BAB 1V
ANALISIS DATA
A. Analisis Sistem Pemberian Komisi Penjualan Kepada SPB (Sales
Promotion Boy) Di Sumber Rizky Furniture Bandar Lampung
Pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa sistem pemberian komisi
penjualan SPB (Sales Promotion Boy) ini dibuat untuk memberikan motivasi kepada para SPB (Sales Promotion Boy) agar bekerja lebih berprestasi dalam penjualan Furniture tersebut. Akan tetapi sistem pemberian komisi ini telah
mengabaikan pentingnya pemberian upah komisi yang sesuai dengan prestasi
yang dicapai oleh para SPB (Sales Promotion Boy) tersebut.
Berdasarkan perjanjian antara SPB (Sales Promotion Boy) dengan Sumber Rizky Furnitureyang telah penulis paparkan pada bab sebelumnya
mengatakan bahwa penjualan harus memenuhi omset yang sudah ditentukan.
Dari perusahaan menentukan omset penjualan berupa persentase dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Apabila penjualan barang/produk Furniture mencapai
a. Rp. 20.000.000,- maka akan diberikan komisi 2%.
b. Rp. 30.000.000,- maka akan diberikan komisi 3%.
c. Rp. 40.000.000,- maka akan diberikan komisi 4%.
d. Rp. 50.000.000,- maka akan diberikan komisi 5%.
e. Rp. 60.000.000,- maka akan diberikan komisi 6%.
f. Rp. 70.000.000,- maka akan diberikan komisi 7%.
h. Rp. 100.000.000,- maka akan diberikan komisi 9%.
2. Apabila penjulan melebihi omset akan diberi tambahkan Insentif
0,1% per Rp. 1000.000,- nya.
Apabila kita cermati dari ketentuan-ketentuan tersebut, maka kita dapat
memahami bahwa suatu perjanjian sangatlah penting dalam pemberian komisi
tersebuat, sangatlah penting untuk dibuat sesuai tujuan untuk memberikan
motivasi kepada para SPB (Sales Promotion Boy).
Sebagaimana dijelaskan dalam bab sebelumnya, bahwa perjanjian dalam
memulai suatu hubungan kerja antara pihak perusahaan dengan karyawan sangat
penting sekali. Hal ini bertujuan untuk mengikat hubungan kedua belah pihak
yang berisikan hak-hak dan kewajiban. Serta untuk menghindari dari adanya
upaya-upaya penyelewengan baik dari salah satu pihak ataupun kedua belah
pihak setelah terjadinya hubungan kerja.
Dalam pemberian komisi di Sumber Rizky Furniture kepada SPB (Sales Promotion Boy) dilakukan dengan melihat seberapa banyak penjualan barang/produk Furniture yang dilakukan oleh SPB (Sales Promotion Boy) Sumber Rizky Furniture. Apabila SPB (Sales Promotion Boy) Sumber Rizky Furniture sudah melebihi omset penjualan, maka akan diberikan komisi sesuai
dengan prosentase yang sudah ditetapkan. Dan apabila SPB Konicare tidak
melebihi omset penjualan yang ditentukan oleh pihak perusahaan, maka SPB
Disini penulis menemukan beberapa masalah dalam pemberian komisi
SPB (Sales Promotion Boy) Sumber Rizky Furniture yaitu bahwa setiap penjualan barang/produk yang sudah melebihi omset yang dilakukan oleh setiap
SPB (Sales Promotion Boy) Sumber Rizky Furniture maka akan diberikan komisi sama menurut prosentase tersebut, meskipun ada salah satu SPB (Sales Promotion Boy) yang penjualannya lebih besar dibandingkan SPB yang lainnya.
Contoh dari masalah tersebut adalah SPB yang bernama Heru Purwanto
sudah menempuh penjualan produk atau barang Furniture selama satu bulan
yaitu Rp. 55.700.000,00 dan mendapat komisi penjualan sejumlah Rp.
2.500.000,00. Dan SPB yang bernama Sigit Purnomo menempuh penjualan
Furniture selama satu bulan yaituRp. 57.500.000,00 sehingga Sigit mendapatkan
komisi dari perusahaan sebesar Rp. 2.500.000,00. Dari kedua penjualan SPB
tersebut terdapat persamaan dan perberdaan penjualan yaitu sama-sama melebihi
omset yang sudah ditentukan perusahaan dan mendapatkan komisi dari
perusahaan yang sama juga. Perbedaanya adalah kedua SPB pencapaian
penjualannya berbeda, Heru Purwanto hanya penjualan Rp. 55.700.000,00
sedangakan SPB yangbernama Sigit Purwanto menempuh Penjualan Rp.
57.500.000,00.1
Dari contoh kasus tersebut terdapat permasalahan dalam pemberian
komisi penjualan kepada SPB Sumber Rizky Furniture yaitu sama-sama
mendapatkan komisi dengan jumlah yang sama yaitu Rp. 2.500.000,00.. Padahal
kalau dilihat dari jumlah penjualan masing-masing SPB sangatlah berbeda antara
1
Heru Purwanto dengan Sigit Purnomo. Kalau dilihat dari penjualan mereka,
seharusnya Sigit Purnomo mendapatkan komisi yang lebih banyak dibandingkan
SPB Heru Purwanto. Karena dalam perjanjian yang telah disepakati sebelumnya
perusahaan akan memberikan Insentif atau tambahan 0,1% untuk setiap
penjualan yang telah melebihi omset per Rp. 1.000.000,00 nya.
Setelah ditinjau lebih dalam, penulis menemukan jawaban dari pemberian
komisi SPB Sumber Rizky Furniture tersebut. Bahwa perusahaan hanya
memberikan ketentuan persentase saja, sedangkan perusahaan tidak memberikan
tambahan Insentif yang sudah disepakati oleh kedua belah pihak di awal sebelum
kerja. Alasan perusahaan hanya memberikan komisi persentase karena perusahaan
hanya melihat penjualan para SPB yang sudah memenuhi omset penjualan saja,
selebihnya jumlah penjualan yang lain perusahaan tidak menghitung. Perusahaan
hanya ingin bahwa para SPB bisa semangat dan berusaha mengejar omset yang
sudah ditentukan. Kalau SPB tidak bisa memenuhi ketentuan dari perusahaan,
maka para SPB (Sales Promotion Boy) bisa dirisent atau dikeluarkan dari pekerjaannya.
Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa Sumber Rizky Furniture
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang telah disepakati oleh kedua belah
pihak. karena melihat gaji yang diberikan perusahaan kepada SPB yang satu
dengan SPB yang lain sama terhadap prestasi yang berbeda.
Sedangkan pada bab dua telah dijelaskan bahwa upah harus diberikan
sesuai dengan hasil kerja para tenaga kerja. Hal ini dikatakan bahwa dalam
besarnya gaji atau upah yang ditentukan sesuai prestasi para SPB yang telah
menjual barang atau produk Furniture yang telah dijualnya.
Dalam hal ini terdapat kerancuan didalam pemberian upah komisi
penjualan kepada SPB Sumber Rizky Furniture yang telah dijelaskan di atas,
karena tidak sesuai dengan tujuan komisi tersebut, yaitu untuk memberikan
motivasi para SPB agar lebih berprestasi.
B. Analisis Hukum Islam Tentang Sistem Pemberian Komisi Penjualan Kepada SPB Sumber Rizky Furniture Bandar Lampung
Dalam hukum Islam perjanjian kerja dapat dilaksanakan dengan cara lisan
atau tertulis. Islam memberikan kebebasan dalam melakukan akad perjanjian kerja
dan bentuknya diserahkan kepada mereka yang berakad. Islam hanya memberikan
pedoman untuk kemaslahatan mereka yang berakad yaitu dalam perjanjian kerja
sebaiknya ada semacam bukti sebagai pegangan bahwa kedua belah pihak telah
melakukan perjanjian kerja dan bukti yang dapat dijadikan pegangan adalah bukti
tertulis biasanya bukti tertulis tersebut adalah berbentuk surat perjanjian.
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukam di Sumber Rizky
Furniture ini, diperusahaan tersebut terdapat perjanjian kerja yang bersifat
individu dan hanya dilakukan dengan cara lisan. Sistem pemberian upah komisi
penjualan yang diberikan kepada SPB Sumber Rizky Furniture tersebut sangatlah
jelas, karena adanya perjanjian upah komisi yang telah disepakati oleh kedua
belah pihak. Namun kesamaran dan ketidak jelasan muncul ketika melihat gaji
yang lain sama terhadap prestasi yang berbeda. Dengan demikian Sumber Rizky
Furniture tidak memeuhi perjanjian yang telah tetapkan atau disepakati.
Dalam Islam upah ditetapkan melalui negosiasi antar pekerja, majikan dan
si pemerintah. Agar diantara pihak tidak terjadi kecurangan dalam menentukan
besar kecilnya jumlah upah dan upah juga dapat dibayarkan sesuai dengan
pekerjaan yang telah dikerjakannya.
proses untuk memperoleh harta benda (upah), termasuk di dalamnya
proses produksi harus dengan tindakan hukum, tidak mengandung eksploitasi
sepihak. Karena untuk mendapatkan status halal, maka proses yang dijalankan
tidak mengandung unsur-unsur keharaman di dalamnya.2
Sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya, pemberian komisi
penjualan termasuk dalam bab ji’alah. Karena merupakan suatu akad yang
memberikan barang yang diketahui dan disengaja dengan adanya imbalan
pengganti berupa upah.
Dalam ji’alah ini, dibutuhkan dua pihak yaitu pihak yang wajib
memberikan dan pihak lain yang menerima upah atau memberikan jasa dengan
menyerahkan tenaganya untuk mengerjakan sesuatu. Dari akad itu timbullah hak
dan kewajiban di antara keduanya.
Menyangkut penentuan upah kerja, syariat Islam tidak memberikan
ketentuan yang rinci secara tekstural, baik dalam ketentuan al-Qur’an maupun
Sunnah Rasul. Yang ada kaitannya dengan penentuan upah kerja secara umum
dalam al-Qur’an surat An-Nahl ayat 90:
2
ْمُكُظِعٌَ ًِْغَبْناَو ِسَكْنُمْناَو ِءاَشْحَفْنا ِنَع ىَهْنٌََو ىَبْسُقْنا يِذ ِءاَتٌِإَو ِنّاَسْحِإْناَو ِلْدَعْناِب ُسُمْأٌَ َوَهنا َنِّإ
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran” (Q.S. An-Nahl: 90).3
Apabila ayat itu dikaitkan dengan ji’alah maka dapat dikemukakan bahwa
Allah memerintahkan kepada para pemberi upah (Ja’il) untuk berlaku adil dengan
memberiakn upah komisi sesuai dengan apa yang telah dijanjikan diawal
pekerjaan dan pelaksana akad (‘amil) berhak mendapatkan upah komisi atas
pekerjaannya. Kata kerabat dalam ayat itu dapat diartikan ‘amil, sebab ‘amil
tersebut sudah merupakan bagian dari pekerjaan, dan kalaulah bukan karena jerih
payah ‘amil tidak mungkin usaha Ja’il dapat berhasil. Disebabkan ‘amil
mempunyai andil yang besar untuk kesuksesan usaha Ja’il, maka berkewajibanlah
Ja’il untuk memenuhi janjinya dengan memberikan upah yang layak dan sesuai
kepada ‘amil.
Dalam hal ini pemberian upah komisi harus ditetapkan jumlahnya secara
jelas dalam akad. Walaupun masa pengerjaanya tidak di tetapkan, akan tetapi
kadar yang harus diberikan harus ditetapkan. Hal ini sesuai dengan hadist berikut
yang berbunyi:
3
َوَنَأ ِنَسَحْنَا ْنَع َسُنْىٌُ ْنَع َتَمَهَس ِنْب ِداَمَح ْنَع ِللهاُدْبَع اَنَأَبْنَأ َلاَق ُنّاَبِحاَنَأَبْنَا َلاَق ٌدَمَحُم اَنَسَبْحَأ
ُهَسْجَأ ُوَمِهْعٌُ ىَتَح َمُجَسْناَسِجْأَتْسٌَ ْنَّأ َهَسَكّ
(
ًئاسننا هاوز
)
Artinya: ”Dari Muhammad di ceritakan kepada Hiban di ceritakan dari Abdullah
dari Hammad bin Salamah dari yunus dari hasan : sesungguhnya Rasulullah
membenci mengupah (pekerja) kecuali sudah jelas upah baginya.”(H.R. An
-Nasa’i).
Sistem pemberian komisi penjualan yang diberikan oleh perusahaan
Sumber Rizky Furniture kepada Sales Promotion Boy (SPB) menggunakan akad
Ji’alah. Dalam akad tersebut, imbalan dapat diberikan kepada pihak kedua oleh
pihak pertama atas jasa pihak kedua. Dalam hal ini SPB harus mencapai omset
penjualan yang telah ditentukan.
Dalam akad ji’alah jenis pekerjaan harus sesuai dengan ketentuan syara’,
yaitu tidak untuk kemaksiatan. Selain itu jenis pekerjaan harus halal, dan menjual
barang Furniture merupakan jenis pekerjaan yang tidak haram.
Kehalalan suatu benda yang dijadikan objek dalam proses atau kegiatan
ekonomi diketahui melalui ayat Al-Qur’an. Yakni objek atau kegiatan yang
tidaktermasuk dalam kategori yang terlarang, misalnya usaha khamr (minuman
keras), usaha maysir (usaha untung-untungan dan tidak ada kepastian).
Ji’alah ialah janji memberikan imbalan (komisi/hadiah) kepada pihak
yang berhasil memenangkan (melaksanakan) suatu pekerjaan atau suatu prestasi
tertentu. Jadi imbalan yang telah dijanjikan oleh pihak perusahaan kepada SPB
harus dibayarkan sesuai kesepakatan sebelum pekerjaan dilaksanakan.
(
ةدئامنا
:
ٔ
)
...
ِدىُقُعْناِب اىُفْوَأ اىُنَمآ َنٌِرَنا اَهٌَُأ اٌَ
Atinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu...(QS.
al-Maidah:1)4
Konsep Ji’alah mensyaratkan adanya kalimat atau lafaz yang menunjukan
izin pekerjaan, yang merupakan syarat atau tuntunan dengan takaran tertentu. Bila
seseorang mengerjakan perbuatan
Oleh karena itulah diperlukan perhatian dari pihak manajemen untuk dapat
mengetahui sistem penerapan insentif atau upah komisi yang tepat bagi karyawan
agar karyawan merasa betul-betul termotivasi dalam menyelesaikan tugas dan
tanggung jawabnya dengan baik sehingga dapat mendorong karyawan untuk
berprestasi dilingkungan kerjanya.
Mengenai masalah pengupahan dalam bab dua dijelaskan masalah sistem
pengupahan yang ada dalam Islam adalah
1. Sistem Pengupahan dalam Pekerjaan Ibadah
Upah dalam perbuatan ibadah atau ketaatan, seperti dalam shalat,
puasa, haji, dan mengajar Al-Qur’an.
2. Sistem Pengupahan dalam Pekerjaan yang Bersifat Material
Dalam melakukan pekerjaan dan besarnya pengupahan seseorang itu
ditentukan melalui standar kompetensi yang dimilikinya.
Pada Sumber Rizky Furniture sistem pengupahan yang ada adalah
pengupahan dalam pekerjaan yang bersifat material. Pengupahan yang diberikan
berdasarkan jumlah penjualan yang dihasilkan oleh Sales Promotion Boy (SPB).
4
Dalam kenyataan yang ada, sistem pengupahan dalam metode sistem komisi pada
Sumber Rizky Furniture seperti yang dijelaskan pada pengupahan dalam
pekerjaan yang bersifat material.
Dengan demikian maka apabila pihak manajemen betul-betul memahami
pentingnya pemberian insentif atau upah komisi kepada karyawan dalam rangka
menunjang pemenuhan kebutuhan pokok hidup sehari-hari maka akan dapat
tercipta hubungan yang saling menguntungkan antara karyawan dan pihak
manajemen (perusahaan), dalam hal ini adalah karyawan dapat bekerja dengan
baik, tenang dan sungguh-sungguh sehingga diharapkan dapat mencapai prestasi
kerja dimana dengan adanya prestasi kerja karyawan maka tujuan organisasi dapat
tercapai pula.
Imam Malik, Abu Hanifah, dan Syafi’i pada garis besarnya sependapat
bahwa di antara syarat-syarat pengupahan, hendaknya diketahui harga dan
manfaatnya.5
Dalam penjualan Furniture sistem pemberian komisi dan manfaat telah
diketahui pada saat akad terjadi, dengan mengetahui resiko yang akan diperoleh
sama halnya dengan mengetahui keuntungan dan manfaatnya.
Mengenai hal yang membatalkan akad ji’alah dalam aplikasi pemberian
komisi penjualan kepada SPB, terdapat hal-hal yang dapat membatalkan akad dari
transaksi tersebut, karena perusahaan tidak memberikan komisi Insentif atau
tambahan saat SPB telah melebihi omset penjualan sesuai dengan janji yang telah
diberikan oleh pihak perusahaan dan disepakari oleh kedua belah pihak. Hanya
5
saja di dalam akad ji’alah, tiap-tiap kedua belah pihak, boleh membatalkan atau
menghentikan perjanjian sebelum bekerja dan dia tidak mendapat upah walaupun
dia sudah bekerja. Tetapi kalau yang membatalkan dari pihak yang menjanjikan
upah, maka yang bekerja berhak menuntut upah sebanyak pekerjaan yang sudah
dikerjakan.
Tujuan disyariatkannya ji’alah adalah untuk memberikan keringanan
kepada umat dalam pergaulan hidup, sehingga kedua belah pihak mendapat
keuntungan. Dan dalam perjanjian pemberian komisi penjualan kepada SPB
keuntungan dari penjualan Furniture juga telah diperoleh kedua belah pihak.
Sehingga transaksi tersebut diperbolehkan. Hal ini akan menumbuhkan
kemaslahatan diantara masyarakat.
Hukum Islam telah memberikan petunjuk yang benar dan ketetapan yang
adil, sehingga bisa memberikan jaminan bagi terwujudnya keadilan serta
tercegahnya perselisihan yang mungkin terjadi antara kedua belah pihak, yaitu
pekerja dan pengusaha. Islam mensyari’atkan adanya ikatan perjanjian kerja
dengan dasar saling mengikhlaskan antara kedua belah pihak yang terlibat, bukan
karena unsur terpaksa. Keikhlasan itulah yang menjadi dasar dilaksanakannya
suatu perjanjian, sehingga akan terwujud sikap saling tolong-menolong diantara
keduanya.
Upah merupakan hal penunjang keberhasilan suatu pekerjaan, sehingga
seorang SPB yang seharusnya mendapat gaji atau upah yang layak sesuai dengan
yang dijanjikan oleh pihak pengusaha, begitu juga sebaliknya. Pengusaha harus
tersebut. Maka dari itu, menurut penulis untuk sistem pemberian komisi di
Sumber Rizky Furniture tersebut tidak sesuai dengan tujuan hukum Islam dalam
bermuamalah. Karena Islam sendiri sangat memperhatikan tentang kejelasan gaji