• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komposisi Dan Distribusi Mesofauna Tanah Di Perkebunan Kelapa Sawit PT Moeis Dan Perkebunan Rakyatdi Desa Simodong Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Komposisi Dan Distribusi Mesofauna Tanah Di Perkebunan Kelapa Sawit PT Moeis Dan Perkebunan Rakyatdi Desa Simodong Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

DANIEL SIANTURI 040805023

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

DANIEL SIANTURI 040805023

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI MESOFAUNA

TANAH DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT MOEIS DAN PERKEBUNAN RAKYAT DI

DESA SIMODONG KECAMATAN SEI SUKA KABUPATEN BATU BARA

Kategori : SKRIPSI

: DANIEL SIANTURI : 040805023

: SARJANA (S1) BIOLOGI : BIOLOGI

: MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, Juni 2009 Komisi Pembimbing :

Pembimbing II Pembimbing I

Drs. Nursal, M.Si Drs. Arlen H.J., M.Si NIP. 131 882 287 NIP. 131 882 288

Diketahui/Disetujui Oleh

Departemen Biologi FMIPA USU

(4)

PERNYATAAN

KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI MESOFAUNA TANAH DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT MOEIS DAN PERKEBUNAN RAKYAT

DI DESA SIMODONG KECAMATAN SEI SUKA KABUPATEN BATU BARA

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2009

(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Desa Simodong, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Drs. Arlen H.J, M.Si selaku dosen pembimbing 1 dan Drs. Nursal, M.Si selaku dosen pembimbing 2 yang telah memberikan bimbingan, motivasi, arahan, serta dukungannya hingga selesainya hasil penelitian ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.Si dan Mayang Sari Yeanny, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan arahan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada Dra. Emita Sabri, M.Si selaku dosen penasehat akademik. Prof. Dr. Dwi Suryanto M.Sc selaku ketua Departemen Biologi, Dra. Nunuk Priyani M.Sc selaku sekretaris Departemen Biologi, Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Biologi FMIPA USU, Ibu Roslina Ginting dan Bang Hendar Raswin selaku pegawai administrasi Departemen Biologi, Ibu Nurhasni Muluk serta Bapak Sukirmanto selaku analis dan laboran Departemen Biologi yang telah banyak membantu penulis.

Penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada seluruh Staf Perkebunan PT. Moeis Sipare-pare, dan juga kepada Bapak Kepala Desa Simodong, Bapak Bariman Manurung selaku sekretaris Desa Simodong, yang telah membantu penulis dalam memberikan izin dan memberikan informasi yang tentunya sangat berguna bagi penulis dan keluarga di Desa Simodong yang telah memberikan tempat tinggal.

Ucapan terimakasih penulis juga disampaikan kepada bapakku tercinta T.Sianturi dan mamaku tercinta L. Br. Gultom yang telah banyak memberikan kasih sayang, semangat, doa, dukungan, dan bimbingan. Khususnya buat kakakku tercinta Bintang Sianturi dan suaminya R. Hutahaean dan adik-adikku tersayang Maria, Ruth, Putri dan Citra yang selalu di hati. Kepada teman-temanku sepermainan David, Hotland, Rya dan Junson yang telah banyak memberi doa, dukungan dan semangat bagi penulis.

(6)

penelitian Sidahin, Adebayor, Juned, dan adik-adik asuhku Tridola, Dwi Redoz, Desmina, Christine, Hilda, Nina, Desy, Rudi, Hariadi, Andri. Khususnya buat sahabat hatiku Ika Kartika yang telah memberikan doa dan semangat kepada penulis.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas perhatiannya dan mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan dalam penulisan skripsi ini, semoga skripsi ini bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkan. Kiranya Tuhan memberkati.

Medan, Juni 2009

(7)

ABSTRAK

Komposisi dan Distribusi Mesofauna Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Moeis dan Perkebunan Rakyat di Desa Simodong, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara diteliti pada bulan Februari 2009. Lokasi pengambilan sampel ditentukan secara Purpossive Random Sampling dan pengambilan sampel menggunakan metode pit fall trap, kuadrat dan hand sorting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada Lokasi I ditemukan 11 spesies yaitu: Euschistus sp, Rhagovelia sp, Dolomedes sp, Lyssomanes viridis, Argiope sp, Cardiocondyla sp, Dolichoderus sp, Byturus sp, Geotrupes sp, Anthrenus sp, Cylisticus sp. Pada Lokasi II ditemukan 12 spesies yaitu: Dolomedes sp, Lyssomanes viridis, Argiope sp, Loxosceles sp, Oxyopes sp, Cardiocondyla sp, Dolichoderus sp, Byturus sp, Geotrupes sp, Chelymorpha sp, Cylisticus sp, Dermacentor sp. Kepadatan mesofauna tanah yang paling tinggi adalah Cardiocondyla sp yang terdapat di lokasi I dengan nilai kepadatan 126,29 individu/m², sedangkan Frekuensi Kehadirannya adalah 54% konstansi tergolong assesori (jarang). Untuk nilai KR ≥ 10% dan FK ≥ 25% yang berarti hewan tersebut dapat hidup dengan baik dari jenis Cardiocondyla sp dan Dolichoderus sp. Untuk nilai indeks morista (distribusi) >1 dan <1 pada setiap lokasi tergolong distribusi berkelompok dan beraturan Sedangkan Indeks Similaritas cacing tanah didapatkan antara Lokasi I dan Lokasi II dengan nilai 70%.

(8)

THE COMPOSITION AND DISRIBUTION OF SOIL ANIMALS IN PT MOEIS AND SIMODONG ESTATE, DISTRICT SEI SUKA,

SUBPROVINCE BATU BARA

ABSTRACT

The composition and distribution of soil animal in PT. Moeis and Simodong Estate, District Sei Suka, Subprovince Batu Bara has been investigated February 2009. Sampling area was determinated by using Purposive Random Sampling method and sampling was collected using pit fall trap, square and hand sorting method. The results of research showed that on location I found 11 species, they are: Euschistus sp, Rhagovelia sp, Dolomedes sp, Lyssomanes viridis, Argiope sp, Cardiocondyla sp, Dolichoderus sp, Byturus sp, Geotrupes sp, Anthrenus sp, Cylisticus sp. Location II it was 12 species, they are: Dolomedes sp, Lyssomanes viridis, Argiope sp, Loxosceles sp, Oxyopes sp, Cardiocondyla sp, Dolichoderus sp, Byturus sp, Geotrupes sp, Chelymorpha sp, Cylisticus sp, Dermacentor sp. The highest soil animal density found in location I presented by Cardiocondyla sp with the number for 126,29 organism/m2. While the highest existence frequency with the number 54%. There are 2 species of soil animals that alive better in each location, consist of Cardiocondyla sp and Dolichoderus sp. To assess the index morista ( distribution) >1 and < 1 in each location pertained by in groups and regulardistribution. The similarities index of soil animals found between location I and location II with the number 70%.

(9)

DAFTAR ISI

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Ekologi Tanah 2.2 Fauna Tanah 2.3 Jenis Fauna Tanah 2.4 Peranan Fauna Tanah

(10)

Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Jenis Mesofauna Tanah

4.2 Kepadatan dan Kepadatan Relatif Mesofauna Tanah 4.3 Komposisi Mesofauna Tanah

4.4 Frekuensi Kehadiran dan Konstansi Mesofauna Tanah 4.5 Mesofauna Tanah yang Nilai KR ≥ 10% dan FK ≥ 25 4.6 Nilai Indeks Morista Mesofauna Tanah

4.7 Nilai Indeks Similaritas Mesofauna Tanah

16 23 25 27 28 29 30

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran

31 31

Daftar Pustaka 32

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Mesofauna Tanah yang Ditemukan pada Perkebunan

PT. Moeis dan Rakyat, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara

16

Tabel 4.2 Kepadatan (ind/m²) dan Kepadatan Relatif (%) Mesofauna Tanah pada Perkebunan PT. Moeis dan Rakyat, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara

24

Tabel 4.3 Komposisi Mesofauna Tanah pada Perkebunan PT. Moeis dan Rakyat, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara

26

Tabel 4.4 Frekuensi Kehadiran (%) dan Konstansi Mesofauna Tanah pada Perkebunan PT. Moeis dan Rakyat, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara

27

Tabel 4.5 Mesofauna Tanah yang Memiliki Nilai Kepadatan Relatifnya (KR) ≥ 10% dan Frekuensi Kehadiran (FK) ≥ 25%

28

Tabel 4.6 Nilai Indeks Morista (Distribusi) Mesofauna Tanah pada Perkebunan PT. Moeis dan Rakyat, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara

29

Tabel 4.7 Nilai Indeks Similaritas (Kesamaan) Mesofauna Tanah pada Perkebunan PT. Moeis dan Rakyat, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara

30

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Foto Lokasi I 10

Gambar 3.2 Foto Lokasi II 11

Gambar 4.1 Euschistus sp 17

Gambar 4.2 Rhagovelia sp 18

Gambar 4.3 Cardiocondyla sp 18

Gambar 4.4 Dolichoderus sp 19

Gambar 4.5 Byturus sp 19

Gambar 4.6 Geotrupes sp 19

Gambar 4.7 Chelymorpha sp 20

Gambar 4.8 Anthrenus sp 20

Gambar 4.9 Dolomedes sp 21

Gambar 4.10 Lyssomanes viridis 21

Gambar 4.11 Argiope sp 21

Gambar 4.12 Loxosceles sp 22

Gambar 4.13 Oxyopes sp 22

Gambar 4.14 Dermacentor sp 23

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A Peta Lokasi Penelitian 34

Lampiran B Data Jumlah dan Jenis Mesofauna Tanah yang Didapatkan pada Dua Lokasi Penelitian

35

Lampiran C Contoh Cara Perhitungan Analisis Data 37

Lampiran D Foto-Foto Penelitian 42

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelapa sawit merupakan tanaman dengan nilai ekonomis yang cukup tinggi karena merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati. Bagi Indonesia, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting untuk pembangunan perkebunan nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumber perolehan devisa negara (Fauzi, 2004).

Mengingat komoditas kelapa sawit mempunyai prospek yang cerah sebagai sumber devisa, pemerintah dewasa ini telah bertekad membangun perkebunan kelapa sawit dengan mengembangkannya secara besar-besaran. Risza (1995) menjelaskan bahwa perkebunan kelapa sawit di Indonesia luasnya terus berkembang dan tidak hanya monopoli perkebunan besar negara atau perkebunan besar swasta tetapi saat ini perkebunan rakyat sudah berkembang dengan pesat.

(15)

14.164.439 ha atau meningkat 21,5% jika dibandingkan dengan akhir tahun 1990 yang hanya 11.651.439 ha (Fauzi, 2004). Pengembangan areal perkebunan sawit secara besar-besaran ini tentu saja mempengaruhi keberadaan dari fauna tanah. Karena pengembangan areal kelapa sawit akan mengurangi habitat dari fauna tanah. Sementara keberadaan fauna tanah itu sendiri sangat penting untuk proses dekomposisi bahan organik tanah. Dalam Hanafiah (2005) dijelaskan bahwa biota (fauna) tanah berperan dalam proses dekomposisi bahan organik dan penyediaan unsur hara. Dengan kata lain keberadaan fauna tanah di daerah tersebut juga mempengaruhi perkebunan kelapa sawit.

Luas perkebunan kelapa sawit PT. Moeis yang digunakan dalam penelitian yaitu 107,6 ha sedangkan luas perkebunan rakyat yaitu 16,10 ha. Letak perkebunan kelapa sawit PT. Moeis dan perkebunan rakyat di Desa Simodong, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara berdekatan. Sehingga faktor lingkungan tidak begitu berpengaruh terhadap kedua perkebunan ini. Hanya saja kedua perkebunan kelapa sawit ini memiliki sistem pengelolaan yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut maka komposisi komunitas dan distribusi mesofauna tanah di kedua perkebunan tersebut juga akan berbeda.

Hingga saat ini masih sedikit informasi yang diketahui tentang komposisi komunitas dan distribusi mesofauna tanah yang terdapat di kedua desa tersebut. Berdasarkan hal tersebut penulis merasa perlu melakukan penelitian tentang

Desa Simodong, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara”.

1.2 Permasalahan

(16)

rakyat di Desa Simodong, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara.

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui komposisi dan distribusi mesofauna tanah di perkebunan kelapa sawit PT. Moeis dan perkebunan rakyat di Desa Simodong, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara.

1.4 Hipotesis

Perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh PT. Moeis memiliki perbedaan komposisi dan distribusi mesofauna tanah dengan perkebunan rakyat di Desa Simodong, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara.

1.5 Manfaat

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekologi Tanah

Secara ekologis tanah tersusun atas tiga kelompok material, yaitu jasad-jasad hayati, bahan organik, dan bahan-bahan lain seperti pasir, debu, dan liat (Hanafiah, 2005). Menurut Kimball (1999), tanah merupakan titik pemasukan sebagian besar bahan ke dalam tumbuhan. Melalui akar-akarnya tumbuhan menyerap air, nitrat, fosfat, sulfat, kalium, tembaga, seng dan mineral esensial lainnya. Dengan semua ini, tumbuhan mengubah karbon dioksida (dimasukkan melalui daun) menjadi protein, karbohidrat, lemak, asam nukleat dan vitamin yang dari semuanya itu tumbuhan dan semua heterotrof bergantung.

(18)

Fauna tanah sangat tergantung pada habitatnya karena keberadaan dan kepadatan populasi dari suatu jenis fauna tanah di suatu daerah sangat ditentukan oleh keadaan daerah tersebut. Dengan perkataan lain keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di suatu daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan abiotik. Fauna tanah merupakan bagian dari ekosistem tanah, oleh karena itu dalam mempelajari ekologi fauna tanah faktor fisika-kimia tanah selalu diukur (Suin, 1997).

Salah satu faktor fisika tanah yang sangat menentukan kehadiran dan kepadatan organisme tanah adalah suhu. Dengan demikian suhu tanah akan menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah. Fluktuasi suhu tanah lebih rendah dari suhu udara, dan suhu tanah sangat tergantung dari suhu udara. Suhu tanah lapisan atas mengalami fluktuasi dalam satu hari satu malam dan tergantung musim. Fluktuasi itu juga tergantung pada keadaan cuaca, topografi daerah dan keadaan tanah (Suin, 1997).

Dalam melakukan penelitian mengenai fauna tanah pengukuran pH tanah juga sangat diperlukan. Suin (1997), menyebutkan bahwa ada fauna tanah yang hidup pada tanah yang pH-nya asam dan ada pula yang senang hidup pada tanah yang memiliki pH basa. Untuk jenis Collembola yang memilih hidup pada tanah yang asam disebut dengan Collembola golongan asidofil, yang memilih hidup pada tanah yang basa disebut dengan Collembola golongan kalsinofil, sedangkan yang dapat hidup pada tanah asam dan basa disebut Collembola golongan indefferen atau netrofil.

2.2 Fauna Tanah

(19)

sebagai kehidupan fauna yang lain. Proses dekomposisi yang terjadi di dalam tanah tidak akan mampu berjalan cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan makrofauna tanah (Arief, 2001).

Banyak mikrobia yang telah diketahui dapat hidup secara simbiosis dengan fauna tanah yang berada dalam fase larva. Hubungan ini khususnya bersifat permanen, umumnya terbentuk bersama dengan fauna penghuni humus yang kurang mampu merombak sampah dedaunan yang terdapat di permukaan tanah. Hubungan ini dapat terjadi sebagai akibat kurangnya nutrisi dalam humus yang tersedia bagi fauna, sedangkan mikrobia simbiosisnya mampu mensintesis hara esensial yang tidak tersedia dalam tanah (Hanafiah, 2005).

Untuk melangsungkan hidupnya mesofauna tanah sangat tergantung pada ketersediaan energi dan sumber makanan di dalam tanah, seperti bahan organik dan biomassa hidup yang semuanya berkaitan dengan aliran siklus karbon dalam tanah. Dengan ketersediaan energi dan hara bagi mesofauna tanah tersebut, maka perkembangan dan aktivitas mesofauna tanah akan berlangsung baik dan timbal baliknya akan memberikan dampak positif bagi kesuburan tanah. Dalam sistem tanah, interaksi biota tanah tampaknya sulit dihindarkan karena biota tanah banyak terlibat dalam suatu jaring-jaring makanan dalam tanah (Arief, 2001).

2.3 Jenis Fauna Tanah

(20)

Fauna tanah berdasarkan ukuran tubuhnya menurut Wallwork (1970), dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu; mikrofauna (20 µ - 200 µ), mesofauna (200 µ - 1 cm) dan makrofauna (lebih dari 1 cm). Menurut Suhardjono dan Adisoemarto (1997), berdasarkan ukuran tubuh fauna tanah dikelompokkan menjadi:

a. Mikrofauna adalah kelompok binatang yang berukuran tubuh < 0.15 mm, seperti:

Protozoa dan stadium pradewasa beberapa kelompok lain misalnya Nematoda b. Mesofauna adalah kelompok yang berukuran tubuh 0.16–10.4 mm dan merupakan

kelompok terbesar dibanding kedua kelompok lainnya, seperti: Insekta, Arachnida, Diplopoda, Chilopoda, Nematoda, Mollusca, dan bentuk pradewasa dari beberapa

binatang lainnya seperti kaki seribu dan kalajengking,

c. Makrofauna adalah kelompok binatang yang berukuran panjang tubuh > 10.5 mm, seperti: Insekta, Crustaceae, Chilopoda, Diplopoda, Mollusca, dan termasuk juga vertebrata kecil.

Mesofauna tanah meliputi nematoda, cacing-cacing oligochaeta kecil enchytracid, larva serangga yang lebih kecil dan terutama apa yang secara bebas disebut mikroarthropoda; dari yang akhir, tungau-tungau tanah (Acarina) dan springtail (Collembola) seringkali merupakan bentuk-bentuk yang paling banyak tetap tinggal dalam tanah (Odum, 1998).

(21)

2.4 Peranan Fauna Tanah

Fauna tanah mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembusukan zat atau bahan-bahan organik dengan cara menghancurkan jaringan secara fisik dan meningkatkan ketersediaan daerah bagi aktifitas bakteri dan jamur, melakukan pembusukan pada bahan pilihan seperti gula, sellulosa dan sejenis lignin, mengubah sisa-sisa tumbuhan menjadi humus, menggabungkan bahan yang membusuk pada lapisan tanah bagian atas dan membentuk kemantapan agregat antara bahan organik dan bahan mineral tanah (Barnes, 1997). Selanjutnya Hanafiah (2005) menjelaskan bahwa biota tanah berperan dalam proses dekomposisi bahan organik dan penyediaan unsur hara.

Burges dan Raw (1967) dalam Rahmawaty (2000), menjelaskan bahwa secara garis besar proses perombakan berlangsung sebagai berikut: pertama-tama perombak yang besar atau makrofauna meremah-remah substansi habitat yang telah mati, kemudian materi ini akan melalui usus dan akhirnya menghasilkan butiran-butiran feses. Butiran-butiran tersebut dapat dimakan oleh oleh mesofauna dan atau makrofauna pemakan kotoran seperti cacing tanah yang hasil akhirnya akan dikeluarkan dalam bentuk feses pula. Materi terakhir ini akan dirombak oleh mikroorganisme terutama bakteri untuk diuraikan lebih lanjut. Selain dengan cara tersebut, feses juga dapat juga dikonsumsi lebih dahulu oleh mikrofauna dengan bantuan enzim spesifik yang terdapat dalam saluran pencernaannya. Penguraian akan menjadi lebih sempurna apabila hasil ekskresi fauna ini dihancurkan dan diuraikan lebih lanjut oleh mikroorganisme terutama bakteri hingga sampai pada proses mineralisasi. Melalui proses tersebut, mikroorganisme yang telah mati akan menghasilkan garam-garam mineral yang akan digunakan oleh tumbuh-tumbuhan lagi. Dengan melihat proses aliran energi yang dikemukakan oleh Burges and Raw (1967) dalam Rahmawaty (2000), dapat dikatakan bahwa tanpa adanya keberadaan mesofauna tanah, proses perombakan materi (dekomposisi) tidak akan dapat berjalan dengan baik.

(22)

subsistem produsen. Tetapi, peranan ini merupakan nilai tambah dari mesofauna sebagai subsistem konsumen dan subsistem dekomposisi. Sebagai subsistem dekomposisi, mesofauna sebagai organisme perombak awal bahan makanan, serasah, dan bahan organik lainnya (seperti kayu dan akar) mengkonsumsi bahan-bahan tersebut dengan cara melumatkan dan mengunyah bahan-bahan tersebut. Mesofauna tanah akan melumat bahan dan mencampurkan dengan sisa-sisa bahan organik lainnya, sehingga menjadi fragmen berukuran kecil yang siap untuk didekomposisi oleh mikrobio tanah (Arief, 2001).

Menurut Suin (1997), bahwa peranan fauna tanah terutama penting dalam perombakan material organik dan anorganik, meningkatkan aerasi dan drainase tanah dengan adanya lubang-lubang yang ditinggalkan atau perkembangan struktur tanah. Dalam Sutedjo (1996), dijelaskan bahwa organisme-organisme yang berkedudukan di dalam tanah sanggup mengadakan perubahan-perubahan besar di dalam tanah, terutama dalam lapisan atas (top soil), dimana terdapat akar-akar tanaman dan perolehan bahan makanan yang mudah. Akar-akar tanaman yang mati dengan cepat dapat dibusukkan oleh fungi, bakteria dan golongan-golongan organisme lainnya.

Banyak jenis serangga yang meluangkan sebagian atau seluruh hidup mereka di dalam tanah. Tanah tersebut memberikan serangga suatu pemukiman atau sarang, pertahanan dan makanan. Tanah tersebut diterobos sedemikian rupa sehingga tanah menjadi lebih mengandung udara, tanah juga dapat diperkaya oleh hasil ekskresi dan tubuh-tubuh serangga yang mati. Serangga tanah memperbaiki sifat fisik tanah dan menambah kandungan bahan organiknya (Borror et al., 1997).

(23)

BAB 3

BAHAN DAN METODA

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2009 di 2 (dua) lokasi yaitu kawasan perkebunan sawit PT. Moeis dan perkebunan sawit rakyat di Desa Simodong, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara, Propinsi Sumatera Utara.

3.2 Deskripsi Area a. Lokasi 1

(24)

Gambar 3.1 Foto Lokasi I

b. Lokasi 2

Lokasi 2 terletak di kawasan perkebunan kelapa sawit rakyat di Desa Simodong. Lokasi ini berada pada 03º 20’ 52,8” LU dan 99º 20’ 45,7” BT. Merupakan lahan dengan luas 16,10 ha, yang ditanam kelapa sawit berumur 15 tahun dengan tahun tanam 1994.

Gambar 3.2 Foto lokasi II

(25)

Penentuan lokasi plot sampling dilakukan dengan metoda “Purposive Random Sampling” yaitu dipilih secara acak pada dua kawasan. Kawasan tersebut adalah

perkebunan kelapa sawit PT. Moeis dan perkebunan sawit rakyat. Pengambilan sampel mesofauna tanah dilakukan dengan metoda Pit Fall Trap, Kuadrat dan Hand Sortir.

3.4 Cara Kerja

3.4.1 Metoda Pit Fall Trap

(26)

3.4.2 Metoda Kuadrat dan Hand Sorting

Sampel mesofauna tanah pada masing-masing perkebunan kelapa sawit diambil sebanyak 25 plot yang berukuran 30 x 30 cm dengan jarak antara setiap kuadrat 20 m. Tanah dari tiap kuadrat diambil dengan kedalaman 30 cm dan tanahnya dimasukkan ke dalam karung (goni plastik). Pengambilan sampel dilakukan pada pukul 07.00 sampai 11.00 WIB. Selanjutnya mesofauna tanah yang ada pada tanah tersebut disortir. Mesofauna tanah yang didapat dikumpulkan dan dibersihkan dengan air serta dihitung jumlahnya, kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel dan diawetkan dengan formalin 4% dan alkohol 70% (Suin, 1997). Selanjutnya dibawa ke Laboratorium Sistematika Hewan, Departemen Biologi FMIPA USU untuk diidentifikasi.

3.4.3 Identifikasi Spesies Mesofauna Tanah

Sampel mesofauna tanah yang dibawa dari lapangan dilakukan pengelompokan sesuai dengan kesamaan ciri-ciri morfologinya, kemudian diawetkan dalam larutan alkohol 70%, selanjutnya dideterminasi dan diidentifikasi dengan memperhatikan bentuk luar (morfologi) dengan bantuan Loup dan Mikroskop Stereo Binokuler, serta menggunakan beberapa buku acuan seperti Suin (1997), Dindal (1990), Cheung (1995) dan Borror (1992).

3.5 Pengukuran Sifat Fisik dan Kimia Tanah

(27)

Pengukuran kadar air dan kadar organik tanah dilakukan di laboratorium Sistematika Hewan Departemen Biologi FMIPA USU. Tanah yang telah disortir mesofauna tanah dibersihkan dari sisa-sisa tumbuhan dan hewan tanah lainnya yang masih ada, kemudian diaduk-aduk sampai rata dan diambil 20 gram tanah untuk dianalisis. Selanjutnya sampel tanah ini dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0C selama 2 jam sehingga beratnya konstan dan ditentukan kadar air tanahnya dengan rumus sebagai berikut :

A – B

Kadar air tanah (%) = x 100% A

Keterangan: A = Berat basah tanah

B = Berat konstan tanah (Wilde, 1972 dalam Adianto, 1993)

Selanjutnya diambil sebanyak 5 gram dan dibakar di dalam tungku pembakar (Furnace Mufle) dengan suhu 600 0C selama tiga jam. Persentase kadar organik tanah dihitung dengan rumus:

Jenis mesofauna tanah dan jumlah individu masing-masing jenis yang didapatkan dihitung nilai: Kepadatan Populasi, Kepadatan Relatif, Frekuensi Kehadiran (konstansi), Distribusi dengan tujuan agar diketahui keberadaan jenis dan komposisi komunitas mesofauna tanah dengan menggunakan rumus menurut Wallwork (1976), Krebs (1985), dan Suin (2002) sebagai berikut:

a. Kepadatan Populasi (K)

(28)

K =

c. Komposisi Komunitas: didasarkan pada nilai urut Kepadatan Relatif (KR) terbesar hingga terkecil dari masing-masing jenis yang didapatkan.

d. Frekuensi Kehadiran (FK) e. Indeks Similaritas (Kesamaan Sorensen)

b

(29)

Keterangan:

- Nilai Indeks Morista = 1, menunjukan bahwa distribusi hewan itu random. - Nilai Indeks Morista > 1, menunjukan distribusi hewan itu berkelompok. - Nilai Indeks Morista < 1, maka distribusi hewan itu akan beraturan.

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jenis Mesofauna Tanah

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di perkebunan sawit PT. Moeis (lokasi 1) dan perkebunan sawit rakyat (lokasi 2) di Desa Simodong, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara, Propinsi Sumatera Utara didapatkan jenis mesofauna tanah seperti yang terlihat pada Tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1 Mesofauna Tanah yang Ditemukan pada Perkebunan PT. Moeis dan Rakyat, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara

Filum/Kelas Ordo Famili Spesies Nama

Indonesia

Lokasi

1 2

Arthropoda

1. Insekta Hemiptera Pentatomidae Euschistus sp Kepik + -

Veliidae Rhagovelia sp Kepik + -

(30)

Dolichoderus sp Semut + +

Coleoptera Byturidae Byturus sp Kumbang + +

Geotrupidae Geotrupes sp Kumbang + +

Chrysomelidae Chelymorpha sp Kumbang - +

Dermestidae Anthrenus sp Kumbang + -

2. Arachnida Araneae Pisauridae Dolomedes sp Laba-laba + +

Salticidae Lyssomanes viridis Laba-laba + +

Araneidae Argiope sp Laba-laba + +

Loxoscelidae Loxosceles sp Laba-laba - +

Oxyopidae Oxyopes sp Laba-laba - +

Acarina Ixodidae Dermacentor sp Caplak - +

3. Malacostraca Isopoda cylisticidae Cylisticus sp Krustasea + +

11 12

Keterangan: Lokasi 1 = Perkebunan PT. Moeis, lokasi 2 = Perkebunan Rakyat, (+) = ditemukan, (-) = tidak ditemukan.

Dari Tabel 4.1 didapatkan 15 jenis mesofauna tanah yang termasuk ke dalam 14 famili, 6 ordo, 3 kelas dan 1 filum. Pada lokasi 1 (perkebunan sawit PT. Moeis) sebanyak 11 jenis yaitu Euschistus sp, Rhagovelia sp, Dolomedes sp, Lyssomanes viridis, Argiope sp, Cardiocondyla sp, Dolichoderus sp, Byturus sp, Geotrupes sp,

Anthrenus sp, Cylisticus sp dan pada lokasi 2 (perkebunan sawit rakyat) sebanyak 12

jenis yaitu Dolomedes sp, Lyssomanes viridis, Argiope sp, Loxosceles sp, Oxyopes sp, Cardiocondyla sp, Dolichoderus sp, Byturus sp, Geotrupes sp, Chelymorpha sp,

Cylisticus sp, Dermacentor sp.

Mesofauna tanah yang didapatkan pada lokasi 2 (perkebunan sawit rakyat) lebih banyak jenisnya dibandingkan dengan lokasi 1 (perkebunan sawit PT. Moeis). Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan mesofauna tanah sangat tergantung dari faktor lingkungan. Suin (1997) menjelaskan bahwa fauna tanah sangat tergantung pada habitatnya karena keberadaan dan kepadatan populasi dari suatu jenis fauna tanah di suatu daerah sangat ditentukan oleh keadaan daerah tersebut. Dengan perkataan lain keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di suatu daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan.

(31)

1. Euschistus sp (Kepik berbau busuk)

Bentuk bulat atau bulat telur dan sungutnya lima ruas. Mereka dapat dipisahkan dari kepik-kepik lainnya karena mempunyai sungut lima ruas dan sifat-sifat yang diberikan dalam kunci tersebut. Kepik ini pemakan tumbuh-tumbuhan dan biasanya menyerang rumput atau tanaman lain (Borror et al., 1997).

Gambar 4.1 Euschistus sp 2. Rhagovelia sp (Kepik)

Kepik ini warnanya coklat atau hitam, seringkali dengan tanda-tanda seperti perak. Mereka tidak bersayap, hidup di atas permukaan air atau di atas pinggiran air dan makan berbagai serangga yang kecil (Borror et al., 1997).

Gambar 4.2 Rhagovelia sp

3. Cardiocondyla sp (Semut merah)

(32)

Gambar 4.3 Cardiocondyla sp

4. Dolichoderus sp (Semut hitam)

Tubuh hitam dan kaki kemerahan. Kepala pendek, mata agak ke depan, dasar antena panjang. Abdomen cembung, besar dan oval. Mandibula seperti segitiga, dengan gigi-gigi yang panjang dan kuat. Torak dengan pronotum seperti plat, mesonotum pendek dan agak tinggi, metanotum dengan ujung yang cekung (Suin, 1997).

Gambar 4.4 Dolichoderus sp

5. Byturus sp (Kumbang)

(33)

Gambar 4.5 Byturus sp

6. Geotrupes sp (Kumbang)

Mempunyai sungut 11 ruas, bentuk bulat telur, cembung, bertubuh gendut yang mempunyai warna hitam atau coklat tua, panjangnya bervariasi dari 5 sampai 25 mm, terdapat dalam kayu atau jamur yang membusuk (Borror et al., 1997).

Gambar 4.6 Geotrupes sp 7. Chelymorpha sp ( Kumbang)

Mempunyai bentuk bulat telur yang melebar atau membulat, panjangnya 5-6 mm, warnanya sangat cemerlang, seringkali dengan tanda-tanda atau berwarna keemasan (Borror et al., 1997).

(34)

8. Anthrenus sp (Kumbang)

Mempunyai bentuk kecil, bulat telur atau bulat telur memanjang, cembung dengan sungut yang pendek bergada, dan panjangnya bervariasi dari 2- 12 mm, kebanyakan pemakan zat-zat organik yang membusuk dan berbagai ragam produk hewan dan tumbuhan (Borror et al., 1997).

Gambar 4.8 Anthrenus sp

9. Dolomedes sp (Laba-laba)

Laba-laba ini menyerupai laba-laba serigala, tetapi mempunyai pola mata yang berbeda, hidup di dekat air, mereka dapat hidup di atas permukaan air atau menyelam di bawahnya untuk makan serangga-serangga air dan ikan-ikan yang kecil (Borror et al., 1997).

Gambar 4.9 Dolomedes sp

10. Lyssomanes viridis (Laba-laba)

(35)

Gambar 4.10 Lyssomanes viridis

11. Argiope sp (Laba-laba)

Laba-laba kebun umum di rerumputan dan daerah-daerah bergulma, berwarna cemerlang, hitam dan kuning, atau hitam dan merah, laba-laba ini beristirahat dengan kepala mengarah ke bawah di tengah-tengah sarang (Borror et al., 1997).

Gambar 4.11 Argiope sp 12. Loxosceles sp (Laba-laba)

Laba-laba ini kecil, berwarna pucat, panjangnya 6-10 mm, yang hanya mempunyai enam mata dan mempunyai kelisera-kelisera yang bersatu bersama di dasar, beberapa jenis sangat beracun (Borror et al., 1997).

(36)

13. Oxyopes sp (Laba-laba)

Pola mata mereka delapan mata dalam satu kelompok bulat telur, opistosoma biasanya meruncing ke satu titik di bagian belakang, mengejar korban mereka dengan kecepatan tinggi dan dapat meloncat (Borror et al., 1997).

Gambar 4.13 Oxyopes sp

14. Dermacentor sp (Caplak)

Memiliki sebuah keping dorsal yang keras yang disebut skutum dan mereka mempunyai bagian-bagian mulut menonjol di sebelah anterior dan terlihat dari atas (Borror et al., 1997).

Gambar 4.14 Dermacentor sp

15. Cylisticus sp (Krustasea)

(37)

abdomen agak bersatu dan ruas-ruas toraks hampir merupakan panjang dari tubuh (Borror et al., 1997).

Gambar 4.15 Cylisticus sp

4.2 Kepadatan (ind/m²) dan Kepadatan Relatif (%) Mesofauna Tanah

Dari hasil penghitungan data yang dilakukan didapatkan kepadatan (ind/m²) dan kepadatan relatif (%) mesofauna tanah pada Perkebunan PT. Moeis dan Rakyat, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara seperti pada Tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2 Kepadatan (ind/m²) dan Kepadatan Relatif (%) Mesofauna Tanah pada Perkebunan PT. Moeis dan Rakyat, Kecamatan Sei Suka,

Kabupaten Batu Bara

No. Spesies Lokasi 1 Lokasi 2

K KR (%) K KR(%)

1. Euschistus sp 0,89 0,35 - -

2. Rhagovelia sp 0,89 0,35 - -

3. Cardiocondyla sp 126,29 49,52 74,99 41,61

4. Dolichoderus sp 105,94 41,54 79,41 44,07

5. Byturus sp 2,99 1,17 4,98 2,76

6. Geotrupes sp 3,98 1,56 3,98 2,21

(38)

8. Anthrenus sp 3,98 1,56 - -

Keterangan: Lokasi 1 = Perkebunan PT. Moeis, lokasi 2 = Perkebunan Rakyat, K = Kepadatan, KR = Kepadatan Relatif.

Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa lokasi 1 memiliki nilai kepadatan populasi yang lebih tinggi dibandingkan lokasi 2, yaitu 255,03 individu/m² sedangkan lokasi 2 memiliki nilai kepadatan sebesar 180,2 individu/m². Hal ini disebabkan oleh faktor fisik kimia tanah pada lokasi 1 lebih mendukung untuk kehidupan mesofauna tanah seperti suhu tanah, kelembaban tanah, pH tanah, kadar air dan kadar organik tanah. Menurut Suin (1997) fauna tanah sangat tergantung pada habitatnya karena keberadaan dan kepadatan populasi dari suatu jenis fauna tanah di suatu daerah sangat ditentukan oleh keadaan daerah tersebut.

Selain nilai kepadatan populasi tertinggi didapatkan pada lokasi 1, nilai kepadatan masing-masing jenis yang tertinggi juga didapatkan pada lokasi 1 yaitu dari jenis Cardiocondyla sp (semut merah) dengan nilai kepadatan jenis 126,29 individu/m² dan kepadatan relatifnya 49,52%, diikuti oleh Dolichoderus sp (semut hitam) dengan nilai kepadatan jenis 105,94 individu/m² dan kepadatan relatifnya 41,54%, Lyssomanes viridis (laba-laba) dengan nilai kepadatan jenis 5,97 individu/m² dan kepadatan relatifnya 2,34%, dan yang mempunyai nilai kepadatan jenis terendah yaitu Euschistus sp (kepik), Rhagovelia sp (kepik) dan Dolomedes sp (laba-laba) dengan nilai kepadatan jenis 0,89 individu/m², kepadatan relatifnya 0,35%.

(39)

74,99 individu/m² dan kepadatan relatifnya 41,61%, Lyssomanes viridis (laba-laba) dengan nilai kepadatan jenis 5,97 individu/m² dan kepadatan relatifnya 3,31%, dan yang mempunyai nilai kepadatan jenis terendah yaitu Argiope sp dengan nilai kepadatan jenis 0,67 individu/m² dan kepadatan relatifnya 0,37%.

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa Cardiocondyla sp (semut merah) yang memiliki nilai kepadatan dan kepadatan relatif tertinggi. Arief (2001) menjelaskan bahwa keberadaan mesofauna tanah dalam tanah sangat tergantung pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya. Ini berarti Cardiocondyla sp (semut merah) tersebut mendapatkan sumber makanan yang cukup

sehingga kepadatan dan kepadatan relatif dari Cardiocondyla sp (semut merah) lebih tinggi dibandingkan yang lainnya.

4.3 Komposisi Mesofauna Tanah

Berdasarkan nilai kepadatan relatif dapat ditentukan komposisi mesofauna tanah pada perkebunan PT. Moeis dan Rakyat, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara dari urutan tertinggi sampai urutan terendah seperti pada Tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.3 Komposisi Mesofauna Tanah pada Perkebunan PT. Moeis dan Rakyat, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara

(40)

9. Dolomedes sp 0,35 7 0,49 9

10. Lyssomanes viridis 2,34 3 3,31 3

11. Argiope sp 0,44 6 0,37 10

12. Loxosceles sp - - 0,62 8

13. Oxyopes sp - - 0,49 9

14. Dermacentor sp - - 1,66 6

15. Cylisticus sp 1,17 5 1,66 6

Keterangan: Lokasi 1 = Perkebunan PT. Moeis, lokasi 2 = Perkebunan Rakyat

Dari Tabel 4.3 menunjukkan bahwa pada lokasi 1 didapatkan komposisi mesofauna tanah secara berurutan yaitu 1. Cardiocondyla sp, 2. Dolichoderus sp, 3. Lyssomanes viridis, 4. Geotrupes sp, Anthrenus sp, 5. Cylisticus sp, Byturus sp, 6.

Argiope sp, 7. Dolomedes sp, Rhagovelia sp, Euschistus sp.

Pada lokasi 2 didapatkan komposisi mesofauna tanah secara berurutan yaitu 1. Dolichoderus sp, 2. Cardiocondyla sp, 3. Lyssomanes viridis, 4. Byturus sp, 5.

Geotrupes sp, 6. Cylisticus sp, Dermacentor sp, 7. Chelymorpha sp, 8.Loxosceles sp,

9. Oxyopes sp, Dolomedes sp, 10. Argiope sp.

Komposisi mesofauna yang berbeda antara lokasi 1 dan lokasi 2 ini dapat disebabkan oleh terbatasnya kemampuan dari mesofauna tanah tersebut untuk dapat bertahan hidup terhadap faktor fisik kimia tanah seperti pH tanah, suhu tanah, kelembaban tanah, kadar air dan kadar organik tanah. Suin (1997) menjelaskan bahwa ada fauna tanah yang hidup pada tanah yang pH-nya asam dan ada pula yang senang hidup pada tanah yang memiliki pH basa. Untuk jenis Collembola yang memilih hidup pada tanah yang asam disebut dengan Collembola golongan asidofil, yang memilih hidup pada tanah yang basa disebut dengan Collembola golongan kalsinofil, sedangkan yang dapat hidup pada tanah asam dan basa disebut dengan Collembola golongan indefferen atau netrofil.

(41)

Frekuensi kehadiran mesofauna tanah pada kawasan perkebunan PT. Moeis dan Rakyat, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini.

Tabel 4.4 Frekuensi Kehadiran (%) dan Konstansi Mesofauna Tanah pada Perkebunan PT. Moeis dan Rakyat, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara

10. Lyssomanes viridis 10 Aksidental 8 Aksidental

11. Argiope sp 6 Aksidental 6 Aksidental jarang, Assesori = Jarang, Konstan = Sering, Absolut = Sangat sering

Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa pada lokasi 1 jenis mesofauna tanah yang bersifat aksidental 9 jenis, assesori 1 jenis dan konstan 1 jenis. Pada pada lokasi 2 jenis mesofauna tanah yang bersifat aksidental 10 jenis dan konstan 2 jenis. Keadaan seperti ini dapat disebabkan oleh keadaan lingkungan itu sendiri, baik faktor fisik kimia tanah tersebut maupun ketersediaan makanan yang yang cukup untuk mendukung kelangsungan hidup mesofauna tanah.

(42)

tanah, seperti bahan organik dan biomassa hidup yang semuanya berkaitan dengan aliran siklus karbon dalam tanah. Dengan ketersediaan energi dan hara bagi mesofauna tanah tersebut, maka perkembangan dan aktivitas mesofauna tanah akan berlangsung baik dan timbal baliknya akan memberikan dampak positif bagi kesuburan tanah.

4.5 Mesofauna Tanah yang Memiliki Nilai KR ≥ 10% dan FK ≥ 25

Mesofauna tanah yang memiliki nilai kepadatan relatif (KR) ≥ 10% dan frekuensi kehadiran (FK) ≥ 25% dilihat pada Tabel 4.5 berikut ini.

Tabel 4.5 Mesofauna Tanah yang Memiliki Nilai Kepadatan Relatifnya (KR) ≥ 10% dan Frekuensi Kehadiran (FK) ≥ 25%

No. Spesies Lokasi 1 Lokasi 2

KR(%) FK(%) KR(%) FK(%)

1. Cardiocondyla sp 49,52 54 41,61 52

2. Dolichoderus sp 41,54 50 44,07 52

Keterangan: Lokasi 1 = Perkebunan PT. Moeis, lokasi 2 = Perkebunan Rakyat

Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa pada kedua lokasi didapatkan 2 jenis yaitu Cardiocondyla sp (semut merah) dan Dolichoderus sp (semut hitam). Keadaan ini

disebabkan oleh aktivitas dari mesofauna tanah sangat dipengaruhi faktor lingkungan dimana mesofauna tanah tersebut hidup. Hal ini diungkapkan Adianto (1993) yang menyatakan bahwa fauna tanah dalam melakukan aktivitas kehidupannya bereaksi cepat terhadap perubahan lingkungannya, baik yang berasal dari tanah itu sendiri maupun faktor lingkungan akibat pengelolaan tanah.

4.6 Nilai Indeks Morista (Distribusi) Mesofauna Tanah

Nilai indeks morista (distribusi) mesofauna tanah pada setiap lokasi penelitian dilihat pada Tabel 4.6 berikut ini.

(43)

No. Spesies Nilai Indeks Morista

Lokasi I Distribusi Lokasi II Distribusi

1. Euschistus sp 0,08 Beraturan - -

2. Rhagovelia sp 0,08 Beraturan - -

3. Cardiocondyla sp 2,37 Berkelompok 1,66 Berkelompok

4. Dolichoderus sp 2,09 Berkelompok 1,76 Berkelompok

5. Byturus sp 0,06 Beraturan 0,10 Beraturan

6. Geotrupes sp 0,08 Beraturan 0,08 Beraturan

7. Chelymorpha sp - - 0,12 Beraturan

8. Anthrenus sp 0,08 Beraturan - -

9. Dolomedes sp 0,08 Beraturan 0,08 Beraturan

10. Lyssomanes viridis 0,12 Beraturan 0,12 Beraturan

11. Argiope sp 0,10 Beraturan 0,06 Beraturan

12. Loxosceles sp - - 0,10 Beraturan

13. Oxyopes sp - - 0,08 Beraturan

14. Dermacentor sp - - 0,06 Beraturan

15. Cylisticus sp 0,06 Beraturan 0,06 Beraturan

Keterangan:Lokasi 1 = Perkebunan PT. Moeis, lokasi 2 = Perkebunan Rakyat

Nilai Indeks Morista = 1, menunjukan bahwa distribusi hewan itu random. Nilai Indeks Morista > 1, menunjukan distribusi hewan itu berkelompok. Nilai Indeks Morista < 1, maka distribusi hewan itu akan beraturan

Pada Tabel 4.6 menunjukan bahwa pada lokasi 1 distribusi mesofauna tanah yang berkelompok 2 jenis yaitu Cardiocondyla sp dan Dolichoderus sp dan yang beraturan 9 jenis yaitu Euschistus sp, Rhagovelia sp, Byturus sp, Geotrupes sp, Anthrenus sp, Dolomedes sp, Lyssomanes viridis, Argiope sp dan Cylisticus sp.

Sedangkan pada lokasi 2 distribusi mesofauna tanah yang berkelompok 2 jenis yaitu Cardiocondyla sp dan Dolichoderus sp dan yang beraturan 10 jenis yaitu Byturus sp,

Geotrupes sp, Chelymorpha sp, Dolomedes sp, Lyssomanes viridis, Argiope sp,

Loxosceles sp, Oxyopes sp, Dermacentor sp dan Cylisticus sp.

(44)

populasinya cenderung diatur oleh komponen fisik. Sebaliknya dalam ekosistem yang mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi atau tidak mengalami tekanan secara fisik, maka populasinya cenderung diatur secara biologi (makanan dan kompetisi).

4.7 Nilai Indeks Similaritas (Kesamaan) Mesofauna Tanah

Nilai indeks similaritas mesofauna tanah antara kedua lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut ini.

Tabel 4.7 Nilai Indeks Similaritas (Kesamaan) Mesofauna Tanah pada Perkebunan PT. Moeis dan Rakyat, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara

Indeks Similaritas Lokasi I Lokasi II

Lokasi I - 70%

Lokasi II - -

Keterangan: Lokasi 1 = Perkebunan PT. Moeis, lokasi 2 = Perkebunan Rakyat

Dari Tabel 4.7 menunjukkan bahwa kesamaan jenis mesofauna tanah yang terdapat antara lokasi 1 dengan lokasi 2 adalah mirip. Hal ini disebabkan oleh kondisi dari sifat fisik-kimia tanah yang hampir sama antara lokasi 1 dengan lokasi 2. Suin (1997) menjelaskan bahwa kondisi biotop yang tidak sama cenderung memperlihatkan nilai kesamaan yang tidak sama pula. Ini berarti jika kondisi kedua biotop sama maka cenderung memperlihatkan nilai kesamaan yang sama.

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

(45)

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai

Desa Simodong, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara” dapat disimpulkan bahwa:

a) Ditemuka n 15 jenis mesofauna tanah yang termasuk ke dalam 14 famili, 6 ordo, 3 kelas dan 1 filum.

b) Komposisi jenis mesofauna tanah tertinggi yaitu Cardiocondyla sp dan yang terendah yaitu Rhagovelia sp dan Euschistus sp.

c) Distribusi mesofauna tanah tertinggi yaitu Cardiocondyla sp dan yang terendah yaitu Dermacentor sp.

d) Mesofauna tanah yang memiliki kepadatan, kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran tertinggi yaitu Cardiocondyla sp dengan K=126,29 individu/m², KR=49,52% dan FK=54% dan yang terendah yaitu Euschistus sp dengan K=0,89 individu/m², KR=0,35% dan FK=2%.

e) Mesofauna tanah yang memiliki nilai kepadatan relatif (KR) ≥ 10% dan frekuensi kehadiran (FK) ≥ 25% yaitu Cardiocondyla sp dan Dolichoderus sp.

f) Kesamaan jenis mesofauna tanah pada perkebunan PT. Moeis dan rakyat termasuk kategori mirip dengan indeks similaritas sebesar 70%.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang bagaimana pengaruh komposisi dan distribusi mesofauna tanah terhadap tingkat kesuburan sawit di lokasi penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Adianto. 1993. Biologi Pertanian (Pupuk Kandang, Pupuk Organik Nabati dan Insektisida). Edisi kedua. Alumni Anggota IKAPI. Bandung

Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius. Jakarta. Hlm. 179.

Barnes, B. V., Donald R. Z., Shirley R. D. and Stephen H. S. 1997. Forest Ecology. 4th

(46)

Borror, D. J., C. A. Triplehorn dan N. F. Johnson. 1997. Pengenalan Pelajaran Serangga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hlm 1083.

Dindal, DL. 1990. Soil Biology Guide. John Willey dan Sons. New York. Chichester, Brisbane.

Fauzi, Yan, et al. 2004. Kelapa Sawit “Budi Daya Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisis Usaha dan Pemasaran”. Penebar Swadaya, Jakarta. Hlm. 1; 5-6.

Hanafiah, K.A., Iswandi A., A.Napoleon dan Nuni G., 2005. Biologi Tanah “Ekologi dan Makrobiologi Tanah”. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hlm. 1; 29.

Kimball, J. W. 1999. Biologi. Jilid Tiga. Erlangga. Jakarta. Hlm. 997-999.

Odum, E. P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga. Terjemahan Tjahjono Samingan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hlm. 697.

Rahmawaty. 2000. Keanekaragaman Serangga Tanah dan Perannya pada Komunitas Rhizophora spp. Dan Komunitas Ceriops tagal di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Sulawesi Tenggara. Tesis Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hlm. 73.

Rao, N. S. S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Hlm. 353.

Risza, S. Ir. 1995. Kelapa Sawit “Upaya Peningkatan Produktivitas”. Kanisius. Jakarta. Hlm. 15.

Suhardjono, Y. R. dan Adisoemarto. 1997. Arthopoda Tanah: Artinya Bagi Tanah Makalah pada Kongres dan Simposium Entomologi V, Bandung 24 –26 Juni 1997. Hlm. 10.

Suhardjono, Y. R. 2000. Collembola Tanah : Peran dan Pengelolaannya. Lokakarya Sehari Peran Taksonomi dalam Pemanfaatan dan Pelestarian Keanekaragaman Hayati di Indonesia. Depok. Hlm. 3.

Suin, N. M. 1997. Ekologi Fauna tanah. Bumi Aksara. Jakarta. Hlm. 189.

Sutedjo, M. M., A. G. Kartasapoetra dan RD. S. Sastroatmodjo. 1996. Mikrobiologi Tanah. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Hlm. 447.

(47)
(48)
(49)

LAMPIRAN B. Data Jumlah dan Jenis Mesofauna Tanah yang Didapatkan pada Dua Lokasi Penelitian A. Lokasi I (PT. MOEIS)

I. Pit Fall Trap

Jenis Plot Sampling Jlh

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Cardiocondyla sp 5 7 2 6 6 8 - 9 4 2 2 5 6 3 9 2 - 8 7 8 6 8 6 2 3 124 Dolichoderus sp 4 - 8 6 4 2 8 6 3 1 7 - 4 6 8 - 3 4 2 6 8 5 6 1 2 104

Byturus sp - - - 1 - - - 1 - - - - 1 - - - 3

Lyssomanes viridis - - - - 1 1 - - - 1 - 1 - - - 2 - - - 6

Geotrupes sp - - - 1 - - - 1 - 1 - - - 1 - - 4

Anthrenus sp - 1 - - - 2 - - - 1 - - - 4

Cylisticus sp - - - 2 - - - 1 - - - 3

II. Kuadrat Jenis Plot Sampling Jlh 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Dolomedes sp - - - 1 - - - - 2 - - - 1 - - - - 4

Argiope sp - - - 1 - - - 2 - - - 2 - - - 5

Rhagovelia sp - 2 - - 1 - - - 1 - - - 4

Euschistus sp - - - 4 - - - 4

Cardiocondyla sp - - - 3 - - - 2 - - 2 - - - 6 - - - 13

(50)

B. lokasi II (Desa Simodong) I. Pit Fall Trap

Jenis Plot Sampling Jlh

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Cardiocondyla sp 5 4 4 9 1 1 6 1 3 3 - - 5 3 - 4 2 4 2 3 5 1 1 4 1 72 Dolichoderus sp 1 4 2 6 4 8 - 2 1 6 - 6 4 2 3 4 - 4 2 6 - 4 3 3 1 76 Byturus sp - - - 1 1 - - - 1 - - - 1 - - - - 1 - 5 Cylisticus sp - - - 1 - - - 1 - - - - 1 - - - 3 Lyssomanes viridis - 3 - - - 1 - - - 1 - - - 1 - - - - 6 Geotrupes sp - - 1 - - - 1 - 2 - - - 4 Dermacentor sp - - - - 1 - - - 2 - - - 3

II. Kuadrat

Jenis Plot Sampling Jlh

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

(51)
(52)
(53)

Indeks Morista (Distribusi)

Cardiocondyla sp I = n ∑x² - N N ( N - 1 ) = 137 2,74² - 50 50 ( 50 - 1 )

= 137 7,50- 50 2450

= 2,37

Dolichoderus sp I = n ∑x² - N

N ( N - 1 )

I =115 2,32² - 50

50 ( 50 - 1 )

I =115 5,29 - 50 2450

I = 2,09

Byturus sp I = n ∑x² - N

N ( N - 1 )

I = 3 0,06² - 50

50 ( 50 - 1 )

I = 3 0,0036 - 50

2450

(54)

Lyssomanes viridis I = n ∑x² - N

N ( N - 1 )

I = 6 0,12² - 50

50 ( 50 - 1 )

I = 6 0,014 - 50

2450

I = 0,12

Geotrupes sp I = n ∑x² - N

N ( N - 1 )

I = 4 0,08² - 50

50 ( 50 - 1 )

I = 4 0,0064 - 50

2450

I = 0,08

Anthrenus sp I = n ∑x² - N

N ( N - 1 )

I = 4 0,08² - 50

50 ( 50 - 1 )

I = 4 0,0064 - 50

2450

(55)

Cylisticus sp I = n ∑x² - N

Indeks Similaritas (Kesamaan Mesofauna Tanah)

(56)
(57)

LAMPIRAN E. Nilai Faktor Fisik-Kimia Tanah

Lokasi Kelembaban pH Suhu (ºC)

Kadar Air (%)

Kadar Organik

(%) Sawit PT. Moeis

Sawit Rakyat

82-95% 90-95%

5,7-6,4 6-6,8

27-27,5 26-27,5

13,44 33,58

(58)

Gambar

Gambar 3.1 Foto Lokasi I
Tabel 4.1 Mesofauna Tanah yang Ditemukan pada Perkebunan PT. Moeis dan Rakyat, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara
Gambar 4.1 Euschistus sp
Gambar 4.3 Cardiocondyla sp
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kejadian  tidak  normal  adalah  kondisi  dimana  peralatan  proses  produksi  dan/atau  instalasi pengolahan  air  limbah  tidak  beroperasi  sebagaimana  mestinya 

Ditjen Kelembagaan Iptek dan Dikti akan menghentikan dan membatalkan proses Review proposal usulan PP-PTS Tahun 2016 apabila dokumen yang dan informasi yang

Kebijakan Surat Keputusan Kepala UPTD., Puskesmas… tentang… Nomor:… (SK.Bab),C. Unit Terkait Yang

dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi tentang Hasil Klasifikasi dan Pemeringkatan

kontemporer Manajemen strategik Perencanaan dan pembuatan keputusan Pengendalian manajemen dan pengendalian operasional Penyajian laporan keuangan sebagai dasar manajemen untuk

Dari permasalahan tersebut di angkat lah topik tugas akhir ini yang berjudul “ANALISIS PENETRASI TEST PADA TRANSAKSI PEMBAYARAN NEAR FIELD COMMUNICATION MOBILE” tugas akhir

Dinamika konflik yang terjadi dibalik aksi protes dan perlawanan masyarakat lokal dalam pembangunan saluran irigasi Mbay Kiri telah berdampak pada rusaknya tatanan

Meskipun dokumen ini telah dipersiapkan dengan seksama, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia tidak bertanggung jawab atas segala konsekuensi hukum dan keuangan