• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh dukungan sosial dan bimbingan agama islam terhadap kepercayaan diri penyandang tunadaksa di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Kebayoran Baru Jakarta Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh dukungan sosial dan bimbingan agama islam terhadap kepercayaan diri penyandang tunadaksa di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Kebayoran Baru Jakarta Selatan"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL DAN BIMBINGAN

AGAMA ISLAM TERHADAP KEPERCAYAAN DIRI

PENYANDANG TUNADAKSA DI YAYASAN PEMBINAAN

ANAK CACAT (YPAC) KEBAYORAN BARU JAKARTA

SELATAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

PERENCANAAN PROGRAM

PEDULI SESAM

Tema:

Mempererat

Ukhuwah

Islamiyah

den

anMeningkat

oleh:

Abdul Muis

1110052000025

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Abdul Muis 1110052000025

Pengaruh Dukungan Sosial dan Bimbingan Agama Islam terhadap Kepercayaan Diri Penyandang Tunadaksa di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Dibawah Bimbingan Prof. Dr. H. Daud Effendi, AM.

Berdasarkan data dari Pusdatin Departemen Sosial tahun 2004 menunjukkan jumlah penyandang cacat sebanyak 1.847.692 orang. Anak-anak dan pemuda yang menyandang cacat seringkali mengalami kesulitan untuk mengikuti proses pendidikan. Selain itu juga dalam undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dinyatakan bahwa anak yang menyandang cacat merupakan kelompok anak yang membutuhkan perhatian dan perlindungan khusus, termasuk pemenuhan kebutuhannya melalui berbagai pelayanan. Salah satu bentuk kebutuhan perhatian itu adalah untuk menumbuhkan kepercayaan diri penyandang cacat tersebut.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan asosatif yang bersifat sebab akibat (Kausal), yaitu hubungan yang bersifat mempengaruhi dua varibel atau lebih. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda dari dua variabel dukungan sosial dan bimbingan agama Islam terhadap satu variabel kepercayaan diri. Uji regresi yang dilakukan adalah uji determinasi, uji koefisien regresi parsial, uji koefisien regresi simultan, dan persamaan regresi berganda.

Penelitian ini melakukan uji validitas dan uji reliabilitas terlebih dahulu sebelum melakukan penelitian dilapangan kepada 31 responden di luar responden sebenarnya, dengan nilai validitas dan reliabilitasnya 0,852. Adapun jumlah sampel penelitian ini berjumlah 31 responden dari 114 populasi dengan menggunakan teknikSampling.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena

atas segala kuasa dan limpahan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan

Skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Dukungan Sosial dan Bimbingan Agama Islam terhadap Kepercayaan Diri Penyandang Tunadaksa di

Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) kebayoran baru Jakarta

selatan”.Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Skripsi ini tidak luput dari kekurangan dan kesalahan, namun penulis tetap berharap Skripsi

ini dapat bermanfaat untuk memberikan informasi maupun untuk berbagi

ilmu pengetahuan bagi berbagai kalangan secara luas.

Selain itu, Penulisan Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu

syarat dalam memperoleh gelar kesarjanaan dibidang Bimbingan dan

Penyuluhan Islam pada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Pada

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu baik secara materiil maupun immateriil berupa

doa, dukungan, semangat, pendampingan, ataupun dengan caranya

masing- masing. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih

kepada :

1. Dr. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu

Komunikasi, Suparto, M.Ed, Ph.D selaku Wakil Dekan Bidang

Akademik, Drs. Jumroni, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang

Administrasi Umum, dan Dr. Sunandar, M.Ag, selaku Wakil Dekan

(7)

2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si dan Drs. Sugiharto, M.A selaku Ketua

dan sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

3. Prof. Dr. H. Daud Effendi, MA. selaku dosen pembimbing yang

senantiasa meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan

masukan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Drs. Helmi Rustandi selaku dosen pembimbing akademik terimakasih

atas bimbingannya selama ini.

5. Seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mendidik dan

memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama menempuh

pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Seluruh Civitas Yayasan Pembinaan Anak cacat (YPAC) Jakarta, dari

mulai Bu Khoeriah, Pak Mudlofir, Bu Upi, teman-teman penyandang

tunadaksa, sampai Scurity, yang selalu senantiasa membantu dan

mempermudah penulis dalam penelitian di lapangan untuk

menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya.

7. Teruntuk Keluarga tercinta, (Umi Nanih dan Bapak Jajang),

adik-adikku (Evi Alpiah, Ilal jalaludin, Yayan Mulyana, Romi Hadromi, dan

Nanda Muhlida), Nenekku yang sangat sayang kepadaku (almh. Emak

Eni dan almh. Emak Siti), Paman-paman dan Uwa penulis,.

Terimakasih banyak atas semua kasih sayang yang sangat luar biasa

kepada penulis, terutama atas semua do’a, materi dan non materi, serta

motivasi yang telah diberikan kepada penulis. Skripsi ini

(8)

8. Teman-teman BPI 2010, Amini ranchman, Yudistira Paramayudha,

Ismail siregar, M. Haris, Mukhtar M. Solihin, S. Husein, Ali Munandar,

Herianto, M. Najmul Umam, Syarif Hidayatullah, M. Ridwan Bustomi,

M. Islam S, Sefty, Yeni Nurasiah, Arfiana Amalia, Titi Hardiyanti,

Anisa Trisnawati, Haula Sofiana, Deuis, Sri M, Mela, Eka Fitri,

Zuraida, Ela, Ayu, Nurul Muthmainnah, Nurul Fatimah, Nur Janah,

Juairiyah, Siti Rifah, Elva Ristiawan, Indah, Sajida, Siti Choirunisa,

abang-abang, kakak-kakak, dan adik-adikku di BPI yang tidak bisa

disebutkan satu persatu yang senantiasa selalu berbagi rasa, baik sedih,

suka dan duka.

9. Teman-teman Pengurus Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA)

FDIKOM 2013-2014, Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)

KOMFAKDA 2013-2014, Pengurus HMI Cabang Ciputat 2014-2015,

Forum Mahasiswa Bidikmisi (FORMABI), dan Himpunan Mahasiswa

Bogor (HIMABO) disinilah tempat penulis ditempa, berproses dan

berkader.

10.Keluarga Besar Masjid Jami’ Bintaro Jaya, Pemuda Masjid Youth

Islamic Generation (YOUMAN) Penulis menemukan nilai kehidupan

yang lain disini.

11. Dan untuk semua pihak yang telah membantu dalam penelitian skripsi

ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu tanpa mengurangi rasa

(9)

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan Rahmat dan

Karunia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan dan

dukungannya kepada penulis.

Akhir kata, penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari

sempurna, namun harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi yang membaca pada umumnya, dan bagi segenap keluarga besar

jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

Jakarta, Desember 2014

(10)

DAFTAR ISI A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ...7

1. Batasan Masalah ...7

2. Rumusan Masalah ...8

C. Hipotesis Penelitian ...9

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...9

1. Tujuan Penelitian ...9

1. Pengertian Kepercayaan Diri ...16

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri ...19

3. Aspek-aspek Kepercayaan Diri ...21

4. Kepercayaan Diri Sejati ...21

5. Kepercayaan Diri Sosial ...25

B. Dukungan Sosial ...27

1. Pengertian Dukungan Sosial ...27

2. Dukungan Sosial sebagai “Kognisi” atau “Fakta Sosial” ...29

3. Jenis Dukungan Sosial ...31

C. Bimbingan Agama Islam ...33

1. Pengertian Bimbingan Agama Islam ...33

2. Tujuan Bimbingan Agama Islam ...39

3. Fungsi Bimbingan Agama Islam ...40

D. Potret Penyandang Tunadaksa...42

1. Pengertian Tunadaksa ...42

2. Perkembangan Kepribadian Bahasa/Bicara Penyandang Tunadaksa .44 E. Paradigma Penelitian ...45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ...48

B. Tempat dan Waktu Penelitian ...50

C. Populasi dan Sampel...51

(11)

1. Variabel Penelitian ...57

2. Definisi Operasional ...57

E. Teknik Pengumpulan Data ...61

F. Uji Validitas dan Reliabilitas...63

1. Uji Validitas ...63

2. Uji Reliabilitas ...63

G. Teknik Analisis Data ...64

H. Uji Regresi Hubungan Antar variabel ...65

1. Uji Koefisien Regresi Parsial (Uji t) ...66

2. Uji Koefisien Regresi Secara Simultan (Uji F) ...68

3. Uji Determinasi (R²) ...69

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN HASIL ANALISIS DATA A. Gambaran Umum Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Jakarta .70 1. Sejarah YPAC ...70

2. Visi dan Misi YPAC ...72

3. Tujuan, Moto, dan Falsafah YPAC ...72

4. Bentuk Pendekatan YPAC ...73

5. Layanan Medis YPAC ...74

6. Layanan Pendidikan YPAC ...76

7. Bimbingan Agama Islam YPAC ...81

8. Layanan Sosial YPAC ...81

9. Syarat-syarat Penerimaan ...82

B. Uji Validitas dan Reliabilitas ...83

1. Uji Validitas ...83

2. Uji Reliabilitas...85

C. Hasil dan Analisis Data Penelitian ...86

1. Klasifkasi Responden ...86

2. Deskripsi Hasil Penelitian ...88

3. Analisis Data ...97

a. Uji Determinasi (R²) ...97

b. Uji Koefisien Regresi Parsial (Uji t) ...97

c. Uji Koefisien Regresi Secara Simultan (Uji F) ...100

d. Uji Persamaan Regresi ...102

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Kelas I SD Penyandang Tunadaksa Muslim...50

Tabel 1.2 Kelas II SD Penyandang Tunadaksa Muslim ...50

Tabel 1.3 Kelas III SD Penyandang Tunadaksa Muslim ...50

Tabel 1.4 Kelas IV SD Penyandang Tunadaksa Muslim...51

Tabel 1.5 Kelas V SD Penyandang Tunadaksa Muslim ...51

Tabel 1.6 Kelas VI SD Penyandang Tunadaksa Muslim...51

Tabel 1.7 Kelas VII dan VIII SMP Penyandang Tunadaksa Muslim ...51

Tabel 1.8 Kelas IX Penyandang Tunadaksa Muslim ...52

Tabel 1.9 Kelas X Penyandang Tunadaksa Muslim ...52

Tabel 1.10 Kelas XII Penyandang Tunadaksa Muslim...52

Tabel 1.11 Kelas Karya Putra Penyandang Tunadaksa Muslim ...52

Tabel 1.12 Kelas Karya Putri Penyandang Tunadaksa Muslim...53

Tabel 1.13 Total Penyandang Tunadaksa yang Masuk Kriteria Responden ...53

Tabel 2 Definisi Operasional dan Indikator Penelitian ...56

Tabel 3.1 Skala Likert (Butir Positif)...61

Tabel 3.2 Skala Likert (Butir Negatif) ...62

Tabel 4 Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Hubungan antara Dua Variabel Penelitian ...90

Tabel 5.1 Skala Dukungan Sosial ...81

Tabel 5.2 Skala Bimbingan Agama Islam...81

Tabel 5.3 Skala Kepercayaan Diri ...82

Tabel 6 Hasil Output Uji Reliabilitas ...82

Tabel 7.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia...84

Tabel 7.2 Karakteristik Responden Berdasarkan jenis Kelamin...85

Tabel 8.1 Dukungan Emosional...86

Tabel 8.2 Dukungan Penghargaan ...87

Tabel 8.3 Dukungan Nyata ...89

Tabel 8.4 Pengembangan Potensi Fitrah Diri ...91

Tabel 8.5 Mengamalkan nilai-nilai al-Qur’an dan al-Hadits ...93

Tabel 8.6 Yakin atas Kemampuan Sendiri...94

Tabel 8.7 Kemampuan Bersosialisasi ...96

Tabel 8.8 Ketenangan Sikap ...98

Tabel 9 Hasil Koefisien Determinasi ...101

Tabel 10 Hasil Output Uji Koefisien Parsial ...103

Tabel 11 Hasil Output Uji Koefisien Simultan ...106

(13)

DAFTAR GAMBAR

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia di dalam kehidupan sehari-harinya banyak penyesuaian

yang harus dilakukan, mulai ketika menghadapi kejadian ringan seperti

perubahan jadwal kerja, sampai yang berat pada saat mengalami kesulitan

finansial, musibah atau bencana alam.

Individu menggunakan caranya sendiri untuk mengatasi masalah,

cobaan dan perubahan dalam hidupnya. Misalnya; ketika seseorang berada

dalam kemiskinan, kegagalan, ataupun menyandang kecacatan sejak lahir

maupun karena musibah kecelakaan dan lainnya.1

Berdasarkan keterangan di atas, salah satu cobaan atau perubahan

hidup yang terasa berat adalah menyandang kecacatan khususnya

kecacatan fisik. Sebagian masyarakat menganggap bahwa kecacatan harus

disembunyikan, jangan sampai diketahui oleh orang banyak. Bahkan ada

juga orang tuanya sendiri merasa malu mempunyai anak yang cacat.

Anggapan tersebut membuat si penyandang cacat “dikucilkan” dari

keluarganya padahal masih ada harapan bagi mereka untuk menikmati

hidup yang lebih baik.

Orang-orang yang beriman tidak boleh membiarkan anak-anak

mereka memiliki fisik, tubuh, atau badan yang lemah. Orang tua mereka

harus memperhatikan kualitas kesehatan anak-anak mereka dengan

1

(15)

memberikan makanan dan minuman yang bergizi. Sebagaimana yang

tercantum dalam al-Qur’an surat an-Nisa ayat: 9

Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka

mengucapkan Perkataan yang benar”.2

(Q.S An-Nisa ayat:9)

Anak sangat membutuhkan perlindungan hukum dalam berbagai

aktivitas mereka. Orang tua adalah orang yang paling bertanggung jawab

dalam mengupayakan kesejahteraan, perlindungan, peningkatan,

kelangsungan hidup dan mengoptimalkan tumbuh kembangnya anak.

Kita semua melihat dan menyadari tidak semua anak terlahir

dengan normal (secara fisik maupun mental), baik anak yang terlahir

normal atau terlahir tidak normal berhak mendapatkan perhatian dan

perlindungan yang sama dari orang tuanya. Bahkan anak yang terlahir

tidak normal sangat membutuhkan sekali perhatian dan perlindungan yang

khusus.

Berdasarkan data dari Pusdatin Departemen Sosial tahun 2004

dalam Jurnal Tazkiya of Psychology karya Ardian Adi Putra dan Fuad

2

(16)

Nashori Kebahagiaan Pada Penyandang Cacat Tubuh sebuah Penelitian

Kualitatif:

“Menunjukkan jumlah penyandang cacat sebanyak 1.847.692 orang, sedangkan jumlah penyandang cacat eks penderita penyakit kronis sebanyak 216.148 orang. Banyak perempuan dan anak perempuan penyandang cacat belum terjangkau program pemberdayaan perempuan. Anak-anak dan pemuda yang menyandang cacat seringkali mengalami kesulitan untuk mengikuti proses pendidikan. Kecacatan dapat terjadi karena malnutrsi yang terkait dengan buruknya kualitas makanan yang dikonsumsi. Pada tahun 2003 di Indonesia terdapat 8,3 persen balita yang mengalam gizi buruk. Dampak konflik sosial dan peperangan yang terjadi disuatu wilayah juga dapat menyebabkan kelompok penduduk tertentu mengalami kecacatan. Penduduk sipil, terutama anak-anak dan perempuan termasuk diantara mereka yang sering menjadi korban, selain mereka yang terlibat langsung dalam konflik/peperangan tersebut”.3

Perilaku masyarakat yang mengucilkan penyandang cacat sangat

berdampak pada kondsi psikis penyandang cacat itu terutama kepercayaan

dirinya. Dalam kondisi tidak dikucilkan pun sebagian para penyandang

cacat sering merasa minder atau tidak percaya diri yang berlebihan dalam

setiap aktifitas karena status kecacatannya. Masalah kepercayaan diri ini

menjadi lebih berat ketika dirasakan oleh para penyandang cacat dan salah

satu penyandang kecacatan yang mempunyai masalah kepercayaan diri

adalah penyandang tunadaksa.

Pengertian tunadaksa itu sendiri adalah suatu keadaan rusak atau

terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang,

otot, dan sendi dalam fungsinya yang normal. Kondisi ini dapat

3

(17)

disebabkan oleh penyakit, kecelakaan, atau dapat juga disebabkan oleh

pembawaan sejak lahir.4

Menurut penulis, individu yang memiliki kepercayaan diri baik

akan lebih mudah meraih keberhasilan. Hal tersebut dikarenakan dengan

rasa percaya diri seseorang dapat berbuat sesuatu yang diinginkannya

dengan keyakinan yang mantap. Ada anggapan bahwa orang yang percaya

diri adalah jenis orang yang lantang, berani, dan terbuka, yang bisa

menangani segala masalah, baik pribadi maupun pekerjaan, tanpa banyak

bicara tapi pasti.5 Kepercayaan diri memberikan arti yang sangat penting

bagi perkembangan kehidupan seseorang. Rasa percaya diri merupakan

kunci untuk belajar segala sesuatu.6

Selanjutnya, respon individual dalam menanggulangi perubahan

hidup dikenal dengan nama perlakuan coping (coping behavior). Coping

yaitu berupa mekanisme yang digunakan orang dalam menghadapi dan

mengatasi masalah.7

Salah satu dari bentuk coping atau cara orang dalam menghadapi

masalah dan perubahan hidupnya itu adalah berupa dukungan sosial.

Dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasihat verbal dan non

verbal, bantuan yang nyata atau tindakan yang diberikan oleh orang lain

atau didapat karena hubungan mereka dengan lingkungan dan mempunyai

4

T. sutjihati Somantri,Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: PT Refika Aditama, 2012), h. 121.

5

Martin Perry, Confidence Boosters, Pendongkrak Kepercayaan Diri, (Jakarta: Esensi Erlangga, 2006), h. 9.

6

Siswanto dan Dian Puspitasari, Efektivitas Graphotherapy terhadap Peningkatan Kepercayaan Diri pada Remaja dip anti Sosial dalam Jurnal Psikodimensia kajian Ilmiah Psikologi(Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata, 2009), h. 90.

7

(18)

manfaat emosional atau efek perilaku bagi dirinya.8 Hal semacam ini yang

sangat diharapkan dapat membantu menumbuhkan rasa percaya diri para

penyandang tunadaksa.

Selain faktor dukungan sosial seperti yang dijelaskan di atas,

manusia juga sebagai makhluk yang beragama (homo religious), maka

agama dapat menjadi metode yang dijadikan prediktor signifikan dari

keberhasilan seseorang dalam mengatasi masalah atau dalam penyesuaian

perubahan hidupnya. Penjelasan bahwa manusia sangat membutuhkan

agama terdapat pada kutipan berikut ini:

“Ahmad Yamani mengemukakan bahwa tatkala Allah membekali insan itu dengan nikmat berpikir dan daya penelitian, diberinya pula rasa bingung dan bimbang untuk memahami dan belajar mengenali alam sekitarnya disamping rasa ketakutan terhadap rasa kegarangan dan kebengisan alam itu. Hal inilah yang mendorong insan tadi untuk mencari-cari suatu kekuatan yang dapat melindungi dan membimbingnya disaat-saat yang gawat. Insan primitif telah menemukan apa yang dicarinya pada gejala alam itu sendiri, berangsur-angsur dan silih berganti menuju gejala-gejala alam tadi sesuai dengan penemuannya dan menetapkannya ke dalam jalan kehidupannya. Dengan demikian timbullah penyembahan terhadap api, matahari, bulan, atau benda-benda lainnya dari gejala-gejala alam tersebut.”9

Maksud dari penjelasan di atas adalah di dalam ajaran agama Islam

bahwa adanya kebutuhan terhadap agama disebabkan manusia selaku

makhluk Tuhan dibekali dengan berbagai potensi (fithrah) yang dibawa

sejak lahir. Salah satu fithrah tersebut adalah kecenderungan terhadap

agama.10

8Ib

id., h. 33

9

Jalaluddin dan DR. Ramayulis,Pengantar lmu Jiwa Agama,(Jakarta: Kalam Mulia, 1993), cet. Ke-2, h. 70.

10Ib

(19)

Menurut Istiqomah Wibowo dkk. ada dua macam coping dapat

digunakan dalam mengatasi masalah, yaitu: (1) problem-focused coping

dan (2) emotion-focused coping.11 Problem-focused coping merupakan

cara mengatasi masalah yang memfokuskan pada masalah itu sendiri

(active coping). Sedangkan emotion-focused coping lebih menekankan

pada emosi atau perasaan orang tersebut. Beberapa hal yang dapat

dilakukan dalam menggunakan emotion-focused coping adalah meditasi,

refleksi, berdoa, dan “curhat” mencari dukungan emosional. Strategi

emotion-focused coping ini lebih berfungsi jika stresornya merupakan hal

yang diluar kendali kita atau tidak dapat dikontrol, seperti kehilangan

seseorang yang dicintai karena kematian, terkena musibah dan atau

mengalami kecacatan fisik.12

Maka dari itu, untuk mendorong strategi emotion-focused coping

sangat perlu adanya bimbingan agama.13 Dalam hal ini bimbingan agama

sebagai bentuk kebutuhan juga yang dapat menyelesaikan masalah,

mengahadapi perubahan-perubahan hidup, dan terutama menjadi metode

menumbuhkan kepercayaan diri para penyandang tunadaksa.

Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) adalah yayasan yang

telah melayani dan membantu banyak anak-anak penyandang cacat (yang

sekarang disebut Anak Berkebutuhan Khusus) dengan tujuan atau upaya

kearah tercapainya kesejahteraan anak dengan kecacatan pada khususnya

dan masyarakat pada umumnya. Sampai sekarang ini YPAC secara

11

Istiqomah Wibowo, dkk.,Psikologi Komunitas(Depok: LPSP3 UI, 2011), h. 33.

12Ib

id., h. 33-34.

13Ib

(20)

konsisten dominan banyak menampung penyandang kecacatan tunadaksa

yang awalnya dikenal dengan istilah kecacatan fisik. Selain itu hal yang

membuat penulis tertarik, penyandang tunadaksa di YPAC ini setelah

penulis survey dan melakukan pengamatan, terlihat sangat antusias dan

semangat dalam mengikuti setiap kegiatan ditengah-tengah

ketunadaksaannya.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti

kepercayaan diri penyandang tunadaksa dengan pengaruh dukungan sosial

dan religiusitasnya dalam bentuk karya ilmiah (skripsi) yang berjudul

Pengaruh Dukungan Sosial dan Bimbingan Agama Islam Terhadap

Kepercayaan Diri Penyandang Tunadaksa di Yayasan Pembinaan

Anak Cacat (YPAC) Kebayoran Baru Jakarta Selatan”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Agar Pembahasan skripsi ini lebih terarah maka penulis membatasi

penulisan skripsi ini hanya difokuskan pada pengaruh dukungan sosial dan

bimbingan agama Islam dengan kepercayaan diri. Pembatasannya sebagai

berikut:

a. Kepercayaan diri adalah suatu sikap atau perasaan yakin atas

kemampuan sendiri, memiliki kemampuan bersosialisasi dan

ketenangan sikap.

b. Dukungan Sosial adalah transaksi interpersonal yang melibatkan satu

(21)

terdiri dari 1). Dukungan emosional; semangat, nasehat, penghargaan,

dll. 2). Pemberian Informasi; petunjuk, atau pengetahuan, 3). Berupa

dukungan nyata (berupa hadiah benda atau uang dll.).

c. Bimbingan Agama Islam adalah berupa pertolongan di bidang mental

spiritual, yang bertujuan agar dapat mengembangkan potensi fitrah

yang dibawa sejak lahir secara optimal dengan cara

menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an dan

al-Hadist.

Adapaun subjek penelitian yang dijadikan sampel dalam penelitian

ini yaitu penyandang tunadaksa yang ada di Yayasan Pembinaan Anak

Cacat (YPAC) Kebayoran Baru Jakarta Selatan.

2. Rumusan Masalah

Agar perumusan skripsi ini juga lebih terarah, maka penulis fokus

pada perubahan yang dialami penyandang tunadaksa yang mendapat

dukungan sosial dan bimbingan agama Islam pada kepercayaan dirinya

yaitu:

a. Bagaimana pengaruh dukungan sosial terhadap kepercayaan diri

penyandang tunadaksa di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC)

kebayoran Baru Jakarta Selatan?

b. Bagaimana pengaruh bimbingan agama Islam terhadap kepercayaan

diri penyandang tunadaksa di Yayasan Pembinaan Anak Cacat

(22)

c. Bagaimana pengaruh dukungan sosial dan bimbingan agama Islam

terhadap kepercayaan diri penyandang tunadaksa di Yayasan

Pembinaan Anak Cacat (YPAC) kebayoran Baru Jakarta Selatan?

C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini berbunyi:

a. Ada pengaruh yang signifikan antara dukungan sosial terhadap

kepercayaan diripenyandang tunadaksa di Yayasan Pembinaan Anak

Cacat (YPAC) kebayoran Baru Jakarta Selatan?

b. Ada pengaruh yang signifikan antara bimbingan agama Islam terhadap

kepercayaan diri penyandang tunadaksa di Yayasan Pembinaan Anak

Cacat (YPAC) kebayoran Baru Jakarta Selatan?

c. Ada pengaruh yang signifikan antara dukungan sosial dan bimbingan

agama Islam terhadap kepercayaan diri penyandang tunadaksa di

Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) kebayoran Baru Jakarta

Selatan?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui pengaruh dukungan sosial terhadap kepercayaan

diri dan bimbingan agama Islam terhadap kepercayaan diri

penyandang tunadaksanya di Yayasan Pembinaan Anak Cacat

(YPAC) kebayoran Baru Jakarta Selatan.

b. Untuk mengetahui pengaruh dari variabel dukungan sosial dan

(23)

tunadaksa di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) kebayoran

Baru Jakarta Selatan.

2. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian skripsi ini, maka manfaat

yang hendak diambil ialah:

a. Manfaat Akademis:

- Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan

baru pada mata kuliah Psikologi Sosial, Psikologi Komunitas,

Psikologi Perkembangan, Psikologi Agama, Psikologi Dakwah,

dan Bimbingan Spiritual Islam.

- Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan

pemikiran yang dapat dijadikan bahan acuan dalam

meningkatkan kepercayaan diri penyandang tunadaksa bagi

Universitas dan Prodi BPI khususnya yaitu melalui kegiatan

Praktium Mikro dan Makro. Sedangkan data-data di lapangan

dapat digunakan sebagai bahanreviewkurikulum.

b. Manfaat Praktis

- Untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat

untuk mendapatkan gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Prodi Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI).

- Agar lebih memahami dan mendalami ilmu pengetahuan penulis

di bidang ilmu dakwah dan komunikasi khususnya dalam hal

bimbingan dan penyuluhan Islam mengenai pemberian

(24)

sebagai mekanisme coping di salah satu subjek penyuluhan

yaitu penyandang tunadaksa.

- Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan

pemikiran yang akan menjadi bahan masukan kepada Yayasan

Pembinaan Anak Cacat (YPAC) kebayoran Baru Jakarta

Selatan. Dalam membuat strategi mekanisme menumbuhkan

rasa kepercayaan diri penyandang tunadaksa melalui pendekatan

dukungan sosial dan bimbingan agama Islam.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis sebelumnya mengadakan

penelitian lebih lanjut kemudian menyusun menjadi suatu karya ilmiah,

maka langkah awal yang penulis tempuh adalah mencari informasi serta

mengumpulkan terlebih dahulu terhadap objek penelitian yang penulis

ambil untuk dijadikan sebuah karya ilmiah. Maksud dari mencari dan

mengumpulkan informasi ini adalah untuk mengetahui apakah objek yang

penulis teliti ini sebelumnya sudah ada yang melaksanakan penelitian

dalam sebuah karya ilmiah.

Tinjauan pustaka yang penulis telusuri yaitu:

a. Strategi Bimbingan Agama dalam Membentuk Motivasi

Berprestasi Pegawai di Kantor Kementerian Agama Kab. Bogor.

Disusun oleh Siti Nurjanah, 108052000016 mahasiswi jurusan

Bimbingan dan Penyuluhan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(25)

motivasi di lingkungan Kementerian Agama. Kelebihan skripsi ini

adalah skripsi ini melihat sisi lain dari kajian motivasi berprestasi yaitu

strategi bimbingan agama dalam membentuknya. Sedangkan skripsi ini

masih mempunyai kekurangan yaitu masih belum spesifik subjek

penelitian ini pembimbing agamanya siapa. Subjek penelitian serta

variabel fokusnya yang berbeda menjadi alasan untuk penulis jadikan

tinjauan pustaka untuk ditinjau dan melakukan penelitian dengan fokus

dan subjek yang berbeda.

b. Pelaksanaan Bmbingan Islam dalam Pembentukan Mental

Penyandang Tunadaksa di Yayasan Pembinaan Anak Cacat

(YPAC) Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Disusun oleh Masyrifah,

mahasiswi jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2004. Penelitian dalam skripsi ini berfokus

pada pelaksanaan bimbingan Islam dalam pembentukan mental

penyandang cacat. Kelebihan dari skripsi ini sudah mampu melihat

hasil bahwa bimbingan Islam yang dilaksanakan di sana dapat

membentuk mental parapenyandang cacat. Kekurangannya skripsi ini

masih menggunakan istilah lama yaitu “anak cacat” sedangkan

sekarang sudah lebih spesifik istilah yang digunakan oleh YPAC yaitu

“tunadaksa” serta menggunakan pendekatan kualitatif, dan disini

penulis lebih melihat dari sisi kajian kuantitatifnya. Pendekatan

penelitian yang berbeda dan objek penelitian yang sama menjadi alasan

(26)

dan meneliti ulang dengan pendekatan penelitian dan fokus yang

berbeda.

c. Pengaruh Dukungan Sosial dan Prestasi Belajar Terhadap

Kepercayaan diri Remaja. Disusun oleh Amalia Kusuma Putri

107070002472, mahasiswi jurusan Psikologi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Kelebihan dari skripsi ini adalah kajian kuantitatifnya yang

maksimal serta cukup banyak mejelaskan teori-teori dari variabelnya.

Kekurangannya adalah dari judulnya belum tergambar jelas keterangan

pada subjek penelitiannya, Sehingga tidak diketahui langsung siapa

remaja yang di maksud dalam penelitian ini. Penelitian dalam skripsi

ini berfokus pada dukungan sosial dan prestasi belajar terhadap

kepercayaan diri remaja. Variabelnya hampir sama tetapi subjek dan

objek penelitian yang berbeda juga dijadikan alasan peneliti meninjau

kepustakaannya untuk penelitian dengan variabel yang hampir sama

dan subjek serta objeknya yang berbeda.

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas maka penulis mengambil

judul skripsi tentang “Pengaruh Dukungan Sosial dan Bimbingan Agama Islam Terhadap Kepercayaan Diri Penyandang Tunadaksa di

Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Kebayoran Baru Jakarta

Selatan”.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab yang masing-masing bab terdiri

(27)

kesatuan utuh. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai

berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Isi dari bab Pendahuluan ini berisi latar belakang masalah,

batasan masalah dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Bab ini menguraikan tentang pengertian kepercayaan diri,

aspek-aspek kepercayaan diri, dukungan sosial, dan

pengertian bimbingan, pengertian agama, pengertian Islam,

dan pengertian bimbingan agama Islam.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini membahas mengenai pendekatan dan jenis

penelitian, lokasi penelitian, waktu penelitian, populasi dan

sampel, variabel dan indikator penelitian, teknik pengolahan

data, subjek penelitian, teknik pengumpulan data, uji

validitas dan realibilitas dan teknik analisis data.

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN ANALISIS DATA

Bab ini menguraikan tentang gambaran umum dan lokasi

penelitian melalui sejarah terbentuknya, profil yayasan, visi

dan misi yayasan, struktur yayasan, program kegiatannya,

data pegawai, staf, tenaga ahli, dan data siswa penyandang

(28)

penelitian, hasil angket, klasifikasi responden, deskripsi

hasil penelitian, dan analisis data.

BAB V PENUTUP

Bab ini membahas secara singkat mengenai kesimpulan

berdasarkan hasil pelaksanaan penelitian yang menjawab

rumusan masalah di bab I, dan saran-saran serta

rekomendasi yang menjadi penutup dari pembahasan skripsi

ini.

DAFTAR PUSTAKA

(29)

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Kepercayaan Diri

1. Pengertian Kepercayaan Diri

Menurut Dimiyati dan Mudjiono, dalam buku “Belajar dan

Pembelajaran”. Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri

bertindak dan berhasil.14

Pengertian di atas dapat penulis jalaskan bahwa dari segi

perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan

dari lingkungan. Dalam proses menuju rasa percaya diri yang tinggi

khususnya pada penyandang tunadaksa diketahui bahwa unjuk prestasi

atau kelebihan merupakan tahap pembuktian “perwujudan diri” yang

diakui oleh orang tua dan rekan sejawatnya. Makin sering berhasil

menunjukkan kelebihan atau prestasi, maka semakin memperoleh

pengakuan umum, dan selanjutnya rasa percaya diri semakin kuat. Hal

yang sebaliknya dapat terjadi kegagalan yang berulang kali dapat

menimbulkan rasa tidak percaya diri. Bila rasa tidak percaya diri sangat

kuat, maka diduga penyandang tunadaksa akan menjadi takut belajar, takut

mencoba hal baru, dan menggali kemampuannya lagi. Rasa takut tersebut

terjalin secara komplementer dengan rasa takut gagal lagi.

Pengertian lain tentang percaya diri dikemukakan oleh Thursan

bahwa percaya diri dapat dikatakan sebagai suatu keyakinan seseorang

14

(30)

terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut

membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan dalam

hidupnya.15 Hal tersebut juga sejalan dengan pendapat De Angelis yang

mengartikan percaya diri sebagai keyakinan pada kemampuan diri sendiri

untuk melakukan sesuatu sampai tercapainya tujuan yang diinginkan.16

Penjelasan di atas dapat berlaku pada setiap orang baik yang secara

fisik normal apalagi yang menyandang kecacatan. Proses menuju

kepercayaan diri adalah proses belajar menunjukkan prestasi dan itu semua

perlu adanya dukungan dari beberapa faktor yang dapat merangsangnya.

Percaya diri berarti merasa positif tentang apa yang bisa anda

lakukan dan tidak mengkhawatirkan apa yang tidak bisa anda lakukan, tapi

memiliki kemauan untuk belajar. Kepercayaan diri adalah pelumas yang

memperlancar roda hubungan antara anda, kemampuan (bakat), keahlian,

dan potensi, dan cara anda memanfaatkannya.17

Ada anggapan bahwa orang yang percaya diri adalah jenis orang

yang lantang, berani, dan terbuka, yang bisa menangani segala masalah,

baik pribadi maupun pekerjaan, tanpa banyak bicara tapi pasti. Namun,

orang yang sering membicarakan diri sendiri dan apa yang mereka lakukan

sering kali sebenarnya memakai “topeng” kepercayaan diri.18

“Maksud dari penjelasan di atas adalah tindakan ini hanyalah

ekspresi luar yang mungkin menyembunyikan ketidakyakinan yang berusaha mereka hindari. Ini bukan kepercayaan diri sejati. Ini adalah

15

Thursan Hakim,Mengatasi Rasa Percaya Diri, (Jakarta: Puspasawara, 2004), cet. Ke-2, h. 6.

16

De Angelis dan Barbara,Percaya diri Sumber Sukses dan Kemandirian(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 42.

17

Martin Perry,Confidence Boosters, Pendongkrak Kepercayaan Diri, (Jakarta: Esensi Erlangga, 2006), h. 9.

18Ib

(31)

kepercayaan diri yang dipaksakan dan mereka adalah pemalsu kepercayaan diri. Mengapa perilaku seperti itu dianggap kepercayaan diri? Jawabannya adalah karena pemalsu kepercayaan diri tidak menunjukkan tanda kurang percaya diri sedikit pun. Mereka tampak begitu yakin akan dirinya. Orang yang kurang percaya diri mudah terintimidasi oleh pemalsu kepercayaan diri karena mereka terlihat sulit dilawan berkat kekuatan dan kendali yang tampaknya mereka miliki. Mereka tidak punya kekuatan mental yang cukup untuk mengatasi pemalsu kepercayaan diri. Pemalsu hidup dari rasa takut ini karena itu adalah cara mereka untuk

dikenal dan mendapat tempat serta peranan dalam dunia.”19

Kepercayaan diri memberikan arti yang sangat penting bagi

perkembangan kehidupan seseorang. Hal ini selaras dengan pendapatnya

Loekmono yang menyatakan rasa percaya diri merupakan kunci untuk

belajar segala sesuatu. Orang yang berada di panti asuhan tentunya

memiliki kondisi yang berbeda dengan rekan sebaya yang tinggal di rumah

sendiri.20 Begitupun misalnya orang yang tinggal dipanti asuhan/yayasan

dengan status penyandang tunadaksa. Selain perhatian dan kasih sayang

yang kurang dari orang terdekat mereka juga harus melihat kenyataan

kondisi fisiknya berbeda dengan teman-teman sebayanya. Perasaan yang

dialami oleh penyandang tunadaksa seperti ini dapat menghambat

perkembangan mereka karena menjadi malu dan merasa rendah diri

sehingga bisa menjadi ragu-ragu untuk mencoba sesuatu yang baru.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri adalah

kemampuan individu untuk dapat memahami dan meyakini seluruh

potensi yang dimilikinya dan memelihara sikap yang positif sehingga

19

Martin Perry,Confidence Boosters, Pendongkrak Kepercayaan Diri, (Jakarta: Esensi Erlangga, 2006), h. 9.

20

(32)

dapat dipergunakan dalam menghadapi penyesuaian diri dengan

lingkungan untuk mencapai tujuan dalam hidupnya.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri

Faktor-faktor yang memengaruhi kepercayaan diri ada yang berasal

dari dalam dan dari luar diri individu. Faktor yang berasal dari dalam

individu yaitu faktor fisik, faktor mental, dan faktor usia, sedangkan faktor

yang berasal dari luar diri individu yaitu tingkat pendidikan, lingkungan,

kesuksesan dan pelatihan atau terapi. Terapi dapat memengaruhi

kepercayaan diri karena menurut Kennet kepercayaan diri bukan sesuatu

yang konstan, namun dapat diubah melalui stimulus dan perlakuan yang

diberikan oleh diri sendiri maupun dari pihak di luar dirinya.21

Henny Puspitarini memberikan penjelasan tentang faktor-faktor

kepercayaan diri dalam bukunya Membangun Rasa Percaya Diri Pada

Anak, yaitu:

“Perlu kita ketahui faktor gen memang berpengaruh terhadap

derajat kepercayaan diri seseorang. Artinya bisa jadi seseorang penakut, pemalu, suka minder, dan sebagainya disebabkan karena ayahnya/ibunya demikian pula. Namun, berdasarkan penelitian faktor gen mempunyai daya dukung sedikit (presentasenya rendah, sekitar 20% sampai dengan 40% saja) dalam pembentukan karakter termasuk kepercayaan diri. Faktor terbesar yang memepengaruhi justru dari lingkungan dan pola asuh yang diterapkan oleh orang tua. Penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan di Universitas Montreal Kanada juga mengindikasikan hal yang sama. Kepribadian anak, termasuk kepercayaan diri sangat dipengaruhi oleh perilaku orang tua, bukan faktor genetika yang mempengaruhi sedikit

saja”.22

Untuk lebih memahami asal-usul kepercayaan diri kita dapat

melihat lagi dalam buku “Pendongkrak Kepercayaan Diri”. Bahwa untuk

21

Siswanto dan Dian Puspitasari,Efektivitas Graphotherapy terhadap Peningkatan Kepercayaan Diri pada Remaja dip anti Sosial dalam Jurnal Psikodimensia kajian Ilmiah Psikologi(Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata, 2009), h. 91.

22

(33)

memahami asal-usul kepercayaan diri dapat dipikirkan kata dan ungkapan

serupa. Kata kepercayaan diri berkaitan dengan istilah “percaya” dan

“rahasia”.23

Maksud dari istilah “percaya” dan “rahasia” penulis uraikan

penjelasanya. Contohnya; saat A mempercayai B , maka A mengijinkan

B mengetahui informasi yang A yakin tidak akan B sebarkan kepada orang

lain lagi. B pun menjadi “orang yang dipercaya” karena A percaya akan

kemampuannya dalam menjaga rahasia. Lagi pula, saat sebuah informasi

dikatakan rahasia, berarti informasi tersebut bersifat rahasia dan tidak

untuk disebarluaskan. Jika orang yang dipercaya melanggarnya, orang itu

mengkhianati kepercayaanaan. Jadi, kepercayaan diri adalah kemampuan

untuk mempercayai kemampuan sendiri.24

Dari beberapa penjelasan faktor-faktor kepercayaan diri di atas,

dapat diambil intisarinya, bahwa kepercayaan diri bisa timbul dari dalam

diri dan dari luar diri. Dimulai dari faktor gen, fisik, usia itu semua dapat

mempengaruhi kepercayaan diri seseorang terutama pada penyandang

tunadaksa. Kondisi fisik yang menyandang kecacatan sangat

mempengaruhi kepercayaan dirinya, ataupun usianya yang merasa tak

dapat berbuat lebih produktif seperti orang lain yang tak cacat. Begitupun

dengan faktor dari luar yang tak kalah pentingnya, yaitu bagaimana faktor

pendidikan, lingkungan, perhatian dapat mempengaruhi kepercayaan diri

penyandang tunadaksa pada khususnya dan semua orang pada umumnya.

Kita percaya kekuatan ilmu, lingkungan yang baik, dukungan perhatian

23

Martin Perry,Confidence Boosters, Pendongkrak Kepercayaan Diri, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2013), h. 11.

24Ib

(34)

yang cukup akan dapat memberikan kekuatan lebih pada kepercayaan diri

terutama penyandang tunadaksa. Tapi kalau kita lihat uraian asal-usul

kepercayaan diri, percaya diri berarti mempercayai kemampuan diri

sendiri.

3. Aspek-aspek Kepercayaan Diri

“Menurut Guilford ciri-ciri kepercayaan diri dapat dinilai melalui 3 aspek yaitu:

a. Individu merasa adekuat (keyakinan terhadap kemampuan diri)

Hal ini didasari oleh adanya keyakinan terhadap kekuatan, kemampuan dan keterampilan yang dimiliki. Individu merasa optimis, cukup berambisi dan tidak berlebihan. Manifestasi dari keadaan ini antara lain individu mempercayai kemampuan sendiri sehingga tidak perlu bantuan orang lain, sanggup bekerja keras, mampu menghadapi tugas dengan baik dan bekerja secara efektif, serta bertanggung jawab atas keputusan dan pekerjaannya.

b. Individu merasa dapat diterima oleh kelompok (kemampuan bersosialisasi)

Hal ini didasari oleh keyakinan terhadap kemampuannya, khususnya dalam hubungan sosial. individu merasa bahwa kelompok atau orang lain menyukainya. Manifestasi dari keadaan ini antara lain individu aktif menghadapi keadaan lingkungan, berani mengemukakan apa yang menjadi ide-ide secara bertanggung jawab dan tidak mementingkan diri sendiri.

c. Memiliki ketenangan sikap

Hal ini didasari oleh adanya keyakinan terhadap kekuatan dan kemampuannya. Individu merasa tenang menghadapi berbagai macam situasi. Manifestasi dari keadaan ini antara lain individu merasa tenang, tidak mudah gugup, cukup toleran terhadap berbagai macam

situasi dan tidak membandingkan diri dengan orang lain.”25

4. Kepercayaan Diri Sejati

a. Manfaat Kepercayaan Diri

Kepercayaan diri sejati berbeda; lebih “hening” dan dimulai dari

dalam. Dalam konteks ini, “hening” berarti kondisi alaminya tidak

terganggu. Tidak ada suara keraguan, perbandingan dengan orang lain, dan

25

(35)

rasa takut akan kegagalan, ini adalah kepercayaan diri dari dalam. “Ada

segi tiga emas” antara individu, kemampuannya, dan momen yang ada.26

Dari keterangan di atas penulis bisa sebutkan manfaat bagi

penyandang tunadaksa yang sudah mempunyai kepercayaan diri sejati

adalah:

1. Tidak ada keraguan pada diri walaupun belum ada kepastian

2. Tidak ada perbandingan dengan orang lain walaupun kondisi fisik

tak sempurna

3. Tidak ada rasa takut akan kegagalan walaupun akan terasa sulit

4. Tidak mengkhawatirkan anggapan orang lain yang akan

merendahkan.

b. Siklus Kepercayaan Diri

Di dalam kepercayaan diri terdapat siklusnya:

Gambar. 1

Siklus Kepercayaan Diri

Sebagai contoh, Jika pimpinan meminta pegawainya mengunci

kantor setelah selesai bekerja, dan pegawai melakukannya dengan teratur,

26

(36)

ia akan semakin percaya sama pegawai tersebut. Mengetahui hal ini,

pegawai akan menyelesaikan tugas dengan kepercayaan diri yang

meningkat sehingga memperkuat kepercayaan pimpinan pada pegawai.

Begitulah siklus kepercayaan diri berputar.27

Penulis juga dapat menggambarkan contoh lain yang sering terjadi

di dalam kehidupan sehari-hari. Jika sebuah bengkel memperbaiki mobil

pelanggannya dengan sangat baik, pelanggan akan merekomendasikan

kepada teman-temannya, karena pelanggan percaya sepenuhnya terhadap

kemampuan bengkel tersebut. Pelanggan percaya kepada sang mekanik

karena ia yakin akan pekerjaannya. Hasilnya, orang lain percaya pada

mekanik tersebut karena kepercayaan pelanggan padanya dan kepercayaan

orang pada pelanggan.28 Siklus kepercayaan diri yang bisa penulis pahami

adalah pelanggan membuat orang lain mempercayai pelanggan dengan

memiliki kepercayaan terhadap diri sendiri dan orang lain. Pelanggan bisa

memberi orang lain alasan untuk mempercayainya. Penyandang tunadaksa

akan mendapatkan kepercayaan diri, jika ia dapat mempercayai dirinya

sendiri dan orang lain. Setelah itu orang lain pun akan mempercayainya

sampai munculah kepercayaan diri pada penyandang tunadaksa tersebut

dari dalam dirinya sendiri.

c. Kepercayaan Diri yang Sangat Tinggi

27

Martin Perry,Confidence Boosters, Pendongkrak Kepercayaan Diri, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2013), h. 10-11.

28Ib

(37)

Salah satu ciri kepercayaan diri sejati adalah mempunyai

kepercayaan diri yang sangat tinggi. Penyandang tunadaksa yang sangat

percaya diri yakin bahwa mereka akan sukses. Mereka berfokus pada

kemampuan dan keinginan sendiri. Sikap ini ditambah dengan dorongan

kemauan yang kuat, yaitu hasrat untuk mencapai kesuksesan dengan

resiko apapun. Setiap kesuksesan yang mereka raih menambah harga diri

mereka. Hasrat untuk sukses tidak membiarkan mereka terlena.

Menurut pendapat Martin Perry, orang yang sangat percaya diri

yakin sepenuhnya bahwa mereka akan berhasil. Kalaupun tidak, hal itu

tidak mengurangi keyakinan bahwa mereka akan berhasil suatu saat

nanti.29

Menurut penulis tipe orang seperti itu merupakan orang yang mau

terus belajar dari kegagalan dan keterbatasan. Kepercayaan diri seperti ini

tidak menutup kemungkinan muncul pada penyandang tunadaksa. Contoh

orang yang sangat percaya diri adalah seorang yang sehat secara fisik,

tampan/cantik yang karena suatu hal kecelakaan mereka mengalami

kecacatan tunadaksa, tetapi kemudian bangkit kembali melalui sebuah

petualangan baru dan usaha baru yang membuat tetap percaya diri dengan

keadaannya yang tunadaksa. Atau penyandang tunadaksa yang dianggap

berbeda dikalangan teman-temannya ternyata dapat menghafal al-Qur’an

ditengah keterbatasan fisiknya.

Penyandang tunadaksa yang percaya diri siap meraih hasil yang

mereka inginkan. Mereka fokus pada kekuatan mereka dalam segala

29

(38)

situasi. Ketika mereka sudah pernah sukses dan pengalaman itu

meyakinkan mereka bahwa mereka bisa sukses lagi. Arti kesuksesan

mereka dalam dan ikatan kepercayaan antara diri dan kemampuan mereka

sangat kuat.

Untuk itulah kepercayaan diri yang sangat tinggi amat penting

untuk para penyandang tunadaksa dan tidak menutup kemungkinan

kepercayaan diri mereka dapat muncul lebih baik dari pada orang yang

normal secara fisik pada umumnya.

5. Kepercayaan Diri Sosial

Bentuk kepercayaan diri lain dapat dilihat dari kepercayaan diri

sosial. Banyak diantara kita yang sulit berbicara dengan orang yang baru

dikenal dalam situasi sosial. kita kurang percaya diri untuk berbincang

dengan orang “asing” dan merasa “malu”. Melakukan “obrolan ringan”

lebih mudah dari pada yang kita bayangkan. Bisa dilihat bahwa orang

yang mahir melakukan obrolan ringan biasanya memiliki rasa ingin tahu

yang besar tentang orang lain dan kehidupan. Untuk penyandang

tunadaksa dengan segala keterbatasannya, melakukan “obrolan ringan”

dirasa cukup sulit dilakukan, sehingga mempengaruhi juga terhadap

kepercayaan dirinya.

Kemampuan melakukan obrolan ringan berasal dari “kelebihan”

referensi, fakta, dan informasi yang ingin dibagi dengan orang lain.

(39)

mengajak seseorang berinteraksi dengan orang lain. Ketidakmampuan

melakukan obrolan ringan berakar pada pengkondisian sosial awal kita.30

Selanjutnya Martin Perry juga memberikan “cara untuk mengembangkan kemampuan sosial dan mengatasi rasa malu:

a. Menambah Referensi

Jika kita sulit melakukan obrolan ringan, mulailah menambah referensi kita. Contohnya, kita mempelajari dan menemukan sesuatu yang baru setiap minggu tentang berbagai bidang seperti; menonton TV, membaca koran, menyimak cerita dan penjelasan guru, serta lebih banyak bermain di luar lingkungan rumah atau sekolah untuk dapat menemukan hal-hal baru, dll. Hal yang kita cari untuk memulai percakapan adalah keterkaitan. Untuk menjadi teman bicara yang menyenangkan, kita harus memiliki pengetahuan yang luas. Karenanya kita harus banyak membaca. b. Memulai Percakapan

Cara terbaik untuk memulai percakapan adalah dengan pengamatan sederhana dan tidak controversial. Ketika kita membagi pengamatan dan pendapat, orang lain akan cenderung melakukan hal yang sama. Saat semuanya gagal cobalah beri orang lain pujian. c. Mengajukan Pertaanyaan

Banyak orang percaya bahwa cara terbaik untuk mempertahankan kelangsungan percakapan adalah dengan mengajukan pertanyaan. Kuncinya adalah belajar menggunakan pertanyaan untuk memulai percakapan, bukan untuk mengendalikannya. Jangan terlalu banyak bertanya dan hindari pertanyaan yang terkesan menyelidik, pribadi, atau agresif.

d. Membuka Diri

Walaupun beresiko, ketika kita membuka diri, percakapan bisa menjadi lebih dalam. Begitu kita mulai berbagi lebih banyak hal dengan orang lain, mereka juga akan berbagi lebih banyak hal dengan kita.

e. Mengatasi Keheningan yang Kaku

Salah satu hal yang ditakuti banyak orang saat melakukan obrolan ringan adalah keheningan yang kaku, yaitu kondisi saat pembicaraan terhenti dan tidak seorang pun diantara kita yang mampu menemukan sesuatu untuk memulainya kembali. Keadaan ini tampaknya takkan pernah berakhir sampai salah satu dari kita bisa mengemukakan alasan dan kekakuan itu pun berakhir.

f. Mengingat Nama

Banyak orang yang lupa nama orang baru setelah diperkenalkan, baik karena mereka tidak menyimak atau karena terlalu banyak suara latar yang menghalangi informasi untuk diproses dengan baik. Gunakan kemampuan mendengarkan kita untuk mengingat nama.

30

(40)

g. Membangun Kemampuan Mendengarkan

Bersikap hening dalam diri sendiri sehingga mampu mendengarkan bisa jadi sulit dilakukan. Ketika kita bisa mendengarkan, percakapan menjadi mudah. Saat kepala kita harus memikirkan kalimat yang akan diucapkan selanjutnya, kita kehilangan alur

pembicaraan dan tidak sanggup mengikutinya.”31

Jadi menurut penulis obrolan ringan adalah suatu kegiatan yang

sangat penting. Semua interaksi akan menimbulkan kepercayaan diri jika

kita lakukan dengan obrolan ringan. Pembentukan kepercayaan diri datang

dari banyak usaha kecil yang menuju arah yang sama, bukan satu usaha

besar. Mungkin ada halangan dan kekecewaan kecil dalam proses. Tapi

kunci kesuksesan adalah keputusan untuk memiliki kepercayaan diri dan

tidak dibayangi keraguan.

B. Dukungan Sosial

1. Pengertian Dukungan Sosial

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak hidup sendiri, bersama yang

lain mereka membentuk komunitas. Di dalam komunitas inilah manusia

mendapatkan dukungan sosial (social support). Komunitas merupakan

salah satu sumberdaya sosial (sosial resource) untuk mengatasi masalah.32

Di dalam buku “Psikologi Komunitas” dukungan sosial sebenarnya

dapat diidentifikasikan sebagai pertukaran sumber daya antara dua orang,

ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan penerima sumber daya

tersebut.33

31

Martin Perry,Confidence Boosters, Pendongkrak Kepercayaan Diri, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2013), h. 81-89.

32

Dr. Istiqomah Wibowo, Dipl, Soc.plan dkk.,Psikologi Komunitas(Depok: LPSP3 UI, cet-1 2011), h. 35.

33Ib

(41)

Beberapa penulis meletakkan dukungan sosial terutama dalam

konteks hubungan yang akrab atau “kualitas hubungan”. Menurut Bart

Smet perkawinan dan keluarga barangkali merupakan sumber dukungan

sosial yang paling penting. Selain itu dijelaskan bahwa dukungan sosial

sehubungan dengan hubungan-hubungan intim.34

Smet juga berdalih bahwa hubungan yang banyak pertentangan

jauh lebih banyak mempengaruhi kekurangan dukungan yang dirasakan

daripada tidak ada hubungan sama sekali.35

Sejalan dengan hal tersebut, Smet mengatakan bahwa satu atau dua

hubungan yang akrab adalah penting dalam masalah dukungan sosial, dan

hanya mereka yang tidak terjalin suatu keakraban berada padaa resiko.36

Para ilmuwan lainnya menetapkan dukungan sosial dalam rangka

jaringan sosial. Hal ini diartikan bahwa dukungan sosial mengacu pada

bantuan emosional, instrumental dan finansial yang diperoleh dari jaringan

sosial seseorang.37

Begitu sangat pentingnya dukungan sosial juga dirasakan bagi para

penyandang tunadaksa. Penulis menggambarkan bahwa pengaruh

dukungan sosial yang merupakan jalinan hubungan intim bagi kehidupan

penyandang tunadaksa sangat mempengaruhi kepercayaan dirinya.

Mengambil pendapat smet yang menjelaskan dukungan sosial ini diartikan

sebagai sebuah jaringan sosial yang memberikan dukungan emosional,

instrumental, dan penghargaan. Maka sudah jelas tergambar menurut

34

Bart Smet,Psikologi Kesehatan, (Jakarta: PT Grasindo, 1994), h. 133-134.

35Ib

id., h. 133-134.

36Ib

id., h. 134.

37Ib

(42)

penulis bahwasanya dukungan sosial ini sangat dibutuhkan lebih besar

bagi penyandang tunadaksa.

Pendapat lain yang menguatkan juga terdapat dalam jurnal Tazkiya

of Psychology yang menyatakan bahwa dukungan sosial merupakan

kumpulan informasi yang menyebabkan individu percaya bahwa ia

diperhatikan, bernilai, dan akan mendapat pertolongan ketika ia

membutuhkan. Dukungan sosial terdiri dari atas dukungan instrumental,

dukungan informasi, dukungan emosi, dan dukungan penghargaan.38

Dari berbagai definisi di atas maka penulis dapat menyimpulkan

bahwa dukungan sosial, yaitu transaksi interpersonal yang melibatkan satu

atau lebih aspek yang mengarah pada problem focused coping dengan

terdiri dari dukungan instrumental, dukungan informasi, dukungan emosi,

dan dukungan penghargaan.

2. Dukunga Sosial sebagai “Kognisi” atau “Fakta Sosial”

Bahan diskusi lainnya ialah apakah dukungan sosial itu seharusnya

dianggap sebagai “fakta” sosial yang sebenarnya ataukah sebagai “kognisi

individual” atau dukungan yang dirasakan melawan dukungan yang

diterima.

Hal ini berarti: apakah dukungan sosial itu segi gejala lingkungan

yang obyektif, kuantitatif atau kualitatif, atau dukungan sosial itu persepsi

perseorangan terhadap dukungan yang potensial (dukungan sosial sebagai

perceived helpfulness and supportiveness”).39

38

Amalia Dianah & Ratri Virianita,Dukungan Sosial dan Konsep Diri Pekerja Anak dalam Journal Tazkiya of psychology(fakultas Psikologi Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 212.

39

(43)

Selanjutnya dalam buku “Psikologi Kesehatan” juga menjelaskan

dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal dan/atau non

verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial

atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional

atau efek perilaku bagi pihak penerima.40

Hasil pengamatan dan observasi di Yayasan tempat penyandang

tunadaksa dalam penelitian ini dibina, penulis melihat bahwa ada

keragaman dukungan sosial yang diterima oleh penyandang tunadaksa

terutama dari sumber dukungan sosial paling utama yaitu orang tua atau

keluarga. Hal itu terlihat dari dukungan langsung beberapa orang tua atau

keluarga yang datang langsung mendampingi pembinaan dan ada juga

terlihat sebagian yang hanya didampingi oleh perawat pribadi atau

pembantu rumah tangganya saja. Ini jelas terasa berbeda efek dukungan

sosial yang diterima oleh penyandang tunadaksa di sana. Penulis lebih

menekankan bahwa dukungan sosial itu terdiri atas informasi yang

menuntun orang meyakini bahwa ia diurus dan disayangi. Penyandang

tunadaksa sama dengan manusia normal lainnya. Mereka berhak mendapat

perlakuan sama yaitu menerima dukungan sosial yang mengacu pada

kesenangan yang dirasakan, pengahrgaan akan kepeduliaan, atau

membantu orang menerima dari orang-orang atau kelompok-kelompok

lain. Intinya perlakuan yang sama seperti orang normal, tak dipandang

cacat, serta dipercaya selayaknya orang normal seperti biasa. Dukungan

40Ib

(44)

sosial seperti inilah yang penulis rasa dapat menumbuhkan kepercayaan

diri penyandang tunadaksa.

3. Jenis Dukungan Sosial

Dukungan sosial sesuai yang sudah dibahas sebelumnya bahwa

dalam bentuk hubungan interpersonal meliputi perhatian, bantuan, dan

informasi mengenai diri seseorang dan lingkungan.

Dengan kata lain, dukungan sosial yang terdapat dalam buku

“Psikologi Komunitas” merupakan sumber dari usaha yang dilakukan

seseorang untuk mencari dukungan emosional di luar dirinya untuk

menjaga kesehatan mental dirinya. Dukungan emosional merujuk pada

kenyamanan dan kepedulian dalam hubungan interpersonal.41

Dalam buku : Psikologi Kesehatan “Jenis dukungan sosial dibedakan menjadi empat dimensi dukungan sosial:

a. Dukungan emosional: mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan (misalnya: umpan balik, penegasan),

b. Dukungan pengahrgaan: terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif untuk orang itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang-orang lain, seperti orang-orang yang kurang mampu atau lebih buruk keadaannya (menambah penghargaan diri),

c. Dukungan instrumental: mencangkup bantuan langsung, seperti orang-orang memberi pinjaman uang kepada orang-orang itu atau menolong dengan pekerjaan pada waktu mengalami stress,

d. Dukungan informatif: mencangkup member nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-saran atau umpan balik.”42

Semua bentuk dukungan di atas sangat penting dan baik untuk

penyandang tunadaksa terutama dalam menumbuhkan kepercayaan

dirinya. Tetapi menurut penulis jenis dukungan di atas juga harus sesuai

dengan penempatannya. Dukungan instrumental akan lebih efektif untuk

41

Dr. Istiqomah Wibowo, Dipl, Soc.plan dkk.,Psikologi Komunitas(Depok: LPSP3 UI, cet-1 2011), h. 35.

42

(45)

kesukaran seperti keterbatasan materi pada penyandang tunadaksa.

Dukungan informatif akan berfaedah kalau terdapat kekurangan

pengetahuan dan keterampilan, dan dalam hal keterbatasan pengetahuan

penyandang tunadaksa. Begitupun dukungan lainnya akan lebih efektif

pada situasi yang memang sesuai dengan yang dibutuhkannya oleh

penerima dukungan tersebut.

Sedangkan sumber lain yang dikemukakan oleh Dr. Istiqomah

dkk., dalam bukunya “Psikologi Komunitas” menyebutkan lebih ringkas

dimensi dari jenis dukungan sosial yang terdiri dari:

1. Dukungan emosional, semangat, nasehat, penghargaan,

2. Pemberian Informasi, petunjuk, atau pengetahuan,

3. Berupa dukungan nyata.43

Dukungan atau dorongan dapat diperoleh dari keluarga atau teman

dekat. Informasi merupakan dukungan yang diberikan lewat nasehat atau

bimbingan yang menekankan pada aspek kognitif daripada aspek

emosional. Dukungan nyata meruapakan dukungan sosial yang diberikan

langsung dan dapat digunakan secara nyata, seperti uang atau barang yang

dibutuhkan.44

Manusia yang dapat merasakan hidup dengan kondisi fisik normal,

maupun manusia yang menyandang kecacatan khususnya tunadaksa

sama-sama membutuhkan dukungan sosial. Seperti halnya manusia yang kondisi

fisiknya normal akan terbangun kepercayaan dirinya dengan mendapatkan

dukungan sosial yang cukup begitupun dengan penyandang tunadaksa.

43

Dr. Istiqomah Wibowo, Dipl, Soc.plan dkk.,Psikologi Komunitas(Depok: LPSP3 UI, cet-1 2011), h. 35.

44Ib

(46)

Dari semua penjelasan tentang dukungan sosial, kita dapat menarik

kesimpulan bahwa semua instrument yang menjadi bentuk dukungan

sosial menjadi dukungan penting terutama untuk kepercayaan diri kita

umumnya dan khususnya untuk para penyandang tunadaksa.

C. Bimbingan Agama Islam

1. Pengertian Bimbingan Agama Islam

Istilah bimbingan merupakan terjemahan dari bahasa Inggris

guidance”. Kata guidance dalam masalah pendidikan disebut bantuan,

selain itu bimbingan dapat diartikan arahan, pedoman, dan petunjuk. Kata

guidance berasal dari kata dasar (to) guide, yang artinya menuntun,

mempedomani, menjadi petunjuk jalan, mengemudikan, menuntun orang

ke jalan yang benar.45

Adapun pengertian bimbingan yang lebih formulatif adalah

bantuan yang diberikan kepada individu agar dengan potensi yang dimiliki

mampu mengembangkan diri secara optimal dengan jalan memahami diri,

memahami lingkungan, mengatasi hambatan guna menentukan rencana

masa depan yang lebih baik.46

Beberapa pendapat lain mengenai definisi bimbingan diantaranya:

a. Jear Book of Education, mengemukakan bahwa bimbingan adalah

suatu proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk

45

M. Umar, Sartono,Bimbingan dan penyuluhan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), cet ke-1, h. 9.

46Ib

(47)

mengembangkan kemampuan agar memperoleh kebahagiaan pribadi

dan kemanfaatan sosial.

b. Stops, mengemukakan bahwa bimbingan adalah suatu proses

membantu perkembangan individu untuk mencapai kemampuannya

secara maksimal dalam mengarahkan manfaat yang sebenar-benarnya,

baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat.

c. Miller, mengemukakan bimbingan adalah proses terhadap individu

untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan

untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum kepada sekolah.

Keluarga, serta masyarakat.

Adapun menurut Samsul Munir, bimbingan berarti pemberian

bantuan kepada sekelompok orang dalam membuat pilihan-pilihan secara

bijaksana dan dalam mengadakan penyesuaian diri terhadap

tuntutan-tuntutan hidup.47 Menurutnya, “...Bantuan itu bersifat psikis (kejiwaan)

bukan “pertolongan” finansial, media, dan lain sebagainya. Dengan adanya

bantuan ini, seseorang akhirnya dapat mengatasi sendiri masalah yang

dihadapinya sekarang dan menjadi lebih mapan untuk mengahdapi

masalah yang akan dihadapinya kelak...”.48

Dari pendapat di atas kita dapat memahami bahwa yang dimaksud

bimbingan adalah bukan pemberian bantuan secara fisik atau pun

finansial, melainkan lebih menitik beratkan kepada pemberian bantuan

psikis atau kejiwaan seseorang atau kelompok untuk menggali segala

47

Samsul Munir Amin,Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: AMZAH, 2010), h. 3.

48Ib

(48)

potensi yang dimiliki seseorang atau kelompok tersebut untuk dapat

memecahkan masalahnya sendiri.

Jadi secara singkat bimbingan adalah suatu proses bantuan psikis

kepada seseorang maupun kepada kelompok agar dapat memahami

dirinya, menggali potensinya, sehingga ia sanggup mengarahkan dirinya

sesuai dengan lingkungannya, menyelesaikan masalahnya dan dapat

memperbaiki tingkah lakunya pada masa yang akan datang.

Pada saat ini berbagai jenis bimbingan yang ada banyak yang

mengacu pada kebutuhan hidup manusia, seperti adanya bimbingan karir,

bimbingan belajar, dan salah satunya bimbingan agama khususnya

bimbingan agama Islam. Hampir disetiap lembaga, instansi baik swasta

maupun pemerintah sudah banyak yang memiliki program bimbingan

agama Islam sebagai agama yang paling banyak penganutnya di negara

Indonesia ini. Fenomena bimbingan agama Islam ini tak lain karena sangat

besarnya kebutuhan manusia akan agama terutama dalam bimbingannya.

Agama adalah wahyu yang diturunkan Tuhan untuk manusia.

Fungsi dasar agama adalah memberikan orientasi, motivasi dan membantu

manusia untuk mengenal dan menghayati sesuatu yang sakral.49

Menurut Zakiah Darajat, agama adalah kebutuhan jiwa (psikis)

manusia, yang akan mengatur dan mengendalikan sikap, pandangan hidup,

kelakuan, dan cara menghadapi tiap-tiap masalah.50

49

Mastuhu,Metodologi Penelitian Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h.1.

50

(49)

Pengertian agama dari segi bahasa dikenal dengan kata “ad-Dien”

(bahasa Arab) yang artinya menguasai, menundukkan, patuh, hutang,

balasan, dan kebiasaan. Selanjutnya din dalam bahasa semit berarti

undang-undang atau hukum.51 Dalam bahasa Indonesia sama artinya

dengan peraturan.

Sedangkan agama menurut para ahli sebagai berikut:

1. Menurut Harun Nasution, agama adalah suatu sistem kepercayaan dan

tingkah laku yang berasal dari suatu kekuatan yang ghaib.

2. Menurut Al-syahrastani, agama adalah kekuatan dan kepatuhan yang

terkadang biasa diartikan sebagai pembalasan dan perhitungan (amal

perbuatan di akhirat).52

Arif Budiman melihat agama dalam dua kategori, “pertama, agama

sebagai keimanan (doktrin), dimana orang percaya terhadap kehidupan

kekal dikemudian hari, lalu orang mengabdikan dirinya untuk kepercayaan

tersebut. Kedua, agama sebagai yang mempengaruhi perilaku manusia.

Dengan demikian agama identik dengan kebudayaan”.53

Dalam kamus

Sosiologi pengertian agama (religion) mencakup 3 hal:

a. Kepercayaan kepada hal spiritual

b. Perangkat kepercayaan dan praktek-praktek yang dianggap tujuan

sendiri

c. Ideologi mengenai hal-hal yang bersifat supranatural.54

51

Abudin Nata,Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), h. 9.

52

Jalaludin,Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), cet. Ke-3, h. 13.

53

Arif Budiman, Agama Demokrasi dan Keadilan, (dalam M. Imam Azis) Agama Demokrasi dan Keadilan, (Jakarta: PT Gramedia, 1993), h. 20.

54

Gambar

Gambar 1  Siklus Kepercayaan Diri ........................................................................22Gambar 2  Paradigma Penelitian..............................................................................46
GAMBARAN UMUM DAN ANALISIS DATA
Gambar. 1Siklus Kepercayaan Diri
Gambar. 2Paradigma Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kampung Wisata Adat Batak Toba akan menghadirkan kampung asli Batak Toba dengan bangunan primitif dan bangunan yang mengkinikan arsitektur Nusantara sesuai dengan

Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan gula aren di daerah penelitian adalah sebesar Rp 77,53, dengan rasio nilai tambah sebesar 3,23%, artinya nilai tambah yang diperoleh

Penelitian ini terdiri dari 9 (sembilan) putaran dengan 5 (lima) proses pada setiap putarannya sehingga menghasilkan ciphertext yang acak dengan nilai korelasi sangat lemah

Rumusan masalah ada;ah: “Apakah penerapkan model pembelajaran kooperatif pada pelajaran geografi dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas V Ш semester genap SMP

Berkaitan dengan penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti, belum ada penelitian yang berkaitan dengan aplikasi teknologi e-book sebagai salah satu sumber belajar

Analisis kuantitatif polifenol total, panjang gelombang maksimum yang dihasilkan dari larutan standar asam galat yaitu 648 nm, yang digunakan untuk mengukur serapan

 Pola ini  kadar glukosa dalam darah menjadi tetap tinggi yang dapat mengarah pada kondisi-kondisi yang lebih buruk (Snoek & Skinner, 2005)...  Gejala yang dapat

Pembesaran pada kelenjar prostat yang dapat menyumbat aliran urin yang seringd. terjadi umumnya