• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi Tindak Tutur Ilokusi Bahasa Indonesia pada Anak Autistik Hiperaktif : Analisis Psikopragmatik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Produksi Tindak Tutur Ilokusi Bahasa Indonesia pada Anak Autistik Hiperaktif : Analisis Psikopragmatik"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKSI TINDAK TUTUR ILOKUSI BAHASA INDONESIA PADA ANAK AUTISTIK HIPERAKTIF : ANALISIS PSIKOPRAGMATIK

SKRIPSI

OLEH

CHAIRANI HASIBUAN NIM 110701001

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PRODUKSI TINDAK TUTUR ILOKUSI BAHASA INDONESIA PADA ANAK AUTISTIK HIPERAKTIF : ANALISIS PSIKOPRAGMATIK

CHAIRANI HASIBUAN NIM 110701001

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memeroleh gelar sarjana

sastra dan telah disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Gustianingsih, M.Hum. Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum. NIP 19640828 198903 2 001 NIP 19600725 198601 1 002

Diketahui

Departemen Sastra Indonesia

Ketua,

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memeroleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan

tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam

naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya

perbuat ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar

yang saya peroleh.

Medan, Juni 2014

Hormat Saya,

Chairani Hasibuan

(4)

PRODUKSI TINDAK TUTUR ILOKUSI BAHASA INDONESIA PADA ANAK AUTISTIK HIPERAKTIF : ANALISIS PSIKOPRAGMATIK

CHAIRANI HASIBUAN NIM 110701001

ABSTRAK

Penelitian ini menganalisis tindak tutur ilokusi bahasa Indonesia pada anak autistik hiperaktif analisis psikopragmatik. Sumber data dalam penelitian ialah anak autistik hiperaktif yang berusia tiga belas tahun. Tujuan penelitian ini yaitu mendeskripsikan tindak tutur ilokusi bahasa Indonesia pada anak autistik hiperaktif serta mendeskripsikan perkembangan pragmatik kognitif anak autistik hiperaktif ketika memproduksi tindak tutur ilokusi bahasa Indonesia. Penggunaan ini menggunakan teori tindak tutur ilokusi Leech dan teori genetik-kognitif Chomsky. Dalam pengumpulan data digunakan metode simak, teknik libat cakap, dan teknik catat. Selanjutnya dalam menganalisis data digunakan metode padan referensial yang alat penentunya adalah kenyataan yang ditunjuk oleh bahasa atau referent bahasa dan metode padan pragmatis yang alat penentunya adalah mitra wicara. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa anak autistik hiperaktif yang berusia tiga belas tahun hanya mampu memproduksi jenis tindak tutur representatif (asertif), dan deklaratif. Anak autistik hiperaktif belum mampu memproduksi jenis tindak tutur komisif, ekspresif, dan deklaratif karena adanya gangguan kognitif pada anak autistik hiperaktif dimana terjadi penyimpangan konteks dalam berbahasa. Kemampuan kompetensi pada anak autistik hiperaktif berusia tiga belas tahun yang diteliti ini belum bekerja dengan baik dan tidak berjalan selaras dengan kemampuan performansinya. Begitu pula dapat dinyatakan bahwa LAD (Language Acquisition Device) pada anak autistik hiperaktif belum bekerja dengan baik.

(5)

PRAKATA

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT karena rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini dari awal

hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan baik

berupa doa, dukungan, perhatian, bimbingan, dan nasihat. Penulis juga menyadari

bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak.

Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:

1. Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas

Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si., sebagai Ketua Departemen Sastra

Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara serta sebagai

Dosen Pembimbing Akademik penulis yang telah banyak memberi dukungan

dan perhatian kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

3. Drs. Haris Sultan Lubis, M.SP., sebagai Sekertaris Departemen Sastra

Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Gustianingsih, M.Hum., sebagai dosen pembimbing I. Terima kasih atas

segala waktu, ilmu, juga pengalaman yang sangat berarti buat peneliti selama

beliau mengikutsertakan peneliti dalam penelitian beliau. Karena semangat,

motivasi, serta kesabaran ibu selama membimbing penulis dapat

(6)

5. Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum., sebagai dosen pembimbing II yang telah

sabar membimbing penulis, banyak memberi dukungan dan masukan kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Kepada seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Ilmu Budaya, Universitas

Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bekal dan pengetahuan baik

dalam bidang linguistik maupun bidang-bidang umum lainnya, juga kepada

bapak Slamet yang telah banyak membantu penulis dalam hal administrasi di

Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera

Utara.

7. Teristimewa kepada kedua orang tua saya, (Alm) Mara Daguron Hasibuan

dan Ibu Anna Lubis yang selalu mendoakan dan mendukung saya serta

kesabarannya dalam mendidik saya selama ini. Terima kasih banyak buat

semua pengorbanan, dukungan baik material maupun spiritual, kasih sayang,

perhatian, waktu serta motivasi kepada saya.

8. Kepada kedua saudara kandung penulis, Rahmad Hasibuan dan kakak

tercantik Masriani Hasibuan yang telah banyak membantu dalam penulisan

skripsi ini berupa motivasi serta hiburan berupa canda dan tawa disela waktu

istirahat malam kepada penulis.

9. Terima kasih kepada kakak dan abang senior Evi Marlina Hrp, S.S., Sri

Purwanti, S.S., Cherly Fika, S.S., Ade Syahputra, S.S., dan Agus Tiandda,

S.S. yang telah banyak memberi motivasi dan kasih sayang kepada penulis

(7)

10.Sahabat saya Dini Hadeati (Unyuk) terima kasih atas perhatian dan kasih

sayang yang tulus, Nila Rahayu, Suci Indah Lestari, M. Rozy Rizkyansyah,

Sri Wahyuni, Adha Devika Yolish, dan Andriansyah. Kalian sangat berarti

dalam hidup saya, terima kasih atas semua perhatian dan kekeluargaan yang

kita bangun selama ini, serta teman-teman seperjuangan stambuk 2011 terima

kasih sudah memberikan dukungan, doa dan semangat kepada peneliti.

11.Kakak dan abang stambuk 2009-2010 yang telah memberi motivasi untuk

penulis, dan adik-adik stambuk 2012-2013 yang selalu memberi doa dan

canda tawa kepada penulis.

12.Kepada Sekolah dan Klinik Khusus Yayasan Tali Kasih dan segenap staf

pengajar yang telah mengijinkan penulis untuk meneliti.

13.Terimakasih kepada adik-adik yang menjadi subjek dalam penelitian ini,

Niko, Mario, dan Adrian. Kalian adalah orang-orang yang hebat.

14.Semua pihak yang telah mendukung penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat menambah wawasan dan

pengetahuan pembaca mengenai “Tindak Tutur Ilokusi Bahasa Indonesia pada Anak

Autistik Hiperaktif : Analisis Psikopragmatik”.

Medan, Juni 2015

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN...……… i

ABSTRAK……… ii

PRAKATA………… iii

DAFTAR ISI ……… vi

BAB I PENDAHULUAN……… 1

1.1 Latar Belakang…….……… 1

1.2 Rumusan Masalah.……… 4

1.3 Ruang Lingkup Penelitian……… 5

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian……… 5

1.4.1 Tujuan Penelitian………..……… 5

1.4.2 Manfaat Penelitian……… 5

1.4.2.1 Manfaat Teoretis……… 5

1.4.2.2 Manfaat Praktis………..……… 6

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1 Konsep………...………...……….... 7

2.1.1 Tindak Tutur……….……… 7

2.1.2 Bahasa Indonesia………..……… 8

2.1.3 Autistik Hiperaktif…………...……….………..….. 9

2.2 Landasan Teori……….………... 10

(9)

2.2.2 Pemerolehan Bahasa………….…….……… 11

2.2.3 Pragmatik………..…….……… 12

2.2.3 Psikolinguistik Genetik Kognitif Chomsky………... 13

2.3 Tinjauan Pustaka………..….……… 15

BAB III METODE PENELITIAN……….………… 17

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian……… 17

3.1.1 Lokasi Penelitian……… 17

3.1.2 Waktu Penelitian……… 17

3.2 Sumber Data………..……… 17

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data…...……….… 17

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data……….… 18

3.5Metode dan Teknik Penyajian Data,……….……….… 22

BAB IV PEMBAHASAN………..……….………..… 24

4.1 Tindak Tutur Ilokusi Bahasa Indonesia yang dapat diproduksi oleh Anak Autistik Hiperaktif………...……….… 24

4.1.1 Tindak Tutur Representatif (Asertif)………..……….…….……….… 24

4.1.2 Tindak Tutur Direktif...……….……….… 34

4.2 Perkembangan Pragmatik Kognitif pada Anak Autistik Hiperaktif Ketika Memproduksi Tindak Tutur Ilokusi Bahasa Indonesia..……..………..… 35

4.2.1 Perkembangan Pragmatik Kognitif Niko………..… 36

4.2.2 Perkembangan Pragmatik Kognitik Mario..………..… 40

(10)

BAB V PENUTUP ………...………..……….………… 46

5.1 Simpulan………. ……….…....……… 46

5.2 Saran……….……… 47

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(11)

PRODUKSI TINDAK TUTUR ILOKUSI BAHASA INDONESIA PADA ANAK AUTISTIK HIPERAKTIF : ANALISIS PSIKOPRAGMATIK

CHAIRANI HASIBUAN NIM 110701001

ABSTRAK

Penelitian ini menganalisis tindak tutur ilokusi bahasa Indonesia pada anak autistik hiperaktif analisis psikopragmatik. Sumber data dalam penelitian ialah anak autistik hiperaktif yang berusia tiga belas tahun. Tujuan penelitian ini yaitu mendeskripsikan tindak tutur ilokusi bahasa Indonesia pada anak autistik hiperaktif serta mendeskripsikan perkembangan pragmatik kognitif anak autistik hiperaktif ketika memproduksi tindak tutur ilokusi bahasa Indonesia. Penggunaan ini menggunakan teori tindak tutur ilokusi Leech dan teori genetik-kognitif Chomsky. Dalam pengumpulan data digunakan metode simak, teknik libat cakap, dan teknik catat. Selanjutnya dalam menganalisis data digunakan metode padan referensial yang alat penentunya adalah kenyataan yang ditunjuk oleh bahasa atau referent bahasa dan metode padan pragmatis yang alat penentunya adalah mitra wicara. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa anak autistik hiperaktif yang berusia tiga belas tahun hanya mampu memproduksi jenis tindak tutur representatif (asertif), dan deklaratif. Anak autistik hiperaktif belum mampu memproduksi jenis tindak tutur komisif, ekspresif, dan deklaratif karena adanya gangguan kognitif pada anak autistik hiperaktif dimana terjadi penyimpangan konteks dalam berbahasa. Kemampuan kompetensi pada anak autistik hiperaktif berusia tiga belas tahun yang diteliti ini belum bekerja dengan baik dan tidak berjalan selaras dengan kemampuan performansinya. Begitu pula dapat dinyatakan bahwa LAD (Language Acquisition Device) pada anak autistik hiperaktif belum bekerja dengan baik.

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tindak tutur merupakan tindakan yang terjadi dalam setiap proses komunikasi

dengan menggunakan bahasa. Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan alat

komunikasi sebagai sarana untuk berinteraksi, namun untuk dapat berkomunikasi satu

sama lain diperlukan percakapan minimal dua orang yaitu penutur dan petutur.

Berbahasa dalam bentuk berbicara merupakan bagian dari keterampilan yang akan

menghasilkan suatu tuturan. Tindak tutur dapat dilihat dan didengar secara langsung,

misalnya di rumah, di jalan, di sekolah, maupundi tempat lainnya.

Menurut Austin yang kemudian dikembangkan oleh Searly (1975) (dalam

Yule,1996) ketika seseorang berbicara, ia tidak hanya mengucapkan sebuah ujaran

tetapi ia juga melakukan tindakan dengan ujarannya tersebut. Teori tersebut

kemudian dikenal sebagai Speech Acts (tindak tutur). Menurut Austin terdapat tiga

macam tindak tutur (speech acts), diantaranya: locutionery acts, illocutionary acts,

dan perlocutionary acts, dan ketiga tindak tutur tersebut dilangsungkan dengan tiga

peristiwa sekaligus.

Austin mengatakan tindak tutur ilokusi merupakan tindak tutur yang

menyatakan sesuatu juga menyatakan tindakan melakukan sesuatu. Contoh:

(13)

Jika kalimat di atas dituturkan oleh seorang ibu kepada anaknya di pagi hari, makna

tuturan yang diujarkan selain memberi informasi mengenai waktu, juga berisi

tindakan yaitu untuk mengingatkan si anak bahwa ia harus segera berangkat ke

sekolah.

Searle (dalam Leech, 1993: 163) menggolongkan tindak tutur ilokusi ke

dalam lima macam bentuk tuturan yang masing-masing memiliki fungsi komunikatif,

diantaranya tindak tuturasertif (representatif), direktif, komisif, ekspresif, dan tindak

tutur deklaratif. Dalam berinteraksi antarsesama manusia, tuturan digunakan sebagai

sarana untuk berkomunikasi. Tuturan dapat diujarkan anak normal dengan baik.

Namun pada anak autistik hiperaktif terkadang mengalami kesulitan pada saat

bertutur kepada orang lain walaupun dalam bentuk yang sederhana disebabkan anak

autistik hiperaktif pada umumnya mengalami kerusakan bahasa.

Simanjuntak, (2009: 248) mengatakan kerusakan bahasa (language disorder)

pada dasarnya disebabkan keretakan atau kelainan medan-medan bahasa di korteks

yang mendasari bahasa. Misalnya kerusakan pragmatik bahasa, yakni kesukaran

pemakaian bahasa dalam konteks yang sering terjadi pada anak-anak penderita

autisme dan cacat akal. Selanjutnya, (Julia Maria van Tiel, 2011: 176) mengatakan

penderita autistik hiperaktif mengalami gangguan kemampuan pragmatik bahasa

maksudnya adalah gangguan pada penggunaan bahasa secara tepat untuk

tujuan-tujuan dan fungsi tertentu, seperti fungsi ekspresi, fungsi pengaturan, dan fungsi

(14)

Faktor yang terjadi dari gangguan kemampuan pragmatik bahasa pada anak

autistik hiperaktif maka tidak semua jenis tindak tutur ilokusi dapat diproduksi oleh

anak autistik hiperaktif, misalnya pada tindak tutur direktif yakni tuturan yang

bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh petutur

seperti memesan, memerintah, memohon, menasehati, dan merekomendasikan. Hal

ini juga terjadi karena adanya gangguan perkembangan pada kesulitan berbahasa,

keterampilan kognitif (pengertian), motorik (gerakan), berpikir dan hubungan dengan

masyarakat (dalam Aritonang, 2014).

Anak autistik hiperaktif membutuhkan perilaku yang khusus dalam

berinteraksi. Ada beberapa perilaku yang khusus dilakukan oleh anak autistik

hiperaktif diantaranya sulit sekali tetap duduk seperti yang diharapkan, suka

berlari-lari atau memanjat pada saat kondisi yang tidak tepat, sulit melakukan kontak mata

dengan orang lain saat diberi arahan, serta sulit bermain dengan tenang dan sering

bertingkah laku seolah-olah sedang mengendarai mobil dan berbicara lebih banyak

dari yang diperlukan.

Keterbatasan kognitif yang terjadi pada anak autistik hiperaktif dapat berupa

keterbatasan pemahaman, perilaku, cara beradaptasi dan berinteraksi pada lingkungan

sekitarnya. (dalam Aritonang, 2014) banyak pandangan yang berbeda dari masyarakat

mengenai anak autistik hiperaktif. Mereka sering dikucilkan dengan anak normal

pada umumnya. Perilaku yang berbeda seolah anak autistik hiperaktif mempunyai

(15)

Tanpa kita sadari faktor yang ditimbulkan dari anggapan masyarakat sekitar

tersebut berpengaruh dan berdampak buruk pada psikologis penyandang autistik

hiperaktif. Hal tersebut mengakibatkan orang tua sering merasa malu mempunyai

anak penyandang autistik hiperaktif, padahal orang tua seharusnya memotivasi serta

menjadi pembimbing bagi penderita. Akibatnya penderita semakin tertutup dan

jarang berkomunikasi dengan orang lain dan juga berdampak kurangnya

perkembangan dari segi perilaku yang baik juga kurangnya perkembangan bahasa

yang diperolehnya.

Penelitian mengenai tindak tutur ilokusi memang sudah banyak dilakukan

oleh peneliti terdahulu, namun dalam penelitian ini peneliti menggunakan anak

autistik hiperaktif sebagai subjek penelitian. Hal inilah yang menjadi alasan bagi

peneliti untuk meneliti lebih lanjut. Oleh karena itu, peneliti memilih judul Produksi

Tindak Tutur Ilokusi Bahasa Indonesia pada Anak Autistik Hiperaktif, dan akan

menganalisis berdasarkan aliran psikolinguistik genetik kognitif Chomsky. Penelitian

ini berfokus pada penyandang autistik hiperaktif yang berusia 13 tahun.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, adapun masalah yang dirumuskan dalam

penelitian ini yaitu:

1. Tindak tutur ilokusi bahasa Indonesia apa sajakah yang dapat diproduksi oleh

anak autistik hiperaktif?

2. Bagaimanakah perkembangan pragmatik kognitifanak autistik hiperaktif

(16)

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini memiliki ruang lingkup yang terbatas, diantaranya yaitu:

1. Penelitian dibatasi pada anak autistik hiperaktif yang berada di Sekolah dan

Klinik Khusus Autistik Yayasan Tali Kasih di Jalan Sei Alas No. 18, Telp.

061-4523643 Medan.

2. Fokus penelitian ini hanya pada tindak tutur ilokusi bahasa Indonesia.

3. Penyandang autistik hiperaktif yang akan diteliti berusia tiga belas tahun.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, adapun tujuan penelitian ini

adalah:

1. Menderskripsikan tindak tutur ilokusi bahasa Indonesia yang diproduksi oleh

anak autistik hiperaktif.

2. Mendeskripsikan perkembangan pragmatikkognitif pada anak autistik

hiperaktif ketika memproduksi tindak tutur ilokusi bahasa Indonesia.

1.4.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk semua pihak yang

bersangkutan dalam penelitian ini, baik manfaat secara praktis maupun teoretis.

1.4.2.1 Manfaat Teoretis

Adapun manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini berdasarkan teoretis

(17)

1. Menambah pengetahuan dan wawasan pembaca dalam memahami hasil

penelitian.

2. Sebagai referensi dalam bidang psikolinguistik sehingga dapat meningkatkan

dan menambah wawasan bagi peneliti dalam mengembangkan ilmu

pengetahuan dan teknologi pendidikan pada umumnya dan khususnya bagi

penyandang autistik.

3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran tindak tutur ilokusi bahasa

Indonesia yang dapat diproduksi oleh anak autistik hiperaktif.

1.4.2.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis dapat dijadikan sebagai:

1. Sebagai referensi bagi para orang tua, khususnya para orang tua yang

memiliki anak penyandang autistik hiperaktif.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru bagi program

studi di luar Sastra Indonesia mengenai produksi tindak tutur ilokusi bahasa

Indonesia pada anak autistik hiperaktif.

3. Penelitian ini dapat dijadikan sumber acuan bagi peneliti selanjutnya tentang

(18)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Dalam penelitian ini, ada beberapa konsep dasar yang berkaitan dengan topik

penelitian yang pada intinya dibangun untuk menunjang teori yang diterapkan.

Beberapa konsep yang mengacu pada judul dan topik penelitian, diantaranya:

2.1.1 Tindak Tutur

Istilah dan teori tindak tutur pertama kali diperkenalkan oleh J. L. Austin,

seorang guru besar di Universitas Harvard pada tahun 1955. Menurut Austin (dalam

Yule, 1966) tindak tutur dilangsungkan dengan tiga peristiwa tindakan yang

berlangsung sekaligus, diantaranya tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi.

Sementara itu Searle(dalam Leech, 1993: 163) membagi tindak tutur dalam lima

kategori yaitu asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif, diantaranya:

1) Asertif (representatif)

Merupakan tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran atas apa

yang dikatakannya. Misalnya mengatakan, melaporkan, dan menyebutkan.

2) Direktif

Merupakan tindak tutur yang bertujuan menghasilkan suatu efek berupa

tindakan yang dilakukan oleh petutur. Misalnya memesan, memerintah, memohon,

menuntut, memberi nasihat.

(19)

Merupakan tindak tutur yang terikat pada suatu tindakan di masa depan.

Misalnya menjanjikan, dan menawarkan. Tindak tutur ini tidak mengacu pada

kepentingan penutur tetapi pada kepentingan petutur.

4)Ekspresif

Merupakan tindak tutur yang berfungsi mengungkapkan atau mengutarakan

sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi. Misalnya

mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, dan memuji.

5) Deklaratif

Berhasilnya pelaksanaan ilokusi ini akan mengakibatkan adanya kesesuaian

antara isi proposisi dengan realitas. Misalnya mengundurkan diri, memecat, memberi

nama, menjatuhkan hukuman, dan sebagainya.

2.1.2 Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia merupakan alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan

antarsuku bangsa. Karena adanya bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia kita dapat

berhubungan satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga kesalahpahaman

sebagai akibat perbedaan latar belakang sosial budaya dan bahasa tidak perlu

dikhawatirkan. Bahasa Indonesia juga digunakan sebagai bahasa pendidikan. Ketika

kita berada di daerah yang mayoritas menggunakan bahasa daerah maka kita dapat

menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat berkomunikasi.

Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia

berfungsi sebagai alat pengembangan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan dan

(20)

memungkinkan kita membina dan mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian

rupa sehingga ia memiliki ciri-ciri dan identitasnya sendiri, yang membedakannya

dari kebudayaan daerah satu sama lainnya.

2.1.3 Autistik Hiperaktif

ADHDadalah singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder, dalam

bahasa Indonesia disebut sebagai Gangguan Perhatian dan Hiperaktivitas.ADHD

pertama kali ditemukan pada tahun 1902 oleh seorang dokter Inggris, Profesor

George F. Still. Autisme berbeda dengan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity

Disorder), namun terdapat persamaan antara keduanya, diantaranya merupakan

masalah gangguan kesehatan mental.

Jika diperhatikan penyandang autistik hiperaktif seperti hidup dalam dunianya

sendiri. Anak autistik hiperaktif menggunakan bahasa yang tidak normal pada

umumnya, bahkan terkadang sama sekali tidak dimengerti oleh anak normal. (Arga

Paternotte dan Jan Buitelaar, 2010: 2) mengatakan ADHD adalah sebuah nama untuk

gangguan perilaku dengan gejala-gejala:

1. Gangguan pemusatan perhatian dan konsentrasi

2. Implusivitas

3. Hiperaktivitas.

Penyandang autistik hiperaktif kesulitan mempertahankan perhatiannya pada

suatu tugas tertentu. Kesulitan ini disebabkan karena adanya rangsangan-rangsangan

(21)

mempertahankan perhatiannya. Dibutuhkan banyak energi bagi penyandang untuk

duduk diam dan tenang dalam hal tersebut.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Psikolinguistik

Secara etimologi kata ‘Psikolinguistik’ adalah gabungan dari dua kata, yaitu:

‘psikologi’ dan ‘linguistik’ yang merupakan dua cabang disiplin ilmu yang berlainan.

Kedua disiplin ilmu ini mengkaji satu perkara yang sama, yaitu bahasasebagai objek

formalnya. Psikologi mengkaji perilaku bahasa atau proses berbahasa sedangkan

linguistik mengkaji struktur bahasa. Meskipun cara dan tujuannya berbeda, tetapi

banyak objek yang dikaji dengan cara yang sama juga dengan tujuan yang sama,

namun dengan teori yang berlainan. telah lama dirasakan, bahwa amat perlu dan

saling menguntungkan kalau kedua disiplin ini bekerjasama dan saling membantu

dalam usaha untuk mengkaji bahasa dan hakikat bahasa itu.

Chaer (2009: 5-6) berpendapat bahwa psikolinguistik merupakan satu disiplin

ilmu yang mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa, dan bagaimana struktur ini

diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada waktu memahami

kalimat-kalimat dalam pertuturan itu. Dalam praktiknya psikolunguistik mencoba menerapkan

pengetahuan linguistik dan psikologi pada masalah-masalah seperti pengajaran dan

pembelajaran bahasa, pengajaran membaca permulaan dan membaca lanjut,

(22)

sebagainya, serta masalah-masalah sosial lain yang menyangkut bahasa, seperti

bahasa dan pendidikan, bahasa dan pembangunan nusa dan bangsa.

2.2.2 Pemerolehan Bahasa

Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di

dalam otak seseorang kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau

bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dari pembelajaran bahasa

(language learning).Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang

terjadi pada waktu seorang anak mempelajari bahasa kedua, setelah dia memperoleh

bahasa pertamanya.Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa kedua(dalam

Chaer2009: 167).

Menurut Chomsky (dalam Chaer, 2009) pemerolehan bahasa merupakan

proses yang dilakukan manusia untuk mendapatkan kemampuan bahasa, menangkap,

menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi. Ada dua

proses yang terjadi ketika seorang anak sedang memperoleh bahasa pertamanya, yaitu

proses kompetensi dan proses performansi. Kedua proses ini merupakan dua proses

yang berlainan. Proses kompetensi merupakan proses penguasaan atau pemahaman

bahasa yang berlangsung secara alami, dan proses kompetensi ini merupakan syarat

untuk terjadinya proses performansi yang terjadi dari dua proses, yakni proses

penerbitan atau proses menghasilkan kalimat-kalimat.

Chomsky berpandangan mengenai pemerolehan bahasa didasarkan pada

faktor genetik yang telah dimiliki anak sejak lahir. Anak memperoleh kemampuan

(23)

Anak tidak dilahirkan sebagai piring kosong, seperti dalam teori tabularasa yang

dikemukakan oleh Jhon Locke, akan tetapi seorang anak tersebut telah dibekali

sebuah alat yang dinamakan Piranti Pemerolehan Bahasa (PPB).

2.2.3 Pragmatik

Menurut Levinson (dalam Tarigan, 1986: 33) pragmatik adalah telaah

mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan

atau laporan pemahaman bahasa, dengan kata lain telaah mengenai kemampuan

pemakai bahasa menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan

konteks-konteks secara tepat.

Menurut (Yule, 1996) pragmatik adalah studi tentang makna yang

disampaikan oleh penutur (penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (pembaca).

Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa

yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah

dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Singkatnya, pragmatik

adalah studi tentang maksud penutur.

Menurut (Pangaribuan, 2008) ilmu pragmatik mengkaji hubungan bahasa

dengan konteks dan hubungan pemakaian bahasa dengan pemakai atau penuturnya.

Dalam tindak operasionalnya, kajian pragmatik itu berupaya menjelaskan bagaimana

bahasa itu melayani penuturnya dalam pemakaian? Apa yang dilakukan penutur

dalam tindak tutur itu? Tata tutur apa yang beroperasi sehinga bertutur itu serasi

dengan penutur, teman tutur serta konteks dalam tutur itu.

(24)

Avram Noam Chomsky merupakan seorang ahli psikolinguistik Amerika

Serikat yang memperkenalkan teori pemerolehan dan pembelajaran bahasa secara

khusus. Chomsky telah mengubah secara drastis perkembangan mengenai

psikolinguistik, dari hasil yang diubah olehnya maka satu teori mengenai

pemerolehan dan pembelajaran bahasa dapat disimpulkan dari teori genetif yang kini

dikenal dengan nama teori genetikkognitif. Chomsky membahas mengenai

masalah-masalah bahasa dan psikologi, lalu membingkainya menjadi satu bingkai dengan

bentuk bahasa kognitif.

Chomsky (dalam Siagian 2014: 16) menelurkan pendapat bahwa kemampuan

berbahasa manusia itu dipengaruhi juga oleh kemampuan kognitifnya, teorinya

mengatakan bahwa ada intervensi dan kemampuan yang menyangkut ingatan,

persepsi, pikiran, makna, dan emosi yang sangat berpegaruh ke dalam jiwa manusia.

Ketika seseorang membicarakan masalah kognitif dalam hal ini kognitif berbahasa,

maka seseorang tersebut tidak akan bisa mengelak bahwa terkadang ada campur

tangan faktor genetik yang mempengaruhi kognitif seseorang.

Teori Chomsky adalah teori psikolinguistik modern, yang mencerminkan

kemampuan akal, membicarakan masalah-masalah kebahasaan dan pemerolehan

bahasa, serta hubungannya dengan akal dan pengetahuan manusia.Chomsky

mengatakan bahwa bahasa adalah kunci untuk mengetahui akal dan pikiran

manusia.Teori Genetik-Kognitif telah didasarkan pada satu hipotesis yang disebut

(25)

manusia sejak lahir.Otak manusia telah dipersiapkan secara genetikuntuk

berbahasa.Oleh karena itu, otak manusia telah dilengkapi dengan struktur bahasa

universalatau yang dimaksud dengan LAD (Language Acquisition Device).

Dalam proses pemerolehan bahasa pada kanak-kanak dengan alat yang

dimilikinya yaitu LAD kanak-kanak menentukan bahasa masyarakat manakah

masukan kalimat-kalimat yang didengarnya itu akan dimasukkan. Struktur awal

skema nurani yang dimilikinya semakin diperkaya setelah “bertemu” dengan

masukan dari bahasa masyarakat (bahasa ibunya) dan kanak-kanak akan terus

membentuk teori tata bahasanya berdasarkan masukan yang semakin banyak dan

sesuai dengan proses pematangan otaknya.

Pada proses pembentukan bahasa, Chomsky membedakan adanya kompetensi

dan performansi. Kompetensi adalah kemampuan pengetahuan yang dimiliki pemakai

bahasa mengenai bahasanya, sedangkan performansi atau pembuatan berbahasa

merupakan pelaksanaan berbahasa tersebut akan membentuk tata bahasa yang baik,

sehingga dapat diterima dan dipahami baik bagi penutur maupun pendengar dalam

proses pembentukan bahasa, tetapi pada penderita autistik hiperaktif kompetensi dan

performansi tidak berjalan selaras, disebabkan anak autistikhiperaktif adalah anak

(26)

2.3 Tinjauan Pustaka

Penelitian di bidang psikolinguistik bukanlah baru pertama kali dilakukan,

sudah ada penelitian terdahulu mengenai masalah tersebut.Berdasarkan tinjauan

pustaka yang dilakukan, maka ada beberapa sumber yang relevan untuk dikaji dalam

penelitian ini. Adapun sumber tersebut yaitu:

Gustianingsih (2002) dalam tesisnya yang berjudul “Pemerolehan Kalimat

Majemuk Bahasa Indonesia pada Anak Usia Taman Kanak-Kanak” menjelaskan

kemampuan anak memperoleh kalimat majemuk pada usia taman kanak -kanak sudah

cukup sempurna. Beliau menggunakan teori kognitif Chomsky yang mengatakan

untuk penelitian kompetensi anak, bahwa dalam tuturan anak terdapat penggunaan

kaidah yang berulang-ulang muncul dan tetap, maka gejala itu dapat dijadikan bukti

sebagai kompetensi bahasa anak pada tiap-tiap tahap perkembangan bahasa anak

tersebut.

Gustianingsih (2009) dalam disertasinya yang berjudul “Produksi dan

Komprehensi Bunyi Ujaran Bahasa Indonesia pada Anak Penyandang Autistik

Spectrum Disorder” menyimpulkan bahwa anak autistik sering melakukan

penyimpangan pada awal dan akhir kata, mengindikasikan bahwa anak autistik

mengalami gangguan inisiasi (initiation disorder) dan mengalamai kesulitan dan

gangguan dalam setiap bahasanya. Anak autistik ini sering mengulang-ulang

ujarannya dan akhirnya mengalami penyimpangan-penyimpangan bahasa dan

(27)

Gultom (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Tindak Tutur Deklaratif

Bahasa Batak Toba Anak Usia 4–5 Tahun” ia bertujuan untuk mengidentifikasi

realisasi bentuk pemahaman anak usia prasekolah terhadap tuturan deklaratif serta

menghubungkannya dengan kesantunan berbahasa. Dalam penelitian skripsinya ia

menggunakan pendekatan psikolinguistik interaksionis. Hasil penelitiannya, dalam

mengiyakan atau menyetujui tuturan deklaratif anak melakukannya dalam dua cara

yaitu secara langsung dan tidak langsung. Demikian pula ketika melakukan

penolakan terhadap tuturan deklaratif.

Aritonang (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Kosakata Kerja Bahasa

Indonesia dalam Bahasa Lisan Anak Autistik”. Dalam skripsinya ia menganalisis

berdasarkan psikolinguistik behaviorisme yang menyimpulkan bahwa anak autistik

yang berusia 3–15 tahun telah mampu mengucapkan kosakata kerja tindakan, proses,

dan keadaan.

Siagian (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Gangguan Berbahasa Gagap

pada Anak Usia Dua Belas sampai Delapan Belas Tahun di Kecamatan Medan

Helvetia” ia mengemukakan pola persukuan pada gangguan berbahasa gagap dan

menghubungkannya terhadap teori psikolinguistik kognitif Chomsky. Hasil

penelitiannya terdapat pola persukuan penderita gagap pada anak usia 12–18 tahun

berbeda dengan orang normal pada umumnya. Bila dihubungkan dengan kompetensi

dan performance ujaran penderita gagap, ditemukan performance tidak selaras

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian yang diteliti yaitu Sekolah dan Klinik Khusus

Yayasan Tali Kasih yang beralamat di Jalan Sei Alas No. 18, Telp. 061-4523643

Medan.

3.1.2 Waktu Penelitian

Waktu yang dipergunakan dalam melakukan penelitian ini direncanakan

dilakukan selama satu bulan setelah proposal disetujui.Sebagai data awal peneliti

sudah melakukan observasi terlebih dahulu terhadap anak autistik hiperaktif tersebut.

3.2 Sumber Data

Data bersumber dari tuturan lisan yang diperoleh dari penderita autistik

hiperaktif yang berada di Yayasan Tali Kasih yang berjumlah tiga orang, yaitu:

Mario, Niko, dan Adrian berusia tiga belas tahun yang ketiganya merupakan

penyandang autistik hiperaktif yang bersekolah dan berlatih di Yayasan Tali Kasih.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah penyediaan dan pengklasifikasian data. Metode

pengumpulan data adalah cara yang dilakukan untuk mengumpulkan data.Metode

adalah carayang harus dilakukan, sedangkan teknik adalah cara melaksanakan metode

(29)

terlebih dahulu agar dapat memahami tuturan bahasa Indonesia yang diproduksi oleh

anak autistik hiperaktif. Tahap berikutnya pengumpulan data dilakukan dengan

menggunakan metode simak atau “penyimakan” yakni menyimak penggunaan bahasa

(Sudaryanto, 1993: 133).Metode tersebut dilakukan dengan menyimak tuturan yang

diucapkan oleh anak autistik hiperaktif di Yayasan Tali Kasih Medan yang berusia

tiga belas tahun.Selanjutnya peneliti juga berpartisipasi dalam menyimak

pembicaraan anak autistik hiperaktif tersebut agar mendapatkan data yang lebih

akurat tentang tuturan ilokusi yang diproduksi oleh anak autistik hiperaktif.

Peneliti menerapkan teknik libat cakap yang merupakan lanjutan dari metode

simak (Sudaryanto, 1993: 133).Tahap terakhir peneliti menggunakan teknik catat

untuk mencatat semua data yang diperoleh dari anak autistik hiperaktif yang

selanjutnya diklasifikasi sesuai dengan jenis-jenis tindak tutur dan menganalisis

tindak tutur yang diperoleh dari anak autistik hiperaktif tersebut. Adapun teknik

lanjutan yang digunakan pada proses pengumpulan data yaitu teknik pancing.

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Setelah semua data terkumpul, mulailah diadakan analisis terhadap semua

data untuk menyelesaikan permasalahan penelitian yang telah ditetapkan.Data dalam

penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode padan.Metode padan adalah

sebuah metode analisis bahasa yang alat penentunya berada di luar, terlepas, dan

tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993: 13).Metode

padan yang digunakan dalam menganalisis data penelitian ini adalah metode padan

(30)

referent bahasa dengan metode padan pragmatis yang alat penentunya adalah mitra

wicara. Teknik dasar untuk mengkaji data yang diperoleh adalah dengan teknik pilih

unsur penentu yang memiliki daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh

peneliti (Sudaryanto, 1993: 21).

Peneliti akan memilah tuturan ilokusi bahasa Indonesia yang diproduksi oleh

anak autistik hiperaktif yang berusia tiga belas tahun menjadi tuturan asertif

(representatif), direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif yang telah diproduksi oleh

anak autistik hiperaktif ini.

Berikut bentuk tuturan dan kontekstuturan anak autistik hiperaktif dengan peneliti:

(1) Bentuk tuturan : Kita harus tenang.

Ini sekolah nanti Ibu marah. (Tersenyum senang).

Konteks tuturan :Tuturan disampaikan Niko kepada peneliti pada saatbermain, di luar kelas, dan pada jam istirahat.

Berdasarkan atas data (1) diketahui bahwa Niko telah mampu memproduksi

jenis tuturan asertif (representatif), yakni tuturanyang mengikat penuturnya kepada

kebenaran atas apa yang dikatakannya seperti mengatakan, melaporkan, dan

menyebutkan(Leech, 1993: 164). Sesuai dengan pendapat Leech bahwa Niko mampu

memproduksi tindak tutur asertif yaitu mengatakan apa yang dia ketahui tentang

harus tenang karena ini sekolah, nanti Ibu marah. Sesuai dengan pengalaman yang

Niko terima dari lingkungannya (sekolah), guru akan marah ketika Niko sedang ribut,

tidak tenang, bermain, dan tertawa apabila berada di dalam kelas digunakannya saja

(31)

jam istirahat. Sementara guru selalu menyampaikan pada siswa apabila di luar kelas,

ketika tidak belajar boleh ribut, tertawa, dan bersenang-senang. Hal ini sekaligus

menjawab permasalahan nomor satu.

Untuk menjawab permasalahan nomor dua, dibutuhkan teori genetik-kognitif

Chomsky dan teori pragmatik Levinson. Chomsky mengatakan bahwa teori

genetik-kognitif telah didasarkan pada satu hipotesis yang disebut Hipotesis Nurani (HN) (The Innateness Hypothesis). Chomsky mengatakan otak manusia telah dipersiapkan

secara genetik untuk berbahasa. Oleh karena itu, otak manusia telah dilengkapi

dengan struktur bahasa universal atau yang dimaksud dengan LAD (Language

Acquisition Device).Pada proses pembentukan bahasa, Chomsky juga membedakan

adanya kompetensi (kemampuan atau pemahaman bahasa) dan performansi

(perbuatan bahasa atau pelaksanaan bahasa berupa tuturan), jadi kompetensi dan

performansi harus berjalan selaras agar dapat dipahami oleh lawan tutur.

Chomsky mengatakan juga bahwa kognitif seseorang menyangkut ingatan,

persepsi, pikiran, makna, dan emosi yang sangat berpengaruh ke dalam jiwa manusia

dan menurut Levinson pragmatik adalah telaah mengenai relasi antara bahasa dan

konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa,

dengan kata lain telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta

menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara tepat. Perpaduan teori

genetik kognitif Chomsky dan pragmatik Levinson dikenal dengan nama

(32)

Dilihat dari tuturan yang diproduksi oleh Niko jelas bahwa kognitif Niko

sangat terbatas dari pemikiran, pemahaman, dan persepsi akan konteks tuturan.

Kreativitas bahasa seharusnya muncul pada anak usia tiga belas tahun, namun

krativitas bahasa dan kognitif Niko tidak berkembang dengan baik dan sangat

terbatas. Sehingga tuturan yang diproduksi menyimpang dari konteks tuturan dan ini

sesuai dengan yang dikemukakan Levinson bahwa pemahaman pragmatik adalah

telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu

catatan atau laporan pemahaman bahasa, dengan kata lain telaah mengenai

kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat

dan konteks-konteks secara tepat.Niko tidak memahami konteks dengan benar,

kompetensi akan konteks tuturan (pragmatik) benar-benar sangat terbatas dan tidak

berjalan seiring atau selaras dengan performansinya. Niko tidak tahu dalam situasi

apa, kepada siapa, dan tuturan apa yang harus disampaikannya pada saat itu.

(2) Bentuk tuturan : Mario ke gereja HKBP sama papa, mama, dan kak Omi.

Mmmmmm…. (melihat pembimbing).

Setiap hari Minggu Mario nyanyi.

Konteks tuturan :Tuturan disampaikan Mario kepada peneliti pada saat bermain, di luar kelas, dan pada jam istirahat.

Berdasarkan atas data (2) diketahui bahwa Mario telah mampu memproduksi

jenis tindak tutur asertif (representatif), yakni tindak tuturan yang berisi tentang

mengikat penuturnya kepada kebenaran atas apa yang dikatakannya, seperti

mengatakan, menyebutkan, dan melaporkan. Hal ini menjawab permasalahan nomor

(33)

Minggu di gereja. apa yang dia lakukan tentang Mario ke gereja bersama papa,

mama, dan kak Omi, setiap hari Minggu Mario nyanyi.

Dilihat dari tuturan yang diproduksi oleh Mario, kognitif Mario tidak

berkembang dengan baik juga. Mario hanya tahu jika di gereja hanya bertujuan untuk

bernyanyi, padahal agama Kristen ketika di gereja bertujuan untuk berdoa, khotbah,

dan beribadah bukan hanya bernyanyi saja. Jika dibandingkan dengan anak seusianya

yaitu tiga belas tahun seharusnya Mario sudah tahu dan dapat menjelaskan bahwa di

gereja itu bukan hanya sekedar bernyanyi.

Pemahaman pragmatik adalah pemahaman konteks tuturan itu berlangsung,

apa yang dituturkan, kepada siapa dituturkan, dan dalam keadaan apa tuturan itu

disampaikan. Jadi, sebagai anak autistik hiperaktif,Niko dan Mario yang berusia tiga

belas tahun tidak dapat memahami konteks tuturannya di mana saat tuturan itu

berlangsung. Serta kognitifNiko dan Mario tidak berkembang dengan baik dan sangat

terbatas, begitu juga secara pragmatik konteks tuturan Niko dan Mario terbatas.

Kompetensi tuturan yang diterima oleh anak autistik hiperaktif yang diteliti ini sangat

terbatas, sehingga tindak tutur ilokusi yang diproduksi oleh anak autistik hiperaktif

menyimpang dari konteks tuturan. Begitu pula dapat dinyatakan bahwa LAD Niko

dan Mario belum bekerja dengan baik.

3.5 Metode dan Teknik Penyajian Data

Setelah data dianalisis, tahap selanjutnya adalah menyajikan hasil analisis

data. Dalam pelaksanaannya, hasil analisis dapat disajikan secara formal dan

(34)

penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kaidah kebahasaan. Kaidah itu

dapat berbentuk rumus, bagan atau diagram, tabel dan gambar sedangkan analisis

data secara informal adalah penyajian hasil analisis data dengan menggunakan

kata-kata biasa.Penyajian data dalam hasil analisis ini menggunakan teknik penyajian

secara informal yaitu penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata

(35)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Tindak Tutur Ilokusi Bahasa Indonesia yang dapat Diproduksi oleh Anak Autistik Hiperaktif.

Tindak tutur ilokusi pada umumnya dapat diproduksi oleh anak normal,

namun pada anak autistik hiperaktif mengalami gangguan pragmatik bahasa, yakni

kesukaran pemakaian bahasa dalam konteks yang sering terjadi pada anak-anak

penderita autisme dan cacat akal. Hal tersebut terjadinya karena kerusakan bahasa

(language disorder) pada dasarnya disebabkan keretakan atau kelainan medan-medan

bahasa.

Hasil penelitian mengenai tindak tutur ilokusi bahasa Indonesia yang

diproduksi oleh anak autistik hiperaktif didasarkan pada pengamatan terhadap

penyandang autistik hiperaktif yang berusia tiga belas tahun dan bersekolah di

Yayasan Tali Kasih berjumlah tiga orang yang ketiganya berjenis kelamin laki-laki.

4.1.1 Tindak Tutur Representatif (Asertif)

Tindak tutur representatif (asertif merupakan tindak tutur yang mengikat

penuturnya kepada kebenaran atas apa yang dikatakannya, adapaun tindak tutur

representatif (asertif) yang dapat diproduksi oleh anak autistik hiperaktif diantaranya:

(3) Bentuk tuturan: Tiga belas tahun bu.

(36)

Ya, isi minyak.

Ya, tengki minyak teleponnya ayah, tadi mati lampu, pakai

genset.

Pernah.

Enggak.

Kak manda libur.

Konteks Tuturan: Tuturan disampaikan Niko kepada peneliti pada saat bermain,

di luar kelas, dan pada jam istirahat.

Berdasarkan data (3) diketahui bahwa Niko telah mampu memproduksi jenis

tindak tutur representatif (asertif). Niko telah mampu mengatakan apa yang ia ketahui

tentang usia Tiga belas tahun, dengan mama, ya.. isi minyak, ya.. tengki minyak

teleponnya tadi mati lampu, pakai genset, pernah, enggak, kak manda libur. Niko

mampu mengatakan usia Niko pada tahun ini, Niko juga dapat mengatakan bahwa

Niko sangat menyayangi orang tua atau mama Niko, mengatakan apa yang sedang

dilakukan bundanya bahwa ketika mati lampu bunda Niko menghidupkan genset dan

menelepon ayah Niko, Niko juga mampu mengatakan bahwa ibu Niko pernah marah

dan bukan karena Niko nakal serta Niko mengatakan bahwa Niko memiliki seorang

kakak bernama Manda yang sedang libur sekolah.

(4) Bentuk tuturan: Membaca.

Bu Tini.

Bu Tini.

Bu Tini.

(37)

Guru Ojan.

Konteks Tuturan: Tuturan disampaikan Niko kepada peneliti pada saat bermain,

di luar kelas, dan pada jam istirahat.

Berdasarkan data (4) diketahui bahwa Niko telah mampu memproduksi jenis

tindak tutur representatif (asertif). Niko mampu mengatakan bahwa Niko senang

dengan pelajaran membaca dan Niko juga mengatakan bahwa pelajaran membaca

diajarkan oleh ibu Tini serta Niko mengatakan bahwa ibu Mita adalah guru Ojan atau

teman satu sekolah dengan Niko.

(5) Bentuk tuturan: Mama Tri.

Ayah Beresman.

Tanjung sari bu.

Kristen.

Konteks Tuturan: Tuturan disampaikan Niko kepada peneliti pada saat bermain,

di luar kelas, dan pada jam istirahat.

Berdasarkan data (5) tuturan yang diproduksi oleh Niko tentang mama Tri,

ayah Beresman, Tanjung Sari, Kristen dapat diketahui bahwa niko telah mampu

mengatakan identitas orang tua Niko. Niko dapat menyebutkan nama dari ayah dan

ibu Niko, Niko juga mampu menyebutkan alamat rumah Niko serta mengatakan

bahwa Niko beragama Kristen.

(6) Bentuk tuturan: Pensil.

Hp bu.

Konteks Tuturan: Tuturan disampaikan Niko kepada peneliti pada saat bermain,

(38)

Berdasarkan data (6) tuturan yang diproduksi oleh Niko tentang pensil, hp

dapat diketahui bahwa Niko telah mampu memproduksi jenis tindak tutur

representatif yakni Niko mengatakan bahwa ini adalah pensil dan Hp, ketika peneliti

bertanya kepada Niko ini apa Niko? Niko mengatakan bahwa iu adalah pensil dan hp.

(7) Bentuk tuturan: Apa ini bu?

Putus AC nya bu. (melihat AC di dalam kelas Niko)

Konteks Tuturan: Tuturan disampaikan Niko kepada peneliti pada peneliti

mengantar Niko masuk ke ruangan untuk belajar.

Berdasarkan data (7) tuturan yang diproduksi oleh Niko tentang Putus AC nya

bu dapat diketahui bahwa Niko telah mampu memproduksi jenis tindak tutur

representatif yakni Niko melaporkan tentang keadaan pendingin ruangan (AC) yang

berada di kelas Niko bahwa AC di kelas Niko dalam keadaan mati atau tidan

menyala.

Bentuk tuturan: Baju Adrian warna merah

Tiga belas tahun bu.

Duduk bu.

Konteks Tuturan: Tuturan disampaikan Adrian kepada peneliti pada saat

menunggu bell masuk untuk belajar.

Berdasarkan data (7) dapat diketahui bahwa Adrian telah mampu

memproduksi jenis tindak tutur representatif (asertif), yakni tuturan yang mengikat

(39)

memproduksi jenis tindak tutur representatif yaitu menyebutkan apa yang ia ketahui

tentang baju Adrian warna merah, tiga belas tahun, duduk bu. Adrian menyebutkan

bahwa baju yang ia pakai berwarna merah. Adrian juga dapat menyebutkan usia

Adrian tahun ini serta Adrian juga dapat menyebutkan apa yang Adrian lakukan saat

itu yaitu Adrian sedang duduk.

(8) Bentuk tuturan: Sudah bu..

Pakai sikat gigi…

Makan pakai nasi bu.

Konteks Tuturan: Tuturan disampaikan Adrian kepada peneliti pada saat

menunggu bell masuk untuk belajar.

Berdasarkan data (8) dapat diketahui bahwa Adrian telah mampu

memproduksi jenis tindak tutur representatif (asertif), yakni tuturan yang mengikat

penuturnya kepada kebenaran atas apa yang dikatakannya. Adrian mampu

memproduksi jenis tindak tutur representatif yaitu mengatakan sudah bu, sikat gigi,

makai pakai nasi bu. Adrian mengatakan bahwa Adrian telah selelsai makan sebelum

berangkat ke sekolah namun ketika peneliti bertanya makan pakai apa? Awalnya

Adrian mengatakan bahwa Adrian makan pakai sikat gigi. Setelah ditanya untuk

kedua kalinya maka Adrian mengatakan bahwa Adrian makan pakai nasi bu.

(40)

Perempuan.. bu Leli perempuan, ibu Tini perempuan, ibu Leli perempuan

Konteks Tuturan: Tuturan disampaikan Adrian kepada peneliti pada saat

menunggu bell masuk untuk belajar.

Berdasarkan data (9) dapat diketahui bahwa Adrian telah mampu

memproduksi jenis tindak tutur representatif (asertif). Adrian mampu memproduksi

jenis tindak tutur representatif yaitu menyebutkan Pak Herman laki-laki, pak Leman

laki-laki, bu Endang perempuan, perempuan.. bu Leli perempuan, bu Tini

perempuan, bu Leli perempuan. Adrian mampu menyebutkan jenis kelamin

pembimbing Adrian. Adrian menyebutkan bahwa pak Herman adalah laki-laki, ibu

Tini perempuan, dan ibu Leli perempuan.

(10) Bentuk tuturan: Tidakk.. ibu Endang baik.. (bernyanyi naik-naik ke puncak gunung).

Menulis.. Adrian suka menulis.

Suka coklat, Adrian suka buah.

Konteks Tuturan: Tuturan disampaikan Adrian kepada peneliti pada saat menunggu bell masuk untuk belajar.

Berdasarkan data (10) diketahui bahwa Adrian mampu memproduksi tindak

tutur representatif (asertif). Adrian mengatakan tidak.. ibu Endang baik, Menulis..

Adrian suka menulis, suka coklat, Adrian suka buah. Dari tuturan yang diproduksi

oleh Adrian tersebut dapat diketahui Adrian mampu mengatakan bahwa ibu Endang

(41)

menyebutkan bahwa Adrian suka dengan pelajaran menulis serta Adrian

menyebutkan bahwa Adrian suka makan coklat dan buah.

(11) Bentuk tuturan: Sayang.. Adrian sayang mama.

Mami namanya Aling.

Papi namanya Ahwan.

Jalan Manggis, nomor 62 Perbaungan.

Konteks Tuturan: Tuturan disampaikan Adrian kepada peneliti pada saat

menunggu bell masuk untuk belajar.

Berdasarkan data (11) diketahui bahwa Adrian mampu memproduksi tindak

tutur representatif (asertif). Adrian mampu mengatakan sayang.. Adrian sayang

mama, mami namanya Aling, papi namanya Ahwan, Jalan manggis nomor 62

Perbaungan. Dari tuturan tersebut dapat diketahui Adrian mampu mengatakan bahwa

Adrian sayang kepada ibu, Adrian juga mampu menyebutkan identitas atau nama

kedua orang tua Adrian serta Adrian telah mampu megatakan alamat rumah Adrian

kepada peneliti saat peneliti bertanya alamat rumah Adrian.

(12) Bentuk tuturan: Adrian ke sekolah naik mobil.

Sama wak Bio..

Mama di rumah.

Konteks Tuturan: Tuturan disampaikan Adrian kepada peneliti pada saat

(42)

Berdasarkan data (12) dari tuturan Adrian ke sekolah naik mobil, sama wak

Bio, mama di rumah dapat diketahui bahwa Adrian telah mampu memproduksi tindak

tutur representatif (asetif) yaitu Adrian mampu melaporkan kepada peneliti bahwa

Adrian berangkat ke sekolah naik mobil bersama wak Bio. Saat peneliti bertanya

mama Adrian dimana? Adrian mengatakan bahwa ibu Adrian sedang berada di

rumah. Dari tuturan tersebut maka dapat diketahui bahwa Adrian telah mampu

memproduksi tindak tutur representatif (asertif).

(13) Bentuk tuturan: Nama saya Mario

Tiga belas tahun

Mario kelas 6 di SD

Konteks Tuturan: Peneliti memasuki kelas Mario dan tuturan disampaikan

Mario kepada peneliti pada saat jam belajar.

Berdasarkan data (13) diketahui bahwa Mario telah mampu memproduksi

jenis tindak tutur representatif (asertif) yakni Mario dapat menyebutkan nama saya

Mario, sebelas tahun, Mario kelas VI di SD. Mario menyebutkan identitas diri Mario

yaitu, nama, umur, dan sekarang Mario telah duduk di bangku kelas VI di sekolah

dasar seperti anak normal. Dari tuturan yang diproduksi oleh Mario maka dapat

diketahui Mario telah mampu memproduksi jenis tindak tutur representatif (asertif).

(13) Bentuk tuturan: Nama ibu Mario, ibu Vini.

Nama ayah Herman utomo.

Alamat no 7, Jalan Ringrut bu.

Konteks Tuturan: Peneliti memasuki kelas Mario dan tuturan disampaikan

(43)

Berdasarkan data (13) diketahui dari tuturan Mario nama ibu Mario, ibu Vini,

nama ayah Herman Utomo, alamat no 7, jalan ringrut bu. Mario telah mampu

memproduksi jenis tindak tutur representatif (asertif) yakni ketika ditanya oleh

peneliti Mario dapat menyebutkan nama ibu dan ayah Mario, serta Mario telah

mampu menyebutkan alamat rumah Mario kepada peneliti.

(14) Bentuk tuturan: Mario di sekolah kelas 6.

Sekolah SD Benuai.

Guru di benuai namanya bu Nana.

Konteks Tuturan: Peneliti memasuki kelas Mario dan tuturan disampaikan

Mario kepada peneliti pada saat jam belajar.

Berdasarkan data (14) diketahui bahwa Mario telah mampu memproduksi

jenis tindak tutur representatif (asertif). Mario bertutur bahwa Mario di sekolah kelas

6 kalau di Tali Kasih lain lagi, sekolah SD Benuai, guru Benuai namanya bu Nana.

Mario mengatakan bahwa Mario di sekolah SD telah duduk di bangku kelas 6 tidak

sama ketika Mario belajar di Yayasan Tali Kasih, Mario juga mengatakan bahwa

Mario bersekolah di SD Benuai, dan Mario juga menyebutkan bahwa guru di Benuai

bernama bu Nana. Hal tersebut membuktikan bahwa Mario telah mampu

memproduksi jenis tindak tutur representatif (asertif).

(15) Bentuk tuturan: SD Benuai tapi pas ujian semester bahasa inggris dia nyontek.

yang nyontek Alena.. ya, dia nyontek.

(44)

Dia nyontek, Alena menyontek pelajaran agama, bahasa

Indonesia, IPA, penjas, bahasa mandarin.

Konteks Tuturan: Peneliti memasuki kelas Mario dan tuturan disampaikan

Mario kepada peneliti pada saat jam belajar.

Berdasarkan data (15) diketahui bahwa Mario telah mampu memproduksi

tindak tutur representatif (asertif), yakni melaporkan. Dari tuturan yang diproduksi

Mario SD Benuai tapi pas ujian semester bahasa Inggris dia nyontek, yang nyontek

Alena.. ya dia nyontek, gak, Mario gak marah, dia nyontek, Alena menyontek

pelajaran agama, bahasa Indonesia, IPA, penjas, bahasa mandarin. Mario

melaporkan kepada peneliti bahwa hari itu Mario sedang menjalankan ujian semester

bahasa Inggris dan teman sekolah Mario bernama Alena menyontek kepada Mario.

Ketika peneliti bertanya apakah Mario marah? Mario mengatakan bahwa Mario tidak

marah, Mario juga malaporkan bahwa Alena menyontek mata pelajaran agama,

bahasa Indonesia, IPA, penjas, dan bahasa mandarin.

(16) Bentuk tuturan: Di sekolahh.. dia nyontek matematika, nyontek Alena.

Nyontek sama wendi.

Dia nyontek, dia main-main ini..

Dia bilang, ihh wendi nyontek, katanya jojo ihh… Mario

nyontek.

Dia nyontek, selasa dia yang nyontek.

Konteks Tuturan: Peneliti memasuki kelas Mario dan tuturan disampaikan

(45)

Berdasarkan data (16) diketahui bahwa Mario telah mampu memproduksi

tindak tutur representatif (asertif), yakni melaporkan. Dari tuturan yang diproduksi

Mario SD Benuai tapi pas ujian semester bahasa Inggris dia nyontek, yang nyontek

Alena.. ya dia nyontek, gak, Mario gak marah, dia nyontek, Alena menyontek

pelajaran agama, bahasa Indonesia, IPA, penjas, bahasa mandarin. Mario

melaporkan kepada peneliti bahwa hari itu Mario sedang menjalankan ujian semester

bahasa Inggris dan teman sekolah Mario bernama Alena menyontek kepada Mario.

Ketika peneliti bertanya apakah Mario marah? Mario mengatakan bahwa Mario tidak

marah, Mario juga malaporkan bahwa Alena menyontek mata pelajaran agama,

bahasa Indonesia, IPA, penjas, dan bahasa mandarin.

4.1.2 Tindak Tutur Direktif

Tindak direktif merupakan tindak tutur yang betujuan menghasilkan suatu

efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur. Adapun tindak tutur direktif yang

dapat diproduksi oleh anak autistik hiperaktif diantaranya:

(1) Bentuk tuturan: Apa ini bu? (menunjuk lampu hiasan dinding)

Ambil ya bu

Tempel di sini bu! (sambil menunjuk kursi)

Konteks Tuturan: Tuturan disampaikan Niko kepada peneliti pada saat Adrian

menunggu bell masuk untuk belajar.

Berdasarkan data (1) diketahui bahwa Niko telah mampu memproduksi jenis

(46)

ya bu, temple di sini bu!. Dari tuturan yang disampaikan Niko kepada peneliti pada

saat Niko menunggu bell masuk untuk belajar, Niko memerintah peneliti agar lampu

hiasan dinding untuk ditempelkan di kursi duduk Niko. Hal tersebut membuktikan

bahwa Niko telah mampu memproduksi jenis tindak tutur direktif yakni memerintah.

(2) Bentuk tuturan: Ia bu.

Bu, itu tempel di sini (menunjuk pintu), buat sini aja gak usah

di luar! (menunjuk lampu hiasan dinding).

Konteks Tuturan: Tuturan disampaikan Niko kepada peneliti pada saat Adrian

masuk ke kelas untuk belajar.

Berdasarkan data (1) diketahui bahwa Niko telah mampu memproduksi jenis

tindak tutur direktif. Niko telah mampu memerintah dengan mengatakan bu, itu

temple di sini, buat sini aja gak usah di luar. Dari tuturan yang disampaikan Niko

kepada peneliti pada saat Niko masuk ke kelas untuk belajar, Niko memerintah

peneliti agar lampu hiasan dinding yang berada di luar kelas Niko dipindahkan ke

dalam kelas Niko. Hal tersebut membuktikan bahwa Niko telah mampu memproduksi

jenis tindak tutur direktif yakni memerintah.

4.2 Perkembangan Pragmatik Kognitif pada Anak Autistik Hiperaktif Ketika Memproduksi Tindak Tutur Ilokusi Bahasa Indonesia.

Levinson mengatakan bahwa pragmatik adalah telaah mengenai relasi antara

(47)

pemahaman bahasa, dengan kata lain telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa

menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara

tepat.

Chomsky berpendapat bahwa kemampuan berbahasa manusia itu dipengaruhi

juga oleh kemampuan kognitifnya, teorinya mengatakan bahwa ada intervensi dan

kemampuan yang menyangkut ingatan, persepsi, pikiran, makna, dan emosi yang

sangat berpengaruh ke dalam jiwa manusia.

Pemahaman pragmatik adalah pemahaman konteks tuturan itu berlangsung,

apa yang dituturkan, kepada siapa dituturkan, dan dalam keadaan apa tuturan itu

disampaikan. Pada umumnya tuturan dapat diujarkan anak normal dengan baik. Anak

normal mampu berinteraksi dengan lawan tutur sesuai dengan makna yang

sebenarnya. Namun pada anak autistik hiperaktif mengalami kesulitan pada saat

bertutur kepada orang lain, disebabkan kerusakan bahasa. Misalnya kerusakan

pragmatik bahasa, yakni kesukaran pemakaian bahasa dalam konteks yang sering

terjadi pada anak-anak penderita autisme dan cacat akal. (Simanjuntak, 2009: 148).

Adapun kerusakan pragmatik kognitif anak autistic hiperaktif ketika memproduksi

tindak tutur ilokusi bahasa Indonesia, diantaranya:

4.2.1 Perkembangan Pragmatik Niko (1) Peneliti : Niko punya kakak?

Niko : Kak Manda libur, kak Manda di rumah marah-marah.

(48)

Niko : Niko gak tahu bu.

Konteks Tuturan : Tuturan disampaikan Niko kepada peneliti pada saat

bermain, di luar kelas, dan pada jam istirahat.

Dilihat dari tuturan (1) yang diproduksi oleh Niko, kognitif Niko tidak

berkembang dengan baik, dapat dilihat ketika peneliti bertanya Niko punya kakak?

Dan Niko menjawab kak Manda libur, kak Manda di rumah marah-marah, Niko gak

tau. Tuturan tersebut tidak sesuai dengan konteks dalam betutur, Niko tidak tahu apa

yang seharusnya dijawab pada pertanyaan yang diajukan peneliti kepada Niko.

Pemahaman pragmatik Niko belum berjalan dengan baik, Niko tidak tahu tuturan apa

yang harus ia tuturkan. Tuturan yang diproduksi oleh Niko tidak sesuai pada konteks

yang ditanyakan. Hal tersebut membuktikan bahwa kognitif Niko tidak berkembang

dengan baik dan sangat terbatas, begitu juga secara pragmatik konteks tuturan Niko

terbatas. Kompetensi akan tuturan yang Niko menyimpang dari konteks tuturan.

Begitu pula LAD Niko belum bekerja dengan baik.

(2) Peneliti : Nama guru Niko yang sedang ada di sekolah ini siapa aja?

Niko : Bu tini.

Peneliti : Terus siapa lagi?

Niko : Bu tini.

Peneliti : Terus?

Niko : Bu tini.

Peneliti : Kok ibu Tini aja, terus ibu mi…. (sambil melihat ibu Mita)

(49)

Konteks Tuturan : Tuturan disampaikan Niko kepada peneliti pada saat

bermain, di luar kelas, dan pada jam istirahat.

Dilihat dari tuturan (2) yang diproduksi oleh performansi Niko cukup bagus,

Niko mampu menghasilkan kalimat dengan tepat. Namun kompetensi dan kognitif

Niko tidak berjalan dengan baik, dapat dilihat ketika peneliti bertanya kepada Niko

Nama guru Niko yang sedang ada di sini siapa aja? Niko menjawab ibu Tini, namun

ketika peneliti bertanya berulang-ulang Niko hanya menjawab ibu Tini. padahal guru

yang sedang berada di sekolah bukan hanya ibu Tini, namun ibu Mita juga sedang

berada di sekolah dan tepat berada di samping Niko. Niko tidak mengetahui tuturan

apa yang harus ia tuturkan pada saat itu. Seharusnya anak berusia tiga belas tahun

pada umumnya telah mampu menyampaikan tuturan dengan baik bila ditanya

mengenai keberadaan orang di sekitar. Namun Niko tidak dapat menyampaikan

tuturan atas apa yang ditanyakan peneliti pada Niko dikarenakan keterbatasan

pragmatik kognitif Niko. Kompetensi Niko terbatas dan tidak berjalan selaras dengan

kemampuan performansi Niko. Begitu pula dapat dinyatakan bahwa LAD Niko

belum bekerja dengan baik.

(3) Peneliti : Ibu Mita guru pelajaran apa Niko?

Niko : Ibu Mita guru Ojan.

Peneliti : loh, kok guru Ojan, bu Mita itu guru pelajaran Membaca.

Niko : Iya bu. (tersenyum).

Konteks Tuturan : Tuturan disampaikan Niko kepada peneliti pada saat

(50)

Dilihat dari tuturan (3) yang diproduksi oleh Niko bahwa kognitif Niko tidak

berjalan dengan baik, dapat dilihat ketika peneliti bertanya kepada Niko Ibu Mita

guru pelajaran apa Niko? Niko menjawab bahwa ibu Mita adalah guru Ojan,

seharusnya Niko bertutur bahwa ibu Mita adalah guru pelajaran membaca. Dapat

diketahui dari hal tersebut bahwa kognitif Niko terbatas, kemampuan kompetensi

Niko tidak berjalan selaras dengan kemampuan performansinya. Pemahaman

pragmatik Niko belum sempurna, dapat dilihat dari tuturan yang diproduksi Niko.

Niko tidak tahu tuturan apa yang seharusnya Niko sampaikan kepada peneliti. Begitu

pula dapat dinyatakan bahwa LAD Niko belum bekerja dengan baik.

(4) Peneliti : Kalau malam Niko ngapai aja di rumah?

Niko : Malam.. malam (tersenyum)

Peneliti : Iya kalau malam ngapain aja di rumah?

Niko : Udah malam ini bu. (melihat ke arah jendela)

Peneliti : Udah malam? Ini masih siang Niko.. Niko belum belajar di

sekolah lagi. Sekarang belajar ya..

Niko : Ia bu…

Konteks Tuturan : Tuturan disampaikan Niko kepada peneliti pada saat

bermain, di luar kelas, dan pada jam istirahat.

Dilihat dari tuturan (4) ketika peneliti bertanya kepada Niko kalau malam

Niko ngapain aja di rumah? Niko menjwab malam.. malam, dan ketika peneliti

kembali bertanya Niko menjawab udah malam ini bu. Dari hal tersebut dapat dilihat

bahwa kognitif Niko belum berjalan dengan baik. Pemahaman pragmatik akan

(51)

dengan apa yang seharusnya disampaikan. Hal tersebut membuktikan ba hwa kognitif

Niko terbatas. Kemampuan kompetensi Niko belum berjalan selaras dengan

kemampuan performansinya. Begitu pula dapat dinyatakan bahwa LAD Niko belum

bekerja dengan baik.

(5) Peneliti : Niko belajar apa hari ini?

Niko : Dua.

Peneliti : Kok belajar dua? Belajar menghitung ya?

Niko : Lapan bu.

Pembimbing : Belajar angka Niko bukan delapan.

Niko : Belajar angka bu.

Konteks Tuturan : Tuturan disampaikan Niko kepada peneliti pada saat

bermain, di luar kelas, dan pada jam istirahat.

Dilihat dari tuturan (5) kognitif Niko sangat terbatas. Dap

Referensi

Dokumen terkait

Pendekatan yang akan diambil untuk membangun Akademi Kuliner Jepang ini adalah dengan perancangan baru pada bangunan tunggal yang berfungsi sebagai kampus dengan konsep

Pengaruh Pengeringan (Cabinet Dryer dan Freeze Drying) dan Pengemasan (Botol Gelas dan Metalized Plastic) terhadap Aktivitas Antioksidan serta Umur Simpan Kapsul Bubuk Biji

Mustakim , Pengaruh Obidience Pressure, Kompleksitas Tugas dan … Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yendrawati dan Mukti (2015)

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang berisi pertanyaan terstruktur untuk mengukur masing masing variabel yang diteliti, yaitu berisikan

Melakukan penyiapan bahan pembinaan, pembimbingan, dan fasilitasi pelaksanaan kebijakan teknis, norma, standar, prosedur, kriteria, serta pemantauan dan evaluasi di

Supervisi melalui pelatihan internal, sebagaimana yag telah dilakukan oleh kepala MAN Insan Cendekia Provinsi Jambi terhadap para staf keuangannya merupakan salah

(6) Perubahan terhadap isi dan rincian dalam DIPA Dekon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Sekretaris Jenderal sebagai bahan untuk

Berdasarkan mayoritas perusahaan penghasil baja diatas dengan buku periode kuartal 3/2020 dan harga saham per akhir Januari 2021, rata-rata perusahaan tersebut diperdagangkan dengan