• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBELAJARAN APTITUDE TREATMENT INTERACTION TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI BATURRADEN - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH PEMBELAJARAN APTITUDE TREATMENT INTERACTION TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI BATURRADEN - repository perpustakaan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Deskripsi Konseptual

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Menurut Solso (2008), pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan solusi atau jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik. Sedangkan Siwono (2008) berpendapat bahwa pemecahan masalah adalah suatu proses atau upaya individu untuk merespon atau mengatasi halangan atau kendala ketika suatu jawaban atau metode jawaban belum tampak jelas. Dengan demikian pemecahan masalah adalah proses berpikir individu secara terarah untuk menentukan apa yang harus dilakukan dalam mengatasi suatu masalah. Kesumawati (2010) menyatakan kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan, mampu membuat atau menyusun model matematika, dapat memilih dan mengembangkan strategi pemecahan, mampu menjelaskan dan memeriksa kebenaran jawaban yang diperoleh.

(2)

matematika dengan menggunakan metode sedemikian rupa sehingga tercapai tujuan yang telah ditetapkan atau yang diinginkan.

Polya (1973), mengemukakan empat langkah penting yang dapat dilakukan siswa dalam memecahkan suatu masalah. Adapun langkah-langkah tersebut meliputi:

a. Understand the problem (Memahami Masalah)

Menurut Polya, siswa dikatakan telah memahami suatu soal jika siswa dapat mengungkapkan pertanyaan beserta jawabannya seperti berikut :

1) Apa yang diketahui? Data apa yang diberikan? Bagaimana kondisi soal?

2) Mungkinkah kondisi soal dinyatakan dalam bentuk persamaan? 3) Buatlah sketsa gambar (jika diperlukan) dan tuliskan

notasi-notasi yang mendukung pemecahan masalah.

b. Devising a plan (Membuat Rencana Pemecahan Masalah)

Menurut Polya, tahap merencanakan pemecahan masalah merupakan suatu tahap di mana siswa mulai memikirkan langkah-langkah apa saja yang akan dilakukan untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Adapun hal-hal yang perlu dilakukan siswa pada tahap ini adalah:

1) Cobalah untuk mengenali masalah yang ada, apakah sudah pernah menemukan soal seperti ini sebelumnya?

(3)

3) Carilah metode yang sesuai untuk memecahkan masalah tersebut.

c. Carry out a plan (Menyelesaikan Masalah Sesuai Rencana)

Tahap ini merupakan suatu tahap di mana siswa telah siap untuk memecahkan masalah berdasarkan rencana pemecahan masalah yang telah disusun.

d. Looking back at the completed solution (Memeriksa Kembali Hasil Yang Diperoleh)

Adapun hal-hal yang perlu dilakukan siswa dalam tahap ini, yaitu :

1) Periksalah setiap langkah-langkah penyelesaian yang dilakukan. 2) Ujilah kembali hasil yang diperoleh.

Menurut Sumarmo (1994), kemampuan pemecahan masalah dapat dirinci dengan indikator sebagai berikut:

1) Mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan masalah.

2) Membuat model matematis dari situasi atau masalah sehari-hari dan menyelesaikannya.

3) Memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika dan atau di luar matematika.

4) Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban.

(4)

Selain Sumarmo, Kesumawati (2010) menyebutkan bahwa indikator yang menunjukkan pemecahan masalah matematis adalah: 1) Menunjukkan pemahaman masalah, meliputi kemampuan

mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan.

2) Mampu membuat atau menyusun model matematika, meliputi kemampuan merumuskan masalah situasi sehari-hari dalam matematika.

3) Memilih dan mengembangkan strategi pemecahan masalah, meliputi kemampuan memunculkan berbagai kemungkinan atau alternatif cara penyelesaian rumus-rumus atau pengetahuan mana yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah tersebut.

4) Mampu menjelaskan dan memeriksa kebenaran jawaban yang diperoleh, meliputi kemampuan mengidentifikasi kesalahan-kesalahan perhitungan, kesalahan-kesalahan penggunaan rumus, memeriksa kecocokan antara yang telah ditemukan dengan apa yang ditanyakan, dan dapat menjelaskan kebenaran jawaban tersebut.

(5)

2. Pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI)

Secara etimologis Aptitude Treatment Interaction (ATI) terdiri dari tiga unsur kata yakni; aptitude berarti ‘kemampuan’, treatment berarti ‘perlakuan’ dan interaction berarti ‘interaksi’. Dengan demikian ATI bisa diartikan sebagai suatu konsep atau pendekatan yang memiliki sejumlah strategi pembelajaran (treatment) yang efektif digunakan untuk individu tertentu sesuai dengan kemampuannya masing-masing (Nurdin, 2005).

Snow (Nurdin, 2005) menyatakan bahwa Aptitude Treatment Interaction (ATI) merupakan sebuah model yang berisikan sejumlah

strategi pembelajaran (treatment) yang efektif digunakan untuk siswa tertentu sesuai dengan karakteristik kemampuannya. Didasari oleh asumsi bahwa optimalisasi prestasi akademik/hasil belajar dapat dicapai melalui penyesuaian antara pembelajaran (treatment) dengan perbedaan kemampuan (aptitude) siswa. Sejalan dengan pengertian di atas, Cronbach (Nurdin, 2005) mengemukakan bahwa ATI approach adalah sebuah pendekatan yang berusaha mencari dan menemukan perlakuan-perlakuan (treatment) yang cocok dengan perbedaan kemampuan (aptitude) siswa, yaitu perlakuan secara optimal diterapkan untuk siswa yang berbeda tingkat kemampuannya.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Aptitude Treatment Interaction (ATI) adalah suatu konsep atau model yang

(6)

kondisi pembelajaran yang efektif terhadap siswa yang mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda.

Menurut Nurdin (2005) pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) bertujuan untuk menciptakan dan mengembangkan

suatu model pembelajaran yang betul-betul peduli dan memperhatikan keterkaitan antara kemampuan (aptitude) seseorang dengan pengalaman belajar atau secara khas dengan metode pembelajaran (treatment). Keberhasilan pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) mencapai tujuan dapat dilihat dari sejauh mana terdapat kesesuaian antara perlakuan-perlakuan (treatment) yang telah diimplementasikan dalam pembelajaran dengan kemampuan (aptitude) siswa.

Agar tingkat keberhasilan pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) dapat tercapai dengan baik, maka dalam implementasinya perlu diperhatikan beberapa prinsip yang dikemukakan oleh Snow (Nurdin, 2005) yaitu:

a. Bahwa interaksi antara kemampuan (aptitude) dan perlakuan (treatment) pembelajaran berlangsung di dalam pola yang kompleks dan senantiasa dipengaruhi oleh variabel-variabel tugas/jabatan situasi.

(7)

c. Bahwa bagi siswa yang memiliki rasa percaya diri kurang atau sulit dalam menyesuaikan diri (pencemas atau minder), cenderung belajarnya akan lebih baik bila berada dalam lingkungan belajar yang sangat terstruktur. Sebaliknya bagi siswa yang memiliki rasa percaya diri tinggi akan lebih baik dalam situasi pembelajaran yang agak longgar (fleksibel).

Berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) di atas maka dapat diadaptasi beberapa langkah yang

dilakukan dalam pembelajaran (Nurdin, 2005) yaitu:

Tabel 2.1 Sintaks pembelajaran Aptitude Treatment Interaction

No Tahapan Langkah

1 Treatment Awal

Pemberian perlakuan awal terhadap siswa dengan menggunakan aptitude testing perlakuan ini dimaksudkan untuk menentukan dan menetapkan klasifikasi kelompok siswa berdasarkan tingkat kemampuan dan sekaligus juga untuk mengetahui potensi kemampuan masing-masing siswa dalam menghadapi informasi/pengetahuan atau kemampuan-kemampuan yang baru.

2 Pengelompokan siswa

Pengelompokan siswa yang didasarkan pada hasil aptitude testing. Siswa di dalam kelas diklasifikasi menjadi tiga kelompok yang terdiri dari siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. 3

Memberikan perlakuan (treatment)

Memberikan perlakuan (treatment) kepada masing-masing kelompok siswa (tinggi, sedang, dan rendah) dalam bentuk proses pembelajaran.

4

Tes Prestasi (Achievement

test)

(8)

Langkah-langkah pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Melaksanakan pengukuran kemampuan masing-masing siswa melalui tes kemampuan (aptitude testing). Hal ini dilakukan guna untuk mendapatkan data yang jelas tentang karakteristik kemampuan (aptitude) siswa.

b. Mengelompokkan siswa menjadi tiga kelompok sesuai dengan klasifikasi yang didapatkan dari hasil aptitude testing. Pengelompokan siswa tersebut diberi label tinggi, sedang dan rendah.

c. Memberikan perlakuan (treatment) kepada masing-masing kelompok (tinggi, sedang dan rendah) dalam bentuk proses pembelajaran. Bagi kelompok tinggi, perlakuan yang diberikan yaitu pembelajaran mandiri (self learning). Bagi kelompok sedang dan rendah, diberikan pembelajaran secara reguler teaching. Bagi kelompok rendah, diberikan perlakuan khusus (special treatment) yaitu berupa tambahan pembelajaran dalam bentuk tutorial.

(9)

Kelompok tinggi, pembelajarannya diarahkan kepada pembelajaran mandiri (self learning) dengan menggunakan modul atau buku-buku yang relevan. Pemilihan belajar mandiri melalui modul didasari anggapan bahwa siswa akan lebih baik jika dilakukan dengan cara sendiri yang terfokus langsung pada penguasaan tujuan khusus atau seluruh tujuan. Dengan kata lain dengan menggunakan modul siswa dapat mengontrol kecepatan masing-masing, serta maju sesuai dengan kemampuannya.

Sedangkan kelompok sedang dan rendah untuk kesempatan pertama digabungkan dan diberikan pembelajaran secara reguler teaching. Reguler teaching yang dikembangkan untuk kelompok sedang

dan rendah mirip dengan pembelajaran yang diimplementasikan oleh guru-guru pada saat ini. Secara garis besar ada tiga tahap kegiatan yang dilakukan guru dalam melaksanakan pembelajaran yaitu:

1) Pendahuluan; melakukan apersepsi, menjelaskan tujuan pembelajaran dan mengemukakan kegiatan-kegiatan menarik di bagian pendahuluan pembelajaran.

2) Kegiatan Inti; menyajikan bahan pelajaran menggunakan metode, alat atau media pembelajaran, sumber-sumber belajar, memberi variasi dalam kecepatan mengajar, mengatur intonasi suara, memberi penguatan dan memperoleh umpan balik pada tahap kegiatan inti. 3) Penutup; memberi penjelasan ulang tentang pelajaran yang diberikan

(10)

Kemudian kelompok rendah diberikan perlakuan khusus (special treatment) yaitu berupa tambahan pembelajaran dalam bentuk tutorial.

Tutorial dipilih sebagai perlakuan khusus untuk kelompok rendah,

didasarkan pada pertimbangan bahwa mereka lambat dan sulit dalam menguasai pelajaran. Oleh karena itu kelompok ini harus mendapat apresiasi khusus berupa bimbingan dan bantuan belajar dalam bentuk penguatan materi melalui tambahan jam belajar, sehingga dengan cara demikian mereka bisa menguasai materi pelajaran yang diberikan.

Kegiatan pembelajaran tutorial meliputi mengulang pembelajaran yang telah diberikan, membahas soal-soal, memberikan semangat dan motivasi. Perlakuan diberikan setelah mereka mengikuti pembelajaran secara regular dengan tambahan jam belajar yang dilakukan di luar jam pelajaran sekolah.

Kelebihan dan kekurangan pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) adalah sebagai berikut:

a. Kelebihan:

1) Guru dapat lebih memperhatikan kemampuan setiap siswa baik secara individu maupun kelompok.

2) Guru dapat memberikan perlakuan (treatment) sesuai dengan kebutuhan siswa.

(11)

4) Mengatasi kelemahan pada pembelajaran klasikal maupun individual.

b. Kekurangan:

1) Masalah pengelompokkan dan pengaturan lingkungan serta tugas-tugas belajar bagi masing-masing karakteristik kemampuan peserta didik.

2) Belum memiliki langkah-langkah baku dalam pengembangannya.

3. Pembelajaran Konvensional

Proses pembelajaran konvensional ditandai dengan pemaparan suatu konsep atau materi yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan dari awal sampai akhir proses pembelajaran. Dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, pembelajaran ini hanya menekankan siswa untuk menghafal rumus-rumus tanpa mengetahui darimana rumus tersebut diperoleh. Sehingga penguasaan siswa terhadap konsep matematika hanya bersumber dari hafalan daripada pemahaman. Biasanya guru menyampaikan informasi mengenai bahan pengajaran dalam bentuk penjelasan dan penuturan secara lisan, yang dikenal dengan istilah ceramah.

(12)

sebab itu pembelajaran siswa kurang optimal. Pendekatan ekspositori menempatkan guru sebagai pusat pengajaran, karena guru lebih aktif memberikan informasi, menerangkan suatu konsep, mendemonstrasikan keterampilan dalam memperoleh pola, aturan, dalil, memberi contoh soal beserta penyelesaiannya, memberi kesempatan siswa untuk bertanya, dan kegiatan guru lainnya dalam pembelajaran ini (Sagala, 2010).

Langkah-langkah pembelajaran konvensional dengan pendekatan ekspositori yang akan peneliti terapkan dalam penelitian ini, yaitu:

a. Persiapan, dalam tahap ini guru mempersiapkan bahan yang akan diajarkan secara rapi dan sistematis.

b. Apersepsi, dalam tahap ini guru mengaitkan materi sebelumnya dengan materi yang akan dibahas, bisa dengan bertanya atau memberikan ulasan secara singkat.

c. Penyajian, dalam tahap ini guru memberikan penjelasan materi, bisa dengan ceramah atau menugaskan siswa membaca buku sumber/buku. d. Evaluasi, dalam tahap ini guru memberikan Lembar Kerja Siswa (LKS)

untuk mengetahui seberapa jauh siswa menguasai materi yang telah diajarkan. Kemudian pembahasan biasanya guru meminta perwakilan siswa menjawab dipapan tulis. Guru bersama siswa secara interaktif mengoreksi hasil tersebut.

(13)

B. Penelitian Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini di antaranya adalah: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Feni Wulan Utami yang berjudul

“Penerapan Strategi Pembelajaran Aptitude Treatment Interaction dengan Menggunakan Lembar Kerja Siswa untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran”. Berdasarkan hasil penelitiannya, penerapan strategi pembelajaran Aptitude Treatment Interaction dengan menggunakan lembar kerja siswa dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa pada pokok bahasan segitiga dan segi empat serta berdampak pada peningkatan prestasi belajar matematika siswa.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Herlina yang berjudul “Pengaruh Pendekatan Aptitude Treatment Interaction (ATI) terhadap Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 25 Pekanbaru. Berdasarkan hasil penelitiannya, terlihat bahwa dalam proses pembelajaran konsep matematika pendekatan ATI dapat meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan pembelajaran dengan metode konvensional (biasa).

(14)

aktivitas siswa adalah 70,2%; (3) nilai rata-rata hasil belajar siswa adalah 78,95; dan (4) respons siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Aptitude Treatment Interaction adalah positif.

C. Kerangka pikir

Pembelajaran yang mampu mengoptimalkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa adalah pembelajaran yang mampu membuat siswa untuk terlibat aktif dalam mengkonstruksi pengetahuannya secara mandiri melalui kegiatan pemecahan masalah yang dilakukannya. Menyikapi pernyataan ini, maka perlu dirancang suatu pembelajaran yang tidak hanya sekedar mentransfer pengetahuan saja melainkan mendorong siswa untuk terlibat aktif dalam memanfaatkan kemampuan yang dimiliki termasuk kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

(15)

Sedangkan kelompok sedang dan rendah untuk kesempatan pertama digabungkan dan diberikan pembelajaran secara reguler teaching. Kemudian kelompok rendah diberi perlakuan khusus (special treatment) yaitu berupa tambahan pembelajaran dalam bentuk tutorial. Siswa dengan kemampuan sedang dan rendah tidak mendapat tekanan dari siswa dengan kemampuan tinggi, sehingga siswa dengan kemampuan sedang dan rendah tidak merasa malu untuk bertanya dan menunjukkan kemampuannya. Hal tersebut terlihat ketika proses pembelajaran tidak melibatkan siswa dengan kemampuan tinggi. Siswa dengan kemampuan sedang dan rendah lebih leluasa untuk bertanya dan berdiskusi dengan temannya, serta belajar dengan kecepatan yang sesuai dengan mereka. Sedangkan untuk siswa dengan kemampuan tinggi akan lebih termotivasi untuk belajar karena mereka dituntut untuk membangun pengetahuan dengan kemampuannya sendiri.

Melihat hal tersebut, peneliti beranggapan bahwa pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

D. Hipotesis penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran Aptitude Treatment Interaction (ATI) lebih baik daripada kemampuan pemecahan

Gambar

Tabel 2.1 Sintaks pembelajaran Aptitude Treatment Interaction

Referensi

Dokumen terkait

Dalam rangka penawaran umum saham pendapat yang diberikan oleh akuntan publik akan dijadikan sumber informasi yang relevan dan terpercaya untuk menentukan layak

teteskan sedikit demi sedikit p -kloroben zoil klorida ke dalam beaker g lass yang berisi asam antran ilat dalam campu ran piridina dan trietilamin sambil d iaduk pada suhu kamar

Peneliti ingin melakukan external validity dengan menggeneralisasikan hasil dari penelitian Smith et al., (2007) untuk menjembatani kesenjangan pengetahuan dengan

Berdasarkan Penetapan Pemenang Nomor: 18-28/PPBJ-konsultansi/IX/BLUD RS HB/2011 tanggal 27 September 2011, Panitia Pengadaan Jasa Konsultansi BLUD RS H

Penulisan Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Diploma III Jurusan Perpustakaan di Universitas Sebelas

Selanjutnya label sebagai fungsi pemenuhan peraturan perundang- undangan, memiliki konsekuensi bahwa hal yang tercantum pada label harus sesuai dengan kandungan bahan pangan

RSG-GAS telah dimanfaatkan untuk penelitian elemen bakar reaktor daya jenis PWR dengan menggunakan fas11itas uji daya ramp (PRTF) bekerjasama dengan peneliti dari

Sari nanas madu disaring kemudian dievaporasikan menggunakan Falling Film Evaporator (FFE) pada suhu uap pemanas 90°C dan tekanan vakum 20-25 inHg dengan laju alir