• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Wealth of Nation (Halwani & Tjiptoherijanto, 1993). Dengan adanya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Wealth of Nation (Halwani & Tjiptoherijanto, 1993). Dengan adanya"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Perdagangan bebas yang menjadi landasan teori perdagangan internasional dicetuskan pertama kali oleh Smith (1776) dalam bukunya The Wealth of Nation (Halwani & Tjiptoherijanto, 1993). Dengan adanya perdagangan bebas, diharapkan segala hambatan baik yang berupa tarif maupun non tarif dihapuskan. Hal inilah yang melandasi terbentuknya blok-blok perdagangan bebas yang biasanya didasarkan oleh kesamaan regional, sejarah, budaya atau tingkat ekonomi. Blok-blok perdagangan ini lebih dikenal sebagai integrasi ekonomi atau integrasi regional (Wiranta, 1996).

Integrasi ekonomi yang pertama kali dikemukakan oleh Viner tahun 1950 digolongkan ke dalam beberapa kategori (DeRosa, 1998; Yuliati, 2002): pertama, Klub Perdagangan Preferensial (Preferential Trading Club, PTC), yaitu gabungan dua negara atau lebih yang bertujuan mengurangi tarif impor untuk semua kebutuhan ke tiap-tiap negara anggota kecuali modal, sedangkan terhadap negara di luar anggota tetap dikenakan tarif; kedua, Kawasan Perdagangan Bebas (Free Trade Area, FTA) yaitu gabungan dua negara atau lebih untuk menghapuskan semua kewajiban impor (impor duties) atau hambatan-hambatan perdagangan (trade barriers), baik dalam bentuk tarif (tariff barrier) maupun nontarif (non-tariff barriers), terhadap semua barang yang diperdagangkan di antara mereka; sedangkan terhadap negara-negara lain yang bukan anggota masih

(2)

tetap diperlakukan menurut ketentuan di masing-masing negara; ketiga, Persekutuan Pabean (Custom Union, CU) yaitu gabungan dua negara atau lebih yang bertujuan menghapuskan semua bea impor dalam perdagangan semua barang yang menjadi kebutuhan mereka kecuali modal. Mereka menerapkan daftar tarif eksternal bersama (common external tariff schedule) untuk barang-barang yang diimpor dari negara di luar kelompoknya; keempat, Pasaran Bersama (Common Market, CM) yaitu gabungan dua negara atau lebih dari negara-negara yang membentuk CU dan membebaskan mobilisasi semua faktor-faktor produksi antara negara anggota; kelima, Union Ekonomi (Economic Union, EU) yaitu bentuk CM yang menerapkan pola kesatuan dalam kebijakan fiskal, moneter, dan sosial ekonominya antara negara-negara yang menjadi anggotanya (Chacholiades, 1987. Urutan penggabungan di atas menunjukkan derajat integrasi ekonomi dari yang terendah ke yang tertinggi (Hufbauer & Schott, 1995).

AFTA merupakan bentuk integrasi ekonomi negara-negara ASEAN yang digulirkan awal tahun 1993 hingga tahun 2008 berusaha pula melahirkan perdagangan bebas di antara sesama anggota, dengan cara menghapuskan tarif impor secara bertahap terhadap negara anggota yang tergabung. Lebih detilnya instrumen kebijakan yang digunakan tertuang dalam Common Effective Prefferential Tariff Scheme (CEPTs).

Bertitik tolak dari hasil kerangka kerjasama ASEAN tersebut, maka pada tahun 2008 negara-negara anggota ASEAN sepakat untuk meningkatkan intensitas kerjasamanya yang lebih besar lagi dalam bentuk masyarakat ASEAN (ASEAN community) yang di dalamnya termasuk ASEAN Economic Community (AEC), yang akan diberlakukan mulai tahun 2015 mendatang.

(3)

Banyak pakar ilmu ekonomi pembangunan berpendapat bahwa negara-negara dunia ketiga harus lebih mengorientasikan perdagangannya kepada satu sama lain. Pendapat ini bertolak dari empat pemikiran dasar (Lewis, 1980; Stewart, 1976): pertama, keunggulan komparatif negara-negara berkembang akan lebih termanfaatkan dalam perdagangan Selatan-Selatan daripada perdagangan Utara-Selatan; kedua, potensi keuntungan yang terkandung dalam perdagangan Selatan-Selatan masih banyak yang belum digali; ketiga, dengan mengandalkan perdagangan satu sama lain, maka negara-negara berkembang dapat mengurangi instabilitas ekspor yang diakibatkan oleh fluktuasi kegiatan ekonomi di negara-negara maju; keempat, melalui peningkatan hubungan perdagangan Selatan-Selatan, maka kemandirian kolektif (collective self-reliance) akan lebih mudah dan cepat terbina.

Salah satu hipotesis perdagangan internasional menyatakan bahwa negara-negara berkembang harus meningkatkan perdagangannya di antara sesama mereka sendiri, dan secara bertahap bergerak menuju suatu integrasi ekonomi (economic integration). Integrasi ekonomi ini biasanya terjadi apabila kelompok negara dalam kawasan geografis yang sama (idealnya kalau ukuran dan tahap pembangunan kurang lebih sama), bergabung membentuk suatu persatuan atau suatu blok perdagangan regional (regional trading block) yang didasarkan pada teori tentang persekutuan pabean dan integrasi ekonomi yang dikembangkan oleh Viner.

Logika ekonomi bagi terselenggaranya integrasi di negara-negara berkembang bersifat dinamis dan jangka panjang, yaitu pertama, integrasi

(4)

membuka kesempatan berkembang bagi sektor-sektor dalam perekonomian yang membutuhkan perluasan pasar demi mencapai skala ekonomi; kedua, dengan tiadanya hambatan-hambatan (barriers) perdagangan di antara sesama negara anggota, maka kemungkinan untuk mengadakan koordinasi perencanaan sektor dalam perekonomian segera tercipta. ketiga, kriteria yang bersifat statis, yang dikenal dengan sebutan argumen penciptaan perdagangan (trade creation, TC) dan pengalihan perdagangan (trade diversion, TD). Argumen TC menyatakan, bahwa hubungan perdagangan antar sesama negara anggota dalam integrasi akan meningkat apabila mereka menerapkan hambatan perdagangan yang seragam terhadap negara-negara yang bukan anggota, dan dalam waktu yang bersamaan membebaskan perdagangan di antara negara anggota dari segala macam hambatan. Adanya tarif bagi produk dari negara bukan anggota akan membuat harganya lebih mahal dibanding produk negara anggota yang menjadi lebih murah karena bebas tarif, sehingga konsumen atau para importir akan memilih produk dari sesama anggota. Dengan demikian terjadi pergeseran permintaan dari produsen (negara) yang berbiaya tinggi ke produsen berbiaya rendah. Hal ini berlaku jika kedua negara itu sama-sama merupakan anggota integrasi.

TD terjadi ketika pengenaan tarif kepada negara bukan anggota menyebabkan para konsumen mengalihkan permintaannya dari negara bukan anggota (yang sebenarnya lebih efisien atau berbiaya rendah, tetapi kini produknya lebih mahal akibat terkena tarif) ke negara anggota (yang sebenarnya kurang efisien atau berbiaya tinggi, tetapi produksi menjadi relatif lebih murah karena bebas tarif). Itulah sebabnya, meskipun menguntungkan negara anggota,

(5)

TD ini bertentangan dengan kaidah efisiensi ekonomi. Seandainya ini dibiarkan terus maka para produsen yang sebenarnya lebih efisien justru akan tersingkir.

Bertolak dari alasan-alasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa negara-negara sedang berkembang umumnya berada dalam tahap pembangunan yang kurang lebih setaraf, memiliki ukuran pasar yang sedikit banyak seragam, serta mempunyai kepentingan untuk mengkoordinasikan dan merasionalkan pola-pola pertumbuhan industrinya, baik melalui kebijakan yang berorientasi ke luar atau ke dalam pada kerangka integrasi ekonomi (World Bank, 1998). Secara khusus, pengelompokan negara-negara berkembang, khususnya yang relatif kecil secara regional akan menciptakan kondisi-kondisi ekonomi (dalam bentuk pasar internal yang lebih besar) yang diperlukan bagi berlangsungnya usaha-usaha pembangunan bersama. Pengelompokan itu dapat mempromosikan pembangunan jangka panjang dengan memungkinkan negara-negara yang terlibat untuk mencegah bentuk-bentuk perdagangan dengan negara-negara maju yang cenderung bersifat eksploitatif dan mengancam eksistenti perindustrian mereka. Integrasi ekonomi sangat penting bagi negara berkembang. Tanpa kerjasama dan integrasi di antara sesama negara-negara berkembang, maka prospek pembangunan berkelanjutan bagi negara-negara berkembang berpenghasilan menengah dan rendah sulit dikatakan cerah (Todaro, 2004).

Krugman mengungkapkan bahwa perdagangan dunia banyak terjadi antara negara-negara yang memiliki endowment factors relatif sama, dan perdagangannya bersifat intra-industri (Krugman, 1981). Berdasarkan pernyataan ini berarti konsep perdagangan yang terjadi telah mematahkan teori perdagangan

(6)

modern dari H-O yang menyatakan bahwa perdagangan terjadi antara negara-negara yang memiliki endowment factors yang berbeda.

ASEAN (dalam penelitian ini adalah Indonesia, Malaysia, Philipina, dan Thailand) sebagai wadah kerjasama ekonomi dari negara sedang berkembang merupakan salah satu bentuk integrasi ekonomi regional. Karakteristik dari kondisi perekonomian dari mereka kurang lebih sama, yaitu endowment factors -nya relatif sama, yaitu labor intensive. Secara teori, apabila endowment factors -nya bercirikan labor intensive, maka komoditi unggulannya juga bercirikan produk yang banyak dihasilkan oleh tenaga kerja, dalam hal ini adalah komoditi dari sektor pertanian. Untuk itulah tema penelitian ini telah sesuai dengan teori IIT yang ada.

Penelitian tentang IIT di antara negara-negara industri telah banyak dikaji oleh peneliti-peneliti terdahulu, akan tetapi IIT di antara negara-negara sedang berkembang masih relatif jarang, apalagi penelitian di Indonesia. Kalaupun ada, penelitian IIT yang dilakukan Wahyuningsih secara konsep kurang sesuai karena penelitiannya adalah tentang perdagangan komoditi sektor industri antara Indonesia dengan Jepang yang memiliki endowment factors yang berbeda. Teori yang cocok untuk perdagangan ini adalah Teori H-O.

Penelitian Hermanto juga kurang sesuai dengan konsep IIT karena penelitian adalah tentang perdagangan komoditi sektor industri antara Indonesia dengan total perdagangan dunia. Sementara penelitian Yuliati tentang perdagangan komoditi sektor industri antara Indonesia dengan Malaysia, Philipina, Singapura, dan Thailand juga kurang sesuai dengan konsep IIT karena

(7)

seperti yang telah diungkap dalam alinea sebelumnya, bahwa apabila suatu negara endowment factors-nya bercirikan labor intensive, maka komoditi yang diunggulkan bercirikan produk yang banyak dihasilkan oleh tenaga kerja, dalam hal ini adalah komoditi dari sektor pertanian. Untuk itulah tema yang diajukan dalam penelitian sekarang adalah sebagai koreksi terhadap penelitian empiris yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya.

TEORI PERDAGANGAN

KLASIK MODERN

T. Fakt. Produksi Hecksher-Ohlin (1919)

IIT (Economies of Scale) Balassa, Helpman, Krugman,

Lancaster, (1979) Kerjasama Ekonomi Regional PTC EU FTA CU CM AFTA, ASEAN COMMUNITY

Indonesia Malaysia Philipina Thailand IIT di Eropa Aturupane (1997)

IIT Indo vs Jepang Wahyuningsih (1997)

IIT Indo vs ASEAN-4 Yuliati (2007)

IIT Indo vs ASEAN-3 Suidarma (2012) IIT Indo vs Psr Dunia

Hermanto (2001)

(8)

3.2 Konsep Penelitian

Kerangka pemikiran tentang IIT antara Indonesia dengan Malaysia, Philipina dan Thailand yang telah dijabarkan dalalm subbab 3.1 selain didasarkan atas teori integrasi ekonomi, juga didasarkan kajian empiris dari teori IIT itu sendiri. Gambar 3.2 tentang konsep penelitian yang menjabarkan tentang variabel-variabel yang membangun sebuah kerangka teori IIT yang ada. Dalam gambar tersebut dilukiskan bahwa IIT merupakan konsep yang dipengaruhi oleh berbagai variabel sebagai mana dikemukakan oleh Greenaway dan Milner (1989).

Gambar 3.2 Konsep Penelitian

Skala Ekonomi (+)

Toh, 1982 (+); Culem & Lundberg, 1983 (+)

Diferensiasi Produk (+)

Finger & Rosa, 1979 (+); Caves, 1981 (+); Culem & Lundberg, 1983 (+); Toh, 1982

(+); Greenaway & Milner, 1984 (+); Ballasa, 1986 (+)

Intensitas Tenaga Kerja (+)

Wahyuningsih, 2003 (-); Yuliati, 2007 (+)

Gross Domestic Product (-)

Loertscher & Wolter, 1980 (+); Ballasa, 1986 (+)

Penanaman Modal Asing (-)

Caves, 1981 (-); Wahyuningsih, 2003 (+); Yuliati, 2007 (+)

IIT

Pertanian

Struktur Pasar (+)

Toh, 1982 (-); Greenaway & Milner, 1984 (-); Ballasa, 1986 (-)

(9)

3.3 Hipotesis

Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, serta kerangka pemikiran yang telah disusun, maka dapat dikemukakan beberapa hipotesis terkait adanya hubungan antara variabel independen (IIT) dengan variabel dependen (skala ekonomi, struktur pasar, diferensiasi produk, intensitas tenaga kerja, penanaman modal asing, serta PDB. Permasalahan pertama dan kedua tidak disusun hipotesisnya karena tidak menganalisis hubungan antara variabel satu dengan yang lain. Hal ini berbeda dengan permasalahan ketiga yang menyatakan hubungan antar variabel. Untuk itu hanya permasalahan ketiga yang dapat dihipotesiskan yaitu: skala ekonomi (SE), struktur pasar (SP), diferensiasi produk (DP), intensitas tenaga kerja (ITK), penanaman modal asing (PMA) berpengaruh positif terhadap IIT komoditi sektor pertanian Indonesia ke Malaysia, Philipina dan Thailand; sementara PDB berpengaruh negatif terhadap IIT komoditi sektor pertanian Indonesia ke Malaysia, Philipina dan Thailand.

Gambar

Gambar 3.1. Kerangka Pemikiran
Gambar 3.2 Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

• Hadirnya Perusahaan seyogianya memiliki tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility) untuk turut serta dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat di lingkungan

Kelemahan yang ada pada sistem tabbed windows yang dimiliki oleh Opera Mini versi 5 beta adalah user harus melakukan serangkaian beberapa aksi hanya untuk berpindah ke tab yang

Mahalnya harga kristal silikon murni dan teknologi yang digunakan, menyebabkan mahalnya harga jenis sel surya ini dibandingkan jenis sel surya yang lain di

Dengan sedikitnya informasi dan pengetahuan wisatawan domestik terhadap obyek wisata kota Semarang dan kabupaten Semarang maka dirancanglah sebuah game “DORANG

Berdasarkan data MT ini, sistem panas bumi yang berkembang di daerah ini diperkirakan menyerupai sistem panas bumi di lingkungan vulkanik pada umumnya, dimana

Untuk menghadapi persaingan dengan jejaring sosial, layanan VoIP, serta layanan video call, penulis berpendapat akan jauh lebih efektif jika operator Seluler menyediakan layanan

Sertifikasi Mata Pelajaran/Bidang Studi : (diisi dengan kode mata pelajaran).. Nomor Registrasi

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4, Pasal 8 ayat (1), dan Pasal 8 ayat (3) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Pedoman Umum