• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Cek dan Giro dalam Transaksi Bisnis yang Menimbulkan Kerugian Perdata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penggunaan Cek dan Giro dalam Transaksi Bisnis yang Menimbulkan Kerugian Perdata"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Penggunaan Cek dan Giro dalam Transaksi Bisnis yang Menimbulkan Kerugian

Perdata

Masitah Pohan

Fakultas Hukum,

Universitas Muhamadiyah Sumatera Utara, E-mail: masitahpohan@umsu.ac.id

Abstract

Cek dan giro dikenal sebagai alat pembayaran, salah satunya untuk pembayaran transaksi bisnis. Berdasarkan Pasal 178 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) singkatnya menyatakan bahwa cek adalah surat perintah membayar kepada seseorang yang ditunjuk. Sedangkan bilyet giro diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/Kep/Dir/2005 tentang Bilyet Giro, yang pada intinya menyatakan bahwa Bilyet Giro adalah surat perintah nasabah yang telah distandarisasi/ dibakukan bentuknya kepada bank penyimpan dana untuk memindah-bukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebut namanya pada bank yang sama atau berlainan. Dengan demikian, cek adalah pembayaran tunai dan langsung, sedangkan bilyet giro adalah transaksi pemindah-bukuan atau dikenal dengan sebutan transfer dari pemilik rekening giro kepada orang yang ditunjuk. Metode penelitian yang dilakukan adalah yuridis normatif yang diambil dari data sekunder dengan mengolah data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder yaitu buku-buku, karya ilmiah, berita-berita, tulisan-tulisan, dan bahan hukum tersier yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa Berdasarkan ketentuan pasal 178 KUH-Dagang, cek diartikan “Dengan perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu”. Dari batasan pengertian cek dapat diketahui cek (1) merupakan surat perintah pembayaran tertulis, (2) di mana si penarik meminta dengan tanpa syarat kepada suatu bank, dan (3) untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada seseorang (pemegang) pada tanggal dan tempat tertentu. Konsekuensi hukum dari tindakan wanprestasi adalah timbulnya hak dari pihak yang dirugikan dalam perjanjian tersebut, untuk menuntut ganti rugi pada pihak debitur. Dalam hal penerbitan cek kosong oleh penerbit (debitur) dapat diklasifikasikan sebagai wanprestasi karena debitur memenuhi prestasi secara tidak baik. Hal ini terjadi pada saat pemegang (kreditur) menerima pembayaran dari penerbit (debitur) berupa cek, ternyata cek yang diterima pemegang (kreditur) merupakan cek kosong yang kemudian ditunjukkan pada Bank untuk menerima pencairan dana, akan tetapi bank menolak pembayaran tersebut, sehingga pemegang tidak memperoleh pembayaran atas pelunasan hutang dari debitur.

Kata Kunci:

Cek dan Giro, Transaksi Bisnis, Kerugian Perdata

How to cite:

Pohan, Masitah. (2020), “Penggunaan Cek dan Giro dalam Transaksi Bisnis yang Menimbulkan Kerugian Perdata”, SOSEK: Jurnal Sosial & Ekonomi, Vol 1 (2), 124-133.

A. Pendahuluan

Sesuai dengan kemajuan jaman dan teknologi yang semakin berkembang pesat khususnya pada lalu lintas perdagangan dan pembayaran, maka pada saat ini alat pembayaran berupa uang tunai dalam bentuk fisik dirasa kurang untuk dapat mengikuti dinamika kehidupan modern. Hal ini disebabkan beberapa faktor yaitu sulitnya untuk mengangkut uang tunai berbentuk fisik dari negara satu ke negara yang lain, biaya pengangkutan yang mahal, dan faktor yang paling besar adalah adanya resiko kehilangan uang tunai yang berbentuk fisik. Untuk mengatasi keadaan-keadaan tersebut di atas, maka dicarilah jenis alat pembayaran baru selain mata uang yang berbentuk fisik. Alat pembayaran tersebut adalah dengan mempergunakan surat-surat atau akta-akta lain yang bernilai uang seperti wesel, cek, bilyet, giro dan lain-lain.

Cek dan giro dikenal sebagai alat pembayaran, salah satunya untuk pembayaran transaksi bisnis. Berdasarkan Pasal 178 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) singkatnya menyatakan bahwa cek adalah surat perintah membayar kepada seseorang yang ditunjuk. Sedangkan bilyet giro diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/Kep/Dir/2005 tentang

(2)

sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebut namanya pada bank yang sama atau berlainan. Dengan demikian, cek adalah pembayaran tunai dan langsung, sedangkan bilyet giro adalah transaksi pemindah-bukuan atau dikenal dengan sebutan transfer dari pemilik rekening giro kepada orang yang ditunjuk.

Penggunaan cek dan bilyet giro sebagai alat pembayaran dalam melakukan transaksi bisnis bertujuan untuk mempermudah dalam melakukan transaksi pembayaran. Bagi orang yang mengeluarkan cek dan ataupun bilyet giro apabila dalam satu transaksi bisnis membutuhkan jumlah uang yang banyak tidak perlu lagi membawa uang dengan jumlah besar. Praktek penggunaan cek dan bilyet giro pada masyarakat saat ini, apabila pinjam-meminjam uang terjadi diantara kreditur dan debitur, digunakan sebagai jaminan bagi debitur kepada kreditur. Tujuannya adalah untuk mempermudah apabila terjadi wanprestasi. Jika, cek dan bilyet giro tidak dapat diuangkan/dikliringkan, maka terhadap utang yang tidak dibayar, pihak kreditur dapat melakukan upaya hukum secara pidana berupa laporan polisi. Hal ini dikarenakan apabila penyelesaiannya dilakukan melalui upaya hukum secara perdata akan memakan waktu yang sangat lama. Sehingga, pada saat sekarang ini kedudukan cek yang digunakan oleh debitur sebagai jaminan utang yang diberikan kepada kreditur, hanya sebagai bentuk janji bayar yang belum tentu cek tersebut dapat dicairkan (Ferdy Saputra, Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum Vol. 6 No. 1 2019).

Terkait dengan jaminan, sering dipergunakan debitur sebagai pihak yang meminjam adalah jaminan kebendaan yaitu barang bergerak dan barang tidak bergerak, Penggunaan cek dan bilyet giro sebagai jaminan utangyang menimbulkan akibat hukum pidana maupun hukum perdata, maka cek dan bilyet giro sebagai produk bank erat kaitannya dengan hukum perbankan. Hal tersebut dikarenakan bank-bank pemerintah maupun swasta merupakan pihak yang menerbitkan cek dan bilyet giro. Akibat dari penggunaan cek dan bilyet giro yang berkembang di dalam masyarakat, bank-bank sebagai penerbit cek dan bilyet giro sering dibuat terikut-ikut dalam permasalahan hukum yang dilakukan oleh nasabahnya. Keikutsertaan bank dalam permasalahan hukum tersebut, minimal memberikan keterangan kepada Penyidik tentang rekening giro atas nama nasabahnya. Oleh sebab itu, dibutuhkan pengaturan dalam bidang perbankan yang mengatur tentang penggunaan cek dan bilyet giro, khusus mengenai kriteria penggunaan yang bagaimana yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana, dan sebaliknya kriteria penggunaan yang bagaimana yang dapat dikategorikan sebagai hubungan hukum privaat/keperdataan (Ferdy Saputra, Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum Vol. 6 No. 1 2019).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditari pokok permasalahan yaitu:

1. Bagaimana kedudukan hukum cek dan giro dalam transaksi bisnis menurut hukum perdata? 2. Bagaimana akibat hukum dalam penggunaan cek dan giro pada transaksi bisnis yang

menimbulkan kerugian perdata? C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kedudukan hukum cek dan giro dalam transaksi bisnis menurut hukum perdata

2. Untuk mengetahui akibat hukum dalam penggunaan cek dan giro pada transaksi bisnis yang menimbulkan kerugian perdata

D. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

(3)

Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahwa pustaka (data sekunder) atau penelitian hukum kepustakaan (Ediwarman, 2009: 24).

2. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah adalah dengan melakukan pendekatan hasil kajian empiris teoritik dengan melihat berbagai pendapat para ahli, penulis dan kajian-kajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penggunaan cek dan giro sebagai alat pembayaran.

E. Pembahasan

1. Kedudukan Hukum Cek Dan Giro Dalam Transaksi Bisnis Menurut Hukum Perdata Sebelum masuk kepada kedudukan hukum cek dan giro maka akan dijelaskan terlebih dahulu mengenaik pengertian dan jenis-jenis dari cek dan giro. Berdasarkan Undang-Undang No. 10 tahun 1998 cek adalah surat perintah tanpa syarat dari nasabah kepada bank yang memelihara rekening nasabah tersebut untuk membayar sejumlah uang kepada pihak yang disebutkan didalamnya atau kepada seseorang yang membawa cek tersebut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, cek adalah perintah tertulis pemegangrekening kepada bank yang ditunjuknya supaya membayar sejumlah uangpemegangnya. Ada beberapa jenis cek yaitu: (Yegi saputri dan Jhon Fernos, Ina-Rxiv Papers)

a. Cek atas nama, Merupakan cek yuang diterbitkan atas nama orang atau badan tertentu yang tertulis jenis di dadam cek tersebut. Misalnya bayarlah kepada Tn. Roy Akase sejumlah Rp 3000.000

b. Cek atas unjuk, Yaitu cek yang tidak tertulis nama seseorang atau badan tertentu di dalam cek tersebut

c. Cek silang, Jika suatu cek yang dipojok kiri atas diberi dua tanda silanhg sehingga cek tersebut berfungsi sebagai pemindahbukuan bukan tunai

d. Cek mundur, Yang merupakancek yang diberi tanggal mundur dari tanggal sekarang, misalnya hari tanggal 01 mei 2001, Tn Roy Akase bermaksut mencairkan ceknya dimana dalam cek tersebut tertulis tanggal 5 mei 2001. Jenis cek inilah yang desbut dengan cek mundur, hal ini biasa terjadi karena ada kesepakatan antara sipemberi cek dengan sipenerima cek

e. Cek kosong, Yaitu cek yang dananya tidak tersedia sebagai contoh misalnya nasabah menarik cek senilai 66 juta rupiah tertulis didalam cek tersebut, akan tetapi dana yang tersedia di rekening giro tersebut hanya ada 20 juta rupiah. Jelas cek tersebut kurang jumlahnya dibandingkan dengan jumlah dana yang ada

Menurut keentuan Pasal 206 KUHD, suatu cek yang diterbitkan atau harus dibayar di Indonesia, harus diperlihatkan untuk pembayarannya dalam tenggang waktu 70 hari. Tenggang waktu ini berjalan mulai hari tanggal penerbitannya. Apabila dihubungkan dengan penerbitan surat cek bertanggal mundur maksudnya ialah untuk memperpanjang waktu beredarnya sehingga melebihi jangka waktu 70 hari itu, mungkin disebabkan saat cek diserahkan dananya belum cukup tersedia,sehingga untuk menyakinkan penerimanya maka cek dibuat bertanggal mundur.

Bilyet giro adalah surat perintah tak bersyaratdari nasabah yang telah dibakukan bentuknya, kepada bank penyimpan dana untukmemindahkan sejumlah dana dari rekening giro yang bersangkutan kepada pihakpenerima yang sebutkan namanya, kepada bank tersebut.Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, bilyet giro adalah salah satu cara untuk melakukan pemindah bukuan terhadap simpanan dalam bentuk giro yang dapat dilakukan oleh setiap nasabah yang bersangkutan. Syarat-syarat penerbitan Bilyet Giro harus memenuhi sesuai

(4)

dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/32/KEP/DIR tahun 1995 yaitu: (Yegi saputri dan Jhon Fernos, Ina-Rxiv Papers)

a. Nama dan nomor Bilyet Giro yang bersangkutan. b. Nama tertarik.

c. Perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk memindah bukukan dana atas beban rekening penarik.

d. Nama dan nomor rekening pemegang. e. Nama bank pemerima.

f. Jumlah dana yang dipindah bukukan baik dalam angka maupun huruf selengkap-lengkapnya.

g. Tempat dan tanggal penarikan.

h. Tanda tangan, nama jelas, dan atau dilengkapi dengan cap/stempel sesuai dengan persyaratan pembukuan rekening.

Masa penawaran Bilyet Giro diatur dalam Pasal 6 ayat 1 Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/32/KEP/DIR tahun 1995 yaitu tenggang waktu yang diberikan adalah 70 hai terhitung sejak tanggal penarikan, apabila sebelum tanggal efektif harus ditolak oleh bank yang bersangkutan. Tenggang waktu penawaran selama 70 hari mempunyai 2 (dua) fungsi yaitu: (Yegi saputri dan Jhon Fernos, Ina-Rxiv Papers)

a. Untuk membatasi penetapan tanggal efektif

b. Untuk batas waktu tidak diperkenankannya penarik membatalkan Bilyet Giro yang bersangkutan

Bilyet giro ditawarkan setelah berkahirnya tenggang waktu penawaran dapat dipindah bukukan, menurut ketentuan Pasal 6 ayar 3 Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/32/KEP/DIR tahun 1995 bahawa bilyet giro yang diterima oleh bank setelah tanggal berakhirnya tenggang waktu penawaran dapat dilaksanakan perintahnya sepanjang dananya tersedia dan tidak dibatalkan oleh penarik. Syarat mengenai tanggal efektif berkaitan dengan kadaluwarsanya (batas waktunya) serta batas waktu penyediaan dana bagi penarik, namun demikian hal tersebut tidak jelas diatur dan merupakan kelemahan dari peraturan mengenai bilyet giro.

Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tepatnya Pasal 178 memuat beberapa hal-hal yang ada pada cek yaitu:

a. Nama ”cek", yang dimasukkan dalam teksnya sendiri dan dinyatakan dalam bahasa yang digunakan dalam atas-hak itu;

b. Perintah tidak bersyarat untuk membayar suatu jumlah uang tertentu; c. Nama orang yang harus membayar (tertarik);

d. Penunjukan tempat pembayaran harus dilakukan;

e. Pernyataan tanggal penandatanganan beserta tempat cek itu ditarik; f. Tanda tangan orang yang mengeluarkan cek itu (penarik).

Sedangkan itu pada Pasal 179 KUHD mengatakan bahwa Atas-hak yang di dalamnya tidak memuat salah satu pernyataan yang ditetapkan dalam pasal yang lalu, tidak berlaku sebagai cek, kecuali dalam hal tersebut di bawah ini. Bila tidak terdapat penunjukan khusus, tempat yang ditulis di samping nama penarik dianggap sebagai tempat pembayarannya. Bila ditulis beberapa tempat di samping nama penarik, maka cek itu harus dibayar di tempat yang ditulis pertama. Bila tidak terdapat penunjukan itu atau penunjukan lain apa pun, maka cek itu harus dibayar di tempat kedudukan kantor

(5)

yang disebut di samping nama penarik. Cek itu harus ditarik atas seorang bankir yang menguasai dana untuk kepentingan penarik, dan menurut perjanjian tegas atau secara diam-diam yang menetapkan, bahwa penarik mempunyai hak untuk menggunakan dana itu dengan menarik cek. Akan tetapi bila peraturan-peraturan itu tidak diindahkan, maka atas-hak itu tetap berlaku sebagai cek.

Istilah cek, sudah populer di kalangan dunia usaha (bisnis) terutama sekali bagi pengusaha, pedagang, birokrat dan lainnya yang berada di kota-kota besar di Indonesia pada umumnya. Cek bagi mereka sering diberi arti dan tafsir dengan istilah sehelai kertas memiliki nilai uang tertentu yang harus dibayar oleh lembaga perbankan. Sebagai gambaran untuk mendapatkan batasan pengertian cek ini, ada baiknya penulis kutip beberapa pendapat ahli/sarjana yang dapat dijadikan sebagai pegangan ataupun pedoman untuk memudahkan dalam menganalisis sesuatu. “Cek” berasal dari kata aslinya cheque bahasa Perancis yang artinya merupakan suatu perintah pembayaran tanpa syarat kepada ter-tarik (bank) kepada orang yang namanya tercantum dalam surat itu atau kepada pembawa yang menye-rahkan kepada bank tertarik. Pengertian lainnya dari “Cek” adalah suatu surat di mana si penarik meminta dengan tanpa suatu syarat kepada suatu bank tertentu untuk membayar sejumlah uang kepada seseorang yang tertentu atau ordernya kepada si pengunjuk (si pemegang) yang datang atau menghadap kepada bank yang bersangkutan. Berda-sarkan ketentuan pasal 178 KUH-Dagang, cek diartikan “Dengan perin-tah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu”. Dari batasan pengertian cek dapat diketahui cek (1) merupakan surat perintah pembayaran tertulis, (2) di mana si penarik meminta dengan tanpa syarat kepada suatu bank, dan (3) untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada seseorang (pemegang) pada tanggal dan tempat tertentu (M. Zen Abdullah, Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, Vol. 8 No. 2 2008).

Apabila dianalisis dari rumusan ketentuan pasal 178 KUH-Dagang, maka sesuatu surat dapat dikatakan cek apabila didalamnya memenuhi unsur-unsur, yaitu istilah cek harus dimuat dalam teksnya sendiri, perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu, nama orang yang harus membayar (tersangkut), penetapan tempat di mana pembayaran harus dilakukan, tanggal dan tempat surat cek diterbitkan dan tanda tangan orang yang menerbitkan.

Berikut beberapa penjelasan mengenai hal-hal yang harus dimuat dalam cek: (M. Zen Abdullah, Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, Vol. 8 No. 2 2008)

a. Nama surat cek

Cek harus disebutkan dalam teks surat cek. Apabila tidak dimasukkan dalam rumusan teksnya, surat itu tidak berlaku sebagai surat cek, walaupun misalnya dibagian atasnya tertulis cek. Berhubung istilah cek pada umumnya dikenal diber-bagai negara dengan istilah yang berbeda, maka di Indonesia surat cek harus ditulis dalam bahasa Indonesia. Walaupun ada istilah cheque dalam bahasa Perancis dan cek dalam bahasa Indonesia namun kedua-duanya tetap dipakai sebagai suatu cek yang dapat diterbitkan lembaga perbankan pemerintah maupun lembaga perbankan asing.

b. Perintah tak bersyarat membayar sejumlah uang

Perintah membayar pada surat cek tidak boleh digantungkan pada syarat tertentu yang sifatnya menghalangi atau tidak mempelancar pembayaran surat cek itu, misalnya digantungkan pada syarat harus dibayar pada waktu yang ditentukan. Syarat semacam ini harus dianggap tidak pernah ada. Pembayaran tanpa syarat ini harus berupa uang, bukan berupa barang. Jika tidak berupa uang itu bukan surat cek. Pembayaran itu harus sudah tertentu jumlahnya, jumlah itu harus ditulis dalam teks surat cek dan juga ditulis dengan angka.

(6)

Dalam surat cek harus disebutkan nama orang yang diperintahkan untuk membayar. Tersangkut dalam hukum cek adalah bankir, karena blanko surat cek itu dise-diakan oleh bankir maka nama bankir sudah dicantumkan dalam surat cek itu. Menurut ketentuan Pasal 229 KUHD yang disamakan dengan bankir ialah setiap badanya ngdalam pekerjaannya secara terus menerus dan teratur memegang uang guna dipakai segera oleh orang lain. Dalam praktek bankir adalah suatu badan hukum yang disebut bank.

d. Penetapan tempat pembayaran

Dalam praktek perbankan ternyata tempat pembayaran secara khusus jarang atau bahkan tidak disebutkan dalam teks surat cek. Dengan demikian berlakulah ketentuan Pasal 179 ayat (2) KUHDagang, bahwa tempat yang tertulis disamping nama tersangkut (bankir) dianggap se-bagai tempat pembayaran, karena blanko surat cek itu disediakan oleh bankir. e. Tanggal dan tempat penerbitan

Penyebutan tanggal penerbitan sangat penting karena tanggal penerbitan itu adalah tanggal mulai berjalan tenggang waktu pembayaran surat cek yaitu 70 hari (pasal 206 KUH-Dagang).Tempat penerbitan cek biasanya juga disebutkan bersama-sama tanggal penerbitan, tetapi jika tidak disebutkan dalam surat cek, tempat yang disebutkan di samping nama penerbit adalah tempat yang dianggap sebagai tempat penanda tanganan surat cek yang diterbitkan oleh bank (Pasal 179 ayat (4) KUHDagang)

f. Tanda tangan penerbit

Tanda tangan penerbit harus ada pada surat cek, sebab surat cek itu adalah suatu akta, tanda tangan adalah syarat mutlak bagi suatu akta. Akta ini adalah alat bukti dalam suatu perbuatan hukum, yaitu perbuatan menerbitkan surat cek dengan perikatan dasarnya. Dengan adanya tanda tangan pada surat cek, penerbit yang menanda tangani surat cek itu bertanggung jawab terhadap segala akibat hukumnya, seandainya pemegang atau pembawa surat cek itu tidak memperoleh pembayaran dari bankir.

2. Akibat Hukum Dalam Penggunaan Cek Dan Giro Pada Transaksi Bisnis Yang Menimbulkan Kerugian Perdata

Permasalahan terkait dengan penggunaan cek dan giro sebagai alat pembayaran di Indonesia sering terjadi pada jenis cek dan giro kosong. Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan apa itu cek kosong. Cek kosong adalah cek yang pada saat diajukan kepada bank tertarik untuk diuangkan, tidak tersedia dana yang cukup pada rekening nasabah penarik cektersebut. Apabila nasabah (pemegang rekening) tersebut melakukan penarikan cek kosong selama tiga kali berturut-turut dalam jangka waktu 6 bulan maka rekening harus segera ditutup dan penutupan harus dilaporkan kepada Bank Indonesia. Artinya, pemegang rekening tersebut tidak boleh berhubungan dengan bank-bank yang ada baik di Indonesia maupun di luar negeri (Divi Kusumaninrum, Jurnal Cahaya Aktiva Vol. 8 No. 1 2018). Terjadinya peredaran cek kosong didasari sangat merugikan bagi penggunaan cek sebagai warkat perbankan. Seringterdapat keengganan seseorang untuk menerima cek atau bilyet giro karena dikhawatirkan tidak didukung dengan dana yang cukup oleh penarikanya sehingga merupakan cek kosong (M. Bahsan, 2005: 118)

Memang dahulu ada pengaturan yang melarang menggunakan cek kosong sebagaimana dimaksud Undang-Undang No. 17 Tahun 1964 tentang Larangan Penarikan Cek Kosong. Hal ini membuat stigma di masyarakat bahwa setiap orang yang menggunakan cek kosong dapat dimintakan pertanggungjawaban secara pidana. Di dalam ketentuan tersebut telah diatur dan diancam sanksi berat bagi orang yang menggunakan cek kosong. Pasal 1 Undang-Undang No. 17 Tahun 1964 tentang Larangan Penarikan Cek Kosong, menyatakan bahwa: “Barangsiapa menarik suatu cek, sedangkan ia

(7)

dana yang cukup pada bank atas nama cek tersebut ditarik (cek kosong) dipidana dengan mati, pidana seumur hidup atau pidana penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun dan pidana denda sebanyak-banyaknya empat kali jumlah yang ditulis dalam cek kosong yang bersangkutan”.

Kedudukan dan kriteria penggunaan cek dan bilyet giro kosong yang dikategorikan sebagai onrechtmatige daad yaitu apabila perbuatan seseorang penarik cek kosong tidak memenuhi unsur-unsur tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam sanksi pidana dalam pasal-pasal KUHP. Karena suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai wedderechtelijkheid yaitu apabila perbuatan itu memenuhi unsur-unsur tindak pidana dalam KUHP. Sehingga, penggunaan cek dan bilyet giro kosong tersebut bukanlah wedderechtelijkheid akan tetapi adalah onrechtmatige daad. Sebagai salah satu contoh terhadap penggunaan cek kosong akan tetapi bukan perbuatan melawan hukum dalam konteks pidana, yaitu : apabila penarik cek kosong yang dari semula tidak ada niat untuk tidak melakukan pembayaran, akan tetapi karena keadaan memaksa mengakibatkan gagal bayar dan terhadap kegagalan bayar tersebut penarik cek kosong telah melakukan pemberitahuan kepada penerima cek dan terhadap gagal bayar tersebut penarik cek telah berupaya untuk menyelesaikannya dengan cara mencicil walaupun hanya dengan jumlah yang kecil atas cek dan bilyet giro yang dikeluarkannya, maka perbuatannya itu berubah konteksnya dari wedderechtelijkheid menjadi onrechtmatigedaad. Hal ini dikarenakan untuk melakukan pembayaran atas cek atau bilyet giro kosong yang dikeluarkannya tersebut pasti penarik dan penerima membuat suatu kesepakatan-kesepakatan, baik itu tahapan pembayaran, maupun besaran pembayaran yang menjadi kesepakatan lanjutan di luar dari peristiwa penarikan cek kosong itu sendiri (Ferdy Saputra, Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum Vol. 6 No. 1 2019).

Setiap pemegang hak atas cek mempunyai hak regres apabila tidak berhasilmenguangkan cek yang diunjukkan kepada bank, karena bank menolak untukmembayarnya. Dengan undang-undang telah diberikan hak untuk menuntut parapenghutang (penerbit, endosan,avail) cek untuk melakukan pembayaran asalkan cekyang dimaksud belum kedaluwarsa. Dalam hukum perdata, kegagalan pembayaran utang dapat digugat ke pengadilandengan gugatan wanprestasi (ingkar janji). Wanprestasi adalah keadaan apabila salahsatu pihak di dalam satu perjanjian tidak melaksanakan prestasi atau kewajibannya danbukan karena keadaan memaksa (overmacht). Prestasi merupakan sesuatu yang dapatdituntut pemenuhannya. Menurut Pasal 1234 KUHPerprestasi terbagi dalam tiga macam: (Divi Kusumaninrum, Jurnal Cahaya Aktiva Vol. 8 No. 1 2018)

1. Prestasi untuk menyerahkan sesuatu (prestasi ini terdapat dalampasal 1237KUHPer);

2. Prestasi untuk melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu (prestasi jenis initerdapat dalampasal 1239 KUHPer); dan

3. Prestasi untuk tidak melakukan atau tidak berbuat seuatu (prestasi jenis initerdapat dalampasal 1239 KUHPer)

Apabila seseorang telah ditetapkan prestasi sesuai dengan perjanjian, maka kewajiban pihak tersebut untuk melaksanakan atau mentaatinya. Apabila dia tidak memenuhi kewajiban seperti yang diperjanjikan, maka dia dikatakan wanprestasi. Atas wanprestasi tersebut Anda dapat menuntut: (Divi Kusumaninrum, Jurnal Cahaya Aktiva Vol. 8 No. 1 2018)

a. Pemenuhan perikatan;

b. Pemenuhan perikatan dan ganti rugi; c. Ganti rugi;

d. Pembatalan persetujuan timbal balik; e. Pembatalan perikatan dan ganti rugi

(8)

perlindungan hukum berupahak regres yaitu hak menegur dan menuntut ganti rugi serta pembayaran oleh pemegang cek, yang ditunjukan kepada debitur yang wanprestasi dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri dan permohonan untuk melakukan sita jaminan terhadap harta debitur. Perjanjian yangdibuat harus direalisasikan untuk memenuhi hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan olehpara pihak demi mencapai suatu prestasi. Berdasarkan ketentuan pasal 1234 KUH Perdata pelaksanaan prestasi dalam perjanjian dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu: (Marcela Dapu, Jurnal Lex et Societatis Vol. 3 No. 4 2015)

a. Perjanjian untuk memberikan sesuatu perjanjian untuk memberikan sesuatu merupakan kewajiban debitur untuk memenuhi prestasi, dengan penyerahan barang yang diperjanjikan, berdasarkan pasal 1235 KUH Perdata.

b. Perjanjian untuk berbuat sesuatuJika selama perjanjian itu masih dilaksanakan, akan tetapi debitur tidak memenuhi kewajibannya untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu maka akan dikenai ganti rugi dan bunga berdasarkan pasal 1239 KUH Perdata.

c. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu suatu perjanjian dapat dilaksanakan dengan Cuma-Cuma atau memberatkan, yang dimaksud dengan Cuma-Cuma-cuma yakni pihak yang akan memberikan sesuatu keuntungan pada pihak lain tanpa adanya imbalan dan secara Cuma-Cuma memberikannya. Sedangkan yang dimaksud dengan memberatkan adalah menjadi kewajiban para pihak untuk memberikan sesuatu maupun tidak berbuat sesuatu dalam perjanjian.

Perbedaan perbuatan melawan hukum dalam konteks perdata dan perbuatan melawan hukum dalam konteks pidana terletak pada sifatnya. Sehingga, penggunaan cek dan bilyet giro dalam hubungan bisnis dapat dikategorikan sebagai perbuatan perdata maupun perbuatan pidana harus dilihat dari sifat penggunaannya. Apabilaperbuatan tersebut harus melanggar kepentingan umum barulah dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana. Namun, apabila perbuatan melawan hukum dalam konteks perdata, maka penggunaan cek dan bilyet giro tersebut harus hanya melanggar kepentingan pribadi saja.

Konsekuensi hukum dari tindakan wanprestasi adalah timbulnya hak dari pihak yang dirugikan dalam perjanjian tersebut, untuk menuntut ganti rugi pada pihak debitur. Dalam hal penerbitan cek kosong oleh penerbit (debitur) dapat diklasifikasikan sebagai wanprestasi karena debitur memenuhi prestasi secara tidak baik. Hal ini terjadi pada saat pemegang (kreditur) menerima pembayaran dari penerbit (debitur) berupa cek, ternyata cek yang diterima pemegang (kreditur) merupakan cek kosong yang kemudian ditunjukkan pada Bank untuk menerima pencairan dana, akan tetapi bank menolak pembayaran tersebut, sehingga pemegang tidak memperoleh pembayaran atas pelunasan hutang dari debitur. Akibat kelalaian debitur ini, menimbulkan kerugian bagi kreditur atau pemegang, oleh sebab itu demi menjamin kepastian hukum bagi kreditur/pemegang cek kosong yang beritikad baik, diperlukan suatu perlindungan hukum, bentuk perlindungan hukum yang diberikan pada pemegang berupa hak regres meliputi hak menegur dan menuntut ganti rugi serta pembayaran (Marcela Dapu, Jurnal Lex et Societatis Vol. 3 No. 4 2015).

Pemegang dapat menggunakan cara litigasi dengan mengajukan tuntutan hak ke Pengadilan Negeri. Seseorang yang mengajukan tuntutan hak harus memiliki kepentingan hukum, kepentingan hukum dari pemegangyaitu dalam hal menuntut ganti rugi kepada penerbit. Dengan demikian, pihak pemegang cek kosong yang beritikad baik lah yang memperoleh perlindungan hukum sebab perbuatannya didasari dengan kejujuran (H. M.N Purwosutjipto, 1987: 139). Bagi pemegang cek kosong yang tidak beritikad baik, semestinya tidak perlu diberikan perlindungan hukum. Hukum hanya memberikan perlindungan kepada seseorang yang mempunyai itikad baik te geode trouw dalam menjalin suatu hubungan hukum.Pemegang cek kosong dikatakan tidak beritikad baik apabila sejak

(9)

Bahkan jika jelas-jelas dia mengetahui bahwa cek tersebut tidak ada dananya pada saat diterbitkan atau pada saat dia terima, maka hal itu dapat dikatakan sebagai penerima cek yang tidak beritikad baik (Marcela Dapu, Jurnal Lex et Societatis Vol. 3 No. 4 2015).

Pasal1267 KUH Perdata menyatakan bahwa pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih, memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, jika hal itu masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan persetujuan, dengan pergantian biaya kerugian dan bunga. Pasal ini memberikan pilihan kepada pemegang yang tidak menerima prestasi dari penerbit cek kosong agar ia tidak dirugikan dengan menuntut: (Marcela Dapu, Jurnal Lex et Societatis Vol. 3 No. 4 2015)

a. Pelaksanaan perjanjian

b. Pembatalan perjanjian disertai ganti kerugian c. Pemenuhan perjanjian disertai ganti kerugian d. Pembatalan perjanjian

Selama proses persidangan berlangsung sampai pada saat putusan akhir dari hakim dibacakan, padadasarnya penggugat mengharapkan putusan hakim tersebut dikemudian hari dapat dilaksanakan. Undang-Undang menyediakan suatu upaya untuk menjamin hak dan kepentingan penggugat, yaitu pengajuan penyitaan. Karena memang umumnya terdapat suatu usaha dan upaya dari penggugat, untuk menghindari pengambilalihan dan pemindahtanganan barang-barang milik tergugat (debitur) kepada pihak lain yang tidak berkepentingan. Hal ini dipertegas lagi dalam Pasal 227 ayat 1 HIR, kareena segketa yang beralasan maka penggugat (kreditur) dapat mengajukan permohonan pada Pengadilan Negeri atau Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut, agar melakukan sita jaminan (Marcela Dapu, Jurnal Lex et Societatis Vol. 3 No. 4 2015).

E. Penutup 1. Kesimpulan

Istilah cek, sudah populer di kalangan dunia usaha (bisnis) terutama sekali bagi pengusaha, pedagang, birokrat dan lainnya yang berada di kota-kota besar di Indonesia pada umumnya. Cek bagi mereka sering diberi arti dan tafsir dengan istilah sehelai kertas memiliki nilai uang tertentu yang harus dibayar oleh lembaga perbankan. Sebagai gambaran untuk mendapatkan batasan pengertian cek ini, ada baiknya penulis kutip beberapa pendapat ahli/sarjana yang dapat dijadikan sebagai pegangan ataupun pedoman untuk memudahkan dalam menganalisis sesuatu. “Cek” berasal dari kata aslinya cheque bahasa Perancis yang artinya merupakan suatu perintah pembayaran tanpa syarat kepada ter-tarik (bank) kepada orang yang namanya tercantum dalam surat itu atau kepada pembawa yang menye-rahkan kepada bank tertarik. Pengertian lainnya dari “Cek” adalah suatu surat di mana si penarik meminta dengan tanpa suatu syarat kepada suatu bank tertentu untuk membayar sejumlah uang kepada seseorang yang tertentu atau ordernya kepada si pengunjuk (si pemegang) yang datang atau menghadap kepada bank yang bersangkutan. Berdasarkan ketentuan pasal 178 KUH-Dagang, cek diartikan “Dengan perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu”. Dari batasan pengertian cek dapat diketahui cek (1) merupakan surat perintah pembayaran tertulis, (2) di mana si penarik meminta dengan tanpa syarat kepada suatu bank, dan (3) untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada seseorang (pemegang) pada tanggal dan tempat tertentu. Konsekuensi hukum dari tindakan wanprestasi adalah timbulnya hak dari pihak yang dirugikan dalam perjanjian tersebut, untuk menuntut ganti rugi pada pihak debitur. Dalam hal penerbitan cek kosong oleh penerbit (debitur) dapat diklasifikasikan sebagai wanprestasi karena debitur memenuhi prestasi secara tidak baik. Hal ini terjadi pada saat pemegang

(10)

untuk menerima pencairan dana, akan tetapi bank menolak pembayaran tersebut, sehingga pemegang tidak memperoleh pembayaran atas pelunasan hutang dari debitur. Akibat kelalaian debitur ini, menimbulkan kerugian bagi kreditur atau pemegang, oleh sebab itu demi menjamin kepastian hukum bagi kreditur/pemegang cek kosong yang beritikad baik, diperlukan suatu perlindungan hukum, bentuk perlindungan hukum yang diberikan pada pemegang berupa hak regres meliputi hak menegur dan menuntut ganti rugi serta pembayaran 2. Saran

Saran terkait dengan kedudukan hukum cek dan giro haruslah diperjelas lagi, paling tidak harus ada peraturan perundang-undangan terbaru yang khusus mengatur tentang penggunaan cek dan giro sebagai alat pembayaran agar dapat melihat kepastian hukum dari kedudukan cek dan giro tersebut. Sementara itu saran untuk akibat hukum jika penggunaan cek dan giro yang digunakan sebagai alat pembayaran telah menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak dari segi pengaturan hukum sudah baik, tinggal bagaimana penegak hukum menjalankan tugasnya berdasarkan perintah peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Referensi

Abdullah, M. Zen, 2008, “Penerbitan Cek Sebagai Alat Pembayaran dan Permasalahannya Pada Lembaga Perbankan” Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Vol. 8 No. 2.

Bahsan, M, 2005, Giro dan Bilyet Giro Perbankan Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Dapu, Marcela, 2015, “Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Cek Kosong yang Dikeluarkan oleh

Nasabah Bank’ Jurnal Lex et Societatis Vol. 3 No. 4.

Firmanda, Hengki, 2017, “Hakikat Ganti Rugi Dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah dan Hukum Perdata Indonesia”, Jurnal Hukum Respublika Vol. 16 No. 2.

Kusumaningrum, Divi, 2018, “Akubat Hukum Atas Terbitnya Cek Kosong” Jurnal Cahaya Aktiva Vol. 8 No. 1.

Purwosutjipto, H. M.N., 1987, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jakarta: Djambatan. Saputra, Ferdy, 2019, “Kriteria Cek dan Bilyet Giro dalam Transaksi Bisnis yang Menimbulkan

Konsekuensi Hukum Pidana dan Perdata” Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum Vol. 6 No. 1.

Saputri, Yegi dan Jhon Fernos, 2019, “Mekanisme Penerbitan Cek dan Bilyet Giro Sebagai Alat Pembayaran Giral” Paper Ina-Rxiv.

Tyaswati, Anik, 2014, “Penggunaan Bilyet Giro Kosong Sebagai Alat Pembayaran dan Upaya Mengatasinya” Jurnal Hukum dan Dinamika Masyarakat Vol. 12 No. 1.

Referensi

Dokumen terkait

Kutampi Mengajar adalah salah satu program yang dilakukan oleh peserta Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN – PPM) Periode VII, Universitas

Efek Magnus yang terlihat pada bola pingpong saat melakukan pukulan drive sehingga bola pingpong berputar ke depan, efek yang dihasilkan adalah bola naik melambung namun

Bab ini merupakan penutup dalam penyusunan karya tulis yang diantaranya memuat tentang hal-hal yang telah diuraikan di muka kemudian mengenai saran-saran yang sekiranya dapat bagi

Dengan cara yang sama seperti yang di atas, maka dilakukan perhitungan pengujian validitas untuk setiap pertanyaan sebelum dan sesudah bekerja di lantai produksi.. Hasil

Hospital  and  Health 

Dari hasil penelitian disimpulkan imunisasi berulang meningkatkan kadar antibodi tetapi masih belum memberikan respon imun protektif yang optimal sehingga perlu

cences mostly terminal, with occasional axilliary inflorescences, prophyll absent on terminal inflorescences but found on axillary inflorescences, 3 to 6. The last group is

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan peran aktif dan prestasi belajar matematika siswa pada pokok bahasan Himpunan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe