GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT
DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT FATIMAH CILACAP
PERIODE JUNI 2007 – MEI 2008
BERDASARKAN INDIKATOR PERESEPAN WHO (1993)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Fetri Rosa Dewi
NIM : 058114004
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
GAMBARAN PENGGUNAAN OBAT
DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT FATIMAH CILACAP
PERIODE JUNI 2007 – MEI 2008
BERDASARKAN INDIKATOR PERESEPAN WHO (1993)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Fetri Rosa Dewi
NIM : 058114004
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
v
Hidup harus dijalani dengan tegar..
Bagaikan matahari yang selalu terbit
walaupun mengalami masa-masa terbenamnya..
Seperti roda yang terus menerus berputar..
Terkadang kita berada di atas dan terkadang kita berada di bawah..
Tidak peduli apabila kita berada di atas atau pun bawah..
hendaknya kita tidak lupa akan Allah yang jauh berada di atas kita..
akan orang-orang yang berada di sekitar kita..
Hidup tidak dapat dijalani seorang diri
Ada banyak orang-orang yang membutuhkan kita..
Ada banyak orang-orang yang menyayangi dan mencinta kita..
Hendaknya kita dapat menjadikan hidup menjadi bermakna..
Untuk kemuliaan Allah..
Untuk keluarga..sahabat..teman..bahkan orang-orang yang tidak kita kenal sekalipun..
Saya persembahkan karya ini untuk:
vi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Yesus Kristus atas segala
kelimpahan rahmat, karunia, dan bimbingan-Nya sehingga pada akhirnya
penyusunan skripsi dapat terselesaikan dengan baik.
Keberhasilan penyusunan skripsi tidak lepas dari doa, dukungan,
bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada :
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma dan dosen penguji atas kritik dan saran yang telah diberikan
untuk kemajuan penyusunan skripsi.
2. Bapak Drs. Riswaka Sudjaswadi, S. U., Apt. selaku dosen pembimbing dan
dosen penguji atas bimbingan, bantuan, kesabaran, kritik dan saran yang
diberikan selama penyusunan skripsi.
3. Bapak Drs. Mulyono, Apt., selaku dosen penguji atas kritik dan saran yang
telah diberikan untuk kemajuan penyusunan skripsi.
4. Bapak Amoroso Katamsi, Sp.KJ selaku Direktur Rumah Sakit Fatimah
Cilacap atas ijin yang diberikan untuk mengadakan penelitian di Rumah Sakit
Fatimah Cilacap.
5. Ibu Marina selaku kepala instalasi farmasi Rumah Sakit Fatimah Cilacap atas
bantuan dan kerjasama yang diberikan selama pengambilan data skripsi.
6. Keluargaku tercinta, mama, papa, Ceni, Cia, Po atas dukungan, bantuan dan
vii
7. Sahabat dan rekan seperjuanganku Dina atas persahabatan, dukungan,
bantuan, kerjasamanya.
8. Sahabatku Anni atas doa, dukungan, kerjasama dan semangat yang telah
diberikan.
9. Teman-temanku di kos Dewi dan mantannya: Siska Suryanto alias Cing2,
Virginia Permatasari alias Oma, Eva Lusiana alias Chubby, Nana Vania alias
Cici dan Elisabeth Eskaria Chandra Kusuma alias Puz Miaw atas semua doa,
persahabatan, dukungan, dan bantuannya selama ini.
10. ”Beruang” atas doa, dukungan, dan semangat yang telah diberikan hingga
terselesaikannya skripsi.
11. Bondan alias ”Muchan” atas dukungan dan kesetiaannya untuk menemani dan
membantu selama penyusunan skripsi serta kesediaannya menjadi ”seksi
sibuk”.
12. Topix atas bantuannya dalam mengkoreksi
abstract
.
13. Segenap karyawan instalasi farmasi Rumah Sakit Fatimah Cilacap yang telah
banyak membantu dalam proses pengambilan data skripsi.
14. Karyawan sekretariat farmasi dan sekretariat (bagian administrasi) Rumah
Sakit Fatimah Cilacap atas bantuan dan kerjasamanya dalam surat menyurat.
15. Teman-temanku di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma angkatan
viii
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi masih mempunyai banyak
kekurangan. Harapan penulis semoga hasil skripsi dapat memberikan manfaat
bagi para pembaca dan ilmu pengetahuan.
x
INTISARI
Indikator peresepan WHO telah lama digunakan di berbagai negara
untuk mengetahui masalah-masalah penggunaan obat yang sangat rawan dan
penting di saat itu. Dalam indikator tersebut, terdapat berbagai parameter, yaitu :
rata-rata jumlah item obat per lembar resep, persentase peresepan obat dengan
nama generik, persentase peresepan antibiotik, persentase peresepan sediaan
injeksi, dan persentase peresepan obat yang sesuai dengan Formularium Rumah
Sakit atau Daftar Obat Esensial Nasional.
Telah dilakukan observasi mengenai gambaran penggunaan obat di
instalasi rawat jalan Rumah Sakit Fatimah periode Juni 2007 – Mei 2008.
Penelitian merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan menggunakan
rancangan deskriptif. Pengumpulan data penelitian dilakukan secara retrospektif
dan teknik sampling berupa
systematic random sampling.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah item obat
per lembar resep sebesar 3,2, persentase peresepan obat dengan nama generik
sebesar 31,15%, persentase peresepan antibiotik sebesar 20,05%, persentase
peresepan sediaan injeksi sebesar 0,62%, persentase peresepan obat yang sesuai
dengan Formularium Rumah Sakit sebesar 60,26%.
xi
ABSTRACT
WHO prescribing indicators had been used in many countries to
investigate the crucial problems in the drug use. There are some parameters of the
indicator, namely: average number of drug per encounter, percentage of drugs
prescribed by generic name, percentage of encounters with an antibiotic
prescribed, percentage of encounters with an injection prescribed, and percentage
of drugs prescribed from formulary or essential drugs list.
Observation about drug use was done for outpatients at the pharmacy
installation of Fatimah Hospital in the period of June 2007 – May 2008. Based on
the non experimental, descriptive design, the study was carried out. Data was
collected retrospectively and based on the systematic random sampling.
The results showed that the average number of drug per encounter is 3.2,
percentage of drugs prescribed by generic name is 31.15%, percentage of
encounters with an antibiotic prescribed is 20.05%, percentage of encounters with
an injection prescribed is 0.62%, percentage of drugs prescribed from formulary is
60.26%.
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL………..
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….
iii
HALAMAN PENGESAHAN………
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN……….
v
PRAKATA……….
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….
ix
INTISARI………
x
ABSTRACT
…………..………
xi
DAFTAR ISI………..
xii
DAFTAR TABEL………..
xv
DAFTAR GAMBAR………..
xvii
DAFTAR LAMPIRAN………...
xviii
BAB I. PENGANTAR………
1
A.
Latar Belakang……….
1
1.
Permasalahan……….
3
2.
Keaslian Penelitian………
3
3.
Manfaat Penelitian……….
4
a.
Manfaat Teoritis………..
4
b.
Manfaat Praktis………
4
B.
Tujuan Penelitian……….
5
xiii
2.
Tujuan Khusus………...
5
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA………
6
A.
Penggunaan Obat Rasional………..
6
B.
Indikator Penggunaan Obat WHO 1993……….
8
C.
Rata-rata Jumlah Obat Per Lembar Resep………..
10
D.
Obat Generik………
11
E.
Antibiotik……….
13
F.
Sediaan Injeksi……….
14
G.
Formularium Rumah Sakit (FRS)………
15
H.
Profil Rumah Sakit Fatimah Cilacap (RSFC)……..………
16
I.
Keterangan Empiris……….
17
BAB III. METODE PENELITIAN………
18
A.
Jenis dan Rancangan Penelitian………..
18
B.
Definisi Operasional Penelitian………..………….
18
C.
Bahan Penelitian.……….
19
D.
Alat Penelitian ……….
19
E.
Teknik Sampling ……….
19
F.
Tata Cara Penelitian……….
20
1. Analisis Situasi………...
20
2. Pengumpulan Data Penelitian………
20
3. Pengolahan Data Penelitian…..……….
21
4. Analisis Data Penelitian……….
21
xiv
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………...
25
A.
Rata-rata Jumlah Item Obat Per Lembar Resep ………….
26
B.
Persentase Peresepan Obat dengan Nama Generik………
30
C.
Persentase Peresepan Antibiotik……….
32
D.
Persentase Peresepan Sediaan Injeksi……….
35
E.
Persentase Peresepan Obat yang Sesuai dengan Formula-
rium Rumah Sakit………
38
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………
41
A.
Kesimpulan………..
41
B.
Saran………
41
DAFTAR PUSTAKA……….
43
LAMPIRAN………
45
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I.
Rincian Pengambilan Sampel Resep pada Peresepan
Pasien Rawat Jalan Rumah di Sakit Fatimah Cilacap
Periode Juni 2007 – Mei 2008...
25
Tabel II.
Rincian Persentase Peresepan oleh Dokter yang
Bekerja di Rumah Sakit Fatimah Cilacap Periode Juni
2007 – Mei 2008...
26
Tabel III.
Rincian Jumlah Item Obat pada Peresepan Pasien
Rawat Jalan di Rumah Sakit Fatimah Cilacap Periode
Juni 2007 – Mei 2008...
27
Tabel IV. Hasil Penelitian Rata-rata Jumlah Item Obat Per
Lembar Resep yang telah Dilakukan di Indonesia dan
Beberapa Rumah Sakit Swasta Sebelumnya...
27
Tabel V.
Rincian Jumlah Obat Per Lembar Resep pada Pasien
Rawat Jalan di Rumah Sakit Fatimah Cilacap Periode
Juni 2007 – Mei 2008...
30
Tabel VI. Hasil Penelitian Persentase Peresepan Obat dengan
Nama Generik yang telah Dilakukan di Indonesia dan
Beberapa Rumah Sakit Swasta Sebelumnya...
31
Tabel VII. Hasil Penelitian Persentase Peresepan Antibiotik yang
telah Dilakukan di Indonesia dan Beberapa Rumah
xvi
Tabel VIII. Rincian Penggolongan Antibiotik pada Peresepan
Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Fatimah Cilacap
Periode Juni 2007 – Mei 2008...
34
Tabel IX.
Hasil Penelitian Persentase Peresepan Sediaan Injeksi
yang telah Dilakukan di Indonesia dan Beberapa
Rumah Sakit Swasta Sebelumnya...
36
Tabel X.
Rincian Penggolongan Injeksi yang Digunakan pada
Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Fatimah Cilacap
Periode Juni 2007- Mei 2008………...
37
Tabel XI. Hasil Penelitian Persentase Peresepan Obat yang
Sesuai dengan FRS yang telah Dilakukan di Indonesia
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Faktor-faktor
yang
Mendorong
Terjadinya
Pengobatan yang Tidak Rasional...
7
Gambar 2. Alur Pelaksanaan Penelitian……….
23
Gambar 3. Diagram Persentase Peresepan Obat dengan Nama
Generik pada Pasien Rawat Jalan Rumah Sakit
Fatimah Cilacap Periode Juni 2007 – Mei 2008…...
30
Gambar 4. Diagram Persentase Peresepan Antibiotik pada Pasien
Rawat Jalan Rumah Sakit Fatimah Cilacap Periode
Juni 2007 – Mei 2008………...
33
Gambar 5. Diagram Persentase Peresepan Sediaan Injeksi pada
Pasien Rawat Jalan Rumah Sakit Fatimah Cilacap
Periode Juni 2007 – Mei 2008………...
36
Gambar 6. Diagram Persentase Peresepan Obat yang Sesuai
dengan FRS pada Pasien Rawat Jalan Rumah Sakit
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Surat Permohonan Ijin Penelitian………..
46
Lampiran 2. Surat Jawaban Permohonan Ijin Penelitian…………...
47
Lampiran 3. Surat Keterangan telah Selesai Melaksanakan Peneli-
tian……….
48
1
BAB I
PENGANTAR
A.
Latar Belakang
Pengobatan yang rasional dapat bermanfaat, baik bagi fasilitas pelayanan
kesehatan maupun bagi pasien. Manfaat itu antara lain adalah tercapainya
peningkatkan mutu pelayanan kesehatan, peningkatan akses terhadap obat esensial
dan dapat mencegah pemborosan sumber dana (terkait dengan faktor
keuangan/ekonomi pasien), menurunkan resiko terjadinya efek samping obat,
kegagalan pengobatan, dan resistensi antimikroba (Anonim, 2003).
Berbagai studi telah mengungkapkan berbagai bentuk ketidaktepatan
penggunaan obat, misalnya polifarmasi, penggunaan antibiotik sembarangan, dan
penggunaan suntikan berlebihan (Anonim, 2003).
Indikator penggunaan obat WHO 1993 telah lama dikembangkan
sebagai salah alat ukur awal dalam mendorong terciptanya pengobatan yang
rasional di fasilitas pelayanan kesehatan. Indikator peresepan merupakan salah
satu bagian indikator penggunaan obat WHO yang dapat digunakan untuk
mengetahui ketepatan penggunaan obat dalam memantau terjadinya tendensi
polifarmasi, banyaknya penggunaan obat generik, antibiotik, sediaan injeksi dan
obat yang sesuai dengan formularium rumah sakit (Anonim, 1993).
Tujuan penelitian adalah untuk melihat gambaran praktek pengobatan
yang berlangsung pada periode dilakukannya penelitian dan membandingkan
meliputi penelitian mengenai gambaran penggunaan obat yang pertama kali
dilakukan oleh WHO di Indonesia dan berbagai penelitian sejenis yang dilakukan
di beberapa rumah sakit swasta. Penelitian pada rumah sakit swasta tersebut
dilakukan pada tahun 2007 (2 penelitian), tahun 2008 (2 penelitian) dan tahun
2009 (1 penelitian).
Dengan mengacu tujuan penelitian tersebut, maka diadakan penelitian di
Rumah Sakit Fatimah Cilacap. Rumah Sakit Fatimah Cilacap merupakan salah
satu fasilitas pelayanan kesehatan yang terkenal di pusat kota Cilacap.
Kepemilikan rumah sakit tersebut bersifat swasta. Rumah sakit tersebut menjadi
tempat pilihan bagi banyak pasien untuk melakukan pengobatan dan pemeriksaan
kesehatan dikarenakan kualitas dan profesionalitas para tenaga kerjanya serta
ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai. Berdasarkan alasan tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa Rumah Sakit Fatimah Cilacap dapat digunakan
sebagai tempat dilakukannya penelitian, disamping karena ketersediaan data yang
memadai.
Pemilihan data pasien rawat jalan disebabkan karena diasumsikan pada
pasien rawat jalan tersebut, monitoring pasien lebih lemah daripada pasien rawat
inap. Oleh karena itu, data pasien rawat jalan dipilih untuk digunakan sebagai
dasar untuk melihat gambaran penggunaan obat pada periode dilakukannya
penelitian.
Pada penelitian, gambaran penggunaan obat di Rumah Sakit Fatimah
Cilacap dilakukan dengan melihat lembar resep. Hal itu disebabkan karena
Dari lembar resep tersebut, maka indikator penggunaan obat yang dapat diamati
hanyalah pada indikator peresepan, disamping karena keterbatasan waktu
penelitian.
Penelitian dilakukan untuk mengetahui ada/tidaknya permasalahan
mengenai pengobatan yang dilakukan di Rumah Sakit Fatimah Cilacap dengan
membandingkannya dengan penelitian indikator peresepan WHO 1993.
Interpretasi data dalam penelitian selanjutnya dapat digunakan sebagai masukan
dalam melakukan pengobatan demi mendukung terciptanya pengobatan rasional.
1. Permasalahan
Permasalahan yang dapat diangkat adalah: seperti apakah gambaran
penggunaan obat di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Fatimah Cilacap periode
Juni 2007 – Mei 2008 yang meliputi:
a.
Berapakah rata-rata jumlah item obat per lembar resep?
b.
Berapakah persentase peresepan obat dengan nama generik?
c.
Berapakah persentase peresepan antibiotik?
d.
Berapakah persentase peresepan sediaan injeksi?
e.
Berapakah persentase peresepan obat yang sesuai dengan Formularium
Rumah Sakit?
2. Keaslian
penelitian
Penelitian serupa yang pernah dilakukan, antara lain mengenai
gambaran penggunaan obat di 20 fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia
(Quick dkk, 1997), di Rumah Sakit Swasta Semarang periode 2006
2007), di Rumah Sakit Swasta Sleman periode 2007 (Kristanto, 2008), di
Rumah Sakit Swasta Yogyakarta periode 2007 (Sindudisastra, 2008), dan di
Rumah Sakit Swasta Yogyakarta periode Desember 2006 – November 2007
(Santoso, 2009).
Adapun perbedaannya adalah lokasi rumah sakit dan periode
dilakukannya penelitian.
3. Manfaat
penelitian
a. Manfaat teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran
mengenai kesesuaian penggunaan obat di instalasi rawat jalan Rumah
Sakit Fatimah Cilacap Periode Juni 2007 – Mei 2008 dengan indikator
peresepan WHO 1993 dan rumah sakit lain, sebagai sarana untuk
mengidentifikasi masalah yang harus diselesaikan lebih dahulu, sehingga
dapat mendorong tercapainya penggunaan obat yang rasional.
b. Manfaat praktis
Manfaat praktis penelitian diharapkan dapat memberikan
masukan pada Rumah Sakit Fatimah Cilacap sebagai wujud nyata dalam
meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian untuk mencapai
B. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan umum
Tujuan umum penelitian adalah untuk membandingkan gambaran
penggunaan obat di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Fatimah Cilacap periode
Juni 2007 – Mei 2008 dengan hasil penelitian sejenis di beberapa rumah sakit
swasta lain.
2. Tujuan khusus
Penelitian bertujuan khusus untuk membandingkan hasil penelitian
tentang masalah berikut dengan hasil-hasil penelitian sejenis yang lain :
a.
rata-rata jumlah item obat per lembar resep untuk pasien rawat jalan.
b.
persentase peresepan obat dengan nama generik untuk pasien rawat jalan.
c.
persentase peresepan antibiotik untuk pasien rawat jalan.
d.
persentase peresepan sediaan injeksi untuk pasien rawat jalan.
e.
persentase peresepan obat yang sesuai dengan Formularium Rumah Sakit
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A.
Penggunaan Obat Rasional
Dalam konferensi para pakar
Rational Use of Drugs
yang
diselenggarakan oleh WHO di Nairobi pada 1985, disebutkan bahwa penggunaan
obat rasional terjadi jika pasien mendapatkan pengobatan sesuai dengan
kebutuhan klinis mereka, dalam dosis yang dibutuhkan secara individu, pada
jangka waktu yang mencukupi, dan pada harga terendah bagi pasien dan
komunitasnya (Quick dkk, 1997).
Menurut Quick dkk (1997), dalam konteks biomedik, penggunaan obat
rasional meliputi kriteria sebagai berikut :
1.
Obat benar;
2.
Tepat indikasi, penulisan resep sesuai dengan pertimbangan medis;
3.
Tepat obat, dengan mempertimbangkan kemanjuran, keamanan, kesesuaian,
dan harga;
4.
Tepat dosis, jalur pemberian, dan durasi terapi;
5.
Tepat pasien, yaitu tidak terdapat kontraindikasi dan efek samping minimal;
6.
Tepat peracikan dan penyaluran obat, termasuk pemberian informasi yang
tepat bagi pasien mengenai obat yang diresepkan;
7.
Pasien taat terhadap terapi.
Pengobatan yang tidak rasional akan berdampak buruk pada sisi medik
(pemborosan sumber daya), dan pada sisi psikososial di masyarakat yaitu
ketergantungan masyarakat pada obat tertentu (injeksi) (Anonim, 1999).
Menurut Quick dkk (1997), ada beberapa faktor yang mendorong
terjadinya pengobatan yang tidak rasional. Faktor-faktor tersebut dapat dilihat dari
empat segi, yaitu sistem kesehatan, penulis resep (
prescriber
), peracik obat
(
dispenser
), dan pasien serta komunitasnya. Penjabaran dari faktor-faktor tersebut
dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :
Gambar 1. Faktor-faktor yang Mendorong Terjadinya
B.
Indikator Penggunaan Obat WHO 1993
Indikator penggunaan obat WHO 1993 digunakan untuk melihat
gambaran penggunaan obat dan perilaku peresepan (
prescribing behaviour
) pada
fasilitas pelayanan kesehatan. Indikator ini dapat digunakan secara cepat dan
efisien untuk mengetahui masalah yang berpotensi terjadi dalam penggunaan obat
dan mendorong menyelesaikan masalah yang harus diutamakan terlebih dahulu
(Anonim, 1993).
Indikator penggunaan obat WHO dikenal sebagai alat ukur awal (
first-line measures
) terbaik untuk menstimulasi pertanyaan lebih lanjut dan untuk
memandu tindakan yang dapat dilakukan selanjutnya (Anonim, 1993).
1.
Tujuan studi penggunaan obat
Menurut Anonim (1993), pada dasarnya tujuan studi penggunaan
obat terbagi menjadi empat kategori :
a.
Menggambarkan praktek pengobatan yang sedang berlangsung.
b.
Membandingkan hasil penelitian fasilitas pelayanan kesehatan atau
peresepan yang didapat.
c.
Memonitor secara periodik dan melakukan pengawasan terhadap perilaku
penggunaan obat.
d.
Menilai pengaruh yang muncul dari suatu interverensi.
2.
Penggolongan indikator penggunaan obat
Indikator penggunaan obat WHO (Anonim, 1993) dibagi menjadi 2
kategori:
1) Indikator peresepan, meliputi :
a)
rata-rata jumlah item obat per lembar resep
b)
persentase peresepan obat dengan nama generik
c)
persentase peresepan antibiotik
d)
persentase peresepan sediaan injeksi
e)
persentase peresepan obat yang sesuai dengan formularium rumah
sakit
2) Indikator pelayanan pasien, meliputi :
a) rata-rata lamanya waktu konsultasi
b) rata-rata lamanya waktu peracikan obat
c) persentase obat-obatan yang berhasil diracik
d) persentase obat-obatan yang berhasil diberi label dengan benar
e) pengetahuan pasien tentang ketepatan dosis
3) Indikator fasilitas kesehatan, meliputi :
a) ketersediaan daftar obat esensial atau formularium
b) ketersediaan obat-obat penting
b.
Indikator pelengkap penggunaan obat (
complementary drug use
indicators
), meliputi :
1)
persentase pasien yang diterapi tanpa obat
2)
rata-rata biaya obat per lembar resep
3)
persentase biaya obat yang dikeluarkan untuk antibiotik
5)
peresepan yang sesuai dengan pedoman pengobatan
6)
persentase kepuasan pasien terhadap perawatan yang diterima
7)
persentase fasilitas kesehatan yang menyediakan informasi obat
C.
Rata-Rata Jumlah Item Obat Per Lembar Resep
Rata-rata jumlah item obat per lembar resep merupakan jumlah item obat
per bulan dibagi dengan jumlah total sampel yang telah ditentukan. Rata-rata
jumlah item obat per lembar resep ini digunakan untuk mengukur besarnya
tendensi polifarmasi (Anonim, 1993).
Polifarmasi yaitu suatu keadaan yang menunjukkan bahwa konsumen
kesehatan mengkonsumsi beberapa obat sekaligus. Dapat juga diasosiasikan
mengkonsumsi berdasarkan resep dan juga menggunakan terlalu banyak
obat-obatan yang tidak perlu pada dosis dan frekuensi yang lebih banyak daripada
esensi terapinya (Anonim, 2007).
Pemberian polifarmasi pada pasien tidak saja menjadi problem di
negara-negara yang sedang berkembang, tapi juga merupakan masalah yang
cukup serius di negara yang telah maju. Banyak obat yang tidak ada hubungannya
dengan penyakit pasien diberikan pada pasien, yang tentu saja merupakan
pemborosan dan meningkatkan insiden penyakit karena obat (Aman, 2008).
Namun, beberapa penggunaan pengobatan sekaligus juga ada yang penting dan
D.
Obat Generik
1. Penggolongan obat-obat berdasarkan merek dagangnya (Anonim, 2008 b),
yaitu:
a.
Obat Paten/Original
Obat paten merupakan obat yang dipasarkan pertama kali oleh
produsen yang menemukan senyawa atau zat aktif obat tersebut melalui
proses riset. Obat-obat ini umumnya dilindungi oleh paten yang berkisar
20-25 tahun sejak senyawa obatnya ditemukan dan dipatenkan. Sebelum
dipasarkan, senyawa/zat aktif obat yang baru ditemukan harus melewati
berbagai uji klinik yang memakan waktu 8-10 tahun. Selama dalam
perlindungan paten, obat jenis ini tidak boleh dibuat oleh produsen lain,
kecuali ada perjanjian khusus. Umumnya obat paten/original masih
didominasi oleh perusahaan-perusahaan asing.
b.
Obat Generik Bermerek (
Branded Generic
)
Obat Generik bermerek atau secara singkat disebut obat
bermerek adalah obat yang dibuat sesuai dengan komposisi obat paten
setelah masa patennya berakhir. Obat Generik bermerek dipasarkan
dengan merek dagang yang ditentukan oleh masing-masing produsennya
dan telah disetujui oleh BPOM. Umumnya harga produk lebih murah
dibandingkan harga obat patennya.
c.
Obat Generik Berlogo
Obat Generik Berlogo (OGB) merupakan obat yang memiliki
dagang. OGB dipasarkan dengan menggunakan nama zat aktif atau nama
senyawa obatnya sebagai nama produknya. OGB mudah dikenali, dari
logonya yaitu berupa lingkaran hijau berlapis-lapis dengan tulisan
GENERIK ditengahnya. Logo OGB terdapat di kemasan luar, di strip obat
atau di label botol obat. OGB memiliki harga yang sangat terjangkau oleh
masyarakat, karena kebijakan harganya ditetapkan oleh Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
2. Standar Mutu OGB
Obat Generik Berlogo (OGB) dibuat untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat terhadap obat-obatan yang terjangkau harganya, dengan kualitas
yang terjamin. Sebab setiap produsen yang memproduksi OGB harus memiliki
sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) yang diterbitkan oleh
pemerintah. Dengan demikian, setiap obat yang diproduksi memenuhi standar
mutu sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan (Anonim, 2008 b).
Setiap obat memiliki spesifikasi yang sama, baik obat paten, obat
bermerek maupun OGB, yaitu berdasarkan farmakope. Farmakope mengatur
mulai dari standar mutu bahan baku sampai dengan mutu obat jadi sehingga
baik obat paten, obat bermerek, maupun OGB memiliki standar mutu yang
sama yaitu mulai dari pemilihan bahan baku sampai diproses menjadi obat jadi
(Anonim, 2008 b).
Obat generik adalah obat jadi dengan nama generik, nama resmi yang
telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan
International Non-proprietary
tersebut ditempatkan sebagai judul monografi sediaan-sediaan obat yang
mengandung nama generik tersebut sebagai zat tunggal (Anonim, 2005).
Obat generik dipasarkan berdasarkan nama bahan aktifnya, tanpa ada
biaya pemasaran sebesar obat bermerek dagang. Idealnya obat tersebut
mempunyai standar keamanan, kemurnian, dan efektivitas yang sama dengan obat
bermerek dagang (Simarcx
,
2008).
Kebijakan obat generik adalah salah satu kebijakan untuk
mengendalikan harga obat, yaitu obat dipasarkan dengan nama bahan aktifnya.
Kebijakan tersebut sering mendapatkan hambatan dari para dokter karena
keraguan akan mutu produk. Untuk itu hasil pemeriksaan mutu dan informasi
mengenai obat generik harus selalu dikomunikasikan kepada pemberi pelayanan
maupun kepada masyarakat luas (Anonim, 2003).
E.
Antibiotik
Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama
fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain.
Antibiotik diharapkan mempunyai toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya,
obat tersebut haruslah bersifat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik
untuk hospes (Setiabudy, R. dan Gan, V.H.S., 1999).
Menurut Anonim (2003), penggolonggan antibiotik berdasarkan
diklasifikasikan sebagai berikut : penisilin, sefalosporin, tetrasiklin,
aminoglikosida, makrolida, kuinolon, antibiotik kombinasi (sulfonamida dan
Setiap antibiotik sangat beragam efektivitasnya dalam melawan berbagai
mikroba, yang juga bergantung pada lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik
mencapai lokasi tersebut (Anonim, 2008 a).
Umumnya antibiotika bekerja sangat spesifik pada suatu proses, mutasi
yang terjadi pada bakteri memungkinkan munculnya
strain
bakteri yang 'kebal'
terhadap antibiotika. Dengan demikian, pemberian antibiotika harus dalam dosis
yang menyebabkan bakteri segera mati dan dalam jangka waktu yang agak
panjang agar mutasi tidak terjadi. Penggunaan antibiotika yang 'tanggung' hanya
membuka peluang munculnya tipe bakteri yang 'kebal' (Anonim, 2008 a).
Halloway dalam
Technical Briefing
Seminar WHO 2004 di Geneva
menyebutkan, dari 30 hingga 60 persen pasien yang mengonsumsi antibiotik,
hanya 10 hingga 25 persen saja yang memerlukannya. Pemakaian obat yang tidak
tepat akan menimbulkan efek samping (
cit
. Pitaloka, 2008).
F.
Sediaan Injeksi
Injeksi atau obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril
bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Pada
umumnya pemberian dengan cara parenteral dilakukan bila diinginkan kerja obat
yang cepat seperti pada keadaan gawat, bila penderita tidak dapat diajak bekerja
sama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan
melalui mulut (oral) atau bila obat itu sendiri tidak efektif dengan cara pemberian
lain. Kecuali suntikan insulin yang umumnya dapat dilakukan sendiri oleh
dokter atau asisten dokter atau perawat dalam pemberian pengobatan (Ansel,
1989).
Penggunaan sediaan injeksi yang berlebihan dapat berdampak pada
meningkatnya resiko efek samping dan mahalnya biaya pengobatan yang harus
dikeluarkan oleh pasien (Anonim, 1993).
G.
Formularium Rumah Sakit (FRS)
Formularium Rumah Sakit (FRS) pada hakekatnya merupakan daftar
produk obat yang telah disepakati untuk dipakai di rumah sakit yang bersangkutan
beserta informasi yang relevan mengenai indikasi, cara penggunaan dan informasi
lain mengenai tiap produk. Adapun tujuan utama pengembangan dan penerapan
FRS adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan melalui pengunaan obat yang
aman, efektif, rasional, dan juga dalam rangka efisiensi biaya pengobatan
(Anonim, 2003).
Pada tempat-tempat pelayanan kesehatan yang tidak memiliki FRS,
umumnya digunakan Daftar Obat Essensial Nasional (DOEN) sebagai pedoman
pengobatan. DOEN merupakan daftar yang berisi nama obat yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terbanyak. Kebijakan obat esensial
merupakan penerapan konsep pemilihan obat. Dari sisi kesehatan masyarakat,
kebijakan tersebut merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan dan upaya
pemerataan obat bagi masyarakat luas. Dari sisi medis, obat esensial sedikit
banyak dapat dikaitkan dengan obat pilihan utama (
drug of choice
). Dalam hal itu
paling ekonomis dan paling sesuai dengan sistem pelayanan kesehatan yang ada
yang dimasukkan sebagai obat esensial (Anonim, 2003).
Tujuan kebijakan obat esensial adalah untuk meningkatkan ketepatan,
keamanan, kerasionalan penggunaan, dan pengelolaan obat yang sekaligus
meningkatkan daya guna dan hasil guna biaya yang tersedia sebagai salah satu
langkah untuk memperluas, memeratakan dan meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan kepada masyarakat (Anonim 2003).
H.
Profil Rumah Sakit Fatimah Cilacap (RSFC)
Rumah Sakit Fatimah Cilacap (RSFC) merupakan rumah sakit swasta
yang telah berdiri sejak 10 September 1992. Rumah sakit tersebut adalah rumah
sakit tipe C non pendidikan (mempunyai tempat tidur sebanyak ± 100-150 tempat
tidur) atau apabila digolongkan dalam klasifikasi rumah sakit swasta termasuk
rumah sakit golongan madya. Rumah sakit tersebut terletak di pusat kota Cilacap,
yaitu Jalan Ir. H. Juanda No. 20 Kelurahan Kebonmanis Kecamatan Cilacap
Utara, dengan luas area 23.002 m
2.
Adapun fasilitas yang disediakan Rumah Sakit Fatimah Cilacap (RSFC)
meliputi: IGD, unit rawat jalan, unit tindakan medik, unit pelayanan penunjang,
dan unit rawat inap.
Saat ini, Rumah Sakit Fatimah Cilacap (RSFC) dikepalai oleh Dr. H.
Amoroso Katamsi, S.KJ., MM. selaku direktur rumah sakit. Rumah sakit tersebut
mempekerjakan beberapa dokter dengan rincian sebagai berikut : 12 orang dokter
ginekologi, 3 orang dokter spesialis bedah, 2 orang dokter spesialis penyakit
dalam, 2 orang dokter spesialis saraf, 1 orang dokter spesialis kedokteran jiwa, 1
orang dokter spesialis mata, 1 orang dokter spesialis radiologi, 1 orang dokter
spesialis mata, 1 orang dokter spesialis THT dan 1 orang dokter gigi.
Pada instalasi farmasi, rumah sakit ini mempunyai 1 orang apoteker, 6
orang asisten apoteker, 3 orang tenaga administrasi umum, 3 orang petugas
gudang, 6 orang kasir dan 1 orang
office boy
.
I. Keterangan Empiris
Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran penggunaan obat
pasien rawat jalan di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Fatimah Cilacap pada
periode Juni 2007 – Mei 2008 berdasarkan indikator peresepan WHO 1993,
meliputi:
1.
rata-rata jumlah item obat per lembar resep.
2.
persentase peresepan obat dengan nama generik.
3.
persentase peresepan antibiotik.
4.
persentase peresepan sediaan injeksi.
5.
persentase peresepan obat yang sesuai dengan Formularium Rumah Sakit
18
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Merupakan penelitian noneksperimental dengan menggunakan
rancangan deskriptif, karena pada penelitian yang bersangkutan tidak melakukan
kontrol dan perlakuan terhadap data. Menurut Best (1982), rancangan penelitian
deskriptif merupakan penelitian yang berusaha menggambarkan dan
menginterpretasikan obyek sesuai apa adanya (
cit
. Hartoto, 2009). Pengumpulan
data dilakukan secara retrospektif dengan menggunakan data yang telah lalu.
B. Definisi Operasional Penelitian
1. Resep adalah resep dari dokter praktek yang bekerja di Rumah Sakit Fatimah
Cilacap dan masuk ke instalasi farmasi Rumah Sakit Fatimah Cilacap.
2. Pasien rawat jalan adalah pasien yang melakukan pengobatan pada rumah
sakit yang bersangkutan yaitu pasien yang tidak menginap di rumah sakit
(termasuk pasien yang dirawat di Instalasi Gawat Darurat selama 2-6 jam yang
kemudian keadaaannnya membaik dan diperbolehkan pulang).
3. Obat adalah semua zat baik dari alam atau kimiawi yang dalam dosis yang
tepat atau layak dapat menyembuhkan, meringankan atau mencegah penyakit
atau gejala-gejalanya. Obat yang masuk dalam resep racikan dihitung sebagai
1 obat.
5. Antibiotik adalah antibiotik yang sesuai dengan klasifikasi yang tercantum
dalam IONI 2000.
6. Formularium Rumah Sakit yang digunakan adalah Formularium Rumah Sakit
Fatimah Cilacap periode 2002.
C. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian berupa lembar resep yang
masuk ke instalasi farmasi rawat jalan Rumah Sakit Fatimah Cilacap periode Juni
2007 – Mei 2008.
D. Alat Penelitian
Alat yang digunakan berupa Formularium Rumah Sakit, ISO Indonesia
(2006), dan IONI 2000 (2003).
E. Teknik Sampling
Penelitian menggunakan teknik sampling berupa pengambilan sampel
secara
systematic random sampling
. Jumlah sampel per bulan ditentukan oleh
perbandingan jumlah resep per bulan dengan jumlah total resep selama 1 tahun,
F. Tata Cara Penelitian
1. Analisis situasi
Dalam analisis situasi dilakukan pendekatan dengan pihak rumah
sakit terkait mengenai kemungkinan diadakannya penelitian sehubungan
dengan ijin melakukan penelitian dan jumlah lembar resep pasien rawat jalan
yang tersedia. Namun sebelum melakukan pendekatan dengan pihak rumah
sakit, telah dilakukan pertimbangan untuk melakukan penelitian dengan
mengacu pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan dan dengan
berbagai referensi.
2. Pengumpulan data penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian diperoleh dengan cara
mengumpulkan dan menyalin resep yang masuk ke instalasi farmasi rawat
jalan Rumah Sakit Fatimah Cilacap periode Juni 2007 – Mei 2008.
Dari penelitian diketahui resep yang masuk sebanyak 10.977 lembar
resep. Dari jumlah tersebut, diambil 600 lembar resep sebagai sampel
penelitian. Pengambilan data dilakukan menggunakan
systematic random
sampling
. Sampel diambil berdasarkan nomor urut dengan menggunakan
interval tertentu. Nilai interval diperoleh dari rasio jumlah lembar resep per
bulan dengan jumlah sampel per bulan yang telah ditentukan.
Pengambilan sampel pertama dilakukan dengan menggunakan nilai
tengah interval. Untuk pengambilan sampel selanjutnya adalah nomor urut
3. Pengolahan
data
penelitian
Pengolahan data dilakukan dengan menyusun data dan
mengelompokkannya dalam beberapa golongan sesuai dengan kategori obat
tersebut. Penggolongan obat dilakukan berdasarkan ISO Indonesia 2006, IONI
2000, FRS Fatimah Cilacap 2002. Setelah obat tersebut digolongkan dalam
kategori-kategori tertentu, maka hasil data tersebut diinterpretasikan. Untuk
mendukung data yang diperlukan, juga dilakukan wawancara dengan pihak
Rumah Sakit Fatimah Cilacap.
4. Analisis data penelitian
Dari hasil data yang telah diolah dalam penelitian ini kemudian
dilakukan perhitungan rata-rata jumlah item obat per lembar resep, persentase
peresepan obat dengan nama generik, persentase peresepan antibiotik,
persentase peresepan sediaan injeksi dan persentase peresepan obat yang
sesuai dengan Formularium Rumah Sakit. Setelah mendapatkan hasil
perhitungan, maka hasil penelitian ini dibandingkan dengan hasil penelitian
menggunakan indikator peresepan WHO 1993 yang telah dilakukan
sebelumnya di 20 tempat pelayanan kesehatan di Indonesia.
Perhitungan hasil penelitian dilakukan sebagai berikut :
a. Rata-rata jumlah item obat per lembar resep merupakan perbandingan
antara jumlah obat yang diresepkan dan jumlah lembar resep.
N = jumlah item obat yang diresepkan
R = jumlah lembar resep sampel
b. Persentase peresepan obat dengan nama generik merupakan perbandingan
jumlah item obat generik yang diresepkan dengan jumlah item obat
keseluruhan yang diresepkan dikalikan 100%.
G = jumlah item obat dengan nama generik yang diresepkan
N = jumlah item obat keseluruhan yang diresepkan
Perhitungannya
=
G
N
×
100%
c. Persentase peresepan antibiotik merupakan perbandingan jumlah item obat
antibiotik yang diresepkan dengan jumlah item obat keseluruhan yang
diresepkan dikalikan 100%.
A = jumlah item obat antibiotik yang diresepkan
N = jumlah item obat keseluruhan yang diresepkan
Perhitungannya =
A
N
×
100%
d. Persentase peresepan sediaan injeksi merupakan perbandingan jumlah item
obat injeksi yang diresepkan dengan jumlah item obat keseluruhan yang
diresepkan dikalikan 100%.
I = jumlah item obat dengan sediaan injeksi yang diresepkan
N = jumlah item obat keseluruhan yang diresepkan
Perhitungannya =
I
N
×
100%
e. Persentase peresepan obat yang sesuai dengan Formularium Rumah Sakit
merupakan perbandingan jumlah masing-masing item obat yang sesuai
dengan Formularium Rumah Sakit dengan jumlah item obat keseluruhan
yang diresepkan dikalikan 100%.
Analisis Situasi
1.
Pengumpulan resep yang masuk ke instalasi farmasi rawat
jalan Rumah Sakit Fatimah Cilacap periode Juni 2007 – Mei
2008.
2.
Penetapan jumlah sampel dan pengambilan sampel
berdasarkan
systematic random sampling
.
3.
Penyalinan resep, berupa : nomor, tanggal resep, umur pasien,
isi resep dan jumlah obat tiap lembar resep.
Pengumpulan Data Penelitian
Penyusunan obat berdasarkan sesuai dengan kategori obat sebagai
berikut :
1.
Obat dengan nama generik
2.
Antibiotik dan golongannya
3.
Injeksi
4.
Obat yang sesuai dengan Formularium Rumah Sakit
Analisis Data Penelitian
Perhitungan :
1.
rata-rata jumlah item obat per lembar resep,
2.
persentase peresepan obat dengan nama generik,
3.
persentase peresepan antibiotik,
4.
persentase peresepan injeksi, dan
5.
persentase peresepan obat yang sesuai dengan Formularium
Rumah Sakit
Pengolahan Data Penelitian
Penyusunan obat berdasarkan sesuai dengan kategori obat sebagai
berikut :
1.
Obat dengan nama generik
2.
Antibiotik dan golongannya
3.
Injeksi
4.
Obat yang sesuai dengan Formularium Rumah Sakit
N = jumlah item obat keseluruhan yang diresepkan
Perhitungannya =
F
N
×
100%
↓
↓
↓
G. Keterbatasan Penelitian
Penelitian mempunyai keterbatasan yaitu penggunaan obat lebih lanjut
pada pasien tidak dapat diketahui karena peresepan yang diperoleh hanya
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, dilakukan analisis peresepan berdasarkan indikator
peresepan WHO dari peresepan Rumah Sakit Fatimah Cilacap yang masuk pada
Juni 2007 hingga Mei 2008. Dalam periode tersebut, terdapat 10.977 lembar
resep. Dari 10.977 lembar resep tersebut, diambil 600 lembar resep untuk menjadi
sampel. Sampel diambil dengan menggunakan
systematic random sampling
,
dengan interval 18. Berikut adalah rincian pengambilan sampel yang dibagi dalam
12 bulan selama periode penelitian :
Tabel I. Rincian Pengambilan Sampel
pada Peresepan Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Fatimah Cilacap
Periode Juni 2007 – Mei 2008
No.
Periode
Jumlah Lembar
Resep yang Masuk
Jumlah Sampel
1. Juni
2007
722
39
2. Juli
2007
743
41
3. Agustus
2007
781
43
4. September
2007
714
39
5. Oktober
2007
812
44
6. November
2007
1.021
56
7. Desember
2007
982
54
8. Januari
2008
1.059
58
9. Februari
2008
1.031
56
10. Maret
2008
1.120
61
11. April
2008
980
54
12. Mei
2008
1.012
55
Total
10.977
600
Dari hasil data peresepan dapat diketahui bahwa sebagian besar obat
diresepkan oleh dokter umum. Hal ini dapat disebabkan karena jumlah dokter
dibandingkan dengan dokter spesialis. Berikut adalah rincian persentase peresepan
oleh dokter :
Tabel II. Rincian Persentase Peresepan oleh Dokter yang Bekerja
di Rumah Sakit Fatimah Cilacap Periode Juni 2007 – Mei 2008
No. Dokter
Jumlah Peresepan
(Lembar Resep)
Persentase
(%)
Jumlah
Obat
Purata
1. Umum
346
57,67
1149
3,3
2. Sp.
Anak
79
13,17
284
3,6
3.
Sp. Obstetrik dan
Ginekologi
41 6,83
87
2,1
4. Sp.
Penyakit
Dalam
41
6,83
165
4,0
5. Gigi
40
6,67
103
2,6
6. Sp.Bedah
24
4,00
40
1,7
7. Sp.
THT
18
3,00
61
3,4
8.
Sp. Kedokteran Jiwa
7
1,17
20
2,8
9. Sp.
Mata
2
0,33
5
2,5
10. Sp.
Radiologi
2
0,33
6
2,5
Total 600
100,00
1920
3,2
A. Rata-rata Jumlah Item Obat Per Lembar Resep
Di Indonesia, dalam hal ini khususnya Rumah Sakit Fatimah Cilacap,
tingkat peresepan obat sebagai racikan cukup besar. Oleh sebab itu, dalam
penelitian, perhitungan data pada obat dalam racikan dihitung sebagai 1 obat. Dari
perhitungan tersebut, maka diperoleh jumlah total item obat sebesar 1920 item
dan rata-rata jumlah item obat per lembar resep sebesar 3,2 item. Menurut WHO,
sebaiknya rata-rata item obat yang diresepkan adalah 2 item untuk setiap
diagnosisnya. Hal itu dikarenakan obat yang digunakan untuk terapi penyakit dan
tingkat keparahan tertentu, harus diberikan dalam bentuk obat kombinasi (paling
sedikit terdiri dari 2 item obat).
Berikut adalah rincian jumlah item obat per bulan pada peresepan pasien
Tabel III. Rincian Jumlah Item Obat pada Peresepan Pasien Rawat Jalan
di Rumah Sakit Fatimah Cilacap Periode Juni 2007 – Mei 2008
No. Periode
Jumlah
Item Obat
Jumlah
Lembar Resep
Purata
1. Juni
2007
123
39
3,1
2. Juli
2007
134
41
3,3
3. Agustus
2007
133
43
3,1
4. September
2007
129
39
3,3
5. Oktober
2007
145
44
3,3
6. November
2007
174
56
3,1
7. Desember
2007
177
54
3,3
8. Januari
2008
190
58
3,3
9. Februari
2008
200
56
3,6
10. Maret
2008
189
61
3,1
11. April
2008
184
54
3,4
12. Mei
2008
142
55
2,6
Total 1920 600 3,2
Tabel IV. Hasil Penelitian Rata-rata Jumlah Item Obat Per Lembar Resep
yang telah Dilakukan di Indonesia dan
Beberapa Rumah Sakit Swasta Sebelumnya
Penelitian Sebelumnya
Rata-rata Jumlah Item Obat
Per Lembar Resep
Quick dkk (1997)
3,30
Santoso (2009)
2,83
Utami (2007)
2,80
Sudarmono (2007)
2,71
Sindudisastra (2008)
2,59
Kristanto (2008)
2,33
Dari tabel IV, dapat dilihat bahwa hasil penelitian di RSFC berada di
antara hasil penelitian Quick dkk dan Santoso, menduduki peringkat 2 teratas.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa rata-rata jumlah item obat per lembar
resep relatif tinggi dan dapat menimbulkan kecenderungan terjadinya polifarmasi,
meningkatnya efek samping obat maupun interaksi obat yang merugikan dan juga
Secara keseluruhan besarnya rata-rata jumlah item obat juga dipengaruhi
oleh adanya lingkaran setan (
vicious circle
) antara dokter (
prescriber
) dan pasien,
yaitu lingkaran yang tidak berujung pangkal (Quick dkk., 1997). Misalnya, di satu
sisi pasien bersikap pasif dalam menerima semua obat (pengobatan) yang
diresepkan oleh dokter karena pasien mengganggap bahwa semakin banyak obat,
maka obat tersebut akan semakin manjur. Di lain pihak, dokter (
prescriber
)
berasumsi bahwa pasienlah yang menginginkan begitu banyak obat karena
banyaknya keluhan pasien, bahkan terkadang pengobatan hanya dilakukan untuk
mengatasi keluhan (gejala-gejala) yang muncul, bukan pada penyakit itu sendiri.
Padahal dalam kenyataannya, meningkatnya jumlah obat akan sebanding dengan
kemungkinan terjadinya polifarmasi. Oleh karena itu, butuh pertimbangan yang
bijak dalam peresepan obat bagi pasien dan hendaknya pasien memperoleh
manfaat yang maksimal serta resiko yang seminimal mungkin.
Jika dilihat dari tabel II (Rincian Persentase Peresepan oleh Dokter yang
Bekerja di Rumah Sakit Fatimah Cilacap), maka diketahui bahwa rata-rata jumlah
item obat per lembar resep (purata) keempat terbanyak dilakukan oleh dokter
spesialis penyakit dalam (4,0 item obat), spesialis anak (3,6 item obat), spesialis
THT (3,4 item obat) dan dokter umum (3,3 item obat). Dari hasil tersebut, dapat
diketahui bahwa terdapat kecenderungan terjadinya polifarmasi. Namun ada
tidaknya polifarmasi dalam peresepan tidak dapat diketahui secara jelas karena
membutuhkan analisis lebih lanjut yang mengacu pada rekam medis pasien yang
Secara keseluruhan, besarnya rata-rata jumlah item obat per lembar resep
yang diresepkan oleh para dokter spesialis tersebut dapat dikarenakan beberapa
pertimbangan, antara lain obat untuk diagnosis utama, obat untuk mengatasi
komplikasi atau efek samping obat utama, obat untuk mengatasi penyakit penyerta
dan juga suplemen penambah daya tahan tubuh.
Rata-rata jumlah item obat per lembar resep yang diresepkan oleh dokter
spesialis penyakit dalam (4,0 item obat) dapat dimengerti mengingat banyaknya
diagnosis penyakit pada pasien, yang biasanya merupakan penyakit komplikasi
sehingga membutuhkan cukup banyak obat untuk menanganinya.
Dari tabel II dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah item obat per lembar
resep yang diresepkan oleh dokter spesialis anak cukup besar (3,6 item obat). Hal
itu disebabkan karena banyak terdapat resep yang berupa racikan (sebagai puyer)
yang mengandung antibiotik dan vitamin-vitamin. Bentuk sediaan puyer tersebut
sangat efektif untuk meningkatkan kepatuhan pasien anak untuk minum obat.
Namun, di luar resep racikan tersebut terkadang juga ditambahkan suplemen lain.
Rata-rata jumlah item obat per lembar resep yang diresepkan oleh dokter
spesialis THT adalah 3,4 item obat. Hal itu disebabkan karena tingginya
peresepan antibiotik dan antiinflamasi. Dari indikasi obat yang diresepkan,
sebagian besar pasien mengalami peradangan sehingga dibutuhkan obat-obat
tersebut.
Rata-rata jumlah item obat per lembar resep yang diresepkan oleh dokter
umum adalah 3,3 item obat. Jumlah item obat ini cukup besar untuk peresepan
Obat
Non Generik
68,85%
Obat
Generik
31,15%
Tabel V. Rincian Jumlah Obat Per Lembar Resep pada Pasien Rawat Jalan
di Rumah Sakit Fatimah Cilacap Periode Juni 2007 – Mei 2008
No.
Jumlah Obat
Per Lembar Resep
Jumlah
Item Obat
Jumlah
Total Obat
Persentase
Jumlah Item Obat (%)
1. 1
57
57
2,97
14,79
17,76
2. 2
142
284
3. 3
191
573
29,84
25,00
11,20
8,13
5,10
2,50
0,47
82,24
4. 4
120
480
5. 5
43
215
6. 6
26
156
7. 7
14
98
8. 8
6 48
9. 9
1 9
Total 600
1920 100,00
B. Persentase Peresepan Obat dengan Nama Generik
Perhitungan persentase peresepan obat dengan nama generik bertujuan
untuk mengukur tendensi peresepan obat dengan nama generik. Dari hasil
penelitian, diketahui persentase peresepan obat dengan nama generik adalah
sebesar 31,15%.
Tabel VI. Hasil Penelitian Persentase Peresepan Obat dengan Nama Generik
yang telah Dilakukan di Indonesia dan
Beberapa Rumah Sakit Swasta Sebelumnya
Penelitian Sebelumnya
Persentase Peresepan Obat
dengan Nama Generik
Quick dkk (1997)
59,00%
Utami (2007)
38,10%
Sindudisastra (2008)
24,33%
Santoso (2009)
22,78%
Kristanto (2008)
22,32%
Sudarmono (2007)
15,22%
Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, maka hasil penelitian
di RSFC cukup tinggi, yaitu berada di antara hasil penelitian Utami dan
Sindudisastra, menduduki peringkat 3 teratas. Namun, jika mengacu pada
kepentingan pasien kelas ekonomi menengah ke bawah, persentase tersebut masih
rendah.
Sebenarnya pemerintah telah mengatur kebijakan mengenai harga obat
generik, yang menyebabkan harga obat generik dapat jauh berada di bawah harga
obat bermerek dagang yang membutuhkan promosi lebih besar. Tujuan penetapan
harga obat generik tidak lain adalah agar harga obat dapat terjangkau oleh
masyarakat. Bahkan pemerintah juga telah mengatur penggunaan obat generik
pada rumah sakit. Namun, penetapan penggunaan obat generik hanya berlaku
untuk rumah sakit pemerintah. Hal itu mungkin dapat menjadi salah satu
penyebab rendahnya peresepan obat generik sehubungan dengan kepemilikan
Rumah Sakit Fatimah Cilacap yang merupakan rumah sakit swasta.
Sebagian besar pasien Rumah Sakit Fatimah Cilacap merupakan
masyarakat kelas ekonomi menengah ke atas. Oleh sebab itu, rendahnya
diasumsikan pasien tidak akan terbebani biaya pengobatan. Namun, pada rumah
sakit yang sebagian besar pasiennya merupakan pasien kelas ekonomi menengah
ke bawah, rendahnya persentase peresepan obat generik sangat berpengaruh pada
besarnya biaya pengobatan yang dikeluarkan oleh pasien. Hal itu tentu saja sangat
merugikan pasien, terutama bagi pasien dengan kelas ekonomi yang kurang
mampu. Jika hal ini tidak ditangani dengan baik, maka dapat dimungkinkan efek
terapi yang diinginkan untuk tercapainya pengobatan yang optimum kurang dapat
tercapai.
C. Persentase Peresepan Antibiotik
Tujuan perhitungan persentase peresepan antibiotik adalah untuk
mengetahui adanya penggunaan antibiotik yang berlebihan yang juga berdampak
pada besarnya biaya pengobatan yang harus dikeluarkan oleh pasien. Jika
persentase peresepan antibiotik tinggi, maka dibutuhkan perhatian khusus untuk
mencegah terjadinya efek samping yang merugikan, kemungkinan resistensi dan
meningkatnya biaya pengobatan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase
Non
Antibiotik
79,95%
Antibiotik
20,05%
Gambar 4. Diagram Persentase Peresepan Antibiotik pada
Pasien Rawat Jalan Rumah Sakit Fatimah Cilacap
Periode Juni 2007 – Mei 2008
Tabel VII. Hasil Penelitian Persentase Peresepan Antibiotik
yang telah Dilakukan di Indonesia dan
Beberapa Rumah Sakit Swasta Sebelumnya
Penelitian Sebelumnya
Persentase Peresepan
Antibiotik
Quick dkk (1997)
43,00%
Sudarmono (2007)
24,42%
Utami (2007)
20,12%
Sindudisastra (2008)
16,96%
Kristanto (2008)
15,44%
Santoso (2009)
15,35%
Dari tabel VII, dapat diketahui bahwa hasil penelitian di RSFC berada
di antara hasil penelitian Utami dan Sindudisastra, menduduki peringkat 4 teratas.
Hal itu berarti persentase peresepan antibiotik di RSFC relatif cukup tinggi.
Namun apabila dibandingkan dengan nilai estimasi terbaik hasil penelitian WHO
yang sebelumnya telah dilakukan (22,70%), hasil penelitian di RSFC ini lebih
rendah. Oleh karena itu, dapat diasumsikan bahwa peresepan antibiotik di RSFC
Tabel VIII. Rincian Penggolongan Antibiotik pada Peresepan Pasien Rawat
Jalan di Rumah Sakit Fatimah Cilacap Periode Juni 2007 – Mei 2008
No. Golongan
Antibiotik
Jenis
Antibiotik
Jumlah
Item
Obat
Persentase
(%)
Total
Persentase
(%)
N
1. Penisilin
Amoksisilin 105 5,47
5,57
1920
Sultamisilin 2 0,10
2. Sefalosporin
generasi I
Sefadroksil 59
3,07
4,68
Sefapirin 1
0,05
generasi III Sefiksim
30
1,56
3. Kuinolon
Siprofloksasin 53 2,76
3,23
Levofloksasin 4 0,21
Ofloksasin 3
0,16
Pefloksasin 1
0,05
Asam pipemidat
1
0,05
4. Antibiotik
lain
Tiamfenikol
26 1,35
3,18
Klindamisin 22 1,15
Linkomisin 9
0,47
Kloramfenikol 4 0,21
5. Aminoglikosida
Gentamisin
33
1,72
1,72
6. Antibiotik
kombinasi
Sulfonamid dan
Trimetoprim
15 0,78 0,78
7. Makrolida
Eritromisin 7
0,37
0,58
Roksitromisin 4 0,21
8. Tetrasiklin
Doksisiklin
4
0,21
0,31
Tetrasiklin 1
0,05
Oksitetrasiklin 1 0,05
Total
385
20,05
20,05
Dari lampiran data dapat dilihat bahwa peresepan antibiotik banyak
dijumpai pada peresepan obat yang diindikasikan untuk batuk dan flu. Padahal
sebagian besar kasus batuk dan flu ternyata disebabkan oleh infeksi virus, yang
tentu saja tidak dapat disembuhkan dengan antibiotik. Bahkan, sebuah lembaga di
Inggris yang bernama
Specialist Advisory Committee on Antimicrobial Resistance
(SACAR) menghimbau masyarakat, juga kalangan kedokteran untuk tidak selalu
Pertimbangan peresepan antibiotik dilakukan dengan melihat kondisi
pasien. Di beberapa negara, peresepan antibiotik baru dilakukan setelah dokter
mendapatkan hasil pemeriksaan penunjang berupa uji kepekaan kuman. Hal itu
bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi dan efek samping yang merugikan
pasien. Namun dalam prakteknya, tidak mungkin melakukan pemeriksaan
mikrobiologis untuk setiap pasien yang dicurigai menderita suatu infeksi.
Pemberian antibiotik tanpa pemeriksaan mikrobiologis dapat didasarkan pada
dugaan infeksi yang muncul (
educated guess
) (Anonim, 2003).
Dari keseluruhan peresepan antibiotik, amoksisilin merupakan antibiotik
golongan penisilin yang paling banyak diresepkan. Hal itu karena amoksisilin
merupakan antibiotik yang mempunyai spektrum luas, yang dapat bekerja baik
pada bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif, dengan efek samping
ringan.
D. Persentase Peresepan Sediaan Injeksi
Peresepan sediaan injeksi bertujuan untuk mendapatkan efek yang lebih
cepat, kadar obat yang tepat (tidak mengalami degradasi kadar). Penyuntikan
sediaan injeksi umumnya dilakukan oleh tenaga medis, namun dapat juga
dilakukan oleh pasien untuk alasan tertentu, misalnya setelah diberi konseling dan
latihan yang cukup. Hal itu bertujuan untuk memastikan tercapainya efek terapi
optimum obat tersebut dan mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan.
Dari hasil penelitian, besarnya persentase peresepan sediaan injeksi adalah
Non Injeksi
99,38%
Injeksi
0,62%
Gambar 5. Diagram Persentase Peresepan Sediaan Injeksi
pada Pasien Rawat Jalan Rumah Sakit Fatimah
Cilacap Periode Juni 2007 – Mei 2008
Tabel IX. Hasil Penelitian Persentase Peresepan Sediaan Injeksi
yang telah Dilakukan di Indonesia dan
Beberapa Rumah Sakit Swasta Sebelumnya
Penelitian Sebelumnya
Persentase Peresepan
Sediaan Injeksi
Quick dkk (1997)
17,00%
Santoso (2009)
1,77%
Utami (2007)
1,46%
Sudarmono (2007)
0,55%
Sindudisastra (2008)
0,35%
Kristanto (2008)
0,21%
Hasil penelitian di RSFC jika dibandingkan dengan penelitian
sebelumnya berada di antara hasil penelitian Utami dan Sudarmono, menduduki
peringkat 4 teratas. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa persentase
peresepan sediaan injeksi di RSFC sudah cukup rendah.
Dari keseluruhan peresepan, pemberian obat dengan sediaan injeksi
dapat dimengerti karena pemberian dengan sediaan tersebut benar-benar
mengenai penggunaan obat yang berlebihan (
overuse
) yang dapat menyebabkan
efek samping dan pengeluaran biaya berobat yang terlalu besar.
Berikut adalah rincian penggolongan sediaan injeksi yang terdapat dalam
peresepan Rumah Sakit Fatimah Cilacap :
Tabel X. Rincian Penggolongan Sediaan Injeksi yang Digunakan
pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Fatimah Cilacap
Periode Juni 2007 - Mei 2008
No. Jenis
Injeksi
Jumlah
Item Obat
Persentase (%)
N
1. Cyclofem
injeksi
6
0,31
1920
2. Humulin
injeksi
3
0,16
3. Epinefrin
injeksi
1
0,05
4.
Ephedrin HCl injeksi
1
0,05
5. Primperan
injeksi
1
0,05
Total 12
0,62
Dari tabel X, dapat dilihat bahwa persentase peresepan sediaan injeksi
yang terbanyak adalah Cyclofem injeksi. Hal itu disebabkan karena jumlah wanita
yang mengikuti anjuran program KB cukup besar. Selain itu, pemberian Cyclofem
injeksi tiap bulan cukup efektif sebagai kontrasepsi. Penyuntikan Cyclofem
dilakukan di rumah sakit oleh dokter atau tenaga ahli yang lain.
Peresepan Humulin injeksi untuk pasien penderita diabetes melitus tipe 1
(IDDM) sehingga membutuhkan asupan insulin dari luar. Untuk alasan
kepraktisan, pasien yang menderita diabetes melitus tipe 1 diperbolehkan untuk
menyuntik insulin sendiri, setelah diberikan konseling dan latihan yang cukup.
Epinefrin injeksi dalam peresepan diberikan bersama dengan lidokain
injeksi oleh dokter gigi untuk tindakan pembiusan sebelum dilakukan pencabutan
untuk anestesi lokal. Lidokain tidak tercantum dalam peresepan dikarenakan
menurut keterangan instalasi, permintaan lidokain melalui jalur khusus.
Peresepan ephedrin HCl injeksi pada pasien rawat jalan bertujuan untuk
mengatasi obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada pasien dengan kondisi
tersebut, pemberian ephedrin HCl injeksi sesegera mungkin sangat diperlukan
sebelum pasien mendapatkan bantuan medis yang memadai. Setelah kondisi
pasien membaik, maka pasien diperbolehkan pulang. Hal itu juga dilakukan dalam
tindakan kegawatdaruratan, seperti sesak nafas/kesulitan pernafasan.
Peresepan Primperan ditujukan untuk mengatasi gangguan pencernaan
seperti mual dan muntah pada pasien. Pertimbangan pemberian bentuk sediaan
injeksi pada pasien rawat jalan tersebut berkaitan dengan kesulitan pasien untuk
dapat mengkonsumsi obat melalui jalur per oral. Oleh karena itu, pemberian
Primperan injeksi dirasa lebih efektif.
E. Persentase Peresepan Obat yang Sesuai dengan
Formularium Rumah Sakit
Persentase obat yang sesuai dengan FRS bertujuan untuk mengetahui
tingkat kepatuhan dokter dalam meresepkan obat yang tercantum dalam FRS.
Hasil penelitian menunjukkan persentase obat yang sesuai dengan FRS adalah
Peresepan
Tidak Sesuai
FRS
39,74%
Peresepan
Sesuai FRS
60,26%
Gambar 6. Diagram Persentase Peresepan Obat yang Sesuai
dengan FRS pada Pasien Rawat Jalan Rumah
Sakit Fatimah Cilacap