• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUMTERHADAP PENERIMA BILYET GIRO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUMTERHADAP PENERIMA BILYET GIRO"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUMTERHADAP PENERIMA BILYET GIRO

Oleh

AGUS ERLIYANTO

Bilyet giro merupakan surat berharga yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Pengaturan tentang Bilyet giro terdapat dalam SKBI No.28/KEP/DIR/1995 tentang Bilyet Giro tanggal 4 Juli 1995 yang mulai berlaku tanggal 1 November 1995. Dalam pelaksanaannya terdapat kemungkinan pada saat Bilyet giro tersebut dimintakan pemindahbukuan, ternyata dananya tidak mencukupi atau kosong. Pada kondisi seperti ini mengakibatkan pihak penerima Bilyet giro menjadi dirugikan dan membutuhkan suatu perlindungan hukum. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah ketentuan hukum bagi penerbit yang menunggak bilyet giro, bagaimanakah pelaksanaan perintah pemindahbukuan dan bentuk perlindungan hukum terhadap penerima Bilyet Giro. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan masalah yang digunakan yaitu jenis normatif analisis teori hukum. Data yang digunakan adalah data primer dan skunder. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi dokumen. Analisis data dilakukan secara kualitatif.

(2)

penerbit wajib menyediakan dana yang cukup dalam rekeningnya pada tertarik sejak tanggal efektif sampai dengan tanggal mulainya daluarsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 (Pasal 5 Ayat (1)). Apabila penerbit tidak dapat menyediakan dana maka penerbit telah melakukan pelanggaran terhadap perjanjian yang merupakan perikatan dasarnya, hal ini bertentangan dengan Pasal 1320 KUHdt tentang Perjanjian.

(3)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENERIMA BILYET GIRO

Oleh

AGUS ERLIYANTO

Skripsi

Sebagaisalahsatusyaratuntukmencapaigelar SARJANA HUKUM

Pada

BagianHukumKeperdataan FakultasHukumUniversitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

(7)

MOTO

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (SQ Al Insyiroh: 6)

(8)

PERSEMBAHAN

 Karya kecil ini kupersembahkan teristimewa untuk:

 Ayah dan Ibu tercinta yang menjadi semangat dalam menopang langkahku Dengan kasih sayang, doa, dan pengorbanannya yang takpernah bertepi  Adikku tersayang, Erfika Kumala Sari, M.Pd untuk mu aku berjuang dan

berusaha menjadi panutan yang baik

 Seorang wanita terindah, Nuri Noviana, sumber inspirasi dan semangat yang Selalu menemani kudalam perjuangan ini

 Sahabat-sahabat terbaikku di kampus tercinta, semoga persahabatan ini takkan lekang oleh waktu

(9)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Bilyet giro” ini dapat penulis selesaikan. Dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada penulis. Untuk itu pada kesempatan ini perkenankanlah disampaikan terimakasih yang takterhingga kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.H selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, SH., M.Hum, selaku ketua bagian hukum keperdataan.

2. Ibu Yenni Agustin MR, S.H., M.Hum, selaku Pembimbing 1, terima kasih atas waktu yang telah diluangkan, saran, masukan, bimbingan dan bantuan yang sangat berarti dalam perbaikan penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Dianne Eka Rusmawati, S.H., M.Hum, selaku Pembimbing II, terimakasih atas waktu yang telah diluangkan, saran, masukan, bimbingan dan bantuan yang sangat berarti dalam perbaikan penyelesaian skripsi ini.

(10)

6. Seluruh Dosen dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung, dan Dosen-dosen Bagian Hukum Keperdataan khususnya untuk segala dedikasinya yang telah membantu penulis dalam proses pendidikan.

Akhir kata penuilis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan berbagai pihak pada umumnya.

Bandar Lampung, Nopember 2013

(11)

DAFTAR ISI ABSTRAK HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN RIWAYAT HIDUP MOTTO PERSEMBAHAN SANWACANA DAFTAR ISI Halaman

I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 6

1. Permasalahan ... 6

2. Ruang Lingkup ... 6

C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

1. Tujuan Penelitian ... 6

2. Kegunaan Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Pengertian Surat Berharga Pada Umumnya ... 8

1. Dasar Hukum Surat Berharga ... 10

2. Pengaturan Surat Berharga ... 12

3. Penggolongan Surat Berharga ... 13

4. Latar Belakang Penerbitan Surat Berharga... 13

5. Fungsi Surat Berharga ... 14

6. Peralihan Surat Berharga ... 15

B. Latar Belakang Digunakannya Bilyet Giro Sebagai Alat Bayar ... 16

C. Alasan Penerbitan Bilyet Giro ... 17

1. Pengertian Bilyet Giro ... 20

2. Pengaturan Bilyet Giro ... 21

3. Pembatalan Bilyet Giro... 22

4. Syarat-Syarat Formal Bilyet Giro ... 22

5. Tata Cara Penerbitan ... 25

6. Keterikatan Penerbit ... 26

D. Hukum Terhadap Penerima Bilyet Giro ... 27

(12)

F. Hak dan Kewajiban Para Pihak ... 34

G. Hubungan Hukum Para Pihak dalam Bilyet Giro ... 35

H. Risiko Cek dan Bilyet Giro ... 39

III. METODE PENELITIAN ... 40

A. Jenis Penelitian ... 40

B. Tipe Penelitian ... 40

C. Pendekatan Masalah ... 40

D. Data danSumber Data ... 41

E. Metode Pengumpulan Data ... 41

F. Pengolahan Data ... 42

G. Analisis Data ... 42

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 43

A. Ketentuan Hukum Bagi Penerbit yang Menunggak Bilyet Giro ... 43

B. Pelaksanaan Perintah Pemindah bukuan ... 47

C. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Bilyet Giro ... 50

V. PENUTUP ... 57

A. Kesimpulan ... 57

B. Saran ... 59

(13)

DAFTAR ISI ABSTRAK HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN RIWAYAT HIDUP MOTTO PERSEMBAHAN SANWACANA DAFTAR ISI Halaman

I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 6

1. Permasalahan ... 6

2. Ruang Lingkup ... 6

C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

1. Tujuan Penelitian ... 6

2. Kegunaan Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Pengertian Surat Berharga Pada Umumnya ... 8

1. Dasar Hukum Surat Berharga ... 10

2. Pengaturan Surat Berharga ... 12

3. Penggolongan Surat Berharga ... 13

4. Latar Belakang Penerbitan Surat Berharga... 13

5. Fungsi Surat Berharga ... 14

6. Peralihan Surat Berharga ... 15

B. Latar Belakang Digunakannya Bilyet Giro Sebagai Alat Bayar ... 16

C. Alasan Penerbitan Bilyet Giro ... 17

1. Pengertian Bilyet Giro ... 20

2. Pengaturan Bilyet Giro ... 21

3. Pembatalan Bilyet Giro... 22

4. Syarat-Syarat Formal Bilyet Giro ... 22

5. Tata Cara Penerbitan ... 25

6. Keterikatan Penerbit ... 26

D. Hukum Terhadap Penerima Bilyet Giro ... 27

(14)

F. Hak dan Kewajiban Para Pihak ... 34

G. Hubungan Hukum Para Pihak dalam Bilyet Giro ... 35

H. Risiko Cek dan Bilyet Giro ... 39

III. METODE PENELITIAN ... 40

A. Jenis Penelitian ... 40

B. Tipe Penelitian ... 40

C. Pendekatan Masalah ... 40

D. Data danSumber Data ... 41

E. Metode Pengumpulan Data ... 41

F. Pengolahan Data ... 42

G. Analisis Data ... 42

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 43

A. Ketentuan Hukum Bagi Penerbit yang Menunggak Bilyet Giro ... 43

B. Pelaksanaan Perintah Pemindah bukuan ... 47

C. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Bilyet Giro ... 50

V. PENUTUP ... 57

A. Kesimpulan ... 57

B. Saran ... 59

(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pesatnya perkembangan bidang usaha perdagangan dewasa ini menyebabkan orang-orang cenderung melakukan usaha secara praktis dan aman khususnya dalam cara dan alat pembayaran. Artinya, orang tidak harus menggunakan alat pembayaran berupa uang, melainkan cukup dengan menerbitkan surat berharga. Dengan menggunakan alat berharga para pihak yang bertransaksi tidak perlu membawa uang dalam jumlah besar, melainkan cukup dengan membawa surat berharga sebagai alat pembayaran.

Jenis surat berharga diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), antara lain cek, wesel, surat sanggup, promese, atas tunjuk dan kuitansi atas tunjuk. Selain itu terdapat surat berharga yang timbul dalam praktek yang diatur diluar KUHD. Salah satu dari jenis surat berharga yang timbul dalam praktek tersebut adalah bilyet giro.

(16)

mengenai bentuk bilyet giro beserta dengan syarat-syarat formalnya. Dengan dikeluarkannya SEBI No. 28/32/UPG dan Surat Keputusan Direksi No. 28/32/KEP/DIR tanggal 10 Juli 1995, maka peraturan lama yang mengatur tentang bilyet giro yaitu SEBI No. 4/670/UPPB/PbB tanggal 24 Januari 1972 dinyatakan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Bilyet giro merupakan surat perintah nasabah yang telah distandarkan bentuknya, kepada bank penyimpanan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening milik nasabah yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya pada bank yang sama atau pada bank yang lain. Dengan demikian pembayaran bilyet giro adalah pembayaran dengan pemindahbukuan (booking transfer) dan bukan dengan uang tunai1.

Bilyet giro adalah surat perintah pemindahbukuan tanpa syarat yang dikeluarkan oleh penerbit (nasabah yang mempunyai rekening giro) yang ditujukan kepada tertarik (bank dimana penerbit mempunya rekening giro), dengan permintaan agar sejumlah dana disediakan untuk kepentingan penerima yang namanya tercantum dalam bilyet giro2.

Pelaksanaan pembayaran dengan pemindahbukuan, antara penerbit dan penerima bilyet giro, masing-masing harus mempunyai rekening pada suatu bank. Rekening tersebut dapat dibuka pada bank yang sama atau pada bank yang berlainan. Jadi dalam transaksi yang menggunakan biyet giro melibatkan para pihak, yaitu:

1

Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang Tentang Surat-surat Berharga, cetakan keempat, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1998, Hlm 77

2

(17)

3

1. Penerbit, adalah nasabah yang memerintahkan pemindahbukuan sejumlah dana atas beban rekeningnya.

2. Penerima, adalah nasabah yang memperoleh pemindahbukuan dana sebagaimana diperintahkan oleh penerbit kepada tertarik

3. Tertarik, adalah bank yang menerima perintah pemindahbukuan 4. Bank penerima, adalah bank yang menatausahakan rekening pemegang

Hubungan hukum antara penerbit bilyet giro dengan penerima terjadi karena ada latar belakang perjanjian antara penerbit dengan penerima yang dalam surat berharga disebut dengan perikatan dasar. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000 tentang Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong, yang dikatakan cek kosong adalah Cek/Bilyet Giro yang diunjukkan dan ditolak Tertarik dalam tenggang waktu adanya kewajiban penyediaan dana oleh Penarik karena saldo tidak cukup atau Rekening telah ditutup.

Hal ini terkait dengan wanprestasi karena timbul dari persetujuan (agreement). Artinya untuk mendalilkan suatu subjek hukum telah wanprestasi, harus ada lebih dahulu perjanjian antara kedua belah pihak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata : “Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat: kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; kecakapan untuk membuat suatu perikatan; suatu pokok persoalan tertentu; suatu sebab yang tidak terlarang." Wanprestasi dapat diajukan bila terjadi debitur (yang dibebani kewajiban) tidak memenuhi isi perjanjian yang disepakati, seperti :

(18)

c. tidak layak memenuhi prestasi yang dijanjikan

d. wanprestasi, suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahan

Penuntutan pada dalil wanprestasi, hukum mensyaratkan harus melalui proses pernyataan lalai/ teguran dan atau somasi dari pihak yang dirugikan kepada pihak yang tidak memenuhi perjanjian tersebut. Tanpa adanya peringatan/ teguran, dari pihak yang dirugikan belum dapat mendalilkan si pembeli telah wanprestasi.

Pasal 1266 KUHPerdata menyatakan, Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan yang timbal balik, andai kata salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada Pengadilan. Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam persetujuan. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, maka Hakim dengan melihat keadaan, atas permintaan tergugat, leluasa memberikan suatu jangka waktu untuk memenuhi kewajiban, tetapi jangka waktu itu tidak boleh lebih dan satu bulan.

Pasal 1267 KUHPerdata dikatakan pula bahwasanya “Pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih; memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, jika hal itu masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan persetujuan, dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga”.

(19)

5

lembar/bulan dalam jangka waktu 6 bulan, menarik bilyet giro kosong 1 lembar degan nominal Rp.1 milyar atau lebih, dan namanya tercantum dalam daftar hitam yg masih berlaku.

(20)

Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Bilyet Giro”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Permasalahan

Bertitik tolak dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana ketentuan hukum bagi penerbit yang menunggak bilyet giro? 2. Bagaimana pelaksanaan perintah pemindahbukuan?

3. Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap penerima bilyet giro?

2. Ruang Lingkup Penelitian

(21)

7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran secara jelas/rinci tentang:

a. Ketentuan hukum bagi penerbit yang menunggak bilyet giro b. Proses pelaksanaan pemindahbukuan

c. Perlindungan hukum terhadap penerima bilyet giro

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan peneltian ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis 1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi Ilmu Hukum, khususnya Hukum Dagang tentang Surat-Surat Berharga.

2. Kegunaan Praktis

a. Sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Surat Berharga Pada Umumnya

Mengenai pengertian atau definisi surat berharga tidak terdapat dalam peraturan perundang-undangan, oleh karena itu dalam tulisan ini akan diambil pendapat dari para sarjana. Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi, yang berupa pembayaran sejumlah uang.1 Tetapi pembayaran di sini tidak menggunakan mata uang melainkan dengan alat pembayaran lain yaitu surat berharga. Dari definisi yang dikemukakan di atas, maka dapat diketahui bahwa surat berharga pada dasarnya adalah suatu surat yang diterbitkan oleh penerbitnya sebagai pelaksanaan prestasi yang berupa pembayaran sejumlah uang dari suatu perikatan yang terjadi sebelummya.

Surat berharga adalah surat bukti tuntutan hutang, pembawa hak dan mudah dijualbelikan.2 Hal ini mengandung beberapa unsur, seperti:

1. Surat bukti tuntutan hutang ialah perikatan yang harus ditunaikan oleh penandatangan akta, sebaliknya penerima akta itu mempunyai hak menuntut

kepada orang yang menandatangani akta tersebut.

2. Pembawa hak ialah pemegang hak untuk menuntut sesuatu kepada debitur

1Op Cit

, Hlm 5

2

(23)

9

yang berarti bahwa hak tersebut melekat pada akta surat berharga, seolah-olah menjadi satu atau senyawa.

3. Mudah diperjualbelikan yakni agar surat berharga itu mudah diperjualbelikan, maka harus diberi bentuk kepada pengganti (aan order) atau bentuk kepada pembawa (aan toonder).

Bertitik tolak dari definisi yang dikemukakan di atas, maka dapat diketahui bahwa yang menjadi dasar lahirnya surat berharga adalah adanya suatu perikatan. Perikatan di sini dengan sendirinya harus dilaksanakan dengan baik dan tepat waktunya, sehingga tujuan dibuatnya perjanjian dapat dicapai. Perikatan dasar tersebut harus sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat-syarat perjanjian yaitu:

1. Adanya persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian (consensus).

2. Adanya kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian (capacity). 3. Adanya suatu hal tertentu (a certain subject matter).

4. Adanya sebab yang halal (legal cause).

(24)

dilaksanakan dengan itikat baik. Pasal 1338 KUH Perdata.

Pelaksanaan prestasi berupa pembayaran sejumlah uang dalam suatu perjanjian dapat dilakukan dengan menerbitkan surat berharga. Akibat dari penerbitan surat berharga tersebut maka pemegangnya mempunyai hak tagih dan penerbit mempunyai kewajiban menyediakan dana guna pembayaran surat berharga tersebut. Bagi pemegangnya, surat berharga merupakan bukti bahwa dia berhak atas tagihan uang yang disebut di dalamnya. Apabila pemegang datang pada pihak yang diperintahkan untuk membayar, maka pemegang hanya menunjukkan dan menyerahkan surat berharga itu kepada tertarik, dan bank tertarik berkewajiban untuk membayar sesuai noiminal yang tercantum dalam surat berharga tersebut.

1. Dasar Hukum Surat Berharga

Pengaturan surat berharga terbagi menjadi 2 (dua) yaitu surat berharga yang diatur di dalam KUHD dan surat berharga yang diatur di luar KUHD. Surat berharga yang diatur, surat sanggup, promese, serta kuitansi-kuitansi atas tunjuk.

Sistematika peraturan untuk surat berharga yang diatur dalam KUHD adalah: 1. Wesel, yang diatur dalam Buku I Titel keenam bagian pertama sampai dengan

bagian kedua belas KUHD.

2. Surat sanggup diatur dalam Buku I Titel keenam dalam bagian tiga belas KUHD.

3. Cek diatur dalam Buku I Titel ketujuh dalam bagian kesepuluh KUHD.

(25)

11

Jadi pengaturan surat berharga itu semua ada di dalam Buku I Titel 6 dan 7 KUHD.

Seperti telah diketahui, bahwa KUHD telah berumur lebih dari seratus tahun, tentu saja apa yang dialami orang pada zaman sekarang ini dalam lalu lintas surat berharga terdapat hal-hal yang belum terdapat pengatur dalam KUHD. Sebenarnya dalam KUHD telah ada ketentuan yang mengatur tentang cek perhitungan yang memiliki persamaan dengan bilyet giro yang terdapat dalam Pasal 183 ayat 2 KUHD yang menyatakan bahwa surat cek dapat diterbitkan atas perhitungan orang ketiga tetapi karena pengggunaan bilyet giro lebih banyak keuntungan antara lain bebas bea materai dan lebih aman pengggunaan bilyet giro, maka lebih sering digunakan dalam praktek. Untuk memenuhi kebutuhan praktek sesuai dengan perkembangan zaman, lalu dibuat ketentuan-ketentuan mengenai surat berharga yang belum diatur dalam KUHD, namun tidak berarti bahwa ketentuan dalam pasal-asal mengenai surat berharga dalam KUHD tidak dapat diberlakukan. Surat berharga yang timbul di luar KUHD tetap tunduk kepada ketentuan-ketentuan umum dalam KUHD yang berlaku bagi surat-surat berharga, sepanjang tidak diatur sendiri, sesuai dengan fungsi dan tujuan penerbitan surat berharga itu. Hal ini dapat dilihat terutama dalam praktek perbankan, misalnya mengenai bilyet giro.

(26)

dalam KUHD dan KUHAPdt, dan sebaliknya apabila ada sesuatu hal, itu diatur secara khusus, maka berlaku ketentuan umum. Dengan demikian, ketentuan-ketentuan surat berharga dalam KUHD dan ketentuan-ketentuan umum mengenai perjanjian dalam KUHPdt tetap dapat diberlakukan sepanjang tidak diatur secara khusus dalam ketentuan bilyet giro. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1319 KUHPdt yaitu semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak khusus/tertentu, tunduk pada ketentuan-ketentuan umum yang termuat dalam bab ini maupun bab yang lalu. Demikian juga yang disebutkan dalam Pasal 1 KUHD yakni Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku juga hal-hal yang diatur dalam kitab Undang-Undang.

Ketentuan tentang bilyet giro diatur dalam SEBI No. No. 28/32/UPG tentang bilyet giro dan SK Direksi No. 28/32/KEPDIR tentang bilyet giro, masing-masing tanggal 10 Juli 1995.

2. Pengaturan Surat Berharga

a) Pengaturan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang:

1) Surat wesel : dalam Buku I title ke 6 bagian 1-12 Pasal 100-173 KUHD 2) Surat sanggup : dalam Buku I title ke 6 bagian ke 13 Pasal 174-177 KUHD

3) Surat cek : dalam Buku I title ke 7 bagian 1-10 178-229 KUHD 4) Kwitansi-kwitansi dan promes atas tunjuk : dalam Buku I title ke 7 bagian ke 11 Pasal 229 d-229 k KUHD

(27)

13

1. Surat Edaran Bank Indonesia nomor SE 4/670/UPPB/PbB mengatur tentang bilyet giro

2. Surat Edaran Bank Indonesia nomor SE12/8/UPPB / mengatur tentang cek/bilyet giro kosong

3. Penggolongan Surat Berharga

1. Menurut isi perikatan dasarnya, menggolongkan surat atas tunjuk dan atas pengganti menjadi 3 golongan yaitu :

a) Surat berharga yang mempunyai sifat kebendaan, misalnya : konosemen b) Surat berharga yang mempunyai sifat keanggotaan, misalnya : saham

c) Surat berharga yang mempunyai sifat tagihan hutang (utang piutang), misalnya: wesel, cek, surat aksep, promis, kwitansi.

2. Surat berharga dalam lembaga keuangan, yaitu:

a) Surat berharga yang dikenal dalam lembaga keuangan bank, misalnya : sertifikat deposito, simpanan giro dan cek.

b) Surat berharga pada lembaga keuangan non bank, misalnya : efek (pasar modal), interbank call money.

c) Surat berharga dalam kegiatan perdagangan internasional, misalnya : Bill of Lading (konosemen), dokumen barang seperti invoice (faktur), polis asuransi.

4. Latar Belakang Penerbitan Surat Berharga

(28)

dan pembeli yang telah mengadakan kesepakatan bahwa dalam melaksanakan pembayaran akan dibayar tidak secara tunai, melainkan dengan menerbitkan surat berharga. Jadi surat berharga yang diterbitkan oleh pembeli sebagai penerbit itu, mempunyai nilai atau harga sebesar yang diperjanjikan dalam transaksi yang telah mereka adakan sebelumnya.

Timbulnya kewajiban membayar dengan menerbitkan surat berharga karena adanya perjanjian terlebih dahulu di antara para pihak, yang mana perjanjian

tersebut disebut „perikatan dasar‟. Tanpa adanya perikatan dasar tidak mungkin

diterbitkan surat berharga.

5. Fungsi Surat Berharga

Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi. Tetapi pembayaran itu tidak dilakukan dengan menggunakan mata uang, melainkan dengan menggunakan alat bayar lain yang berupa surat yang didalamnya mengandung suatu perintah kepada pihak ketiga untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang surat tersebut.

(29)

15

membuat suatu pernyataan atau akta pada surat itu kemudian suratnya diserahkan kepada pemegang berikutnya itu. Apabila seseorang menerima sepucuk surat berharga, maka dia memperoleh hak tagih sejumlah uang yang tersebut di dalam surat berharga tersebut. Dengan kata lain surat berharga tersebut dapat dipindahtangankan.

Bagi pemegang, surat itu merupakan bukti bahwa dialah sebagai orang yang berhak atas tagihan yang tersebut di dalamnya. Apabila ia datang kepada pihak ketiga (pihak yang diperintahkan untuk membayar), cukup dengan menunjukkan dan menyerahkan suratnya saja tanpa ada formalitas lain. Bagi pihak yang diperintahkan akan melakukan pembayaran tanpa ada kewajiban menyelidiki apakah pemegang itu adalah orang yang berhak sesungguhnya atau tidak. Berdasarkan dari uraian di atas bahwa fungsi surat berharga yaitu:

a. Sebagai alat pembayaran atau pemindahbukuan b. Sebagai alat untuk memindahkan hak tagih c. Sebagai surat bukti diri suatu hak tagih

6. Peralihan Surat Berharga

Sesuai dengan fungsinya, surat berharga dapat dipindahtangankan/dialihkan, maka dilihat dari klausula dalam surat berharga, yaitu:

a. Atas tunjuk (aan toonder)

(30)

b. Atas pengganti (aan order)

Penyerahannya dengan cara endosemen dan penyerahan surat berharga tersebut.

B. Latar Belakang digunakannya Bilyet Giro Sebagai Alat Pembayaran

Latar belakang digunakannya Bilyet giro sebagai alat pembayaran dalam praktek perdagangan adalah:

a. Lebih aman penggunaannya

Bilyet giro yang telah diisi lengkap nama dan bank penerima dana tidak dapat digunakan oleh orang lain, seandainya hilang, dicuri, atau lepas dari kekuasaan pemiliknya. Selain itu, bilyet giro tidak dapat dibayar dengan uang tunai, tidak dapat dipindahtangankan secara endosemen.

b. Pelaksanaan amanat sampai pada tujuan

Bilyet Giro yang telah diisi lengkap tidak dapat diedarkan dan amanat pemindahbukuan itu hanya untuk orang yang dimaksud sehingga rekening yang dipindahkanhanya untuk orang tersebut sebagaimana yang dimaksudkan. c. Amanat dapat dibatalkan

Penerbitan Bilyet Giro dapat dibatalkan setiap waktu apabila amanat belum dilaksanakan oleh bank. Hal ini dipergunakan sebagai upaya apabila pihak lawan tidak jujur.

d. Peran Pemerintah (Bank Indonesia)

(31)

17

penggunaan Bilyet Giro sangat mempengaruhi peredaran uang kartal serta dapat digunakan sebagai sarana pemupukan dana untuk biaya pembangunan. e. Kewajiban penyediaan dana

Pada bilyet giro penyediaan dana oleh penerbit baru timbul pada saat tanggal efektifnya tiba. Sebelum itu masih ada kesempatan bagi penerbit untuk berusaha mencari dana, sedangkan bilyet giro sudah beredar sebagai alat bayar pemindahbukuan. Pengajuan bilyet giro sebelum tanggal efektif akan ditolak oleh bank tanpa memperhatikan apakah dananya cukup atau tidak.

C. Alasan Penerbitan Bilyet Giro

Penggunaan sistem uang giral khusunya bilyet giro di Indonesia sangat diperlukan sekali berhubungan Indonesia sekarang ini sedang dalam taraf pembangunan di bidang ekonomi, sehingga untuk menambah gairah perdagangan dalam masyarakat perlu diadakan pembimbingan kearah giral minded karena dengan menggunakan uang giral akan mempermudah sistem pembayaran dalam suatu transaksi.

(32)

para nasabah bank dibandingkan dengan surat cek. Beberapa faktor pendorong lainnya yakni sebagai berikut:

1. Bebas Bea Materai

Bilyet giro termasuk surat berharga jangka pendek. Tenggang waktu penawaran adalah 70 hari terhitung sejak tanggal penerbitannya. karena tidak dapat dibayar dengan uang tunai, maka ia dibebaskan dari beban bea materai dapat dibaca dalam klausula yang tertulis pada bilyet giro yang berbunyi " bilyet giro (beban bea materai)".

2. Lebih Aman penggunaannya

Bilyet giro telah diisi lengkap nama dan bank penerima tidak dapat diuangkan oleh orang lain, seandainya hilang, dicuri, atau lepas dari kekuasaan pemiliknya. Bilyet Giro tidak dapat dibayar dengan uang tunai, tidak dapat dipindah tangankan secara endosemen ataupun penyerahan nyata dari tangan ke tangan, kecuali penyerahan dari penerbit kepada penerima.

3. Kewajiban Penyediaan dana

Pada bilyet giro penyediaan dana oleh penerbit baru timbul pada saat tanggal efektifnya tiba, Sebelumnya itu masih ada kesempatan bagi penerbit untuk berusaha mencari dana. Pengajuan bilyet giro sebelum tanggal efekktif akan ditolak oleh bank tanpa memperhatikan apakah dananya cukup atau tidak. 4. Pelaksanaan amanat sampai pada tujuannya

(33)

19

5. Dapat dibatalkan

Bilyet Giro dapat dibatalkan oleh penerbitnya sepanjang waktu amanat dalam bilyet giro itu belum dilaksanakan oleh banyak yang bersangkutan. Merupakan senjata bagi penerbit yang menghadapi pihak lawannya yang tidak jujur atau melakukan wanprestasi.

6. Anjuran Bank lndonesia

Bagi para nasabah bank atau pemilik rekening giro di Bank dianjurkan oleh Bank Indonesia supaya disamping menggunakan surat cek juga menggunakan bilyet giro yaitu alat bayar dengan pemindahbukukan. Hal ini ada pengaruhnya terhadap peredaran uang kartal.

Penggunaan bilyet giro rnempunyai bentuk khusus dibandingkan dengan surat berharga lainnya, dalam hal ini bilyet giro tidak setiap saat atau sewaktu-waktu dapat diperlihatkan kepada Bank untuk memindahbukukan. Dalam bilyet giro di kenal dua macam tanggal yaitu tanggal penerbitan dan tanggal efektif, sebelumnya tanggal efektif tiba bilyet giro sudah dapat diedarkan sebagai alat pembayaran kredit. Pada tenggang waktu 70 hari, penerima bilyet giro mempunyai kesempatan untuk menawarkan pada Bank guna memindahbukukan sejumlah dana.

(34)

sini hanya orang yang disebutkan namanya dalam bilyet giro. Apabila nama si penerima tidak tercantum dalam bilyet giro maka surat tersebut harus ditolak.

1. Pengertian Bilyet Giro

Menurut SK Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR, yang dimaksud dengan bilyet giro adalah:

“Surat perintah nasabah yang telah distandadisir/dibakukan bentuknya kepada

bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebut namanya pada bank yang sama atau berlainan.”

Berdasarkan definisi di atas adanya unsur-unsur bilyet giro, yaitu:

a) Bahwa bentuk bilyet giro telah dibakukan/diseragamkan dengan keluarnya SEBI No. 4/670.

b) Pembayaran dengan Bilyet Giro merupakan pembayaran secara pemindahbukuan dari bank penyimpan dana milik penerbit kepada bank

penerima dana milik pihak lain yang namanya disebut dalam Bilyet Giro ini. c) Bilyet Giro tidak dapat dibayar secara tunai dan hanya dapat dibayarkan kepada orang yang namanya sudah tercantum dalam Bilyet

Giro tersebut, sekalipun bank penerima dana dapat bank yang sama maupun bank yang berbeda.

(35)

21

orang lain.

Para pihak yang terlibat dalam peredaran bilyet giro adalah:

1. Penerbit, yaitu pihak yang telah menerbitkan bilyet giro. Penerbit harus mempunyai rekening giro pada suatu bank (disebut bank tertarik). 2. Bank tertarik, yaitu bank yang mempunyai dana di bawah pengawasannya

guna kepentingan penarik.

3. Pemegang, yaitu pihak yang memegang bilyet giro pada saat terjadi menawarkan di bank tertarik.

2. Pengaturan Bilyet Giro

Dalam penerbitan bilyet giro mengacu pada dasar hukum, yaitu:

a. Pasal 1 angka 6 Undang - Undang Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang - Undang Nomor 10 tahun 1998:

Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat

dengan mengunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan pemindahbukuan”

b. Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/670/UPPB/Pb tanggal 24 Januari 1972 yang disempurnakan dengan:

1) Surat Keputusan Direksi No. 28/32/KEP/DIR tanggal 4 Juli 1995 2) Surat Edaran No. 28/32/UPG tanggal 4 Juli 1995

3) Surat Edaran No. 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000

(36)

3. Pembatalan Bilyet Giro

Maksud pembatalan bilyet giro adalah penarikan kembali bilyet giro yang sudah diterbitkan dan sudah berada di tangan pemegangnya. Atau dengan kata lain, penarikan kembali perintah pemindahbukuan dana dari penerbit kepada bank. Pembatalan bilyet giro ini sangat berguna bagi penerbit bilyet giro yang kebetulan berhubungan dengan pihak yang tidak jujur beritikad buruk maupun wanprestasi.

Ketentuan mengenai pembatalan bilyet giro tercantum pada angka 7 Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/670 yang berbunyi:

“Sesuai dengan sifatnya yaitu sebagai surat perintah pemindahbukuan dana,

maka suatu bilyet giro dapat dibatalkan oleh penariknya, sepanjang pada waktu pemberitahuan tertulis oleh bank yang bersangkutan, amanat dalam bilyet giro tersebut belum dilaksanakan.”

4. Syarat-Syarat Formal Bilyet Giro

Sama halnya dengan surat-surat berharga lainnya, maka bilyet giro memiliki syarat-syarat formal. Adapun syarat-syarat formal dari bilyet giro menurt SK Direksi bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR/1995 tentang bilyet giro Pasal 2 adalah sebagai berikut:

1. Nama “bilyet giro” dan nomor bilyet giro yang bersangkutan, harus tercantum

pada formulir bilyet giro.

Klausa “bilyet giro” cukup dicantumkan dalam teksnya, berlainan dengan surat

(37)

23

Demikian juga mengenai nomor seri memudahkan kontrol bagi bank apakah blanko formulir bilyet giro yang diserahkan kepada pemilik dana (rekening giro) sudah diterbitkan sebagai mana mestinya dan sudah diterima.

2. Nama Tertarik

Nama tertarik harus dimuat dalam bilyet giro, hal ini memungkinkan bahwa penerbit adalah nasabah dari bank tersebut, pada bank mana dana sudah tersedia paling lambat pada saat amanat itu berlaku. Demikian juga tempat bank terkait harus disebutkan juga, karena mungkin bank terkait itu mempunya beberapa kantor cabang dimana penerbit mempunyai rekening giro.

3. Perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk memindahbukukan dana atas beban rekening tertarik.

Dana harus sudah tersedia cukup pada saat berlakunya amanat yang terkandung dalam bilyet giro tersebut. Yang dimaksud dengan tanpa syarat adalah pemindahbukuan itu tidak boleh diembel-embeli dengan syarat. Seperti juga dalam wesel dan cek yang perintah pembayarannya harus tanpa syarat jika dicantumkan suatu syarat, itu dianggap tidak tertulis (tidak ada).

4. Nama dan nomor rekening pemegang

Nama pihak penerima harus ada, artinya bank terkait harus mengetahui apakah penerima dana itu adalah nasabah bank yang bersangkutan atau nasabah bank yang lain. Dengan demikian dapat diketahui kepada rekening siapa dana tersebut dipindahbukukan.

5. Nama dan penerima

(38)

diketahui oleh penarik. Penerima bilyet giro itu mungkin menjadi nasabah bank dimana penerbit mempunyai rekening giro atau nasabah bank tersebut. Dalam hal ini pemindahbukuan hanya terjadi dalam lingkungan bank yang lain. Apabila penerbit mengetahui bank pemelihara rekening giro si penerima bilyet giro, penerbit mencantumkan nama bank tersebut, maka bank tersangkut (tertarik) dapat memindahbukukan dana kedalam rekening penerima pada banknya. Dengan demikian terjadi pemindahbukuan antar bank.

6. Jumlah dana yang dipindahkan Jumlah dana yang dipindahkan ditulis dalam bentuk angka maupun huruf selengkap-lengkapnya. Dalam hukum wesel dan cek ada ketentuan, jika terdapat selisih antara yang ditulis dalam angka dan yang ditulis dalam huruf, yang dipakai adalah yang ditulis dalam huruf. Demikian juga dalam bilyet giro ketentuan Pasal 8 ayat (1) Surat Keputusan Direksi bank Indonesia no. 28/32/Kep/Dir tahun1995 tentang Bilyet Giro. Alasannya adalah kemungkinan perubahan tulisan dalam huruf lebih sulit dibandingkan dengan perubahan angka.

7. Tempat dan tanggal penarikan

Tempat ini penting untuk mengetahui dimana perbuatan itu dilakukan. Tempat penarikan biasanya juga tempat dilakukan pembayaran, yaitu penyerahan bilyet giro kepada pemegang. Penyebutan tanggal penarikan juga penting sehubungan dengan tanggal efektif. Jika tanggal efektif tidak disebutkan, maka tanggal efektif adalah tanggal penarikan.

8. Tanda tangan penerbit

(39)

25

guna menentukan bahwa penerbit terikat dengan perbuatan hukum pemindahbukuan dana sebagai pemenuhan perjanjian (perikatan dasar) antara penerbit dan pemegang bilyet giro.

9. Tanggal efektif

Pencantuman tanggal efektif merupakan syarat alternatif, artinya boleh dicantumkan dan boleh tidak dicantumkan. Namun jika dicantumkan maka tanggal efektof harus dalam tenggang waktu penawaran.Jika tidak dicantumkan maka tanggal efektif sama dengan tanggal penarikan.

Angka IV Surat Edaran Bank Indonesia nomor 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000 menentukan bahwa bank tertarik wajib menolak apabila suatu bilyet giro tidak memenuhi persyaratan formal tersebut.

5. Tata Cara Penerbitan

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak mengatur tentang tata cara penerbitan surat berharga. Akan tetapi menurut kebiasaan yang terjadi di dalam praktek, surat berharga, khususnya cek diterbitkan oleh bank penerbit atau bank tertarik. Pada tahun 1972 Bank Indonesia mengeluarkan peraturan mengenai tata cara penerbitan surat berharga yang tertuang di dalam Surat Edaran Bank Indonesia nomor SE/5/85/UPPB/PbB yang dikeluarkan tanggal 11 September 1972 yang mengatur tentang penerbitan cek, bilyet giro, wesel, promes, yang pada pokoknya ketentuan itu berisi sebagai berikut:

(40)

mengusahakan pengamanan pembuatannya serta penyimpanannya dan pemeliharaannya, juga penarikannya oleh para nasabahnya. Sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya pemalsuan dan penyalahgunaan warkat-warkat tersebut yang dapat merugikan masyarakat.

b. Pembuatan warkat-warkat termaksud harus memenuhi syarat-syarat atau memenuhi ketentuan-ketetentuan hukum serta ketentuan-ketentuan lainnya yang berlaku bagi tiap-tiap jenis surat berharga/warkat yang bersangkutan. c. Kualitas kertas dan mutu cetakan wajib diusahakan agar sensitif terhadap

penghapusan dengan alat penghapus biasa maupun penghapus kimia.

d. Bagi warkat-warkat yang belum diatur oleh undang-undang dan peraturan bank sentral, yang menyimpang dari ketentuan atau kelaziman yang berlaku, harus mendapat persetujuan kantor Bank Indonesia setempat dengan melampirkan contoh warkat yang bersangkutan.

6. Keterikatan Penerbit

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa perikatan dasar menjadi latar belakang diterbitkannya surat berharga oleh penerbit sebagai pemenuhan isi perjanjian. Apabila pemegang surat berharga itu memperalihkannya kepada pemegang berikutnya karena memenuhi fungsi surat berharga itu, maka bagaimanakah keterkaitan antara penerbit dan pemegang yang bukan pemegang pertama itu,. Mengenai hal ini ada 4 (empat) teori yang dikenal, yaitu:

a. Teori Penciptaan

(41)

27

b. Teori Kepantasan

Teori ini melengkapi teori penciptaan, terikatnya penerbit karena tanda tangan, tetapi ia hanya terikat kepada pemegang yang pantas memperoleh surat berharga tersebut.

c. Teori Perjanjian

Dengan diterbitkannya surat berharga oleh penerbit kepada pemegang, maka di situ telah terjadi pula satu perikatan, dimana penerbit terikat pula kepada pemegang lainnya.

d. Teori Penunjukkan

Terikatnya penerbit terhadap pemegang adalah sejak saat surat berharga tersebut ditunjukkan kepada pihak ketiga.

D. Hukum Terhadap Penerima Bilyet Giro

Hukum menurut M.H Tirtaatmidjaja, ialah semua aturan norma yang harus dituruti dalam tingkah laku, tindakan-tindakan dalam pergaulan dengan ancaman menganti kerugian jika melanggar aturan-aturan tersebut akan membahayakan diri sendiri atau orang akan kehilangan kemerdekaannya didenda dan sebagainya.3

Pengertian hukum di dalam penulisan ini adalah yang mengikat antara pihak-pihak di dalam penerbitan bilyet giro, dimana antara pihak-pihak tersebut saling mengikatkan diri di dalam suatu perjanjian untuk saling memenuhi hak dan kewajibannya masing-masing. Dalam hukum perjanjian apabila salah satu pihak

3

(42)

tidak memenuhi kewajiban, maka disebut wanprestasi. Pasal 1243 KUHPdt bentuk wanprestasi itu adalah:

1. Tidak melakukan apa yang disanggupinya.

2. Melaksanakan apa yang diperjanjikan tetapi tidak sesuai. 3. Melaksanakan prestasi tetapi terlambat.

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Penerbitan bilyet giro yang dananya tidak tersedia, berarti penerbit telah melakukan wanprestasi karena tidak melakukan apa yang disanggupinya. Jadi perlindungan hukum terhadap penerima bilyet giro perlu dilakukan untuk menjaga kemungkinan jika penerbit menerbitkan bilyet giro dananya tidak mencukupi dan kosong.

KUHPdt Pasal 1243, sanksi terhadap pihak yang melakukan wanprestasi adalah: 1. Pemenuhan perikatan

2. Pemenuhan perikatan dengan ganti rugi 3. Ganti rugi

(43)

29

Dasar hukum penerbitan bilyet giro adalah SEBI No. 28/32/UPG dan SK Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR tanggal 10 Juli 1995 n SK Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR tanggal 10 Juli 1995 yang berlaku terhadap hubungan hukum yang terjadi antara penerbit, penerima, tertarik dan bank penerima.

Perikatan dasar antara penerbit dengan penerima adalah penerbit wajib untuk menyediakan dana dan penerima berhak menerima dana yang tercantum dalam bilyet giro dengan cara pemindahbukuan. Di dalam hubungan hukum antara tertarik dan penerbit adalah sebagai pihak yang berbuat perintah pemindahbukuan, maka kewajibannya adalah menyediakan dana pada tertarik. Sedangkan tertarik atas dasar kuasa untuk melakukan pemindahbukuan memiliki kewajiban untuk melaksanakan kuasa atau perintah itu. Bank tertarik sebagai penyimpan dana dari penerbit menerima bilyet giro dari penerbit dan memindahkan dana tersebut dalam bilyet giro dengan nota kredit kepada bankir nasabah penerima dana, untuk dikreditkan ke rekening penerima yang namanya tercantum dalam bilyet giro tersebut.

(44)

berkewajiban menerima dana yang akan dipindahbukukan tersebut. Hubungan hukum antara tertarik dengan bank penerima adalah tertarik akan memindahbukukan dana ke dalam rekening penerima yang namanya tercantum dalam bilyet giro, dan bank penerima akan memasukkan/membukukan dana tersebut ke dalam rekening penerima. Dalam hal bank penerbit dan bank penerima berlainan maka pemindahbukuan dilakukan melalui lembaga kliring.

Kewajiban penyediaan dana oleh penerbit terkadang tidak terpenuhi sehingga bilyet giro menjadi kosong. Jika hal ini terjadi maka penerima bilyet giro akan dirugikan. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu ketentuan hukum yang memberikan perlindungan kepada penerima bilyet giro. Ketentuan-ketentuan hukum itu dapat berupa sanksi kepada penerbit yang melalaikan kewajibannya tersebut.

E. Peredaran, Penawaran, Penolakan Bilyet Giro

1. Peredaran Bilyet Giro

(45)

31

kemudian menawarkan bilyet giro tersebut kepada bank tertarik guna memperoleh pembayaran. Penerbitan bilyet giro blangko dikemungkinkan terjadi berdasarkan ketentuan angka (5) SEBI No. 28/32AJPG|1995 yang menyebutkan bahwa :

Pengisian surat perintah kepada bank tertarik guna melaksanakan apa yang diminta oleh nasabah penerbit harus jelas; lengkap dan tegas. Berhubungan pengisisan surai perintah cq. Pemindahbukuan tidak mutlak harus dilakukan oleh penerbit sendiri maka bank tertarik yang telah diisi lengkap dan terdapat tanda tangan penerbit yang sah tidak perlu diperiksa apakah pengisian itu dilakukan oleh penerbit atau bukan, karena warkat tersebut telah sah adanya.

Adapun yang menjadi alasan pengalihan bilyet giro adalah sebagai berikut:

a. Pengisian nama penerima pembayaran dalam prakteknya hanya dilakukan apabila penerima pertama bilyet giro menghendakinya. Dengan demikian apabila dalam pelaksanaan pembayaran, penerbit menerbitkan bilyet giro blangko dan penerima pembayaran bersedia menerimanya, maka secara implisit pihak-pihak menyetujui pengallihan bilyet giro kepada penerima berikutnya.

b. Dalam peredaran bilyet giro dikenal tenggang waktu antara tanggal penerbitan dan tanggal efektif bilyet giro. Pada tenggang waktu itu dimungkinkan penerima bilyet giro memerlukan dana sedangkan bilyet giro tersebut belum dapat ditawarkan kepada bank tertarik sehingga bilyet giro tersebut dialihkan kepada penerima atau pihak lain yang bersedia menerimanya.

c. Penerima bilyet giro tidak memiliki rekening giro atau simpanan dalam bentuk lain di suatu bank, maka untuk memperoleh pembayaran dengan pemindahbukuan penerima tersebut mengalihkan kepada pihak ketiga yang sudah menjadi nasabah Bank.

(46)

dilakukan dengan menerbitkan surat berharga. Dengan demikian dalam hal terjadi pengalihan pihak penerima berikutnya bersedia menerima bilyet giro atau dasar kepercayaan kepada penerbit.

2. Penawaran Bilyet Giro

Tenggang waktu pada bilyet giro dikenal dua (2) jenis tenggang waktu yaitu, tenggang waktu dari tanggal penerbitan sampai pada tanggal efektif dan tenggang waktu dari tanggal efektif sampai berakhirnya waktu 70 hari. Kewajiban penerbit untuk menyediakan dana timbul pada saat amanat dalam bilyet giro menjadi efektif untuk dilaksanakan.

Tenggang waktu dari tanggal penerbitan sampai pada tanggal efektif penerbit diberi kesempatan untuk menyediakan dana sebagi pelaksanaan kewajiban guna membayar bilyet giro dengan permindahbukuan. Sedangkan tenggang waktu dari tanggal efektif sampai akhirnya tenggang waktu 70 hari penerima bilyet giro mempunyai kesempatan untuk menawarkan kepada bank tertarik guna pemindah bukuan dana. Dalam tengang waktu ini setiap saat penerima bilyet giro dapat menawarkannya kepada bank tertarik, bank tertarik harus menerima untuk melakukan pemindahbukuan.

(47)

33

3. Penolakan Bilyet Giro

Bank selaku tertarik datam pelaksanaan pembayaran bilyet giro yang ditawarkan oleh penerima, dapat menolak melakukan pemindahbukuan dari rekening penerbit ke rekening penerima dengan alasan-alasan sebagai berikut :

a. Tanggal efektif dalam bilyet giro yang ditawarkan oleh penerima tersebut belum berlaku atau telah lewat 70 hari dari tanggal efektif (jatuh tempo). b. Tanda tangan penerbit dan cap pada bilyet giro yang ditawarkan pada bank

tidak sesuai dengan tanda tangan atau cap penerbit.

c. Terdapat tanda tangan penerbit dan cap pada bilyet glro yang dipindahbukukan yang ditulis dengan angka dan yang ditulis dengan huruf.

d. Apabila dalam bilyet giro yang ditawarkan tersebut terdapat perubahan amanat yang tidak ditandatangani oleh penerbit.

e. Penerbitan bilyet giro kosong, yaitu bilyet grro yang pada tanggal efektif tidak mempunyai saldo yang cukup.

f. Pembatalan bilyet giro oleh penerbit yang pemberitahuannya dilakukan secara tertulis kepada bank sebelum pelaksanaan pemindahbukuan.

(48)

kantor cabang Bank Indonesia. Bilyet giro kosong tersebut dikembalikan kepada penerima dan disertai dengan SKP untuk diselesaikan dengan penerbitnya.

F. Hak dan Kewajiban Para Pihak

Hukum mengatur hubungan antar manusia yang satu dengan yang lain dalam hidup bermasyarakat. Dalam mengatur hubungan ini hukum memberi wewenang dan batasan-batasan sehingga dikenal adanya hak dan kewajiban. Hubungan hukum adalah hubungan yang diatur oleh hukum dan serta akibat hukum dan pada setiap hubungan itu terdapat hak dan kewajiban. Hak adalah kewenagan yang ada pada seseorang untuk berbuat atas sesuatu yang menjadi objek dari haknya itu terhadap orang lain. Sedangkan kewajiban adalah keharusan untuk mengerjakan sesuatu berdasarkan hukum.

Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilaksanakan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain dengan pembebanan sanksi jika melalaikan. Jika kewajiban itu ditentukan oleh undang-undang disebut kewajiban undang-undang. Jika kewajiban ditentukan oleh perjanjian disebut kewajiban perjanjian. Berdasarkan asas perlengkapan dalam hukum perjanjian, jika pihak menentukan lain dalam perjanjian yang mereka buat, maka kewajiban undang-undang dikesampingkan. Sebaliknya jika pihak tidak menentukan apa-apa maka berlakukan undang-undang.

(49)

35

tidak dipenuhi oleh pihak lainnya.4

G. Hubungan Hukum Para Pihak dalam Bilyet Giro

Pada sepucuk surat Bilyet Giro dalam bentuk yang sederhana, kita akan mengenal beberapa pihak dalam Bilyet Giro, yakni pihak - pihak yang terlibat dalam lalulintas pembayaran dengan Bilyet Giro.

Menurut Sk No. 28/32/UPG/1995 Pasal 1, pihak dalam Bilyet Giro adalah sebagai berikut:

1. Penerbit, yaitu nasabah bank yang memerintahkan pemindahbukuan sejumlah dana atas beban rekeningnya, atau pihak yang menerbitkan atau mengeluarkan bilyet giro.

2. Penerima, yaitu nasabah yang memperoleh pemindahbukuan dana diperintahkan oleh penarik kepada tertarik.

3. Tertarik, yaitu bank yang menerima perintah pemindahbukuan. 4. Bank penerima, yaitu bank yang menata usahakan rekening penerima.

Dalam hubungan hukum para pihak ini hukum memberi wewenang dan batasan-batasan sehingga timbul adanya hak dan kewajiban. Hukum juga mengatur akibat hukum yang timbul dari suatu hubungan hukum. Hak adalah kewenangan seseorang untuk berbuat sesuatu. Sedangkan kewajiban keharusan untuk mengerjakan sesuatu berdasarkan hukum. Jika kewajiban itu ditentukan oleh undang-undang disebut kewajiban undang-undang, jik kewajiban itu ditentukan

4Loc cit

(50)

oleh perjanjian disebut kewajiban perjanjian. Berdasarkan azas pelengkap dalam hukum perjanjian, jika pihak menentukan lain dalam perjanjian yang mereka buat, maka kewajiban Undang-Undang dikesampingkan. Sebaliknya jika pihak tidak menentukan apa-apa maka berlakulah kewajiban undang-undang. Dalam kesepakatan ini dibuat oleh para yang mengadakan perjanjian dapat mengesampingkan hak dan kewajiban masing-masing pihak yang telah ditentukan undang-undang. Jadi dalam suatu hubungan hukum yang menjadi latar belkang hak dan kewajiban adalah perjanjian oleh pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Hasil pelaksanaan kewajiban itu merupakan pihak lain dalam perjanjian. Hak ialah sesuatu yang diperoleh dari dengan kewewenangan menuntuk jika tidak dipenuhi oleh pihak lainnya. 5

Penarikan dan peredaran Bilyet Giro sebagai alat pembayaran timbul hubungan hukum:

a. Hubungan hukum antara penerbit dengan penerima

Latar belakang diterbitkannya surat berharga sebagai pemenuhan isi perjanjian yang dilakukan oleh penerbit adalah yang disebut dengan perikatan dasar. Dalam kondisi seperti ini tidak ada persoalan apabila bank menolak melakukan pembayaran kepada penerima surat berharga, maka penerima dapat meminta pembayaran kepada penerbit karena antara penerbit dan penerima ada hubungan hukum yang sah.6 Diterbitkannya suatu Bilyet Giro atas nama seseorang pemegang berarti melakukan pembayaran dari suatu transaksi yang

5

Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang Tentang Surat-surat Berharga, Cetakan keempat, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1998, Hlm 11

6

(51)

37

sebelumnya telah ada diantara penarik dan pemegang. Penarik mempunyai kewajiban untuk menyediakan dana yang cukup dalam rekening giro untuk pembayaran transaksi tersebut sehingga penarik mempunyai hak untuk memperoleh rekonprestasi atas pembayaran tersebut. Pemegang mempunyai hak untuk memperoleh pembayaran transaksi dan mempunyai kewajiban untuk menyerahkan barang kepada penarik.

b. Hubungan hukum antara bank tertarik dan penerbit bilyet giro

Menurut Mollenggraff, hubungan antara penerbit dan bank dipandang sebagai pemberian kuasa (last geving) dan perjanjian melakukan beberapa pekerjaan.7 Menurut Pasal 1702 KUHPdt, tentang pemberian kuasa berbunyi sebagai berikut: “suatu persetujuan dengan nama pihak yang satu memberikan kuasa

keapada pihak yang lain (penerima kuasa/last habber), yang menerimanya untuk atas namanya sendiri atau tidak, menyelenggarakan suatu hukum atau lebih untuk pemberi kuasa itu”.

Konsep di atas dapat kita lihat hubungan antara bank tertarik dengan penerbit bilyet giro terjadi karena adanya perjanjian pembukuan rekening giro, sebagai pemindahbukuan dari penerbit kepada bank penyimpanan giro. Atas dasar itu maka bank tertarik sebagai penyimpan dana dan pihak yang diperintahkan untuk melakukan pemindahbukuan, kewajiban untuk melakukan pemindahbukuan atas perintah yang terdapat dalam bilyet giro. Sedangkan penerbit bilyet giro mempunyai kewajiban untuk selalu menyediakan dana yang akan dipindahbukuan. Bank hanya sebagai kuasa dari

7

(52)

penerbit untuk melakukan pemindahbukuan dana.

c. Hubungan hukum antara bank penerima dan penerima bilyet giro

Hubungan hukum antara bank dengan penerima adalah hubungan hukum bank dengan nasabahnya karena penerima mempunyai dana yang disimpan pada bank. Dengan diterbitkannya bilyet giro tersebut, maka bank mempunyai dua kewajiban selain sebagai penyimpan dana, bank juga mempunyai kewajiban mentransfer pemindahbukuan dana ke dalam rekening milik penerima apabila terjadi transaksi

d. Hubungan hukum antara bank dengan bank

Hubungan hukum ini terjadi apabila antara penerbit dengan penerima merupakan nasabah bank yang berbeda yang dalam penerbitan bilyet giro dapat dilakukan dengan kliring. Caranya adalah penerbit menyerahkan bilyet giro kepada penerima. Rekening penerbit ada pada banknya, sedangkan rekening giro penerima ada pada banknya, oleh penerima bilyet giro tersebut diserahkan pada banknya agar bank itu memperhitungkan bilyet giro tersebut kedalam rekeningnya. Sehingga pada saat perhitungan bilyet giro melalui lembaga kliring terjadilah hubungan hukum antara kedua bank tersebut.

(53)

39

Hubungan antara bank tertarik dengan penarik adalah penarik sebagai pihak penyimpan dana yang membuat perintah pemindah bukuan, maka kewajibannya adalah menyediakan dana atas Bilyet Giro yang diterbitkan. Sedangkan bank tertarik atas dasar kuasa untuk melakukan pemindah bukuan dan tersedianya dana memiliki kewajiban untuk melaksanakan perintah itu atau melakukan penolakan terhadap Bilyet Giro apabila tidak memenuhi persyaratan. Apabila penerbit menerbitkan Bilyet Giro kosong kepada bank tertarik, bank ini wajib menolaknya dengan alasan dana yang tersedia tidak mencukupi/kosong dan penolakan tersebut harus disertai surat keterangan penolakan (SKP) yang antara lain memuat nama dan alamat lengkap penerbit yang bersangkutan.

H. Risiko Cek dan Bilyet Giro

Resiko yang ditimbulkan pada penerbit jika Bilyet Giro kosong antara lain: 1. Risiko nama pemilik rekening masuk dalam Daftar Hitam Nasional karena

menarik Cek dan Bilyet Giro kosong.

2. Risiko menerima Cek dan Bilyet Giro kosong, bagi masyarakat menerima pembayaran Cek dan Bilyet Giro. Adapun yang dimaksud dengan Cek dan Bilyet Giro kosong adalah cek dan/atau Bilyet Giro yang ditunjukkan oleh

(54)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis peneltian ini adalah jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara mengkaji bahan hukum tertulis dari berbagai aspek bahan pustaka dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk itu sebagai penelitian hukum normatif maka penelitian ini menggunakan peraturan perundangan berupa peraturan dalam bidang bilyet giro, SEBI No. 28/32/UPG/l995 dan SK Direksi Bank Indonesia No. 28/32/ KEP/DIR/1995 tentang Bilyet Giro

B. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah tipe peneltian deskriptif. Berdasarkan tipe deskriptif, maka penelitian ini adalah bertujuan memperoleh gambaran (deskripsi) yang jelas, rinci dan sistematis mengenai perlindungan hukum bagi penerima bilyet giro.

C. Pendekatan Masalah

(55)

41

bagi tipe penelitian deskriptif. Untuk itu, penelitian ini mengkaji ketentuan hukum dalam peraturan dalam bidang bilyet giro sebagai wujud perlindungan hukum terhadap penerima bilyet giro.

D. Data dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data skunder yaitu data yang diperoleh dari hasil studi pustaka. Buku atau bahan bacaan dapat berupa buku literatur, catatan-catatan kuliah, buku-buku ilmiah lainnya yang berhubungan dengan pokok masalah yang sedang dibahas. Buku-buku ini dapat diperoleh dari perpustakaan daerah Lampung, perpustakaan Universitas, perpustakaan Fakultas, serta perpustakaan pribadi dan lain sebagainya.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu: 1. Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan dengan cara mempelajari, membaca, mencatat dan memahami berbagai peraturan yang berkaitan dengan pokok bahasan. Studi kepustakaan juga dilakukan melalui pencarian ke beberapa sumber data seperti katalog perpustakaan dan media internet.

2. Studi Dokumen

(56)

F. Pengolahan Data

Pelaksanaan pengolahan data yang telah diperoleh penulis dengan cara melakukan kegiatan sebagai berikut:

a. Memeriksa dan meneliti kembali data-data yang telah diperoleh mengenai kelengkapan, kejelasan, dan kebenarannya, sehingga terhindar dari kekurangan dan kesalahan.

b. Mengadakan klasifikasi data sesuai dengan bidang telaah atau pokok bahasan agar dapat memudahkan dalam melakukan analisis data.

G. Analisis Data

(57)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagaimana uraian hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Bahwa ketentuan hukum yang memberi perlindungan kepada penerima bilyet giro dapat ditemukan dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 28/32/UPG dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR, masing-masing tentang Bilyet Giro, serta ketentuan dalam KUHPdt mengenai Perjanjian dan Perbuatan Melanggar Hukum.

2. Melalui ketentuan-ketentuan dalam peraturan tersebut di atas, dapat disimpul kan bentuk-bentuk perlindungan hukum terhadap penerima bilyet giro adalah sebagai berikut:

a. Kewajiban menyediakan dana oleh penerbit

Kewajiban menyediakan dana oleh penerbit ditentukan dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR/1995. Apabila penerbit tidak menyediakan dana maka penerbit dikategorikan sebagai penerbit bilyet giro kosong.

(58)

agar penerima mengetahui keadaan keuangan tersebut sehingga penerima tidak akan dirugikan.

c. Penerbit tidak dapat membatalkan bilyet giro dalam tenggang waktu penawaran Pasal 7 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa pembatalan bilyet giro yang dilakukan oleh penerbit bilyet giro tidak dapat dilakukan sebelum tenggang waktu penawaranya berakhir, hal ini sangat menguntungkan bagi penerima bilyet giro karena apabila pembatalan dapat dilakukan oleh penerbit sewaktu waktu akan merugikan pihak penerima.

d. Sanksi administratif terhadap penerbitan bilyet giro kosong

Pasal 12 ayat (1), (2), (3), (4) bahwa bank wajib menolak bilyet giro yang dananya tidak cukup, penerbitan bilyet giro kosong dapat dikenakan sanksi administratif dan bagi bank yang tidak melaksanakan ketentuan ini akan dikenakan sanksi dalam rangka pembinaan dan pengawasan bank karena tidak patuh terhadap ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini Pasal 29 UUP Perbankan dapat digunakan untuk melindungi penerima bilyet giro.

e. Ganti kerugian berdasarkan Pasal 1365 KUHpdt

Dalam suatu penerbitan bilyet giro ada perjanjian para pihak maka ketentuan umun tentang perjanjian dalam Pasal 1338 ayat (1) dapat diberlakukan. Dalam hal timbul kerugian akibat Wanprestasi dari penerbit, maka penerima dapat rnenggunakan Pasal 1365 tentang Perbuatan melanggar Hukum sebagai dasar untuk menuntut ganti kerugian.

(59)

59

pencantuman nama nasabah dalam daftar hitam. Sanksi tersebut kurang memberikan memberi perlindungan hukurn terhadap penerima bilyet giro karena kemungkinan penerbit bilyet giro melakukan pelanggaran yang sama dengan adanya rehabilitasi oleh Bank.

B. Saran

1. Hendaknya, penerbit membuat catatan mengenai keadaan keuangannya, agar penerima mengetahui keadaan keuangan penerbit sehingga penerima tidak akan dirugikan dengan penerbitan bilyet giro kosong.

(60)

DAFTAR PUSTAKA

A.Buku-buku

Darus Badrulzaman Mariam, 1993. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Buku III tentang Hukum perikatan dengan penjelasan, Alumni. Bandung

Eugina, Liliawati, 2000. Susunan Dalam Satu Naskah Dari Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankkan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, Haravindo. Jakarta

Kansil, C.S.T, 1994. Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Bilyet Giro, Pradnya Paramita. Jakarta

Muhammad Abdulkadir, 1998. Hukum Dagang Tentang Surat-surat Berharga, Cetakan keempat, PT. Citra Aditya Bakti. Bandung

Prayogo, Imam dan Hadibroto, Suryo, 1995. Surat Berharga Alat Pembayaran Dalam Masyarakat Modern, Rhineka Cipta. Jakarta

Prayogo, Imam 1987 Surat pembayaran dalam Masyarakat Modern, PT. Bina Aksara, Jakarta

Prodjodikoro, 2003. Asas-Asas Hukum Perdata. Alumni. Bandung

Purwosutjipto, H.M.N, 1990. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Djambatan. Jakarta

Setiawan, R, 2007. Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta. Bandung, Soebekti, R, 2007. Hukum Perjanjian Cetakan 6, Intermasa. Jakarta

Simanjuntak, Emy Pangaribuan 2008. Hukum Dengan Surat-Surat Berharga. Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum UGM, Yogjakarta

Soekanto, Soerjono.2007. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press, Jakarta

(61)

61

B.Hukum Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23).

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek Van Koophandel Voor Indonesie, Staatsblad tahun 1847 No. 43).

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek Van Strafrecht, Staatsblad 1915 No. 732).

C.Bahan-Bahan Lain

Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu) Nomor 1 Tahun 1971 tentang Pencabutan UU No. 17 Tahun 1964.

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/32/KEP/DIR tanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro.

Surat Edaran Bank Indonesia No. 28/32/UPG/1995 dan Surat Keputusan Bank Indonesia N0. 28/32/KEP/DIR/1995 tentang Bilyet Giro

Referensi

Dokumen terkait

Bank Sumut Cabang Utama Medan dengan adanya penerbitan bilyet giro kosong adalah dengan mengajukan kepada Bank Indonesia agar penerbit nasabah biro yang bersangkutan dimasukkan dalam

BG merupakan surat perintah bayar dari nasabah kepada bank yang memelihara rekening giro nasabah untuk memindahkan sejumlah uang dari rekening yang bersangkutan kepada pihak

a) Apabila Cek/ Bilyet Giro yang ditarik nasabah kepada Bank dan ternyata dananya tidak mencukupi, maka Bilyet Giro tersebut ditolak oleh Bank sebagai

Penatausahaan bilyet giro yang dilakukan tidak sesuai dengan fakta akan menimbulkan sanksi bagi pegawai bank tersebut sehingga perlu dikaji perihal akibat hukum

Penggunaan bilyet giro semakin hari semakin meningkat bahkan dapat diperkirakan melampaui penggunaan warkat lainnya. Semakin tingginya penggunaan Bilyet

“Surat bilyet giro adalah tidak lain dari pada surat perintah nasabah yang telah distandarisasi bentuknya kepada bank penyimpan dana untuk memindah bukukan

surat perintah dari nasabah kepada bank Bilyet giro ini adalah tertnasuk jenis penyimpan dana untuk meimindah surat berharga yang tidak diatur dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/41/PBI/2016 Tentang Bilyet Giro Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/43/PBI/2016 tanggal 22 Desember 2016 tentang