• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 OBJEK DAN METODA PENELITIAN. inspeksi-inspeksi di pusat yang tugasnya melakukan pembinaan dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 3 OBJEK DAN METODA PENELITIAN. inspeksi-inspeksi di pusat yang tugasnya melakukan pembinaan dan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

48 BAB 3

OBJEK DAN METODA PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

3.1.1 Sejarah dan Profil

Sejak tahun 1948, pengawasan pendidikan mulai dirintis dalam bentuk inspeksi-inspeksi di pusat yang tugasnya melakukan pembinaan dan pengawasan teknis pendidikan dan kebudayaan, selanjutnya pada tahun 1949 mulai dibentuk inspeksi daerah.

Tahun 1957 dibentuk inspeksi Taman Kanak-Kanak (TK), dan Sekolah Rakyat (SR) di kabupaten, Inspeksi Wilayah TK/SD di Kecamatan, sementara di tingkat pusat dan propinsi dibentuk inspeksi SMP, SMA, pendidikan kejuruan, pendidikan jasmani dan inspeksi kebudayaan. Kemudian tahun 1966 Inspeksi Pusat Berubah Menjadi Direktorat dan di Propinsi dibentuk Kantor Daerah.

Memasuki tahun 1968 perintisan menggunakan nama pengawasan dan pemeriksaan mulai dilakukan, kala itu bernama Bagian Pengawasan dan Pemeriksaan yang kemudian ditingkatkan menjadi Biro Pengawasan dan Pemeriksaan Administrasi (BPPA), yang berada di bawah Sekretariat Jenderal. Akhirnya nama Inspektorat Jenderal Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) dikukuhkan berdasarkan keputusan Mendikbud Nomor 037/1969 tanggal 27 Mei 1969.

(2)
(3)

49

Pada awal berdirinya, organisasi Inspektorat Jenderal Depdikbud yang berkantor di Jl. Kramat Raya 114 Jakarta, terdiri dari 4 Inspektorat, yaitu :

a) Organisasi dan Metode

b) Personalia

c) Material dan Keuangan

d) Proyek Pembangunan

Perkembangan selanjutnya, sejalan dengan dinamika pembangunan nasional, struktur organisasi Itjen mengalami beberapa kali perubahan. Inspektorat Jenderal mengalami pengembangan organisasi hingga memiliki 12 inspektur (eselon II). Perubahan-perubahan tersebut tertuang dalam Keppres Nomor 44 dan 45 Tahun 1974, Keppres Nomor 27 Tahun 1978, dan Keppres Nomor 15 Tahun 1984.

Seiring bergulirnya era reformasi dan kemudian disusul dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, paradigma pengelolaan pendidikan berubah dari semula cenderung sentralistik menjadi desentralistis. Konsekuensinya, kewenangan Itjen Depdiknas mengalami perubahan yang cukup berarti. Jumlah Inspektur dirampingkan dari 12 menjadi 10, kemudian 8, dan selanjutnya menjadi 6 inspektur. Sebagai tindak lanjutnya, diterbitkan Kepmendiknas Nomor 030/0/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Itjen Depdiknas. Keputusan ini mengukuhkan struktur organisasi Itjen Depdiknas terdiri atas Sekretariat dan enam Inspektorat.

Selanjutnya, berdasarkan surat Menteri Pendidikan Nasional Nomor 61/MPN/OT/2004 tentang Penataan Organisasi Itjen serta penataan tugas dalam rangka efisiensi dan efektivitas serta mempersempit rentang kendali pelaksanaan tugas pengawasan fungsional organisasi Itjen Depdiknas

(4)

50

mengalami perubahan. Inspektorat I s.d. VI yang semula pola bidang beralih menjadi pola wilayah. Perampingan berikutnya Itjen Depdiknas hanya mempunyai 4 Inspektur (eselon II) yang membawahi masing-masing 75 auditor. Hal tersebut tertuang dalam Permendiknas Nomor 12 Tahun 2005 tentang organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Jenderal Depdiknas.

Diberlakukannya Permendiknas Nomor 5 Tahun 2009 Inspektorat Jenderal Depdiknas akhirnya menambah satu Inspektorat lagi yakni Inspektorat Investigasi. Hal tersebut tertuang dalam Permendiknas Nomor 65 Tahun 2008 tentang perubahan Atas Permendiknas Nomor 12 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Jenderal Depdiknas. Sementara rincian tugas Unit Kerja di Lingkungan Itjen Depdiknas diatur dalam Permendiknas Nomor 5 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Permendiknas Nomor 20 Tahun 2006 tentang Rincian Tugas Unit Kerja di Lingkungan Itjen Depdiknas.

3.1.2 Tugas dan Fungsi

A. Tugas Inspektorat Jenderal Kemdikbud

Pelaksana audit manajemen/kinerja pada sektor publik umumnya

merupakan organisasi yang telah dibentuk oleh kementrian pendidikan nasional. Hal ini sesuai dengan PP Nomor 60 Tahun 2008 Pasal 47 ayat 1 yang menyatakan bahwa menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota bertanggung jawab atas efektifitas penyelenggaraan sistem pengendalian intern di lingkungan masing-masing.Dengan dasar peraturan tersebut, Untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang

(5)

51

efektif, efisien, transparan dan akuntabel pada lembaga pendidikan, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) membentuk Inspektorat Jenderal Kementrian Pendidikan Nasional sebagai badan pengawas yang melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintah berhubungan dengan departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Hal ini tertuang pada PP Nomor 60 Tahun 2008 pasal 49 ayat 1 yang menyatakan bahwa Aparat pengawasan internal yang bertugas untuk melakukan audit, review, evaluasi pada instansi pemerintah yang dimaksud adalah Inspektorat Jenderal.

Sebagai unit organisasi yang dibentuk oleh Lembaga Kementrian Pendidikan Pendidikan dan Kebudayaan, Inspektorat Jenderal Kemdikbud memiliki tugas untuk Melakukan Pengawasan Fungsional didalam lembaga kementrian dan memiliki tanggung jawab terhadap pengendalian manajemen organisasi.

B. Fungsi

1. Penyiapan perumusan kebijaksanaan pengawasan dilingkungan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

2. Pelaksanaan pengawasan kinerja, keuangan dan pengawasan untuk

tujuan tertentu atas petunjuk Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

3. Penyusunan laporan hasil pengawasan dan Pelaksanaan urusan

administrasi.

C. Kebijakan Umum

Meningkatkan sistem pengawasan pendidikan nasional dan tindak lanjut temuan hasil pengawasan.

(6)

52

D. Kebijakan Pelaksanaan

Beberapa kebijakan instansi adalah sebagai berikut;

a) Meningkatkan kualitas, kuantitas, dan efektifitas pengawasan

program-program strategis Depdiknas.

b) Optimalisasi Pemeriksaan Khusus/inviestigasi.

c) Peningkatan Sistem Pengendalian Internal.

d) Percepatan pelaksanaan tindak lanjut hasil pengawasan BPK-RI,

BPKP, Itjen diknas, dan pengawasan masyarakat, serta mendorong

percepatan tindak lanjut pengawasan oleh Inpektorat

Propinsi/Kabupaten/Kota.

e) Meningkatkan upaya pencegahan perilaku tindak pidana korupsi.

f) Penataan dan peningkatan SDM Pengawasan.

g) Peningkatan Sarana Pengawasan termasuk pemanfaatan ICT.

3.1.3 Visi dan Misi Instansi

A. Visi

Sesuai dengan fungsinya yaitu sebagai badan inspeksi/pengawasan, maka visi Inspektorat Jenderal Kemdikbud berupa terwujudnya pengawasan yg berkualitas terhadap layanan pendidikan.

B. Misi

Ada beberapa misi dari Inspektorat Jenderal Kemdikbud, yaitu;

a) Melaksanakan tata kelola yang handal dalam layanan pengawasan

pendidikan.

b) Meningkatkan efektifitas dan efesiensi pengawasan yang berorientasi

(7)

53

c) Menguatkan integritas dan kepatuhan terhadap peraturan

perundang-undangan bagi pengawasan dan pengelola layanan pendidikan.

d) Mendorong terwujudnya pengawasan internal yang professional dalam

setiap unit layanan pendidikan

e) Mengawal terjaminnya Laporan Keuangan dan Laporan Akuntabilitas

Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) yang berkualitas

f) Melakukan pelembagaan koordinasi fungsi pengawasan yang dilakukan

lintas dan multi instansi

Visi dan misi Itjen Kemdikbud tersebut sejalan dengan visi dan misi Inspektorat IV Bidang Dikmen yamg menjadi sampel penelitian penulis terkait dengan pengendalian Internal.

(8)

54

3.1.4 Struktur Organisasi

Sumber: Permendikbud No.1 Tahun 2012 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 673

(9)

55

3.2 Implementasi SPIP di Inspektorat IV Yang Berjalan

3.2.1 Implementasi Lingkungan Pengendalian di Inspektorat IV Yang Berjalan Implementasi Sistem Pengendalian Internal dalam komponen Lingkungan Pengendalian di Inspektorat Jenderal dalam hal ini Inspektorat IV bidang Dikmen yang sedang berjalan pada umumnya sudah dilaksanakan dengan baik. Semua Kebijakan, Prosedur, dan Struktur Organisasi sudah dibuat secara tertulis. Struktur organisasi Inspektorat Jenderal sudah menguraikan pembagian tugas, kewenangan, tata kerja, dan prosedur yang jelas. Kepemimpinan yang menjalankan struktur organisasi Inspektorat Jenderal sejauh ini masih sangat kondusif sehingga pegawai dapat bekerja sama dengan baik satu sama lain secara harmonis.

Inspektorat IV telah memiliki kode etik yang mengatur tata laku pegawai yang baik dan independen. Untuk menegakkan berlakunya kode etik ini Inspektorat Jenderal telah membentuk Dewan Kode Etik yang bertugas mengendalikan berjalannya penerapan kode etik secara konsisten di kalangan pegawai serta melakukan pembinaan terhadap pegawai yang dinilai telah melakukan penyimpangan atau melanggar kode etik.

Inspektorat IV telah menerapkan kebijakan kompetensi yang ketat bagi profesi auditor. Pendidikan dan Pelatihan Profesi Auditor secara berjenjang dengan ujian sertifikasi merupakan proses yang harus dilalui oleh pegawai yang tidak bisa ditawar-tawar bila memang menginginkan untuk berprofesi sebagai auditor.

Melalui hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan, penulis menemukan beberapa kondisi dalam pelaksanaan pengendalian internal di Lingkungan Inspektorat IV. Kondisi yang dimaksud yaitu berupa masih

(10)

56

adanya beberapa pegawai di Inspektorat IV yang terlambat masuk kantor. Selain itu, penulis juga menemukan kondisi lain berupa masih terdapatnya Laporan Hasil Audit yang belum dilaporkan secara tepat waktu. Adanya pegawai yang terlambat masuk kantor, dan juga adanya keterlambatan dalam pelaporan tersebut merupakan bukti bahwa masih terdapat kelemahan dalam pelaksanaan pengendalian internal di Lingkungan Inspektorat IV.

3.2.2 Implementasi Penilaian Resiko di Inspektorat IV Yang Berjalan

Secara umum implementasi penilaian resiko yang sedang berjalan di Lingkungan Inspektorat IV bidang Dikmen sudah sesuai dengan pedoman yang ada yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP). Penetapan tujuan telah dijabarkan sesuai dengan visi, misi, dan sasaran yang dimiliki oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Identifikasi resiko telah dijelaskan berdasarkan permasalahan yang sering timbul di Lingkungan Inspektorat IV. Sementara analisis resiko telah dilakukan dengan cukup efektif. Sementara pengelolaan resiko di Inspektorat IV sudah diterapkan sesuai dengan SPIP.

Dari unsur-unsur penilaian resiko yang telah disebutkan diatas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan penilaian resiko di Lingkungan Inspektorat IV telah sesuai dengan apa yang tercantum di SPIP. Meski begitu, penulis mendapatkan informasi bahwa masih terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaan penilaian resiko di Lingkungan Inspektorat IV. Berikut merupakan beberapa kendala/permasalahan yang masih sering terjadi di Inspektorat IV, yaitu:

(11)

57

1. Kelebihan pembayaran perjalanan dinas

Selain mendapatkan uang harian terkadang pegawai di Inspektorat IV bidang Dikmen juga mendapatkan uang untuk transport lokal. Padahal didalam uang harian tersebut sudah termasuk dengan uang untuk transport lokal. Hal ini sesuai dengan PMK Nomor 37/PMK 02/2012 yang mengatur tentang ketentuan pembayaran perjalanan dinas. Kondisi ini disebabkan kurangnya ketelitian/kecermatan yang dilakukan oleh bendahara dalam melakukan pembayaran terhadap pegawai yang akan melakukan perjalan dinas.

2. Pembayaran yang tidak sesuai

Adanya ketidaksesuaian pembayaran uang penginapan kepada pegawai di Inspektorat IV bidang Dikmen yang akan melakukan dinas. Pegawai golongan III yang seharusnya menerima uang penginapan sesuai dengan golongannya malah menerima uang penginapan yang nominalnya lebih besar seperti uang penginapan yang biasanya diterima oleh pegawai golongan IV dari bendahara. Padahal hal tersebut telah diatur oleh PMK Nomor 37/PMK 02/2012 Tentang Standar Biaya Tahun Anggaran 2013. Dalam Peraturan Menteri Keuangan tersebut selain mengatur tentang standar biaya perjalanan dinas berdasarkan golongan, juga mengatur tentang standar perjalanan dinas berdasarkan wilayah tujuannya, dan juga standar biaya untuk uang harian (uang transport) dan biaya penginapan untuk pegawai.

(12)

58

3. Tidak terjangkaunya sasaran audit dan keterbatasan waktu penugasan

Waktu yang ditentukan dalam pelaksanaan penugasan audit sudah tercantum didalam surat tugas. Selain waktu penugasan, surat tugas juga memberikan instruksi kapan Laporan Hasil Audit harus dikumpulkan. Namun masih terdapat beberapa kondisi dimana auditor terlambat mengumpulkan Laporan Hasil Auditnya. Adanya keterlambatan pengumpulan laporan yang dilakukan auditor tersebut mengindikasikan terdapat kelemahan dalam pelaksanaan pengendalian pada komponen penilaian resiko.

Kondisi-kondisi yang disebutkan diatas merupakan sebuah dampak yang timbul dari adanya kendala atau permasalahan yang dihadapi oleh Inspektorat IV dalam melaksanakan pengendalian atas penilaian resiko.

3.2.3 Implementasi Kegiatan Pengendalian di Inspektorat IV Yang Berjalan

Melalui informasi yang diperoleh dari hasil penelitian tentang pelaksanaan kegiatan pengendalian di Inspektorat Jenderal, penulis mengetahui bahwa pelaksanaan kegiatan pengendalian di Lingkungan Inspektorat IV bidang Dikmen yang sedang berjalan saat ini secara umum sudah menggambarkan unsur-unsur pokok yang tercantum di dalam SPIP. Hampir semua unsur yang ada didalam kegiatan pengendalian seperti reviu atas kinerja, Akuntabilitas terhadap sumber daya, Pembinaan Sumber Daya Manusia, Otorisasi atas transaksi dan kejadian penting, Pemisahan fungsi, dan Pembatasan akses telah dilaksanakan dengan baik sesuai SPIP.

(13)

59

Namun pada beberapa unsur seperti Pengendalian Fisik Atas Aset dan Pencatatan Yang Akurat masih ditemukan adanya kendala. Berikut akan dijabarkan beberapa kendala pada pelaksanaan kegiatan pengendalian di Inspektorat Jenderal, yaitu:

1. Pengendalian Fisik Atas Asset

Melalui penelitian yang telah dilakukan penulis dan informasi dari beberapa sumber, penulis menemukan beberapa kendala di Inspektorat IV dalam melaksanakan Pengendalian Fisik Atas Aset yaitu:

a. Petugas penatausahaan BMN (Barang Milik Negara) terkadang belum

melakukan inventarisasi, dan kodefikasi barang.

b. Aset tetap ditemukan dalam kondisi rusak berat/usang/hilang,belum

diusulkan penghapusannya

c. Petugas penatausahaan belum mereklasifikasi ke Aset Lainnya dan

belum mengusulkan untuk penghapusan.

d. Terdapat beberapa aset yang dipinjamkan kepada pegawai/auditor di

Inspektorat IV yang hilang atau rusak namun belum dilakukan pencatatan.

Dari kondisi-kondisi yang dijabarkan diatas dapat diketahui bahwa terdapat kelemahan dalam melaksanakan Pengendalian Fisik Atas Aset di Inspektorat IV.

2. Pencatatan Yang Akurat dan Tepat Waktu

Kegiatan belanja barang di Inspektorat IV dikendalikan oleh pencatatan yang akurat dan dilakukan dengan segera oleh Bendahara Pembantu Pengeluaran. Hal ini diperlukan agar transaksi dan kejadian dapat diketahui setiap kejadian dan dapat digunakan sebagai bukti tertulis sehingga dapat digunakan sebagai bahan dasar pertimbangan keputusan.

(14)

60

Hasil kegiatan penelitian melalui observasi dan studi pustaka di Inspektorat IV menunjukkan bahwa terdapat beberapa kondisi, yaitu:

a. Kegiatan belanja belum didukung dengan bukti pertanggungjawaban

yang memadai.

Kondisi ini disebabkan karena adanya kelalaian yang dilakukan oleh pihak Bendahara Pembantu Pengeluaran (BPP). Selain itu, kurangnya perhatian dari Bendahara Pengeluaran dan lemahnya pengendalian dari atasan langsung merupakan penyebab yang dapat menciptakan kondisi tersebut.

b. Prosedur barang/jasa belum didukung dengan dokumen yang lengkap

Kondisi tersebut merupakan akibat dari kurang cermatnya panitia pengadaan barang dan jasa dan juga lemahnya pengendalian yang dilakukan oleh atasan lansung sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kondisi tersebut.

c. Kelebihan pembayaran honor kegiatan

Hal ini disebabkan oleh adanya kekurang cermatan yang dilakukan oleh Bendahara Pembantu selaku pihak yang bertanggung jawab dalam melakukan pembayaran honor atas kegiatan.

3.2.4 Implementasi Informasi dan Komunikasi di Inspektorat IV Yang Berjalan

Dari data dan fakta yang diperoleh melalui hasil penelitian di Lingkungan Inspektorat IV yang sedang berjalan, penulis tidak menemukan

(15)

61

kendala atau permasalahan yang berarti dalam pelaksanaan pengendalian Informasi dan Komunikasi di Inspektorat IV.

Secara umum implementasi Sistem Pengendalian Internal dalam komponen Informasi dan Komunikasi di Lingkungan Inspektorat IV sudah diterapkan dengan baik dan telah sesuai dengan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP). Sarana dan prasarana pendukung informasi dan komunikasi di Inspektorat Jenderal juga telah disediakan. Sebagai contoh masing-masing auditor di Inspektorat IV dibekali oleh buku saku dan buku panduan yang berisi tentang petunjuk dan jenis temuan-temuan yang sering terjadi pada obyek yang akan diaudit. Selain itu Inspektorat IV juga telah memiliki Sistem Informasi yang terkomputerisasi berupa fingerprint sebagai alat absensi pegawai/auditor yang langsung terintegrasi dengan database Instansi untuk mempermudah dalam mendeteksi adanya pegawai di Inspektorat IV yang terlambat atau tidak masuk.

Bentuk komunikasi juga secara jelas terdapat pada surat tugas yang diberikan oleh masing-masing auditor di Inspektorat IV yang akan melakukan dinas. Dalam surat tugas tersebut tertera instruksi dari Pimpinan Inspektorat IV terkait obyek audit dan waktu penugasan yang harus dilaksanakan.

3.2.5 Implementasi Pemantauan Pengendalian di Inspektorat IV Yang Berjalan

Dari informasi yang telah diperoleh mengenai implementasi pemantauan pengendalian yang sedang berjalan di Lingkungan Inspektorat IV, penulis memperoleh informasi bahwa pelaksanaan pengendalian internal pada komponen Pemantauan Pengendalian di Inspektorat IV sudah sesuai

(16)

62

dengan SPIP. Hal ini didukung dengan adanya informasi yang menunjukkan bahwa sudah terdapat unsur-unsur pokok SPIP pada pelaksanaan Pemantauan Pengendalian di Inspektorat IV.

Unsur-unsur seperti Pemantauan berkelanjutan, kegiatan evaluasi secara terpisah, dan penindaklanjutan sudah dilaksanakan dengan baik dan efektif. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya kegiatan pengelolaan rutin, supervisi, pembandingan, serta rekonsiliasi di dalam kegiatan pemantauan berkelanjutan.

Sementara untuk evaluasi secara terpisah serta tindak lanjut, Inspektorat Jenderal memiliki sebuah mekanisme dimana untuk menguji efektivitas Sistem Pengendalian Internal Tim Evaluasi Terpisah melakukan reviu dan masing-masing Tim Evaluasi secara terpisah akan menyatukan dan mengkoordinasikan hasil daripada evaluasi yang telah dilakukan. Setelah hasil evaluasi tersebut disatukan dan dikoordinasikan, Inspektur Jenderal selaku pimpinan melakukan tindak lanjut melalui rekomendasi audit dan menetapkan tindakan korektif yang memadai. Dari Informasi yang telah diperoleh selama penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat permasalahan dan kendala terkait pelaksanaan Pemantauan Pengendalian, hal tersebut menunjukkan bahwa sejauh ini Inspektorat IV mampu mengantisipasi kelemahan pelaksanaan pengendalian internal.

3.3 Desain Penelitian

3.3.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data primer (primary data) yang merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari

(17)

63

sumber aslinya (tidak melalui perantara).Sumber data penelitian ini diperoleh melalui observasi secara langsung ke instansi terkait dan melalui wawancara..

3.3.2 Penentuan Jumlah Sampel

Struktur organisasi pada Inspektorat Jenderal Kemdikbud dibagi menjadi 5 berdasarkan wilayah, yaitu, Inspektorat I (Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal/PAUD-NI), Inspektorat II (Pendidikan Dasar), Inspektorat III (Pendidikan Tinggi), Inspektorat IV (Pendidikan Menengah), Inspektorat 5 (Investigasi), masing-masing Inspektorat tersebut terdiri atas 60 auditor. Berdasarkan struktur organisasi tersebut maka penentuan sampel akan difokuskan terhadap pelaksanaan pengendalian internal di Inspektorat IV (Pendidikan Menengah).

3.3.3 Metode Pengumpulan Data

1. Studi Kepustakaan (Library Research)

Penelitian ini dilakukan dengan mencari informasi yang berkaitan erat dan mendukung agar peneliti memiliki referensi yang relevan dengan topik skripsi. Penelitian ini dapat diperoleh melalui buku, jurnal penelitian, website, dan literatur yang ada, khususnya yang berkaitan dengan Akuntansi Sektor Publik dan sistem pengendalian manajemen dengan tujuan peneliti dapat memahami dan menjelaskan permasalahan yang ada.

(18)

64

2. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian dilakukan secara langsung ke kantor Itjen Kemdikbud untuk mendapatkan informasi dan gambaran yang jelas mengenai instansi dengan cara;

a) Observasi

Observasi dilakukan secara langsung mengunjungi Itjen Kemdikbud dan melihat prosedur sistem pengendalian manajemen instansi secara langsung

b) Dokumentasi

Mengumpulkan dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian seperti hasil audit laporan keuangan di Itjen Kemdikbud.

c) Wawancara

Wawancara dilakukan dengan melakukan Tanya jawab kepada beberapa pegawai di kantor Itjen Kemdikbud seperti bapak Dr.Agam Bayu Suryanto, MBA (Kasubbag. Hukum) dan bapak Drs.Ambo Sakka (Ketua Tim Auditor di Inspektorat IV).

Referensi

Dokumen terkait

berhadap dengan hukum, peran guru sangat besar tentu melalui sebuah dialetika yang dikenal dengan sebutan memanusiakan hubungan. pendidikan karakter yang diimbangi

Konsentrasi K+ dlm larutan tanah merupakan indeks ketersediaan kalium, karena difusi K+ ke arah permukaan akar berlangsung dalam larutan tanah dan kecepatan difusi tgt pada

Sedangkan untuk menyatakan suatu model fit, karena hanya ada tiga item pengukuran, dengan sendirinya merupakan model yang just identified, dan merupakan model yang fit sempurna.

Sistem Pertanian-Bioindustri Terpadu merupakan totalitas atau kesatuan kinerja pertanian terpadu yang terdiri dari: (1) Subsistem sumberdaya insani dan IPTEK; (2) Subsistem

Salah satu metode yang dapat digunakan adalah Pengendalian Otomatis dengan beberapa sensor diantaranya sensor jarak (ultrasonik), sensor PIR (passive infra red) dan

Penguraian senyawa organik seperti karbohidrat, lemak dan protein yang terdapat dalam limbah cair dengan proses anaerobik akan... Menurut Wahyuni (2011), penguraian dengan

iii. Pendaftaran pasien observasi : Pasien dapat di observasi di emergensi dan VK maksimal 6 jam sejak pasien masuk rumah sakit, selanjutnya

Murid di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Fityah Pekanbaru yaitu: faktor keluarga atau orang tua, teman, lingkungan, dan pengaruh televisi serta media elektronik lainnya