanan rehabilitasi pendidikan, layanan rehabilitasi pravokasional, dan layanan rehabilitasi sosial.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan populasi sebanyak 20 orang. Dalam hal ini, seluruh populasi dijadikan sampel. Teknik pengumpulan data yang diperoleh dalam penelitian yaitu melalui data primer (kuesioner, dan wawancara) dan data sekunder (studi kepustakaan). Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik analisa deskriptif kualitatif dimana data yang dikumpulkan dari kuesioner dan wawancara, ditabulasikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan kemudian dianalisa.
Dari hasil analisa yang dilakukan dapat diketahui bahwa pelayanan dan pembinaan yang diberikan oleh YPAC Medan sudah efektif dalam mensejahterakan dan memandirikan anak binaan yakni dengan cara memberikan keterampilan, memulihkan fungsi sosial anak binaan dengan baik, dan melatih kemandirian anak binaan sesuai dengan kemampuannya. Hal ini terbukti karena adanya perubahan atau perkembangan positif yang dialami oleh anak binaan setelah mereka mengikuti program pelayanan dan pembinaan di YPAC Medan. Seperti : dapat menguasai keterampilan, mampu bersosialisasi dengan baik di lingkungan sosial, dan sudah mandiri dalam membantu kebutuhan dirinya, misalnya, dalam memakai baju, celana, sepatu, dan lain-lain.
UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA
FAKULTY OF SOCIAL AND POLITIC SCIENCES
DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE
Ayu Andira, 070902006, The Effectivity Of The Social Service Programs For Handicapped People In The Institute Of The Cultivation For The Handicapped Children Medan.
(Thesis consists of 6 Chapters, 77 Pages, 3 Diagrams, 28 Tables, 20 Libraries, and 4 appendix)
ABSTRACT
The problem of handicapped people is one of social problem that should get special attention of both from the goverment and society. Each people has their willing and the same human being, it is to be able to live prosperously and to be able to do their social functions, thus for the handicapped people. This research is aimed to find out how the process and the effectivity of the social service programs for handicapped people in The Institute Of Cultivation For The Handicapped Children (YPAC) Medan to prosperous and to autonomous the handicapped people, through the assessment service, the service of medical rehabilitation, the service of education rehabilitation, the service of pravocational rehabilitation, and the service of social rehabilitation.
This research is using the descriptive method with 20 population, because the population is less from 100 so the whole population is being the sample. The technicque of collecting data is using the primary data (questioner and interview) and the secondary data (library study). The technique of analysis data is using qualitative descriptive analysis technique where the data is gained from the questioner and interview, and is tabled in frequency distribution and then being analized.
From the analysis result, it is know that the service and the ciltivation which is given by YPAC Medan is effective in prosperous and autonomous the handicapped, by giving such kind of skills, by improving social functions of the handicapped people, and by practising their autonomous based on their ability. It is proved by the changes or the positive development experienced by the handicapped people after they join the program of service and cultivation in YPAC Medan. Such as : to be able in mastering the skills, to be able in socializing in the social environment, to be able autonomous in helping their own needs, for example in wearing clothes, trousers, shoes, etc.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Indonesia dalam melaksanakan pembangunan nasionalnya selalu dilandasi
oleh tujuan untuk penciptaan keadilan dan kemampuan bagi seluruh rakyat.
Penciptaan tujuan dimaksud diwujudkan melalui berbagai proses pembangunan di
segala bidang yang saling terkait dan saling menunjang satu sama lain sebagai
bagian dari pembangunan nasional. Salah satu diantaranya adalah “Pembangunan
Kesejahteraan Sosial”. Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan usaha yang
terencana dan terarah yang meliputi berbagai bentuk intervensi dan pelayanan
sosial untuk memenuhi kebutuhan manusia, mencegah dan mengatasi masalah
sosial, serta memperkuat institusi-institusi sosial (Edi Suharto, 1997 : 97).
Pengertian tersebut berarti bahwa tujuan pembangunan kesejahteraan
sosial mencakup seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia termasuk warga
masyarakat yang menyandang masalah kesejahteraan sosial. Salah satu
penyandang masalah kesejahteraan sosial sebagai sasaran dari pembangunan
kesejahteraan sosial yaitu orang-orang yang berstatus penyandang cacat
(Keputusan Menteri Sosial RI, 1996 : 17).
Berdasarkan hasil pendataan jumlah penyandang cacat yang dilakukan
oleh Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial pada tahun 2009 di 9 Provinsi
yaitu Provinsi Jambi, Bengkulu, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara
Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Gorontalo dan Jawa Barat terdapat
penyandang cacat berat yang mengalami hambatan dalam kegiatan sehari-hari.
Dan sekitar 67,33% penyandang cacat dewasa tidak mempunyai keterampilan dan
pekerjaan. Jumlah penyandang cacat laki-laki lebih banyak dari perempuan
sebesar 57,96%. Jumlah penyandang cacat tertinggi terdapat di Provinsi Jawa
Barat (50,90%) dan terendah terdapat di Provinsi Gorontalo (1,65%). Dari
kelompok umur,yaitu usia 18-60 tahun menempati posisi tertinggi. Kecacatan
yang paling banyak dialami adalah cacat kaki (21,86%), mental retardasi
(15,41%) dan bicara (13,08%). Sedangkan adapun hasil dari jumlah pendataan
para penyandang cacat pada tahun 2009 di Indonesia berjumlah 1.544.184 jiwa
penyandang cacat
Dalam hal ini penyandang cacat juga merupakan bagian dari warga negara
Indonesia yang juga berhak untuk mendapatkan kehidupan yang layak dengan
mengembangkan potensi yang dimiliki agar dapat hidup layak dan sejajar dengan
warga masyarakat lainnya. Selama ini, masyarakat masih kurang menghargai
Pada dasarnya penyandang tuna daksa ini memiliki kesamaan dengan
manusia normal lainnya, hanya saja perbedaannya terletak pada kelainan bentuk
tubuh dan keberfungsian kondisi fisiknya dimana akibatnya banyak penyandang
cacat yang mengalami hambatan untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari. Selain
itu, dampak dari perbedaan bentuk tubuh tersebut juga dapat menyebabkan para
penyandang cacat merasa rendah diri, kurang percaya diri, dan cenderung
menghindari pergaulan dengan manusia normal lainnya. Ditambah lagi perlakuan
dari masyarakat yang cenderung mengabaikan keberadaan para penyandang cacat,
sehingga membuat para penyandang semakin pesimis dan menganggap bahwa
kemampuan dan keberadaan penyandang cacat, akibatnya banyak fasilitas umum
tidak bisa dijangkau oleh para penyandang cacat. Ketiadaan fasilitas yang
seharusnya menjadi hak mereka mengakibatkan para penyandang cacat, menuntut
adanya kemudahan ruang gerak yang sangat diperlukan untuk dapat mewujudkan
kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan. Adanya kemudahan berupa
fisik merupakan faktor penting yang ikut membantu menumbuhkan kemandirian
penyandang cacat.
Dengan berbagai keterbatasan yang ada dalam dirinya, maka penyandang
cacat memerlukan adanya uluran tangan pihak lain yang dapat membantu
kemudahan terhadap peluang kerja sebagai bekal untuk hidup mandiri di
masyarakat. Salah satu upaya yang ditempuh adalah dengan menyalurkan tenaga
kerja penyandang tuna daksa (cacat tubuh) pada berbagai perusahaan negara dan
swasta di sektor industri sesuai dengan bidang keterampilan yang dimiliki dan
tingkat kecacatannya
Jika ditinjau lebih jauh, sebenarnya ada sebagian dari mereka yang
memiliki potensi yang dapat dikembangkan dan diberdayakan secara optimal
dalam rangka peningkatan kesejahteraan sosial bagi para penyandang tuna daksa
tersebut, sehingga mereka dapat berfungsi secara wajar dan ikut berperan di
tengah-tengah masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Kebijakan pemerintah dalam penanganan penyandang cacat ini tertuang
dalam Undang-Undang No. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat, dan
Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1998 tentang upaya peningkatan
tersebut, dikemukakan bahwa pemerintah dan masyarakat mempunyai tanggung
jawab yang sama dalam melakukan pembinaan demi kesejahteraan penyandang
cacat. Untuk itu, pemerintah dalam menjalankan tugasnya tersebut, memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk bersama-sama pemerintah
melakukan kegiatan peningkatan kesejahteraan sosial bagi penyandang cacat
(pasal 23-25 UU No.4 tahun 1997).
Dimana inti daripada undang-undang tersebut adalah menjelaskan bahwa
penyandang cacat merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki
kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama. Mereka juga mempunyai hak
dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Pada
pasal 6 dijelaskan bahwa setiap penyandang cacat berhak memperoleh : (1)
pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; (2) pekerjaan
dan penghidupan yang layak sesuai jenis dan derajat kecacatan , pendidikan, dan
kemampuannya; (3) perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan
dan menikmati hasil-hasilnya; (4) aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya; (5)
rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; dan (6)
hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan
sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan
masyarakat
sid=594).
Namun, pada realitanya tidak semua hal yang dicantumkan dalam
undang-undang tersebut dapat direalisasikan dengan baik, seperti dapat kita lihat di dalam
kehidupan sehari-hari masih banyak para penyandang cacat yang mengalami
bukanlah sesuatu yang harus dihindari, tetapi justru dengan kondisi yang ada pada
mereka, maka mereka patut untuk kita bantu. Banyak penyandang cacat yang
tidak mendapatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial karena keterbatasan
informasi. Oleh karena itu, para penyandang cacat perlu mendapat perhatian yang
khusus dengan memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial agar mereka
memiliki akses dalam memperoleh berbagai informasi-informasi yang berkenaan
dengan peningkatan status dan kesejahteraan penyandang cacat.
Mengingat kondisi pelaksanaan pelayanan sosial terhadap penyandang
cacat kini masih sangat memperihatinkan, dimana karena masih minimnya
perhatian dan keseriusan di dalam pelaksanaan pelayanan sosial yang diberikan
kepada penyandang tuna daksa dari pihak pemerintah maupun pihak swasta. Oleh
karena itu, pihak masyarakat juga seharusnya ikut berperan di dalam pemberian
pelayanan sosial terhadap penyandang tuna daksa dalam hal peningkatan
kesejahteraan sosial penyandang cacat tentunya dengan bekerjasama dengan
pihak-pihak yang terkait lainnya seperti LSM, NGO, tokoh-tokoh masyarakat,
guru, psikolog, dokter, serta profesi-profesi lainnya yang turut mendukung dalam
hal peningkatan kesejahteraan sosial tersebut. Dimana juga diperkuat dengan
adanya Undang-Undang No.11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, yang
menjelaskan bahwa : “Penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah upaya yang
terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan
dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial,
Salah satu yayasan pembinaan sosial yang ikut terjun langsung dalam hal
pemberian pelayanan sosial terhadap penyandang tuna daksa ini adalah Yayasan
Pembinaan Anak Cacat yang berlokasi di Medan. Yayasan Pembinaan Anak
Cacat Medan atau yang sering disingkat dengan istilah YPAC Medan adalah
sebuah Yayasan Nir-Laba yang membina anak-anak berkemampuan dan
berkebutuhan khusus di kawasan Medan dan sekitarnya. Mereka yang dibina
YPAC Medan diberikan pelayanan menyeluruh dalam sebuah institusi yaitu Pusat
Rehabilitasi Anak (PRA). Dimana layanan rehabilitasi yang akan dikembangkan
di PRA tersebut mempunyai tugas untuk melaksanakan pelayanan dan rehabilitasi
sosial bagi penyandang cacat tuna daksa yang meliputi :
a. Kunjungan rumah
b. Bimbingan dan Penyuluhan
c. Layanan pengembangan bakat dan minat
d. Layanan rekreasi dan kreasi
e. Layanan sosialisasi
f. Rehabilitasi dalam keluarga, dan
g. Rehabilitasi bersumber masyarakat
(Sumber : Yayasan Pembinaan Anak Cacat, 2004 : 4).
YPAC Medan ini juga memiliki prinsip bahwa cacat atau tidak bukanlah
suatu halangan untuk dapat berkarya, setiap orang cacat atau tidak apabila
bersedia belajar dan bekerja patut mendapatkan kesempatan yang sama untuk
memperoleh perlakuan yang layak dan setara di dalam masyarakat.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, penulis tertarik untuk
oleh YPAC Medan terhadap penyandang tuna daksa dengan melihat kelengkapan
fasilitas pendukung pelayanan, keahlian staf pengajar, dan dukungan dari
masyarakat terutama keluarga para penyandang tuna daksa. Untuk lebih terarah,
penulis membatasi penelitian ini hanya pada ruang lingkup keefektifan pelayanan
yang diberikan. Untuk itu, penulis mengangkat permasalahan yang di rangkum
dalam penelitian sebuah karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul:
“Efektivitas pelaksanaan program pelayanan sosial terhadap penyandang tuna daksa oleh Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan”.
Adapun alasan mengapa permasalahan ini perlu untuk diteliti adalah
karena saya ingin melihat bagaimana efektivitas dari pemberian pelayanan sosial
terhadap penyandang tuna daksa tersebut dimana agar pelayanan yang diberikan
dapat tercapai secara optimal, maka dituntut suatu keterampilan yang didukung
oleh fasilitas pendukung pelayanan yang memadai dan keahlian staf pendidik,
serta apa manfaat dari pelayanan sosial yang telah dilakukan kepada penyandang
tuna daksa, dimana dapat kita lihat pada saat sebelum dan sesudah menerima
pelayanan. Selain itu, masyarakat juga pastinya mengharapkan agar pelayanan
sosial yang diberikan dapat lebih berkualitas nantinya, khususnya di rehabilitasi-
rehabilitasi sosial seperti YPAC Medan.
1.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan pokok dari suatu rancangan atau usulan
penelitian. Perumusan masalah bertujuan agar keseluruhan proses penelitian bisa
benar-benar terarah dan fokus pada satu topik penelitian yang jelas. Berdasarkan
latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis dapat merumuskan suatu
“Bagaimanakah efektivitas pelaksanaan program pelayanan sosial terhadap
penyandang tuna daksa oleh yayasan pembinaan anak cacat (YPAC) Medan ?”
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana proses pembinaan yang dilaksanakan oleh
YPAC Medan terhadap pembinaan penyandang tuna daksa.
2. Untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan program pelayanan yang telah
dilaksanakan oleh YPAC Medan terhadap pembinaan penyandang tuna
daksa.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Secara akademis, dapat memberikan sumbangan yang positif terhadap
pengembangan Ilmu Kesejahteraan Sosial secara nyata mengenai konsep
pelayanan sosial.
2. Secara teoritis, dapat mempertajam kemampuan penulis di dalam bidang
penulisan karya ilmiah dan menambah khasanah penulis tentang
efektivitas pelayanan.
3. Secara praktis, dapat digunakan sebagai bahan masukan, pertimbangan,
dan sebagai bahan evaluasi khususnya bagi YPAC Medan dan bagi
pemerintah, maupun pihak-pihak luar secara umum guna meningkatkan
1.4. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
serta sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan tentang uraian dan teori-teori
yang berkaitan dengan masalah dan objek yang
akan diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep,
dan definisi operasional.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi
penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik
pengumpulan data, serta teknik analisa data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang uraian sejarah geografis dan gambaran umum lokasi penelitian yang
berhubungan dengan masalah objek yang
diteliti.
BAB V : ANALISA DATA
BAB VI : PENUTUP
Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran atas penelitian yang telah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Efektivitas
Dalam setiap organisasi, efektivitas merupakan unsur pokok untuk
mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan. Menurut Barnard, bahwa
efektivitas adalah tercapainya sasaran yang telah disepakati bersama (Barnard,
1992 : 27).
Dalam Ensiklopedia Umum (1977 : 129), disebutkan bahwa efektivitas
menunjukkan taraf tercapainya suatu tujuan. Usaha dikatakan efektif jika usaha
itu mencapai tujuannya secara ideal, taraf intensitas dapat dinyatakan dengan
ukuran yang agak pasti.
Menurut Cambel J.P, pengukuran efektivitas secara umum dan yang
paling menonjol adalah :
1. Keberhasilan program
2. Keberhasilan sasaran
3. Kepuasan terhadap program
4. Tingkat input dan output
5. Pencapaian tujuan menyeluruh (Cambel, 1989 : 121).
Sehingga efektivitas program dapat dijalankan dengan kemampuan
operasional dalam melaksanakan program-program kerja yang sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Secara komprehensif, efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat
tugas-tugas pokoknya atau untuk dapat mencapai sasaran yang telah ditentukan
sebelumnya (Cambel, 1989 : 47).
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Efektivitas (berjenis
kata benda) berasal dari kata dasar efektif (kata sifat). Dimana Efektif adalah :
1. Ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya);
2. Manjur atau mujarab (seperti obat);
3. Dapat membawa hasil; berhasil guna (seperti usaha, tindakan);
4. Mulai berlaku (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga tahun 2003 :
284).
Selain itu, adapun pendapat para ahli lainnya tentang pengertian efektivitas
ini di antaranya sebagai berikut :
1. Hodge (1984:299), efektivitas sebagai ukuran suksesnya organisasi
didefinisikan sebagai kemampuan organisasi untuk mencapai segala
keperluannya. Ini berarti bahwa organisasi mampu menyusun dan
mengorganisasikan sumber daya untuk mencapai tujuan.
2. Sondang P. Siagian (2001 : 24), efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar
ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa
kegiatan yang dijalankannya.
3. Richard M. Steers, (1985 : 46), efektivitas adalah sejauh mana organisasi melaksanakan seluruh tugas pokoknya atau mencapai semua sasaran.
Efektivitas dalam dunia riset ilmu-ilmu sosial dijabarkan dengan jumlah
penemuan atau produktivitas, dimana bagi sejumlah sarjana sosial efektivitas
efektivitas memiliik arti yang berbeda bagi setiap orang, tergantung pada
kerangka acuan yang dipakai.
Mengingat keanekaragaman pendapat mengenai sifat dan komposisi dari
efektivitas tersebut, maka tidaklah mengherankan jika sekian banyak pendapat
mengalami pertentangan sehubungan dengan cara meningkatkannya, cara
mengatur dan bahkan cara menentukan indikator dari efektivitas.
Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat penulis simpulkan pengertian
efektivitas yaitu keberhasilan suatu aktivitas atau kegiatan dalam mencapai tujuan
(sasaran) yang telah ditentukan sebelumnya secara maksimal. Lebih jelasnya,
apabila tujuan atau sasaran dapat dicapai sesuai dengan yang telah ditentukan
sebelumnya maka dapat dikatakan efektif dan sebaliknya apabila tujuan atau
sasaran tersebut tidak dapat dicapai sesuai dengan yang telah ditentukan
sebelumnya maka aktivitas tersebut dapat dikatakan tidak efektif.
2.2. Pengertian Pelayanan Sosial
Pelayanan sosial terdiri dari dua kata, yaitu pelayanan dan sosial
pelayanan berarti usaha pemberian bantuan atau pertolongan kepada orang lain,
baik materi dan non materi, agar orang itu dapat mengatasi masalahnya sendiri.
Dapat disimpulkan dari batasan tersebut bahwa pelayanan bukan hanya pemberian
bantuan berupa uang, makanan, sandang, perumahan, dan lain-lain yang bersifat
materi melainka n juga bersifar non materi seperti bimbingan. Sedangkan sosial
berarti kawan, yaitu : 1) suatu badan umum kearah kehidupan bersama manusia
dan masyarakat, 2) suatu petunjuk kearah usaha-usaha menolong orang miskin
dan sengsara (Soetarso, 1977 : 78).
arti luas dan sempit, yaitu :
1. Pelayanan dalam arti luas adalah pelayanan sosial yang mencakup fungsi
pengembangan termasuk pelayanan sosial dalam bidang pendidikan,
kesehatan, tenaga kerja, dan sebagainya.
2. Pelayanan dalam arti sempit adalah pelayanan sosial yang mencakup
pertolongan dan perlindungan kepada golongan yang tidak beruntung,
seperti pelayanan sosial bagi anak-anak cacat, anak-anak terlantar,
keluarga miskin, tuna susila, dan sebagainya.
Konsepsi mengenai pelayanan sosial memiliki arti yang luas dan
bergantung kepada bagaimana konsep pelayanan sosial tersebut dipandang dari
berbagai aspek, yakni pelayanan sosial bukan hanya sebagai usaha memulihkan,
memelihara, dan meningkatkan kemampuan berfungsi sosial individu dan
keluarga melainkan juga sebagai usaha untuk menjamin berfungsinya kolektivitas
seperti kelompok-kelompok sosial, organisasi-organisasi serta masyarakat
(Romanyshyn, dalam M. Fadhil Nurdin, 1989 : 50).
Motif utama dalam pelayanan sosial adalah masyarakat mempunyai
tanggung jawab untuk membantu masyarakat yang lebih lemah dan kurang
beruntung serta memberikan perlindungan dengan pelayanan-pelayanan yang
tidak mungkin dipenuhi oleh mereka sendiri secara perorangan. Motif inilah yang
kemudian mendorong terbentuknya lembaga-lembaga pelayanan sosial seperti
Yayasan yang berusaha membantu, menghibur dan memberikan kepada kliennya
dengan berbagai aktivitas kegiatannya.
2.2.1. Klasifikasi Pelayanan Sosial
membantu tercapainya penyesuaian timbal balik antara seseorang atau kelompok
dengan lingkungannya.
Klasifikasi pelayanan sosial dikemukakan oleh Alfred J. Khan dengan
berdasarkan pada fungsinya sebagai berikut, yaitu :
1. Pelayanan sosial untuk tujuan sosialisasi dan pengembangan. Tujuan
kegiatan ini adalah sosialisasi, menanamkan pemahaman akan tujuan dan
motivasi, serta meningkatkan mutu perkembangan kepribadian.
2. Pelayanan sosial untuk tujuan penyembuhan, pemberian bantuan,
rehabilitasi dan perlindungan sosial. Pelayanan ini dapat berupa bantuan
singkat, intensif dan pribadi sifatnya dengan program-program perbaikan
situasi lingkungan sosial, antar orang atau unsur-unsur kepribadiannya
juga termasuk pemulihan kemampuan pelaksanaan peranan-peranan sosial
individu.
3. Pelayanan sosial untuk membantu orang menjangkau dan menggunakan
pelayanan sosial yang sudah ada dan pemberian informasi dan nasihat.
Pelayanan sosial yang disusun dengan baik dan disampaikan dengan
efektif akan dapat memenuhi kebutuhan dan bahkan menciptakan
kepuasan.
2.2.2. Program-program pelayanan sosial
Program-program pelayanan sosial merupakan bagian dari intervensi
kesejahteraan sosial. Pelayanan-pelayanan sosial meliputi kegiatan-kegiatan atau
intervensi kasus yang dilaksanakan secara diindividualisasi, langsung dan
terorganisasi, yang bertujuan membantu individu, kelompok dan lingkungan
Bentuk-bentuk pelayanan sosial sesuai dengan fungsi-fungsinya adalah
sebagai berikut :
1. Pelayanan akses : mencakup pelayanan informasi, rujukan pemerintah,
nasehat dan partisipasi. Tujuannya membantu orang agar dapat mencapai
atau menggunakan layanan yang tersedia.
2. Pelayanan terapi : mencakup pertolongan dan terapi atau rehabilitasi,
termasuk di dalamnya perlindungan dan perawatan. Misalnya
pelayanan yang diberikan oleh badan-badan yang menyediakan
konseling, pelayanan kesejahteraan anak, pelayanan kesejahteraan
sosial mendidik dan sekolah, perawatan bagi orang-orang jompo dan lanjut
usia.
3. Pelayanan sosialisasi dan pengembangan, misalnya taman penitipan
bayi dan anak, keluarga berencana, pendidikan keluarga, pelayanan
rekreasi bagi pemuda dan masyarakat yang dipusatkan atau community
centre (Nurdin, 1989 : 50).
2.2.3. Standart pelayanan sosial
Kata “standart” yang digunakan disini dapat berarti :
a. Suatu norma bagi pelayanan sosial.
b. Suatu bentuk norma atau peraturan tertentu yang sengaja disusun untuk
digunakan sebagai pedoman.
Adapun jenis standart pelayanan sosial itu adalah :
1. Standart Minimum
Standart ini digunakan apabila pemerintah menginginkan penentuan
pelayanan sosial. Badan-badan sosial didorong untuk melampaui
standart minimum tersebut.
2. Standart Maksimum
Standart ini merupakan sasaran pencapaian mutu pelayanan tertinggi
yang ditentukan oleh pemerintah selama jangka waktu tertentu.
Standart maksimum ini dapat digunakan dalam perencanaan
kesejahteraan sosial jangka panjang.
3. Standart Realistis
Standart ini lebih banyak berfungsi sebagai pedoman dan oleh
karenanya tidak mempunyai kekuatan memaksa. Tujuan utama
standart ini adalah mendorong badan-badan sosial untuk meningkatkan
pelayanannya.
Pelayanan sosial secara umum dapat dibagi dalam dua kategori yang
saling menunjang dan saling melengkapi yaitu pelayanan yang melalui panti dan
pelayanan di luar panti. Keduanya harus tercakup dalam standart yang berisikan :
1. Bangunan dan fasilitas lingkungannya
Bangunan dan fasilitas lingkungan merupakan objek yang secara langsung
digunakan untuk menampung atau menyembuhkan penerima pelayanan.
Biasanya luas panti untuk satu orang klien digunakan sebagai standart luas
bangunan. Verifikasi, tata lampu, peralatan kesehatan, dan keselamatan
merupakan hal-hal yang dimaksudkan dalam jenis-jenis bangunan yang
akan dibangun.
2. Peralatan
digunakan baik secara perorangan maupun secara bersama-sama.
3. Pelayanan Operasional
Mencakup hal-hal sebagai berikut :
a. Makanan (kalori, mutu, jenis menu, fasilitas dapur, perabotan pecah
belah dan lain-lain)
b. Pakaian (jumlah fasilitas cucian, frekuensi pergantian)
c. Kesehatan dan kebersihan
d. Rekreasi dan kegiatan-kegiatan pengisian waktu luang
4. Pelayanan Profesional
Mencakup hal-hal sebagai berikut :
Asuhan (jumlah dan tugas-tugas pengasuh)
a. Pekerja sosial dan pelayanan profesional lain yang terkait (jumlah dan
tugas-tugas pekerja sosial, psikolog, psikiater, perawat, penyuluh dan
sebagainya).
b. Pelayanan Pendidikan
c. Latihan Kerja
d. Pelayanan Bimbingan Lanjut
5. Tenaga
Standart ini mencakup kualifikasi petugas, seleksi dan peremajaan, kondisi
kerja, perawatan kesehatan, dan jaminan-jaminan lainnya.
6. Administrasi
Mencakup supervisi, latihan dan pengembangan petugas, pencatatan tugas-
tugas profesional maupun pelayanan rutin, ketatausahaan keuangan,
2.3. Pengertian Penyandang Tuna Daksa
Menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1997, Penyandang cacat adalah
setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat
mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan
kegiatan secara selayaknya, yang terdiri dari :
a. Penyandang cacat fisik
b. Penyandang cacat mental
c. Penyandang cacat fisik dan mental
Secara etimologis, gambaran seseorang yang diidentifikasikan mengalami
ketunadaksaan, yaitu seseorang yang mengalami kesulitan mengoptimalkan fungsi
anggota tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah bentuk,
dan akibatnya kemampuan untuk melakukan gerakan – gerakan tubuh tertentu
mengalami penurunan.
Secara definitif pengertian kelainan fungsi anggota tubuh (tunadaksa)
adalah ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya
disebabkan oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan
fungsi secara normal, akibat luka, penyakit, atau pertumbuhan tidak sempurna.
Dari beberapa defenisi tentang pengertian penyandang tuna daksa tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa individu yang mengalami kelainan tubuh baik
berupa kelainan bentuk, tidak sempurnanya organ tubuh, tidak lengkapnya fungsi
tulang, otot dan persendian, sangat memerlukan adanya pelayanan sosial yang
memberikan pelayanan secara khusus, seperti Yayasan Pembinaan Anak Cacat
2.3.1. Faktor Penyebab Ketunadaksaan
Menurut Herman Sukarman, penyebab timbulnya ketunaan atau kecacatan
tubuh dikarenakan hal-hal sebagai berikut :
1. Penyakit. Misalnya polio, rematik, catitis, dan lepra. Sebab dengan
Kemajuan ilmu kedokteran orang yang menderita penyakit tertentu dapat
diselamatkan jiwanya, tetapi meninggalkan bekas dalam bentuk kecacatan,
misalnya polio, TBC tulang, TBC sendi. Kecelakaan yang dapat
menyebabkan cacat antara lain, kecelakaan lalu-lintas, jatuh dari pohon,
tertimpa bencana rumah roboh. Kecelakaan l alu-lintas berupa jatuh dari
kendaraan, tertabrak, tergilas kereta api. Sedangkan kecelakaan jatuh dari
pohon dapat berupa terlepas dari panjatan karena cabang yang dipanjat patah
dan pohon yang dipanjat roboh.
2. Kecelakaan dalam pekerjaan atau perusahaan. Apabila bekerja di suatu
pabrik atau perusahaan baik milik pemerintah maupun swasta tentu
berhadapan dengan mesin-mesin, dalam menjalankan mesin-mesin ada hal
si pekerja tersebut mengalami suatu kelengahan yang mengakibatkan
terjadinya kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja akibat dari mesin-mesin
tersebut dapat seperti anggota tubuhnya tergilas oleh mesin yang
menyebabkan anggota tubuhnya putus dan harus diamputasi.
3. Peperangan. Ini juga merupakan bencana yang tidak menimbulkan
keuntungan bagi semua pihak, bagi mereka yang menang juga mengalami
pengorbanan yang besar dan yang kalah pun mengalami pengorbanan yang
lebih banyak. Pengorbanan itu meliputi : harta benda, nyawa dan ada
dari peperangan, banyak para pejuang bahkan rakyat kecil pun
yang mengalami kecacatan. Cacat karena perang ini seperti kaki dan
lengannya dipotong (amputasi), lumpuh, dan ketidakberfungsian sebagian
tubuh.
4. Cacat sejak lahir. Majunya ilmu pengetahuan dan majunya teknologi
modern atau kebudayaan yang menganut faham kebebasan yang sedikit
banyak akan mempengaruhi bahkan mengubah kebudayaan dan
tingkahlaku pergaulan masyarakat kita. Akses dari masuknya pengetahuan
dan teknologi modern tersebut secara tidak langsung dapat menimbulkan
kecacatan tubuh, misalnya mengkonsumsi obat-obatan yang
mengakibatkan anak keturunannya lahir cacat. Cacat sejak lahir dapat
dibedakan menjadi dua :
a. Cacat bawaan lahir, artinya begitu lahir cacat (anggota badannya
tidak lengkap).
b. Anak lahir dalam keadaan normal/sempurna tetapi
pertumbuhannya mengalami kelainan (cacat).
Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, berikut ini ada beberapa
penggolongan berdasarkan tujuan tertentu, yaitu sebagai berikut :
1. Penggolongan penyandang tuna daksa yang dikemukakan oleh Soerojo
dan Hadi Sutomo sebagai berikut :
a. Amputasi (putus kaki dan putus lengan)
b. Cacat tulang, persendian tungkai, persendian lengan.
c. Cacat tulang punggung
2. Penggolongan penyandang tuna daksa berdasarkan atas tujuan untuk
memberikan pertolongan rehabilitasi, terutama untuk penempatan
tenaga penyandang tuna daksa dalam menunjang kehidupannya :
a. Penyandang tuna daksa yang hanya memerlukan
pertolongan dalam penempatan kerja pada pekerjaan yang sesuai.
b. Penyandang tuna daksa yang karena kecacatannya memerlukan
latihan kerja (vocational training) untuk ditempatkan dijabatan
yang bisa dilakukan.
c. Penyandang tuna daksa yang setelah diberikan pertolongan
rehabilitasi dan latihan-latihan dapat dipekerjakan dengan
perlindungan.
Penyandang tuna daksa yang sedemikian cacatnya akan terus-menerus
memerlukan perawatan dan tidak produktif (Sudjadi dan Wardoyo, 2005 : 72-74).
2.3.2. Hak dan Kewajiban Penyandang Tuna Daksa
Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama
dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Di dalam Undang-Undang No. 4
Tahun 1997, menyebutkan bahwa setiap penyandang cacat berhak memperoleh :
1. Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan.
2. Pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat
kecacatan, pendidikan dan kemampuannya.
3. Perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati
hasil-hasilnya.
4. Aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya.
6. Hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan
kehidupan sosial, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan
keluarga dan masyarakat.
Selain memiliki hak, para penyandang cacat juga memiliki kewajiban
yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2.4. Kerangka Pemikiran
Masalah penyandang cacat merupakan salah satu masalah sosial yang
seharusnya mendapatkan perhatian khusus baik dari pemerintah, maupun
masyarakat. Setiap manusia memiliki keinginan dan hak yang sama yaitu untuk
dapat hidup sejahtera dan dapat menjalankan fungsi sosialnya dengan baik,
demikian halnya dengan penyandang cacat sebagaimana yang telah diatur dalam
Undang-Undang No. 4 Tahun 1997.
Namun di dalam kehidupan nyata seringkali kita melihat para penyandang
cacat mengalami perlakuan yang kurang baik di masyarakat, seperti : perlakuan
diskriminasi, merendahkan dan menghina para penyandang cacat dengan berbagai
alasan, serta masih adanya keengganan masyarakat untuk dapat mengakui
keberadaan penyandang tuna daksa.
Hingga saat ini sarana dan upaya untuk memberikan perlindungan hukum
terhadap kedudukan, hak, kewajiban, dan peran para penyandang cacat telah
dilakukan melalui berbagai peraturan perundang-undangan, yaitu yang mengatur
masalah ketenagakerjaan, pendidikan nasional, kesehatan, kesejahteraan sosial,
lalu lintas dan angkutan jalan, perkeretaapian, pelayaran, dan penerbangan. Akan
tetapi, upaya perlindungan saja belumlah cukup ataupun memadai, dengan
akan datang, sehingga diperlukan lagi sarana dan upaya lain agar penyandang
cacat dapat memperoleh kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan
penghidupan, khususnya dalam memperoleh pendidikan dan pekerjaan dalam
rangka mewujudkan kesejahteraan sosialnya yang diliputi oleh rasa keselamatan,
kesusilaan, dan ketenteraman lahir dan batin.
Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya-upaya pelayanan yang lebih
memadai, terpadu, dan berkesinambungan guna mewujudkan kemandirian dan
kesejahteraan penyandang cacat. Ini merupakan tanggung jawab bersama
Pemerintah, masyarakat, keluarga, dan penyandang cacat itu sendiri. Untuk itu,
diharapkan semua unsur tersebut dapat bekerjasama dan berperan aktif dalam
mewujudkannya, yang hasilnya diharapkan kelak para penyandang cacat dapat
melaksanakan fungsi sosialnya dalam arti mampu berintegrasi melalui komunikasi
dan interaksi secara wajar dalam hidup bermasyarakat.
Salah satu yayasan pembinaan sosial yang ikut terjun langsung dalam hal
pemberian pelayanan sosial terhadap penyandang cacat ini adalah Yayasan
Pembinaan Anak Cacat yang berlokasi di Medan. Dimana yayasan ini telah
memberikan berbagai program pelayanan rehabilitasi mulai dari assesment,
medis, pendidikan, pravokasional, dan rehabilitasi sosial. Proses pelayanan ini
merupakan suatu upaya untuk mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan
penyandang cacat serta mewujudkan kemampuan penyandang cacat untuk dapat
melaksanakan fungsi sosialnya dalam kehidupan dan penghidupan
Bagan I
Kerangka Pemikiran Secara Sistematis
Program Pelayanan : a. Layanan assesment
b. Layanan rehabilitasi medis
c. Layanan rehabilitasi pendidikan
d. Layanan rehabilitasi pravokasional
e. Layanan rehabilitasi sosial
Penyandang tuna daksa Yayasan Pembinaan Anak Cacat
( YPAC ) Medan
Perkembangan yang dihasilkan : 1. Memiliki keterampilan
2. Dapat berfungsi sosial dengan baik
3. Mandiri sesuai dengan kemampuannya
2.5. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.5.1. Definisi Konsep
Konsep adalah istilah atau defenisi yang digunakan untuk menggambarkan
secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat
perhatian (Singarimbun, 1993 : 33). Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan
istilah yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa
yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan
tujuan penelitian.
Untuk lebih mengetahui pengertian yang jelas mengenai konsep-konsep
yang akan diteliti, maka peneliti memberikan batasan konsep yang akan
digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
1. Efektifitas adalah suatu pencapaian tujuan secara maksimal dengan sarana
yang dimiliki melalui program-program tertentu.
2. Pelayanan sosial adalah aktivitas yang terorganisasi yang bertujuan untuk
membantu masyarakat untuk saling menyesuaikan diri dengan sesamanya
dan dengan lingkungan sosialnya agar berfungsi sosial dengan baik.
3. Penyandang tuna daksa adalah setiap orang yang mempunyai kelainan
fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan
dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya.
4. Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan adalah salah satu yayasan
pembinaan sosial yang ikut terjun langsung dalam hal pemberian
pelayanan sosial terhadap penyandang tuna daksa yang berlokasi di kota
Medan Provinsi Sumatera Utara. Yayasan ini adalah sebuah Yayasan
khusus di kawasan Medan dan sekitarnya.
2.5.2. Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan
bagaimana cara mengukur suatu variabel (Singarimbun, 1993 : 63).
Untuk melihat variabel-variabel dan indikator-indikator dalam penelitian
ini dapat dilihat dari jenis pelayanan yang diberikan, yaitu sebagai berikut :
1. Program pelayanan YPAC Medan yang diukur meliputi :
a. Layanan assesment adalah bertugas memeriksa, memantau dan
mengevaluasi anak binaan secara mandiri, berkualitas dan
profesional pada saat anak masuk, selama pembinaan dan saat
akhir pembinaan.
b. Layanan rehabilitasi medis adalah pemberian pertolongan
kedokteran dan bantuan alat-alat anggota tubuh tiruan (protese),
serta alat-alat penguat anggota tubuh (brace, spint dan lain-lain).
Rehabilitasi ini tidak hanya belajar bergerak atau memperbaiki
kondisi koordinasi gerak tubuh saja tapi juga penting untuk
mencegah terjadinya komplikasi kesehatan yang lebih jauh dan
melatih para penyandang cacat berperan kembali secara maksimal
di tengah masyarakat.
c. Layanan rehabilitasi pendidikan adalah bertugas untuk
memberikan berbagai pengetahuan dan informasi yang dapat
mendorong dan membantu anak binaan untuk dapat meningkatkan
wawasannya. Layanan ini dilakukan secara terencana, terarah,
d. Layanan rehabilitasi pravokasional adalah layanan yang
memberikan latihan dan pengetahuan keterampilan kepada
anak-anak binaan yang memiliki bakat dan kemampuan tertentu,
seperti : menjahit, melukis, membuat ambal, membuat keset kaki,
dan lain-lain.
e. Layanan rehabilitasi sosial adalah layanan rehabilitasi sosial yang
akan dikembangkan di pusat rehabilitasi anak (PRA) mencakup :
kunjungan rumah, bimbingan dan penyuluhan, layanan
pengembangan bakat dan minat, layanan rekreasi dan kreasi,
layanan sosialisasi, rehabilitasi dalam keluarga, dan rehabilitasi
bersumber masyarakat.
2. Sarana dan Prasarana atau fasilitas yang tersedia :
a. Gedung dan bangunan-bangunan
b. Ruang belajar
c. Kegiatan olahraga
3. Kesejahteraan dan kemandirian anak binaan, meliputi :
a. Memiliki keterampilan
b. Dapat berfungsi sosial dengan baik
BAB III
METODE PENELITIANi
3.1. Tipe Penelitian
Adapun penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk
memberi gambaran atau melukiskan kenyataan yang ada tentang masyarakat atau
sekelompok orang tertentu di lapangan secara analisis yang prosesnya meliputi
penguraian hasil observasi dari satu gejala yang diteliti atau lebih
(Bungin, 2005 : 35).
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, dimana peneliti ingin
membuat gambaran bagaimana keefektifan pelayanan yang diberikan Yayasan
Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan dengan melakukan pengamatan terhadap
gejala, peristiwa, kondisi dan fasilitas yang tersedia pada saat sekarang ini.
3.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC)
Medan yang berlokasi di Jln. Adinegoro No. 2 Kelurahan Gaharu Kecamatan
Medan Timur, Sumatera Utara. Alasan peneliti memilih lokasi di YPAC Medan
karena YPAC Medan merupakan salah satu yayasan rehabilitasi sosial yang ada di
Kota Medan yang dikelola oleh pihak swasta yang memberikan pelayanan sosial
bagi penyandang tuna daksa. Pertimbangan lainnya adalah karena lokasi YPAC
Medan yang letaknya strategis, sehingga mudah dijangkau oleh peneliti.
3.3. Populasi
Populasi penelitian adalah keseluruhan objek yang diteliti dari manusia,
sebagai sumber data yang memiliki karakter dalam suatu peristiwa
(Bungin, 2005 : 35).
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan dari anak binaan
penyandang tuna daksa di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan yakni
berjumlah 20 orang. Dalam hal ini, seluruh dari jumlah populasi dijadikan
sampel.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan, maka dalam penelitian ini
menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh melalui pengamatan langsung
terhadap gejala-gejala yang dapat diamati dari objek penelitian. Cara-cara
yang dilakukan, yaitu melalui :
a. Metode wawancara yaitu mengumpulkan data dengan mengadakan
dialog secara langsung dan mengajukan pertanyaan mengenai
permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini kepada responden
yang telah ditetapkan.
b. Metode angket (kuestioner) yaitu menyusun daftar pertanyaan
secara tertulis yang ditujukan kepada responden yang telah
ditetapkan.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan studi kepustakaan
(library research), yaitu dengan membuka, mencatat dan mengutip data
dan sebagainya yang berhubungan dengan masalah penelitian dan dapat
mendukung terlaksananya penelitian ini.
3.5. Teknik Analisa Data
Dalam penelitian ini, teknik analisa data yang digunakan adalah teknik
analisa deskriptif kualitatif, dimana data yang dikumpulkan dari kuesioner dan
wawancara, kemudian ditabulasikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan
kemudian dianalisa. Data penelitian dianalisa berdasarkan perhitungan persentase
dari tiap tabel. Dalam hal ini tidak dilakukan perhitungan yang bersifat uji statistik
karena analisa ini hanya bersifat deskriptif.
Teknik analisa data menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Editing, yaitu meneliti kembali catatan-catatan yang diperoleh dari
penelitian.
2. Koding, yaitu mengklasifikasikan jawaban-jawaban menurut macamnya.
3. Membuat kategori untuk mengklasifikasikan jawaban, hal ini berguna
untuk dapat dipakai sebagai data, sehingga mudah dianalisa serta
disimpulkan dan menjawab masalah yang dikemukakan dalam penelitian
sehingga jawaban yang beranekaragam dapat disingkatkan.
4. Menghitung frekuensi yaitu dengan menghitung besar frekuensi data pada
masing-masing kategori.
5. Tabulasi, disini data dalam keadaan yang ringkas dan tersusun dalam tabel
tunggal, sehingga dapat dibaca dengan mudah untuk mengetahui jawaban
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1. Lokasi Penelitian
YPAC Medan berlokasi di jalan Adinegoro No. 2 Kelurahan Gaharu
Kecamatan Medan Timur dengan luas tanah 4.574 m². Yayasan ini terletak di
samping kantor KPU Sumatera Utara dan bersebelahan dengan kantor Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI) serta letaknya juga berdekatan dengan kantor Poltabes
Medan. Letak yayasan yang strategis membuat yayasan ini menjadi salah satu
tempat pilihan sekolah luar biasa untuk para penyandang cacat, khususnya
penyandang tuna daksa dan tuna grahita.
4.2. Sejarah YPAC Medan
4.2.1. Sejarah YPAC Medan secara Nasional
Almarhum Prof. Dr. Soeharso adalah seorang ahli bedah tulang yang
pertama kali merintis upaya rehabilitasi penyandang cacat (Panca). Beliau
mendirikan pusat rehabilitasi-rehabilitasi Centrum, yang disingkat dengan R.C.
bagi korban revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia di Solo pada tahun 1952.
Pada saat itu, beberapa daerah terserang wabah poliomyelitis, dimana anak-anak
tersebut tidak mendapat perhatian karena memang fasilitas tidak ada. Namun, hal
ini tidak dapat dibiarkan.
Setelah Almarhum Prof. Dr. Soeharso pada tahun 1952 menghadiri
Internasional Conference on Social Work di Madras, maka atas prakarsa beliau dalam tahun 1953 didirikan Yayasan Pemeliharaan Anak Cacat (YPAC) di Solo,
bantuannya dengan memberikan ruangan khusus untuk merintis pelayanan kepada
anak-anak yang dibawa ke YPAC. Almarhum Prof. Dr. Soeharso meletakkan
prinsip-prinsip pekerjaan yayasan yang dalam garis besarnya sama dengan apa
yang dikerjakan di rehabilitasi Centrum.
Dalam rangka waktu satu tahun pengurus YPAC berhasil mendapatkan
sebuah gedung dari Yayasan Dana Bantuan Departemen Sosial. Tepat pada
tanggal 5 Februari 1954 dilaksanakan peletakan batu pertama. Enam bulan
kemudian pada tanggal 8 Agustus 1954 gedung YPAC yang terletak di Jalan
Slamet Riyadi No. 361 Medan dibuka.
Selanjutnya, beliau berkeliling ke berbagai kota untuk menghimbau
perorangan maupun organisasi wanita agar mendirikan yayasan semacam YPAC
guna memberikan pelayanan rehabilitasi pada anak-anak cacat fisik. Imbauan
beliau mendapat tanggapan dari masyarakat, YPAC didirikan di beberapa tempat
yang merupakan YPAC yang ada di Solo.
Seiring dengan berjalannya waktu, YPAC dituntut pola pikir dari
sosiokarikatif menjadi sosiotransformatif menuju YPAC yang profesional. Untuk
mencapai hal tersebut diatas, kepada seluruh SDM YPAC dilakukan
pelatihan-pelatihan tentang Kepemimpinan, Pengetahuan Manajemen, Pengolahan
Keuangan, Pengolahan Data, Tata Laksana Administrasi secara terstruktur dan
berkesinambungan. Dengan terbitnya Undang-Undang Yayasan No. 16 Tahun
2001, YPAC telah menyesuaikan.
Seiring dengan perkembangan zaman maka isu-isu tentang kecacatan juga
berubah. Masyarakat mulai menyadari bahwa semua manusia mempunyai hak
khusus. Label cacat sebaiknya dihilangkan. Lebih sesuai jika disebut anak dengan
kebutuhan khusus.
4.2.2. Sejarah YPAC Medan secara Umum
YPAC Medan didirikan pada tahun 1964 oleh :
1. Prof. Dr. H. R. Soeroso (FK-USU)
2. Dr. B. Sitepu Pandebesi (DKK-Medan)
3. Kol. Dr. Ibrahim Irsan (KESDAM)
4. Dr. R. Soetjipto Gondo Amidjojo (IKESA-USU)
5. Dr. G. P. Pane (DKK-Medan)
Sebagai cikal bakal perkembangan YPAC Cabang Medan pada saat itu
dibuka pelayanan fisioterapi kepada anak cacat di kawasan Medan dan pada tahun
1971 diterima bantuan sebidang tanah seluas 4.574 m² di jalan Adinegoro No. 2
Medan dari Walikota Medan yakni Drs. Syurkani.
YPAC Cabang Medan dikukuhkan pendiriannya pada tanggal 5 Februari
1972 melalui surat keputusan pengurus pusat yayasan No. 19/SK/PH/YPAC/85.
Sesuai dengan UU No. 16 Tahun 2003 tentang yayasan maka YPAC Cabang
Medan berubah status menjadi YPAC Medan berdasarkan Akta Notaris Henry
Tjong, SH No. 31 tanggal 18 Februari 2004.
YPAC Medan adalah sebuah Yayasan Nir-Laba yang membina anak-anak
berkemampuan dan berkebutuhan khusus di kawasan Medan dan sekitarnya.
4.3. Visi dan Misi YPAC Medan 4.3.1. Visi
Mengembangkan kemampuan peserta didik agar menjadi insan yang
demokratis, dan bertanggungjawab.
4.3.2. Misi 1. Meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
2. Memberikan pelayanan kepada anak tuna daksa dan tuna grahita sesuai
dengan kebutuhannya
3. Mengembangkan kemampuan peserta didik sesuai dengan minat dan bakat
4. Menjadikan peserta didik agar memiliki kepedulian terhadap lingkungan,
mampu beradaptasi dan berpartisipasi aktif di lingkungan sesuai dengan
kapasitas dan kemampuan
5. Menjadikan insan yang mandiri sesuai dengan kemampuannya
6. Mengembangkan pengetahuan, sikap dan psikomotor peserta didik melalui
layanan formal di sekolah
7. Menanamkan konsep diri yang positif agar dapat beradaptasi,
bersosialisasi di lingkungannya.
4.4. Sarana dan Prasarana YPAC Medan
Anak-anak yang dibina YPAC Medan diberikan pelayanan secara menyeluruh dalam sebuah institusi yaitu Pusat Rehabilitasi Anak (PRA). Pusat
rehabilitasi ini memberikan pelayanan kepada anak-anak yang termasuk
penyandang tuna daksa dan tuna grahita, melalui unit-unit layanan sebagai
berikut :
1. Layanan Assesment
Assesment merupakan kegiatan penyaringan terhadap anak-anak yang telah teridentifikasi sebagai anak yang berkebutuhan khusus. Kegiatan
profesional lain yang tersedia sesuai dengan kompetensinya.
Layanan ini bertugas memeriksa, memantau dan mengevaluasi anak
binaan secara mandiri, berkualitas dan profesional pada saat anak masuk,
dan selama pembinaan.
2. Layanan Rehabilitasi Medis
Meliputi : Fisioterapi, Bina wicara, Okupasi terapi, dan Hidro terapi. Yang
didukung dengan fasilitas :
a. Ruang Fisioterapi
b. Ruang Okupasi terapi
c. Ruang Bina wicara
d. Beragam media terapi
3. Layanan Rehabilitasi Pendidikan : SLB C (Tuna grahita), dan SLB D
(Tuna daksa).
Yang didukung dengan fasilitas :
a. Ruang belajar yang nyaman
b. Setiap kelas maksimal 10 siswa
c. Lapangan olahraga
d. Ruang keluarga
e. Ruang pravokasional
f. Ruang musik
g. Lahan praktek pertanian
h. Sheltered Workshop
j. Program mengikuti berbagai event di dalam maupun di luar daerah
bagi siswa berprestasi
k. Beasiswa bagi siswa berprestasi dan kurang mampu
4. Layanan Rehabilitasi Pravokasional
Layanan rehabilitasi ini memberikan latihan dan pengetahuan
keterampilan kepada anak-anak yang memiliki bakat dan kemampuan
tertentu, seperti : Menjahit, Melukis, Membuat ambal, Hair draising,
Membuat keset kaki, dan lain-lain.
5. Layanan Rehabilitasi Sosial
Meliputi :
a. Kunjungan rumah
b. Bimbingan dan penyuluhan
c. Layanan pengembangan bakat dan minat
d. Layanan rekreasi dan kreasi
e. Layanan sosialisasi
f. Rehabilitasi dalam keluarga
g. Rehabilitasi bersumber masyarakat
6. Gedung Permanen Dua Lantai
7. Ruang Test Psikologi
8. Aula Serbaguna
9. Lokasi di Pusat Kota Medan (mudah dijangkau)
10.Lahan Parkir Memadai
11.Taman Bermain
13.Wartel
14.Koperasi
4.5. Tenaga Pelaksana dan Pegawai (staff) SLB Tuna Daksa YPAC Medan Sekolah Luar Biasa bagi penyandang Tuna Daksa YPAC Medan,
mempunyai 12 orang tenaga guru dan pegawai dengan klasifikasi pendidikan
yang berbeda-beda, dimana salah satu orang memiliki jabatan sebagai kepala
sekolah. Mereka terdiri dari :
a. tenaga inti (PNS) : 4 orang
b. tenaga honor : 8 orang
Adapun daftar nama Guru dan Pegawai SLB Tuna Daksa YPAC Medan,
dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini :
Tab el 1
Data Jumlah Guru/Pegawai SLB Tuna Daksa YPAC Medan Daftar Guru/ Pegawai SLB Tuna Daksa YPAC Medan No. Nama Tanggal Lahir Pendidikan
Terakhir
6. Andi Moeis 15-04-1953 SMU P. Yayasan Pelatih
Sumber : Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan
4.6. Sistem Pengajaran YPAC Medan
Dalam sistem pengajaran, YPAC Medan mengacu pada kurikulum KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Dalam hal ini siswa diajarkan berbagai
hal. Misalnya dalam hal menghitung, siswa diminta untuk menambahkan suatu
bilangan dengan cara menggunakan papan bilangan, dan siswa juga diajarkan
untuk dapat mengenal dan mengetahui huruf-huruf abjad, sehingga mereka dapat
dengan mudah membaca walaupun diawali dengan cara menyatukan antar huruf
sehingga terjadi satu kata yang mempunyai makna atau arti. Selain itu, para siswa
juga diajarkan untuk mengetahui bagaimana cara berkomunikasi dengan sesama
siswa maupun guru dengan baik.
Siswa juga diajarkan mengenal dan mengingat sesuatu, misalnya siswa
diminta untuk dapat menunjukkan gambar yang ditanya oleh guru, dan siswa juga
diusahakan dapat mengucapkan lafal huruf dengan menggerakkan bibir dan mulut