• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Potensi Interaksi Obat Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Potensi Interaksi Obat Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI POTENSI INTERAKSI OBAT PADA

PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN

(RSUDZA) BANDA ACEH

SKRIPSI

OLEH:

NAZRIA SABELLA

NIM 101501153

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

STUDI POTENSI INTERAKSI OBAT PADA

PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN

(RSUDZA) BANDA ACEH

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

NAZRIA SABELLA

NIM 101501153

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

STUDI POTENSI INTERAKSI OBAT PADA

PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN

(RSUDZA) BANDA ACEH

OLEH:

NAZRIA SABELLA NIM 101501153

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal 6 Agustus 2015

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Marianne, S.Si, M.Si., Apt. Prof. Dr. Urip Harahap., Apt. NIP 198005202005012006 NIP 195301011983031004

Pembimbing II, Marianne, S.Si., M.Si., Apt. NIP 198005202005012006

Khairunnisa, S.Si, M.Pharm, Ph.D., Apt. Dr. Wiryanto, M.S., Apt. NIP 197802152008122001 NIP 195110251980021001

Aminah Dalimunthe, S.Si, M.Si., Apt. NIP 197806032005012004

Medan, 14 Agustus 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pejabat Dekan,

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta shalawat beriring salam kepada Nabi

Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Studi Potensi Interaksi Obat pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di

Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio

Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi dan Ibu Dr. Masfria, M.S.,

Apt., selaku Pejabat Dekan yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis

selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Penulis juga menyampaikan rasa terima

kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Marianne, S.Si., M.Si., Apt., dan Ibu

Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan waktu, bimbingan dan nasehat selama melakukan penelitian hingga

selesainya penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan

kepada Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt., selaku ketua penguji, Bapak Dr.

Wiryanto, M.S., Apt., dan Ibu Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt., selaku

anggota penguji yang telah memberikan saran dan arahan untuk menyempurnakan

skripsi ini, dan Bapak Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt., selaku penasehat akademik

yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesai,

serta seluruh staf pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah membantu

dan mendidik penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

keluarga tercinta Ayahanda Ir. H. Hasrian Nur, MM., dan Ibunda Ir. Hj. Nazarni,

(5)

Haz atas do’a tulus dan dorongan moril maupun material serta cinta dan kasih

yang diberikan kepada penulis dalam menghantar penulis meraih cita-cita. Penulis

mengucapkan terima kasih kepada sahabat Tria, Tika, Penni, Putri, Rayya, Reni,

Diah, yang telah memberikan motivasi yang begitu besar dan seluruh mahasiswa

Farmasi angkatan 2010 lainnya serta kakak-kakak maupun adik-adik yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan, saran, dan

semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu

penulis dengan kerendahan hati bersedia menerima kritikan dan saran yang

membangun dari kesempurnaan skripsi ini.

Medan, Agustus 2015 Penulis,

(6)

STUDI POTENSI INTERAKSI OBAT PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN (RSUDZA) BANDA ACEH

ABSTRAK

Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat dan menjadi ancaman bagi manusia karena dapat menyebabkan komplikasi. Keseluruhan kasus diabetes yang terbanyak ditemukan sekitar 95% adalah DM tipe 2. Umumnya pasien diabetes melitus akan mendapatkan pengobatan polifarmasi sehingga berdampak terjadinya interaksi obat. Interaksi obat merupakan salah satu dari drug related problem yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi obat yang dapat mempengaruhi

outcome klinis pasien.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya potensi interaksi obat pada pasien DM tipe 2, mengetahui frekuensi potensi interaksi obat pada pasien DM tipe 2, serta mengetahui apakah usia dan jumlah obat mempengaruhi potensi interaksi obat pada pasien DM tipe 2.

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada bulan November 2014 - Desember 2014. Jenis penelitian adalah survei deskriptif cross sectional. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif dari 196 lembar resep yang memenuhi kriteria inklusi. Evaluasi data interaksi obat menunjuk pada literatur Drug Interaction Fact, Stockley’s Drug Interaction, Drug Fact & Comparisons, Adverse Drug Interaction A Handbook for Prescribers, A to Z drug Facts serta situs internet terpercaya (http://www.drugs.com/ drug_interactions.html) dan (http://www.medscape.com interaction checker).

Analisis data dilakukan secara deskriptif menggunakan uji Chi-Square pada program SPSS Advanced Statistic 16.0.

Hasil penelitian menunjukkan dari 196 lembar resep ditemukan 123 resep yang mengalami kejadian potensi interaksi obat dengan frekuensi potensi interaksi 62,8%. Interaksi paling banyak adalah interaksi insulin dan metformin sebanyak 46 kasus (22,88%). Faktor yang mempengaruhi potensi interaksi obat pada pasien DM tipe 2 adalah jumlah obat (P=0,000), sedangkan usia tidak berhubungan dengan terjadinya potensi interaksi obat (P=0,890).

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa kejadian potensi interaksi obat pada pasien DM tipe 2 adalah tinggi, dengan mayoritas mekanisme interaksi farmakokinetik 42,29% dan tingkat keparahan moderate

64,68%, dimana jumlah obat mempengaruhi potensi interaksi obat.

(7)

STUDY ON THE POTENTIAL DRUG INTERACTIONS TYPE 2 DIABETES MELLITUS PATIENTS OUTPATIENT

IN GENERAL HOSPITAL REGIONAL dr. ZAINOEL ABIDIN (RSUDZA) BANDA ACEH

ABSTRACT

Diabetes mellitus is a disease that affects many people and become a threat to humans because it can lead many complications. Overall cases of diabetes were mostly found, around 95% are type 2 diabetes mellitus. Most patients will receive treatment of diabetes mellitus by polypharmacy and it can affect the occurrence of drug interactions. Drug interaction is a one of drug related problem which identified as an occurance or state of drug therapy which able to affect patients clinic outcomes.

This study aimed to determine whether there is of potential drug interactions in patients with diabetes mellitus type 2, determine the frequency of potential drug interactions in patients with diabetes mellitus type 2, and to determine whether the age and number of drugs can affect to potential drug interactions in patients with diabetes mellitus type 2.

The study has been done on General Hospital dr. Zainoel Abidin Banda Aceh on November 2014 - December 2014. The study was a descriptive Cross Sectional survey. Data were collected retrospectively from 196 sheets of recipes that meet the inclusion criteria. Data evaluation of drug interactions based on literatures of, Drug Interaction Fact, Stockley's Drug Interaction, Drug Fact & Comparisons, Adverse Drug Interaction A Handbook for Prescribers, A to Z Drug Facts and reliable internet sites (http://www.drugs.com/drug_interactions. html) and (http://www.medscape.com interaction checker).Data analysis has been done descriptively by using Chi-Square test on SPSS Advanced Statistics 16.0.

The results showed that among 96 sheets of prescriptions found 123 prescriptions experienced the incidence of potential drug interactions with frequencies of potential interaction is 62.8%. The most interaction is the interaction of insulin and metformin were 46 cases (22.88%). Factors affecting the potential for drug interactions in patients with type 2 diabetes mellitus is the amount of drug (P = 0.000), whereas age was not associated with the occurrence of potential drug interaction (P = 0.890).

Based on the result of this study, it can be concluded that the incidence of potential drug interactions in patients with diabetes mellitus type 2 is high with the majority of pharmacokinetic interaction mechanism is 42.29% for the moderate severity is about 64.68%, where about total drugs affect potential drug interactions.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PENGESAHAN SKRIPSI ... ii

KATA PENGANTAR ……… . iii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 LatarBelakang... 1

1.2 Kerangka PikirPenelitian ... 3

1.3 PerumusanMasalah ... 4

1.4 Hipotesis ... 5

1.5 TujuanPenelitian... 5

1.6 ManfaatPenelitian... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1 Definisi Interaksi Obat ... 7

2.1.1 Mekanisme Interaksi Obat ... 7

2.1.2 Tingkat Keparahan Interaksi Obat... . 12

2.2 Diabetes melitus ... 14

(9)

2.2.2 Diagnosis Diabetes Melitus ... 16

2.2.3 Penatalaksanaan Diabetes Melitus ... 18

2.2.3.1 Terapi non farmakologi ... 18

2.2.3.2 Terapi farmakologi ... 19

BAB III METODE PENELITIAN ………... 22 3.1Desain Penelitian ... 22

3.2PopulasidanSampel ... 22

3.2.1 Populasi ... 22

3.2.2 Sampel ... .... 23

3.3Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23

3.4Definisi Operasional ... 23

3.5InstrumenPenelitian... 25

3.5.1 Sumber Data ... 25

3.5.2 Teknik Pengumpulan Data ... 25

3.6 Analisis Data ... 25

3.7 Bagan Alur Penelitian ... 27

3.8 LangkahPenelitian ………... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

4.1 Karakteristikumumsubjekpenelitian ... 29

4.2 Karakteristik kejadian interaksi obat pada pasien ... 30

4.3 Gambaraninteraksiobat-obatpadapasien berdasarkan mekanisme dan tingkat keparahan ... 32

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

(10)

5.2 Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kriteria penegakan diagnosis diabetes melitus ... 16

Tabel 4.1 Karakteristik subjek penelitian... . 29

Tabel 4.2 Karakteristik kejadian interaksi obat pada pasien ... 30

Tabel 4.3 Jenis obat yang berpotensi mengalami interaksi obat-obat pada pasien rawat jalan di RSUD dr. Zainoel Abidin

Banda Aceh ... 33

Tabel 4.4 Mekanisme interaksi obat-obat pada pasien rawat jalan

di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ... 34

Tabel 4.5 Tingkat keparahan interaksi obat-obat pada pasien rawat

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 4

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil analisis bivariat beberapa variable bebas terhadap kejadian potensi interaksi obat dengan menggunakan uji chi-square pada program SPSS

advanced statistics16.0 ... 41

Lampiran 2. Data potensi interaksi obat-obat pada pasien diabetes melitus tipe 2 rawat jalan di RSUD dr. Zainoel Abidin

Banda Aceh... 44

Lampiran3. Surat permohonan izin penelitian/pengambilan data .... 50

Lampiran 4. Surat izin penelitian ... 51

Lampiran 5. Surat izin selesai penelitian ... 52

(14)

STUDI POTENSI INTERAKSI OBAT PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN (RSUDZA) BANDA ACEH

ABSTRAK

Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat dan menjadi ancaman bagi manusia karena dapat menyebabkan komplikasi. Keseluruhan kasus diabetes yang terbanyak ditemukan sekitar 95% adalah DM tipe 2. Umumnya pasien diabetes melitus akan mendapatkan pengobatan polifarmasi sehingga berdampak terjadinya interaksi obat. Interaksi obat merupakan salah satu dari drug related problem yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi obat yang dapat mempengaruhi

outcome klinis pasien.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya potensi interaksi obat pada pasien DM tipe 2, mengetahui frekuensi potensi interaksi obat pada pasien DM tipe 2, serta mengetahui apakah usia dan jumlah obat mempengaruhi potensi interaksi obat pada pasien DM tipe 2.

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada bulan November 2014 - Desember 2014. Jenis penelitian adalah survei deskriptif cross sectional. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif dari 196 lembar resep yang memenuhi kriteria inklusi. Evaluasi data interaksi obat menunjuk pada literatur Drug Interaction Fact, Stockley’s Drug Interaction, Drug Fact & Comparisons, Adverse Drug Interaction A Handbook for Prescribers, A to Z drug Facts serta situs internet terpercaya (http://www.drugs.com/ drug_interactions.html) dan (http://www.medscape.com interaction checker).

Analisis data dilakukan secara deskriptif menggunakan uji Chi-Square pada program SPSS Advanced Statistic 16.0.

Hasil penelitian menunjukkan dari 196 lembar resep ditemukan 123 resep yang mengalami kejadian potensi interaksi obat dengan frekuensi potensi interaksi 62,8%. Interaksi paling banyak adalah interaksi insulin dan metformin sebanyak 46 kasus (22,88%). Faktor yang mempengaruhi potensi interaksi obat pada pasien DM tipe 2 adalah jumlah obat (P=0,000), sedangkan usia tidak berhubungan dengan terjadinya potensi interaksi obat (P=0,890).

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa kejadian potensi interaksi obat pada pasien DM tipe 2 adalah tinggi, dengan mayoritas mekanisme interaksi farmakokinetik 42,29% dan tingkat keparahan moderate

64,68%, dimana jumlah obat mempengaruhi potensi interaksi obat.

(15)

STUDY ON THE POTENTIAL DRUG INTERACTIONS TYPE 2 DIABETES MELLITUS PATIENTS OUTPATIENT

IN GENERAL HOSPITAL REGIONAL dr. ZAINOEL ABIDIN (RSUDZA) BANDA ACEH

ABSTRACT

Diabetes mellitus is a disease that affects many people and become a threat to humans because it can lead many complications. Overall cases of diabetes were mostly found, around 95% are type 2 diabetes mellitus. Most patients will receive treatment of diabetes mellitus by polypharmacy and it can affect the occurrence of drug interactions. Drug interaction is a one of drug related problem which identified as an occurance or state of drug therapy which able to affect patients clinic outcomes.

This study aimed to determine whether there is of potential drug interactions in patients with diabetes mellitus type 2, determine the frequency of potential drug interactions in patients with diabetes mellitus type 2, and to determine whether the age and number of drugs can affect to potential drug interactions in patients with diabetes mellitus type 2.

The study has been done on General Hospital dr. Zainoel Abidin Banda Aceh on November 2014 - December 2014. The study was a descriptive Cross Sectional survey. Data were collected retrospectively from 196 sheets of recipes that meet the inclusion criteria. Data evaluation of drug interactions based on literatures of, Drug Interaction Fact, Stockley's Drug Interaction, Drug Fact & Comparisons, Adverse Drug Interaction A Handbook for Prescribers, A to Z Drug Facts and reliable internet sites (http://www.drugs.com/drug_interactions. html) and (http://www.medscape.com interaction checker).Data analysis has been done descriptively by using Chi-Square test on SPSS Advanced Statistics 16.0.

The results showed that among 96 sheets of prescriptions found 123 prescriptions experienced the incidence of potential drug interactions with frequencies of potential interaction is 62.8%. The most interaction is the interaction of insulin and metformin were 46 cases (22.88%). Factors affecting the potential for drug interactions in patients with type 2 diabetes mellitus is the amount of drug (P = 0.000), whereas age was not associated with the occurrence of potential drug interaction (P = 0.890).

Based on the result of this study, it can be concluded that the incidence of potential drug interactions in patients with diabetes mellitus type 2 is high with the majority of pharmacokinetic interaction mechanism is 42.29% for the moderate severity is about 64.68%, where about total drugs affect potential drug interactions.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi

masalah kesehatan yang serius terutama di negara berkembang seperti Indonesia

(IDF, 2011). Berdasarkan Laporan Riset Kesehatan Dasar, prevalensi DM

tertinggi terdapat di provinsi Kalimantan Barat dan provinsi Maluku Utara

(masing-masing 11,1%), diikuti provinsi Riau (10,4%) dan provinsi Aceh (8,5%)

sedangkan prevalensi DM terendah terdapat di provinsi Papua (1,7%) dan

provinsi Nusa Tenggara Timur (1,8%) (RISKESDAS, 2007).

Penelitian tahun 2006, oleh Krishna menemukan bahwa dari 2606 pasien

yang datang berobat jalan ke Poliklinik Rawat Jalan Bagian Ilmu Penyakit Dalam

RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada periode Juni 2005 - Maret 2006

dijumpai 900 pasien (35%) didiagnosis sebagai penderita DM tipe 2 (Sucipto,

2006).

Diabetes melitus adalah penyakit kronis gangguan metabolisme yang

ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi nilai normal (hiperglikemia),

sebagai akibat dari kelainan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Di

Indonesia, DM tipe 2 merupakan yang terbanyak ditemukan yaitu sekitar 95%

dari keseluruhan kasus diabetes. Walaupun diabetes tidak menyebabkan kematian

secara langsung, tetapi berakibat fatal bila pengelolaannya tidak tepat sehingga

menyebabkan timbulnya keluhan-keluhan lain atau bahkan penyakit baru. Oleh

(17)

pengobatan dalam waktu lama (long life) dan jumlah obat yang banyak

(polifarmasi) (Depkes RI, 2005).

Pengobatan dengan beberapa obat sekaligus (polifarmasi)dapat

menyebabkan terjadinya interaksi obat (Setiawati, 2007). Interaksi obat

merupakan modifikasi efek suatu obat yang diakibatkan oleh obat lain sehingga

keefektifan dan toksisitas satu obat atau lebih dapat berubah (Fradgley, 2003).

Mekanisme interaksi obat secara umum dibagi menjadi interaksi

farmakokinetika dan farmakodinamika. Beberapa jenis obat belum diketahui

mekanisme interaksinya secara tepat (unknown). Interaksi farmakokinetik terjadi

jika salah satu obat mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme, atau eksresi

obat kedua sehingga dapat meningkatkan atau menurunkan salah satu kadar obat

dalam plasma. Interaksi farmakodinamik terjadi antara obat yang bekerja pada

system reseptor, tempat kerja atau system fisiologik yang sama, sehingga terjadi

efek yang aditif, sinergistik, atau antagonis tanpa terjadi perubahan kadar obat

dalam plasma. Interaksi yang bersifat unknown merupakan interaksi yang belum

diketahui secara jelas mekanismenya yakni tidak termasuk ke dalam mekanisme

farmakokinetik ataupun farmakodinamik (Setiawati, 2007).

Obat antidiabetik oral merupakan senyawa yang dapat menurunkan kadar

glukosa darah dan diberikan secara oral. Pada penggunaan obat antidiabetik oral

dapat terjadi interaksi dengan obat-obat tertentu yang digunakan oleh pasien.

Interaksi obat menyebabkan efek samping obat dan/atau toksisitas karena

meningkatnya kadar obat di dalam plasma, sehingga dapat terjadi hipoglikemia

bahkan kematian mendadak. Sebaliknya menurunnya kadar obat dalam plasma

(18)

Beberapa penelitian telah dilakukan sebelumnya tentang kasus interaksi

obat,di Rumah Sakit dr. Sardjito Yogyakarta menunjukkan bahwa interaksi obat pada

pasien rawat jalan ditemukan 128 interaksi obat terdiri dari 47 kasus interaksi

obat-obat dan 81 kasus interaksi obat-obat-makanan dengan pola interaksi obat-obat farmakokinetik

72%, farmakodinamik 19% dan sisanya unknown (Rahmawati, 2006) danpenelitian

yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, pada pasien geriatrik rawat jalan

diperoleh gambaran frekwensi interaksi obat-obat cukup tinggi yaitu 78,96% (259

kejadian) dari total 328 lembar resep (Dasopang, 2014).

Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas, maka peneliti tertarik

melakukan penelitian di RSUDdr.Zainoel Abidin Banda Aceh, karena sampai

sekarang belum pernah dilakukan penelitian interaksi obat secara retrospektif pada

pasien diabetes melitus rawat jalan di rumah sakit tersebut. Penelitian ini

diharapkan menjadi bahan kajian bagi pihak rumah sakit, khususnya apoteker

dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini mengkaji tentang masalah interaksi obat di RSUD dr.

Zainoel Abidin Banda Aceh, mengidentifikasi obat-obatpada pasien diabetes

melitus yang sering berinteraksi serta menentukan mekanisme dan tingkat

keparahan interaksi obat yang terjadi. Dalam hal ini, karakteristik pasien dan

karakteristik obatadalah variabel bebas (independent variable) dan kejadian

potensi interaksi obat sebagai variabel terikat (dependent variable). Gambaran

(19)
[image:19.595.113.515.87.398.2]

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

a. apakah ada potensi interaksi obat pada pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD

dr. Zainoel Abidin Banda Aceh?

b. seberapa besar frekuensi potensi interaksi obat pada DM tipe rawat jalan di

RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh berdasarkan mekanisme dan tingkat

keparahan interaksi?

c. apakah usia dan jumlah obat mempengaruhi potensi interaksi obat pada pasien

DM tipe 2 rawat jalan di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh? Frekuensi

potensi interaksi

Mekanisme interaksi Jenis obat

yang berpotensi

interaksi

Tingkat keparahan

interaksi

-Major

-Moderate

-Minor

-Farmakokinetik

-Farmakodinamik

-Unknown

Faktor risiko – Usia pasien – Jumlah obat

(20)

1.4 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka hipotesis penelitian ini adalah:

a. ada potensi interaksi obat pada pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD dr.

Zainoel Abidin Banda Aceh

b. frekuensi potensi interaksi obat-obat pada pasien DM tipe 2 rawat jalan di

RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh berdasarkan mekanisme dan tingkat

keparahan interaksi adalah tinggi.

c. usia dan jumlah obat mempengaruhi potensi interaksi obat pada pada pasien

DM tipe 2 rawat jalan di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan hipotesis penelitian di atas maka tujuan penelitian ini adalah:

a. mengetahui apakah ada potensi interaksi obat pada pasien DM tipe 2 rawat

jalan di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

b. mengetahui besarnya frekuensi potensi interaksi obat pada pasien DM tipe 2

rawat jalan di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh berdasarkan mekanisme

dan tingkat keparahan interaksi.

c. mengetahui apakah usia dan jumlah obat mempengaruhi potensi interaksi obat

pada pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

a. terhadap peneliti, dapat menambah pengetahuan peneliti tentang kejadian

interaksi obat.

b. terhadap masyarakat, memperoleh gambaran frekuensi interaksi obat pada

(21)

c. terhadap rumah sakit, diharapkan dari hasil penelitian dapat digunakan untuk

bahan evaluasi mengenai pelaksanaan pengobatan pasien diabetes melitus.

d. penelitian ini diharapkan dapat mendorong minat mahasiswa atau peneliti lain

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Interaksi Obat

Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat

(drug-related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi

obat yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Sebuah interaksi obat

terjadi ketika farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh diubah

oleh kehadiran satu atau lebih zat yang berinteraksi (Piscitelli, 2005).

Suatu interaksi terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh kehadiran obat

lain, obat herbal, makanan, minuman atau agen kimia lainnya dalam

lingkungannya. Definisi yang lebih relevan kepada pasien adalah ketika obat

bersaing satu dengan yang lainnya, atau apa yang terjadi ketika obat hadir

bersama satu dengan yang lainnya (Stockley, 2008).

Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan

toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi terutama bila

menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang

rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat sitostatik

(Setiawati, 2007).

2.1.1 Mekanisme Interaksi Obat

Sepasang interaksi obat terdiri dari obat objek dan obat presipitan. Obat

objek merupakan obat yang dipengaruhi, dan obat presipitan merupakan obat

yang mempengaruhi. Secara umum, ada dua mekanisme interaksi obat yaitu

(23)

2.1.1.1 Interaksi farmakokinetik

Interaksi farmakokinetik terjadi ketika suatu obat mempengaruhi absorbsi,

distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lainnya sehingga meningkatkan atau

mengurangi jumlah obat yang tersedia untuk menghasilkan efek farmakologisnya

(Tatro, 2009). Interaksi farmakokinetik terdiri dari beberapa tipe :

a. Interaksi pada absorbsi obat

i. Efek perubahan pH gastrointestinal

Obat melintasi membran mukosa dengan difusi pasif tergantung pada

apakah obat terdapat dalam bentuk terlarut lemak yang tidak terionkan.

Absorpsi ditentukan oleh nilai pKa obat, kelarutannya dalam lemak, pH isi

usus dan sejumlah parameter yang terkait dengan formulasi obat. Sebagai

contoh adalah absorpsi asam salisilat oleh lambung lebih besar terjadi pada

pH rendah daripada pada pH tinggi (Stockley, 2008).

ii. Adsorpsi, khelasi, dan mekanisme pembentukan komplek

Sebagai contoh, antibakteri tetrasiklin dapat membentuk khelat dengan

sejumlah ion logam divalen dan trivalen, seperti kalsium, bismut

aluminium, dan besi, membentuk kompleks yang kurang diserap dan

mengurangi efek antibakteri (Stockley, 2008).

iii. Perubahan motilitas gastrointestinal

Karena kebanyakan obat sebagian besar diserap di bagian atas usus halus,

obat-obatan yang mengubah laju pengosongan lambung dapat

mempengaruhi absorpsi. Misalnya metoklopramid mempercepat

pengosongan lambung sehingga meningkatkan penyerapan parasetamol

(24)

iv. Induksi atau inhibisi protein transporter obat

Ketersediaan hayati beberapa obat dibatasi oleh aksi protein transporter

obat. Saat ini, transporter obat yang terkarakteristik paling baik adalah

P-glikoprotein. Digoksin adalah substrat P-glikoprotein, dan obat-obatan yang

menginduksi protein ini, seperti rifampisin, dapat mengurangi ketersediaan

hayati digoksin (Stockley, 2008).

b. Interaksi pada distribusi obat

i. Interaksi ikatan protein

Beberapa obat secara total terlarut dalam cairan plasma, banyak yang

lainnya diangkut oleh beberapa proporsi molekul dalam larutan dan sisanya

terikat dengan protein plasma, terutama albumin. Ikatan obat dengan protein

plasma bersifat reversibel, kesetimbangan dibentuk antara molekul-molekul

yang terikat dan yang tidak. Hanya molekul tidak terikat yang tetap bebas

dan aktif secara farmakologi (Stockley, 2008).

ii. Induksi dan inhibisi protein transport obat

Distribusi obat ke otak, dan beberapa organ lain seperti testis, dibatasi oleh

aksi protein transporter obat seperti P-glikoprotein. Protein ini secara aktif

membawa obat keluar dari sel-sel ketika obat berdifusi secara pasif. Obat

yang termasuk inhibitor transporter dapat meningkatkan penyerapan substrat

obat ke dalam otak, yang dapat meningkatkan efek samping CNS (Stockley,

(25)

c. Interaksi pada metabolisme obat

i. Perubahan pada metabolisme fase pertama

Meskipun beberapa obat dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk tidak berubah

dalam urin, banyak diantaranya secara kimia diubah menjadi senyawa lipid

kurang larut, yang lebih mudah diekskresikan oleh ginjal. Jika tidak

demikian, banyak obat yang akan bertahan dalam tubuh dan terus

memberikan efeknya untuk waktu yang lama. Perubahan kimia ini disebut

metabolisme, biotransformasi, degradasi biokimia, atau kadang-kadang

detoksifikasi. Beberapa metabolisme obat terjadi di dalam serum, ginjal,

kulit dan usus, tetapi proporsi terbesar dilakukan oleh enzim yang

ditemukan di membran retikulum endoplasma sel-sel hati. Ada dua jenis

reaksi utama metabolisme obat. Yang pertama, reaksi tahap I (melibatkan

oksidasi, reduksi atau hidrolisis) obat-obatan menjadi senyawa yang lebih

polar. Sedangkan, reaksi tahap II melibatkan terikatnya obat dengan zat lain

(misalnya asam glukuronat, yang dikenal sebagai glukuronidasi) untuk

membuat senyawa yang tidak aktif. Mayoritas reaksi oksidasi fase I

dilakukan oleh enzim sitokrom P450 (Stockley, 2008).

ii. Induksi Enzim

Ketika barbiturat secara luas digunakan sebagai hipnotik, perlu terus

dilakukan peningkatan dosis seiring waktu untuk mencapai efek hipnotik

yang sama, alasannya bahwa barbiturat meningkatkan aktivitas enzim

mikrosom sehingga meningkatkan laju metabolisme dan ekskresinya

(26)

iii. Inhibisi enzim

Inhibisi enzim menyebabkan berkurangnya metabolisme obat, sehingga obat

terakumulasi di dalam tubuh. Jalur metabolisme yang paling sering

dihambat adalah fase I oksidasi oleh isoenzim sitokrom P450. Signifikansi

klinis dari banyak interaksi inhibisi enzim tergantung pada sejauh mana

tingkat kenaikan serum obat. Jika serum tetap berada dalam kisaran

terapeutik interaksi tidak penting secara klinis (Stockley, 2008).

iv. Interaksi isoenzim sitokrom P450 dan obat yang diprediksi

Siklosporin dimetabolisme oleh CYP3A4, rifampisin menginduksi isoenzim

ini, sehingga tidak mengherankan bahwa rifampisin mengurangi efek

siklosporin (Stockley, 2008).

d. Interaksi pada ekskresi obat

i. Perubahan pH urin

Pada nilai pH tinggi (basa), obat yang bersifat asam lemah (pKa 3-7,5)

sebagian besar terdapat sebagai molekul terionisasi larut lipid, yang tidak

dapat berdifusi ke dalam sel tubulus dan karenanya akan tetap dalam urin

dan dikeluarkan dari tubuh. Sebaliknya, basa lemah dengan nilai pKa 7,5

sampai 10.5. Dengan demikian, perubahan pH yang meningkatkan jumlah

obat dalam bentuk terionisasi, meningkatkan hilangnya obat (Stockley,

2008).

ii. Perubahan ekskresi aktif tubular renal

Obat yang menggunakan sistem transportasi aktif yang sama di tubulus

ginjal dapat bersaing satu sama lain dalam hal ekskresi. Sebagai contoh,

(27)

iii. Perubahan aliran darah renal

Aliran darah melalui ginjal dikendalikan oleh produksi vasodilator

prostaglandin ginjal. Jika sintesis prostaglandin ini dihambat, ekskresi beberapa

obat dari ginjal dapat berkurang (Stockley, 2008).

2.1.1.2 Interaksi Farmakodinamik

Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi antara obat yang

memiliki efek farmakologis, antagonis atau efek samping yang hampir sama.

Interaksi ini dapat terjadi karena kompetisi pada reseptor atau terjadi antara

obat-obat yang bekerja pada sistem fisiologis yang sama (Tatro, 2009).

a. Interaksi aditif atau sinergis

Jika dua obat yang memiliki efek farmakologis yang sama diberikan

bersamaan efeknya bisa bersifat aditif. Sebagai contoh, alkohol menekan SSP,

jika diberikan dalam jumlah sedang dosis terapi normal sejumlah besar obat

(misalnya ansiolitik, hipnotik, dan lain-lain), dapat menyebabkan mengantuk

berlebihan(Stockley, 2008).

b. Interaksi antagonis atau berlawanan

Interaksi terjadi bila obat yang berinteraksi memiliki efek farmakologi

yang berlawanan sehingga mengakibatkan pengurangan hasil yang diinginkan dari

satu atau lebih obat (Stockley, 2008).

2.1.2 Tingkat Keparahan Interaksi Obat

Keparahan interaksi diberi tingkatan dan dapat diklasifikasikan ke dalam

tiga level : minor, moderate, atau major.

a. Keparahan minor

(28)

ringan; konsekuensi mungkin mengganggu tapi tidak signifikan mempengaruhi

hasil terapi. Pengobatan tambahan biasanya tidak diperlukan (Tatro, 2009).

b. Keparahan moderate

Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan moderate jika efek yang

tejadi dapat menyebabkan perubahan status klinis pasien, menyebabkan

perawatan tambahan, perawatan di rumah sakit dan atau perpanjangan lama

tinggal di rumah sakit (Tatro, 2009).

c. Keparahan major

Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan major jika terdapat

probabilitas yang tinggi kejadian yang membahayakan pasien termasuk kejadian

yang menyangkut nyawa pasien dan terjadinya kerusakan permanen (Tatro,

2009).

Strategi pelaksanaan interaksi obat meliputi (Fradgley, 2003):

a. Menghindari kombinasi obat yang berinteraksi

Jika risiko interaksi pemakaian obat lebih besar daripada manfaatnya maka

harus dipertimbangkan untuk memakai obat pengganti. Pemilihan obat pengganti

tergantung pada apakah interaksi obat tersebut merupakan interaksi yang

berkaitan dengan kelas obat tersebut atau merupakan efek obat yang spesifik.

b. Penyesuaian dosis obat

Jika interaksi obat meningkatkan atau menurunkan efek obat maka

perludilakukan modifikasi dosis salah satu atau kedua obat untuk mengimbangi

kenaikan atau penurunan efek obat tersebut. Penyesuaian dosis diperlukan pada

saat mulai atau menghentikan penggunaan obat yang berinteraksi.

(29)

Jika kombinasi yang saling berinteraksi diberikan, maka diperlukan

pemantauan pasien. Keputusan untuk memantau atau tidak tergantung pada

berbagai faktor, seperti karakteristik pasien, penyakit lain yang diderita pasien,

waktu mulai menggunakan obat yang menyebabkan interaksi dan waktu

timbulnya reaksi interaksi obat.

d. Melanjutkan pengobatan seperti sebelumnya

Jika interaksi obat tidak bermakna klinis atau jika kombinasi obat yang

berinteraksi tersebut merupakan pengobatan optimal, pengobatan pasien dapat

diteruskan.

2.2 Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) adalah suatu penyakit atau gangguan metabolisme

kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah

disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai

akibat insufisiensi fungsi insulin (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

2.2.1 Klasifikasi

Menurut American Diabetes Association (2011), terdapat 4 klasifikasi

diabetes melitus, yaitu:

a. Diabetes melitus tipe 1

Diabetes melitus tipe 1 disebut juga dengan istilah diabetes yang

tergantung insulin atau diabetes yang muncul sejak kanak - kanak atau remaja

(juvenile diabetes). Kasus DM tipe 1 berkisar antara 5 - 10% dari seluruh populasi

penderita diabetes. Lebih dari 95% penderita DM tipe 1 berkembang menjadi

(30)

Diabetes jenis ini dikarakterisasi oleh defisiensi produksi insulin absolut

akibat destruksi sel β pankreas sehingga membutuhkan pemberian insulin eksogen

setiap harinya (Triplitt, C, et.al., 2008).

b. Diabetes melitus tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 juga dikenal dengan istilah diabetes yang tidak

tergantung insulin atau diabetes yang muncul setelah dewasa (adult - onset).

Penderita DM tipe 2 mencapai sekitar 90% dari seluruh populasi penderita

diabetes (Depkes, 2005). Diabetes jenis ini dikarakterisasi oleh resistensi insulin

dan berkurangnya sensitivitas insulin. Timbulnya DM tipe 2 dikaitkan dengan

pola gaya hidup yang buruk, seperti: kurangnya olahraga, obesitas, dan diet tinggi

lemak dan rendah serat (Triplitt, C, et.al., 2008).

c. Diabetes Melitus Gestasional (Gestational Diabetes Mellitus/GDM)

Diabetes melitus gestasional adalah hiperglikemia yang timbul selama

masa kehamilan. Hiperglikemia timbul akibat intoleransi glukosa dan biasanya

berlangsung hanya sementara. Sekitar 7% wanita hamil diketahui menderita

GDM, dan umumnya terdeteksi pada atau setelah trimester kedua (American

Diabetes Association, 2011).

d. Diabetes tipe lain

Diabetes yang disebabkan oleh faktor - faktor lain terjadi pada sekitar 1 -

2% dari semua kasus diabetes. Penyebab - penyebab lain yang dapat

menimbulkan diabetes melitus jenis ini diantaranya, yaitu defek genetik fungsi sel

β, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas seperti cystic fibrosis,

dan obat atau zat kimia yang dapat menginduksi diabetes, seperti glukokortikoid

(31)

2.2.2 Diagnosis Diabetes Melitus

Diagnosis DM biasanya diikuti dengan adanya gejala poliuria, polidipsia,

[image:31.595.126.499.195.312.2]

polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.

Tabel 2.1. Kriteria penegakan diagnosis diabetes melitus

Glukosa plasma puasa Glukosa Plasma 2

jam setelah makan

Normal <100 mg/dl <140 mg/dl

Diabetes ≥126 mg/dl ≥200 mg/dl

Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan komplikasi

akut dan kronis. Menurut PERKENI komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua

kategori, yaitu :

a. Komplikasi akut

i. Hipoglikemia, adalah kadar glukosa darah seseorang di bawah nilai normal

(< 50 mg/dl). Gejala umum hipoglikemia adalah lapar, gemetar, mengeluarkan

keringat, berdebar-debar, pusing, pandangan menjadi gelap, gelisah serta bisa

koma. Apabila tidak segera ditolong akan terjadi kerusakan otak dan akhirnya

kematian. Kadar gula darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak

mendapat pasokan energi sehingga tidak berfungsi bahkan dapat mengalami

kerusakan.

ii. Hiperglikemia, adalah apabila kadar gula darah meningkat secara tiba-tiba.

Gejala hiperglikemia adalah poliuria, polidipsia, polifagia, kelelahan yang

parah, dan pandangan kabur. Hiperglikemia yang berlangsung lama dapat

(32)

ketoasidosis diabetik, Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan

kemolakto asidosis. Ketoasidosis diabetik diartikan tubuh sangat kekurangan

insulin dan sifatnya mendadak. Akibatnya metabolisme tubuh pun berubah.

Kebutuhan tubuh terpenuhi setelah sel lemak pecah dan membentuk senyawa

keton, keton akan terbawa dalam urin dan dapat dicium baunya saat bernafas.

Akibat akhir adalah darah menjadi asam, jaringan tubuh rusak, tak sadarkan

diri dan mengalami koma. Komplikasi KHNK adalah terjadi dehidrasi berat,

hipertensi, dan syok. Komplikasi ini diartikan suatu keadaan tubuh tanpa

penimbunan lemak, sehingga penderita tidak menunjukkan pernafasan yang

cepat dan dalam, sedangkan kemolakto asidosis diartikan sebagai suatu

keadaan tubuh dengan asam laktat tidak berubah menjadi karbohidrat.

Akibatnya kadar asam laktat dalam darah meningkat (hiperlaktatemia) dan

akhirnya menimbulkan koma.

b. Komplikasi kronis

i. Komplikasi makrovaskuler, komplikasi makrovaskuler yang umum

berkembang pada penderita DM adalah trombosit otak (pembekuan darah pada

sebagian otak), mengalami penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung

kongetif, dan stroke. Pencegahan komplikasi makrovaskuler sangat penting

dilakukan, maka penderita harus dengan sadar mengatur gaya hidup termasuk

mengupayakan berat badan ideal, diet gizi seimbang, olahraga teratur, tidak

merokok, dan mengurangi stress.

ii. Komplikasi mikrovaskuler, komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi pada

penderita DM tipe 1. Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein

(33)

semakin lemah dan menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil,

seperti nefropati, diabetik retinopati (kebutaan), neuropati, dan amputasi

(Sylvia and Lorraine, 2006).

2.2.3 Penatalaksanaan Diabetes Melitus

2.2.3.1 Terapi Non Farmakologi a. Pengaturan diet

Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes.

Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam

hal karbohidrat, protein dan lemak.

Terapi nutrisi direkomendasikan untuk semua pasien diabetes melitus,

yang terpenting dari semua terapi nutrisi adalah pencapian hasil metabolis yang

optimal dan pencegahan serta perawatan komplikasi. Untuk pasien DM tipe 1,

perhatian utamanya pada regulasi administrasi insulin dengan diet seimbang untuk

mencapai dan memelihara berat badan yang sehat. Penurunan berat badan telah

dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respon sel-sel β

terhadap stimulus glukosa.

b. Olah raga

Berolah secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah

tetap normal. Prinsipya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal

dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan.

Beberapa contoh olah raga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi,

bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olah raga akan memperbanyak jumlah

dan juga meningkatkan penggunaan glukosa (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes,

(34)

2.2.3.2 Terapi Farmakologi a. Insulin

Insulin adalah hormon yang dihasilkan dari sel β pankreas dalam

merespon glukosa. Insulin merupakan polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino

tersusun dalam 2 rantai, rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri

dari 30 asam amino. Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas

dalam pengendalian metabolisme, efek kerja insulin adalah membantu transport

glukosa dari darah ke dalam sel.

Ada berbagai jenis sediaan insulin eksogen yang tersedia, yang terutama

berbeda dalam hal mula kerja (onset) dan masa kerjanya (duration). Sediaan

insulin untuk terapi dapat digolongkan menjadi 4 kelompok, yaitu:

i. Insulin masa kerja singkat (Short-acting Insulin)

Yang termasuk disini adalah insulin reguler (Crystal Zinc Insulin/CZI).

Preparat yang ada antara lain: Actrapid, Velosulin, Semilente. Insulin jenis ini

diberikan 30 menit sebelum makan, mencpai puncak setelah 1-3 jam dan

efeknya dapat bertahan sampai 8 jam.

ii. Insulin masa kerja sedang (Intermediate-acting)

Yang dipakai saat ini adalah Netral Protamine Hegedorn (NPH), Monotard,

dan Insulatard. Jenis ini awal kerjanya adalah 1,5 - 2,5 jam. Puncaknya tercapai

dalam 4 - 15 jam dan efeknya dapat bertahan sampai dengan 24 jam.

iii. Insulin masa kerja sedang dengan mula kerja cepat

Yaitu insulin yang mengandung insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang.

Insulin ini mempunyai onset cepat dan durasi sedang (24 jam). Preparatnya:

(35)

iv. Insulin masa kerja panjang (Long-acting insulin)

Merupakan campuran dari insulin protamine, diabsorbsi dengan lambat dari

tempat penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup lama, yaitu sekitar

24 - 36 jam. Preparat : Protamine Zinc Insulin (PZI), Ultratard (Anonim, 2008).

b. Obat Antidiabetik Oral

i. Golongan Sulfonilurea

Sulfonilurea digunakan sebagai salah satu terapi pada DM tipe 2 karena

dapat menstimulasi sekresi insulin. Mekanisme sekresi insulin terjadi karena

sulfonilurea dapat berikatan dengan subunit SUR1 pada kanal kalium yang

sensitif ATP (k-ATP) di sel β pankreas sehingga dapat menginduksi terjadinya

penutupan kanal k-ATP. Penutupan kanal tersebut menyebabkan depolarisasi

membran sel β pankreas sehingga kanal Ca2+ yang sensitif tegangan terbuka dan

terjadi influks kalsium. Peningkatan kalsium intraseluler menstimulasi eksositosis

pelepasan granul insulin dan meningkatkan sekresi insulin (Triplitt, C, et.al.,

2008).

Obat yang termasuk dalam golongan ini, yaitu glibenklamid, gliklazid,

glipizid, glikuidon, dan glimepirid. Efek samping obat golongan ini yang sering

terjadi, yaituhipoglikemia dan peningkatan berat badan (Triplitt, C, et.al., 2008).

ii. Golongan Biguanida

Golongan ini yang tersedia adalah metformin,

metforminmeningkatkansensitivitas insulinbaik pada hatidanjaringan perifer.

Metformin juga menekan nafsu makan hingga berat badan tidak meningkat,

(36)

biguanida adalah gangguan gastrointestinal meliputi diare dan rasa tidak nyaman

pada perut(Triplitt, C, et.al., 2008).

iii. Golongan Tiazolidindion

Golongan obat baru ini memiliki kegiatan farmakologis yang luas dan

berupa penurunan kadar glukosa dan insulin dengan jalan meningkatkan kepekaan

bagi insulin dari otot, jaringan lemak dan hati, sebagai efeknya penyerapan

glukosa ke dalam jaringan lemak dan otot meningkat. Contoh : Pioglitazone,

Rosiglitazone (Triplitt, C, et.al., 2008).

iv. Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase

Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase

alfa di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan hiperglikemia

postprandrial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan

hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin. Contoh: Acarbose

dan Miglitol (Triplitt, C, et.al., 2008).

v. Golongan DPP IV Inhibitor

Penghambat Dipeptidyl Peptidase 4 (DPP-4) menghambat kerja DPP-4

dalam menguraikan inkretin.Penghambat Dipeptidyl Peptidase 4 (DPP-4) juga

bekerja seperti GLP-1 yaitu menstimulasi insulin dan menghambat sekresi

glukagon, namun penghambat Dipeptidyl Peptidase 4 (DPP-4) tidak menghambat

pengosongan lambung. Contoh penghambat Dipeptidyl Peptidase 4 (DPP-4)

adalah Sitagliptin dan Vildagliptin.Penghambat Dipeptidyl Peptidase 4 (DPP-4)

memiliki waktu paruh yang panjang kecuali Vildagliptin. Efek samping yang

sering terjadi pada penggunaan Penghambat Dipeptidyl Peptidase 4 (DPP-4)

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survey deskriptif cross-sectional,

yaitu jenis survey yang menggambarkan situasi atau keadaan tertentu.

Pengambilan data pasien secara retrospektif adalah penelitian yang berusaha

melihat kebelakang (Notoatmodjo, 2010).

3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah lembar resep pasien DM tipe 2 rawat

jalan di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh periode April-September 2014.

Subjek yang diambil harus memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria

ekslusi.

Kriteria inklusi merupakan persyaratan yang dapat diikutsertakan ke dalam

penelitian. Adapun yang menjadi kriteria inklusi adalah:

a. lembar resep pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD dr. Zainoel AbidinBanda

Aceh periode April-September 2014

b. mendapatkan terapi > 1 obat

c. pasien DM tipe 2 yang menerima resep obat antidiabetik oral

Kriteria ekslusi merupakan keadaan yang menyebabkan subjek tidak dapat

diikutsertakan. Adapun yang menjadi kriteria ekslusi adalah lembar resep yang

(38)

3.2.2 Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling (acak

sederhana). Jumlah sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan perhitungan

sebagai berikut (Sastroasmoro, 2008)

n = Za2 P Q d2

dimana :

n = ukuran sampel

a = tingkat kemaknaan (ditetapkan, Za = 1,96)

P = proporsi penyakit/keadaan yang akan dicari (dari pustaka atau,

ditetapkan 0,5)

Q = adalah (1-P), jadi bila P=0,5, maka Q=0,5

d = tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki yaitu 5%

Perhitungannya adalah sebagai berikut :

n = 1,962.0,5.0,5 = 196 0,052

Dengan demikian, jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sejumlah

196 resep.

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, pada

bulan November-Desember 2014

denganmenggunakanlembarresepperiodeApril-September 2014.

3.4 Definisi Operasional

a. Usia subjek dihitung sejak tahun lahir sampai dengan ulang tahun terakhir,

(39)

b. Jumlah obat adalah berapa banyak obat yang diberikan dalam resep, jumlah

obat ditentukan menjadi < 5 obat dan ≥ 5 obat.

c. Potensi interaksi obat adalah potensi aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi

oleh obat lain yang diberikan bersamaan.

d. Frekuensi potensi interaksi obat adalah jumlah kasus interaksi obat yang

terjadi.

e. Mekanisme interaksi adalah bagaimana interaksi obat terjadi apakah

secarafarmakokinetik, farmakodinamik, dan unknown.

f. Interaksi farmakokinetik adalah salah satu obat mengubah tingkat absorpsi,

distribusi, metabolisme dan eksresi obat lain yang diberi secara bersamaan.

g. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang satu obat menginduksi

perubahan respon pasien terhadap obat tanpa mengubah farmakokinetik obat

lain.

h. Interaksi mekanisme unknown adalah kejadian interaksi obat yang telah

tercatat dalam literatur tetapi mekanisme interaksinya belum diketahui secara

jelas.

i. Tingkat keparahan interaksi obat adalah minor, moderate, major.

j. Tingkat keparahan minor,efek biasanya ringan, kemungkinan dapat

mengganggu tetapi seharusnya tidak secara signifikan mempengaruhi hasil

terapi. Pengobatan tambahan biasanya tidak diperlukan.

k. Tingkat keparahan moderate,menyebabkan penurunan status klinis pasien.

Pengobatan tambahan, rawat inap, atau perpanjangan rawatan di rumah sakit

(40)

l. Tingkat keparahan major,terdapat probabilitas yang tinggi yang

membahayakan pasien termasuk kejadian yang menyangkut nyawa pasien dan

terjadi kerusakan permanen.

3.5 Instrumen Penelitian

3.5.1 Sumber Data

Sumberdata dalam penelitian ini yaitu data sekunder berupa lembar resep

pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Acehbulan

April-Septembertahun 2014.

3.5.2 Teknik Pengumpulan Data

Pengambilan data dilakukan dengan mengumpulkan lembar resep periode

bulan April-September 2014 yang terdiri dari 196 resep yang diambil secara acak

pada pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD dr.Zainoel Abidin Banda

Aceh.Adapun data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah:

a. mengelompokkan data lembar resep pasien berdasarkan kriteria inklusi

b. mengelompokkan identitas, pengobatan yang diberikan, dan data obat (nama

obat, jumlah obat, jenis obat, dosis, dan aturan pakai)

c. menyeleksi data berdasarkan ada tidaknya interaksi obat yang terjadi pada

lembar resep pasien berdasarkan studi literatur

3.6 Analisis data

Evaluasi data interaksi obat secara teoritik berdasarkan studi literatur:

a. Drug Interaction Fact

b. Stockley’s Drug Interaction

c. Drug Fact & Comparisons

(41)

e. A to Z drug Facts

serta digunakan juga situs internet terpercaya:

f. (http://www.drugs.com/drug_interactions.html)

g. (http://www.medscape.com interaction checker).

Analisis data menggunakan metode statistik deskriptif. Ditentukan persentase

potensi interaksi obat-obat secara keseluruhan, dihitung juga ada pengaruh usia

dan jumlah obat terhadap kejadian potensi interaksi obat menggunakan hasil

analisis Chi-Square Test dengan program SPSS versi 16.0. Selain itu, dihitung

juga persentase mekanisme interaksi obat, ditentukan jenis-jenis obat yang sering

berpotensi interaksi dan tingkat keparahannya. Data yang diperoleh disajikan

(42)

3.7 Bagan Alur Penelitian

Adapun gambaran dari pelaksanaan penelitian adalah seperti yang

[image:42.595.157.468.164.623.2]

ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Gambaran pelaksanaan penelitian

Pengelompokkan data berdasarkan kriteria inklusi

Identifikasi interaksi obat

Pengelompokkan data penggunaan obat pasien

Perhitungan frekuensi interaksi

Penentuan mekanisme interaksi

Penarikan kesimpulan

Penentuan tingkat keparahan interaksi

Analisis data

(43)

3.8Langkah-langkah Penelitian

Langkah penelitian yang dilaksanakan:

a. meminta izin Dekan Fakultas Farmasi USU untuk mendapatkan izin penelitian

di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

b. menghubungi direktur RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

untukmendapatkan izin melakukan penelitian dengan membawa surat

rekomendasi dari fakultas

c. mengumpulkan data lembar resep yang tersedia diRSUD dr. Zainoel Abidin

Banda Aceh

(44)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Karakteristik Umum Subjek Penelitian

Berdasarkan penelitian terhadap 196 lembar resep pasien rawat jalan di

RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Acehdengan penyakit DM tipe 2 dari April

sampai dengan September 2014 diperoleh gambaran mengenai karakteristik

umum subjek penelitian. Terdapat 50% pasien laki-laki dan 50% pasien

perempuan; 86,7% pasien berusia > 45 tahun dan 73% pasien menerima resep ≥ 5

jumlah obat. Ditinjau dari usia, sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan di

RSUP H. Adam Malik Medan oleh Bahri (2014) bahwa frekuensi penderita DM

lebih tinggi pada usia 46-60 tahun sebesar 48%. Bila dari jumlah obat, penelitian

ini sejalan dengan penelitian di RSUD Hasanuddin Damrah Manna Bengkulu

Selatan yaitu persentase pasien yang menerima resep ≥ 5 obat lebih besar 59,09%

daripada pasien yang menerima resep< 5 obat (Setiawan, 2011). Karakteristik

[image:44.595.113.510.542.697.2]

umum subjek penelitian secara garis besar ditunjukkan padaTabel 4.1.

Tabel 4.1 Karakteristik subjek penelitian

No Karakteristik Subjek Jumlah Resep

(n=196) %

1

Jenis kelamin Laki-laki Perempuan

98 98

50% 50%

2

Usia pasien ≤ 45tahun > 45tahun

26 170

13,3% 86,7%

3

Jumlah obat < 5 obat

≥ 5 obat 143 53

(45)

4.2Karakteristik kejadian interaksi obat pada pasien

Berdasarkan penelitian terhadap 196 lembar resep, diperoleh jumlah

potensi interaksi obat pada periode April sampai dengan September 2014 sebesar

62,8% sebanyak 123 lembarresep. Gambaran umum kejadian interaksi obat secara

[image:45.595.113.515.229.380.2]

keseluruhan ditunjukkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Karakteristik kejadian interaksi obat pada pasien

No Kriteria subjek

Rawat jalan (n=196)

Berinteraksi (n=123) % (n=62,8) Tidak berinteraksi (n=73) % (n=37,2) Nilai p 1 Usia pasien ≤ 45 tahun > 45 tahun

16 107 61,5 62,9 10 63 38,5 37,1 0,89 0 2 Jumlah obat < 5 obat

≥ 5 obat 102 21

39,6 71,3 32 41 60.4 28,7 0,00 0

Berdasarkan analisis terhadap 196 resep pasien, diperoleh potensi interaksi

obat paling tinggi terjadi pada pasien dengan usia> 45 tahun(62,9%) dibandingkan

dengan pasien dengan usia ≤ 45tahun (61,5%).Hasil analisis menunjukkan tidak

adanya perbedaan yang signifikan antara potensi interaksi obat antara mereka

yang berusia ≥ 45 tahun dengan mereka berusia < 45 tahun.Hasil ini berbeda

dengan penelitian yang dilakukan di RSUD Hasanuddin Damrah Manna

Bengkulu Selatan, persentase pasien dengan usia ≥ 40 tahun lebih tinggi 62,57%

dibandingkan pasien usia < 40 tahun, dan menunjukkan adanya perbedaan

signifikan antara usia pasien dengan potensi interaksi obat dengan p value 0,01

(Setiawan, 2010).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit dr. Kariadi

Semarang, pasien yang berusia ≥ 45 tahun lebih berisiko terkena DM

(46)

Ditjen Bina Farmasi dan Alkes (2005), penderita DMtipe 2 mencapai 90-95% dari

keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia di atas 45 tahun.

Dalam hal ini, berarti penyakit DM tipe 2 lebih cenderung menyerang atau banyak

diderita oleh pasien yang berusia > 45 tahun karena sel - sel sasaran insulin gagal

atau tidak mampu merespon insulin secara normal. Selain itu faktor obesitas, diet

tinggi lemak dan rendah serat serta kurang gerak badan dapat menyebabkan DM

tipe 2 (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

Dari segi jumlah obat diketahui bahwa potensi interaksi obat lebih tinggi

pada mereka yang menerima resep ≥ 5 macam obat dalam satu resep (71,3%).

Manakala pada resep < 5 macam obat potensi interaksi hanya 39,6%. Berdasarkan

hasil analisis statistik menunjukkan perbedaan yang bermakna antara mereka yang

menerima resep ≥ 5 obat dengan yang menerima < 5 obat (p < 0,05).Hal ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit dr. Soedarso Pontianak,

kejadian interaksi obat lebih banyak terjadi pada pasien yang menerima ≥ 5

macam obat (56,17%) dibandingkan dengan pasien yang menerima < 5 macam

obat (43,83%). Hasil analisis juga menunjukkan terdapat perbedaan yang

bermakna. Potensi interaksi obat antara mereka yang menerima resep ≥ 5 obat

dengan mereka yang menerima resep < 5 obat (Utami, 2013).

Kemungkinan terjadinya interaksi obat semakin besar dengan

meningkatnya kompleksitas obat-obat yang digunakan dalam pengobatan saat ini

dan kecenderungan praktik polifarmasi (Tatro, 2009). Suatu survey yang

dilaporkan pada tahun 1977 mengenai polifarmasi pada penderita yang dirawat di

rumah sakit menunjukkan bahwa insiden efek samping pada penderita yang

(47)

jumlahobat adalah 54%. Peningkatan efek samping obat ini diperkirakan akibat

terjadinya interaksi obat yang juga semakin meningkat (Setiawati, 2007).

Tingginya angka kejadian interaksi obat tentunya perlu mendapat

perhatian dokter dan apoteker. Apabila mengacu pada tujuan utama pelayanan

kefarmasian (pharmaceutical care) untuk meminimalkan risiko pada pasien, maka

memeriksa kemungkinan adanya interaksi obat pada pengobatan pasien

merupakan salah satu tugas utama apoteker.

Upaya menghindari kemungkinan interaksi obat, apoteker dapat secara

aktif memberikan informasi kepada pasien seperti cara penggunaan obat yang

tepat, jenis makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Melalui

pelayanan informasi obat apoteker memegang peranan besar dalam mencegah

timbulnya dampak negatif interaksi obat yang tidak hanya mempengaruhi

kemanfaatan dan kemanjuran obat namun lebih jauh dapat mempengaruhi rasa

aman serta meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan pasien (Rahmawati,

2006).

4.3Gambaran interaksi obat-obat pada pasien berdasarkan mekanismedan tingkat keparahan

Berdasarkan analisis terhadap 196 resep pasien, diperoleh persentase

potensi interaksi sebesar 62,8% dengan 201 kasus potensi interaksi obat yang

terdiri dari 23 jenis kejadian potensi interaksi obat, secara keseluruhan

(48)
[image:48.595.111.554.112.462.2]

Tabel 4.3 Jenis obat yang berpotensi mengalami interaksi obat-obat pada pasien rawat jalan di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

No Nama Obat Jenis Interaksi

Tingkat Keparahan

Interaksi

Jumlah

Kasus %

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Amlodipin-Ramipril Aspirin-Clopidogrel Aspirin-Meloxicam Glimepirid-As.mefenamat Glimepirid-Aspirin Glimepirid-Ciprofloxacin Glimepirid-Meloxicam Glimepirid-Omeprazol Glimepirid-Ranitidin Glimepirid-Simvastatin Insulin-Aspirin Insulin-Diltiazem Insulin-Metformin Insulin-Ramipril Lansoprazol-Furosemid Metformin–Acarbose Metformin-Ciprofloxacin Metformin-Nifedipin Metformin-Ranitidin Omeprazol-Silostazol Simvastatin-Amlodipin Simvastatin-Omeprazol Simvastatin-Silostazol Unknown Farmakodinamik Farmakodinamik Unknown Farmakokinetik Unknown Unknown Farmakokinetik Farmakokinetik Unknown Farmakodinamik Unknown Farmakodinamik Farmakodinamik Unknown Farmakokinetik Farmakodinamik Farmakodinamik Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakokinetik Farmakokinetik Minor Moderate Moderate Moderate Minor Moderate Moderate Moderate Moderate Minor Moderate Minor Moderate Moderate Moderate Minor Moderate Moderate Moderate Major Moderate Moderate Moderate 2 5 3 3 20 3 7 13 8 21 15 2 46 3 1 10 2 3 12 1 16 4 1 0,99 2,49 1,49 1,49 9,96 1,49 3,49 6,47 3,98 10,45 7,47 0,99 22,88 1,49 0,49 4,98 0,99 1,49 5,98 0,49 7,97 1,99 0,49

Total 201 100

Dari Tabel 4.3, dapat dilihat bahwa interaksi paling banyak adalah

interaksi insulin dan metformin sebanyak 46 kasus (22,88), diikuti dengan

glimepirid dan simvastatin sebanyak 21 kasus (10,45%). Mekanisme interaksi

obat metformin dan insulin diduga melibatkan peningkatan mekanisme seluler

yang dikendalikan oleh insulin seperti uptake glukosa, sintesis glikogen protein

dan lipid(Drug.com, 2015). Kejadian potensi interaksi antara glimepirid dan

simvastatin diketahui simvastatin meningkatkan efek hipoglikemia dengan

mekanisme yang tidak diketahui. Namun apabila terjadi interaksi solusinya adalah

(49)

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh jenis interaksi yang paling banyak

terjadi adalah interaksi farmakokinetik sebesar 42,29%, diikuti interaksi

farmakodinamik sebesar 38,31%, serta interaksi unknown sebesar 19,40%.Data

ditunjukkan pada Tabel 4.4, dan penjelasan dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 4.4 Mekanisme interaksi obat-obat pada pasien rawat jalan di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

No Jenis Interaksi Jumlah Persentase

1 2 3

Interaksi Farmakokinetik Interaksi Farmakodinamik Interaksi Unknown

85 77 39

42,29% 38,31% 19,40%

Total 201 100%

a. Mekanisme farmakokinetik

Interaksi farmakokinetik adalah jenis interaksi obat yang paling banyak

terjadi. Dalam penelitian ini salah satu obat yang mempunyai potensi terjadinya

interaksi obat secara farmakokinetik adalah interaksi antara glimepirid-aspirin.

Mekanisme dari potensi interaksi obat glimepirid dan aspirin, diketahui

aspirinmeningkatkanefekglimepiridoleh persainganmengikatproteinplasma. Hal

ini mengakibatkan meningkatnya konsentrasi glimepirid dalam kondisi bebas.

Manajemen yang dilakukan memantau kadar glukosa darah dan mengurangi dosis

sulfonilurea (Medscape, 2015).

b. Mekanisme farmakodinamik

Berdasarkan penelitian ini, beberapa obat mempunyai potensi interaksi

dengan mekanisme farmakodinamik seperti insulin-metformin daninsulin-aspirin.

Kejadian potensi interaksi antara insulin dan aspirin diketahui konsentrasi insulin

[image:49.595.110.513.251.323.2]

Gambar

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian
Tabel 2.1. Kriteria penegakan diagnosis diabetes melitus
Gambar 3.1 Gambaran pelaksanaan penelitian
Tabel 4.1 Karakteristik subjek penelitian
+5

Referensi

Dokumen terkait

Gelembung-gelembung itu pecah dari segala sisi, tetapi bila ia jatuh menghantam bagian dari metal seperti impeller atau volute ia tidak bisa pecah dari sisi tersebut, maka cairan

[r]

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-5, 2014 ISPRS Technical Commission V Symposium, 23 – 25 June 2014, Riva

Perubahan tatanan sosial masyarakat atau perubahan sosial budaya sebuah masyarakat disebabkan oleh beberapa aspek antara lain, aspek geografis, biologis, teknologis,

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-5, 2014 ISPRS Technical Commission V Symposium, 23 – 25 June 2014, Riva

1 Tidak semua negara memiliki konstitusi tertulis atau Undang-Undang Dasar, contohnya adalah Kerajaan Inggris yang biasanya disebut sebagai negara

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-5, 2014 ISPRS Technical Commission V Symposium, 23 – 25 June 2014, Riva

Dalam rangka terwujudnya tujuan negara Indonesia tersebut maka dalam setiap kebijakan negara yang diambil oleh para penyelenggara negara (termasuk di dalamnya upaya melakukan