PENGARUH MOTIVASI TERHADAP KEPUASAN PENONTON SINETRON PARA PENCARI TUHAN DI MAJELIS TAKLIM AL-AMIN RT 005 RW 06 DI
KELURAHAN MEKARSARI DEPOK JAWA BARAT
Oleh:
Eriz Rakhmadania
104051001824
Di bawah bimbingan:
Dr. Umaimah Wahid
NIP 150293222
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia
yang diberikan, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Pada
kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Orang tua penulis, Papa Muslim Wahi dan Mama Hanifah Ahmad. Terima kasih
atas doa, dukungan, kepercayaan, nasehat, dan tentunya kasih sayang yang tiada
taranya.
2. Mami Yulidar dan Papi Asril, nenek tersayang, who has given me fantastic
references.
3. Ibu Umaimah, dosen pembimbingku yang teramat baik, terima kasih atas
dukungan, bantuan dan arahan selama penyusunan skripsi.
4. Pak Wahidin dan Bu Umi, terima kasih atas dukungan dalam pembuatan skripsi
ini, yang tidak pernah bosan bertanya kapan selesai skripsinya.
5. Pak Jumroni dan Pak Suhaimi, tanpa bapak-bapak, saya tidak akan pernah
mengerti bagaimana membuat skripsi dan merancang penelitian. Terimakasih
saya haturkan.
6. Pak Bekti, Statistic is always the best choice for research, terimakasih pak sudah
mengajarkan statistik ilmu yang sangat mengasyikkan.
7. My best friends, Ayu, Uji, Rosdi, Dewa, Dama, Syukriah, Adhe, FLP community:
Murni, Ka Dodo, Ka Aep, Lina, Rahmat, dkk. Novita terimakasih atas bantuannya
8. Buat para kru Demi Gisela Citrasinema yang aneh dan suka memberikan petuah
yang complicated. Terutama buat Mas Wahyu and Pak Hakim, saya rasa mereka
berdua adalah seniman filsafat tingkat tinggi setelah mentor saya sendiri.
9. Buat kakakku cenop yang selalu kusayang! terimakasih atas segala kritik, sindiran
lantaran menulis skripsi kelamaan, dan makasih karena sudah sangat berbaik hati
membiarkan daku bolak-balik masuk kamarmu untuk mengetik skripsi di
laptopmu.
10. Spesial buat Ka Pampam, mentor yang selalu memberikan wejangan terbaik yang
pernah ada di muka bumi ini, apalagi kalau bukan Al-Qur’an dan sunnah Rasul.,
jangan bosan-bosan nasihatin orang-orang yang lalai ya, Kak.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka penulis
sangat mengaharapkan saran dan kritik pembaca untuk perbaikan dimasa mendatang.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Ciputat, 5 Mei 2008
DAFTAR ISI
Abstrak Abstract
Kata Pengantar i
Daftara Isi iii
Daftar Tabel v
BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah 5 1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 7 1.4 Tinjauan Kepustakaan 8 1.5 Metodologi Penelitian 10
1.5.1 Operasionalisasi Konsep dan Definisi Operasional 11
1.5.2 Populasi dan Sampel 13
1.5.2.1 Populasi 13
1.5.2.2 Teknik Penarikan Sampel 13
1.5.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 13
1.5.4 Teknik Pengumpulan Data 14
1.6 Teknik Analisis Data 15
1..6.1 Uji Validitas 15
1..6.2 Uji Reliabilitas 16
1.7 Sistematika Penulisan 17
BAB II KERANGKA TEORITIS 18
2.1 Motif dan Gratifikasi Media 18
2.1.1 Motif Kognitif dan Gratifikasi Media 18
2.1.2 Motif Afektif dan Gratifikasi Media 21
2.2 Teori Uses and Gratifications 23
2.3 Media Televisi 27
2.3.2 Televisi Sebagai Media Dakwah 32
2.4 Sinema Elektronik 34
BAB III DATA-DATA PENELITIAN 37
3.1 Sejarah Perkembangan Citrasinema 37
3.1.1 Sejarah Singkat 37
3.1.2 Manajemen 37
3.2 Visi dan Misi Citrasinema 38
3.3 Strukturisasi Anggota Citrasinema 40
3.4 Skenario Sinema Para Pencari Tuhan 41
3.4.1 Tema Sentral Sinema Para Pencari Tuhan 41
3.4.2 Alur dan Penokohan 42
3.4.2.1 Alur 42
3.4.2.2 Penokohan 43
3.5 Profil Penonton Sinema Para Pencari Tuhan 48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 52
4.1 Deskripsi Data 52
4.1.1 Identitas Responden 52
4.1.2 Kepuasan yang didapat 54
4.1.3 Kepuasan yang dicari 56
4.1.4 Uji validitas dan Realibilitas 57
4.1.5 Uji hipotesis 57
4.2 Analisis Data 60
4.2.1 Identitas responden 60
4.2.2 Motivasi menonton responden 60
4.2.3 Kepuasan yang didapat 61
BAB V PENUTUP 62
5.1 Kesimpulan 62
5.2 Saran 63
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Jenis Kelamin Responden 48
Tabel 1.2 Usia Responden 49
Tabel 1.3 Pendidikan Responden 50
Tabel 1.4 Lamanya menonton televisi dalam sehari 52
Tabel 1.5 Frekuensi menonton PPT 53
Tabel 1.6 Kepuasan yang didapat 54
Tabel 1.7 Motivasi menonton 56
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Apapun profesi atau pekerjaan seseorang, dapat dipastikan ia pernah
mendengarkan radio, menonton televisi atau film di bioskop, membaca koran atau
majalah. Di saat seseorang mendengar radio, membaca koran, atau menonton film,
sebenarnya ia sedang berhadapan dengan atau terpaan media massa, di mana pesan media
itu secara langsung atau tidak langsung tengah memengaruhinya. Gambaran ini
mencerminkan bahwa keberadaan komunikasi massa dengan segala bentuk mendia massa
terus memburu orang yang terterpa atau menerpakan dirinya kepada media massa.1
Bagi orang yang suka menerpakan dirinya pada media massa dapat dikatakan ia
memiliki motif tertentu, hingga memotivasi dirinya untuk menerpakan diri pada media
massa. Hal ini disebabkan kebutuhan untuk mencapai kepuasan. Biasanya hal ini
berhubungan dengan psikologis seseorang. Globalisasi dan kepadatan penduduk telah
membuat ketegangan tersendiri, sehingga pada akhirnya orang yang menggantungkan diri
kepada media massa demi pemuasan kebutuhan.
Bagi umat Islam hadirnya media massa dapat digunakan sebagai sarana dakwah. Media massa dapat membantu dalam upaya transfer pemahaman akan ajaran Islam, di samping itu dapat menambah pengetahuan tentang teknologi. Dakwah adalah kegiatan komunikasi yang saat ini menuntut adanya sarana media massa demi memudahkan ajaran Islam dapat diterima hingga ke pelosok pedalaman.
Dalam melakukan aktifitas dakwah, bukan hanya media yang berperan, namun
juga person yang menyampaikan ajaran atau risalah Rasulullah aktifitas dakwah memang
bukan tugas yang harus diemban oleh sekelompok pendakwah profesional atau aktifitas
paruh waktu semata. Akan tetapi setiap muslim, baik berpendidikan maupun tidak,
1
Drs. Elvinaro Ardiyanto, M.Si dan Dra. Lukiati Komala Erdinaya, M.Si. Komunikasi Massa Suatu Pengantar (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2004), Cetakan ke-2. h.1
memiliki tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan dakwah dan tanggung jawab ini
lebih besar bagi orang yang berilmu dan arif.2
Gejala meningkatnya peranan agama dalam masyarakat mengisyaratkan
munculnya keperluan baru dalam bidang dakwah Islam. Setiap kejadian di berbagai
sektor kehidupan masyarakat yang melibatkan kepentingan umat Islam, hampir selalu
memerlukan fatwa dari organisasi-organisasi Islam terutama MUI (Majelis Ulama
Indonesia) atau, dengan satu dan lain cara mendorong keterlibatan lembaga-lembaga
agama. Itu berarti, terjadi interaksi yang semakin luas dan kompleks antara agama dan
masyarakat yang makin berubah.
Kompleksitas hubungan antara agama dan masyarakat itu agaknya ingin lebih
banyak berperan untuk mengendalikan nilai-nilai dan gaya hidup masyarakat yang
sedang berubah itu, agar tidak membahayakan sistem nilai umat Islam yang sudah lama
mapan, dan juga tidak membahayakan tatanan hidup beragama itu sendiri.3
Dari pernyataan di atas, kita dapat mengambil suatu pembaharuan yang dapat
digunakan dalam berdakwah untuk tetap menjaga kemapanan sistem Islam yang telah
terbina, yakni dengan menggunakan media massa. Mubalig sepatutnya tidak hanya
menguasai ilmu agama, namun juga menguasai sains dan teknologi.
Pandangan yang menyatakan bahwa dunia barat merupakan buah dari demokrasi
adalah perkataan yang dilontarkan oleh orang yang tidak mengetahui fakta dan realita.
Alasannya, karena berbagai bentuk penemuan itu lahir berdasarkan proses penelitian
ilmiah, yang merupakan perkara-perkara yang bisa dicapai oleh akal manusia manapun
yang telah diberikan Allah. Jadi, hal itu tidak berkaitan dengan pandangan hidup
2
Alwi Shihab. Islam Inklusif, Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama, (Bandung: Mizan, 1997) h. 252-253.
3
(ideology). Fenomena tentang sains dan teknologi bisa kita saksikan ada dalam kalangan
orang-orang kapitalis, sosialis, atau pun muslim. Sebab Allah telah memberikan kepada
manusia kemampuan akal seperti itu.4 Karena itu, sudah sepatutnya seorang mubalig dapat memanfaatkan media massa sebagai sarananya untuk berdakwah.
Kita dapat menggunakan metode debat, ataupun mauizhah hasanah dalam
formatnya. Salah satu media massa yang dapat dijadikan media dakwah adalah sinema
elektroniik. Sinema elektronik merupakan gambaran bergerak yang dapat menyampaikan
suatu maksud kepada penontonya, ia dapat berupa persuasif maupun edukasi. Dengan
menggunakan sinema elektronik atau yang biasa disebut dengan sinetron, dakwah yang
disampaikan akan lebih mudah dimengerti, karena mereka dapat melihat secara langsung
visualisasi tentang hal-hal yang tidak mereka pahami. Karenanya dibutuhkan suatu skrip
atau skenario yang sarat akan edukasi atau pemahaman tentang Islam yang mana dapat
mengajak umat Islam untuk menjalankan perintah tuhan dengan penuh kerelaan. Dari
sinilah akan tumbuh motivasi para audiens untuk mendapatkan kepuasan yang lebih
daripada sekedar pesan-pesan verbal semata.
Hubungannya sendiri dengan teori uses and gratifications, dapat disandarkan
pada sinetron yang saat ini diminati oleh masyarakat kita, yakni, sinetron Para Pencari
Tuhan. Audiens sinetron Para Pencari Tuhan dapat dikatakan hampir mencakup seluruh
nusantara, data-data yang diambil dari situs SCTV dapat dijadikan acuan, bahwa audiens
kemungkinan aktif dalam menggunakan media, dan dakwah dapat dilakukan dengan
metode apa saja, selain metode konvensional yang selama ini masih di anut. Dibanding
stasiun televisi lainnya, menurut MUI, hanya tiga stasiun televisi yang memiliki itikad
4
baik untuk menayangkan acara-acara yang bernuansa Ramadhan, seperti Metro TV, O
channel, dan SCTV, sedangkan stasiun televisi lainnya, semuanya hampir menampilkan
suasana yang sama, yakni: kekejaman, mistik, caci maki, kesadisan dan kebodohan.
Khusus untuk SCTV, MUI menyatakan apresiasinya pada stasiun SCTV karena telah
menampilkan sinetron Para Pencari Tuhan yang sarat pendidikan dan me.nghibur bagi
masyarakat. Dilihat dari pencapaian rating, sinetron Para Pencari Tuhan menduduki
peringkat pertama untuk seluruh stasiun televisi. Berikut ini penilaian masyarakat
mengenai sinetron Para Pencari Tuhan dari skala satu sampai lima.
Nilai Overall 4.9
Ceritanya? 4.4
Peran/tokoh dalam cerita? 4.4
Keaslian cerita 4.4
Kualitas akting pemain 4.3
Musik pendukung 4.3
Apakah rutin mengikuti 4.1
Apakah menikmatinya 4.6
Perbandingannya dengan
sinetron lain dengan
sutradara yang sama
4.6
Dari tabel kita bisa melihat, bahwa sinetron Para Pencari Tuhan telah
menimbulkan ketertarikan banyak orang untuk menontonnya, namun yang perlu
Apa yang mereka dapat setelah menontonnya? Maka di sini peneliti hendak menguji
sikap masyarakat dengan berpijak pada teori uses and gratifications.
Berdasarkan dari uraian tertulis diatas maka skripsi ini mengangkat judul
“Pengaruh Motivasi Terhadap Kepuasan Penonton Sinetron Para Pencari Tuhan di
Majelis Taklim Al-Amin RT 005 RW 06 Kelurahan Mekarsari Depok Jawa Barat.”
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah.
Dalam penelitian ini, peneliti membatasi permasalahan yang hendak diteliti, pada
penelitian ini yang menjadi subjek adalah penonton sinema Para Pencari Tuhan,
sedangkan objek penelitian adalah motivasi dan kepuasan yang dicari dan didapat
penonton. Penonton dibatasi pada majelis taklim al-Amin yang berdomisili di RT 005
RW 06 kelurahan Mekarsari, Depok.
Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah ada pengaruh motivasi terhadap kepuasan yang didapat penonton sinetron
Para Pencari Tuhan di kelurahan Mekarsari, Depok?
Dari masalah penelitian yang peneliti uraikan, maka dapat ditarik sebuah
hipotesis. Hipotesis merupakan suatu pernyataan yang pada waktu diungkapkan belum
diketahui kebenarannya, tetapi memungkinkan untuk diuji dalam kenyataan empiris.5 Hipotesis-hipotesis yang dapat ditarik adalah sebagai berikut:
Ho: Tidak ada pengaruh motivasi terhadap
kepuasan penonton sinetron para Para Pencari Tuhan di kelurahan
Mekarsari, Depok.
H1: Ada pengaruh motivasi terhadap kepuasan penonton
5
sinetron Para Pencari Tuhan di kelurahan Mekarsari, Depok
Ho adalah pernyataan yang tidak memihak pada hipotesis yang diambil, artinya
hipotesis nol bertolak pada asas praduga tak bersalah.
H1 adalah hipotesis alternatif jika hipotesis nol tidak dapat dibuktikan atau
tertolak, hipotesis ini disebut sebagai hipotesis operasional. Hipotesis alternatif dapat
dibuat sebanyak mungkin untuk mendapat variabel yang valid.6
1.3 Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:
Secara umum
1. Untuk mencari pengaruh motivasi terhadap kepuasan penonton sinetron Para
Pencari Tuhan di kelurahan Mekarsari, Depok.
2. Untuk mengetahui ada atau tidaknya kepuasan yang didapat penonton setelah
menonton sinetron Para Pencari Tuhan.
Secara khusus
Untuk mengetahui betul atau tidaknya konsumsi media massa dipengaruhi oleh
motif
Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan bisa memberikan sumbangan pemikiran pada ilmu
Komunikasi terutama dalam bidang kajian Komunikasi Massa untuk teori Uses and
Gratifications yang meneliti kepuasan khalayak dalam menggunakan media massa pada
umumnya, dan khususnya dalam hal kepuasan atas pilihan media elektronik dalam hal ini
adalah televisi
6Ibid
Manfaat Praktis
1. Memberikan informasi tentang motif-motif yang mendorong penonton
sinetron Para Pencari Tuhan di kelurahan Mekarsari Depok dalam mengakses
acara tersebut.
2. Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan gambaran yang jelas
mengenai sinetron yang seperti apa yang lebih bisa memuaskan pengguna
media televisi. Agar dapat digunakan sebagai bahan rujukkan dalam bidang
dakwah melalui sinetron.
1.4 Tinjauan Kepustakaan
Dari penelitian skripsi sebelumnya yang berjudul “Motivasi dan Kepuasan
Pembaca Majalah Ummi di Kelurahan Pondok Kopi Jakarta Timur” karya Nyoman Dewi
PP, didapatkan hasil bahwa ada kaitan antara motivasi dengan pemenuhan kebutuhan,
namun sayangnya tidak dijelaskan dengan terperinci motif apa yang memotivasi perilaku
responden, penelitian sebelumnya hanya memberikan data-data tentang kepuasan yang
didapat dan kepuasan yang dicari responden, namun variabel motif itu sendiri tidak
dijelaskan pengaruhnya terhadap kepuasan yang didapat. Maka dari penelitian yang
peneliti lakukan ini, peneliti mencoba mencari motif apa yang sesungguhnya benar-benar
memotivasi responden, ataukah hubungan motivasi dan kepuasan yang didapat penonton
hanya didasarkan pada faktor kebiasaan menonton televisi atau memang ada faktor
lainnya, seperti mutu cerita, penokohan, atau alurnya.
Penelitian lain menunjukkan beberapa pola demografik yang menyatakan kaum
wanita cenderung menggunakan televisi sebagai teman; “orang-orang lebih muda
untuk menghabiskan waktu dan mencari informasi, dan kaum lebih tua menonton untuk
mencari informasi.
Dari penelitian itu Lichtenstein dan Rosenfeld menyimpulkan bahwa keputusan
menggunakan saluran-saluran komunikasi massa merupakan suatu proses dua – bagian:
yakni, kita diajari motivasi apa yang dapat dipuaskan setiap medium; kemudian
berdasarkan informasi yang kita miliki bersama tersebut, masing-masing dari kita
membuat pilihan perseorangan. Meskipun pilihan ini merupakan keputusan pribadi,
persepsi kita mengenai apa yang ditawarkan media yang berbeda relatif konsisten; kita
cenderung memiliki citra yang stabil mengenai gratifikasi setiap medium yang
dipersepsi.7
Dalam sebuah laporan yang lengkap dari penelitian yang sama, Levy (1978)
menyimpulkan bahwa di samping menyampaikan informasi kepada pemirsa, berita-berita
televisi juga menguji persepsi dan sikap pemirsa terhadap peristiwa-peristiwa maupun
orang-orang “baru”. Namun demikian, partisipasi berjarak dengan realitas yang
“disucihamakan” dan diselamatkan oleh pembaca berita selebritis. Banyak pemirsa,
katanya “yang secara aktif” memilih di antara siaran-siaran berita yang tengah bersaing ,
“mengatur jadwal mereka agar berada didekat pesawat televisi pada jam berita, dan
memberikan perhatian yang akrab tapi selektif terhadap acara tersebut.8
Tidak hanya audiens televisi, bahkan audiens radio pun berlaku sama. Para
pendengar radio dengan cepat memanfaatkan medium radio untuk memantapkan suasana
7
Stewart L. Tubbs - Sylvia Moss. Human Communication Konteks-Konteks Komunikasi (Bandung; PT Remaja Rosdakarya,1998) jilid 2 pengantar Deddy Mulyana. h.212
8
hati, menghabiskan hari, mendapatkan teman, melegakan diri secara sosial dan
mendapatkan hiburan dan informasi.9
Para peneliti lain bahkan membuat daftar 35 kebutuhan yang diambil (sebagian berdasar spekulatif) dan literatur tentang fungsi-fungsi sosial dan psikologis media massa “kemudian menggolongkannya ke dalam lima kategori”:
1. Kebutuhan kognitif – memperoleh informasi, pengetahuan, dan pemahaman.
2. Kebutuhan afektif – emosional, pengalaman menyenangkan, atau estetis.
3. Kebutuhan integratif personal – memperkuat kredibilitas, rasa percaya diri,
stabilitas, dan status.
4. Kebutuhan integratif sosial – mempererat hubungan dengan keluarga, teman, dan
sebagainya.
5. Kebutuhan pelepasan ketegangan – pelarian dan pengalihan.10
1.5 Metodologi Penelitian
Pendekatan atau metodologi yang digunakan adalah kuantitatif. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Penelitian survei
menggunakan alat kuesioner dalam mengukur tingkat motivasi dan kepuasan penonton
sinetron Para Pencari Tuhan di kelurahan Mekarsari. Proses dimulai dengan
mengumpulkan data pada responden tentang bagaimana kepuasan mereka terhadap
sinetron Para Pencari Tuhan.
Motivasi dan kepuasan responden diukur dengan menggunakan skala Likert,
dengan tingkatan (1). Sangat setuju, (2). Setuju, (3). Ragu-ragu, (4). Tidak setuju, (5).
9
James Lull, Media Komunikasi dan Kebudayaan.Penerjemah A. Setiawan Abadi. (Jakarta; Yayasan Obor Indonesia, 1997) h.107-108
10
Sangat tidak setuju. Setiap tingkatan memiliki nilai tersendiri, yakni, jika responden
menjawab sangat setuju maka di beri nilai lima, jika menjawab setuju, maka di beri
empat, jika menjawab ragu-ragu maka di beri tiga, dan seterusnya.
1.5.1 Operasionalisasi Konsep dan Definisi Operasional
Konsep kepuasan penonton sinetron Para Pencari Tuhan terbagi menjadi dua,
yaitu motif atau biasa disebut dengan Gratification Sought dan kepuasan yang diperoleh
atau Gratification Obtained. Kepuasan terhadap sinetron Para Pencari Tuhan diukur
berdasarkan kesenjangan (discrepancy) antara gratification sought dan gratification
obtained. Dengan kata lain kesenjangan kepuasan adalah perbedaan perolehan kepuasan
yang terjadi antara skor GS dan GO dalam mengkonsumsi media tertentu. Semakin kecil
discrepancy-nya, semakin memuaskan media tersebut.
Menurut pendiri teori ini Katz, Blumer, dan Gurevitch, teori ini terbagi atas
beberapa komponen dasar, (1) Sumber sosial dan psikologis, (2) Kebutuhan yang
melahirkan, (3) Harapan-harapan, (4) Media massa atau sumber-sumber yang lain, (5)
Perbedaan pola terpaan media, (6) Pemenuhan kebutuhan.11 Dalam penelitian ini, peneliti hanya meniliti komponen dua dan enam, yakni kebutuhan yang melahirkan dan
pemenuhan kebutuhan.
Model Expectancy-Values Dari Philip
Palmgreen
12
11
www.digilib.petra.ac.id/jiunkpe/s1/ikom/2006. Desember 2006, Universitas Kristen Indonesia, disadur dari buku Jalaluddin Rakhmat, Metodologi Penelitian Komunikasi.Remaja Rosdakarya, Bandung. 12
Rachmat Kriyantono,S.Sos.,M.Si. Teknik Praktis Riset Komunikasi, Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group) Cet ke-2, Juni 2007. h.208
Kepercayaan- Kepercayaan (beliefs)
Pencarian Kepuasan (GS)
Gratification sought adalah kepuasan yang dicari atau diinginkan pengguna media
ketika menggunakan suatu jenis media tertentu. Dengan kata lain, pengguna akan
memilih atau tidak memilih suatu media tertentu dipengaruhi oleh sebab-sebab tertentu,
yaitu didasari motif pemenuhan sejumlah kebutuhan yang ingin dipenuhi.
Gratification obtained adalah sejumlah kepuasan nyata yang diperoleh individu
atas terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tertentu setelah individu tersebut menggunakan
media, yang dimaksud dengan gratification obtained (kepuasan yang diperoleh) dalam
penelitian ini adalah sejumlah kebutuhan yang dapat dipenuhi setelah menonton sinetron
Para Pencari Tuhan. Kepuasan ini diukur berdasarkan motif awal (gratification sought)
yang mendasari individu dalam menonton sinetron Para Pencari Tuhan.
Kategori motif dalam penelitian ini dikategorikan sebagai berikut:
1. motif informasi; penonton dikatakan memiliki motif informasi apabila mereka:
a. Dapat mencari bimbingan menyangkut berbagai masalah
b. Dapat memperoleh rasa damai melalui penambahan pengetahuan
2. motif indentitas pribadi; penonton dikatakan memiliki motif identitas pribadi
apabila mereka:
a. Dapat memperoleh nilai lebih sebagai masyarakat yang beragama
b. Dapat mengidentifikasi diri dengan nilai-nilai dalam sinetron
3. motif integrasi dan interaksi sosial; penonton dikatakan memiliki motif intergrasi
dan interaksi sosial apabila mereka; Evaluasi-
evaluasi
a. Dapat menemukan bahan percakapan dan interaksi sosial dengan orang
lain disekitarnya
b. Keinginan untuk dekat dengan orang lain
4. motif hiburan; penonton dikatakan memiliki motif hiburan apabila mereka;
a. Bisa mendapatkan hiburan dan kesenangan
b. Bisa bersantai dan mengisi waktu luang
Dari opersionalisasi konsep di atas, peneliti kemudian membuat definisi
operasionalnya yang terdiri atas, pengaruh, motivasi, dan kepuasan. Ketiga hal tersebut
dapat dijabarkan menurut tabel dibawah ini:
Konsep Definisi Nominal Definisi Operasional
Pengaruh Pengaruh adalah taraf
tercapainya tujuan dan
sasaran yang berkaitan
dengan penggunaan suatu
daya, dana, sarana, dan
prasarana dalam prosesnya.
Pengaruh adalah derajat
perubahan yang terjadi
selama mengikuti tontonan
di media yang dapat dilihat
dari sikap dan perbuatan.
Motivasi Penonton Motivasi adalah kekuatan
dorongan dari dalam yang
ada pada diri seseorang
untuk bertindak dengan
cara-cara tertentu
Motivasi adalah derajat
kesungguhan mengikuti
tontonan yang timbul dari
sikap dan perbuatan
seseorang
Kepuasan Penonton Perasaan-perasaan positif
seorang penonton
mengenai apa yang
Dengan lima tingkatan
motif, pada tataran kognitif,
ditontonnya integratif personal,pelepasan
ketegangan.
Ketiga definisi operasional di atas disesuaikan dengan teori uses and
gratifications model. Dalam penjabaran hasil penelitiannya tiap-tiap variabel akan
diwakilkan dalam bentuk angka-angka.
1.5.2 Populasi dan Sampel 1.5.2.1 Populasi Penelitian
populasi penelitian ini adalah seluruh penonton sinetron Para Pencari Tuhan di majelis taklim al-Amin yang berjumlah 120 orang.
1.5.2.2 Teknik Penarikan Sampel
Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive,
setelah itu dilakukan pengukuran sampel, baru kemudian diambil jumlah sampel yang
dibutuhkan dalam penelitian. Untuk pengukuruan sampel, menggunakan rumus Taro
Yamane, rumus ini digunakan untuk populasi diatas seratus atau lebih. Presisi yang
ditetapkan adalah 10% dengan tingkat kepercayaan 90%, sehingga dihasilkan sampel
sebesar 55 orang.13
1.5.3 Lokasi dan waktu penelitian
Tempat penelitian ini berada di wilayah kelurahan Mekarsari, Depok, tepatnya pada majelis taklim al-Amin. Alasan mengambil majelis tersebut sebagai tempat penelitian adalah guna mencari keseragaman karakteristik, yakni reseponden bergerak dalam wadah yang sama serta menyukai sinetron Para Pencari Tuhan diukur dari segala tingkatan usia, jenis kelamin, maupun pendidikan. Dari segi waktu, waktu yang diperlukan untuk melakukan penelitan ini adalah selama tiga bulan, terhitung dari bulan 19 Desember 2007 hingga 16 Maret 2008.
1.5.4 Teknik pengumpulan data
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah sebagai berikut:
a. Wawancara
13
Wawancara yang digunakan adalah wawancara semistruktur, dalam hal ini peneliti
mempunyai daftar pertanyaan tertulis tapi memungkinkan untuk menanyakan
pertanyaan-pertanyaan secara bebas, yang terkait dengan permasalahan.14 Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai penulis skenario sinetron Para Pencari Tuhan.
b. Dokumentasi
Instrumen pengumpulan data yang juga sering digunakan dalam metode survey
adalah dokumen. Peneliti menggunakan beberapa dokumen sebagai sumber informasi
dalam menginterpretasi data hasil survey. Dokumen bisa berbentuk dokumen publik
atau dokumen privat.15 Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai acuan adalah dokumen publik, yakni skenario sinetron Para Pencari Tuhan.
c. Kuesioner
Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh responden. Disebut juga
angket. Tujuan penyebaran angket adalah mencari informasi yang lengkap mengenai
suatu masalah dari responden tanpa merasa khawatir bila responden memberikan
jawaban yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam pengisian daftar pertanyaan. Ada
beberapa jenis angket atau kuesioner: angket terbuka dan tertutup. Dalam penelitian
ini, peneliti menggunakan angket tertutup. Angket tertutup dipilih, semata-mata untuk
meminimalisir kesalahan dari jawaban responden.
1.6 Teknik Analisis Data
14ibid
. h.98 15ibid
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
dua variabel, biasanya terdapat diantara dua variabel yang keduanya diukur pada skala
ordinal, interval atau ratio. Pengujian dilakukan dengan menggunakan rumus moment
product correlation, uji atas kedua variabel dilakukan untuk menegaskan pengaruh yang
ada antara kedua variabel tersebut adalah merupakan pengaruh yang signifikan dan bukan
hanya secara kebetulan saja.
Untuk menguji tingkat signifikansinya dilakukan dengan menggunakan rumus
pearson correlation untuk analisis sampel tidak berpasangan. Adapun pertimbangan
peneliti menggunakan rumus statistik karena pearson correlation adalah berfungsi untuk
menguji perbandingan, uji korelasional, dan uji estimasi secara statistik. Selain itu,
pearson correlation digunakan untuk data yang berskala interval atau ratio. Sedangkan
dalam penelitian ini datanya berskala interval. Sebelum tahap pengujian dilakukan,
terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan realibilitas data. 1.6.1. Uji Validitas Instrumen
Berkaitan dengan pengujian validitas. Arikunto (1995:63) menjelaskan bahwa
yang dimaksud dengan validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat
keandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Jika instrumen dikatakan valid berarti
menunjukkan alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data itu valid sehingga valid
berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.
Dari pengertian itu dapat diartikan lebih luwes lagi bahwa valid itu mengukur apa yang
hendak diukur (ketepatan).16
16
Pada pengujian validitas dalam penelitian ini, peneliti bertumpu pada validitas
internal. Dalam penelitian, validitas internal merupakan tolok ukur yang paling utama
karena kalau kita sudah meragukan validitas hasil penelitian yang diperoleh, maka semua
konsekuensi berikutnya menjadi tidak bermakna lagi. Oleh karena itu, peneliti harus
memberikan perhatian khusus terhadap validitas internal hasil penelitan yang telah
dilakukannya.17
1.6.2 Uji Realibilitas
alat ukur yang disebut reliabel bila alat ukur tersebut secara konsisten
memberikan hasil atau jawaban yang sama terhadap gejala yang sama, walau digunakan
berulang kali. Reliabilitas mengandung arti bahwa alat ukur tersebut stabil dan tidak
berubah-ubah, dapat diandalkan, dan tetap ajeg.18
1.7 Sistematikan Penulisan
Skripsi yang akan ditulis terdiri dari lima bab, dalam setiap bab terdiri dari
beberapa sub bab atau bagian:
BAB I Pendahuluan
Berisikan tentang latar belakang masalah, pembahasan dan perumusan
masalah, tujuan penelitan, manfaat penelitian, metodologi penelitian,
sistematika penulisan
BAB II Landasan teoritis
Berisikan tentan motif dan gratifikasi media, teori uses and gratifications,
media televisi,fungsi televisi, dan sinema elektronik
17
Furqon, Ph.D. Statistika Terapan Untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung. Cet ke-1, 1997. h.12-13 18
BAB III Sinema Para Pencari Tuhan
Berisikan tentang seluk-beluk sinema Para Pencari Tuhan, visi dan misi
perusahaan tersebut, struktur kru dibalik layar, skenario.
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Berisi tentang deskripsi data, identitas responden, kepuasan yang dicari,
kepuasan yang didapat, uji hipotesis, interpretasi data, identitas
responden,kepuasan yang dicari, kepuasan yang didapat.
BAB V Penutup
Berisikan tentang kesimpulan dan saran, hasil wawancara dan
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Motif dan Gratifikasi Media
Motif berasal dari bahasa latin movere yang berarti bergerak atau to move. Karena
itu motif diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang
mendorong untuk berbuat atau merupakan driving force.
Motif sebagai pendorong pada umumnya tidak berdiri sendiri, tetapi saling kait
mengkait dengan faktor-faktor lain. Hal-hal yang dapat mempengaruhi motif disebut
motivasi. Kalau orang ingin mengetahui mengapa orang berbuat atau berperilaku ke arah
sesuatu seperti yang dikerjakan, maka orang tersebut akan terkait dengan motivasi atau
perilaku yang termotivasi (Motivated Behaviour).
Para pakar komunikasi membagi motif menjadi dua bagian berdasarkan
penggunaan dan gratifikasi media. Pertama, motif kognitif dan gratifikasi media, kedua
motif afektif dan gratifikasi media. Motif kognitif menekankan kebutuhan manusia akan
informasi dan kebutuhan untuk mencapai tingkat ideasional tertentu. Motif afektif
menekankan aspek perasaan dan kebutuhan mencapai tingkat emosional tertentu.
2.1.1 Motif Kognitif dan Gratifikasi Media
Pada kelompok motif kognitif yang berorientasi pada pemeliharaan keseimbangan, Mc Guire menyebut empat teori: teori konsistensi yang menekankan kebutuhan individu untuk memelihara orientasi eksternal pada lingkungannya. Teori kategorisasi yang menjelaskan upaya manusia untuk memberikan makna tentang dunia berdasarkan kategori internal dalam diri kita; dan teori objektifitas yang menerangkan upaya manusia untuk memberikan makna tentang dunia berdasarkan hal-hal eksternal.
1. Teori Konsistensi – memandang manusia sebagai makhluk yang dihadapkan pada
berbagai konflik. Konflik itu mungkin terjadi di antara beberapa kepercayaan
yang dimilikinya sepertti antara “merokok itu merusak kesehatan” dan “merokok
itu membantu proses berpikir”, atau di antara beberapa hubungan sosial, atau di
antara beberapa pengalaman masa lalu dan masa kini. Dalam suasana konflik,
manusia resah dan berusaha mendamaikan konflik itu dengan sedapat mungkin
mencari kompromi. Kompromi diperoleh dengan rasionalisasi, atau melemahkan
salah satu kekuatan penyebab konflik. Dalam hubungan ini, komunikasi massa
mempunyai potensi untuk menyampaikan informasi yang menggoncangkan
kestabilan psikologis individu. Tetapi, pada saat yang sama, karena individu
mempunyai kebebasan untuk memilih media, media massa memberikan banyak
peluang untuk memenuhi kebutuhannya.
2. Teori Atribusi – memandang individu sebagai psikolog amatir yang mencoba
memahami sebab-sebab yang terjadi pada berbagai peristiwa yang dihadapinya. Ia
mencoba menemukan apa menyebabkan apa, atau apa yang mendorong siapa
melakukan apa. Respons yang kita berikan pada suatu peristiwa bergantung pada
interprestasi kita tentang peristiwa itu. Kita tidak begitu gembira dipuji oleh orang
yang menurut persepsi kita – menyampaikan pujian kepada kita karena ingin
meminjam uang. Kita sering dipuji oleh orang asing yang – menurut persepsi kita
– memberikan pujian yang objektif.
3. Teori Kategorisasi – memandang manusia sebagai makhluk yang selalu
mengelompokkan pengalamannya dalam kategorisasi yang sudah
dipersiapkannya. Untuk setiap peristiwa sudah disediakan tempat dalam
prakonsepsi yang dimilikinya. Dengan cara itu individu menyederhanakan
pengalaman, tetapi juga membantu mengkoding dengan cepat. Menurut teori ini
orang memperoleh kepuasan apabila sanggup memasukkan pengalaman dalam
kategori-kategori yang sudah dimilikinya, dan menjadi kecewa bila pengalaman
4. Teori objektifitas – memandang manusia sebagai makhluk yang pasif, yang tidak
berpikir, yang selalu merumuskan konsep-konsep tertentu. Teori ini
menyimpulkan bahwa kita mengambil kesimpulan tentang diri kita dari perilaku
yang tampak.
Keempat teori di atas menekankan aspek kognitif dari individu sebagai makhluk
yang memelihara stabilitas psikologisnya. Empat teori kognitif berikutnya – otonomi,
stimulasi, teori teleologis, dan ultilitarian – melukiskan individu sebagai makhluk yang
berusaha mengembangkan kondisi kognitif yang dimilikinya.
1. Teori otonomi – memandang manusia sebagai makhluk yang berusaha
mengaktualisasikan dirinya sehingga mencapai identitas kepribadian yang otonom.
2. Teori stimulasi – memandang manusia sebagai makhluk yang “lapar stimuli”, yang
senantiasa mencari pengalaman-pengalaman baru, yang selalu berusaha
memperoleh hal-hal yang memperkaya pemikirannya. Komunikasi massa selalu
menyajikan hal-hal yang baru, yang aneh, yang spektakuler, yang menjangkau
pengalaman yang tidak terdapat pada pengalaman individu sehari-hari.
3. Teori teleologis – memandang manusia sebagai makhluk yang berusaha
mencocokkan persepsinya tentang situasi sekarang dengan representasi internal
dari kondisi yang dikehendak. Isi media massa sering memperkokoh moralitas
konvensional dan menunjukkan bahwa orang yang berpegang teguh kepadanya
memperoleh ganjaran dalam hidupnya.
4. Teori ultilitarian - memandang individu sebagai orang yang memperlakukan setiap
situasi sebagai peluang untuk memperoleh informasi yang berguna atau
2.1.2 Motif Afektif dan Gratifikasi Media
Seperti di atas, peneliti akan memulai dengan motif-motif yang ditujukan untuk
memelihara stabilitas psikologis dan motif-motif yang mengembangkan kondisi
psikologis. Pada kelompok pertama kita masukkan teori reduksi tegangan, teori ekspresif,
teori ego-defensif, dan teori peneguhan. Pada kelompok kedua kita memasukkan teori
penonjolan, teori afiliasi, teori identifikasi, dan teori peniruan.
1. Teori reduksi tegangan – memandang manusia sebagai sistem tegangan yang
memperoleh kepuasan pada pengurangan ketegangan. Tegangan emosional karena
marah berkurang setelah kita mengungkapkan kemarahan itu, baik langsung
maupun tidak langsung. Film kekerasan dalam televisi dianggap bermanfaat karena
membantu orang melepaskan kecenderungan agresifnya.
2. Teori ekspresif – menyatakan bahwa orang memperoleh kepuasan dalam
pengungkapan eksistensi dirinya – menampakkan perasaan dan keyakinannya.
Komunikasi massa mempermudah orang untuk berfantasi, melalu identifikasi
dengan tokoh-tokoh yang disajikan. Sehingga orang secara tidak langsung
mengungkapkan perasaannya.
3. Teori ego-defensif beranggapan bahwa dalam hidup ini kita mengembangkan citra
diri yang tertentu dan kita berusaha untuk mempertahankan citra diri ini serta
berusaha hidup sesuai dengan diri dan dunia kita. Teori ini memberikan penjelasan
mengapa terjadi perhatian selektif atau pemberian makna terhadap pesan
komunikasi yang mengalami distorsi.
4. Teori peneguhan memandang bahwa orang dalam situasi tertentu akan bertingkah
dialaminya pada waktu lalu. Di samping isi media yang menarik, peristiwa
menggunakan media sering diasosiasikan dengan suasana yang menyenangkan;
misalnya, menonton televisi sering dilakukan ditengah-tengah keluarga.
5. Teori penonjolan – memandang manusia sebagai makhluk yang selalu
mengembangkan seluruh potensinya untuk memperoleh penghargaan dari dirinya
dan dari orang lain. Berhubungan tentang pemenuhan fantasi seseorang atau
memberikan kesempatan pada orang untuk mengidentifikasi dirinya pada media.
6. Teori afiliasi – memandang manusia sebagai makhluk yang mencari kasih sayang
dan penerimaan orang lain. Dalam hubungannya dengan gratifikasi media banyak
sarjana ilmu komunikasi yang menekankan fungsi media massa dalam
menghubungkan individu dengan individu lain. Lasswell (1948) menyebutnya
dengan fungsi “correlation”.
7. Teori identifikasi – memandang manusia sebagai pemain peranan yang berusaha
memuaskan egonya dengan menambahkan peranan yang memuaskan pada konsep
dirinya. Saat ini isi media cenderung menggambarkan orang dalam berbagai situasi
dramatis yang melibatkan respons-respons menarik dan memperkenalkan khalayak
pada berbagai peranan dan gaya hidup.
8. Teori peniruan – hampir sama dengan teori identifikasi, memandang manusia
sebagai makhluk yang selalu mengembangkan kemampuan afektifnya. Teori
peniruan menekankan orientasi eksternal dalam pencarian gratifikasi. Komunikasi
massa menampilkan berbagai model untuk ditiru khalayaknya.19
1. massa diasumsikan mempunyai tujuan.
19
2. Dalam proses komunikasi massa banyak inisiatif untuk mengaitkan pemuasan
kebutuhan dengan pemilihan media terletak pada anggota khalayak.
Media massa harus bersaing dengan sumber-sumber lain 2.2 Teori Uses and Gratifications
Peneliti menggunakan teori uses and gratifications, teori ini menitikberatkan pada
pola penggunaan dan pola pemanfaatan media massa oleh manusia. Dalam asumsi ini
tersirat pengertian bahwa komunikasi massa berguna (Utility): Bahwa konsumsi media
diarahkan oleh motif (intentionatility).20
Asumsi dasar dari teori uses and gratifications model :
3. Khalayak dianggap aktif; artinya sebagian penting dari penggunaan media untuk
memuaskan kebutuhannya. Kebutuhan yang dipenuhi media hanyalah bagian dari
rentangan kebutuhan manusia yang lebih luas. Bagaimana kebutuhan ini terpenuhi
melalui konsumsi media amat bergantung kepada perilaku khalayak yang
bersangkutan.
4. Banyak tujuan pemilihan media massa disimpulkan dari data yang diberikan
anggota khalayak; artinya, orang dianggap cukup mengerti untuk melaporkan
kepentingan dan motif pada situasi-situasi tertentu.
5. Penilaian tentang arti kultural dari media massa harus ditangguhkan sebelum diteliti
lebih dahulu orientasi khalayak.21
Model uses and gratifications memandang individu sebagai makhluk suprarasional
dan sangat selektif. Ini memang mengundang kritik. Tetapi yang jelas, dalam model
ini perhatian bergeser dari proses pengiriman pesan ke proses penerimaan pesan.
20
Jalaluddin Rakhmat. Metode Penelitian Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1984) cetakan ke-13, mei 2007, h.65
21
Dibandingkan dengan jarum hipodermik, model uses and gratifications mempunyai
kelebihan dan kekurangannya. Sven Windhal (1981:177) menuliskan perbedaan
antara pendekatan efek (model jarum hipodermik) dengan pendekatan uses and
gratifications seperti diagram dibawah ini:
Keuntungan Pendekatan Efek
Memperhitung-
kan seluruh proses komunikasi minat pada karakteristik stimuli
Pendekatan uses and gratifications
Memperhitungkan deskripsi dinamis tentang khalayak. Anggota khalayak tidak sepenuhnya pasif.
Menjelaskan penggunaan media
Kerugian Khalayak sering dilukiskan sebagai makhluk yang seluruhnya pasif dan mudah dimanipulasikan
Pandangan mekanistis terhadap proses komunikasi Terlalu banyak menjelaskan efek dalam hubungannya dengan stimuli
Stimuli tidak diperhitungkan hanya model penerimaannya saja
Terlalu melebih-lebihkan anggota khalayak
Menggunakan faktor-faktor mental (seperti motif mencari keterangan)
Sebelum menceritakan berbagai motif yang mendorong orang menggunakan
media, menurut Mc Guire, kita harus menjawab dulu pertanyaan : betulkah konsumsi
komunikasi massa merupakan perilaku yang di dorong oleh motif? Sebagian orang
dipengaruhi oleh faktor eksternal. Sebagian yang lain memandang pemuasan kebutuhan
dengan media begitu kecil dibandingkan dengan kebutuhan khalayak sehingga faktor
motivasional hampir tidak berperanan dalam menentukan terpaan media. Sebagian yang
lain lagi berpendirian bahwa walaupun ada pemuasan potensial dalam komunikasi massa,
kita tidak begitu berhasil dalam menemukan pemuasan karena media massa tidak
memberikan petunjuk tentang potensi ganjaran yang dapat diberikan.
Model ini mempunyai beberapa komponen, yaitu : anteseden, motif, penggunaan
media dan efek. Komponen anteseden diukur dengan variabel individual yang terdiri dari
data demografis, seperti usia, jenis kelamin, dan faktor psikologis komunikan. Variabel
lingkungan seperti organisasi, sistem sosial dan struktur sosial.22
Model Awal Uses and Gratifications Dari Rosengreen23
Anteseden motif penggunaan media efek -variabel individu -personal -hubungan -kepuasan -variabel lingkungan - diversi -macam isi -pengetahuan
-personal -hubungan dengan isi -identity
Menurut teori behaviorisme “law of effects” perilaku yang tidak mendatangkan
kesenangan tidak akan diulangi, artinya kita tidak akan menggunakan media massa bila
media massa tidak memberikan pemuasan kebutuhan kita. Jadi jelaslah bahwa
penggunaan media massa karena didorong oleh motif-motif tertentu.24
Denis McQuail menyebutkan ada dua hal dibalik pendekatan ini. Pertama adalah
adanya oposisi terhadap asumsi yang deterministik mengenai efek media, yang
22
Drs. Jumroni, M.Si dan Drs. Suhaimi, M.Si, Metode-metode Penelitian Komunikasi. (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006) h.59
23
Rachmat Kriyantono, S.Sos, M. Si, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Cet ke-2, Juni 2007. h. 206
24
merupakan bagian dari dominannya peran individu yang kita kenal dalam model
komunikasi dua tahap. Kedua, adanya keinginan untuk lepas dari perdebatan yang kering
dan terasa steril mengenai penggunaan media massa yang hanya didasarkan atas selera
individu. Dalam hal ini, pendekatan uses and gratifications memberikan suatu cara
alternatif untuk memandang pada hubungan isi media dan audiens, dan pengkategorian
isi media menurut fungsi daripada tingkat selera yang berbeda.25
2.4 Media Televisi Dan Sinetron Sebagai Media Dakwah 2.4.1 Pengertian Media Televisi
Pengertian televisi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah :“TV adalah
pesawat sistem penyiaran gambar obyek yang bergerak yang disertai dengan bunyi
(suara) melalui kabel atau melalui angkasa dengan menggunakan alat yang mengubah
cahaya (gambar) dan bunyi (suara) menjadi gelombang listrik dan mengubahnya menjadi
berkas cahaya yang dapat dilihat dan bunyi yang dapat didengar, digunakan untuk
penyiaran, pertunjukkan, berita, dan sebagainya.”26
Roger Maxwell menulis bahwa televisi adalah sebagai “a brand of broadcasting,
and it depends like sound radio, on the transmission of signals in the form of
elektromagnetic waves that travel at the speed of light” (sebagai suatu cabang dari
penyiaran radio, dan sebagaimana siaran radio, ia tergantung pada penyampaian
tanda-tanda elektromagnetis secepat sinar).27
25
S. Djuarsa Sendjaja. Teori Komunikasi. (Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Januari 2002) h.5.37
26
Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989. h.919
27
Sedangkan Maurice Gorham mengatakan “Television is the transmission of
images by wire or radio and their simultaneous reception at a distant spot” ( Televisi
adalah penyampaian dengan gambar-gambar dengan kawat atau radio dan penerimaannya
secara simultan di tempat yang jauh).28
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa televisi adalah sebuah alat atau benda untuk menyiarkan siaran-siaran yang
membawakan suara dan gambar sekaligus dan dari siaran televisi tersebut penonton dapat
mendengar dan melihat gambar-gambar yang disajikan, yang memadukan unsur-unsur
radio dan film.
2.4.2 Fungsi Televisi
tidak pelak lagi, umat manusia sekarang ini telah memasuki era revolusi yang
dahsyat dalam upaya-upaya yang sadar atau tidak bagi pemenuhan kebutuhannya akan
informasi. Era yang memungkinkan kemampuan dan kapasitas intelektual menjadi –
meminjam ungkapannya Idi Subandy Ibrahim – “Condition sine quo non” guna dapat
memahami dan mengoperasikan peralatan tercanggih hasil penemuan rasionalitas
manusia dalam dasawarsa terakhir abad XX.
Perkembangan masyarakat modern, tak lepas dari perkembangan media massa.
Komunikasi antarpersona yang dilakukan face to face, sudah tak sanggup lagi
menampung proses interaksi hubungan manusia dalam masyarakat yang semakin maju.
Karena itu, masyarakat modern pasti membutuhkan media yang bersifat massal – dalam
masyarakat modern – lahirlah apa yang disebut produk budaya massa.
Perkembangan masyarakat yang dipacu oleh kemajuan teknologi komunikasi
yang semakin canggih menunjukkan pengaruh yang kuat terhadap kemekaran media
massa. Tetapi di pihak lain, secara timbal balik fenomena ini menimbulkan dampak yang
teramat kuat pula terhadap masyarakat. Para pakar komunikasi mengkhawatirkan
pengaruh media massa ini bukannya menimbulkan dampak yang positif konstruktif,
melainkan yang negatif destruktif. Lalu para pakar ini mempertanyakan fungsi
sebenarnya dari komunikasi massa atau media massa itu.
Harold D. Lasswell menjelaskan dengan gamblang tentang beberapa fungsi
komunikasi (dalam hal ini media massa) bagi masyarakat umum, sebagai berikut:
[image:34.612.109.526.239.531.2]1. Informasi; pengumpulan, penyimpanan, pemprosesan, penyebaran berita, data,
gambar, fakta dan pesan, opini, dan komentar yang dibutuhkan agar orang dapat
mengerti dan bereaksi secara jelas terhadap kondisi internasional, lingkungan dan
orang lain, dan agar dapat mengambil keputusan yang tepat.
2. Sosialisasi; penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang
bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif yang
menyebabkan ia sadar akan fungsi sosialnya sehingga ia dapat aktif dalam
masyarakat.
3. Motivasi; menjelaskan tujuan jangka pendek dan panjang setiap masyarakat,
mendorong menentukan pilihan dan keinginannya, mendorong kegiatan individu
dan kelompok berdasarkan tujuan bersama yang dikejar.
4. Pendidikan; pengalihan ilmu pengetahuan sehingga memotivasi perkembangan
intelektual, pembentukkan watak dan pendidikan keterampilan.
5. Memajukan kebudayaan; penyebarluasan hasil kebudayaan dan seni dengan
memperluas horizon seseorang, membangun imajinasi dan mendorong kreativitas
serta kebutuhan estetikanya.
6. Hiburan; penyebarluasan sinyal, simbol, suara, dan citra (image) dari drama, tari ,
dan sebagainya untuk rekreasi dan kesenangan individu dan kelompok.
7. Integrasi; menyediakan bagi bangsa, kelompok, dan individu kesempatan
memperoleh pesan yang diperlukan agar mereka dapat saling mengenal dan
mengerti serta menghargai kondisi, pandangan dan keinginan orang lain.29
Era bagi bangsa Indonesia yang akan datang adalah era informasi – begitu dugaan
dan harapan banyak orang. Namun, berbicara tentang era informasi berarti juga berbicara
tentang peranan media elektronik (dalam hal ini televisi) bagi kepentingan dan kebutuhan
umat manusia dalam menyongsong masa depan dan gelombang ketiga.
Lebih lanjut Dennis McQuail mengemukakan tentang fungsi media massa, yaitu :
1. Media massa merupakan industri yang berubah dan berkembang, yang
menciptakan lapangan kerja, barang dan jasa serta menghidupkan industri lain
yang terkait; media juga merupakan industri tersendiri yang memiliki peraturan
dan norma-norma yang menghubungkan institusi tersebut dengan masyarakat
industri lainnya. Di lain pihak, institusi media massa diatur oleh masyarakat.
2. Media massa merupakan sumber kekuatan alat kontrol manajemen dan inovasi
dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti sumber daya lain.
3. Media massa sering kali berperan untuk menampilkan peristiwa-peristiwa
kehidupan masyarakat, baik yang bertaraf nasional ataupun internasional.
29
4. Media massa sering kali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan,
yang bukan saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi
juga dalam pengertian tata cara, mode, gaya hidup, dan norma-norma.
5. Media massa telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu dalam
upaya memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat
dan keluarga masyarakat dan keluarga secara kolektif. Media juga menyuguhkan
nilai-nilai dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan.30
Dengan demikian jelaslah bahwa secara fungsional televisi menjadi perangkat
universal bagi manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dalam
kehidupan, seperti mendifusikan informasi (to inform), mendidik (toeducate), menghibur
(to entertain), dan mempengaruhi (to influence). Namun kita juga dapat melihat
kenyataan, walaupun semua fungsi universal tersebut sudah dipenuhi, ada fungsi lain
yang seringkali (mungkin tidak disadari) terabaikan atau terlecehkan. Dalam hal ini
fungsi khas budaya Indonesia yang memberikan dasar dan landasan kultural atau
“benteng budaya” belum menjadi kenyataan. Oleh karena itu, apabila kita ingin melihat
seberapa jauh kontribusi stasiun televisi yang ada dalam mewujudkan masyarakat
Indonesia yang dicita-citakan, pembangunan manusia Indonesia seutuhnya atau
masyarakat madani, jawatannya akan sangat tergantung pada seberapa jauh orientasi dan
tujuan penyelenggaraan televisi tersebut sebagai sarana massa.
2.4.3 Televisi Sebagai Media Dakwah
30
Munculnya media TV dan media lainnya yang merupakan produk dari kemajuan
teknologi komunikasi telah menyediakan berbagai kemudahan dan manfaat bagi
kelangsungan hidup manusia.
Khusus bagi TV sendiri, memang harus diakui mempunyai banyak keunggulan
ketimbang media massa lainnya. Dedy Djamluddin dalam tulisannya, “Mencari Solusi
Dakwah Efektif di Televisi”, menyimpulkan bahwa ada beberapa alasan mengenai
keunggulan televisi. Pertama, pesan televisi disajikan secara audio visual. Kedua, dilihat
dari sisi kualitas peristiwa televisi bisa lebih cepat memberi informasi paling dini kepada
masyarakat. Ketiga, disisi khalayak televisi menjangkau jutaan pemirsa ketimbang media
massa lainnya yang mungkin hanya menjangkau pemirsa ratusan ribu. Keempat, efek
kultural televisi lebih besar daripada efek media massa lainnya khususnya bagi
pembentukkan perilaku proposial dan antionak.31
Media berarti segala bentuk yang membantu juru dakwah dalam menyampaikan
dakwahnya secara efektif dan efisien.32
Saat ini hampir di setiap stasiun penyiaran televisi di Indonesia memiliki program
acara dakwah Islam baik yang sifatnya rutin atau tidak rutin, meski porsinya cukup jauh
dari pada tayangan-tayangan komersial lainnya, namun paling tidak hal ini cukup
memuaskan dalam hal pemenuhan kebutuhan khalayak terhadap televisi yang berfungsi
sebagai media informasi dan pendidikan.
Televisi dapat dikatakan sangat efektif untuk kepentingan dakwah, karena
kemampuannya dapat menjangkau daerah yang cukup luas dengan melalui siaran gambar
sekaligus narasinya. Dakwah melalui televisi dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik
31
Dedy Djamaluddin Malik, Mencari Solusi Dakwah Efektif di Televisi: Dakwah Kontemporer Pola Alternatif Dakwah Melalui TV, (Bandung: Pusdai Press, 2000), Cet. Ke-1, hal.87
32
dalam bentuk ceramah, sandiwara, ataupun drama. Dengan televisi seorang pemirsa dapat
mengikuti dakwah seakan ia berada langsung dihadapan da’i, seakan ia dapat
mengadakan komunikasi langsung dengannya untuk menarik dakwah langsung melalui
televisi apalagi jika da’i benar-benar mampu menyajikan dakwahnya dalam suatu
program yang sederhana dan disenangi oleh berbagai kalangan masyarakat.33
Kehadiran berbagai stasiun televisi baik nasional maupun swasta secara tidak
langsung menjadikan alternatif tontonan yang sangat luas bagi pemirsa di rumah dan bagi
pengelola stasiun televisi, menjadi suatu kewajiban untuk menampilkan paket acara-acara
menarik. Televisi merupakan tempat yang potensial untuk berdakwah. Hal tersebut dapat
dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Roper Organization (AS) 1982,
menyebutkan bahwa televisi mempunyai kredibilitas 53 %, surat kabar 22 %, majalah 28
%, dan radio 6 %.34
Dari hasil penelitian tersebut kita maupun pihak pengelola harus tanggap bahwa
dakwah di televisi itu lebih efektif karena ditonton banyak orang terlebih mayoritas
negara kita 88 % pemeluk agama Islam, maka sudah selayaknya para pengelola televisi
bisa menghadirkan paket acara dengan nuansa Islami sebagai penghormatan dan sebagai
penyeimbang bagi tayangan yang lebih tertuju kepada politis, informative, dan hiburan. 2.5 Sinetron atau Sinema Elektronik
Alat televisi pertama kali diperjualbelikan pada akhir tahun.1920-an, meski tidak
banyak didiskusikan sebelumnya. Pemindai mekanis televisi pertama terbuat dari sebuah
“kotak topi”. Baird menghargai perlunya publisitas apalagi karena ia sangat bergantung
33
Darmawansastro Subroto, Televisi Sebagai Media Pendidikan, (Yogyakarta: Duta Wacana University Press,1994), hal.89
34
pada dukungan dana orang lain, akibatnya ia lebih banyak membuat publisitas bagi
televisi di kedua sisi lautan Atlantik dibandingkan orang lain manapun.
Pada 30 September 1929 untuk pertama kalinya Baird meluncurkan layanan
televisi percobaan. Presiden the British Broadcaster of Trade, yang memberikan
persetujuannya menyatakan pada para penonton (viewers) bahwa ia mengharapkan di
masa depan ilmu terapannya yang baru ini mendorong tumbuhnya suatu industri baru,
tidak hanya bagi Inggris dan kerajaan Inggris Raya saja, tetapi juga bagi seluruh dunia.35 Tak dapat dipungkiri lagi bahwa revolusi elektronik, khususnya media televisi di
dunia telah mencapai tahap yang paling canggih dan spektakuler. Hadirnya televisi
swasta di Indonesia dengan berbagai macam mata acara yang menarik terus- menerus
diikuti perkembangannya oleh pemirsa, siaran langsung sepak bola di negara Italia dan
Inggris misalnya dapat dilihat dalam waktu yang dapat bersamaan di RCTI.
Pemirsa televisi dihadapkan pada banyak alternatif tontonan dari berbagai acara
televisi yang berbeda. Salah satunya adalah sinetron atau sinema elektronik.
Menjamurnya paket sinetron bukan hal luar biasa. Kehadiran sintetron merupakan satu
bentuk aktualitas komunikasi dan interaksi manusia yang diolah berdasarkan alur cerita
untuk mengangkat permasalahan hidup manusia sehari-hari.
Memang belum ada metode atau ukuran yang jelas dan pasti dalam membuat
sinetron yang baik dan berkualitas serta memenuhi selera pemirsa. Tetapi para kru
televisi dituntut untuk bertanggung jawab dalam membuat paket sinetron. Ini merupakan
beban moral yang harus diterima.
35
Berbicara mengenai isi pesan dalam sinetron dalam sebuah paket sinetron televisi,
bukan hanya melihat dari segi budaya, tetapi juga berhubungan dengan masalah ideologi,
ekonomi, maupun politik. Dengan kata lain, paket sinetron merupakan cerminan
kehidupan nyata dari masyarakat sehari-hari.
Untuk membuat sinetron, ada dua hal yang cukup penting dan perlu diperhatikan,
yaitu:
1. Terdapat permasalahan sosial dalam cerita sinetron yang mewakili realitas sosial
dalam masyarakat.
2. Menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam sinetron secara positif dan
responsif.
Jadi kesimpulannya, isi pesan sinetron di televisi harus dapat mewujudkan dan
mengekspresikan kenyataan sosial masyarakat, tanpa melepaskan diri dari lingkungan
budaya pemirsa yang heterogen.36
Dilihat dari segi dakwah, sinetron memiliki potensi besar sebagai sarana untuk
menyampaikan pesan-pesan dakwah kepada khalayak.
36
BAB III
DATA-DATA PENELITIAN
3.1 Latar Belakang Berdirinya PT Demigis Citrasinema 3.1.1 Sejarah Singkat
PT Demi Gisela Citra Sinema didirikan pada awal tahun 1997 oleh Deddy
Mizwar, yang bertindak selaku komisaris, direktur utama, sekaligus produser.
Perusahaan ini bergerak di bidang produksi tayangan film dan sinetron serta iklan. Pada
awal berdiri, Citra Sinema mengkaryakan 7 (tujuh) orang karyawan tetap, kemudian
berkembang menjadi 25 orang sampai sekarang.
Produksi pertama Citra Sinema adalah sinetron serial komedi “Mat Angin” (1997, TPI),
berlanjut dengan judul-judul populer lainnya, di antaranya serial “Lorong Waktu”,
“Kiamat Sudah Dekat”, “Ketika”, “Demi Masa”, “Bingkisan untuk Presiden”, dan banyak lagi lainnya. Citra Sinema dikenal dengan produksi film dan sinetron bernuansa
relijius yang dibumbui humor cerdas.
Citra Sinema mendapat banyak penghargaan dari Festival Film Indonesia,
Festival Sinetron Indonesia, Festival Film Bandung, dan dari berbagai event serta
lembaga-lembaga yang bersimpati.37
3.1.2Manajemen
Manajemen di dalam PT Demi Gisela Citra Sinema tidak berbeda dengan
perusahaan-perusahaan lainnya. Dipimpin oleh seorang Direktur Utama/Produser, yang
dibantu oleh General Manager, Sekretaris, Finance Department, Production Department,
dan Creative Department. Sebagai sebuah perusahaan kecil-menengah, beberapa bidang
tugas dirangkap oleh satu orang, misalnya General Manager yang merangkap tugas
37
Dokumen privat dari rumah produksi Demi Gisela Citrasinema, diambil pada tanggal 23 Maret 2008
HRD; Production Department yang sekaligus mengurusi pemeliharaan alat-alat syuting
dan editing.
Standar gaji karyawan sesuai dengan UMR, begitu pula dengan pemberian THR
dan tunjangan-tunjangan lainnya.
Citra Sinema bertempat di sebuah ruko tiga lantai dengan pembagian sebagai
berikut:
Lantai Dasar: digunakan oleh Departemen Produksi, mushola, ruang penyimpanan
alat-alat syuting, pantry, ruang tunggu, dan ruang casting para calon pemain (talent), serta
toilet.
Lantai Dua: terdiri dari tujuh ruangan untuk Departemen Keuangan, Sekretaris, ruang
kerja Direktur Utama/Produser, ruang kerja Finance Manager/General Affairs, Meeting
Room, Creative Department, dan Ruang Tunggu.
Lantai Tiga: dibagi menjadi dua, yakni Ruang Preview dan Ruang Editing (terdiri dari lima bilik, termasuk Digital Library).
Untuk keperluan produksi syuting, selain mempekerjakan karyawan tetap,
perusahaan ini juga mempekerjakan SDM outsource yang terikat kontrak dalam jangka
waktu produksi; misalnya Sutradara, kru, Musisi, tambahan tenaga Editor, penyedia
peralatan syuting, Penulis Skenario, dan sebagainya.38
3.2 Visi dan Misi PT Demigis Citrasinema VISI
PT Demi Gisela Citra Sinema: "Dunia dengan segala kehidupannya adalah sarana
beribadah kepada Allah SWT."
PT Demi Gisela Citra Sinema didirikan dan dimiliki oleh Deddy Mizwar.
Sebagai seorang yang relijius, Deddy Mizwar ingin mengorientasikan hidupnya pada
ibadah kepada Allah dengan landasan ayat dalam Al Qur'an "Tidak Aku ciptakan jin dan
manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu" (Surat Az Zariat: 51).
Maka, segala usaha dan kerja dalam hidupnya, termasuk perusahaan yang dia
dirikan, dijalankan dengan mengarah pada tujuan tersebut. Semua produksi yang dibuat
oleh PT Demi Gisela Citra Sinema senantiasa berlandaskan pada visi tersebut. Dalam
produksi sinetron, misalnya, tema-tema yang ditampilkan lebih banyak mengacu pada
tema-tema relijius yang dikemas dengan nuansa entertainment sehingga bisa dinikmati
penonton pada umumnya. Demi Gisela Citra Sinema menyadari bahwa penonton tidak
hanya membutuhkan hal-hal yang bernilai luhur, tapi juga membutuhkan kesenangan
selama menonton.
MISI
PT Demi Gisela Citra Sinema: "Memproduksi karya sinema yang berorientasi pada
pencerdasan dan pencerahan ummat."
Semua produksi PT Demi Gisela Citra Sinema bertujuan turut mencerdaskan dan
mencerahkan ummat (pemirsa). Berkreasi dengan koridor semacam ini berarti Produser
sangat berkepentingan dalam pemilihan tema-tema dan topik yang tertuang dalam setiap
sinetron dan film yang diproduksinya. Tema-tema yang diangkat berkisar pada
tema-tema relijius (Islam) yang dikolaborasi dengan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam
masyarakat Indonesia, khususnya.
Cara penyajiannya juga diupayakan mengarah pada upaya pencerdasan dan
penyajian yang menggurui, vulgar, verbal, dan melanggar suku, agama, ras, dan
antargolongan (SARA) serta etika. Sebagai gantinya, teknik penyajiannya lebih
merupakan teknik analogi yang tidak secara langsung tapi lebih efektif dan "membekas"
dalam benak pemirsa. Selain itu, kadang disisipkan pula elemen-elemen humor dalam
penyajian agar mudah diterima dan disukai pemirsa. Jenis humornya pun diseleksi yang
tidak melanggar aturan agama. Kadangkala harus menghilangkan sebuah adegan yang
sangat menarik hanya untuk menghindari dari pelanggaran-pelanggaran tersebut.
Demi Gisela Citra Sinema mencoba untuk lebih bertanggung-jawab terhadap
pemirsa, khususnya bertanggung-jawab kepada Tuhan.
3.3 Struktur Jabatan PT Demigis Citrasinema
STRUKTUR PRODUKSI FILM & SINETRON
PT DEMI GISELA CITRASINEMA
3.4 Skenario Sinema Para Pencari Tuhan 3.4.1 Tema Sentral Sinema Para Pencari Tuhan
POST PRODUCTION
• Editor
• Musisi
• Animator
• Sound Engineer
• Dll.
ARTIS/ TALENT SUTRADARA
MANAJER PRODUKSI TIM KREATIF
• Pengarah kreatif
• Penulis
• Disain grafis
PUBLIC
RELATIONS
KRU
• Pengarah fotograrfi/D O P
• Pengarah Artistik
• Kostum&Make Up
• Kameramen
• Operator Peralatan
• Driver
• Diesel/Genset
Untuk pemilihan tema dan topik, biasanya merupakan hasil diskusi antara Wahyu
dengan tim kreatifnya yang terdiri dari: Bang Diding Jacob, HAMBA, Kang Arief, Albert
Hakim, Farrel M. Rizqy, Amiruddin Olland, dan Veronica Grensilia.
Tema umum sinetron Para Pencari Tuhan adalah Hidup dengan Al Qur'an.
maksudnya, Wahyu ingin menggambarkan tentang masyarakat yang kehidupan atau
segala aktifitasnya dalam prosesnya diatur berdasarkan Al-Qur’an, kehidupan yang ingin
ditampilkan disini, bahwa hidup dibawah naungan Al-Qur’an tidak sesempit pikiran
manusia zaman sekarang, yang kebanyakan justru menjauhi Al-Qur’an.39
Pesan utamanya adalah dekatkan kembali hidupmu pada Islam. Di sini Wahyu
hendak mengatakan, hidup dalam Islam tidaklah seburuk persangkaan kita, di mana
aturan yang ketat mem