• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK DIBERLAKUKANNYA SURAT EDARAN BUPATI KLATEN TENTANG PENGGUNAAN PAKAIAN DINAS LURIK ALAT TENUN BUKAN MESIN (ATBM) TERHADAP PERKEMBANGAN INDUSTRI TENUN LURIK ALAT TENUN BUKAN MESIN (ATBM) DI KABUPATEN KLATEN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DAMPAK DIBERLAKUKANNYA SURAT EDARAN BUPATI KLATEN TENTANG PENGGUNAAN PAKAIAN DINAS LURIK ALAT TENUN BUKAN MESIN (ATBM) TERHADAP PERKEMBANGAN INDUSTRI TENUN LURIK ALAT TENUN BUKAN MESIN (ATBM) DI KABUPATEN KLATEN SKRIPSI"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

1

DAMPAK DIBERLAKUKANNYA SURAT EDARAN BUPATI

KLATEN TENTANG PENGGUNAAN PAKAIAN DINAS

LURIK ALAT TENUN BUKAN MESIN (ATBM) TERHADAP

PERKEMBANGAN INDUSTRI TENUN LURIK ALAT TENUN

BUKAN MESIN (ATBM) DI KABUPATEN KLATEN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi

Program Studi Pendidikan Ekonomi

Oleh :

Brigitta Maharani

NIM : 071324012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

i

DAMPAK DIBERLAKUKANNYA SURAT EDARAN BUPATI

KLATEN TENTANG PENGGUNAAN PAKAIAN DINAS

LURIK ALAT TENUN BUKAN MESIN (ATBM) TERHADAP

PERKEMBANGAN INDUSTRI TENUN LURIK ALAT TENUN

BUKAN MESIN (ATBM) DI KABUPATEN KLATEN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi

Program Studi Pendidikan Ekonomi

Oleh :

Brigitta Maharani

NIM : 071324012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

Kupersembahkan skripsi ini untuk :

Bapak ibuku tercinta

Conelius Doddy S.

Bernadhita Lolita S.

Gabriel Victor B. P.

(6)

v

Di setiap langkah perjuanganmu, kamu tidak akan sendiri...

Selalu ada bantuan di sekitarmu..

Karena Yesus akan selalu memberikan kemudahan

(7)
(8)
(9)

viii

ABSTRAK

DAMPAK DIBERLAKUKANNYA SURAT EDARAN BUPATI KLATEN TENTANG PENGGUNAAN PAKAIAN DINAS LURIK ALAT TENUN BUKAN MESIN (ATBM) TERHADAP PERKEMBANGAN INDUSTRI KAIN LURIK ALAT TENUN BUKAN MESIN (ATBM) DI KABUPATEN

KLATEN

Brigitta Maharani Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2011

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang ditimbulkan setelah diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten terhadap perkembangan industri kain tenun lurik bukan mesin di Kabupaten Klaten terhadap penyerapan tenaga kerja, jumlah penjualan produk kain tenun lurik, dan perolehan laba.

Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus. Dengan teknik sampling jenuh, dan diperoleh10 pengusaha kain tenun lurik yang ada di Kabupaten Klaten yang tersebar di 3 sentra industri lurik yaitu di Kecamatan Pedan, Cawas, dan Bayat. Untuk menguji dua mean yang berbeda dengan subjek yang sama, maka teknik yang digunakan untuk menguji data yaitu dengan uji paired sample t test.

(10)

ix

ABSTRACT

THE IMPACT OF PERFORMING THE CIRCULATION OF KLATEN REGENT ABOUT PUTING ON LURIK WOVEN PRODUCT AS

OFFICIAL UNIFORM TOWARDS THE DEVELOPMENT OF THE LURIK WOVEN PRODUCT INDUSTRY IN KLATEN REGENCY

Brigitta Maharani Sanata Dharma University

Yogyakarta 2011

The purpose of this study is to find out the differences which happen after performing the circulation issued by Klaten Regent towards the development of lurik woven product in Klaten Regency in absorbing employees, the amount of lurik product seles, and profit achievement.

This study is a case study. Through a saturated sampling technique, this study got 10 lurik enterpreneurs in Klaten Regency that scatter in 3 lurik industry centrals. They are in Pedan, Cawas, and Bayat subdistricts. To examine two different means with the same subject, the technique to examine data is using paired sample t test.

The result of testing hypothesis indicates that: (1) there is significant difference after performing the circulation of Klaten Regent about the obligation of lurik woven product as official uniform for civil servants towards the absorbent of the employees. After performing circulation of Klaten Regent the employment increase from 7 employees to 17 employees; (2) ) there is significant difference official uniform for civil servants towards the profit achievement, the profit achievement increases from Rp1.043.100,00 to Rp4.665.000,00 each month. From this result, can be concluded that there is significant development of lurik woven product industry after performing circulation of Klaten Regent.

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala kemurahan, berkat, dan penyertaan-Nya, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada program studi Pendidikan Ekonomi, Fakultas Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

Skripsi ini dapat diselesaikan karena bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, dari hati yang paling dalam penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

a. Tuhan Yesus Kristus yang selalu ada dan menguatkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

b. Bapak Dr. Ir. P. Wiryono P.,S.J., selaku rektor Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan kepribadian kepada penulis.

c. Bapak Yohanes Harsoyo,S.Pd.,M.Si. Selaku Dosen Pembimbing I yang meluangkan waktu dan dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan dan semangat.

(12)

xi

e. Bapak dan Ibu serta adik-adiku, atas doa, semangat, serta menjadi tempat untuk berbagi suka duka selama penulis menyusun skripsi ini.

f. Pak dhe, Johanes Budi Hartono. Atas arahan yang sangat berarti kepada penulis tentang gambaran penelitian yang akan dilakukan.

g. Kekasihku, Gabriel Victor Bramantyo Putro yang menjadi motivasi penulis dan selalu setia memberikan support dan bantuan yang berarti. h. Keluarga besar Prodi Pendidikan Ekonomi angkatan 2007 atas suka duka

bersamadan support yang berarti. I love you all guys!

i. Teman-teman Lektor Gereja Maria Assumpta, teman-teman relawan Paroki Wedi, teman-teman Radio Komunitas SKP Klaten, teman-teman Mudika st. Beatrix,dll.

j. Mas Koko, mbak Monik, wulan, mas tutur atas bantuan dan dukungan yang sangat berarti.

k. Bapak-bapak dan Ibu-ibu pengusaha tenun lurik di Klaten, atas kesabaran, keramahan, kerjasama, dan bantuannya. Matur nuwun sanget.

l. Semua pihak dan teman-teman yang tak tersebut yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini kurang sempurna. Akan tetapi penulis berharap semoga skripsi ini tetap bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Yogyakarta, 25 Maret 2011

Brigitta Maharani

(13)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

HALAMAN MOTTO... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vii

ABSTRAK... viii

A. Perkembangan Industri di Indonesia... 9

1. Pengertian Industri... 9

2. Indikator Perkembangan Industri... 9

3. Struktur Industri di Indonesia... 10

B. Industri Kecil dan Menengah dalam Perekonomian Indonesia... 11

(14)

xiii

2. Peran Industri Kecil dan Menengah dalam

Perekonomian Indonesia... 14

3. Kendala-kendala yang dihadapi Industri Kecil dan Menengah... 17

C. Perkembangan Industri Kecil dan Menengah Berbasis Budaya Lokal... 21

D. Peran Pemerintah dalam MengembangkanIndustri Kecil danMenengah... 22

E. Hipotesis... 25

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 26

A. Jenis Penelitian... 26

B. Objek dan Lokasi Penelitian... 26

C. Data yang Diperlukan... 26

D. Metode Pengumpulan Data... 27

E. Populasi dan Sampel Penelitian... 28

F. Metode Analisis Data... 29

BAB IV. GAMBARAN UMUMINDUSTRI TENUN LURIK ATBM DI KLATEN... 32

A. Sejarah Perkembangan Tenun Lurik ATBM di Klaten... 32

B. Proses Produksi Tenun Lurik ATBM di Klaten... 33

1. Bahan Baku dan Cara Memperoleh Bahan Baku... 33

2. Peralatan yang digunakan... 34

3. Proses Pembuatan... 35

C. Sumber Daya Manusia... 36

1. Tenaga Kerja... 36

2. Jam Kerja... 37

(15)

xiv

D. Pemasaran Hasil Produksi... 39

1. Jangkauan Pemasaran... 39

2. Jalur Pemasaran... a. Show Room... 40

b. Pameran ... 40

c. Pedagang... 41

d. Media Iklan... 41

3. Harga Produk... BAB V. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN... 44

A. Deskripsi Pengusaha, Tenaga Kerja, Permintaan Produk, dan Laba... 44

1. Deskripsi Pengusaha... 44

2. Tenaga Kerja... 46

3. Jumlah Penjualan Produk... 47

4. Laba ... 49

B. Analisis Data... 50

C. Pembahasan ... 59

BAB VI. PENUTUP... 71

A. Kesimpulan... 71

B. Saran... 72

DAFTAR PUSTAKA... 74

(16)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel IV.1 Daftar Harga Produk Tenun Lurik 43

Tabel V.1 Data Pengusaha Tenun Lurik 46

Tabel V.2 Tabel Perbandingan Jumlah Tenaga Kerja Sebelum dan Sesudah Adanya Surat Edaran Bupati Klaten

47

Tabel V.3 Tabel Perbandingan Rata-rata Jumlah Penjualan Produk Tenun Lurik Tiap Bulan Sebelum dan Sesudah Adanya Surat Edaran Bupati Klaten

48

Tabel V.4 Tabel Perbandingan Rata-rata Perolehan Laba Tiap Bulan Sebelum dan Sesudah Adanya Surat Edaran Bupati Klaten

50

Tabel V.5 Deskriptif Tenaga Kerja Seluruh Sampel 51

Tabel V.6 Hasil Uji t Tenaga Kerja 51

Tabel V.7 Deskriptif Jumlah Penjualan Produk Tenun Lurik Tiap Bulan

54

Tabel V.8 Hasil Uji t Jumlah Penjualan Produk 54

Tabel V.9 Deskriptif Perolehan Laba Tiap Bulan 57

(17)

xvi

DAFTAR GRAFIK

Grafik V.1 Rata-rata Jumlah Tenaga Kerja 60

Grafik V.2 Rata-rata Jumlah Penjualan Produk Tenun Lurik Tiap Bulan

64

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kisi-kisi Wawancara... 75

Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian... 76

Lampiran 3. Data Industri... 87

Lampiran 4. Hasil Analisis Data dengan Program SPSS... 98

Lampiran 5. Gambar Motif Kain Lurik... 102

Lampiran 6. Gambar Industri Kain Lurik... 103

Lampiran 7. Surat Keterangan... 104

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Permasalahan-permasalahan yang biasa dihadapi oleh negara sedang berkembang adalah berkembangnya ketidakmerataan pendapatan, kemiskinan, gap atau jurang perbedaan yang semakin lebar antara negara maju dengan negara sedang berkembang. Jumlah penduduk yang terus bertambah serta distribusi pendapatan yang kurang merata adalah masalah negara yang harus dipecahkan dan membutuhkan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat.

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara sedang berkembang, adalah sebagai berikut: menurunnya pendapatan per kapita, inflasi, ketidakmerataan pembangunan antar daerah, investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (capital intensive), sehingga persentase pendapatan modal dari harta tambahan lebih besar dibandingkan dengan persentase pendapatan yang berasal dari kerja. Hal ini mengakibatkan pengangguran bertambah, rendahnya mobilitas sosial, pelaksanaan kebijaksanaan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis, memburuknya nilai tukar (term of trade) negara sedang berkembang dalam perdagangan dengan negara-negara maju, sebagai akibat ketidakelastisan permintaan negara-negara maju terhadap

(20)

barang-barang ekspor negara sedang berkembang, hancurnya industri-industri kerajinan rakyat, seperti pertukangan, industri rumah tangga dan lain-lain.

Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan di atas masyarakat tidak boleh hanya menunggu atau mengandalkan bantuan dari pemerintah saja melainkan melakukan suatu untuk menciptakan iklim usaha yang baik untuk menopang perekonomian serta kemandirian masyarakat. Sesuai fakta, perekonomian Indonesia didominasi oleh Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Dimana UMKM dapat memberikan kontribusi dan mampu diandalkan sebagai motor penggerak perekonomian.

Membangun bangsa Indonesia secara strategis melalui kemajuan UMKM akan semakin memperkuat lapisan kelompok menengah. Apabila kelompok menengah semakin kuat, maka juga akan memperbesar kekuatan ekonomi di daerah-daerah yang hanya dapat dicapai melalui pertumbuhan UMKM. Melihat kenyataan tersebut, penguatan ekonomi berbasis UMKM semakin penting karena akan dapat mendampingi pemerintah daerah dan nasional dalam mewujudkan cita-cita mengejar pertumbuhan ekonomi, memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, serta berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional.

(21)

pasar dalam rangka mengembangkan diri seperti yang dilakukan oleh negara-negara yang saat ini tergolong sebagai industri maju. Mungkin alasan yang paling penting adalah bahwa pasar-pasar dikebanyakan negara-negara berkembang diliputi oleh ketidaksempurnaan. Salah satu dari ketidaksempurnaan itu adalah kurangnya informasi dan besarnya ketidakpastian yang dihadapi oleh para produsen dan konsumen. Oleh karena itu, dibanyak negara-negara berkembang produsen sering kali merasa tidak pasti mengenai ukuran pasar setempat, mengenai keberadaan produsen lainnya, dan ketersediaan input. Konsumen juga acapkali tidak merasa yakin terhadap kualitas serta ketersediaan produk-produk yang mereka butuhkan (Todaro, 2006, hal 2).

(22)

cukup banyak di Kabupaten Klaten. Tetapi di era yang semakin maju dan modern ini, budaya yang seharusnya terus dipertahankan semakin kehilangan maknanya. Ini bisa dibuktikan bahwa kain lurik pada jaman sekarang ini sudah banyak kehilangan peminat dengan semakin menurunnya permintaan akan kain lurik.

Permintaan akan suatu barang tertentu bersumber pada kebutuhan konsumen. Orang mau membeli barang dan jasa serta bersedia membayar harganya karena barang atau jasa tersebut berguna untuknya, yaitu dapat memenuhi salah satu kebutuhannya. Tetapi selain kebutuhan konsumen masih banyak faktor lain yang ikut mempengaruhi apa dan berapa yang mau dibeli oleh masyarakat, antara lain tingkat pendapatan konsumen, harga barang-barang lain, selera, mode, pengaruh lingkungan fisik dan lingkungan sosial (Gilarso, 1993, hal 11).

(23)

bahkan ada pengrajin yang hanya membuat motif jika ada pesanan saja. Banyak perajin di perusahaan tenun tradisional yang sudah berusia lanjut, tetapi tidak ada regenerasi perajin untuk meneruskan keahliannya tersebut.

Untuk terus berusaha mempertahankan nilai kebudayaan dan menonjolkan ciri khas yang dimiliki disuatu daerah tertentu serta membina dan membantu mengembangkan industri-industri kecil yang mulai melemah, maka peran pemerintah sangat dibutuhkan.

Surat Edaran (SE) Bupati Nomor 065/77/06 Tanggal 29 Januari 2010 tentang Penggunaan Pakaian Dinas di Kabupaten Klaten, dimana pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Klaten mulai awal Februari 2010 diwajibkan mengenakan pakaian lurik Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) sebagai pakaian dinas selama dua kali dalam sepekan, yakni pada hari Rabu dan Kamis. Dengan diberlakukannya surat edaran tersebut diharapkan menambah kecintaan masyarakat khususnya PNS terhadap lurik Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang notabene merupakan karya asli warga Klaten. Hal itu merupakan wujud komitmen Pemerintah Kabupaten Klaten dalam mengembangkan industri lurik yang merupakan salah satu upaya serta peran pemerintah untuk tetap membantu industri-industri kecil yang sudah mulai kehilangan pasar serta untuk mengangkat budaya daerah setempat.

(24)

meneliti mengenai “ Dampak Diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten Tentang Penggunaan Pakaian dinas kain lurik Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) Terhadap Perkembangan Industri kain lurik alat tenun bukan mesin (ATBM) di Kabupaten Klaten ”

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka untuk mempermudah dalam pembahasan penelitian ini perlu disederhanakan dalam sebuah bentuk rumusan masalah untuk memperjelas masalah yang ada, yaitu :

1. Apakah ada perbedaan yang signifikan penyerapan tenaga kerja sebelum dan sesudah diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten? 2. Apakah ada perbedaan yang signifikan jumlah penjualan produk sebelum dan sesudah diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten? 3. Apakah ada perbedaan yang signifikan perolehan laba sebelum

dan sesudah diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten?

C. BATASAN MASALAH

Agar dalam pembahasan lebih fokus pada masalah yang ada maka diperlukan adanya batasan masalah sebagai berikut :

1. Penelitiaan ini dilakukan pada sentra industri kain lurik alat tenun bukan mesin (ATBM) di Kabupaten Klaten.

(25)

3. Dalam mengetahui seberapa besar dampak diberlakukannnya Surat Edaran Bupati Klaten, dampak yang dimaksudkan disini adalah berkembangnya industri kain lurik yang dilihat dari jumlah tenaga kerja, jumlah penjualan produk kain lurik, dan perolehan laba.

D. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisa perbedaan antara sebelum dan sesudah diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten terhadap perkembangan industri kain lurik alat tenun bukan mesin (ATBM) di Kabupaten Klaten terhadap penyerapan tenaga kerja, jumlah penjualan produk kain lurik, dan perolehan laba.

2. Memberikan masukan tentang kebijakan yang lebih tepat dalam mengembangkan industri kain lurik alat tenun bukan mesin (ATBM) di Kabupaten Klaten.

E. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Praktis

(26)

Klaten dan membantu agar industri-industri bisa berkembang dan semakin maju.

2. Manfaat Teoritis

a. Bagi penulis untuk menambah pengalaman.

(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Perkembangan Industri di Indonesia

1. Pengertian Industri

Menurut Todaro (1997), Suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan itulah yang disebut dengan industri.

Dumairy (1996) juga mengatakan bahwa, industri dapat pula merujuk ke suatu sektor ekonomi yang di dalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi.

2. Indikator Perkembangan Industri

Menurut Shanmugam dan Bhaduri (2002) yang dikutip dalam situs jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/4207306313.pdf mengatakan bahwa,

perkembangan industri kecil sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor yang bersumber dari usaha itu sendiri maupun yang berasal dari luar. Faktor dari dalam antara lain : kemampuan manajerial, kemampuan pemilik atau pengelola, kemampuan untuk mengakses pasar, dan besar kecilnya modal yang dimiliki. Sedangkan faktor yang berasal dari luar antara lain : dukungan berupa bantuan teknis dan keuangan dari pihak

(28)

pemerintah ataupun swasta, kondisi perekonomian yang dicerminkan dari permintaan pasar domestik maupun dunia, dan kemajuan teknologi dalam produksi. Salah satu indikator perkembangan industri kecil adalah dengan melihat pertumbuhan usaha. Pertumbuhan usaha sendiri dapat dilihat dari pertumbuhan produksi, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan pendapatan, pertumbuhan laba.

3. Struktur Industri di Indonesia

Masalah yang terjadi di Indonesia adalah struktur industri Indonesia masih dangkal (shallow) dan belum seimbang (unbalanced). Berbagai strudi dengan memanfaatkan tabel input-output menunjukkan bahwa kaitan ekonomis antara industri skala besar, menengah dan kecil masih amat minim.

(29)

yang bersifat spesialis yang mempu menghubungkan klien bisnisnya yang bejumlah besar secara efisien. Keempat, struktur industri Indonesia terbukti masih dangkal, dengan minimnya sektor industri menengah. Kelima, masih kakunya BUMN sebagai pemasok input maupun sebagai pendorong kemajuan teknologi. Keenam, investor asing masih cenderung pada orientasi pasar domestik (inward oriented), dan sasaran usahanya sebagian besar masih pada pasar yang

diproteksi.

B. Industri Mikro, Kecil dan Menengah dalam Perekonomian Indonesia

1. Pengertian Industri Mikro, Kecil dan Menengah

a. Usaha Mikro

1) Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008

Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

b. Usaha Kecil

1) Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008

(30)

bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

2) Menurut kategori Badan Pusat Statistik (BPS)

Usaha kecil identik dengan industri kecil dan industri rumah tangga (IKRT). BPS mengklasifikasikan industri berdasarkan jumlah pekerjanya, yaitu: (1) industri rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang; (2) industri kecil dengan pekerja 5-19 orang; (3) industri menengah dengan pekerja 20-99 orang; (4) industri besar dengan pekerja 100 orang atau lebih. Adapun ciri-ciri usaha kecil antara lain:

Jenis barang atau komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah.

Lokasi atau tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindah.

(31)

dipisahkan dengan keuangan keluarga, sudah membuat neraca usaha.

Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP.

Sumberdaya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam berwirausaha.

Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal.

Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti business planning.

c. Usaha Menengah

1) Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008

(32)

dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah). Adapun ciri-ciri usaha menengah antara lain :

Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, lebih teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas antara lain, bagian keuangan, bagian pemasaran dan bagian produksi.

Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem akuntansi dengan teratur, sehingga memudahkan untuk auditing dan penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh perbankan.

Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan, telah ada Jamsostek, pemeliharaan kesehatan. Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain izin tetangga, izin usaha, izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan dll.

Sudah akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan. Pada umumnya telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih dan terdidik (http://chichimoed.blogspot.com/2009/ 03/ pengertian-dan-kreteria-ukm.html).

2. Peran Industri Kecil dan Menengah dalam Perekonomian Indonesia

(33)

menengah memiliki peranan yang cukup besar dalam industri manufaktur dilihat dari sisi jumlah unit usaha dan daya serap tenaga kerja.

Krisis moneter yang pernah melanda Indonesia pada awal juli 1997 yang lalu mengakibatkan terpuruknya kondisi ekonomi kita yang masih terasa dampaknya hingga saat ini. Krisis moneter menyebabkan meluasnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) serta membubungnya harga kebutuhan pokok. Akibat lebih lanjutnya, sekian banyak orang negeri ini terserang rawan pangan dan kelaparan. Angka kemiskinan pada tahun 1997 tercatat sebesar 11,3% naik menjadi 24,2% pada tahun 1998 dan terus naik menjadi 60% pada tahun 1999. Jumlah buruh di PHK atau dirumahkan sebesar 2,4 juta pada tahun 1997 dan 2,6 juta pada tahun 1998. Kesempatan kerja menurun dari 9% atau 10% menjadi 6% atau 7%, jumlah pengangguran terbuka meningkat dari 9,8 juta menjadi 14,7 juta, dan 80% dari perusahaan go public tidak berproduksi (Unit Pendataan dan Analisis ISJ, 2000). Dari uraian data di atas dapat disimpulkan bahwa Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dirasa perlu dijadikan sebagai basis ekonomi mengingat trauma masa lalu di mana kegiatan ekonomi berskala besar ternyata keropos, dan terbukti begitu krisis ekonomi terjadi sebagian perusahaan tersebut gulung tikar (Yustika, 2007 ,hal 175).

(34)

0,60%. Dengan memakai data perbandingan tahun 1997 dan 2001, terlihat hanya usaha kecil yang mengalami pertumbuhan, sebaliknya usaha menengah dan besar mengalami pertumbuhan negatif. Menyimak data ini terdapat dua hal yang bisa disimpulkan. Pertama, sektor usaha kecil lebih mampu bertahan dalam menghadapi badai krisis ekonomi sehingga relatif tidak terpengaruh, bahkan tetap bisa tumbuh. Kedua, terdapat kemungkinan sektor usaha menengah atau besar yang tenggelam akibat banjir krisis ekonomi melakukan pergeseran kegiatan ekonomi ke usaha skala kecil (Yustika, 2007, hal 180).

(35)

selalu dipantau dan didukung perkembangannya karena terbukti telah mampu menopang perekonomian nasional secara keseluruhan. Demikian pula pada krisis finansial global 2008 justru UMKM lah yang memegang peranan penting sehingga Indonesia mampu bertahan menghadapi krisis (http://www.depkop.go.id).

3. Kendala-kendala yang Dihadapi Industri Kecil dan Menengah

Sebagian besar perusahaan industri di Indonesia tergolong perusahaan kecil dan menengah. Usaha kecil memangumbuhan laba memiliki keuntungan tertentu yaitu mudah memulai dan dijalankan sendiri, tidak membutuhkan modal yang besar, dekat dengan kemampuan dan kebutuhan rakyat, memberikan lapangan pekerjaan bagi banyak orang. Akan tetapi, perusahaan kecil juga ada kelemahan-kelemahannya. Modal yang terbatas sehingga kurang dapat menerapkan teknik produksi modern. Di Indonesia, industri kecil dan menengah bisa dikatakan lemah. Lemah tidak hanya dalam hal modal, tetapi lebih-lebih lemah dalam hal manajemen (Gilarso, 1985, hal 133).

Pada umumnya masalah-masalah yang biasa dihadapi oleh industri kecil antara lain meliputi :

a. Faktor Internal.

1) Kurangnya permodalan

(36)

kecil dikarenakan industri kecil merupakan industri perseorangan dan sifatnya tertutup yang mengandalakan modal dari pemilik yang jumlahnya sangat terbatas. Sedangkan modal pinjaman dari bank sangat sulit diperoleh kerena persyaratan adminitratif dari bank yang tidak bisa dipenuhi.

2) Sumber daya manusia yang terbatas.

Sebagian besar industri kecil tumbuh secara tradisional dan turun temurun. Keterbatasan SDM industri kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit berkembang secara optimal.

3) Lemahnya jaringan usaha

Industri kecil pada umumnya merupakan unit usaha keluarga yang mempunyai jaringan yang terbatas karena produk yang dihasilkan jumlahnya terbatas dan kualitas produk yang kurang kompetitif.

b. Faktor Eksternal

1) Iklim usaha yang belum sepenuhnya kondusif.

(37)

terjadi persaingan yang kurang sehat anatara pengusaha-pengusaha kecil dan pengusaha-pengusaha-pengusaha-pengusaha besar.

2) Terbatasnya sarana dan prasarana usaha.

Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka gunakan juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya.

3) Implikasi perdagangan bebas.

Sebagaimana diketahui dengan ditandatanganinya kesepakatan ACFTA yang berimplikasi luas terhadap industri kecil dan menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau industri kecil dan menengah dituntut untuk melakukan proses produksi yang efisien serta dapat menghasilkan produk dengan frekuensi global dengan standar kualitas yang tinggi.

4) Terbatasnya akses pasar.

Terbatasnya akses pasar menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional.

(38)

UMKM, karena sebagian besar usaha kecil masih berpendidikan SD. Kedua, rendahnya akses UMKM pada sumber daya ekonomi produktif terutama untuk meningkatkan kemampuan permodalan, meningkatkan akses dan pangsa pasar, teknologi, kualitas, produktivitas dan daya saing produk, karena lebih dari 97% UMKM masih merupakan usaha mikro yang dihadapkan oleh berbagai keterbatasan. Ketiga, iklim usaha bagi UMKM belum kondusif, karena peraturan, perundangan dan kebijakan yang ada banyak yang belum sinkron, pembinaan yang belum terpadu, komitmen dan keberpihakan rendah, sistem perizinan masih berbelit dan biaya tinggi.

Beberapa masalah lain yang tak kalah pentingnya, antara lain, mekanisme perencanaan dari atas ke bawah yang tidak efektif untuk mengatasi detail-detail problematika faktual yang dihadapi UMKM; perumusan program yang tidak terkait dengan pra kondisi dasar pemberdayaan ekonomi rakyat yaitu menyangkut mentalitas wirausaha; masih adanya kelompok-kelompok tertentu yang berfikir hanya untuk kepentingan di lingkaran kekuasaan; hingga jarring korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang masih kuat. Faktor lingkungan lain yang juga mempunyai andil kurang berkembangnya UMKM adalah: “perilaku beli

masyarakat yang kurang ada di dalam negeri ini”. Sebagian dari

(39)

C. Perkembangan Industri Kecil dan Menengah Berbasis Budaya Lokal

Di tengah persaingan global masyarakat harus bisa memanfaatkan segala peluang yang ada guna kesejahteraan hidup. Indonesia memiliki banyak potensi terutama kebudayaannya yang sangat berlimpah yang merupakan modal yang sangat besar menumbuhkembangkan maupun memajukan bangsa Indonesia ke depan. Keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia meliputi adat-istiadat, kesenian, religi (agama) dan lainnya merupakan suatu sumber daya yang sangat unik dan potensial untuk dikembangkan dan bisa memperkuat membangun jati diri bangsa sebagai Negara yang memiliki keunggulan-keunggulannya sendiri di tengah persaingan global.

Budaya lokal akan dapat memberikan sketsa terhadap jalannya pembangunan yang akan diralisasikan sehingga sudah seharusnya mendapat perhatian yang lebih serius. Namun belakangan ini budaya lokal seolah-olah terlepas dan dibiarkan tanpa perlindungan. Banyak budaya lokal sekarang telah mengalami kecerabutan dari akar budayanya.

(40)

mutahir guna memanfaatkan budaya lokal sebagai dasar pijakan yang kuat dan kedepannya dapat tetap berkiprah bersaing dengan budaya global. Dengan demikian kesadaran untuk menguatkan posisi tawar budaya lokal merupakan suatu kesadaran yang tidak hanya disadari oleh individu namun harus bergerak dengan komitmen bersama secara kolektif seperti dengan cara membangun semangat baru lewat budaya kreatif. Budaya kreatif dapat dituangkan ke dalam implimentasi yang lebih nyata yaitu menumbuhkembangkan budaya yang inovatif seperti membuhkan industri kreatif berbasis budaya lokal.

D. Peran Pemerintah dalam Mengembangkan Industri Kecil dan

Menengah

(41)

Pemerintah sebagai pembuat dan pengatur kebijakan diharapkan dapat memberikan iklim yang kondusif bagi dunia usaha, sehingga lembaga keuangan baik perbankan maupun bukan perbankan serta pelaku usaha di lapangan mampu memanfaatkan kebijakan dan melaksanakan kegiatan usaha dengan lancar, yang pada akhirnya dapat mendorong percepatan pembangunan ekonomi.

(42)

Untuk menjangkau keberadaan UMKM yang tersebar diseluruh provinsi, diperlukan perpanjangan dan perluasan jaringan agar UMKM yang memperoleh penjaminan kredit dapat semakin besar dan luas. Penyebaran UMKM di berbagai daerah telah menjadi perhatian pemerintah sebagai regulator dengan menerbitkan Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2008 Tentang Lembaga Penjaminan dan Peraturan Menteri Keuangan R.I. No. 222/PMK.010/2008 Tentang Perusahaan Penjaminan Kredit dan Perusahaan Penjaminan Ulang. Regulasi pemerintah ini telah memberikan peluang usaha penjaminan yang lebih besar lagi dalam upaya pengembangan UMKM melalui Aliansi dengan Pemerintah Daerah dalam bentuk Perusahaaan Penjaminan Kredit Daerah (PPKD) (http://mulyono-oke-blogspot.com/2010/optimalisasi--peran-pemerintah-pusat.html).

(43)

E. Hipotesis

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi kasus, cara ini digunakan untuk mengetahui secara mendalam dan menyeluruh tentang industri kain lurik yang ada di Kabupaten Klaten, termasuk mengetahui perkembangan industri kain lurik yang diketahui melalui data industri yang meliputi jumlah tenaga kerja, penjualan produk kain lurik, dan perolehan laba.

B. Objek dan Lokasi Penelitiann

Penelitian ini dilakukan di sentra industri kain lurik ATBM yang berada di Kabupaten Klaten, yaitu di Pedan, Cawas, dan Bayat. Lokasi ini dipilih karena merupakan keberadaan dari seluruh sentra industri kain lurik ATBM yang ada di Kabupaten Klaten.

C. Data yang diperlukan

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah : 1. Data Primer

a. Data tenaga kerja yang bekerja di tiap sentra industri kain lurik. b. Data penjualan produk kain lurik.

c. Data perolehan laba bulan April 2009 - Desember 2010. d. Proses pembuatan kain lurik.

(45)

e. Motif-motif lurik. 2. Data Sekunder

a. Data keberadaan industri kain lurik di Kabupaten Klaten.

D. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

1. Data primer diperoleh melalui : a. Wawancara ( interview )

Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi dan data mengenai tenaga kerja, penjualan produk kain lurik, dan perolehan laba kepada 10 pengusaha kain lurik Bukan mesin di Kabupaten Klaten.

b. Observasi ( observation )

Observasi dilakukan dengan mendatangi sentra industri kain lurik alat tenun bukan mesin (ATBM) di Kabupaten Klaten untuk memperoleh data dan informasi mengenai proses pembuatan kain lurik dan melihat motif-motif lurik.

2. Data sekunder

(46)

E. Populasi , Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

Adapun populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sama, dengan menggunakan teknik sampling jenuh yaitu seluruh pengusaha kain lurik Bukan mesin yang ada di Kabupaten Klaten yang tersebar di Pedan, Cawas, dan Bayat yang terdiri dari 10 pengusaha kain lurik Alat Tenun Bukan Mesin.

F. Metode Analisis Data

Untuk menguji hipotesis yang sudah dikemukakan di atas, yaitu Ada perbedaan yang signifikan penyerapan antara tenaga kerja, jumlah penjualan produk kain lurik, dan perolehan laba sebelum dan sesudah diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten terhadap perkembangan industri kain lurik alat tenun bukan mesin (ATBM) tentang kewajiban penggunaan pakaian dinas lurik ATBM bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), maka teknik analisis data yang digunakan adalah pengujian hipotesis.

1. Penghitungan Paired Sample t Test

(47)

pengaruh dari perkembangan industri kain lurik di Kabupaten Klaten secara signifikan.

2. Pengujian Hipotesis

Pengujian ini dilakukan dengan melihat nilai t hitung pada tabel output

Paired Sample t Test, dimana uji ini bertujuan untuk menguji signifikansi

perkembangan industri kain lurik yang dilihat dari penyerapan tenaga kerja, jumlah penjualan produk kain lurik, dan perolehan laba sebelum dan sesudah diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten.

a. Menentukan formulasi H0 dan Ha dengan dua sisi, yaitu:

H01 = 0: Tidak ada perbedaan yang signifikan antara penyerapan

tenaga kerja sebelum dan sesudah diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten terhadap perkembangan industri kain lurik ATBM tentang kewajiban penggunaan pakaian dinas lurik ATBM bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Ha1 ≠ 0: Ada perbedaan yang signifikan antara penyerapan tenaga

kerja sebelum dan sesudah diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten terhadap perkembangan industri kain lurik ATBM tentang kewajiban penggunaan pakaian dinas lurik ATBM bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS). .

H02 = 0: Tidak ada perbedaan yang signifikan antara jumlah

(48)

perkembangan industri kain lurik ATBM tentang kewajiban penggunaan pakaian dinas lurik ATBM bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Ha2 ≠ 0: Ada perbedaan yang signifikan antara jumlah penjualan

produk kain lurik sebelum dan sesudah diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten terhadap perkembangan industri kain lurik ATBM tentang kewajiban penggunaan pakaian dinas lurik ATBM bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

H03 = 0: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara perolehan laba

sebelum dan sesudah diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten terhadap perkembangan industri kain lurik ATBM tentang kewajiban penggunaan pakaian dinas lurik ATBM bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Ha3 ≠0: Ada perbedaan yang signifikan antara perolehan laba

sebelum dan sesudah diberlakukannyaSurat Edaran Bupati Klaten terhadap perkembangan industri kain lurik ATBM tentang kewajiban penggunaan pakaian dinas lurik ATBM bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

b. Menentukan level of significance

(49)

c. Menentukan ttabel

ttabel dapat dilihat menggunakan dasar α dan degree of freedom n-1.

d. Diagaram pengujian dengan dua sisi

e. Menarik kesimpulan

Dampak Surat Edaran Bupati Klaten terhadap perkembangan industri kain lurik di Kabupaten Klaten dapat diketahui dari nilai t hitung dengan nilai probabilitas 0,05.

H0 diterima jika : -ttabel≤ thitung ≤ ttabel

H0 ditolak jika : thitung < -ttabel atau thitung > ttabel

f. Melihat hubungan kedua variabel signifikan atau tidak, menggunakan uji signifikansi dengan ketentuan sebagai berikut:

Jika angka signifikansi > 0,05 maka hubungan kedua variabel tidak signifikan. Jika angka signifikansi ≤ 0,05 maka hubungan kedua variabel signifikan

(50)

BAB IV

GAMBARAN UMUM

INDUSTRI KAIN LURIK ATBM DI KLATEN

A. Sejarah Perkembangan Kain lurik ATBM di Klaten

Kain tenun adalah warisan budaya yang merupakan hasil karya budaya nenek moyang yang diwariskan turun temurun hingga sekarang. kain lurik adalah kain tenunan dari bahan benang kapas (lawe) dengan dominasi corak berwujud garis-garis. Di Jaman Kerajaan Mataram sekitar abad 17, kain lurik telah menjadi bagian dari busana dan simbol status sosial budaya di lingkungan kerajaan, baik di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat maupun Kraton Surakarta di Solo. Kain lurik pada waktu itu masih terbatas pemakaiannya, yaitu hanya untuk para bangsawan dan pejabat-pejabat tertentu. Hal ini dapat dilihat adanya jenis motif lurik tertentu yang menjadi salah satu identitas keluarga kerajaan, dan tidak boleh dipakai oleh sembarangan orang. Baru pada abad 19, tampaknya kain lurik dapat digunakan oleh masyarakat luas, walaupun masih ada motif-motif tertentu yang masih dilarang, seperti kain lurik motif plethek jarak, Tumenggungan, dan Bribil karena makna yang terkandung di dalamnya menunjuk pada kedudukan seseorang yang terhormat keturunan bangsawan. Hal ini dapat dilihat dari munculnya kain lurik di Kecamatan Pedan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah yang lebih dikenal dengan Kain lurik Pedan. Industri kain lurik Pedan ini sudah berdiri cukup lama dan mengalami kejayaan sekitar tahun

(51)

1950-an. Setelah itu kain lurik selalu mengalami pasang surut sejalan dengan kemajuan jaman dan munculnya berbagai jenis pakaian dengan motif-motif yang lebih menarik. Namun kain lurik masih eksis sampai sekarang karena kain lurik ini selalu dipertahankan keberadadaannya dengan masih adanya petenun yang mau membuat lurik yang walaupun kegiatan menenun hanya dilakukan sebagai pekerjaan sambilan saja. Keberadaan kain lurik Pedan ini tidak lepas dari dukungan wilayah yang ada di sekitarnya seperti wilayah Cawas dan Bayat yang menyediakan bahan baku benang. Tetapi lambat laun produksi kain lurik ini merambat ke wilayah Cawas dan Bayat. Sehingga pada saat ini industri kain lurik juga terdapat di Cawas dan Bayat.

B. Proses Produksi Kain lurik ATBM di Klaten

1. Bahan Baku dan Cara Memperoleh Bahan Baku

(52)

untuk membuat kain lurik antara lain dari bahan polikatun, katun, dan mesres.

Dengan tersedianya bahan dasar benang tersebut, maka kebutuhan bahan dasar kain tidak ada masalah. Cara memperoleh bahan dasar benang dengan cara membeli atau bisa juga dengan cara menghutang dari pengusaha penyempurnaan benang, tergantung dari kesepakatan mereka. Biasanya pembelian benang ini dalam bentuk per bom yang berisi 3 pres atau 5 pres benang. Dimana tiap pres benang berisi 67 meter benang. Harga benang berkisar antara Rp 180.000,00 – Rp 450.000,00 per pres. Harga benang tergantung pada jenis, kualitas, dan single atau doublenya benang. Semakin mahal harga benang maka semakin bagus pula kualitas tenunan yang dihasilkan.

2. Peralatan yang Digunakan

Ada beberapa alat yang digunakan sebelum benang diproses menjadi kain lurik. Alat-alat tersebut antara lain:

1. Erek

Alat ini berupa seperti roda yang digunakan untuk menggulung benang ke kletek.

2. Likasan

(53)

3. Kletek

Alat ini berupa seperti batang sepanjang 10 cm yang digunakan sebagai tempat gulungan benang.

4. Mesin sekir

Alat ini digunakan untuk penyusunan desain lurik. 5. Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM)

Alat ini digunakan untuk menenun sehingga benang akan menjadi kain.

3. Proses Pembuatan

Untuk menghasilkan warna, maka dari benang putih dicelupkan ke dalam warna dari bahan naptol, tetapi ada juga industri yang masih menggunakan warna alami yang diambil dari tumbuh-tumbuhan, seperti menggunakan kulit pohon mangga untuk menghasilakan warna kuning atau hijau, akar pace dan kulit pohon nangka untuk menghasilakan warna kuning. Dan kulit pohon mahoni untuk menghasilakan warna coklat muda, coklat tua, dan merah.

(54)

nyekir dan dihubungakan ke likasan untuk menggulung benang-benang

yang telah membentuk pola. Setelah benang-benang membentuk pola proses selanjutnya adalah nyucuk, yaitu proses memasukkan benang-benang ke sisir dan ke gon dan kemudian siap untuk ditenun. Dengan menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM) ini, akan dihasilkan kain lurik dengan berbagai motif.

C. Sumber Daya Manusia

1. Tenaga Kerja

(55)

tenaga kletek, dimana tenaga kerja bertugas menggulung benang ke kletek; tenaga untuk wenter, dimana tenaga kerja bertugas untuk mewarnai benang putih ke dalam bermacam-macam warna; tenaga nyucuk, dimana tenaga kerja bertugas untuk memasukkan benang ke sisir. Tenaga nyucuk ini hanya dipekerjakan apabila seluruh benang yang ada di likasan telah habis untuk ditenun; dan tenaga tenun yang bertugas untuk menenun menjadi kain lurik. Tenaga tenun biasanya hanya dikerjakan oleh kaum wanita saja.

Di industri kain lurik yang masih tergolong industri kecil, tidak ada spesialisasi tenaga kerja. Tenaga kerja bisa mengerjakan lebih dari satu pekerjaan. Tetapi apabila industri tergolong ke dalam industri menengah yang memiliki tenaga kerja yang banyak, maka ada spesialisasi tenaga kerja, dimana tenaga kerja menjalankan tugas mereka masing-masing tergantung kemampuan mereka.

2. Jam Kerja

(56)

tetap akan mengijinkan bekerja kembali bekerja di industrinya jika pekerjaan sebagai petani sudah selesai. Apabila ada waktu luang yang cukup banyak terlepas dari pekerjaan mereka sebagai petani, maka para pekerja bisa bekerja dari pagi hingga malam hari di rumah mereka masing-masing atau di industri kain lurik.

3. Sistem Upah

Upah diberikan kepada para pekerja tiap awal bulan. Ini diberlakukan pada industri yang menerapakan spesialaisasi tenaga kerja karena pekerjaan mereka bisa diukur secara konsisten berdasarkan hasil yang mereka kerjakan setiap hari dan diakumulasikan selama satu bulan. Tetapi apabila industri masih tergolong kecil yang hanya memiliki sedikit tenaga kerja dan tidak adanya spesialisasi, maka upah diberikan setelah selesai mengerjakan suatu tugas, misalnya untuk tenaga nyucuk, nyekir,ngeklos. Karena industri tidak memiliki tenaga nyucuk/nyekir/ngeklos, maka tenaga kerja ini diambil dari industri kain lurik lain dan upah langsung dibayarkan apabila tenaga kerja ini sudah selesai mengerjakan tugasnya.

(57)

kerja bisa mengerjakan di lebih dari satu industri dan waktu untuk mengerjakan juga tergantung dari apakah tidak ada pekerjaan lain seperti bertani atau ada tetangga sekitar yang sedang punya kerja sehingga harus ikut membantu. Karena di industri kain lurik ini budaya gotong-royong masih terasa kental.

Upah yang diberikan untuk tenaga tenun berkisar antara Rp 3.000,00 - Rp 4.000,00 per meter kain, atau Rp 200.000,00 – Rp 268.000,00 per pres/ per 67 meter. Untuk tenaga kletek berkisar Rp 21.000,00 per pres/per 67 meter; untuk tenaga wenter berkisar antara Rp 25.000,00 per pres/per 67 meter; untuk tenaga nyucuk Rp 40.000,00 per pres/per 67 meter; dan untuk tenaga nyekir Rp 50.000,00 per pres/per 67 meter. Upah yang dipatok untuk masing-masing pekerjaan berbeda. Hal ini dilihat dari tingkat kesulitan pekerjaan yang dilakukan.

D. Pemasaran Hasil Produksi

1. Jangkauan Pemasaran

(58)

Daerah Kabupaten Klaten, staf dan karyawan sekolah di Kabupaten Klaten, staf kantor kelurahan dan kecamatan di Kabupaten Klaten, dan seluruh PNS yang ada di Kabupaten Klaten, Pemerintah Daerah wonogiri, kantor Kecamatan Boyolali, kantor Kecamatan Blora, kantor Kecamatan Tegal, kantor Kecamatan Tegal, dll. Jangkauan pemasaran produk sampai saat ini juga telah merambah ke daerah-daerah lain seperti Jakarta, Bandung, Sumatra, Bali, Purwokerto, Kebumen, Magelang, Kutoharjo, Malang, Wonogiri, Jogjakarta, Brebes, Pacitan, dan Gresik.

2. Jalur Pemasaran

Jalur pemasaran produk kain lurik ATBM melalui show room, pameran produk industri, pedagang, maupun melalui media iklan.

a. Show room

(59)

b. Pameran

Aktivitas pameran cukup membantu dalam pemasaran kain lurik sehingga dapat dikenal oleh masyarakat luas. Para pengusaha sedikitnya telah mengikuti 2 kali pameran produk yang diadakan di kota-kota besar seperti di Jakarta, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, dan Bandung. Informasi akan diadakannya pameran mereka dapatkan dari Bapeda. Para pengusaha yang masuk ke dalam kelompok petenun (klaster) dan dibawah pembinaan Bapeda, dimana Bapeda yang selalu memantau perkembangan industri kain lurik dengan memberikan pinjaman uang untuk dipergunakan para pengusaha/petenun untuk mengembangkan industri kain lurik, maka setiap akan diadakannya pameran, sebulan sebelumnya mereka akan diminta mempersiapkan produk-produk kain lurik yang akan dipamerkan. Biaya transportasi, konsumsi, dan akomodasi ditanggung oleh pemerintah daerah. Dengan mengikuti pameran produk industri tersebut, maka sangat mudah untuk membangun suatu relasi bisnis dengan para pengusaha lain sehingga jangkauan pemasarannya bisa lebih luas lagi.

c. Pedagang

(60)

d. Media Iklan

Media lain yang digunakan untuk sarana pemasaran adalah iklan di media massa maupun lewat internet melalui jejaring sosial facebook, ataupun dalam bentuk website atau blog. Tetapi penjualan lewat internet kurang menguntungkan karena pembeli hanya memesan dalam jumlah yang sedikit, antara 10 – 15 potong atau sekitar 20-30 meter saja. Sedangkan membuat motif yang berbeda-beda dalam jumlah yang sedikit akan menambah biaya produksi yang mahal. Seperti tambahan biaya untuk mewarnai dan biaya untuk nyucuk (memasukkan benang ke dalam sisir dan gon).

3. Harga Produk

Harga kain lurik yang dipatok untuk setiap jenis berbeda-beda tergantung pada motif dan bahan yang digunakan. Demikian juga kain lurik yang menggunakan tumpal atau yang tidak memakai tumpal maka harga penjualan pun juga akan berbeda walaupun dengan motif dan bahan yang sama. Hal ini dikarenakan proses pengerjaan yang agak rumit karena harus mengkombinasikan beberapa macam warna dan memakan waktu yang agak lama dibandingkan dengan pengerjaan kain lurik yang tanpa menggunakan tumpal. Tumpal adalah semacam motif hiasan yang ada di pinggiran sisi kanan dan kiri tiap potongan kain lurik.

(61)

Rp 10.000,00 tiap potongnya. Pada saat harga benang naik, pengusaha mengalami kesulitan untuk menaikkan harga penjualan kain lurik karena akan mempengaruhi jumlah penjualan. Apabila pengusaha mematok harga lebih tinggi, maka pengusaha akan kehilangan konsumen, karena konsumen menginginkan harga yang lebih rendah. Pengusaha yang masih mempertahankan kualitas kain dengan biaya produksi yang tinggi, seperti untuk upah tenaga kerja maka pengusaha hanya bisa mengambil sedikit keuntungan saja. Pengusaha tidak terlalu mempermasalahkan besar kecilnya laba yang didapat. Karena tujuan utama dari diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten ini adalah untuk menampung tenaga kerja dan untuk kesejahteraan warga sekitar maka pengusaha tetap mempekerjakan mereka juga sikap saling toleransi dan saling membantu antar warga juga menjadi dasar utama. Budaya ini masih dijunjung tinggi dan masih terasa kental dikalangan masyarakat menjadikan laba bukanlah satu-satunya tujuan utama para pengusaha melainkan bisa membantu warga untuk juga sama-sama memperoleh penghasilan.

TABEL IV.1

DAFTAR HARGA PRODUK KAIN LURIK

Polikatun Katun Mesres

Lurik dengan tumpal Rp 65.000,00 Rp 70.000,00 Rp 75.000,00 Lurik tanpa tumpal Rp 55.000,00 Rp 60.000,00 Rp 100.000,000 Lurik batik Rp 110.000,00 Rp 135.000,00 Rp 150.000,00

(62)

BAB V

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Pengusaha, Tenaga Kerja, Permintaan Produk, dan Laba

1. Deskripsi Pengusaha

Penulis meneliti 10 pengusaha kain lurik di Kabupaten Klaten yang tersebar di 3 sentra industri kain lurik yaitu di kecamatan Pedan, Bayat, dan Cawas. Sampel yang diambil merupakan seluruh pengusaha kain lurik yang tersebar di 3 sentra industri tersebut. Data pengusaha dapat dilihat dalam tabel data pengusaha kain lurik.

Dari pengusaha-pengusaha tersebut akan diteliti apakah Surat Edaran Bupati Klaten Nomor 065/77/06 berdampak terhadap perkembangan industri kain lurik mareka yang dilihat dari jumlah tenaga kerja, jumlah permintaan kain lurik, dan perolehan laba yang dihitung dari 10 bulan sebelum diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten hingga 10 bulan setelah diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten. Data industri tentang jumlah tenaga kerja, penjualan produk, dan perolehan laba tiap bulan dapat dilihat dalam lampiran.

a. Umur

Pada tabel V.1 pemilik industri yang berumur <40 tahun adalah 1 orang, 40-45 tahun adalah 1 orang, umur 46-51 tahun adalah 3 orang, umur 52-57 tahun adalah 4 orang, umur >58 tahun adalah 1 orang.

(63)

Dilihat dari kelompok umurnya, pengusaha kain lurik berumur antara 46 sampai 57 tahun.

b. Jenis Kelamin

Pada tabel V.1 menunjukkan bahwa dari 10 responden, 7 diantaranya adalah perempuan, dan hanya ada 3 responden yang berjenis kelamin laki-laki. Hal ini disebabkan karena biasanya pengusaha kain lurik juga menguasai teknik menenun untuk dapat memantau langsung kualitas tenunan. Kebanyakan kegiatan menenun dilakukan oleh kaum perempuan. Walaupun demikian suami atau laki-laki juga tetap terlibat dalam usaha tersebut.

c. Pendidikan

(64)

hal penjualan produk dan juga kepada penenun agar bisa menghasilkan suatu tenunan yang bagus sehingga kualitas dari kain lurik tidak diragukan oleh konsumen dan untuk menjaga permintaan produk kain lurik tetap stabil.

(65)

Bupati Klaten No 065/77/06. Dimana industri yang mempunyai jumlah tenaga kerja ≤ 4 adalah 7 industri, 10 orang tenaga kerja adalah 2 industri, dan 30 orang tenaga kerja adalah 1 industri. Jumlah tenaga kerja ini dihitung dari berapa banyak tenaga kerja tetap yang bekerja di industri kain lurik. Ini merupakan indikasi bahwa usaha mereka mulai mengalami perkembangan.

TABEL V.2

TABEL PERBANDINGAN JUMLAH TENAGA KERJA SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA SURAT EDARAN BUPATI KLATEN

(66)

130-149 potong per bulan adalah 1 industri, 190-209 potong per bulan adalah 1 industri, 210-229 potong per bulan adalah 1 industri, 230-249 potong per bulan adalah 1 industri, 250-269 potong per bulan adalah 1 industri, 270-289 potong per bulan adalah 2 industri, dan > 930 adalah 1 industri. Tetapi setelah diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten, dimana data yang diambil mulai dari bulan Februari 2010 – Desember 2010 maka penjualan produk kain lurik mulai mengalami peningkatan. Dari 10 industri, yang mengatakan permintaannya antara 100-249 potong adalah 1 industri, 450-549 potong adalah 2 industri, 700-849 potong adalah 1 industri, 850-999 potong adalah 1 industri, 1000-1149 potong adalah 1 industri, 1150-1299 potong adalah 1 industri, dan >1300 potong adalah 2 industri. Data perbandingan rata-rata permintaan produk dapat dilihat di tabel V.3.

TABEL V.3

TABEL PERBANDINGAN RATA-RATA JUMLAH PENJUALAN PRODUK KAIN LURIK TIAP BULAN SEBELUM DAN SESUDAH

(67)

4. Deskripsi Laba Usaha

(68)

TABEL V.4

TABEL PERBANDINGAN RATA-RATA PEROLEHAN LABA TIAP BULAN SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA SURAT

EDARAN BUPATI KLATEN

No Nama pengusaha Perolehan laba (Rp)

Sebelum Sesudah 7 Sri Sulastri Rp 1.260.000,00 Rp 6.300.000,00 8 Sri Kusmini Rp 260.000,00 Rp 2.450.000,00 9 Sartono Rp 875.000,00 Rp 4.280.000,00 10 Diro Wiryono Rp 3.720.000,00 Rp 7.500.000,00

B. Analisis Data

1. Tenaga Kerja

(69)

Berdasarkan data jumlah tenaga kerja responden sebelum dan sesudah diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten, maka secara deskriptif dapat dilihat pada tabel V.5 bahwa, ada perbedaan rata-rata jumlah tenaga kerja. Dimana rata-rata jumlah tenaga kerja sebelum diberlakukannyaa Surat Edaran Bupati Klaten adalah sebanyak 7 orang tenaga kerja dan sesudah diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten adalah sebanyak 17 orang tenaga kerja.

TABEL V.5

DESKRIPTIF TENAGA KERJA SELURUH SAMPEL

Keterangan

Rata-rata Jumlah Std. Deviation

Sebelum SE Bupati 7.10 10 8.621

Sesudah SE Bupati 17.30 10 17.493

Dari hasil uji t, maka dapat diketahui nilai t hitung yang kemudian dibandingkan dengan t tabel. Dapat dilihat dalam tabel V.6

(70)

t tabel 1,83, jadi ada perbedaan yang signifikan. Dimana dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut:

Ho: Tidak ada perbedaan yang signifikan antara penyerapan tenaga kerja sebelum dan sesudah diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten terhadap perkembangan industri kain lurik ATBM tentang kewajiban penggunaan pakaian dinas lurik ATBM bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Ha: Ada perbedaan yang signifikan antara penyerapan tenaga kerja sebelum dan sesudah diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten terhadap perkembangan industri kain lurik ATBM tentang kewajiban penggunaan pakaian dinas lurik ATBM bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

(71)

setelah diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten adalah 17 orang, oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa rata-rata jumlah tenaga kerja setelah diberlakukannyaa Surat Edaran Bupati Klaten lebih besar dibandingkan dengan rata-rata jumlah tenaga kerja sebelum diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten. Oleh karena itu dapat dijawab rumusan masalah yang pertama bahwa ada perbedaan yang signifikan antara penyerapan tenaga kerja sebelum dan sesudah diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten.

2. Jumlah Penjualan Produk

Untuk menjawab rumusan masalah yang kedua yaitu tentang apakah ada perbedaan yang signifikan antara jumlah penjualan produk sebelum dan sesudah diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten, yaitu dengan menggunakan Paired sample t-test.

(72)

diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten rata-rata penjualan produk per bulan sebanyak 881 potong.

TABEL V.7

DESKRIPTIF JUMLAH PENJUALAN PRODUK KAIN LURIK TIAP BULAN

Keterangan Rata-rata Jumlah Std. Deviation

Sebelum SE Bupati 262.70 10 248.720

Sesudah SE Bupati 880.70 10 404.429

Dari hasil uji t, maka dapat diketahui nilai t hitung yang kemudian dibandingkan dengan t tabel. Dapat dilihat dalam tabel V.8

TABEL V.8

HASIL UJI t JUMLAH PENJUALAN PRODUK sebelum dan sesudah diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten lebih besar nilai dari t tabel 1,83, jadi ada perbedaan yang signifikan. Dimana dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut:

(73)

Edaran Bupati Klaten terhadap perkembangan industri kain lurik ATBM tentang kewajiban penggunaan pakaian dinas lurik ATBM bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Ha: Ada perbedaan yang signifikan antara jumlah penjualan produk kain lurik sebelum dan sesudah diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten terhadap perkembangan industri kain lurik ATBM tentang kewajiban penggunaan pakaian dinas lurik ATBM bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

(74)

diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten. Oleh karena itu dapat dijawab rumusan masalah yang kedua bahwa ada perbedaan yang signifikan antara jumlah penjualan produk kain lurik sebelum dan sesudah diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten.

3. Laba

Untuk menjawab rumusan masalah yang kedua yaitu tentang apakah ada perbedaan yang signifikan antara perolehan laba sebelum dan sesudah diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten, maka untuk menjawabnya menggunakan rumus yang telah dibahas pada bab sebelumnya yaitu dengan menggunakan Paired sample t-test.

Dimana perolehan laba dihitung mulai dari 10 bulan sebelum dan 10 bulan setelah diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten. Pengusaha yang dijadikan sampel yaitu berjumlah 10 (df=10).

(75)

TABEL V.9

DESKRIPTIF PEROLEHAN LABA TIAP BULAN (dalam Rupiah)

Keterangan Rata-rata Jumlah Std. Deviation

Sebelum SE Bupati 1.043.100,00 10 998301.608 Sesudah SE Bupati 4.665.000,00 10 2068564.988 Dari hasil uji t, maka dapat diketahui nilai t hitung yang kemudian dibandingkan dengan t tabel. Dapat dilihat dalam tabel V.10

TABEL V.10

HASIL UJI t PEROLEHAN LABA

Hasil uji sesudah diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten lebih besar nilai dari t tabel 1,83, jadi ada perbedaan yang signifikan. Dimana dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut:

(76)

tentang kewajiban penggunaan pakaian dinas lurik ATBM bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Ha: Ada perbedaan yang signifikan antara perolehan laba sebelum dan sesudah diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten terhadap perkembangan industri kain lurik ATBM tentang kewajiban penggunaan pakaian dinas lurik ATBM bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

(77)

perolehan laba sebelum dan sesudah diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten.

C. Pembahasan

Berdasarakan analisis data dari sampel pengusaha kain lurik di Kabupaten Klaten. Penulis membahas rumusan masalah satu per satu dan membuktikan hipotesis yang telah dikemukakan sebelumnya.

1. Penyerapan tenaga sebelum dan sesudah diberlakukannya Surat

Edaran Bupati Klaten tentang kewajiban penggunaan pakaian

dinas lurik ATBM bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

(78)

dikeluarknnya Surat Edaran Bupati Klaten rata-rata jumlah tenaga kerja mencapai 17 orang tenaga kerja. Rata-rata penyerapan tenaga kerja sebelum dan sesudah diberlakukannya surat Edaran Bupati Klaten dapat dilihat pada grafik V.1.

GRAFIK V.1

RATA-RATA JUMLAH TENAGA KERJA SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA SURAT EDARAN BUPATI KLATEN

Permintaan akan kain lurik yang meningkat itulah sehingga membutuhkan banyak tenaga kerja untuk menyelesaikan pesanan kain lurik. Sebelum diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten, permintaan produk hanya datang dari warga Klaten dan sekitarnya, dan mereka akan membuat kain lurik jika ada pesanan atau jika hanya akan diadakan pameran produk sehingga jumlah produk yang dibuat juga tidak terlalu banyak sehingga tidak membutuhkan banyak tenaga kerja untuk menyelesaikan produk kain lurik.

(79)

dimana upah untuk tenaga kerja dalam industri kain lurik selama 10 bulan sebelum hingga 10 bulan setelah dikeluarkannya Surat Edaran Bupati Klaten masih relatif sama dan tidak banyak mengalami pengingkatan. Dengan upah yang diberikan masih relatif sama sedangkan jumlah tenaga kerja bertambah, maka upah secara keseluruhan juga mengalami peningkatan. Hal inilah yang menyebabkan kesejahteraan para penduduk sekitar mengalami peningkatan karena industri ini akan banyak menampung banyak tenaga kerja seiring dengan permintaan kain lurik yang semakin bertambah.

Industri kain lurik dalam sistem pengupahan juga melakukan pembedaan dalam pengupahan untuk tiap spesialisasi pekerjaan. Pengupahan dilihat dari tingkat kesulitan masing-masing pekerjaan. Semakin sulit suatu pekerjaan, upah yang diberikan juga semakin tinggi.

(80)

Jumlah tenaga kerja di tiap industri kain lurik ini dihitung berdasarkan tenaga kerja tetap yang dimiliki oleh pengusaha. Kebanyakan industri lurik memiliki lebih banyak tenaga kerja tenun. Menenun untuk masing-masing tenaga kerja bisa juga dilakukan di rumah mereka masing-masing mengingat alat tenun yang dimiliki terbatas, juga keterbatasan tempat industri. Hal itulah yang menyebabkan pemilik tidak bisa memantau aktivitas mereka. Aktivitas menenun juga dilakukan hanya sebagai pekerjaan sambilan selain pekerjaan utama mereka sebagai petani sehingga apabila waktu panen tiba atau ada pekerjaan lain di sawah mereka akan meninggalkan pekerjaan menenun / pekerjaan mereka di industri dan memilih untuk bekerja di sawah; atau apabila di lingkungan sekitar ada warga yang sedang punya kerja, maka para pekerja pun juga akan membantu warga yang sedang punya kerja itu, sehingga proses produksipun juga akan berhenti. Inilah yang menjadi kendala untuk perkembangan industri kecil dengan manajemen yang masih tradisional, melihat dari segi kekerabatan dan sikap saling toleransi masih dijunjung tinggi di sini sebagai tradisi masyarakat.

(81)

secara pasti, mengingat masing-masing dari tenaga kerja memiliki pekerjaan lain sebagai petani, tetapi secara garis besar tenaga kerja biasanya dapat menghasilkan antara 300-400 meter kain lurik tiap bulannya apabila dikerjakan secara konsisten setiap harinya. Sehingga rata-rata upah yang mereka terima adalah Rp 900.000,00-Rp 1.600.000,00 tiap bulan. Dari upah yang mereka terima dari industri kain lurik dan juga dari penghasilan mereka sebagai petani maka tingkat kesejahteraan dari para kerja yang berasal dari warga sekitar pun juga mengalami peningkatan.

2. Jumlah penjualan produk kain lurik sebelum dan sesudah

diberlakukannya Surat Edaran Bupati Klaten tentang kewajiban

penggunaan pakaian dinas lurik ATBM bagi Pegawai Negeri Sipil

(PNS.

Gambar

Grafik V.3 Rata-rata Perolehan Laba Tiap Bulan
TABEL IV.1
TABEL V.1 DATA PENGUSAHA KAIN LURIK
TABEL V.2 TABEL PERBANDINGAN JUMLAH TENAGA KERJA SEBELUM DAN
+7

Referensi

Dokumen terkait

(1) Apabila PIHAK KEDUA tidak manInggalkan dan mengosongkan Sarusunawa Bukan Hunian/Kios Kegiatan Usaha dalam waktu 7 (tujuh) hari kalender sejak pemberitahuan

Kaltim Tahun Anggaran 2012, menyatakan bahwa pada tanggal 25 September 2012 pukul 11.59 WIB tahapan pemasukan/upload dokumen penawaran ditutup sesuai waktu pada

bab-i-thermodinamika bab-ii-thermodinamika bab-iii-thermodinamika bahan-ajar-pengajaran-mikro bahan-ajar-fisika-dasar-sutrisno

Berdasarkan Penetapan Pemenang Evaluasi Penawaran yang ditetapkan Pokja Pengadaan Barang/Jasa (Kontruksi) Unit Layanan Pengadaan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

[r]

Pada hari ini Selasa tanggal Dua puluh Lima bulan September tahun Dua Ribu Dua Belas pukul 10.00 WIB sampai dengan 14.00 WIB, Pokja ULP Kemeneterian Agama

[r]

UPAYA PEMBUKTIAN PENUNTUT UMUM BERDASARKAN HASIL CETAK SCREEN CAPTURE SEBAGAI ALAT BUKTI ELEKTRONIK DAN PERTIMBANGAN HAKIM MEMUTUS TINDAK PIDANA PENGHINAAN MELALUI