• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan Dan Kehutanan Terhadap Peningkatan Kinerja Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Di Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektifitas Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan Dan Kehutanan Terhadap Peningkatan Kinerja Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Di Sumatera Utara"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIFITAS BADAN PELAKSANA PENYULUHAN

PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN

TERHADAP PENINGKATAN KINERJA PENYULUH

PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN

DI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

RISMAULI BASA GULTOM

107039013/MAG

PROGRAM STUDIMAGISTER AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

EFEKTIFITAS BADAN PELAKSANA PENYULUHAN

PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN TERHADAP

PENINGKATAN KINERJA PENYULUH PERTANIAN,

PERIKANAN DAN KEHUTANAN DI SUMATERA UTARA

TESIS

Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Magister Pertanian pada Program Studi Magister Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Oleh

RISMAULI BASA GULTOM

107039013/MAG

PROGRAM STUDIMAGISTER AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul :Efektifitas Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan Dan Kehutanan Terhadap Peningkatan Kinerja Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Di Sumatera Utara

Nama : Rismauli Basa Gultom

NIM : 107039013

Program Studi : Magister Agribisnis

Menyetujui Komisi Pembimbing,

Ketua

(Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si)

Anggota

(Ir. Iskandarini, M.M, PhD)

Ketua Program Studi, Dekan,

(4)

Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Tim Penguji pada Rabu, 22 Januari 2014

Tim Penguji

Ketua : Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si ______________________

Anggota : 1. Ir. Iskandarini, M.M,Ph.D _______________________

2. Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec ______________________

(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul :

EFEKTIFITAS BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN TERHADAP PENINGKATAN KINERJA PENYULUH PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN DI SUMATERA UTARA

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun

sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan

secara benar dan jelas.

Medan, Januari 2014 Yang membuat pernyataan,

(6)

Dipersembahkan kepada :

(7)

ABSTRAK

RISMAULI BASA GULTOM. Efektifitas Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Terhadap Peningkatan Kinerja Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di Sumatera Utara. Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2013.

Dalam membangun pertanian yang tangguh diperlukan kemampuan dalam memanfaatkan segala sumberdaya secara optimal, untuk itu diperlukan aparat pertanian yang tangguh dibidang pengaturan, pelayanan dan penyuluhan sesuai kualifikasi dan spesialisasi yang diperlukan bagi kelangsungan proses pembangunan pertanian tangguh tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan mengetahui pengaruh motivasi penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan sebelum dan sesudah pembentukan bapelluh dan persepsi penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan terhadap efektifitas kelembagaan bapelluh, serta pengaruh efektifitas bapelluh terhadap kinerja penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di Sumatera Utara.

Data yang digunakan merupakan data primer dengan jumlah sampel sebanyak 66 responden di tiga kelembagaan bapelluh yaitu di Kelembagaan Penyuluhan Murni, Kelembagaan Penyuluhan Campuran dan Non Kelembagaan. Hasil analisis menjelaskan bahwa motivasi penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan sebelum dan sesudah pembentukan bapelluh di Sumatera Utara berpengaruh secara positif dan signifikan pada tingkat kesalahan 10%, persepsi penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektifitas kelembagaan bapelluh di Sumatera Utara pada tingkat kepercayaan 95%. Sedangkan efektifitas kelembagaan bapelluh berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di Sumatera Utara dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%..

(8)

ABSTRACT

RISMAULI BASA GULTOM. The Effectiveness of the Executive Board of Agriculture, Fishery, and Forestry Counseling on the Improvement of the Performance of Agriculture, Fishery, and Forestry Counselors in North Sumatera. Graduate School of the University of Sumatera Utara.

The capability of using all human resources optimally is needed to develop strong agriculture; therefore, strong agricultural personnel are needed in organizing, servicing, and counseling which are in line with their qualification and specification in order to get the sustainable process of the agricultural development. The objective of the research was to analyze and find out the influence of the motivation of the Agriculture, Fishery, and Forestry Counselors before and the establishment of Bapelluh (Counseling Executive Board), the influence of the perception of the Agriculture, Fishery, and Forestry Counselors on the effectiveness of Bapelluh institution, and the influence of the effectiveness of Bapelluh on the performance of the Agriculture, Fishery, and Forestry counselors in North Sumatera.

The data consisted of primary data with 66 respondents used as the samples in the three institutions: Pure Institutional, Mixed Counseling Institutional, and Non-Institutional. The result of the analysis showed that the motivation of the Agriculture, Fishery, and Forestry counselors before and after the establishment of Bapelluh in North Sumatera had positive and significant influence at the wrong margin of 10%, the perception of the Agriculture, Fishery, and Forestry counselors had positive and significant influence on the effectiveness of Bapelluh institutional in North Sumatera at the level of reliability of 95%, while the effectiveness of Bapelluh institutional had positive and significant influence on the performance of the Agriculture, Fishery, and Forestry counselors in North Sumatera at the level of reliability of 95%.

(9)

RIWAYAT HIDUP

RISMAULI BASA GULTOM, Lahir di Medan, Sumatera Utara pada

tanggal 10 Pebruari 1967 dari Almarhum Bapak Drs. Dj. Gultom dan Ibu T.S.

boru Manullang. Penulis merupakan anak ke-6 (enam) dari 6 (enam) bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :

1. Tahun 1974, masuk Sekolah Dasar, SD. ST. Antonius V Medan, lulus tahun

1980

2. Tahun 1980, masuk Sekolah Menengah Pertama, SMP Katolik Tri Sakti,

Medan, lulus tahun 1983

3. Tahun 1983, masuk Sekolah Menengah Atas, SMA Negeri V, Medan

4. Tahun 1984, pindah ke SMA Negeri I Medan, lulus tahun 1986

5. Tahun 1986, diterima di Perguruan Tinggi Negeri, Universitas Sumatera

Utara, lulus tahun 1991

6. Tahun 1992, CPNS di Departemen Pertanian dan ditempatkan di Bidang

Pengumpulan dan Penyajian Data, Pusat Data dan Informasi, Jakarta

7. Tahun 1993, menjadi PNS dan ditempatkan di Bidang Statistik Pertanian,

Pusat Data dan Informasi, Departemen Pertanian, Jakarta

8. Tahun 1994, staf di Bidang Informasi Produk dan Jaringan Pasar, Pusat

Pengembangan Informasi Pasar, Badan Agribisnis, Departemen Pertanian,

Jakarta

9. Tahun 1996, staf di Bidang Pengolahan Tanaman Pangan dan Hortikultura,

(10)

10. Tahun 1998, staf di Bidang Pasar Internasional Perkebunan, Direktorat

Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Direktorat Jenderal Bina

Pengolahan dan Pengembangan Hasil Pertanian (BP2HP)

11. Tahun 2001, Kepala Sub Bagian Evaluasi Program, Bagian Evaluasi,

Setditjen BP2HP

12. Tahun 2002, Kepala Sub Bagian Data dan Informasi, Bagian Perencanaan,

Setditjen BP2HP

13. Tahun 2004, Kepala Bagian Humas, di Sekretariat Daerah, Pemerintah

Kabupaten Samosir

14. Tahun 2006, Kepala Bidang Program, di Dinas Pertanian, Pemerintah

Kabupaten Samosir.

15. Tahun 2007, staf di Badan Informasi dan Komunikasi, Pemerintah Provinsi

Sumatera Utara

16. Tahun 2010, Kepala Sub Bagian Program di Bagian Tata Usaha, Badan

Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Provinsi

Sumatera Utara

17. Tahun 2010, melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Magister

Agribisnis, Universitas Sumatera Utara

18. Bulan September Tahun 2013 sampai dengan sekarang, staf di Bidang

Kerjasama, Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan

(11)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

kasih dan karuniaNya sehingga usulan penelitian ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa penulisan dan materi yang disajikan dalam

usulan penelitian ini jauh dari kesempurnaan, dikarenakan kekurangan dan

keterbatasan kemampuan yang dimiliki, sehingga masukan dan saran diharapkan

dapat melengkapinya.

Tersusunnya tesis ini tidak terlepas dari motivasi, bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS, sebagai Dekan Fakultas Pertanian

2. Dr. Ir. Tavi Supriana Hutasuhut, MS, sebagai Ketua Program Studi Magister

Agribisnis

3. Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si, sebagai Pembimbing I

4. Ir. Iskandarini Soetadi, MM, Ph.D, sebagai Pembimbing II

5. Dr. Ir. Setia Negara Lubis, MS, sebagai Penguji I

6. Ir. Diana Chalil, M.Si. Ph.D, sebagai Penguji II

7. Para dosen Program Studi Magister Agribisnis, Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

8. Staf Tata Usaha, di Program Studi Magister Agribisnis, Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

9. Orangtua, abang, kakak dan para keponakan tersayang, yang selalu

(12)

10. Drs Pulung Hutabarat, AK, MM, mantan Kepala Bakorluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara (periode 2010-2012) yang

memberi ijin penulis untuk mengikuti pendidikan Program S2 di Fakultas

Pertanian USU, Medan

11. Ibu Ir. Ellen Nova, MMA, Kepala Bidang Kerjasama, Bakorluh Pertanian,

Perikanan dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara yang memberikan

dukungan dan keleluasaan waktu untuk menyelesaikan studi penulis.

12. Sahabatku Dra. Leny Harstati, MM, Ir. Irmansyah Harahap, MT. HMA dan

Ir. Mohammad Iqbal, M.Si, M. Iriansyah SE., M.Si., yang terus-menerus

memberikan semangat untuk menyelesaikan studi S2 penulis.

13. Rekan-rekan alumni SMAN V Medan Angkatan’ 86, Syafiatun Siregar,

Endang Sari Siregar, Yuliani Siregar, Ifa Rita, Meutia Nauly, Elizar

Rangkuti, Mutmainah Lubis, Elmi Laut Tawars, Titik Sunasty, Suaib AK dan

rekan-rekan lain yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu yang

menguatkan, mendukung dan menolong kesembuhan penulis sehingga

penulis bisa kembali melanjutkan perkuliahan yang tertunda.

14. Para penyuluh pertanian di kabupaten kota di Sumatera Utara yang telah

membantu mengisi kuesioner mendukung penelitian penulis

15. Teman-teman MAG, Angkatan III yang telah memberikan dukungan selama

perkuliahan berlangsung.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis berharap semoga tesis ini

dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan

Medan, Januari 2014

(13)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ……… i

ABSTRACK ……….…… ii

RIWAYAT HIDUP ……….… iii

KATA PENGANTAR ……….……… vi

DAFTAR ISI ………... ix

DAFTAR TABEL ……… xii

DAFTAR GAMBAR ………... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ……… xv

BAB. I PENDAHULUAN ……… 1

1.1. Latar Belakang ………..… 1

1.2. Perumusan Masalah ………...………… 6

1.3. Tujuan Penelitian ……… 7

1.4. Kegunaan Penelitian ……… 8

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA ……… 9

2.1. Landasan Teori ………..… 9

2.1.1. Efektifitas ………..…… 15

2.1.2. Persepsi ……… 16

2.1.2.1. Proses Pembentukan Persepsi ………….………… 16

2.1.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi …….. 17

2.1.3. Motivasi ……… 18

2.1.3.1. Proses Motivasi ……….…... 18

2.1.3.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi……... 19

2.2. Penelitian Terdahulu ………..…… 19

2.3. Kerangka Pemikiran ………..…… 20

2.4. Hipotesis Penelitian ……… 24

(14)

3.3. Metode Pengumpulan Data ………...… 26

3.6. Defenisi dan Batasan Operasional ……….…. 36

3.6.1. Defenisi ……… 36 4.5.1. Pengaruh Motivasi Kerja Penyuluh Pertanian, Perikanan,

dan Kehutanan Sebelum Pembentukan Badan Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Terhadap Efektifitasn Keberadaan Kelembagaan Penyuluhan ……….

67

4.5.2. Pengaruh Motivasi Kerja Penyuluh Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Sesudah Pembentukan Badan Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Terhadap Efektifitasn Keberadaan Kelembagaan Penyuluhan ……….

68

4.5.3. Pengaruh Persepsi Penyuluh Terhadap Efektifitas Badan Pelaksanaan Penyuluhan Pertan ian, Perikanan dan

(15)

Kehutanan ………..…… 4.5.4. Pengaruh Efektifitas dari Kelembagaan Penyuluhan

Terhadap Kinerja Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan ……….………

70

BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN ……….…………. 71

5.1. Kesimpulan ……… 71

5.2. Saran ……….. 72

DAFTAR PUSTAKA ………..………. 73

(16)

DAFTAR TABEL

No Judul Hal.

1. Kelembagaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di

Sumatera Utara ………...……….

4

2. Data Penyuluh Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Provinsi

Sumatera Utara menurut Kabupaten/Kota………

23

3. Jumlah Sampel Penyuluh Pertanian yang PNS di Kelembagaan

Kabupaten/kota …….………

26

4. Kaidah Keputusan Durbin-Watson Test ………... 31 5. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah

menurut Kabupaten/kota, Tahun 2010...………...

40

6. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Ladang

Menurut Kabupaten/kota, Tahun 2010………

41

7. Produksi Hasil Hutan Sumatera Utara menurut Jenis Produksi,

Tahun 2007-2010………..…

46

8. Produksi Ikan menurut Asal Tangkapan dan Kabupaten/kota,

Tahun 2008-2010 (ton) ….………

47

9. Daerah Tangkapan Ikan menurut Jenis dan Kabupaten/kota, Tahun

2008-2010 (ton) ………

48

10. Lama Bekerja Responden ………. 49

11. Jabatan/kedudukan Responden ………. 50

12. Keikutsertaan Penyuluh dalam Latihan Kunjungan Supervisi dan

Evaluasi (LAKUSUSI)………. 51

(17)

14. Variabel Efektifitas Kelembagaan (Y1) ………... 52

15. Variabel Kinerja Penyuluh (Y2) 52

16. Variabel Motivasi Sebelum Bapelluh (X1)...……… 53

17. Variabel Motivasi Sesudah Bapelluh (X2) ………... 53

18. Variabel Persepsi Penyuluh (X3) ………. 53

19. Estimasi Efektifitas Bapelluh (Y1) dengan Motivasi Penyuluh

Sebelum Bapelluh (X1) ………..

55

20. Estimasi Efektifitas Bapelluh (Y1) dengan Motivasi Penyuluh

Sesudah Bapelluh (X2)…………...………...

56

21 Estimasi Efektifitas Bapelluh (Y1) dengan Persepsi Penyuluh (X3) 57

22. Estimasi Kinerja Penyuluh (Y2) ……….. 58

23. Hasil Uji Normalitas pada Model Efektifitas Bapelluh (Y1)

Dengan Motivasi Penyuluh SebelumBapelluh (X1)……. ………...

59

24 Hasil Uji Normalitas pada Model Efektifitas Bapelluh (Y1)

Dengan Motivasi Penyuluh Sesudah Bapelluh (X2)……. ………...

60

25 Hasil Uji Normalitas pada Model Efektifitas Bapelluh (Y1)

Dengan Persepsi Penyuluh (X3) ………

60

26 Hasil Uji Normalitas pada Model Kinerja Penyuluh (Y2) 61

27 Nilai Matriks Korelasi Variabel-Variabel Bebas ………. 62

(18)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal.

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Hal.

1. Data Penelitian

Bagian I

Bagian II ……….……….. 74

2. Hasil Estimasi Model Efektifitas(Y1) ………. 77

3. Hasil Uji Normalitas Model Efektifitas ……….. 78

4. Hasil Uji Autokorelasi (LM-test) Model Efektifitas ……… 79

5. Estimasi Model Efektifitas ………... 80

6. Hasil Estimasi Model Efektifitas (Y1)………... 81

7. Hasil Uji Normalitas Model Efektifitas ……… 82

8. Hasil Uji Autokorelasi (LM-test) Model Efektifitas ………. ... 83

9. Estimasi Model Efektifitas ………... 84

10. Hasil Estimasi Model Efektifitas (Y1) ………. 85

11 Hasil Uji Normalitas Model Efektifitas ……… 86

12 Hasil Uji Autokorelasi (LM-test) Model Efektifitas ………. 87

13 Estimasi Model Efektifitas ………... 88

14 Hasil Uji Model Kinerja (Y2) ………... 89

15 Hasil Uji Normalitas Model Kinerja (Y2) ……… 90

16 Hasil Uji Autokorelasi (LM-Test) Model Kinerja (Y2) ………. 91

(20)

ABSTRAK

RISMAULI BASA GULTOM. Efektifitas Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Terhadap Peningkatan Kinerja Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di Sumatera Utara. Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2013.

Dalam membangun pertanian yang tangguh diperlukan kemampuan dalam memanfaatkan segala sumberdaya secara optimal, untuk itu diperlukan aparat pertanian yang tangguh dibidang pengaturan, pelayanan dan penyuluhan sesuai kualifikasi dan spesialisasi yang diperlukan bagi kelangsungan proses pembangunan pertanian tangguh tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan mengetahui pengaruh motivasi penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan sebelum dan sesudah pembentukan bapelluh dan persepsi penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan terhadap efektifitas kelembagaan bapelluh, serta pengaruh efektifitas bapelluh terhadap kinerja penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di Sumatera Utara.

Data yang digunakan merupakan data primer dengan jumlah sampel sebanyak 66 responden di tiga kelembagaan bapelluh yaitu di Kelembagaan Penyuluhan Murni, Kelembagaan Penyuluhan Campuran dan Non Kelembagaan. Hasil analisis menjelaskan bahwa motivasi penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan sebelum dan sesudah pembentukan bapelluh di Sumatera Utara berpengaruh secara positif dan signifikan pada tingkat kesalahan 10%, persepsi penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektifitas kelembagaan bapelluh di Sumatera Utara pada tingkat kepercayaan 95%. Sedangkan efektifitas kelembagaan bapelluh berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di Sumatera Utara dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%..

(21)

ABSTRACT

RISMAULI BASA GULTOM. The Effectiveness of the Executive Board of Agriculture, Fishery, and Forestry Counseling on the Improvement of the Performance of Agriculture, Fishery, and Forestry Counselors in North Sumatera. Graduate School of the University of Sumatera Utara.

The capability of using all human resources optimally is needed to develop strong agriculture; therefore, strong agricultural personnel are needed in organizing, servicing, and counseling which are in line with their qualification and specification in order to get the sustainable process of the agricultural development. The objective of the research was to analyze and find out the influence of the motivation of the Agriculture, Fishery, and Forestry Counselors before and the establishment of Bapelluh (Counseling Executive Board), the influence of the perception of the Agriculture, Fishery, and Forestry Counselors on the effectiveness of Bapelluh institution, and the influence of the effectiveness of Bapelluh on the performance of the Agriculture, Fishery, and Forestry counselors in North Sumatera.

The data consisted of primary data with 66 respondents used as the samples in the three institutions: Pure Institutional, Mixed Counseling Institutional, and Non-Institutional. The result of the analysis showed that the motivation of the Agriculture, Fishery, and Forestry counselors before and after the establishment of Bapelluh in North Sumatera had positive and significant influence at the wrong margin of 10%, the perception of the Agriculture, Fishery, and Forestry counselors had positive and significant influence on the effectiveness of Bapelluh institutional in North Sumatera at the level of reliability of 95%, while the effectiveness of Bapelluh institutional had positive and significant influence on the performance of the Agriculture, Fishery, and Forestry counselors in North Sumatera at the level of reliability of 95%.

(22)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut Suhardiyono (1992), dalam rangka membangun pertanian

tangguh para pelaku pembangunan pertanian perlu memiliki kemampuan dalam

memanfaatkan segala sumberdaya secara optimal, mengatasi segala hambatan dan

tantangan, menyesuaikan diri dalam pola dan struktur produksi terhadap

perubahan yang terjadi serta berperan aktif dalam pembangunan nasional dan

pembangunan wilayah. Untuk mewujudkan pertanian tangguh tersebut diperlukan

aparat pertanian yang tangguh dibidang pengaturan, pelayanan dan penyuluhan

sesuai kualifikasi dan spesialisasi yang diperlukan bagi kelangsungan proses

pembangunan pertanian tangguh tersebut.

Keberhasilan pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan bukan

hanya ditentukan oleh kondisi sumberdaya pertanian, perikanan dan kehutanan

tetapi juga ditentukan oleh peran penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan

yang sangat strategis dan kualitas sumberdaya manusia yang mendukungnya,

yaitu SDM yang menguasai serta mampu memanfaatkan dan mengembangkan

ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pengelolaan sumberdaya pertanian,

perikanan dan kehutanan secara berkelanjutan.

Penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan memiliki peran yang

berfungsi untuk; memfasilitasi proses pembelajaran pelaku utama dan pelaku

usaha; mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke

(23)

mengembangkan usahanya; meningkatkan kemampuan kepemimpinan,

manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku usaha; membantu pelaku

utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan organisasinya menjadi

organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tata kelola

berusaha yang baik, dan berkelanjutan; membantu menganalisis dan Memecahkan

masalah serta merespon peluang dan tantangan yang dihadapi pelaku utama dan

pelaku usaha dalam mengelola usaha; menumbuhkan kesadaran pelaku utama dan

pelaku usaha terhadap kelestarian fungsi lingkungan; dan melembagakan nilai

-nilai budaya pembangunan pertanian yang maju dan modern bagi pelaku utama

secara berkelanjutan.

Untuk meningkatkan peran penyuluhan pertanian, perikanan dan

kehutanan dalam pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan perlu adanya

sinergitas dan penyamaan persepsi terhadap kegiatan-kegiatan penyuluhan di

daerah dengan program penyuluhan di pusat, sesuai dengan peran pemerintah

sebagai regulator, koordinator dan supervisor, maka Kementerian Pertanian,

Kementerian Perikanan dan Kelautan, dan Kementerian Kehutanan, melalui

Satuan Kerja Badan Koordinasi, Dinas yang menangani penyuluhan pertanian,

perikanan dan kehutanan memfasilitasi dana dekonsentrasi kegiatan penyuluhan

pertanian, perikanan dan kehutanan Tahun 2012.

Berdasarkan sumber data yang diperoleh dari Badan Koordinasi

Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara (2011),

Implementasi UU No.16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,

(24)

optimal namun telah menunjukkan perkembangannya, hal ini dapat dilihat dari

aspek-aspek, sebagai berikut :

1. Kelembagaan :

a. Pada tingkat provinsi telah terbentuk Badan Koordinasi Penyuluhan

Pertanian Perikanan dan Kehutanan (Bakorluh).

b. Pada tingkat kabupaten/kota telah terbentuk 6 (enam) Badan Pelaksanan

Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (Bapelluh); 1 (satu)

Kantor Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan; 1

(satu) Kantor Informasi Penyuluhan Pertanian; 3 (tiga) Badan Pelaksana

Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Kehutanan dan Ketahanan Pangan ; 4

(empat) Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan; 1 (satu)

Kantor Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan dan Ketahanan

Pangan; 2 (dua) Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan

Pertanian, Perikanan dan Kehutanan; 1 (satu) Badan Ketahanan Pangan

dan Pelaksana Penyuluhan; 2 (dua) Badan Ketahanan Pangan dan

Penyuluhan Pertanian; 12 Non Kelembagaan (berada pada Dinas Pertanian

dan atau Kelautan)

2. Ketenagaan

Data tenaga penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan tercatat 3186

orang terdiri dari :

a. Penyuluh Pertanian PNS sebanyak 1210 orang.

b. Penyuluh Perikanan PNS sebanyak 53 orang.

(25)

d. Tenaga Harian Lepas – Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TB PP)

sebanyak 1818 orang; dan

e. Penyuluhan Perikanan PPTK sebanyak 17 orang.

3. Penyelenggaraan

a. Program penyuluhan sebagai acuan dalam penyelenggaraan penyuluhan

telah disusun di setiap tingkatan wilayah mulai dari tingkat kecamatan

sampai dengan tingkat provinsi. Sedangkan di tingkat desa masih

tergantung pada kesiapan daerah setempat.

b. Telah terdistribusi dan terbangunnya sarana dan prasarana penyuluhan

pertanian untuk mendukung penyelenggaraan penyuluhan sejak tahun

2006.

Tabel 1. Kelembagaaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di Sumatera utara

NO KELEMBAGAAN KAB./KOTA

1 Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan

(Sesuai UU No.16 Tahun 2006)

1. Karo

2 Kantor Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan

1. Tapanuli Tengah

3 Kantor Informasi Penyuluhan Pertanian 1. Labuhan Batu

4 Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Kehutanan dan Ketahanan Pangan

1. Simalungun 2. Serdang Bedagei 3. Tapanuli Selatan

5 Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan

1. Binjai 2. Asahan 3. Madina 4. Batubara

6 Kantor Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan dan Ketahanan Pangan

(26)

7 Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan

1. Labuhan Batu Utara 2. Labuhan Batu Selatan

8 Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan

1. Samosir

9 Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian

1. Kota Padang Sidempuan 2. Nias

10 Non Kelembagaan (Berada pada Dinas Pertanian dan atau Kelautan) Sumber : Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Prov. Sumut (2011).

Berdasarkan kondisi umum sumberdaya penyuluhan pertanian, perikanan

dan kehutanan serta hasil- hasil yang telah dicapai selama periode 2005-2011 di

Provinsi Sumatera Utara, maka permasalahan yang dihadapi dalam pemantapan

sistem penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan guna mewujudkan

sumberdaya manusia yang profesional, kreatif, inovatif dan berwawasan global,

adalah sebagai berikut:

a. Lemahnya kapasitas kelembagaan penyuluhan pertanian, perikanan dan

kehutanan.

b. Lemahnya kapasitas kelembagaan petani.

c. Belum optimalnya jumlah dan kompetensi penyuluh pertanian, perikanan dan

kehutanan.

d. Belum optimalnya penyelenggaraan penyuluhan pertanian, perikanan dan

(27)

e. Belum optimalnya dukungan sarana-prasarana dan pembiayaan dalam

penyelenggaraan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan.

Sepanjang sejarah penyuluhan di sektor pertanian, perikanan dan

kehutanan, kelembagaan penyuluhan terus berubah-ubah. Tenaga penyuluh sering

merasa kehilangan induk akibat berganti-ganti unit kerja yang menangani

penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan jauh dari tingkat kesejahteraan yang

diharapkan. Penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan lapangan sehingga

penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan lapangan pada awalnya berada di

bawah Badan Pengendali Bimas kemudian berpindah ke Pemda, setelah itu

berpindah di bawah BIPP dan kembali berpindah ke Dinas Pertanian, Perikanan

dan Kehutanan bila Pemerintah Kabupaten/Kota yang memiliki lembaga tersebut.

Tetapi bila Pemerintah Kabupaten/Kota belum memiliki lembaga tersebut,

administrasi penyuluh tetap berada di Dinas terkait.

Oleh sebab itu perlu diadakan penelitian mengenai Efektifitas Badan

Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan terhadap Peningkatan

Kinerja Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di Sumatera Utara.

1.2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan, maka dirumuskanlah identifikasi

masalah-masalah yang akan diteliti sebagai berikut :

1. Bagaimana persepsi penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan terhadap

efektifitas badan pelaksanaan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan

(28)

2. Bagaimana motivasi penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan terhadap

efektifitas kelembagaan penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan

sesbelum pembentukan Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan

Kehutanan di Sumatera Utara.

3. Bagaimana motivasi penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan terhadap

efektifitas kelembagaan penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan sesudah

pembentukan Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan

Kehutanan di Sumatera Utara

4. Bagaimana efektifitas dari keberadaan kelembagaan penyuluhan terhadap

peningkatan kinerja penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan didaerah

penelitian di Sumatera Utara.

1.3.Tujuan Penelitian

1. Menganalisis persepsi penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan

terhadap kelembagaan penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan di

Sumatera Utara.

2. Menganalisis motivasi kerja penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan

sebelum pembentukan badan pelaksanaan penyuluhan pertanian,

perikanan dan kehutanan di Sumatera Utara.

3. Menganalisis motivasi kerja penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan

sesudah pembentukan badan pelaksanaan penyuluhan pertanian, perikanan

dan kehutanan di Sumatera Utara.

4. Menganalisis efektifitas dari kelembagaan penyuluhan terhadap

peningkatan kinerja penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan di

(29)
(30)

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan masukan dan pengambilan keputusan bagi

Bupati/Walikota sehingga berkeinginan untuk membentuk Badan

Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.

2. Untuk memberikan motivasi kepada penyuluh pertanian, perikanan dan

kehutanan lapangan, lebih meningkatkan kinerjanya karena tingkat

(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

Sejak diterbitkannya Undang-undang Nomor 16 tahun 2006 pada tanggal

15 Nopember 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan

Kehutanan, selanjutnya disingkat dengan UUSP3K, maka terbukalah sejarah baru

penyuluhan di Indonesia. Undang-undang ini sangat diharapkan dan dinantikan

oleh banyak insan yang terlibat dalam penyuluhan pertanian, perikanan dan

kehutanan secara luas. Karena tanpa undang-undang semacam itu pelaksanaan

penyuluhan terabaikan tanpa landansan yang kuat dan jelas. Ini terbukti dengan

naik-turunnya kegiatan penyuluhan di lapangan yang tidak selalu mendapatkan

dukungan kebijakan dan anggaran yang memadai. Hal ini diperkuat dengan

kenyataan bahwa penyuluhan di bidang pertanian secara luas itu tidak pernah

mantap (jelas) arah dan tujuannya. Lebih-lebih lagi setelah memasuki era 1990-an

dan lebih lagi setelah 1999 yaitu setelah diberlakukannya Undang-undang tentang

Otonomi Daerah, yang menyerahkan tanggungjawab penyelenggaraan

penyuluhan kepada Pemerintah Daerah, baik pemerintah provinsi maupun

pemerintah kabupaten/kota. Dari kebijakan-kebijakan tentang penyuluhan

pertanian yang diambil oleh berbagai pemerintah daerah, jelas sekali bahwa

persepsi mereka tentang arti pentingnya penyuluhan dan bagaimana penyuluhan

itu harus dilakukan sangatlah beragam. Tak heran bila kelembagaan penyuluhan

di daerah misalnya, yang dengan susah payah dibangun selama Orde Baru,

dengan mudahnya “diacak-acak” dan bahkan banyak yang dibubarkan. SDM

(32)

dibiarkan tak berfungsi, sehingga banyak diantaranya yang akhirnya alih fungsi,

bahkan ada beberapa yang keluar dari sektor pertanian (Slamet M, 2010).

Sebenarnya, dasar untuk membentuk kelembagaan penyuluhan dapat

mengacu pada huruf N butir 6 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun

2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah yang

berbunyi : “ Pengaturan mengenai organisasi lembaga lain seperti Lembaga

Penyuluhan, Penanggulangan Bencana, unit Pelayanan Perijinan Terpadu,

Sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia Daerah, Badan Narkotika dan lain –lain

akan diatur tersendiri dan merupakan perangkat daerah diluar jumlah yang

ditetapkan dalam kriteria.”

Menurut pengamatan yang sudah dilakukan, kendala pertama yang muncul

adalah masalah kelembagaan penyuluhan di daerah, baik di tingkat provinsi

maupun di tingkat kabupaten/kota. Dalam kurun waktu 15 tahun terakhir,

kelembagaan penyuluhan di daerah sudah berulangkali mengalami perubahan, dan

UU No 16 tahun 2006 juga mengamanatkan adanya perubahan lagi. Amanat ini

bertabrakan dengan PP No 8 tahun 2003, tentang struktur pemerintah daerah yang

membatasi jumlah institusi/dinas di daerah, yang meskipun PP tersebut sudah

diubah dengan PP 41 tahun 2007, tetap saja menyisakan kendala bagi

dibentuknya Badan Koordinasi Penyuluhan di tingkat provinsi dan lahirnya Badan

Pelaksana Penyuluhan di tingkat kabupaten/kota. Rupanya selain kelembagaan

penyuluhan pertanian, ada juga sektor lain yang memerlukan adanya institusi

tambahan (Slamet M, 2010).

Berdasarkan UU No.16 tahun 2006, yang dimaksud dengan tenaga

(33)

pemerintah), penyuluh swasta dan/atau penyuluh swadaya. Pada hakekatnya

setiap orang yang mempunyai pengetahuan tentang pertanian, perikanan dan

kelautan serta mampu berkomunikasi dapat menjadi penyuluh pertanian,

perikanan dan kehutanan. Pelaku penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan

meliputi; penyuluh funsional, penyuluh non fungsional, penyuluh tenaga kontrak,

penyuluh swasta, penyuluh swadaya dan penyuluh kehormatan.

Dalam rangka memenuhi kebijakan satu desa satu penyuluh secara

bertahap Kementerian Pertanian telah merekrut Tenaga Harian Lepas Tenaga

Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TB PP), untuk Provinsi Sumatera Utara

sebanyak 1818 orang. Untuk meningkatkan produktifitas, efektivitas dan efisiensi

THL-TB PP dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendamping dan konsultan

pelaku utama dan pelaku usaha, maka perlu diberi honorarium dan BOP bagi

THL-TB PP.

Melalui revitalisasi penyuluhan pertanian diharapkan penyuluh pertanian

dapat berfungsi secara optimal dalam memfasilitasi petani dan keluarganya serta

pelaku usaha pertanian lainnya untuk mewujudkan peningkatan pendapatan serta

kesejahteraan petani.

Penyelenggaraan penyuluhan di Sumatera Utara menuntut adanya

keterpaduan dalam satu sistem penyuluhan pertanian yang terpadu dari berbagai

instansi dan kelembagaan terkait, dengan maksud untuk memberdayakan petani

dan keluarganya serta masyarakat pertanian lainnya. Salah satu upaya untuk

meningkatkan pemberdayaan tenaga penyuluh pertanian adalah dengan

(34)

meningkatkan gairah penyuluh pertanian dalam memfasilitasi kegiatan

penyuluhan ditingkat petani.

Untuk meningkatkan keaktifan kelembagaan penyuluhan dan kinerja

penyuluh, diperlukan sarana dan prasarana yang memadai agar penyuluhan dapat

diselenggarakan dengan efektif dan efisien. Penyelenggaraan penyuluhan yang

efektif dan efisien diperlukan pembiayaan yang memadai untuk memenuhi biaya

penyuluhan.

Sumber biaya untuk penyuluhan disediakan melalui APBN, APBD baik

Provinsi maupun Kabupaten/Kota, baik secara sektoral maupun lintas sektoral,

sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Pembiayaan penyuluhan yang berkaitan

dengan tunjangan jabatan fungsional dan profesi, biaya operasional penyuluh

PNS, serta sarana dan prasarana bersumber dari APBN, sedangkan pembiayaan

penyelenggaraan penyuluhan kehutanan di provinsi, kabupaten/kota, kecamatan,

bersumber dari APBD yang jumlah dan alokasinya disesuaikan dengan program

penyuluhan.

Penyuluh Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan di Provinsi berada pada

Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (Bakor P3K)

dan dua Kabupaten/Kota berada pada Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian,

Perikanan, dan Kehutanan (BP4K). Untuk itu perlu ada keseragaman jabatan dan

tunjangan agar tidak terjadi konflik di daerah.

Tugas pokok penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan adalah

melakukan kegiatan penyuluhan pertanian untuk mengembangkan kemampuan

(35)

mampu bertani lebih baik, berusaha lebih menguntungkan serta membina

kehidupan berkeluarga yang lebih sejahtera.

Adapun tugas pokok penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan

adalah:

1. Mengidentifikasi potensi wilayah dan agrosistem serta kebutuhan teknologi

dibidang pertanian, perikanan dan kehutanan.

2. Menyusun programa penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan

3. Menyusun Rencana Kerja Penyuluhan Pertanian (RKPP)

4. Menerapkan metode penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan

5. Menyusun materi penyuluhan.

6. Mengembangkan swadaya dan swakarsa petani dan nelayan

7. Mengevaluasi dan melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan penyuluhan

pertanian, perikanan dan kehutanan serta dampaknya.

(Anonimous, 2000).

Setiap penyuluh mempunyai beberapa faktor sosial maupun faktor

ekonomi yang mempengaruhinya dalam kegiatan penyuluhan. Beberapa faktor

sosial ekonomi yang mempengaruhinya adalah:

1. Faktor Sosial

a. Umur

Umur pada umumnya sangat berpengaruh terhadap aktivitas sehari-hari.

Tenaga kerja dalam usia yang sangat produktif (22-65 tahun) memiliki

(36)

b. Tingkat Pendidikan.

Penempatan seorang penyuluh sangat ditentukan oleh pendidikan yang

dimilikinya, pendidikan juga sangat berpengaruh pada perilaku seorang

PPL. Tetapi jika didalam memilih penyuluh ini terlalu ditekankan pada

kualitas akademis, maka hal ini akan dapat menyebabkan kesulitan

dikemudian hari karena seorang penyuluh yang memiliki pendidikan yang

tinggi belum tentu memiliki kemampuan menyuluh yang baik.

(Suhardiyono, 1992: 29)

c. Masa kerja Penyuluh

Orang-orang yang lama berada pada suatu pekerjaan akan lebih produktif

daripada mereka yang senioritasnya lebih rendah. (Suhardiyono, 1992: 31)

2. Faktor Ekonomi

a. Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga sering menjadi pertimbangan dalam

pengambilan keputusan untuk menerima inovasi. Konsekuensi penerimaan

inovasi akan berpengaruh terhadap sistem keluarga, dimulai dari

anak-anak, istri dan anggota keluarga lainnya. Semakin besar jumlah anggota

keluarga akan semakin besar pula tuntutan kebutuhan keuangan rumah

tangga. Kegagalan penyuluh dalam penyuluhan pertanian akan

berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan keluarga. (Soekartawi, 1988:

32)

b. Total Pendapatan

Meningkatnya pendapatan maka meningkat pula pengeluaran untuk

(37)

pendapatan akan menurunkan pula pengeluaran untuk konsumsi dan

modal (Tohir, 1991: 187).

2.1.1. Efektifitas

Efektifitas kinerja kelembagaan penyuluhan ditentukan oleh kesesuaian

pelaksanaan job description atau pelaksanaan dari uraian tugas yang menjadi

tanggung jawab kelembagaan itu sendiri terhadap para penyuluh dalam penentuan

posisi jabatannya. Berdasarkan hasil analisis pekerjaan, setiap penyuluh dibebani

tanggung jawab untuk melaksanakan uraian tugas pada posisi jabatan sebagai

pejabat fungsional dan pelaksana lapangan penyuluhan pertanian. Hasil kerjanya

tersebut harus dipertanggung jawabkan sebagai perwujudan akuntabilitasnya

kepada organisasi yang menugaskannya, maupun kepada masyarakat tani sebagai

'klien' yang dilayaninya.

Efektifitas kinerja kelembagaan penyuluhan sejak proses perencanaan,

pengembangan program, pelaksanaan hingga proses pelaporan dan evaluasi

berimplikasi pada proses pembelajaran masyarakat tani. Efektifitas kinerja

kelembagaan penyuluhan dalam perencanaan dan pengembangan program

bukanlah sekedar hasil dalam bentuk program penyuluhan dan rencana kegiatan,

melainkan prosesnya yang mencirikan proses pembelajaran bagi penyuluh

maupun bagi masyarakat dan bagi aparat tidak kalah pentingnya. Sebagai agen

perubahan (change agent) dalam pembangunan pertanian, kelembagaan

penyuluhan haruslah mampu belajar untuk mendorong penyuluh dan masyarakat

(38)

2.1.2. Persepsi

Rakhmat (2003) menguraikan definisi persepsi sebagai suatu pengalaman

tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan

menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi memberikan makna

pada stimulus inderawi (sensory stimuli). Persepsi untuk objek berupa benda mati

disebut sebagai persepsi objek, sedangkan persepsi terhadap manusia biasanya

disebut sebagai persepsi interpersonal.

Thoha (1986) menjelaskan bahwa persepsi pada hakekatnya merupakan

proses yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi tentang

lingkungannya, baik melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan,

dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi terletak pada pengenalan bahwa

persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukan

suatu pencatatan yang benar terhadap situasi.

2.1.2.1. Proses Pembentukan Persepsi

Rakhmat (2003) menguraikan beberapa konsep yang terlibat dalam proses

persepsi yaitu:

a. Sensasi. Sensasi merupakan tahap paling awal dalam penerimaan

informasi. Sensasi adalah pengalaman elementer yang berhubungan

dengan kegiatan alat indera dan tidak memerlukan penguraian verbal,

simbolis, atau konseptual. Perbedaan kapasitas alat indera dapat

menyebabkan perbedaan sensasi. Perbedaan sensasi dapat menyebabkan

(39)

b. Perhatian (Attention). Perhatian terjadi bila seseorang mengkonsentrasikan

dirinya hanya pada salah satu alat indera saja, dan mengesampingkan

masukan- masukan dari alat indera lainnya.

3. Memori memegang peranan penting dalam mempengaruhi persepsi

maupun berpikir. Memori melewati tiga proses yaitu perekaman,

penyimpanan, dan pemanggilan. Perekaman adalah pencatatan informasi

melalui reseptor indera dan sirkit saraf internal. Penyimpanan menentukan

berapa lama, dalam bentuk apa, dan di mana informasi tersebut bersama

seseorang.

2.1.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Rakhmat (2003) mengkategorikan dua faktor yang menentukan persepsi

yaitu:

a. Faktor fungsional (faktor personal). Kebutuhan dan pengalaman masa lalu

termasuk dalam faktor ini. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau

bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada

stimuli tersebut. Faktor-faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi

lazim disebut sebagai kerangka rujukan.

b. Faktor struktural (faktor situasional). Faktor ini berasal dari sifat

stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkan pada sistem saraf

individu. Berdasarkan teori Gestalt, seseorang mempersepsikan sesuatu

secara keseluruhan, dan tidak melihatnya sebagai suatu bagian yang

(40)

2.1.3. Motivasi

Motivasi berasal dari kata latin “movere” yang berarti “dorongan” atau

“daya penggerak”. Motivasi mengacu pada dorongan dan usaha untuk memuaskan

kebutuhan atau suatu tujuan. Motivasi adalah suatu kekuatan yang dihasilkan dari

keinginan seseorang untuk memuaskan kebutuhannya (misalnya rasa lapar, haus

dan bermasyarakat (Malayu, 2003).

Robbins (1996) yang dikutip Makarim (2003) menyatakan bahwa motivasi

dapat dilihat dari adanya usaha mencari suatu sasaran secara bersama yang

bermanfaat bagi seseorang, atau bagi orang lain di dekatnya, kemudian menjalin

kerja sama yang dilandasi oleh semangat dan daya juang yang tinggi.

2.1.3.1. Proses Motivasi

Menurut Newcomb dkk. (1985) yang dikutip Susantyo (2001), motivasi

merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap,

kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang.

Selanjutnya, Wahjosumidjo (1987) menyatakan bahwa motivasi sebagai proses

psikologis diakibatkan oleh faktor di dalam diri seseorang itu sendiri yang disebut

intrinsik atau faktor di luar diri yang disebut factor ekstrinsik. Faktor di dalam diri

seseorang dapat berupa kepribadian, sikap, pengalaman, dan pendidikan, atau

berbagai harapan, cita-cita yang menjangkau ke masa depan. Sedang faktor di luar

diri, dapat ditimbulkan oleh berbagai sumber, bisa karena pengaruh pimpinan,

kolega, atau faktor-faktor lain yang sangat kompleks. Tetapi baik factor intrinsik

(41)

2.1.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi

Wahjosumidjo (1987) menggolongkan dua faktor yang berpengaruh

terhadap motivasi individu yaitu faktor yang berasal dari dalam individu

(intern) dan faktor yang bersumber dari luar individu (ekstern). Yang termasuk

faktor intern adalah kemampuan atau keterampilan, tingkat pendidikan, sikap dan

sistem nilai yang dianut, pengalaman masa lampau, aspirasi atau harapan masa

depan, latar belakang sosial budaya, serta persepsi individu terhadap

pekerjaannya. Faktor ekstern meliputi tuntutan kepentingan keluarga, kehidupan

kelompok, lingkungan kerja maupun kebijaksanaan yang berkaitan dengan

pekerjaannya.

2.2. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu dikutip penulis dari penelitian Apandi (2009) yang

berjudul “Pengaruh Kelembagaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan

Kehutanan terhadap Produktivitas Kerja Penyuluh Pertanian, Perikanan dan

Kehutanan Lapangan di 4 (empat) Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) terpilih

yaitu UPTD Wilayah Ciawi, UPTD Wilayah Caringin, UPTD Wilayah Dramaga,

dan UPTD Wilayah Cibungbulang, dengan jumlah 46 orang. Data yang

dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Variabel yang diduga

mempengaruhi produktivitas kerja penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan

yaitu persepsi, motivasi, dan faktor-faktor lain umur, tingkat pendidikan,

pengalaman kerja, jumlah tanggungan keluarga, dan ada atau tidak penghasilan

lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan persepsi penyuluh

(42)

negatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa produktivitas kerja penyuluh

pertanian, perikanan dan kehutanan lapangan dipengaruhi oleh motivasi 0,44;

tingkat pendidikan 0,30; dan sumber penghasilan lain -0,27. Besarnya pengaruh

bersama 0,31; besanya pengaruh di luar model 0,69. Variabel yang paling kuat

pengaruhnya terhadap produktivitas kerja adalah variabel motivasi. Kata kunci :

produktivitas kerja penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan.

2.3. Kerangka Penelitian

Setiap penyuluh mempunyai beberapa faktor sosial maupun faktor

ekonomi yang mempengaruhinya dalam kegiatan penyuluhan. Faktor-faktor

tersebut akan dapat mempengaruhi kinerja penyuluh pertanian yang dibawahi

Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan saat berada di

Lapangan, dimana juga dapat diketahui bagaimana sikap penyuluh, persepsi serta

motivasi dalam melakukan penyuluhan mempunyai peranan penting dalam

meningkatkan kinerja para penyuluh pertanian, perikanan dan kehutanan saat

berada dilapangan. Badan pelaksana penyuluhan pertanian, perikanan dan

kehutanan juga harus dapat memberikan kepuasan kerja terhadap

penyuluh-penyuluh di lapangan sehingga ada sinergitas antara badan pelaksana penyuluh-penyuluhan

pertanian, perikanan dan kehutanan dengan penyuluh pertanian di lapangan baik

dari segi persepsi maupun motivasi. Sehingga dengan adanya koordinasi yang

baik antara kelembagaan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan di

Provinsi Sumatera Utara dengan penyuluh pertanian di kabupaten/kota dapat

menimbulkan efektifitas dari kelembagaan itu sendiri serta peningkatan kinerja

(43)

Keterangan : Menyatakan Hubungan

Gambar 1. Skema kerangka Pemikiran

2.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah merupakan dugaan sementara atau pendapat yang masih

kurang sempurna dalam arti masih harus dibuktikan dan diuji kebenarannya.

Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah :

1. Adanya pengaruh positif dan signifikan antara persepsi penyuluh pertanian,

perikanan dan kehutanan.terhadap efektifitas kelembagaan bapelluh di

Sumatera Utara.

2. Adanya pengaruh positif dan signifikan antara motivasi penyuluh pertanian,

perikanan dan kehutanan sebelum pembentukan bapelluh.terhadap efektifitas

kelembagaan bapelluh di Sumatera Utara. PERSEPSI

Penyuluh

Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan

Kehutanan di Lapangan

MOTIVASI Penyuluh

Kinerja Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan

(44)

3. Adanya pengaruh positif dan signifikan antara motivasi penyuluh pertanian,

perikanan dan kehutanan sesudah pembentukan bapelluh.terhadap efektifitas

kelembagaan bapelluh di Sumatera Utara

4. Adanya pengaruh positif dan signifikan antara efektifitas penyuluh pertanian,

perikanan dan kehutanan sesudah pembentukan bapelluh.terhadap efektifitas

(45)

III. METODE ANALISA DATA

3.1. Metode Pemilihan Lokasi

Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja), di ke-3

(tiga) jenis kelembagaan penyuluhan di Sumatera Utara. Lokasi tersebut diambil

dengan pertimbangan bahwa Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di

Sumatera Utara dibagi dalam 3 (tiga) jenis kelembagaan penyuluhan yaitu

Kelembagaan Penyuluhan Murni, Kelembagaan Penyuluhan Campuran dan Non

Kelembagaan.

Tabel 2. Data Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara menurut Kabupaten/Kota.

(46)

22 Pakpak Bharat 39 22 3 - -

Sumber : Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan kehutanan Prov. Sumut (2011)

3.2. Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan kepada Penyuluh Pertanian, Perikanan dan

Kehutanan Lapangan PNS di ke-3 (tiga) jenis kelembagaan tempat bernaung

penyuluh di Sumatera Utara.Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti

dan yang dianggap dapat menggambarkan populasi. Metode pengambilan sampel

dalam penelitian ini adalah adalah dengan metode probability sampling, yaitu

dengan menggunakan sampel acak sederhana secara proporsional dengan maksud

agar jumlah sampel sesuai dengan jumlah populasinya. Ukuran sampel pada

kabupaten/kota diambil secara proporsional dengan menggunakan perhitungan

(47)

N = populasi

Nn = jumlah populasi Penyuluh pertanian yang PNS

nn

n

= jumlah sampel tiap departemen

0

n = jumlah sampel yang diambil = perkiraan jumlah sampel

α = tingkat kepercayaan = 0,05

Z = nilai distribusi normal (untuk α = 0,05, Z α /2 = 1,96)

d = batas kesalahan yang bisa ditoleransi dalam menetapkan rata-rata sampel

= 0,05

p = proporsi kesuksesan responden yang mengisi kuesioner

q = 1-p

(Cochran, 2005)

Sebelum dilakukan pengambilan sampel, terlebih dahulu dilakukan survei

pendahuluan dengan menyebarkan kuesioner ke 21 responden. Dari 21 responden

yang mengisi kuesioner ada 20 responden yang mengisi kuesioner dengan

benar.Sehingga besarnya nilai p atau proporsi kesuksesan subjek dalam mengisi

kuesioner adalah 0,95. Proporsi kesuksesan diperoleh dengan cara

membandingkan jumlah responden yang mengisi kuesioner dengan benar

terhadap jumlah keseluruhan responden, sehingga diperoleh nilai q = 0,05.

Dengan menggunakan batas kesalahan yang bisa ditoleransi dalam

menetapkan rata-rata sebesar 5 %, maka diperoleh banyaknya jumlah sampel dari

hasil perhitungan sebagai berikut :

�0=� 1,96 0,05�

2

(48)

�= ��,��

��+����� �,��

= ��,��

�,����� ≈ ��,���� ≈ ��

Sesuai dengan hasil perhitungan diperoleh jumlah sampel yang diambil

adalah sebanyak 66. Sehingga hasil perhitungan proporsi sampel tiap

kabupaten/kota dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini :

Tabel 3. Jumlah Sampel Penyuluh Pertanian yang PNS di Kelembagaan Kabupaten/kota

No Jenis Kelembagaan Kab./Kota

Jumlah

3.3.Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini

adalah dengan menggunakan cara wawancara langsung dengan petugas

penyuluhan dan kepala lembaga penyuluhan sebagai responden, dengan alat bantu

daftar pertanyaan dalam kuisioner yang telah disusun dan dengan mengadakan

(49)

3.4. Metode Analisis data

Analisis data dilakukan setelah data-data dikumpulkan secara lengkap.

Adapun hal-hal yang dianalisis dalam penelitian ini adalah :

Untuk identifikasi masalah 1, dianalisis dengan metode deskriptif dan korelasi sederhana, yaitu dengan melihat persepsi penyuluh terhadap efektifitas

badan pelaksana penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan di

kabupaten/kota. Kemudian dilakukan pemberian skoring terhadap masing-masing

indikator persepsi dengan tingkat penilaian, yaitu :

Sangat Tidak Setuju = 1

Tidak Setuju = 2

Ragu-Ragu = 3

Setuju = 4

Sangat Setuju = 5

Untuk identifikasi masalah 2, dianalisis dengan metode deskriftif dan Uji-t berpasangan, yaitu mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi

motivasi sebelum dan sesudah pembentukan badan pelaksanaan penyuluhan

pertanian, perikanan dan kehutanan, antara lain : kemampuan atau keterampilan,

tingkat pendidikan, sikap dan sistem nilai yang dianut, pengalaman masa

lampau, aspirasi atau harapan masa depan, kehidupan kelompok, lingkungan

kerja dan kebijaksanaan yang berkaitan dengan pekerjaan.Kemudian dilakukan

pemberian skoring terhadap masing-masing indikator motivasi dengan tingkat

penilaian, yaitu ; Sangat Tidak Setuju = 1; Tidak Setuju = 2; Ragu-Ragu = 3;

(50)

Untuk identifikasi masalah 3 dan hipotesis, dianalisis dengan menggunakan Uji Regresi Sederhana, yaitu menganalisis efektifitas dari

kelembagaan badan pelaksana penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan di

kabupaten/kota terhadap peningkatan kinerja penyuluh pertanian, perikanan dan

kehutanan didaerah penelitian. Kemudian melakukan pemberian skoring terhadap

masing-masing indikator efektifitas dan kinerja dengan tingkat penilaian, yaitu ;

Sangat Tidak Setuju = 1; Tidak Setuju = 2; Ragu-Ragu = 3; Setuju = 4; Sangat

Setuju = 5.

3.5.Model Analisis 3.5.1. Analisis Regresi

Analisis regresi liner berganda menggunakan hubungan lebih dari dua

peubah untuk mendapatkan garis yang pas atau cocok, sehingga suatu peubah

dapat diprediksi atau diestimasi berdasarkan peubah-peubah lainnya. Peubah yang

diestimasi disebut peubah tak bebas, mempunyai ketergantungan pada beberapa

peubah yang menjelaskan (explanatory variable). Dalam analisis regresi dengan data runtun waktu, jika dalam model disertakan nilai peubah masa lalu (lagged)

dari peubah bebas, model tersebut disebut model autoregresif. Sedangkan jika

model regresi memasukkan nilai peubah yang menjelaskan saat ini dan masa lalu

(lagged), model ini disebut model lagged yang didistribusikan (distributed lag model) (Nachrowi & Usman, 2002).

Dalam penelitian ini menggunakan empat model untuk menjelaskan

efektifitas kelembagaan Bappuluh terhadap kinerja penyuluh, yaitu :

�1� = �0+ �1�1�+� ……… (3.1)

(51)

�1� = �0+ �1�3�+� ……….………. (3.3)

= Motivasi Penyuluh sebelum Bappuluh

2 X

= Motivasi Penyuluh sesudah Bappuluh

3

ɛ = Kesalahan Pengganggu = Koefisien Regresi

Sedangkan model kedua adalah untuk menjelaskan pengaruh Efektifitas

Bappuluh terhadap konerja penyuluh adalah sebagai berikut :

�2� = �0+ �1�1�+� ……… ……… (3.4)

ɛ = Kesalahan Pengganggu = Koefisien Regresi

3.5.1.1.Autokorelasi

Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antara anggota observasi

(52)

lag, manipulasi data, transformasi data, dan non-stasioneritas dalam model (Manurung, dkk, 2005).

Konsekuensi bila terdapat autokorelasi dalam model antara lain taksiran

varian error kelihatannya terlalu rendah dibandingkan dengan nilai varians sebenarnya, taksiran koefisien determinasi terlalu tinggi, pengunaan uji t dan uji F

tidak sahih sehingga menimbulkan kesimpulan yang salah, dan penaksir yang

diduga menjadi kurang efisien.

Metode yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi dilakukan dengan

empat cara, yaitu Metode Grafik, Run Test, Durbin-Watson d Test, dan the Breusch-Godfrey Test.

(53)

Tabel 4. Kaidah Keputusan Durbin-Watson Test

Jika Keputusan Kesimpulan

L

d < d <

0 Tolak Terdapat autokorelasi positif

U

L d d

d ≤ ≤ Tidak dapat disimpulkan Tidak dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi positif

Pengujian untuk model regresi yang mengandung lagged dependent variable didasarkan pada statistik h, yaitu:

Vˆ L = varians keofisien lagged dependent variable

Jika TVˆ(βL)>1 maka statistik h tidak dapat dihitung dan untuk

mendapatkan uji asimptotis Durbin menyarankan regresi εt pada εt1 dan variabel

(54)

3.5.1.2. Normalitas

Regresi dengan metode OLS menghendaki adanya asumsi kenormalan pada kesalahan pengganggunya. Secara statistik dapat dinotasikan:

εt

Jika asumsi kenormalan ini dilanggar, metode OLS tidak dapat digunakan untuk melakukan pendugaan.

~ N (0,σ2 )

H 0 : data mengikuti sebaran normal Ha : data tidak mengikuti sebaran normal

Untuk mengetahui apakah kesalahan pengganggu berdistribusi normal,

nilai Jacque Berra (JB) dari hasil uji kenormalan pengganggu dibandingkan dengan nilai Tabel Chi-Square dengan derajat bebas 2 pada tingkat signifikansi tertentu. Dikatakan lolos dari ketidaknormalan distribusi unsur pengganggu

apabila nilai JB lebih kecil dari nilai kritis Tabel χ2

3.5.1.3.Multikolinearitas

.

Multikolinearitas adalah ada hubungan linier sempurna antara variabel

bebas dari suatu model regresi. (Manurung, dkk, 2005)

Multikolinearitas terjadi disebabkan karena antara lain metode

pengumpulan data yang digunakan membatasi nilai dari variabel regressor,

kendala-kendala model pada populasi yang diamati, spesifikasi model, penentuan

jumlah variabel bebas yang lebih banyak dari jumlah observasi, dan data time series.

Konsekuensi bila terdapat multikolinearitas adalah varian dan kovarian

(55)

cenderung lebih besar, nilai statistik t rendah dan nilai statistik F tinggi, dan nilai

koefisien determinasi tinggi.

Metode yang dilakukan untuk mendeteksi adanya multikolinieritas dalam

penelitian adalah dengan melihat nilai variance inflating factor (VIF), yaitu:

2

r = koefisien korelasi antara X1 dan X

VIF menunjukkan varian yang ditaksir meningkat akibat keberadaan

multikolinearitas. Varian koefisien model regresi secara langsung proporsional

dengan VIF. Invers atau kebalikan dari VIF adalah tolerance (TOL), yaitu: 2

Nilai VIF yang semakin besar menunjukkan masalah multikolinearitas

yang semakin serius. Kaidah yang digunakan adalah jika VIF lebih besar dari 10

(56)

3.5.2. Analisis Uji Statistik 3.5.2.1.Uji Statistik F

Uji F digunakan untuk menguji adanya pengaruh variabel independen secara

simultan/bersama-sama terhadap variabel dependen. Pengujian ini didasarkan atas

hipotesis nol (Ho) yang hendak diuji, yaitu apakah semua parameter di dalam model sama dengan nol, atau Ho : α1 = α2 = ….=αn = 0, artinya apakah semua variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel

dependen. Dan untuk Ha : minimal satu dari αn

Untuk menguji kedua hipotesis tersebut adalah dengan cara membandingkan

nilai hitung dengan nilai tabel. Jika nilai hitung lebih besar nilai dari

F-tabel maka hipotesis alternatifnya adalah bahwa semua variabel independen secara

bersama-sama mempengaruhi variabel dependen.

≠ 0.

3.5.2.2.Uji Statistik t

Pengujian ini untuk melihat adanya pengaruh dari masing-masing variabel

independen terhadap variabel dependen. Uji statistik t pada dasarnya untuk

menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen dalam

menerangkan variasi variabel terikat. Hipotesis nol (Ho) yang akan di uji adalah apakah suatu parameter (α1) sama dengan nol, atau Ho : α1 = 0, artinya suatu variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel

independen. Hipotesis alternatifnya (Ha) parameter suatu variabel tidak sama dengan nol, atau Ha : α1

Adapun cara untuk melakukan uji t adalah dengan membandingkan nilai

t-statistik dengan nilai t-tabel. Sedangkan uji t dirumuskan sebagai berikut :

≠ 0, artinya variabel tersebut merupakan penjelas yang

(57)

2

r = Koefisien korelasi

n = Jumlah sampel

Jika nilai t-statistik nilainya lebih besar dari t-tabel, maka hipotesis alternatif

(Ha) tidak ditolak yang artinya bahwa suatu variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependen, dengan kata lain apabila Ho

3.5.2.3.Uji Koefisien Determinan (R

ditolak berarti ada

pengaruh nyata dari variabel independen terhadap variabel dependen.

2

Untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan

variabel dependen dilakukan dengan melakukan penghitungan koefisien

determinan (R

)

2

). Nilai koefisien determinan antara nol dan satu, atau 0 < R2 < 1. Menurut Gujarati (2004), jika R2 = 0, keragaman Y sama sekali tidak dapat dijelaskan oleh keragaman X. Sebaliknya jika R2

Untuk membandingkan dua R

= 100%, keragaman Y dapat

dijelaskan oleh keragaman X, semua titik pengamatan berada pada garis regresi.

2

, banyaknya peubah bebas dalam model harus

diperhitungkan, yaitu dengan mempertimbangkan koefisien determinasi alternatif,

atau dikenal sebagai R2

yang disesuaikan. ”disesuaikan” disini berarti disesuaikan

dengan derajat kebebasan.

(58)

(

)

k = banyaknya parameter yang diestimasi dalam model.

3.6.Defenisi dan Batasan Operasional 3.6.1 Definisi

Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman dalam pembahasan, perlu

untuk memberikan definisi operasional dari masing-masing variabel yang dibahas,

yaitu sebagai berikut :

1. Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan

Kabupaten/Kota adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mempunyai

tugas memberikan pelayanan teknis dan administratif serta

penyelnggaraan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.

2. Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan adalah petugas yang

memberikan penyuluhan kepada para petani, nelayan dan keluarganya

serta masyarakat di sekitar hutan dalam upaya melaksanakan usaha

pertanian, perikanan dan kehutanan.

3. Persepsi adalah sebuah proses saat penyuluh pertanian mengatur dan

menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti

bagi lingkungan mereka

4. Motivasiadalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan

seorang penyuluh pertanian untuk mencapai tujuannya

5. Kelembagaan adalah sebagai tempat atau wadah dimana orang-orang

berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana,

(59)

(uang, material, mesin, metode, lingkungan), sarana-parasarana, data, dan

lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai

tujuan Badan Penyuluhan pertanian, perikanan dan Kehutanan.

6. Kinerja merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya penyuluhan

pertanian dalam mencapai tujuan Badan penyuluhan pertanian, perikanan

dan kehutanan yang telah ditetapkan

3.6.2 Batasan Operasional

Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman dalam penelitian

ini, maka dibuat batasan operasional sebagai berikut :

1. Daerah penelitian adalah Provinsi Sumatera Utara.

2. Sampel penelitian adalah Penyuluh pertanian yang berstatus PNS di

beberapa Kabupaten/kota yang mewakili ketiga kelembagaan yaitu

penyuluhan murni, penyuluhan campuran dan penyuluhan non-lembaga di

Provinsi Sumatera Utara yang dianggap sudah mewakili Penyuluh

Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di Provinsi Sumatera Utara.

(60)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Wilayah

4.1.1. Lokasi dan Keadaan Geografis

Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada

garis 10-40 Lintang Utara dab 980 -100 0

Luas daratan Provinsi Sumatera Utara adalah 71,680,68 km2, sebagaian

besar berada di daratan Pulau Sumatera Utara dan sebagian kecil berada di Pulau

Nias, Pulau-pulau Batu, serta beberapa pulau kecil, baik di bagian barat maupun

bagian Timur pantai Pulau Sumatera. Berdasarkan luas daerah menurut

kabupaten/kota di Sumatera Utara, luas daerah terbesar adalah Kabupaten

Mandailing Natal dengan luas 6.620,70 km2 atau sekitar 9,24 persen dari totsl

luas Sumatera Utara, diikuti Kabupaten Langkat dengan luas 4.386,60 km2 atau

sekitar 6,09 persen. Sedangkan luas daerah terkecil adalah Kota Sibolga dengan

luas 10,77 km2 atau sekitar 0,02 persen dari total luas wilayah Sumatera Utara.

Berdasarkan kondisi letak dan kondisi alam, Sumatera Utara diabagi dalam 3

kelompok wilayah)/kawasan yaitu Pantai Barat, Dataran Tinggi, dan Pantai

Timur. Kawasan Pantai Barat meliputi Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Utara,

Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Selatan,

Kabupaten PadangLawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Tapanuli

Tengah, Kabupaten Nias Selatan, Kota Padang Sidimpuan, Kota Sibolga dan Kota BT. Sebelah Utara berbatasan dengan

Provinsi Aceh, sebelah Timur dengan Negara Malysia di Selat Malaka, sebelah

Selatan berbatasan dengan Provinsi Riau dan Sumatera Barat, dan di sebelah

Gambar

Tabel 1.  Kelembagaaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di Sumatera utara
Gambar 1. Skema kerangka Pemikiran
Tabel 2. Data Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara menurut Kabupaten/Kota
Tabel 3. Jumlah Sampel Penyuluh Pertanian yang PNS di Kelembagaan Kabupaten/kota
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Dukungan Informasional Orang Tua dan Fasilitas Belajar terhadap Motivasi Belajar Mata Pelajaran Ekonomi pada Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1

Cerita dalam film animasi dapat tersampaikan dengan baik karena adanya animasi dan gerakan tubuh karakter yang menghidupkan dan mendukung karakter.. Penulis membahas topik animasi

Jika, periode berikutnya, nilai estimasi kerugian penurunan nilai aset keuangan bertambah atau berkurang yang dikarenakan peristiwa yang terjadi setelah penurunan nilai

Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu dibangun suatu sistem yang dapat memudahkan dan menyederhanakan pekerjaan dalam pengambilan keputusan (Decision making)

Kemudian kita klik data yang diinginkan yaitu dengan komponen surface yang diinginkan yaitu dengan komponen surface dan kemudian kita mengklikB. dan kemudian

Hasil yang didapat dari pelaksanaan acara Semarang Historie adalah sebagai berikut; Mendapatkan jumlah orang yang melakukan aksi pelestarian warisan sejarah

Anggota Dewan yang terhormat. Buruh anak pada hakekatnya telah berlaku di ndonesia seperti yang tercantum dalam UUD'45 No 1 tahun 195 dimana anak yang

Penelitian ini mengevaluasi data hasil pengukuran dan menghitung nilai dan karakteristik efikasi cahaya global dan difus berdasarkan fluktuasi harian, bulanan dan