• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku bersangkutan yang menggambarkan kemajuan perusahaan dan disusun secara periodik. Periode yang biasa digunakan adalah tahun yang dimulai dari misalnya 1 Januari dan berakhir pada tanggal 31 Desember. Periode seperti ini disebut dengan periode tahun kalender. Selain tahun kalender, periode akuntansi bisa juga dimulai dari tanggal selain tanggal 1 Januari. Istilah periode akuntansi yang seperti ini sering disebut dengan isilah periode tahun buku. Periode tahun buku yang digunakan dapat secara tahunan, atau menyusun laporan keuangan untuk periode yang lebih pendek misalnya bulanan, triwulan atau kwartalan. Laporan keuangan dalam suatu perusahaan mempunyai arti yang sangat penting terutama bagi pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terhadap perusahaan. Laporan keuangan dibuat oleh manajemen sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada pemilik perusahaan.

(2)

2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan

Laporan keuangan dibuat dengan maksud untuk memberikan gambaran atau laporan kemajuan yang secara periodik dilakukan pihak manajemen perusahaan yang bersangkutan. Dengan kata lain laporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Berikut ini terdapat pengertian laporan keuangan dari pendapat beberapa ahli :

Menurut Gitman (2012:55), laporan keuangan adalah

“Financial Statements that are the primary means by which firms communicate with investors, analysts, and the rest of the business community.”

Menurut Sondhi (2003:6) bahwa :

“Financial reports often contain supplementary data that, althoughnot included inthe statement themselves, help the financial statement user to interpret the statements or adjust measuresof corporate performance (such as financial ratio) to make them more comparable”

Menurut Harahap (2004:201) mengemukakan bahwa :

“Laporan Keuangan merupakan output dan hasil dari proses akuntansi yang menjadi bahan informasi bagi para pemakainya sebagai satu bahan dalam proses pengambilan keputusan.”

Sedangkan Menurut Munawir (2002:12) :

“Laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak – pihak yang berkepentingan dengan dana atau aktivitas perusahaan tersebut.”

(3)

Dari beberapa pendapat ahli, maka dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan adalah informasi yang berkaitan tentang posisi atau keadaan keuangan perusahaan pada periode tertentu yang nantinya akan dipakai oleh pemakainya dalam hal pengambilan keputusan.

2.1.2 Tujuan Laporan Keuangan

Dapat diketahui bahwa setiap laporan keuangan yang dibuat sudah pasti memiliki tujuan tertentu. Dalam praktiknya terdapat beberapa tujuan yang hendak dicapai, terutama bagi pemilik usaha dan manajemen perusahaan. Disamping itu, tujuan laporan keuangan disusun guna memenuhi kepentingan berbagai pihak yang berkepentingan terhada perusahaan.

Tujuan laporan keuangan menurut Azhari (2004:12) adalah untuk menyajikan informasi yang menyangkut:

1. Posisi keuangan perusahaan pada tanggal tertentu, yaitu keadaan pada tanggal mengenai kekayaan dan sumber kekakyaan perusahaan.

2. Kinerja perusahaan selama periode tertentu, yaitu besarnya aktivitas dan biaya untuk menjalankan aktivitas serta hasil (laba/rugi) dari aktivitas selama periode tertentu, misalnya bulanan atau tahunan.

3. Perubahan posisi keuangan selama periode tertentu, yaitu perubahan kekayaan dan sumber kekayaan selama periode tertentu.

4. Perputaran kas selama periode tertentu, yaitu menyangkut aliran kas masuk dan keluar perusahaan selama periode tertentu.

(4)

2.1.3 Sifat dan Keterbatasan Laporan Keuangan

Walaupun laporan keuangan merupakan informasi yang sangat berguna bagi berbagai pihak untuk pengambilan keputusan, tapi haruslah disadari bahwa laporan keuangan masih mempunyai sifat dan keterbatasan, dan keduanya haruslah menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan dari hasil analisis laporan keuangan.

Menurut Harahap (2004:16) sifat dan keterbatasan laporan keuangan adalah sebagai berikut:

1. Laporan keuangan bersifat historis, yaitu merupakan laporan atas kejadian yang telah lewat, bukan masa kini

2. Laporan keuangan bersifat umum dan bahkan bukan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pihak tertentu atau pihak khusus saja seperti untuk pihak yang akan membeli perusahaan

3. Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan taksiran dan berbagai pertimbangan

4. Akuntansi hanya melaporkan informasi yang material. Demikian pula penerapan prinsip akuntansi terhadap suatu fakta atau pos tertentu mungkin tidak dilaksanakan jika hal ini tidak menimbulkan pengaruh secara material terhadap kelayakan laporan keuangan

5. Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi ketidakpastian

6. Laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomis suatu peristiwa/transaksi daripada bentuk hukumnya (formalitas)

(5)

7. Laporan keuangan disusun dengan menggunakan istilah-istilah teknis, dan pemakai laporan diasumsikan memahami bahasa teknis akuntansi dari sifat informasi yang dilaporkan

8. Adanya berbagai alternatif metode akuntansi yang dapat digunakan menimbulkan variasi dalam pengukuran sumber-sumber ekonomis dan tingkat kesuksesan antar perusahaan

9. Informasi yang bersifat kualitatif dan fakta yang tidak dapat dikuantitatifkan umumnya diabaikan

2.2 Analisis Laporan Keuangan

Laporan keuangan menjadi penting karena memberikan input yaitu informasi yang bisa dipakai untuk pengambilan keputusan. Laporan keuangan akan memberikan informasi mengenai profitabilitas, risiko, timing aliran kas, yang kesemuanya akan mempengaruhi harapan pihak-pihak yang berkepentingan. Analisis laporan keuangan adalah suatu proses penguraian pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil sehingga dapat dipahami dengan tujuan mengetahui kondisi keuangan dalam proses pengambilan keputusan.

Analisis laporan keuangan sangat membantu manajemen dalam menilai kinerja perusahaannya sehingga dapat mengambil keputusan lebih lanjut baik itu dalam hal investasi, ekspansi, ataupun pendanaan perusahaan. Di lain pihak analisis laporan keuangan juga membantu investor yang ingin menanamkan dananya ke dalam perusahaan.

(6)

2.2.1 Pengertian Analisis Laporan Keuangan

Pengertian analisis laporan keuangan menurut Soemarso (2005:380) adalah sebagai berikut :

“Analisis Laporan Keuangan (financial statement analysis) adalah hubungan antara suatu angka dalam laporan keuangan dengan angka lain yang mempunyai makna atau dapat menjelaskan arah perubahan (trend) suatu fenomena.”

Sedangkan menurut Harahap (2004:189) adalah sebagai berikut :

“Analisis laporan keuangan berarti menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara satu dengan lain baik antara data kuantitatif, maupun data non kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat.”

Menurut Sondhi (2003:111) :

“Analysis financial ratios are used to compare the risk and return of different firms in order to help equity investors and creditors make intelligent investments and credit decisions.”

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa adanya interpretasi atau analisa terhadap laporan keuangan suatu perusahaan akan sangat bermanfaat bagi pemakai informasi, untuk mengetahui keadaan dan perkembangan keuangan dari perusahaan. Kegiatan analisa laporan keuangan tersebut merupakan salah satu media untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak, lebih baik, dan lebih akurat sehingga dapat dijadikan sebagai bahan dalam proses pengambilan keputusan.

(7)

2.2.2 Tujuan Analisis Laporan Keuangan

Tujuan analisis laporan keuangan menurut Juliaty (2002:53) antara lain : 1. Sebagai alat screening awal dalam memilih alternatif investasi atau

merger,

2. Sebagai alat forecasting mengenai kondisi dan kinerja keuangan dimasa datang.

3. Sebagai proses diagnosis terhadap masalah-masalah manajemen, operasi atau masalah lainnya,

4. Sebagai alat evaluasi terhadap prestasi manajemen dalam mengelola perusahaan.

Sedangkan menurut Munawir (2002:31) tujuan dari analisis keuangan adalah untuk memperoleh informasi yang berhubungan dengan posisi keuangan perusahaan dan hasil-hasil yang telah dicapai perusahaan yang bersangkutan. Data-data yang disajikan dalam laporan keuangan akan lebih bermakna jika disajikan untuk dua periode atau bahkan lebih dari dua periode. Hal ini dilakukan sebagai bahan perbandingan diantara tahun-tahun sebelumnya.

2.2.3 Manfaat dan Kegunaan Analisis Laporan Keuangan

Manfaat dan kegunaan laporan keuangan menurut Harahap (2004:192) menjelaskan sebagai berikut :

(8)

1. Mengetahui atau menemukan kesalahan proses akuntansi seperti kesalahan pencatatan, kesalahan pembukuan, kesalahan jumlah, kesalahan perkiraan, kesalahan posting dan kesalahan jurnal

2. Mengetahui kesalahan lain yang disengaja. Misalnya tidak mencatat, pencatatan harga yang tidak wajar, menghilangkan data dan sebagainya.

2.2.4 Sifat dan Keterbatasan Analisis Laporan Keuangan

Sifat-sifat Analisis Laporan Keuangan menurut Harahap (2004:194) sebagai berikut :

1. Fokus laporan adalah laporan laba-rugi, neraca, arus kas, yang merupakan akumulasi transaksi dari kejadian historis dan penyebab terjadinya dalam suatu perusahaan

2. Prediksi, analisis harus mengkaji implikasi kejadian yang sudah berlalu terhadap dampak dan prospek perkembangan keuangan perusahaan di masa yang akan datang

3. Dasar analisis adalah laporan keuangan yang memiliki sifat dan prinsip tersendiri sehingga hasil analisis sangat tergantung pada kualitas laporan ini. Penguasaan pada sifat akuntansi, prinsip akuntansi, sangat diperlukan dalam menganalisis laporan keuangan

Sedangkan keterbatasan Analisis Laporan Keuangan menurut Harahap (2004:201) adalah sebagai berikut:

(9)

1. Laporan dapat bersifat historis, yaitu merupakan laporan keuangan atas kejadian yang telah lewat

2. Laporan keuangan menggambarkan nilai harga pokok atau nilai pertukaran pada saat terjadinya transaksi, bukan harga pada saat ini 3. Laporan keuangan bersifat umum, dan bukan dimaksudkan untuk

memnuhi kebutuhan pihak tertentu

4. Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan taksiran dan berbagai pertimbangan dalam memilih alternatif dari berbagai pilihan yang ada sama-sama dibenarkan tetapi menimbulkan perbedaan angka laba maupun asset

5. Akuntansi tidak mencakup informasi yang tidak material

6. Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menghadapi ketidakpastian bila terdapat beberapa kemungkinan kesimpulan yang ridak pasti mengenai penilaian suatu pos, maka lazimnya dipilih alternatif yang menghasilkan laba bersih atau nilai aktiva yang paling kecil

7. Laporan keuangan disusun dengan menggambarkan istilah-istilah teknis, dan pemakaian laporan diasumsikan memahami bahasa teknis akuntansi dan sifat dari informasi yang dilaporkan

8. Akuntansi didominasi informasi kuantitatif

9. Perubahan dalam tenaga beli uang jelas ada, akan tetapi hal ini tidak tergambar dalam laporan keuangan

(10)

2.3 Kebangkrutan

Bangkrut dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana perusahaan berada di dalam keadaan insolvensi, tidak mampu melunasi kewajibannya dengan sumber daya yang dimilikinya, yang dinyatakan pailit sesuai dengan hukum yang berlaku. Sedangkan kebangkrutan atau kepailitan, didefinisikan sebagai suatu prosedur yuridis untuk melikuidasi secara resmi kegiatan suatu perusahaan yang dilaksanakan di bawah pengadilan. Keterlibatan pemerintah dibutuhkan untuk menjamin pembayaran kewajiban perusahaan pada pihak luar maupun pengembalian modal para pemegang saham.

2.3.1 Pengertian kebangkrutan

Masalah kesulitan keuangan selalu memunculkan kemungkinan risiko kebangkrutan dalam suatu perusahaan. Mengetahui kondisi kesehatan keuangan perusahaan sangat penting dilakukan oleh investor dan kreditor dalam pengambilan keputusan investasi dan kreditnya.

Menurut Gitman (2012:738),

“bankruptcy is business failure that occurs when the stated value of a firm’s liabilities exceeds the fair market value of its assets.”

Sedangkan menurut Martin,et. Al, 1995;376 dalam Umaris (2005;2003) yang berasal dari jurnal Adnan dan Dicky, mengatakan bahwa

(11)

kebangkrutan sebagai kegagalan dapat didefinisikan dalam beberapa arti, yaitu :

1. Kegagalan Ekonomi

Berarti bahwa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak menutup biayanya sendiri. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jatuh di bawah arus kas yang diharapkan. Bahkan kegagalan dapat juga berarti bahwa tingkat pendapatan atas biaya historis investasinya lebih kecil daripada biaya modal perusahaan.

2. Kegagalan Keuangan

Kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara dasar arus kas ada dua bentuk:

1 Insolvensi teknis (technical insolvency)

Perusahaan dapat dianggap gagal jika tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo walaupun total aktiva melebihi total utang, atau terjadi suatu perusahaan gagal memenuhi salah satu atau lebih kondisi dalam ketentuan hutangnya seperti rasio aktiva lancar terhadap utang lancar yang ditetapkan atau rasio kekayaan bersih terhadap total aktiva yang disyaratkan. Insolvensi teknis juga terjadi bila arus kas tidak cukup untuk memenuhi pembayaran bunga atau pembayaran kembali pokok pada tanggal tertentu.

(12)

2 Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan

Kebangkrutan didefiniskan dalam ukuran sebagai kekayaan bersih negatif dalam neraca konvensional atau nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban. Kebangkrutan juga sering disebut likuidasiperusahaan atau penutupan perusahaan atau insolvabilitas. Likuiditas atau pembubaran perusahaan senantiasa berakibat penutupan perusahaan, tetapi likuiditas tidak selalu berarti perusahaan bangkrut.

Dari pengertian menurut para ahli, penulis menyimpulkan bahwa kebangkrutan merupakan bentuk kegagalan usaha yang merupakan keadaan yang tidak muncul secara tiba-tiba, baik itu ketidakmampuan untuk memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo maupun masalah lain yang menimbulkan pertanyaan mengenai kelangsungan hidup usaha. Hal tersebut tergantung kepada kondisi dan keadaan tertentu yang bersifat saling bergantung.

2.3.2 Penyebab Kebangkrutan

Menurut Gitman (2012:738), ada beberapa faktor-faktor utama penyebab kebangkrutan, yaitu:

1. Mismanagement, which accounts for more 50 percent of all case. Overexpansion, poor financial actions, an ineffective sales forces, and high production costs can all singly or in combination failure.

(13)

2. Economic Activity, especially economic downturns can contribute to the failure of firm. If the economic goes into a recession, sales may decrease abruptly, leaving the firm with high fixed costs and insufficient revenues to cover them. Rapid rises in interest rates just prior to a recession can further contribute to cash flow problems and make it more difficult for the firm to obtain and maintain needed financing.

3. Corporate Maturity, firms lie individuals do not have infinite lives. Like a product, a firm goes through thevstages of birth, growth, maturity, and eventual decline. Effective management planning should help the firm to postpone decline and ultimate failure.

Sedangkan sebagaimana dikutip oleh Peter dan Yosep (2011) menyatakan, suatu perusahaan dapat mengalami kebangkrutan. Kebangkrutan itu sendiri dapat berasal dari tiga faktor, yaitu:

1. Faktor umum

1) Sektor Ekonomi

Faktor-faktor penyebab kebangkrutan dari sektor ekonomi adalah gejala inflasi dan deflasi dalam harga barang dan jasa, kebijakan keuangan, suku bunga dan devaluasi atau revaluasi uang dalam hubungannya dengan uang asing serta neraca pembayaran, surplus atau defisit dalam hubungannya dengan perdagangan luar negeri.

(14)

Faktor sosial yang sangat berpengaruh terhadap kebangkrutan cenderung padaperubahan gaya hidup masyarakat yang mempengaruhi permintaan terhadap produk dan jasa ataupun cara perusahaan berhubungan dengan karyawan. Faktor sosial lain yang berpengaruh yaitu kekacauan di masyarakat.

3) Sektor Teknologi

Penggunaan teknologi informasi juga menyebabkan biaya yang ditanggung perusahaan membengkak terutama untuk pemeliharaan dan implementasi yang tidak terencana, sistemnya tidak terpadu dan para manajer pengguna kurang profesional.

4) Sektor Pemerintah

Kebijakan pemerintah terhadap pencabutan subsidi pada perusahaan dan industri, pengenaan tarif ekspor dan impor barang yang berubah, kebijakan undang-undang baru bagi perbankan atau tenaga kerja dan lain-lain.

2. Faktor eksternal perusahaan : 1) Sektor pelanggan

Perusahaan harus mengidentifikasi sifat konsumen, untuk menghindari kehilangan konsumen, juga untuk menciptakan peluang, menemukan

(15)

konsumen baru dan menghindari menurunnya hasil penjualan dan mencegah konsumen berpaling ke pesaing.

2) Sektor pemasok

Perusahaan dan pemasok harus tetap bekerjasama dengan baik karena kekuatan pemasok untuk menaikkan harga dan mengurangi keuntungan pembelinya tergantung pada seberapa besar pemasok ini berhubungan dengan perdagangan bebas.

3) Sektor Pesaing

Perusahaan juga jangan melupakan persaingan karena kalau produk pesaing lebih diterima dimasyarakat, maka perusahaan akan kehilangan konsumen dan hal tersebut akan berakibat menurunnya pendapatan perusahaan.

3. Faktor internal perusahaan

Faktor-faktor ini biasanya merupakan hasil dari keputusan dan kebijakan yang tidak tepat di masa yang lalu dan kegagalan menajemen untuk berbuat sesuatu pada saat yang diperlukan. Seperti terlalu besarnya kredit yang diberikan pelanggan dan manajemen yang tidak efisien.

(16)

2.3.3 Model Prediksi Kebangkrutan

Prediksi kebangkrutan usaha berfungsi untuk memberikan pandauan bagi pihak-pihak tentang kinerja keuangan perusahaan apakah akan mengalami kesulitan keuangan atau tidak di masa mendatang. Karena kebangkrutan merupakan persoalan yang serius dan memakan biaya, maka untuk mengantisipasi munculnya kesulitan keuangan yang dapat memberikan peringatan dini dimana manajemen akan sangat terbantu. Manajemen bisa melakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan sedini mungkin untuk menghindari kebangkrutan.

Terdapat beberapa metode prediksi kebangkrutan menurut Peter and Yoseph (2011:5-7) yaitu :

1. Altman Model (U.S. – 1968)

Edward I. Altman (1968) merupakan orang pertama dengan sukses menggunakan step-wise multiple discriminate analysis, untuk mengembangkan suatu model prediksi dengan tingkat akurasi yang tinggi. Penelititan ini menggunakan 66 perusahaan, 33 perusahaan gagal dan 33 perusahaan sukses, tingkat keakurasian Model Altman mencapai 95,0%. Model Altman digunakan sebagai berikut:

Z = 1,2XI + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 0,999X5

Keterangan:

(17)

X1 = Working Capital / Total Asset X2 = Retained Earnings / Total Asset

X3 = Earning Before Interest And Taxes/Total Asset X4 = Market Value Of Equity / Book Value Of Total Debt X5 = Sales / Total Asset.

Nilai Z adalah indeks keseluruhan fungsi multiple discriminant analysis. Menurut Altman, terdapat angka-angka cut off nilai Z yang dapat menjelaskan apakah perusahaan akan mengalami kegagalan atau tidak pada masa mendatang dan yang dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu:

a. Jika nilai Z < 1,8 maka termasuk perusahaan yang bangkrut.

b. Jika nilai 1,8 < Z < 2,99 maka termasuk grey area (tidak dapat ditentukan apakah perusahaan sehat ataupun mengalami kebangkrutan).

c. Jika nilai Z > 2,99 maka termasuk perusahaan yang tidak bangkrut. Terdapat 3 metode Altman Z-Score, yaitu :

1. Altman Z-score 1968 original (untuk perusahaan Go Public) 2. Altman Z-score 1983 (untuk perusahaan non Go Public) 3. Altman Z-score 1995 (untuk semua perusahaan)

2. Springate (Canadian – 1978)

Model ini dikembangkan tahun 1978 di S.F.U oleh Gordon L.V. Springate, mengikuti prosedur yang dikembangkan oleh Altman dalam U.S.

(18)

Springate yang menggunakan step-wise multiple discriminate analyses untuk memilih empat dari 19 rasio keuangan yang terkenal paling baik yang membedakan antara bisnis yang berhasil dan mereka yang benar-benar gagal. Model Springate digunakan dengan cara:

Z = 1.03A + 3.07B + 0.66C + 0.4D Z < 0.82; diklasifikasikan perusahaan GAGAL

Dimana:

A = Working Capital / Total Assets

B = Net Profit before Interest and Taxes / Total Assets C = Net Profit before Taxes / Current Liabilities D = Sales / Total Assets

Tingkat akurasi model ini mencapai 92.5% dengan menggunakan test pada 40 perusahaan yang menggunakan Springate. Botheras (1979) melakukan test dengan Model Springate pada 50 perusahaan dengan rata-rata aktiva sebesar $2.5 miliar dan menghasilkan tingkat keakurasian sebesar 88.0%. Sands (1980) melakukan test dengan Model Springate pada 24 perusahaan dengam rata-rata aktiva sebesar $63.4 miliar dan menghasilkan tingkat keakurasian sebesar 83.3%.

3. Fulmer Model (U.S. – 1984)

Fulmer (1984) menggunakan step-wise multiple discriminate analyses untuk mengevaluasi 40 rasio keuangan yang menerapkan pada 60 sampel

(19)

perusahaan, 30 gagal dan 30 sukses. Rata-rata aktiva pada perusahaan sebesar $ 445,000. Model ini menggunakan cara:

H = 5.528 (V1) + 0.212 (V2) + 0.073 (V3) + 1.270 (V4) – 0.120 (V5) + 2.335 (V6) + 0.575 (V7) + 1.083 (V8) + 0.894 (V9) – 6.075

H < 0; diklasifikasikan perusahaan GAGAL Dimana:

V1 = Retained Earnings / Total Assets V2 = Sales / Total Assets

V3 = EBT / Equity

V4 = Cash Flow / Total Debt V5 = Debt / Total Assets

V6 = Current Liabilities / Total Assets V7 = Long Tangible Total Assets V8 = Working Capital / Total Debt V9 = EBIT / Interest

Fulmer melaporkan 98% tingkat keakurasian dengan mengklasifikasikan perusahaan pada satu tahun periode kegagalan dan 81% tingkat keakurasian lebih dari satu tahun periode bangkrut.

4. Blasztk System (Canadian 1984)

Ini hanya merupakan metode prediksi kegagalan bisnis bukan dikembangkan menggunakan multiple discriminate analyses. Merupakan sistem yang dikembangkan oleh William Blasztk pada 1984. Inti sari dari sistem ini adalah menghitung rasio keuangan untuk mengevaluasi perusahaan, bobot dan perbandingan dengan rasio untuk rata-rata perusahaan industri yang

(20)

sama dengan diberikan oleh Dunn & Bradstreet. Salah satu kekuatan metode ini adalah membandingkan perusahaan dengan industri sejenis dan mengevaluasinya.

2.3.4 Model Altman Z-score

Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mendapatkan model analisis yang merupakan gabungan dari beberapa rasio keuangan. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Edward I Altman pada tahun 1966 untuk memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan. Dalam studinya, Altman mengambil sampel 66 perusahaan dimana setangah dari sampel tersebut merupakan perusahaan yang telah bangkrut. Selanjutnya dipilih 22 rasio yang potensial untuk dievaluasi yang dikelompokan dalam 5 kelompok, yaitu Liquidity, Profitability, Leverage, Solvency, dan Activity. Selanjutnya dari 22 variabel tersebut kemudian dipilih yang merupakan kombinasi terbaik untuk memprediksi kebangkrutan. Berdasarkan metode Multiple Discriminant Analysis, koefisien dari kelima rasio keuangan tersebut kemudian di tentukan penjumlahan dan perkalian antara masing-masing koefisien dengan rasio keuangan menghasilkan nilai multivariate. Oleh Altman nilai multivariate ini dinamakan Z-Score. Metode Altman Z-Score sendiri terbagi tiga macam fungsi diskriminan, antara lain :

(21)

Altman menghasilkan model kebangkrutan yang pertama. Persamaan kebangkrutan yang ditujukan untuk memprediksi sebuah perusahaan publik manufaktur. Persamaan dari model Altman pertama yaitu :

Z = 1,2XI + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 0,999X5

Keterangan:

Z = Bankruptcy Index

X1 = Working Capital / Total Asset

X2 = Retained Earnings / Total Asset

X3 = Earning Before Interest and Taxes / Total Asset

X4 = Market Value of Equity / Book Value of Total Debt

X5 = Sales / Total Asset.

Nilai Z adalah indeks keseluruhan fungsi multiple discriminant analysis. Menurut Altman, terdapat angka-angka cut off nilai Z yang dapat menjelaskan apakah perusahaan akan mengalami kegagalan atau tidak pada masa mendatang dan ia membaginya ke dalam tiga kategori, yaitu:

a. Jika nilai Z < 1,8 maka termasuk perusahaan yang bangkrut. b. Jika nilai 1,8 < Z < 2,99 maka termasuk grey area (tidak dapat

ditentukan apakah perusahaan sehat ataupun mengalami kebangkrutan).

c. Jika nilai Z > 2,99 maka termasuk perusahaan yang tidak bangkrut. Dimana Z-score dapat memprediksi kemungkinan kebangkrutan perusahaan-perusahaan dengan tingkat akurasi 72% duat tahun

(22)

sebelum kebangkrutan dan 95% pada satu tahun sebelum kebangkrutan terjadi.

b. Altman Z-score 1983 (for private manufacturer)

Pada tahun 1983, Altman mengembangkan model untuk perusahaan manufaktur yang tertutup. Variable X4 pada fungsi ini menggunakan nilai buku stockholder’s equity karena tidak memiliki market value of equity. Sehingga didapat persamaan :

Z = 0,717XI + 0,847X2 + 3,107X3 + 0,420X4 + 0,998X5

Keterangan:

Z = Bankruptcy Index

X1 = Working Capital / Total Asset

X2 = Retained Earnings / Total Asset

X3 = Earning Before Interest and Taxes / Total Asset

X4 = Book Value of Equity / Book Value of Total Debt

X5 = Sales / Total Asset.

Nilai Z adalah indeks keseluruhan fungsi multiple discriminant analysis. Menurut Altman, terdapat angka-angka cut off nilai Z yang dapat menjelaskan apakah perusahaan akan mengalami kegagalan atau tidak pada masa mendatang dan ia membaginya ke dalam tiga kategori, yaitu:

(23)

b. Jika nilai 1,23 < Z < 2,90 maka termasuk grey area (tidak dapat ditentukan apakah perusahaan sehat ataupun mengalami kebangkrutan).

c. Jika nilai Z > 2,90 maka termasuk perusahaan yang tidak bangkrut. c. Altman Z-score 1995 (for private general firm/non manucfaturing

firm)

Kemudian Altman mengembangkan model ketiga, model ini digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan-perusahaan non manucfaturing seperti usaha-usaha kecil, retail, sales, wholesaler, dan sektor jasa. Model ini mengeliminasi nilai X5 (sales to total

assets) karena selalu berubah-ubah secara signifikan dalam industri. Sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut :

Z” = 6,56X1 + 3,26X2 + 6,72X3 + 1,05X4

Keterangan:

Z” = Bankruptcy Index

X1 = Working Capital / Total Asset

X2 = Retained Earnings / Total Asset

X3 = Earning Before Interest and Taxes / Total Asset

(24)

Klasifikasi perusahaan yang sehat dan bangkrut didasarkan pada nilai Z-score model Altman Modifikasi yaitu:

a. Jika nilai Z” < 1,1 maka termasuk perusahaan yang bangkrut.

b. Jika nilai 1,1 < Z” < 2,6 maka termasuk grey area (tidak dapat ditentukan apakah perusahaan sehat ataupun mengalami kebangkrutan).

c. Jika nilai Z” > 2,6 maka termasuk perusahaan yang tidak bangkrut

2.3.4.1 Rasio Keuangan dalam Model Altman Z-score

Dalam jurnal Endri (2009) menyatakan bahwa rasio keuangan yang dianalisis yang terdapat pada model Altman Z-score, yaitu:

a. Net Working Capital to Total Assets ( X1 )

Rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan modal kerja bersih dari keseluruhan total aktiva yang dimilikinya. Modal kerja bersih diperoleh dengan cara aktiva lancar dikurangi dengan kewajiban lancar. Modal kerja bersih yang negatif kemungkinan besar akan menghadapi masalah dalam menutupi kewajiban jangka pendeknya karena tidak tersedianya aktiva lancar yang cukup untuk menutupi kewajiban tersebut.

(25)

b. Retained Earnings to Total Assets ( X2 )

Rasio ini yang memperllihatkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba ditahan dari total aktiva perusahaan. Laba ditahan merupakan laba yang tidak dibagikan kepada para pemegang saham. Dengan kata lain, laba ditahan menunjukkan berapa banyak pendapatan perusahaan yang tidak dibayarkan dalam bentuk dividen kepada para pemegang saham. Perubahan laba ditahan terjadi karenak pemegang saham biasa mengizinkan perusahaan menginvestasikan kembali laba yang tidak diberikan sebagai dividen.

=

c. Earning Before Interest and Tax to Total Asset ( X3 )

Rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktiva perusahaan, sebelum pembayaran bunga dan pajak.

(26)

d. Book Value of Equity to Book Value of Debt ( X4 )

Rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi nilai buku kewajiban – kewajibannya dari nilai pasar modal sendiri.

=

!

e. Sales to Total Assets ( X5 )

Rasio ini menunjukkan apakah perusahaan menghasilkan volume bisnis yang cukup dibandingkan investasi dalam total akivanya.

STA = "#$%& '()#$ *&&%)&

Namun pada penelitian ini, penulis menggunakan metode Altman Modifikasi, maka X4 diganti menjadi Book Value of Equity to Book Value of Debt dan mengehilangkan X5. Karena dalam pengunaanya dapat digunakan dalam memprediksi kebangkrutan semua perusahaan.

2.3.5 Model Springate (1978)

Model ini dikembangkan pada tahun 1978 oleh Gorgon L.V. Springate. Dengan mengikuti prosedur yang dikembangkan Altman, Springate mengunakan step – wise multiple discriminate analysis untuk memilih empat dari 19 rasio keuangan yang popular sehingga dapat membedakan perusahaan

(27)

yang berada dalam zona bangkrut atau zona aman. Keempat rasio tersebut adalah WCTA, EBITTA, EBTCL dan STA. Metode Springate merumuskan sebagai berikut :

S=1.03A + 3.07B +0.66C +0.4D

Rasio keuangan yang dianalisis adalah rasio-rasio keuangan yang terdapat pada metode Springate yaitu:

=

= + !

= + ! ! = ,

Dengan nilai cut-off untuk perhitungan metode springate sebagai berikut : a. Z < 0,82 , maka perusahaan dinyatakan bangkrut (perusahaan menghadapi

ancaman kebangkrutan yang serius)

b. Z > 0,82 , maka perusahaan dinyatakan tidak bangkrut (perusahaan tidak mengalami masalah dengan kondisi keuangan)

Penggunaan metode ini di ujikan oleh Springate pada 40 perusahaan dengan tingkat keakuratan sebesar 92,5% (Adnan dkk. : 2012)

(28)

2.3.5.1 Rasio Keuangan dalam Model Springate

Dalam jurnal Adriana (2011) menyatakan bahwa rasio keuangan yang dianalisis yang terdapat pada model Springate, yaitu:

a. Rasio modal kerja terhadap total aset (A)

Merupakan selisih antara aset lancar dengan liabilitas lancar dibandingkan dengan total aset.

=

b. Rasio laba sebelum bunga dan pajak terhadap total aset (B)

Merupakan rasio yang membandingkan laba sebelum bunga dan pajak (earning before interest and tax) dengan total aset.

= + !

c. Rasio laba sebelum pajak terhadap total liabilitas lancar (C)

Merupakan rasio yang membandingakan laba sebelum pajak (earning before tax) dengan total liabilitas lancar.

= + ! !

(29)

d. Rasio penjualan terhadap total aset (D)

Merupakan rasio yang membandingkan penjualan dengan total aset.

= ,

Kedua metode tersebut dipilih oleh peneliti dikarenakan mampu untuk memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan. Sebab kedua metode tersebut memiliki indikator-indikator penelitian yang berbeda-beda. Sehingga nantinya akan menjadi suatu perbandingan dalam menentukan kebangkrutan suatu perusahaan.

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan komunikasi bisnis secara sederhana dapat dikemukakan sebagai komunikasi yang digunakan dalam dunia bisnis yang mencakup berbagai macam komunikasi,

Pada saat pengakuan awal, aset atau liabilitas keuangan diukur pada nilai wajar, kecuali aset dan liabilitas keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui laporan laba

Pada pasal 2 UU Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan anak, telah diatur beberapa kebijakan yang berkaitan dengan hak-hak anak yakni setiap anak

Dengan adanya sistem pakar semacam ini dapat memudahkan user untuk mengetahui dan menganalisa untuk mendiagnosa virus sistem pernapasan yang mencakup jenis

Manajemen sumber daya manusia adalah Suatu proses berbagai masalah pada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manager dan tenaga kerja lain nya untuk

Temuan pokok kajian ini adalah (a) fluktuasi harga komoditas pertanian berdampak signifikan terhadap inflasi dan menciptakan instabilisasi harga dan pasokan pangan (b)

yang terjadi pada waktu kebarangkatan hari Selasa...……… 59 Tabel 4.20 Analisis tingkat signifikansi waktu keterlambatan aktual. yang terjadi pada waktu kebarangkatan

Kooperatif Jigsaw atau model tim ahli dengan mengacu Aronson (1978) pembelajar-an kooperatif Jigsaw dilakukan dengan langkah- langkah sebagai berikut: (a) mahasiswa dikelompokkan