FOCUS HUKUM UPMI Page 114 e-ISSN : 2722-9580 Volume 1 Nomor 3 Desember 2020
LEGAL ASPECT OF BLANK GIRO BILYET PUBLISHING
Pantas Sianturi
Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia
Abstract
This research intends to analyze the problems associated with the issuance of Blank Giro Bilyet, namely how the legal protection of the injured party in the issuance of blank giro and the legal consequences of the issuance of the blank Giro. The method of collecting data in this study is to use the method of library research and the analysis or processing of data is carried out in a qualitative analysis. Based on the analysis conducted, the results are obtained that the issuance of blank bilyet, the issuer may be given sanctions in the form of administrative sanctions where the bank will refuse the transfer of the fund book and the bank will
notify the issuer, and if a customer withdraws the giro without funds until 3 times in a period of 6 months, the bank will impose sanctions in the form of closing the customer demand deposit account, and the inclusion of his name in the black list (black list) issued by Bank Indonesia within a certain period. In the case of the issuer, issuing a blank giro, the party receiving the payment can be reported criminally concerned with a criminal offense and in addition can submit a civil claim to the district court to claim compensation and fulfill his obligations on the basis of default.
Keywords Legal Aspect Blank Giro Bilyet
PENDAHULUAN Latar Belakang
Bilyet giro adalah surat perintah nasabah kepada bank penyimpanan dana untuk memindah bukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan, kepada penerima yang
FOCUS HUKUM UPMI Page 115 disebut namanya pada bank yang sama atau pada bank lainnya. Bilyet giro adalah alat pembayaran sehingga juga termasuk sebagai surat berharga1 Dengan demikian pembayaran dana dengan bilyet giro tidak dilakukan secara tunai.
Pembayaran suatu transaksi perdagangan di pandang sudah lunas atau selesai bilamana pemindah bukuan yang dimaksud dalam bilyet giro sudah dilaksanakan oleh bank. Namun yang sering terjadi dalam praktek perdagangan bahwa penerbit bilyet giro itu tidak mempunyai dana atau tidak mempunyai dana yang cukup dibank, sehingga penerbitan bilyet giro yang demikian jelas akan merugikan pihak penerima pembayaran karena setelah bilyet giro itu ditunjukkan ke bank, bank menolak pemindah bukuan dengan alasan dana penerbit tidak ada atau tidak cukup. Hal ini disebut juga sebagai Bilyet giro kosong. Bilyet giro kosong adalah bilyet giro yang ditunjukkan dan ditolak tertarik dalam tengang waktu adanya kewajiban penyediaan dana oleh penarik karena saldo tidak cukup atau rekening telah ditutup.2
Disamping uraian diatas yang menjadi latar belakang pemilihan topik ini adalah bahwa penggunaan bilyet giro ini berbeda halnya dengan surat berharga cek yang telah ada pengaturanya dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang. Dalam hal ini krena belum adanya pengaturan dalam perundang-undangan secara khusus tentang bilyet giro ini di Indonesia sehingga memungkinkan terjadinya penyalah gunaannya. Berdasarkan uraian di atas maka penulis berkeinginan untuk membahas akibat hukum bilyet giro tanpa dana terhadap penerbitnya.
Diatas telah dikemukakan bahwa bilyet giro adalah perintah pemindah bukuan dari rekening penerbit ke rekening penerima di maksudkan sebagai alat pembayaran transaksi perdagangan atau hutang piutang diantara para pihak. Karena bisa saja perintah pemindah bukuan itu tidak disertai adanya dana yang cukup di bank yang ditunjuk maka hal ini akan menimbulkan permasalahan hukum yaitu apakah akibat hukum bagi penerbit apabila penerbitan bilyet giro tersebut tidak didukung adanya dana yang cukup di bank.
Adapun masalah yang akan dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1 Abdul Kadir Muhammad, 1998, Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga, citra Aditya Bakti, Bandung, hal 224.
FOCUS HUKUM UPMI Page 116 1. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pihak yang dirugikan dalam penerbitan
bilyet giro kosong?
2. Bagaimana akibat hukum bagi penerbit bilyet giro kosong? Selanjutnyat tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana bentuk perlindungan hukum yang dapat diberikan pada pihak yang dirugikan dalam penipuan.
2. Untuk mengetahui akibat hukum bagi penerbit giro kosong.
METODE PENELITIAN
Berdasar pada pokok permasalahan dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan diatas maka sifat penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif. Dengan demikian sifat penelitian ini hanya menggambarkan keseluruhan keadaan objek yang diteliti yaitu akibat hukum atas penerbitan bilyet giro kosong.
Selanjutnya jenis penelitian yang diterapkan adalah mempergunakan metoda pendekatan yuridis normatif (penelitian hukum normatif), dengan demikian penelitian ini mengacu pada aturan-aturan hukum yang terdapat dalam perundang-undangan yang berlakui. Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari :
a. Bahan hukum primer yaitu berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan bilyet giro.
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer berupa buku-buku kepustakaan, hasil-hasil penelitian dan karya-karya ilmiah lainya yang relevan dengan pembahasan atas permasalahan dalam penelitian ini.
c. Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah mempergunakan metode penelitiaan kepustakaan (library research). Analisis atau pengolahan data dilakukan secara analisis kwalitatif yang berarti analisis yang dipakai tidak menggunakan angka maupun rumusan statistika dan matematika namun disajikan dalam bentuk uraian, yaitu dengan melakukan analisis dengan cara menginpretasikan, menelaah dan menilai semua
peraturan-FOCUS HUKUM UPMI Page 117 peraturan dan bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan pokok masalah yang dibahas, sehingga pada akhirnya dapat dilakukan penarikan kesimpulan dengan menggunakan logika berfikir secara deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari yang berifat umum ke yang bersifat khusus dan dipaparkan secara deskriptif dengan harapan akan tergambar secara jelas mengenai problematika hukum atas levering dari objek hak yang dibuat dalam akta jual beli tanah.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Analisis tentang Pengertian Bilyet giro
Definisi Cek, Bilyet giro, dan Cek/Bilyet giro kosong ada diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.2/10/Dasp Tahun 2000 tentang Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet giro Kosong (“SEBI 2/10/2000”) yang menyatakan Cek adalah Surat Perintah Membayar sebagaimana diatur dal Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Sedangkan dalam situs Bank Indonesia dijelaskan bahwa Cek adalah surat perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah dana yang tercantum dalam cek. Penarikan cek dapat dilakukan baik “atas nama” maupun “atas unjuk” dan merupakan surat berharga yang dapat diperdagangkan. Pengaturan cwk dalam KHUD diatur dalam Pasal 178 s/d229.
Bilyet giro adalah surat perintah pemindahbukuan sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/32/KEP?DIR tanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet giro. Pada situs Bank Indonesia dijelaskan bahwa Bilyet giro adalah surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana untuk memindah bukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang disebutkan namanya.
Bilyet giro adalah jenis surat berharga yang tidak mendapat pengaturan dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD), karena bilyet giro ini adalah surat berharga yang tumbuh dan timbul dalam praktek sebagai akibat kebutuhan dalam memperlancar jalannya lalu lintas pembayaran secara giral.
Bilyet giro merupakan salah satu bentuk alat bayar yang relatif baru berkembang di Indonesia. Bentuk alat bayar ini masih diperdebatkan apakah termasuk dalam katagori surat berharga murni atau tidak, karena dari sifat dan bentuknya berbeda dengan surat berharga pada umumnya. Bilyet giro sendiri tidak diatur dalam KUHD, karena bilyet giro adalah surat berharga yang tumbuh dalam praktik karena kebutuhan dalam lalu lintas pembayaran secara
FOCUS HUKUM UPMI Page 118 giral. Bilyet giro diatur dalam SEBI No.4/670/UPPB/PbB, tanggal 24 Januari 1972 jo SK Direktur BI No.28/32/KEP/DIR, tanggal 4 Juli 1995.3
Bank Indonesia sebagai bank senteral mengatur dan memberi petunjuk tentang tata cara penggunaan bilyet giro. Ketentuan tentang bilyet giro ini diatur dalam Surat Edaran Direksi Bank Indonesia No. 4/670 UPPB/PBB, tanggal 24 Januari 1972 yang ditujukan kepada semua bank umum dan bank pembangunan Indonesia.
Menurut Surat Edaran Direksi Bank Indonesia No.4/670/UPPB/PBB, tersebut yaitu pada bagian angka 1 (satu) disebutkan, bahwa :
“Surat bilyet giro adalah tidak lain dari pada surat perintah nasabah yang telah distandarisasi bentuknya kepada bank penyimpan dana untuk memindah bukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya, pada bank yang sama atau pada bank lainnya. Dengan demikian pembayaran dana bilyet giro tidak dapat dilakukan dengan uang tunai dan tidak dapat dipindah tangankan melalui endosemen”.
Kemudian dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia nomor 28/32/KEP/DIR tanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet giro disebutkan bahwa Bilyet giro adalah Surat perintah pemindahbukuan. Pada situs Bank Indonesia juga dijelaskan bahwa Bilyet giro adalah perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana untuk memindah bukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang disebutkan namanya. Pengaturan Bilyet giro
Sebagaimana yang telah dikemukakan dalam uraian terdahulu, bahwa bilyet giro termasuk surat berharga yang tumbuh dalam praktek dan tidak diatur dalam KUHD.
Namun demikian Bank indonesia telah menerbitkan beberapa peraturan baru terkait Bilyet giro yang berlaku efektif sejak 02 April 2017 yaitu :
a. Peraturan bank Indonesia No 18/41/PBI/2017 diterbitkan tanggal 22 Noveber 2016 tentang Bilyet giro,
b. Surat Edaran Bank Indonesia No 18/32/2016 diterbitkan tanggal 29 November 2016 tentang Bilyet giro,
3 Joni Emirzon,2002, Hukum Surat Berharga dan Perkembangannya di Indonesi, Jakarta, PT.Prenhalindo, hal 150.
FOCUS HUKUM UPMI Page 119 c. Surat Edaran bank Indonesia No 18/40/DPSP diterbitkan tanggal 30 Desember 2016 tentang Perubahan atas surat Bank Indonesia No.18/7/DPSP tanggal 2 Mei 2016 perihal Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia. Berikut adalah poin-poin penting dari peraturan-peraturan tersebut diatas :
1. Informasi yang harus diisi oleh Penarik pada saat penerbitan Bilyet giro yang disyaratkan terkait dengan wakkat Bilyet giro adalah :
a. Nama dan nomor rekening Penerima, b. Nama bank penerima,
c. Jumlah dalam angka dan huruf lengkap d. Tanggal penarikan,
e. Tanda tangan basah Penarik f. Tanggal efektif
g. Nama Penarik
2. Warkat Bilyet giro harus menggunakan bahasa Indonesia (bahasa lain dapat digunakan sebagai referensi.
3. Batas maksimal koreksi kesalahan penulisan adalah sebanyak 3 (tiga) kali.
4. Maksimal masa berlaku Bilyet giro adalah 70 hari sejak tanggal penarikan, tidak dapat dibatalkan dan dipindahtangankan selama masa berlaku,
5. Penyerahan Bilyet giro (melalui layanan loket atau layanan Drobox) untuk proses kliring harus dilakukan dan/atau ditandatangani oleh nasabah penerima atau pihak yang menerima kuasa dari nasabah penerima. Mohon melengkapi dn menyerahkan Formulir Surat Kuasa yang baru untuk menambah pihak yang menerima kuasa untuk penyerahan BG.
6. Nilai nominal masimal dari masing-masing Bilyet giro yang dapat dikliringkan adalah IDR 500 juta (harap diperhatikan bahwa perubahan ini berlaku pula untuk cek yang disetorkan ke rekening.
Dapat kita lihat dengan adanya bilyet giro sebagai media yang sangat penting dalam melakukan transaksi antar nasabah bank. Penggunaan bilyet giro sebagai alat pembayaran giral telah memasyarakat. Dalam praktek sehari-hari penggunaan bilyet giro sering terjadi pada pengusaha sebagai pemegang bilyet giro yang menggunakan bilyet giro sebagai alat
FOCUS HUKUM UPMI Page 120 bayar kredit dengan memindahtangankan bilyet giro kepada pengusaha lain. Perlu diketahui bahwa bilyet giro tidak dapat dipindahtangankan dari tangan-ketangan maupun endosemen4. Akibat Hukum Bilyet giro Tanpa Dana
Sanksi terhadap penerbit bilyet giro kosong terutama terhadap penarik bilyet giro kosong yang ketiga kalinya atau lebih, telah ditetapkan berdasarkan keputusan Dewan Moneter No. 53 tahun 1962 dan Peraturan-peraturan Pelaksanaannya, dan yang terakhir diatur kembali dengan surat Edaran Bank Indonesia No. 4/437 UPP/PhB tanggal 5 Oktober 1971, yaitu pencantuman nama-nama penarik bilyet giro kosong yang bersangkutan dalam daftar hitam dan larangan bagi bank – bank menerima nasabah-nasabah baru ataupun mempertahankan nasabah-nasabah mereka yang namanya tercantum dalam daftar hitam tersebut.
Dengan SEBI No. 8/7 UPPB tanggal 6 Mei 1975, SE No. 4/437/UPPB/PbB tanggal 5 Oktober 1971 dinyatakan tidak berlaku lagi dan untuk selanjutnya berlaku ketentuan-ketentuan dalam Surat Edaran No. SE 8/7 UPPB tanggal 16 Mei 1975.
Menurut ketentuan-ketentuan SEBI No. 8/7 UPPB tanggal 16 Mei 1975, sanksi atau penarikan bilyet giro dan juga cek kosong adalah sebagai berikut :
1. Sanksi adminstratif penutupan rekening.
Jika seseorang nasabah menarik cek/ bilyet giro kosong pada suatu bank 3 kali dalam 6 bulan, maka bank yang bersangkutan wajib menutup rekening nasabah tersebut. Dalam hal terjadi penarikan cek/ bilyet giro kosong 3 kali dalam 6 bulan pada beberapa bank, maka Bank Indonesia akan menginstruksikan kepada bank-bank pemeliharaan rekening untuk menutup rekening nasabah yang bersangkutan. Dalam hubungan ini agar supaya nasabah mengetahui dan menyadari kemungkinan dikenakannya sanksi tersebut, maka setiap kali terjadi penolakan cek/ bilyet giro kosong, bank wajib memperingatkan nasabah yang bersangkutan dengan surat, yaitu :
a. Untuk pelanggaran penarikan cek/ bilyet giro kosong pertama diberikan surat peringatan I (SP I) yang memuat pernyataan agar nasabah yang bersangkutan tidak menarik cek/ bilyet giro kosong.
FOCUS HUKUM UPMI Page 121 b. Untuk pelanggaran penarikan cek/ bilyet giro kosong kedua, diberikan surat Peringatan II (SP – II) yang memuat ancaman penutupan rekening dan pencantuman namanya dalam daftar hitam jika terjadi pelanggaran untuk kedua kalinya.
c. Untuk pelanggaran penarikan cek/ bilyet giro kosong yang ketiga kalinya, rekening nasabah tersebut di tutup. Dalam surat pemberitahuan penutupan rekening (SPR) dicantumkan pula syarat-syarat rehabilitasi yang harus dipenuhi.
2. Nama nasabah yang telah dikenakan sanksi penutupan rekening tersebut, akan dimasukkan dalam daftar hitam oleh Bank Indonesia. Dalam hubungan ini harus diperhatikan bahwa apabila nama nasabah telah tercantum dalam daftar hitam, maka bank :
a. Harus segera menutup rekening nasabah yang bersangkutan dan melaporkan penutupan rekening tersebut ke pada bank Indonesia setempat.
b. Dilarang memberikan kepadanya fasilitas kredit.
c. Dilarang menerimanya sebagai nasabah giro (rekening koran)
d. Dilarang memperkenankan debitur menarik dengan cek/ bilyet giro, atas sisa fasilitas kredit yang telah diberikan.
e. Dilarang memperpanjang fasilitas kredit tersebut pada jatuh tempo waktu perjanjian kredit.
f. Nama-nama nasabah yang dapat dimasukkan dalam daftar hitam adalah : 1. Nama perorangan
2. Nama perusahaan/yayasan/perkumpulan swasta/campuran nama penarik cek/ bilyet giro kosong yang bersangkutan.
Nama-nama yang tidak dapat dimasukkan dalam daftar hitam adalah :
1. Instansi/perusahaan/yayasan yang sepenuhnya dimiliki/didirikan oleh pemerintah. 2. Bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan bukan bank yang didirikan
berdasarkan keputusan menteri keuangan No. Kep. 792/MK/IV/1970 tertanggal 7 Desember 1970.
FOCUS HUKUM UPMI Page 122 a. Masa sanksi administratif penutupan, rekening nasabah dan pencantuman namanya dalam daftar hitamg dikenakan sekurang-kurangnya selama 6 (enam) bulan, terhitung setiap tanggal penutupan rekening.
b. Apabila waktu dalam masa dikenakan sanksi administratif tersebut ternyata yang bersangkutan melakukan lagi penarikan cek/ bilyet giro, maka masa sanksi tersebut diperpanjang 6 bulan lagi terhitung mulai tanggal penolakan cek/ bilyet giro yang terakhir.
c. Apabila seorang nasabah dimasukkan dalam daftar hitam untuk kedua kalinya, maka masa hukuman administratif ditetapkan sekurang-kurangnya 12 bulan dan untuk pencantuman dalam daftar hitam ketiga kali dan seterusnya masa hukuman ditetapkan 24 bulan.
Akibat Hukum Bagi Penerbit Bilyet giro Mengenai ketiadaan dana dalam rekening giro telah dibuat suatu peraturan dalam bentuk Surat Edaran dari Bank Indonesia, yaitu No. 4/437 berlaku pada tanggal 5 Oktober 1971. Menurut SEBI ini apabila dana tidak tersedia untuk suatu bilyet giro maka ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh Bank yaitu:
1. Bank wajib menolak bilyet giro. Hal ini dilakukan sebagai alat bukti penolakan oleh Bank dibuat “Surat tanda penolakan” dan diserahkan beserta bilyet giro itu kepada pemegangnya. Tindasan surat tanda penolakan itu wajib dikirim kepada Bank Indonesia sebagai laporan.
2. Bank harus memberikan peringatan tertulis kepada penerbit supaya tidak mengulangi perbuatannya.
3. Kalau dalam tenggang waktu 6 bulan nasabah menerbitkan 3x berturut-turut bilyet giro kosong (yang selalu ditolak oleh Bank, maka rekening giro dari nasabah itu harus ditutup.
Dalam Perbankan sanksi terhadap penerbit giro kosong terutama terhadap penarikan bilyet giro kosong yang ketiga kalinya atau lebih, telah ditetapkan berdasarkan keputusan dengan moneter No. 53 tahun 1962 dan peraturan-peraturan pelaksanaannya, terakhir diatur kembali dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/437 UPPB/PbN, tanggal 5 Oktober 1971, yaitu pencantuman nama-nama penarik bilyet giro yang bersangkutan dalam daftar hitam dan larangan bagi bank-bank menerima nasabah-nasabah baru ataupun
FOCUS HUKUM UPMI Page 123 mempertahankan nasabah-nasabah mereka yang namanya tercantum dalam daftar hitam termaksud. Dengan SEBI No. SE.8/7 UPPB tanggal 16 mei 1975, Surat Edaran No. 4/437 UPPB tanggal 5 Oktober 1971 dinyatakan5 tidak berlaku lagi dan untuk selanjutnya berlaku ketentuan-ketentuan dalam Surat Edaran No. SE 8/7 UPPB tanggal 16 Mei 1975.
Bahwa selain akibat administratif terhadap penerbitan Bilyet giro kosong, maka juga berimplikasi pidana maupun perdata. Bahwa sangsi pidana atas penarikan cek maupun bilyet giro kosong diatur dalam UU No 17 Tahun 1964 tentang Larangan Penarikan Cek Kosong (UU Cek Kosong) yang secara khusus menyatakan bahwa tindak pidana penarikan cek kosong adalah kejahatan. Namun UU Cek Kosong ini sudah dicabut oleh Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu) Nomor 1 Tahun 1971 tentang Pencabutan UU No.17 Tahun 1964.
Bahwa pada masa berlakunya UU Cek Kosong tersebut Penarikan cek kosong yang dianggap sebagai tindak pidana ekonomi diancam dengan sangsi pidana berat bahkan pidana mati dan seumur hidup atau pidana penjara 20 tahun. Ancaman pidana berat ini ternyata menimbulkan keengganan masyarakat menggunakan cek dalam lalu lintas pembayaran. Berdasar hal tersebut pemerintah kemudian mengeluarkan Perpu No 1 Tahun 1971, maka pada saat itu penarikan cek kosong bukan lagi dianggap sebagai suatu kejahatan. Praktis tidak terdapat lagi perbedaan yang signifikan antara penarikan cek kosong dengan bilyet kosong dari segi hukum pidana. Namun penerbitan bilyet giro kosong maupun cek kosong sekarang ini dapat diajukan sangsi pidananya yaitu pidana penipuan sebagaimana diaturi dalam Pasal 378 KUHP, dengan ketentuan sepanjang unsur-unsur pidana penipuannya terpenuhi.
Selain aspek hukum pidana, maka aspek hukum perdata dari penerbitan bilyet giro kosong ini adalah bahwa dikategorikan sebagai kegagalan pemenuhan suatu kewajiban atau pemenuhan perjanjian, sehingga dengan ditolaknya pemindahbukuan atas suatu bilyet giro
oleh bank tertarik maka hal itu berarti si penarik telah melakukan wanprestasi. Sehingga pihak penerima bilyet giro kosong tersebut dapat melakukan tuntutan perdata berupa pemenuhan perjanjian dan ganti rugi.
5 Emmy Pangaribuan Simanjutak, 1982, Hukum Dagang: Surat-Surat Berharga,Yogyakarta: Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum : Universitas Gadjah Mada, hal.192
FOCUS HUKUM UPMI Page 124 KESIMPULAN
1. Bahwa bilyet giro adalah surat berharga dari alat pembayaran berupa surat perintah nasabah kepada bank penyimpanan dana untuk memindah bukukan sejumlah dana dari rekeningnya kepada pihak penerima yang disebutkan namanya, pada bank yang sama atau bank lainnya.
2. Jika terjadi suatu bilyet giro tanpa dana, maka bank akan menolak pemindah bukuan dana tersebut dan bank akan memberitahukan hal itu kepada penerbit, dan jika seorang nasabah melakukan penarikan bilyet giro tanpa dana sampai 3 kali dalam jangka waktu 6 bulan maka pihak bank akan mengenakan sangsi berupa penutupan rekening giro nasabah tersebut, dan pencantuman namanya dalam daftar hitam (black list) yang dikeluarkan Bank Indonesia selama jangka waktu tertentu.
3. Dalam hal penerbit, menerbitkan bilyet giro tanpa dana, maka pihak yang menerima pembayaran tersebut dapat melaporkan yang bersangkutan secara pidana dengan tindak pidana penipuan dan selain itu dapat mengajukan tuntutan perdatat ke pengadilan negeri untuk menuntut ganti rugi serta pemenuhan kewajibannya dengan dasasar telah melakukan wanprestasi.
SARAN
1. Perlu adanya Ketentuan Undng-Undang yang mengatur Bilyet giro
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kadir Muhammad, SH, Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998.
Achamad Anwari, Drs, Apakah Bilyet giro Itu, Balai Aksara,1981
Emmy Pangribuan Simanjuntak, SH, Prof, Hukum Dagang Surat-Surat Berharga, Seksi Hukum Dagang, FH UGM, Yogyakarta, 1982.
Joni Emirzon, Hukum Surat Berharga dan Perkembangannya di Indonesia, PT.Prenhalindo, Jakarta, 2002.
FOCUS HUKUM UPMI Page 125 Mariam Darus Badrulzaman Sit, DR, Prof, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan
Penjelasannya. Alumni, Bandung. 1984.
M.Bahsan, Giro dan Bilyet giro Perbankan Idonesia, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005.
Subekti R, SH, Prof, Hukum Perjanjian PT. Intermasa Cet VI, Jakarta, 1979.