• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dengan Polri, merupakan salah satu pelaku penegak hukum disamping

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dengan Polri, merupakan salah satu pelaku penegak hukum disamping"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang Penelitian

Lembaga Kepolisian Negara Republik Indonesia atau yang disingkat dengan Polri, merupakan salah satu pelaku penegak hukum disamping pengacara, jaksa dan hakim. Kekuatan dan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang kepada lembaga kepolisian beserta jajaran aparat di bawahnya, bisa saja membuat anggota kepolisian menyalahgunakan kewenangan yang diberikan. Oleh karena itu terhadap anggota kepolisian dalam aktifitas penegakan hukum perlu mempunyai aturan disiplin yang jelas dan ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Adanya aturan disiplin tersebut diharapkan akan membantu menciptakan citra lembaga kepolisian yang profesional. Inilah diantara hal yang melatar belakangi disahkannya Peraturan Pemerintah RI Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah ini dikeluarkan sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam hal pengaturan disiplin anggota kepolisian. Peraturan Pemerintah tersebut adalah peraturan yang bersifat mengikat ke dalam, artinya peraturan tersebut mengikat dan berlaku untuk anggota kepolisian dalam hal penegakan disiplin. Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang kewajiban, larangan, sanksi hingga tata cara penyelesaian masalah pelanggaran disiplin oleh personil Polri.

(2)

Pelanggaran peraturan disiplin yang dilakukan oleh anggota kepolisian dalam aktifitas kedinasannya perlu ditindak oleh penegak disiplin yang telah diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah RI Nomor 2 Tahun 2003. Dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah tersebut menyebutkan bahwa: “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ternyata melakukan pelanggaran Peraturan Displin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dijatuhi sanksi berupa tindakan disiplin dan/atau hukuman disiplin”.

Permasalahan kedisiplinan di kepolisian sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang serius karena adanya kecenderungan perilaku menyimpang (indisipliner atau tidak disiplin) yang dilakukan oleh para anggota polisi. Esensi pekerjaan polisi adalah menjalankan kontrol sosial, namun pada pelaksanaannya justru banyak penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh oknum polisi itu sendiri, seperti korupsi polisi, pungutan liar (pungli) dijalan-jalan dan lain sebagainya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa sampai dengan saat ini, Polri mengalami berbagai permasalahan internal terkait penyimpangan kinerja dan profesionalisme personelnya. Permasalahan-permasalahan tersebut berdampak serius terhadap citra buruk Polri dimata masyarakat. Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar, mensinyalir hampir di seluruh tubuh kepolisian muncul praktek mafia hukum. 1 Beliau mengatakan bahwa:

Praktek mafia hukum di seluruh tubuh kepolisian tumbuh subur mulai dari reserse yang bermain dalam mengubah pasal tuduhan, menghilangkan barang bukti dan mengubah kesaksian hingga di

1 Bambang Widodo Umar, “Bambang Sebut Mafia Hukum Tumbuh Subur di

Kepolisian”, (Online), Senin, 28 Juni 2010, (http://www.tempo.co.id., diakses pada 27 Maret 2017).

(3)

bagian pembinaan yang bermain sebagai perantara atau pengurusan mutasi personil, termasuk mendapatkan jabatan atau juga ke pendidikan. Bahkan sampai pada bagian logistik yang beroperasi dalam proses tender, penentuan rekanan, penentuan harga barang, pengadaan barang dan proses kredit ekspor.2

Mafia hukum yang dimaksud oleh Bambang Widodo Umar disini adalah:

Orang-orang yang melekat dalam aparat penegak hukum dan pengadilan, yang mempunyai wewenang untuk menangkap, menahan, menuntut, menyidangkan dan memutuskan perkara, serta memasukkan terdakwa ke penjara. Mafia hukum bersumber dari orang-orang yang berwenang yang melakukan penyelewengan (abuse of power) untuk melawan hukum dengan memeras atau karena telah terjadi kebiasaan mereka menikmati uang sogokan dari tersangka dan terdakwa, untuk kasus perdata, dengan menikmati dari tergugat atau penggugat. Para mafia hukum tidak hanya mendapatkan gaji dari anggaran negara, tetapi juga menikmati penghasilan dari olah kasus atau perkara karena penyelewengan. Pemerasan dan penyogokan inilah yang menjadi lahan basah pemupukan kekayaan pribadi dari penyelewengan para petugas penegak hukum termasuk kepolisian. 3

Pendapat pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar tersebut berkorelasi dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), yang menunjukkan bahwa perilaku pelanggaran peraturan disiplin dalam tubuh Polri terjadi di hampir semua satuan organisasi kepolisian. Perilaku pelanggaran peraturan disiplin dalam institusi Polri terjadi dalam berbagai bentuk di 6 (enam) satuan organisasi, yaitu:

a. Di area satuan reserse kriminal, terdapat 11 jenis pelanggaran peraturan disiplin, yaitu penyimpangan prosedur penangguhan penahanan, rekayasa penanganan/penindakan kasus illegal logging, kolusi dalam penyelenggaraan perjudian (toto gelap), penyimpangan prosedur pinjam pakai barang bukti, penyimpangan penerbitan surat keterangan kehilangan kendaraan bermotor untuk persyaratan klaim asuransi, penyimpangan dalam

2 Ibid.

(4)

penanganan kasus narkoba, penyimpangan dalam penanganan kasus depo BBM ilegal, penyimpangan proses penyelidikan kasus pidana, kolusi pengelolaan kegiatan prostitusi, sindikasi tindak pidana bidang pertanahan, dan penyimpangan dalam penyelidikan dan penyidikan peredaran VCD bajakan.

b. Di area satuan intelijen keamanan, pelanggaran peraturan disiplin terjadi dalam 5 bentuk seperti penerbitan surat izin keramaian dan usaha hiburan, pungli dalam penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian/ SKCK, praktik intimidasi dan kolusi dalam menangani tenaga kerja asing, kolusi antara pengelola perjudian dan aparat satuan intelijen keamanan, dan penyalahgunaan wewenang dalam penanganan tindak pidana umum.

c. Di area satuan samapta, pelanggaran peraturan disiplin yang terjadi seperti penyimpangan pelaksanaan patroli polisi, penanganan illegal logging, perlakuan diskriminatif petugas terhadap tahanan dan keluarganya, praktik penerimaan laporan dan pengaduan masyarakat, pungli dalam penyeberangan angkutan truk, dan penyimpangan dalam pengamanan proses ekspor dan impor.

d. Di area satuan lalu lintas, pelanggaran peraturan disiplin yang terjadi seperti penyimpangan terhadap penyidikan kecelakaan lalu lintas, penyimpangan pada proses pinjam pakai barang-barang bukti dengan jaminan uang, penyimpangan pada proses tindak lanjut perkara kecelakaan lalu lintas dengan korban meninggal dunia, dalam prosedur pembuatan SIM dan STNK, dan dalam proses penegakan hukum.

e. Di area satuan personil, pelanggaran peraturan disiplin yang terjadi seperti penyimpangan dalam penempatan personel Polri pada tingkat polres, pengusulan pendidikan, pelaksanaan seleksi bintara polisi, pengeluaran tambahan siswa Secapa Polri, penegakan hukum oleh pengemban tugas provos, penangguhan penahanan, hingga pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Polri Sukanto.

f. Di area satuan logistik, pelanggaran peraturan disiplin yang terjadi seperti penyimpangan dalam hal pendistribusian BBM, proses sewa-menyewa tanah-tanah milik Polri, sistem distribusi anggaran, dan proses penggunaan serta penghunian rumah dinas.4 Meluasnya praktek pelanggaran peraturan disiplin di hampir semua satuan kepolisian sebagaimana dijelaskan di atas, telah berimplikasi buruk pada persepsi masyarakat terhadap polisi. Beberapa polling dan survei yang

4

Bambang Widodo Umar, Reformasi Kepolisian Republik Indonesia (Jakarta: IDSPS Press, 2009), halaman 13.

(5)

dilakukan beberapa institusi menunjukkan, bahwa kepolisian adalah salah satu lembaga terkorup di Indonesia, sehingga dengan sendirinya menimbulkan citra buruk di masyarakat. Menurut Bambang, tumbuh suburnya mafia hukum di polisi karena lemahnya integritas moral dan mental anggota serta pejabat kepolisian. Bambang menilai, kebobrogan tersebut sudah berlangsung sejak lama dan terstruktur.5

Perilaku pelanggaran peraturan disiplin tersebut di atas dalam institusi Polri dapat terjadi karena institusi Polri memegang dua fungsi pokok, yaitu fungsi diskresi (discretion) dan kerahasian (secrecy).

Fungsi diskresi (discretion) secara sederhana diartikan sebagai wewenang dalam menginterpretasikan sebuah norma peraturan sebagai dasar pengambilan tindakan dalam menjalankan tugas, sedangkan fungsi kerahasiaan (secrecy) adalah wewenang Polisi dalam menjaga kerahasiaan. 6

Kedua fungsi yang dimiliki oleh institusi Polri tersebut di atas seperti pisau bermata dua. Di tangan anggota kepolisian yang mempunyai moralitas yang tinggi, kedua fungsi ini bisa menjadi basis tindakan yang memberikan manfaat kepada masyarakat, namun demikian di tangan anggota kepolisian yang mempunyai moralitas yang rendah, kedua fungsi ini bisa menjadi peluang yang membenarkan segala macam pelanggaran. Terlebih-lebih polisi mempunyai monopoli dalam penegakan hukum, oleh karena itu persoalan pelanggaran disiplin anggota kepolisian ini menjadi isu penting untuk dibahas.

Persoalan pelanggaran peraturan disiplin ini menjadi kritik terhadap Polri dimana organisasi ini dipandang belum hadir sebagai organisasi yang

5

Ibid.

(6)

profesional, bebas korupsi, dan akuntabel. Dalam konteks demokrasi, institusi Polri merupakan pelayan masyarakat. Selain dituntut memberikan pelayanan maksimal, Polri juga dituntut untuk meningkatkan akuntabilitas kinerjanya sehingga menjadi lembaga yang efektif, efisien, dan akuntabel.

Akuntabilitas mensyaratkan adanya sistem pengawasan yang baik. Secara teoritis institusi Polri harus diawasi secara berlapis, baik dari internal maupun oleh lembaga eksternal. Terkait dengan pengawasan internal, Polri memang memiliki Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) dan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam). 7 Irwasum berfungsi secara langsung melakukan pengawasan dan penerapan kebijakan polisi, sementara Propam merupakan badan utama yang secara khusus mengurusi pengaduan eksternal mengenai perilaku salah polisi.

Kenyataannya, kedua institusi pengawasan Polri tersebut di atas tidak pernah efektif dalam menjalankan fungsinya, karena yang ditangani adalah kawan sendiri. Kedua lembaga tersebut cenderung untuk menutupi dan melindungi, bukan menghukum. Artinya, sistem pengawasan internal yang dilakukan oleh Irwasum dan Propam diragukan efektifitas dan akuntabilitasnya. Hampir sulit dibayangkan kalau anggota Irwasum dan Propam yang juga anggota polisi akan menindak kawan-kawan sendiri, yang

7 Irwasum bertugas mengontrol kesesuaian dan kebenaran pelaksanaan tugas dan

penggunaan anggaran yang diprogramkan. Sedangkan Propam yang membawahi Paminal (Pengamanan Internal) dan Provost, bertugas mengontrol dan menerima pengaduan dari warga masyarakat atau dari berbagai pihak yang dirugikan atau merasa diperlakukan tidak sebagaimana yang seharusnya oleh petugas kepolisian. Lihat: Awaloedin Djamin, Kedudukan Kepolisian Negara RI dalam Sistem Ketatanegaraan Dulu, Kini, dan Esok (Jakarta: PTIK Press, 2007), halaman 76.

(7)

juga dari kepolisian. Terkait hal ini, Indria Fernida mengungkapkan pendapatnya, bahwa:

Dalam mekanisme internalnya, Polri memiliki Tim Propam yang bertugas menerima pelaporan dan membuat penyelidikan internal terhadap pelanggaran maupun kejahatan yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Namun tentu saja penyelidikan yang dilakukan tidak bisa dikatakan independen karena melibatkan anggota kepolisian sendiri. Kekerasan yang dilakukan oleh polisi seringkali dipandang sebagai kesalahan prosedural operasi kerja di lapangan semata. Apalagi dalam kenyataannya proses penyelidikan pasca pengaduan juga tidak bisa diketahui perkembangannya. Sementara penghukuman terhadap kesalahan prosedural dengan menggunakan dasar hukum PP Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara RI justru menjadi alat impunitas bagi pelaku kejahatan pidana. 8 Hal yang kurang lebih sama juga dikatakan oleh Amnesty International, yang menemukan bahwa masyarakat bahkan tidak mengetahui prosedur pengaduan polisi melalui perpolisian internal. 9 Masalah besar lainnya adalah sedikitnya dokumen pasca operasional yang melaporkan kinerja anggota kepolisian. Catatan yang diarsipkan seringkali tidak lengkap dan jarang sampai ke atasan. 10

Berdasarkan uraian-uraian yang penulis sampaikan, maka yang melatarbelakangi mengapa penelitian itu perlu dilakukan adalah untuk mengetahui tentang bagaimana sesungguhnya penegakan hukum pelanggaran peraturan disiplin kepolisian sebagai bentuk akuntabilitas kinerja Polri dengan segala hambatan yang dihadapinya serta solusi yang dapat diberikan agar penegakan hukum pelanggaran peraturan disiplin kepolisian sebagai bentuk akuntabilitas kinerja Polri mampu meningkatkan mekanisme pengawasan

8 Indria Fernida dalam Beni Sukardis dan Eric Hendra, Perjalanan Reformasi Sektor Keamanan Indonesia (Jakarta: Lesperssi dan DCAF, 2008), halaman 106.

9 Amnesty International, Urusan Yang Belum Selesai: Akuntabilitas Polisi di Indonesia

(London: Amnesty International Publications, 2009), halaman 54.

(8)

internal Polri. Berdasarkan alasan tersebut, mendorong keingintahuan penulis untuk melakukan penelitian mengenai: “Penegakan Hukum Pelanggaran Peraturan Disiplin Kepolisian Sebagai Bentuk Akuntabilitas Kinerja Polri Di Wilayah Hukum Polrestabes Semarang”.

B. Perumusan Masalah

Berpijak dari latar belakang penelitian sebagaimana telah diuraikan di atas, dalam penelitian ini pokok permasalahan yang akan dikaji lebih lanjut dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penegakan hukum pelanggaran peraturan disiplin kepolisian sebagai bentuk akuntabilitas kinerja Polri di wilayah hukum Polrestabes Semarang?

2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi penegakan hukum pelanggaran peraturan disiplin kepolisian sebagai bentuk akuntabilitas kinerja Polri di wilayah hukum Polrestabes Semarang?

3. Bagaimanakah solusi dalam mengatasi faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum pelanggaran peraturan disiplin kepolisian sebagai bentuk akuntabilitas kinerja Polri di Polrestabes Semarang?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan pokok permasalahan di atas, maka penulis menetapkan tujuan penelitian sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui penegakan hukum pelanggaran peraturan disiplin kepolisian sebagai bentuk akuntabilitas kinerja Polri di wilayah hukum Polrestabes Semarang.

(9)

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum pelanggaran peraturan disiplin kepolisian sebagai bentuk akuntabilitas kinerja Polri di wilayah hukum Polrestabes Semarang.

c. Untuk mengetahui solusi dalam mengatasi faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum pelanggaran peraturan disiplin kepolisian sebagai bentuk akuntabilitas kinerja Polri di Polrestabes Semarang.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang hendak diberikan dengan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan konsep ilmiah, yang diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan Hukum Administrasi Negara dan Hukum Pidana.

b. Manfaat Praktis

Bagi pemerintah, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pemikiran dan kajian bagi kepentingan perbaikan peraturan perundang-undangan di bidang peraturan disiplin anggota kepolisian. Bagi institusi kepolisian, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi sekaligus juga masukan, agar penegakan hukum pelanggaran disiplin anggota kepolisian mampu meningkatkan akuntabilitas kinerja Polri sebagai lembaga penegak hukum di Indonesia.

(10)

D. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memudahkan dalam memahami keseluruhan dari isi skripsi ini, maka penulis menyusun dalam sistematika yang terdiri atas lima bab, yaitu:

BAB I : Pendahuluan, terdiri dari latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan pustaka, dalam bab ini diuraikan mengenai tinjauan tentang penegakan hukum yang uraiannya terdiri dari pengertian penegakan hukum dan faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum. Selanjutnya menjelaskan tinjauan tentang peraturan disiplin anggota kepolisian, yang uraiannya meliputi pengertian disiplin, disiplin anggota kepolisian, dan ruang lingkup pelanggaran disiplin anggota kepolisian. Terakhir menjelaskan tinjauan tentang akuntabilitas kinerja kepolisian, yang uraiannya terdiri dari konsep akuntabilitas kinerja, akuntabilitas kinerja kepolisian, dan pentingnya akuntabilitas kinerja kepolisian.

BAB III : Metode penelitian, terdiri dari jenis/tipe penelitian, spesifikasi penelitian, metode penentuan sampel, metode pengumpulan data, dan metode analisis data.

BAB IV : Hasil penelitian dan pembahasan, yang meliputi penegakan hukum pelanggaran peraturan disiplin kepolisian sebagai bentuk akuntabilitas kinerja Polri di wilayah hukum Polrestabes Semarang, faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum

(11)

pelanggaran perauran disiplin kepolisian sebagai bentuk akuntabilitas kinerja Polri di wilayah hukum Polrestabes Semarang, dan solusi dalam mengatasi faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum pelanggaran peraturan disiplin kepolisian sebagai bentuk akuntabilitas kinerja Polri di wilayah hukum Polrestabes Semarang.

BAB V : Merupakan bab penutup, yang berisi tentang simpulan dari pembahasan serta saran-saran yang dapat diberikan terhadap permasalahan yang dihadapi dalam penegakan hukum pelanggaran peraturan disiplin anggota kepolisian sebagai bentuk akuntabilitas kinerja Polri di wilayah hukum Polrestabes Semarang.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dapat memperkuat bahwa model pembelajaran berbasis proyek dengan memanfaatkan lingkungan sekitar dapat melatih aktivitas siswa karena indikator dalam penilaian

Berdasarkan latar belakang yang dikemukaan diatas bahwa adanya kesenjangan pengaruh tingkat kinerja karyawan dari penelitian-penelitian terdahulu maka penulis tertarik

FSC-STD-20-002 (V3-0) EN.. vice versa, what matters is that the final result of the adaptation process is in conformity with the requirements specified in Part 1 of this

jika ada kolom yang tidak tergantung secara fungsional terhadap primary key, maka kolom harus dipisah dengan membuat tabel lain (tabel baru) dan pada tabel baru tersebut juga

Jumlah aktiva anak perusahaan tersebut mencerminkan masing-masing sebesar 0,7% dan 0,8% dari jumlah aktiva konsolidasi pada tanggal 31 Desember 2001 dan 2000, dan jumlah

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut: (1) Gaya Kepemimpinan, dan Motivasi Kerja secara bersama-sama tidak berpengaruh dan tidak

4) Tangki, waduk, pipa-pipa, batako. Tipe II: Semen ini digunakan untuk pencegahan serangan sulfat dari lingkungan, seperti sistim drainase dengan sifat kadar

Dengan rumus perhitungan bagi hasil di BMT MMU, maka dapat terlihat bahwa faktor-faktor yang mempe- ngaruhi besar kecilnya bagi hasil adalah: (1) Faktor langsung, yaitu Jumlah dana