BAB VII
RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA
7.1. Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari
lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan
yangmempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai
penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan
permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.
Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari
pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas
permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan
perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan
yang terdiri atas permukiman nelayan dan permukiman adat
(kampung bajo).
7.1.1. Kondisi Eksisting Permukiman Kumuh Perdesaan
1. Kecamatan Lakudo
Berdasarkan hasil pengumpulan data Kecamatan Lakudo
terdiri dari 12 desa dan 3 Kelurahan. Dimana keberadaan permukiman
dengan jumlah bangunan yang terdata berjumlah 3325 rumah dengan
kondisi fisik bangunan permanen berjumlah 973 dan bangunan non
permanen 1407. Sebagian besar Kecamatan Lakudo sudah terlayani
baku air minum dari PDAM dan ada juga mata air yang digunakan
sebagai sumber air. Untuk keberdaan MCK di Kecamatan Lakudo
hampir semua desa yang ada telah memiliki MCK hanya saja pada desa
Wongko Matawine yang menggunakan MCK umum dan belum yang
memiliki lebih banyak dengan jumlah 155 dan 149. Dari data
ttinggi berada di Ibukota Kecamatan, dengan keteraturan bangun yang
terkontrol oleh jaringan jalan. Memiliki jangkauan jaringan jalan yang
melewati permukiman dengan kualitas jaringan jalan yang baik dan
telah terlayani oleh PDAM. Berdasarkan hasil pengolahan pada
Kecamatan Lakudo Memiliki dua kelas tingkat permukiman kumuh
yaitu pertama tingkat permukiman sedang seluas 173,02 ha dan kedua
tingkat permukiman kumuh dengan luas 7,04 ha yang berada pada
Desa Teluk Lasongko dan Desa Mone. Dilihat dari indikator yang
dikumpulkan, berdasarkan kondisi bangunan permukiman
menghadap jalan dan membelakangi laut, dengan tipe permukiman
non permanen dan daerah kumuh belum memiliki MCK dan
pengolahan sampah. Berikut data hasil Survey lapangan. Identifikasi
permukiman kumuh yang ada di Kabupaten Buton Tengah karena
spot-spot dari permukiman menyebar sepanjang pesisir pantai dan
teluk begitu juga yang ada di Kecamatan Lakudo. Lebih jelasnya
sebagaimana ditunjukan pada gambar dan tabel di bawah:
2. Kecamatan GU
Berdasarkan hasil pengumpulan data Kecamatan GU terdiri
dari 10 desa dan 2 Kelurahan. Dimana keberadaan permukiman
dengan jumlah bangunan yang terdata berjumlah 17107 rumah
dengan kondisi fisik bangunan permanen berjumlah 11050 dan
bangunan non permanen 6057. Sebagian besar Kecamatan GU sudah
terlayani baku air minum dari PDAM dan ada juga mata air yang
digunakan sebagai sumber air. Untuk keberdaan MCK di Kecamatan
GU hampir semua desa yang ada telah memiliki MCK tetapi pada Desa
Lowu-Lowu dan Desa Bantea yang tidak memiliki MCK lebih banyak
yaitu sebesar 157 dan 134 rumah. Dari data kepadatan permukiman
Kecamatan GU yang memiliki kepadatan ttinggi berada di Ibukota
Kecamatan, dengan keteraturan bangun yang terkontrol oleh jaringan
jalan. Memiliki jangkauan jaringan jalan yang melewati permukiman
dengan kualitas jaringan jalan yang baik dan telah terlayani oleh
PDAM. Dari hasil pengolahan pada Kecamatan GU Memiliki dua kelas
tingkat permukiman kumuh yaitu pertama tingkat permukiman
sedang seluas 169,14 ha dan kedua tingkat permukiman kumuh
dengan luas 19,00 ha yang berada pada Desa Bantea, Desa
Bombonawulu dan Desa Wadiabero. Dilihat dari indikator yang
dikumpulkan, berdasarkan kondisi bangunan permukiman
menghadap jalan dan membelakangi laut, dengan tipe permukiman
non permanen dan daerah kumuh belum memiliki MCK dan
pengolahan sampah. Berikut data hasil Survey lapangan. Identifikasi
permukiman kumuh yang ada di Kabupaten Buton Tengah karena
spot-spot dari permukiman menyebar sepanjang pesisir pantai dan
teluk begitu juga yang ada di Kecamatan GU. Sebagiaimana ditunjukan
3. Kecamatan Sangia Wambulu
Berdasarkan hasil pengumpulan data Kecamatan Sangia
Wambulu terdiri dari 5 desa dan 1 Kelurahan. Dimana keberadaan
permukiman dengan jumlah bangunan yang terdata berjumlah 1586
rumah dengan kondisi fisik bangunan permanen berjumlah 259dan
bangunan non permanen 1377. Sebagian besar Kecamatan Sangia
Wambulu sudah terlayani baku air minum dari PDAM dan ada juga
mata air yang digunakan sebagai sumber air. Untuk keberdaan MCk di
Kecamatan Sangia Wambulu hampir semua desa yang ada telah
memiliki MCK. Dari data kepadatan permukiman Kecamatan Sangi
Wambulu yang memiliki kepadatan tinggi berada di Ibukota
Kecamatan, dengan keteraturan bangun yang terkontrol oleh jaringan
jalan. Memiliki jangkauan jaringan jalan yang melewati permukiman
dengan kualitas jaringan jalan yang baik. Dari hasil pengolahan pada
Kecamatan Sangia Wambulu Memiliki tiga kelas tingkat permukiman
kumuh yaitu pertama tingkat permukiman rendah seluas 58,38 ha,
tingkat sedang seluas 10,03 ha dan ketiga tingkat permukiman kumuh
dengan luas 2,98 ha yang berada pada Kelurahan Tolandona. Dilihat
dari indikator yang dikumpulkan, berdasarkan kondisi bangunan
permukiman menghadap jalan dan membelakangi laut, dengan tipe
permukiman non permanen dan daerah kumuh belum memiliki MCK
dan pengolahan sampah. Berikut data hasil Survey lapangan.
Identifikasi permukiman kumuh yang ada di Kabupaten Buton Tengah
karena spot-spot dari permukiman menyebar sepanjang pesisir pantai
dan teluk begitu juga yang ada di Kecamatan Sangia Wambulu.
4. Kecamatan Mawasangka
Berdasarkan hasil pengumpulan data Kecamatan Mawasangka
terdiri dari 17 desa dan 2 Kelurahan. Dimana keberadaan permukiman
dengan jumlah bangunan yang terdata berjumlah 4917 rumah dengan
kondisi fisik bangunan permanen berjumlah 2152 dan bangunan non
permanen 2896. Sebagian besar Kecamatan Mawasangka sudah
terlayani baku air minum dari PDAM dan ada juga mata air yang
digunakan sebagai sumber air. Untuk keberdaan MCk di Kecamatan
Mawasangka hampir semua desa yang ada telah memiliki MCK. Dari
data kepadatan permukiman Kecamatan Mawasangka yang memiliki
kepadatan tinggi berada di Ibukota Kecamatan, dengan keteraturan
bangun yang terkontrol oleh jaringan jalan. Memiliki jangkauan
jaringan jalan yang melewati permukiman dengan kualitas jaringan
jalan yang baik. Dari hasil pengolahan pada Kecamatan Mawasangka
Memiliki tiga kelas tingkat permukiman kumuh yaitu pertama tingkat
permukiman rendah seluas 159,59 ha, tingkat sedang seluas 36,52 ha
dan ketiga tingkat permukiman kumuh dengan luas 11,86 ha yang
berada pada Desa Terapun dan Kelurahan Mawasangka. Dilihat dari
indikator yang dikumpulkan, berdasarkan kondisi bangunan
permukiman menghadap jalan dan membelakangi laut, dengan tipe
permukiman non permanen dan daerah kumuh belum memiliki MCK
dan pengolahan sampah. Berikut data hasil Survey lapangan.
Identifikasi permukiman kumuh yang ada di Kabupaten Buton Tengah
karena spot-spot dari permukiman menyebar sepanjang pesisir pantai
dan teluk begitu juga yang ada di Kecamatan Mawasangka.
5. Kecamatan Mawasangka Tengah
Berdasarkan hasil pengumpulan data Kecamatan Mawasangka
Tengah terdiri dari 9 desa dan 1 Kelurahan. Dimana keberadaan
permukiman dengan jumlah bangunan yang terdata berjumlah 2413
rumah dengan kondisi fisik bangunan permanen berjumlah 725 dan
bangunan non permanen 1668. Sebagian besar Kecamatan
Mawasangka sudah terlayani baku air minum dari PDAM dan ada juga
mata air yang digunakan sebagai sumber air. Untuk keberdaan MCk di
Kecamatan Mawasangka Tengah hampir semua desa yang ada telah
memiliki MCK hanya saja Desa Morikana yang memiliki MCK lebih
sedit dari pada yang memiliki MCK. Dari data kepadatan permukiman
Kecamatan Mawasangka Tengah yang memiliki kepadatan tinggi
berada di Ibukota Kecamatan, dengan keteraturan bangun yang
terkontrol oleh jaringan jalan. Memiliki jangkauan jaringan jalan yang
melewati permukiman dengan kualitas jaringan jalan yang baik Dari
hasil pengolahan pada Kecamatan Mawasangka Tengah hanya
Memiliki satu tingkatan kelas yaitu rendah dengan luas 57,20 ha dan
tidak memiliki wilayah yang masuk dalam kategori kumuh. Dilihat dari
indikator yang dikumpulkan, berdasarkan kondisi bangunan
permukiman menghadap jalan dan membelakangi laut, dengan tipe
permukiman non permanen dan daerah kumuh belum memiliki MCK
dan pengolahan sampah. Berikut data hasil Survey lapangan.
Identifikasi permukiman kumuh yang ada di Kabupaten Buton Tengah
memiliki spot-spot dari permukiman yang menyebar sepanjang pesisir
pantai dan teluk begitu juga yang ada di Kecamatan Mawasangka
Tengah. Sebagiaimana ditunjukan pada gambar dan tabel berikut:
6. Kecamatan Mawasangka Timur
Berdasarkan hasil pengumpulan data Kecamatan Mawasangka
Timur terdiri dari 8 desa. Dimana keberadaan permukiman dengan
jumlah bangunan yang terdata berjumlah 1708 rumah dengan kondisi
fisik bangunan permanen berjumlah 322 dan bangunan non permanen
1262. Sebagian besar Kecamatan Mawasangka Timur sudah terlayani
baku air minum dari PDAM dan ada juga mata air yang digunakan
sebagai sumber air. Untuk keberdaan MCk di Kecamatan Mawasangka
Timur hampir semua desa yang ada telah memiliki MCK. Dari data
kepadatan permukiman Kecamatan Mawasangka yang memiliki
kepadatan tinggi berada di Ibukota Kecamatan, dengan keteraturan
bangun yang terkontrol oleh jaringan jalan. Memiliki jangkauan
jaringan jalan yang melewati permukiman dengan kualitas jaringan
jalan yang baik. Dari hasil pengolahan pada Kecamatan Mawasangka
Timur Memiliki dua kelas tingkat permukiman kumuh yaitu pertama
tingkat permukiman rendah seluas 58,05 ha, tingkat kumuh tinggi
seluas 4,97 ha yang berada pada Desa Wambulolu dan Desa. Dilihat
dari indikator yang dikumpulkan, berdasarkan kondisi bangunan
permukiman menghadap jalan dan membelakangi laut, dengan tipe
permukiman non permanen dan daerah kumuh belum memiliki MCK
dan pengolahan sampah. Berikut data hasil Survey lapangan.
Identifikasi permukiman kumuh yang ada di Kabupaten Buton Tengah
memiliki spot-spot dari permukiman yang menyebar sepanjang pesisir
pantai dan teluk begitu juga yang ada di Kecamatan Mawasangka
7. Kecamatan Talaga Raya
Berdasarkan hasil pengumpulan data Kecamatan Talaga Raya
terdiri dari 2 kelurahan dan 8 desa. Dimana keberadaan permukiman
dengan jumlah bangunan yang terdata berjumlah 2336 rumah dengan
kondisi fisik bangunan permanen berjumlah 1125 dan bangunan non
permanen 940. Sebagian besar Kecamatan Talaga Raya sudah terlayani
baku air minum dari PDAM baik yang Swakelola Masayrakat dan
Swasta dan ada juga mata air yang digunakan sebagai sumber air.
Untuk keberdaan MCK di Kecamatan Talaga Raya hampir semua desa
yang ada telah memiliki MCK terkecuali Desa Kokoe hampir sebagian
permukiman tidak memilik MCK. Dari data kepadatan permukiman
Kecamatan Talaga Raya yang memiliki kepadatan tinggi berada di
Ibukota Kecamatan, dengan keteraturan bangun yang terkontrol oleh
jaringan jalan. Memiliki jangkauan jaringan jalan yang melewati
permukiman dengan kualitas jaringan jalan yang baik. Dari hasil
pengolahan pada Kecamatan Talaga Raya Memiliki dua kelas tingkat
permukiman kumuh yaitu pertama tingkat permukiman rendah seluas
50,33 ha, tingkat kumuh tinggi seluas 19,53 ha yang berada pada Desa
Kokoe, Desa Wulu, Kelurahan Talaga 1, Desa Pagilia dan Desa Talaga
Besar. Dilihat dari indikator yang dikumpulkan, berdasarkan kondisi
bangunan permukiman menghadap jalan dan membelakangi laut,
dengan tipe permukiman non permanen dan daerah kumuh belum
memiliki MCK dan pengolahan sampah. Berikut data hasil Survey
lapangan. Identifikasi permukiman kumuh yang ada di Kabupaten
Buton Tengah karena spot-spot dari permukiman menyebar sepanjang
pesisir pantai dan teluk begitu juga yang ada di Kecamatan Talaga
Berdasarkan uaraian kondisi diatas, maka luas pemukiman
kumuh menurut lampiran Surat Keputusan Bupati Buton Tengah
tentang Luasan permukiman kumuh Kabupaten Buton Tengah Tahun
2016, sebagaimana ditunjukan pada tabel berikut
Tabel 7.8
Luas permukiman kumuh perdesaan menurut kecamatan Kabupaten Buton Tengah Tahun 2016
No. Kecamatan Kelurahan/Desa
Luas
Kelurahan Talaga 1 18580.85
Pangilia 17270.32
Talaga Besar 12426.75
2 Lakudo Teluk Lasongko 60092.90 7.74
Mone 17332.41
3 Mawasangka
Timur
Wambuloli 3006.31 4.97
Inulu 46763.13
4 Mawasangka Kelurahan
Mawasangka
9700.77 11.87
Terapung 108999.20
5 Sangia Wambulu Kelurahan Tolandona 29869.75 2.98
6 Gu Bantea 116012.26 20.91
Bombonawulu 93119.26
Total 66.64
7.1.2. Kondisi Eksisting Permukiman Perdesaan dan Perkotaan
Berdasarkan hasil survey Tahun 2016, kondisi permukiman
eksisting, jumlah kepala keluarga dan rumah di kabupaten Buton
Tengah sebagaimana ditunjukan pada tabel berikut
Tabel 7.9
Jumlah Rumah, KK yang memiliki dan belum memiliki rumah menurut kecamatan Kabupaten Buton Tengah Tahun 2016
No Kecamatan
Sumber data : Data olah hasil survey Tahun 2016
Berdasarkan data di atas terdapat 4.346 kepala keluarga yang belum
memiliki rumah, sedangkan kepala keluarga yang memiliki rumah
berjumlah 22.949 atau 81% dari keseluruhan jumlah kepala keluarga.
Untuk itu upaya penyediaan rumah yang layak huni menjadi perhatian
bersama yang harus di barengi dengan upaya pemerintah daerah
membuka kawasan prmukiman baru.
A. Kawasan Permukiman Perkotaan Kabupaten
Kondisi umum lingkungan perumahan dan permukiman
perkotaan baru di Kecamatan Lakudo sebagai Ibukota Kabupaten
Buton Tengah, tersebar di sepanjang pesisir Pantai ataupun teluk,
permukiman linear berada pada kiri kanan jalan. Sedangkan sebaran
permukiman ke arah darat relatif masih sangat rencah.
Sebaran perumahan mengikuti pesisir pantai mempunyai
nilai sejarah tersendiri dimana sejak dahulu masyarakat yang
mendiami pesisir ini bermata pencaharian sebagai nelayan. Hasil
observasi sementara menunjukan bahwa tingkat kepadatan
perumahan relatif cukup tinggi khususnya di lingkungan permukiman
pesisir, wajah permukiman semrawut, dan relatif terbatas layanan
sarana dan prasarana dan utilitas umum. Seperti pada gambar
berikut:
Gambar 7.8. Kondisi lingkungan permukiman perkotaan Kec. Lakudo
Selama ini penyediaan perumahan di Kabupaten Buton
Tengah tidak hanya dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat
Kec. Gu. Selengkapnya kondisi RSH di Kabupaten Buton Tengah tersaji
pada Tabel dibawah ini :
Tabel 7.10
Data Kondisi RSH di Kabupaten Buton Tengah Tahun 2013
No.
Sumber: Hasil Wawancara Lapangan Tahun 2016
B. Permukiman Perdesaan
Kondisi eksisting permukiman perdesaan Kabupaten Buton
Tengah umumnya berada di kawasan pesisir pantai, sebagaimana
dijabarkan pada uraian berikut
1. Kecamatan Gu
Kondisi umum lingkungan perumahan dan permukiman di
Kecamatan Gu tidak jauh berbeda dengan Kecamatan lakudo, dimana
kondisi eksisting tersebar di sepanjang pesisir pantai ataupun teluk,
disamping itu tersebar mengikuti jaringan jalan utama sehingga
terbentuk pola permukiman grid berada pada kiri kanan jalan dan
persebaran permukiman ke arah darat relatif sudah mulai
berkembang.
Sebaran perumahan mengikuti pesisir pantai mempunyai
nilai sejarah tersendiri dimana sejak dahulu masyarakat yang
mendiami pesisir ini bermata pencaharian sebagai nelayan. Hasil
observasi sementara menunjukan bahwa tingkat kepadatan
perumahan relatif cukup tinggi khususnya di lingkungan permukiman
pesisir, wajah permukiman semrawut, dan terjadi reklamasi untuk
pengembangan permukiman ke arah laut. Seperti ditunjukan pada
Gambar 7.9. Kondisi lingkugan permukiman perdesaan Kec. Gu
2. Kecamatan Sangia Wambulu
Kondisi umum lingkungan perumahan dan permukiman di
Kecamatan Sangia Wambulu tidak jauh berbeda dengan 2 (dua)
kecamatan sebelumnya, dimana kondisi eksisting tersebar di
sepanjang pesisir pantai ataupun teluk, disamping itu pula tersebar
mengikuti jalan lokal yang berada di sepenjang pesisir. sehingga
terbentuk pola permukiman linear berada pada kiri kanan jalan. dan
persebaran permukiman ke arah darat relatif sudah mulai berkembang
sebab lahan yang tersedia di pesisir kecenderungan sudah terbatas.
Sebaran perumahan mengikuti pesisir pantai mempunyai
nilai sejarah tersendiri dimana sejak dahulu masyarakat yang
perumahan relatif cukup tinggi khususnya di lingkungan permukiman
ke arah darat, wajah permukiman semrawut (relatif jarak antar
bangunan terbatas). Seperti pada gambar berikut:
Gambar 7.10. Kondisi lingkungan permukiman perdesaan Kec. Sangia Wambulu
3. Kecamatan Mawasangka Timur
Kondisi umum lingkungan perumahan dan permukiman di
Kecamatan Mawasangka timur, tersebar di sepanjang pesisir pantai
ataupun teluk, tersebar membentuk pola grid yang mengikuti kiri
kanan jalan lingkungan permukiman. Dan persebaran permukiman ke
arah darat relatif sudah mulai berkembang.
Hasil observasi sementara menunjukan bahwa tingkat
kepadatan perumahan relatif tergolong menengah khususnya di
lingkungan permukiman pesisir, wajah permukiman semrawut, dan
air bersih dan kondisi permukaan jalan yang belum teraspal. Seperti
pada gambar berikut:
Gambar 7.11. Kondisi lingkungan permukiman perdesaan Kec. Mawasangka Timur
4. Kecamatan Mawasangka Tengah
Kondisi lingkungan perumahan dan permukiman di
Kecamatan Mawasangka tengah, umumnya tersebar di sepanjang jalan
utama dan jalan lingkungan permukiman. Dan persebaran
permukiman ke arah darat relatif sudah mulai berkembang dengan
pola linear mengikuti kiri kanan jalan.
Hasil observasi sementara menunjukan bahwa tingkat
kepadatan perumahan relatif tergolong rendah, terdapat kerteraturan
bangunan, kondisi permukaan jalan yang belum teraspal. Dan berlaku
hukum adat bagi kepemilikan lahan perumahan. Kondisi tersebut
Gambar 7.12. Kondisi lingkungan permukiman perdesaan Kec. Mawasangka Tengah
5. Kecamatan Mawasangka
Kondisi umum lingkungan perumahan dan permukiman di
Kecamatan Mawasangka tidak jauh berbeda dengan Kecamatan Gu di
atas, dimana kondisi eksisting tersebar di sepanjang pesisir pantai,
disamping itu tersebar mengikuti jaringan jalan lingkungan
permukiman sehingga terbentuk pola permukiman grid berada pada
kiri kanan jalan dan persebaran permukiman ke arah darat relatif
masih rendah perkembangannya
Sebaran perumahan mengikuti pesisir pantai mempunyai
nilai sejarah tersendiri dimana sejak dahulu masyarakat yang
mendiami pesisir ini bermata pencaharian sebagai nelayan. Hasil
observasi sementara menunjukan bahwa tingkat kepadatan
permukiman ke arah laut oleh masyarakat adat suku Bajo. Seperti
ditunjukan pada gambar berikut:
Gambar 7.13. Kondisi lingkungan permukiman perdesaan Kec. Mawasangka
6. Kecamatan Talaga Raya
Kondisi umum lingkungan perumahan dan permukiman di
Kecamatan Talaga Raya tidak jauh berbeda dengan Kecamatan
lainnya, dimana kondisi eksisting tersebar di sepanjang pesisir dan
pulau kecil, disamping itu tersebar mengikuti jaringan jalan
lingkungan permukiman sehingga terbentuk pola permukiman grid
berada pada kiri kanan jalan dan persebaran permukiman ke arah
darat relatif sudah cukup pesat perkembangannya.
Hasil observasi sementara menunjukan bahwa tingkat
reklamasi untuk pengembangan permukiman ke arah laut. Seperti
ditunjukan pada gambar berikut:
Gambar 7.14. Kondisi lingkungan permukiman perdesaan Kec. Talaga Raya
Kondisi permukiman perdesaan di Kabupaten Buton Tengah,
diprioritaskan pada pembangunan:
Penyehatan dan perbaikan lingkungan permukiman kumuh
Peningkatan aksesbilitas ke wilayah-wilayah belakang melalui
pengembangan jaringan jalan.
Peningkatan ketersedian sarana dan prasarana produksi bagi
kawasan pertanian, perkebunan dan perikanan.
Penetapan pusat-pusat pengumpul/akumulasi bagi hasil-hasil
pertanian.
7.1.3. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman
Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman
pada tingkat nasional antara lain Permasalahan pengembangan
permukiman diantaranya:
1) Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak
huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi
lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang masih terbatas.
2) Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah
tertinggal, pulau kecil, daerah terpencil, dan kawasan perbatasan.
3) Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.
Tantangan pengembangan permukiman diantaranya:
1) Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat
2) Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana
Strategis Ditjen Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman.
3) Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian
Program-Program Pro Rakyat (Direktif Presiden)
4) Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang
Cipta Karya khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman
yang masih rendah
5) Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa
pembangunan infrastruktur permukiman yang saat ini sudah
menjadi tugas pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.
6) Penguatan Sinergi RP2KP/RTBL KSK dalam Penyusunan RPI2JM
bidang Cipta Karya pada Kabupaten/Kota.
Kabupaten Buton Tengah dengan potensi sumberdaya yang
terus melakukan pembangunan dengan pertumbuhan dan
perkembangan ekonomi yang terus meningkat, telah mengundang
migrasi dan pertambahan penduduk. Dengan motif perbaikan
ekonomi, migrasi penduduk terus meningkat sementara sarana dan
sederhana yang terbatas ketersediaan sarana dan prasarana
pemukimannya seperti air bersih, sanitasi, drainase dan pengelolaan
sampah dan limbah.
Adapun permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman
yang ada di Kabupaten Buton Tengah dapat dilihat pada tabel dibawah
ini :
Tabel 7.11
Identifikasi Permasalahan dan Tantangan
Pengembangan Permukiman di Kabupaten Buton Tengah
Permasalahan
7.1.4. Evaluasi Program-Program Sektor Pengembangan Kawasan
Permukiman
Beberapa hasil identifikasi kegiatan pengembangan
permukiman yang ada selama masih meliputi kegiatan pengembangan
permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.
Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari :
1) pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk
penyediaan perumahan baru oleh developer yang masih terbatas
baik lokasi dan jumlah yang terbangun, bahkan tercatat dari
sumber data sekunder berjumlah 1(satu) kawasan, serta
2) pembukaan dan pembangunan jaringan jalan baru Kecamatan
Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari:
1) pengembangan kawasan permukiman perdesaan masih sebatas
penyediaan perumahan melalui kegiatan bantuan stimulan
perumahan swadaya (BSPS) oleh Kementerian Perumahan Rakyat
di Kecamatan Lakudo pada tahun 2014 yang lalu.
2) pembukaan dan pembangunan jaringan jalan baru di lingkungan
permukiman perdesaan guna mendorong terbentuknya kawasan
permukiman baru, khususnya daerah pesisir
3) desa tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM.
Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan
permukiman dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan
RP2KP dan RTBL KSK ataupun review bilamana diperlukan.
Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan
• Infrastruktur kawasan permukiman kumuh
• Infrastruktur permukiman RSH
• Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya
Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan
• Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial
(Agropolitan/Minapolitan)
• Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana
• Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil
• Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)
• Infrastruktur perdesaan PPIP
• Infrastruktur perdesaan RIS PNPM
Kegiatan pengembangan permukiman Kabupaten Buton Tengah sesuai
Renstra dari SKPD Terkait terdiri – dari :
1. Program Pengembangan Perumahan
a) Fasilitasi dan stimulasi Perumahan Masyarakat
c) Survey dan Pendataan Perumahan Rumah Tidak Layak
Huni (RTLH)
d) Penyusunan Rencana dan Strategi Pembangunan
Perumahan
e) Kerjasama Lembaga Bidang Perumahan
f) Pembangunan Rusunawa
g) Bantuan Stimulan Pembangunan Swadaya (BSPS)
h) Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan Perumahan
i) Pengawasan Pembangunan Perumahan
j) Penanganan Lingkungan Perumahan Kumuh Berbasis
Kawasan (PLP2K-BK)
k) Pembangunan Stimulan Prasarana, Sarana dan Utilitas
Perumahan dan Permukiman
2. Program Lingkungan Sehat Perumahan
a) Pembangunan Sarana dan Prasarana Lingkungan
b) Pembangunan Sarana dan Prasarana Kawasan dan
Lingkungan Siap Bangun (KASIBA – LISIBA)
c) Penyediaan Sarana Sanitasi Dasar di Kawasan Kumuh
d) Pembangunan Sarana Air Bersih di Kawasan Kumuh
e) Penyusunan Pedoman Pengawasan Lingkungan Sehat
Perumahan
f) Penataan Kawasan Kumuh
g) Peningkatan Peran Serta masyarakat dalam Pelestarian
Lingkungan Permukiman
h) Penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar terutama
bagi masyarakat miskin
3. Program Penataan Lingkungan Permukiman
a) Penyehatan Lingkungan Permukiman
b) Penataan jalan dalam lingkungan permukiman khususnya
permukiman kumuh
4. Usulan dan Program Kegiatan
a) Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman
Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi
kesenjangan antara kondisi eksisting dengan kebutuhan
maka perlu disusun usulan program dan kegiatan. Namun
usulan program dan kegiatan terbatasi oleh waktu dan
kemampuan pendanaan pemerintah Kabupaten Buton
Tengah. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima
tahun dalam RPI2JM dibutuhkan suatu kriteria untuk
menentukan prioritasi dari tahun pertama hingga kelima.
b) Usulan Pembiayaan Pembangunan Permukiman
Pembiayaan usulan program terdiri-dari pembiayaan dari
Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten, Swadaya masyarakat, dan pihak swasta. Dana
dari Pemerintah Kabupaten merupakan dana pendamping
atau dana sharing yang diwajibkan oleh Pemerintah Pusat.
Berdasarkan kondisi eksisting, tantangan dan permasalahan
pngembangan kawasan permukiman serta evaluasi program
kegiatan/proyek pengembangan permukiman, maka Matriks Rencana
Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya
Kabupaten Buton Tengah Tahun 2016 – 2020 bidang Pengembangan
Permukiman dengan menggunakan analisis sistem informasi geografis,
ditunjukan pada tabel berikut.
Tabel 7.12
Matriks sektor pengembangan kawasan permukiman
No Uraian sasaran
2
Kawasan Permukiman Perdesaan
1.373,28 274.656 274.656 274.656 274.656 274.656
3 Kawasan Permukiman Khusus, terdiri atas : Permukiman
pesisir/nelayan 448,37 89.674 89.674 89.674 89.674 89.674
Permukiman
pulau 79,40 15.88 15.88 15.88 15.88 15.88
Permukiman perkotaan (Kel. Lakudo)
61,65 12.33 12.33 12.33 12.33 12.33
Sumber: Rencana sektor pengembangan kawasan permukiman Tahun 2016
Berdasarkan tabel di atas bahwa program pengembangan
permukiman perdesaan menjadi sasaran utama gunan meminimalisir
pertumbuhan permukiman kumuh di samping pnguatan program
pengentasan kawasan permukiman kumuh itu sendiri gunan
7.2. Sektor Penataan Bangunan Dan Lingkungan
Agenda Nasional di bidang penataan bangunan dan lingkungan,
salah satunya adalah program membangun melalui pinggiran, yaitu
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud
kerangka kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program –
program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan
masyarakat. Agenda Nasional lainnya adalah Pemenuhan Standar
Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang, khususnya untuk sektor PBL yang mengamanatkan
terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di Kab/Kota dan
tersedianya pedoman harga Standar Bangunan Gedung Negara
(HSBGN) di Kab/Kota.
Berdasarkan agenda – agenda tersebut maka isu strategis
tingkat nasional bidang PBL dapat dirumuskan sebagai berikut:
a) Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;
b) PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di
perkotaan;
c) Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka
hijau (RTH) di perkotaan;
d) Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional
dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang
tumbuh kembangnya ekonomi lokal;
e) Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan
standar pelayanan minimal;
f) Pelibatan Pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam
penataan bangunan dan lingkungan.
Arahan penataan bangunan dan lingkungan berdasarkan
Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang pedoman Umum Rencana Tata
lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan
dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana
investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman
pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan.
Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan meliputi:
a) Program bangunan dan lingkungan;
b) Rencana Umum dan Panduan Rancangan;
c) Rencana Investasi;
d) Ketentuan pengendalian Rencana;
e) Pedoman pengendalian pelaksanaan.
7.2.1. Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung dan NSPK di
Bidang Penataan Bangunan Dan Lingkungan
Dalam rancangan peraturan daerah tentang bangunan gedung
di Kabupateh Buton tengah, beberapa persyaratan menyangkut
penataan bangunan dan lingkungan, yaitu:
a) Bangunan gedung harus diselenggarakan sesuai dengan
peruntukan lokasi yang telah ditetapkan dalam RTRW Kabupaten
Buton dan/atau RDTR dan/atau RTBL dari lokasi yang
bersangkutan.
b) Pemerintah Daerah memberikan informasi mengenai rencana tata
ruang dan tata bangunan dan lingkungan kepada masyarakat
secara cuma-cuma.
c) Informasi berisi keterangan mengenai peruntukan lokasi, intensitas
bangunan yang terdiri dari kepadatan bangunan, ketinggian
bangunan, dan garis sempadan bangunan.
d) Bangunan gedung yang dibangun di atas prasarana dan sarana
umum, di bawah prasarana dan sarana umum, di bawah atau
diatas air, di daerah jaringan transmisi listrik tegangan tinggi, di
daerah yang berpotensi bencana alam, dan di kawasan
dengan peraturan perundang-undangan dan memperoleh
pertimbangan serta persetujuan dari pemerintah daerahdan/atau
instansi terkait lainnya.
e) Dalam hal terjadi perubahan RTRW Kabupaten Buton Tengah
dan/atau RDTR dan/atau RTBL yang mengakibatkan perubahan
peruntukan lokasi, maka fungsi bangunan gedung yang tidak
sesuai dengan peruntukan yang baru harus disesuaikan.
Dalam pemanfaatan lahan dalam pendirian bangunan gedung
didasarkan pada ketentuan penetapan koefisien dasar bangunan
(KDB), koefisien dasar hijau (KDH) dan ketinggian bangunan.
Penetapan KDB didasarkan pada luas kapling/persil,
peruntukan atau fungsi lahan, dan daya dukung lingkungan, dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) bangunan gedung fungsi hunian, KDB sebesar 70% (tujuh puluh
(enam puluh persen);
5) bangunan gedung fungsi khusus, KDB sebesar 60% (enam puluh
persen);
6) bangunan gedung lebih dari satu fungsi, KDB sebesar 60% (enam
puluh persen).
Sedangkan penetapan Koefisien Dasar Hijau (KDH) ditentukan atas
dasar kepentingan pelestarian lingkungan/resapan air permukaan
yang disesuaikan dengan RTRW Kabupaten Buton Tengah atau sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
tidak ditentukan, maka besarnya KDH minimum adalah 30% (tiga
puluh persen).
Ketinggian bangunan gedung meliputi ketentuan mengenai JLB dan
KLB yang dibedakan dalam KLB tinggi, sedang dan rendah. Dengan
persyaratan teknis, yaitu:
a) Ketinggian bangunan gedung tidak boleh mengganggu lalu lintas
penerbangan.
b) Ketinggian bangunan disesuaikan dengan RTRW Kabupaten Buton
atau RDTR atau yang diatur dalam RTBL atau sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c) Untuk masing-masing lokasi yang belum dibuat tata ruangnya,
ketinggian maksimum bangunan gedung ditetapkan oleh instansi
terkait dengan mempertimbangkan lebar jalan, fungsi bangunan,
keselamatan bangunan, serta keserasian dengan lingkungannya.
d) Bangunan gedung dapat dibuat bertingkat ke bawah tanah
sepanjang memungkinkan untuk itu dan tidak bertentangan
dengan ketentuan perundang undangan.
e) Ketinggian bangunan deret maksimum 4 (empat) lantai dan
selebihnya harus berjarak dengan persil tetangga.
Selanjutnya, arahan garis sempadan dalam pengaturan
mendirikan bangunan gedung, pengaturan garis sempadan bangunan
gedung mengacu pada RTRW Kabupaten Buton atau RDTR atau yang
diatur dalam RTBL, atau sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Penetapan garis sempadan
bangunan didasarkan pada pertimbangan keamanan, kesehatan,
kenyamanan dan keserasian dengan lingkungan dan ketinggian
bangunan, dengan persyaratan teknis, yaitu:
a) GSB terluar yang sejajar dengan as jalan (rencana jalan)/tepi
sungai/tepi pantai ditentukan berdasarkan lebar jalan/rencana
jalan/lebar sungai/kondisi pantai, fungsi jalan dan peruntukan
lain adalah separuh dari Daerah Milik Jalan (Damija) dihitung dari
tepi jalan/pagar.
b) Letak GSB terluar untuk daerah pantai, bilamana tidak ditentukan
lain adalah 100 (seratus) meter dari garis pasang tertinggi ke arah
darat pantai yang bersangkutan.
c) Untuk lebar sungai yang kurang dari 5 (lima) meter, letak garis
sempadan adalah sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) meter dihitung
dari tepi jalan/pagar.
d) Letak GSB terluar pada bagian samping yang berbatasan dengan
tetangga bilamana tidak ditentukan lain adalah minimal 2,5 (dua
koma lima) meter dari batas kapling atau atas dasar kesepakatan
dengan tetangga yang saling berbatasan.
e) Letak GSB terluar pada bagian belakang yang berbatasan dengan
tetangga bilamana tidak ditentukan lain adalah minimal 2,5 (dua
koma lima) meter dari batas kapling atau atas dasar kesepakatan
dengan tetangga yang saling berbatasan.
f) Garis sempadan pagar terluar yang berbatasan dengan jalan
ditentukan berhimpit dengan batas terluar Ruang Milik Jalan
(RUMIJA).
g) Garis pagar di sudut persimpangan jalan ditentukan dengan
serongan/lengkungan atas dasar fungsi dan perempatan jalan.
h) Tinggi pagar yang berbatasan dengan jalan ditentukan paling tinggi
1,5 (satu koma lima) meter dari permukaan halaman/trotoar
dengan bentuk transparan atau tembus pandang.
i) Garis sempadan jalan masuk ke kapling bilamana tidak ditentukan
lain adalah berhimpit dengan batas terluar garis pagar.
j) Apabila GSB ditetapkan berhimpit dengan garis sempadan pagar,
cucuran atap suatu tritis/overstek harus diberi talang dan pipa
talang harus disalurkan sampai ke tanah.
sementara dengan berpedoman pada peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi setelah mendengar pertimbangan Tim
Ahli Bangunan Gedung (TABG).
Sedangkan pengaturan jarak bebas bangunan, dengan persyaratan
teknis, yaitu:
a) Jarak bebas bangunan gedung yang ditetapkan untuk setiap lokasi
harus sesuai dengan peruntukannya.
b) Setiap bangunan gedung yang dibangun tidak boleh melanggar
ketentuan minimal jarak bebas bangunan gedung yang ditetapkan
dalam RTRW Kabupaten Buton Tengah atau RDTR atau yang diatur
dalam RTBL.
c) Ketentuan jarak bebas bangunan gedung ditetapkan dalam bentuk:
garis sempadan bangunan gedung dengan as jalan, tepi sungai,
tepi pantai, dan/atau jaringan listrik tegangan tinggi, dengan
mempertimbangkan aspek keselamatan dan kesehatan;
jarak antara bangunan gedung dengan batas persil, jarak antar
bangunan, dan jarak antara as jalan dengan pagar halaman
yang diberlakukan per kapling/per persil dan/atau per
kawasan pada lokasi bersangkutan dengan mempertimbangkan
aspek keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan.
Setiap bangunan hunian jarak antar massa/blok bangunan
satu lantai yang satu dengan yang lainnya dalam satu kapling
atau antara kapling minimum adalah 4 (empat) meter.
Setiap bangunan umum harus mempunyai jarak massa/blok
bangunan dengan bangunan sekitarnya sekurang-kurangnya 6
(enam) meter dan 3 (tiga) meter dengan batas kapling.
Penetapan jarak bebas bangunan gedung atau bagian
bangunan gedung yang dibangun di bawah permukaan tanah
didasarkan pada pertimbangan keberadaan atau rencana
NSPK lainnya berkenaan adalah dengan izin mendirikan
bangunan. Setiap orang atau badan wajib mengajukan permohonan
IMB kepada Bupati untuk melakukan kegiatan:
a) pembangunan dan/atau prasarana bangunan gedung;
b) rehabilitasi/renovasi bangunan gedung dan/atau prasarana
gedung meliputi perbaikan/perawatan, perubahan,
perluasan/pengurangan; dan
c) pemugaran/pelestarian dengan berdasarkan pada surat
keterangan rencana kota (advis planning) untuk lokasi yang
bersangkutan.
Penyelenggaraan Bangunan Gedung di lokasi tertentu, terdiri
atas :
a) Bangunan Gedung di Lokasi Pantai, dengan persyaratan teknis,
yaitu
Penyelenggaraan bangunan gedung di lokasi pantai perlu
memperhatikan tata air, budaya lokal serta kepentingan umum.
Penyelenggaraan bangunan gedung di wilayah yang memiliki
potensi budidaya perikanan harus memperhatikan
keberlangsungan dan kepentingan kegiatan budidaya
perikanan yang ada di wilayah tersebut.
Penyelenggaraan bangunan gedung di lokasi pantai harus
memenuhi standar persyaratan kesehatan, kenyamanan,
keamanan, ketertiban, keindahan dan berwawasan lingkungan.
Bangunan gedung di lokasi pantai harus memperhitungkan
pengaruh angin, tsunami, dan gempa.
Penyelenggaraan bangunan gedung di lokasi pantai harus
memperhatikan potensi bencana yang mungkin terjadi.
Pada bangunan gedung di lokasi pantai yang sudah berdiri
Penempatan perumahan nelayan baru disesuaikan dengan
potensi sumber daya sekitar dan tempat pemasaran hasil
budidaya perikanan.
b) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dilokasi pegunungan,
mengikuti persyaratan, sebagai berikut:
Penyelenggaraan bangunan gedung di lokasi pegunungan harus
memenuhi standar persyaratan kesehatan, kenyamanan,
keamanan, ketertiban, keindahan dan berwawasan lingkungan.
Penyelenggaraan bangunan gedung di lokasi pegunungan harus
memperhitungkan pengaruh gempa
Perlu pengaturan perencanaan, pelaksanaan, juga pengawasan
dan pemeliharaan bangunan di lokasi pegunungan.
Penyelenggaraan bangunan gedung di lokasi pegunungan harus
memperhatikan potensi bencana yang mungkin terjadi seperti
tanah longsor.
Penyelenggaraan bangunan gedung di lokasi pegunungan harus
memperhatikan tingkat kemiringan lereng yang aman untuk
pengembangan permukiman.
c) bangunan gedung di lokasi yang berpotensi bencana alam, dengan
persyaratan teknis, yaitu
Penyelenggaraan bangunan gedung di lokasi yang berpotensi
bencana yang berasal dari laut harus sesuai dengan peraturan
zonasi untuk kawasan rawan gelombang pasang.
Penyelenggaraan bangunan gedung di lokasi yang berpotensi
bencana gempa bumi harus sesuai dengan peraturan zonasi
untuk kawasan bencana alam geologi sebagaimana diatur
dalam Rencana Tata Fuang Wilayah Kabupaten Buton Tengah.
Pemerintah Daerah dapat menetapkan suatu lokasi sebagai
daerah bencana khususnya daerah yang secara periodik dan
terbatas dengan pertimbangan keselamatan dan keamanan
demi kepentingan umum.
Pemerintah Daerah dapat menetapkan persyaratan khusus tata
cara pembangunan bangunan gedung di lokasi yang berpotensi
bencana yang berasal dari laut apabila daerah tersebut dinilai
membahayakan.
7.2.2. Kondisi Bangunan dan Lingkungan Pada Kawasan
Perlindungan Setempat dan Kawasan Strategis Lainnya
Dalam rancangan peraturan daerah Kabupaten Buton Tengah
tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) Tahun 2016-2036, terdiri
atas:
a) sempadan pantai;
b) sempadan sungai;
c) kawasan sekitar danau;
d) kawasan sekitar mata air; dan
e) Ruang terbuka hijau (RTH.)
Sempadan pantai dengan penetapan batas sempadan pantai
dilakukan berdasarkan penghitungan batas sempadan pantai yang
mengikuti ketentuan:
a) perlindungan terhadap gempa dan/atau tsunami;
b) perlindungan pantai dari erosi atau abrasi;
c) perlindungan sumberdaya buatan di pesisir dari badai, banjir dan
bencana alam lainnya;
d) perlindungan terhadap ekosistem pesisir seperti lahan basah,
mangrove, terumbu karang, padang lamun, gumuk pasir, estuaria
dan delta;
e) pengaturan akses publik; dan
f) pengaturan untuk saluran air dan limbah.
a) Kecamatan Lakudo meliputi Pantai Katembe di Desa Madongka,
Pantai One Montete di Desa Onewaara, Pantai Bungi Moko di Desa
Moko, Pantai Gadis di Desa Lolibu dan Pantai Boneoge di Kelurahan
Boneoge;
b) Kecamatan Mawasangka Timur meliputi Pantai Watotohu di Desa
Inulu, Pantai Kaumeumele di Desa Lasori, Pantai Batubanawa di
Desa Batubanawa, Pantai Gu Bhahi di Desa Lasori dan Pantai
Bungi Wantopi di Desa Wantopi;
c) Kecamatan Mawasangka Tengah meliputi Pantai Maaobu di Desa
Lalibo, Pantai Sampuano Wewi di Desa Watorumbe Bata, Pantai
Wakomba di Desa Watorumbe Bata dan Pantai Bungi Lamunde di
Desa Gundu-gundu;
d) Kecamatan Mawasangka meliputi Pantai Lasaidewa di Desa
Gumanano, Pantai Labobo di Desa Balobone, Pantai Lagili di Desa
Wakambangura I, Pantai Maliaboro di Desa Balobone, Pantai
Kakobuta di Desa Gumanano dan Pantai Maanajiri di Desa
Oengkolaki;
e) Kecamatan Talaga Raya meliputi Pantai Bonemarambe di Desa
Talaga Besar, Pantai Bone Bontubontu di Desa Talaga Besar, Pantai
Bungi Talaga di Desa Panggilia, Pantai One Rua Tandano di
Kelurahan Talaga I, Pantai Tolando Di Desa Talaga Besar, Pantai
Kahona di Desa Kokoe, Pantai Buku Mabana di Desa Kokoe dan
Pantai Wamorapa di Desa Wuluh; dan
f) Kecamatan Gu meliputi Pantai Bintang di Kelurahan Watulea,
Pantai Kaliwuliwuto di Kelurahan Watulea, Pantai Tanjung Gadis di
Kelurahan Watulea dan Pantai Labutolo di Desa Lowulowu.
Sempadan sungai terdapat pada sepanjang sungai dan anak
sungai dalam DAS Mawasangka/Bula-bula, DAS Kalimbunga, DAS
Walaende, DAS Songalo, DAS Maliga, DAS Tawo, DAS Kokoe, DAS Wali
tersebar pada kawasan perkotaan dan perdesaan di daerah dengan
ketentuan:
a) garis sempadan pada sungai tidak bertanggul di dalam kawasan
perkotaan ditentukan:
b) paling sedikit berjarak 10 (sepuluh) meter dari tepi kiri dan kanan
palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai
kurang dari atau sama dengan 3 (tiga) meter;
c) paling sedikit berjarak 15 (lima belas) meter dari tepi kiri dan kanan
palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai
lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (dua puluh) meter; dan
d) paling sedikit berjarak 30 (tiga puluh) meter dari tepi kiri dan kanan
palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai
lebih dari 20 (dua puluh) meter.
e) garis sempadan pada sungai tidak bertanggul di luar kawasan
perkotaan terdiri atas:
sungai besar dengan luas DAS lebih besar dari 500 (lima ratus)
kilometer persegi, ditentukan paling sedikit berjarak 100
(seratus) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai
sepanjang alur sungai; dan
sungai kecil dengan luas DAS kurang dari atau sama dengan
500 (lima ratus) kilometer persegi, itentukan paling sedikit
berjarak 50 (lima puluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung
sungai sepanjang alur sungai.
f) garis sempadan pada sungai bertanggul di dalam kawasan
perkotaan, ditentukan paling sedikit berjarak 3 (tiga) meter dari tepi
luar kaki tanggul sepanjang alur sungai;
g) garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan
ditentukan paling sedikit berjarak 5 (lima) meter dari tepi luar kaki
tanggul sepanjang alur sungai; dan
huruf a sampai dengan huruf d, diukur dari tepi muka air pasang
rata-rata.
Selanjutnya pada kawasan sekitar danau dengan ketentuan
bahwa:
a) daratan dengan jarak 50 (lima puluh) meter sampai dengan 100
(seratus) meter dari titik pasang air danau tertinggi; atau
b) daratan sepanjang tepian danau atau waduk yang lebarnya
proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik danau atau waduk.
Arahan kawasan sekitar danau diarahkan pula untuk pengembangan
wisata danau/telaga, yaitu:
a) Kecamatan Mawasangka Timur meliputi Danau Pasi Bungi di Desa
Inulu, Danau Wampihompiho di Desa Lagili, Danau Oe Maamba
dan Oe Maamba II di Desa Bungi;
b) Kecamatan Mawasangka meliputi Telaga Fotu di Desa
Kanapa-napa, Telaga Anano Tei I, Telaga Anano Tei II dan Telaga Gumanano
di Desa Gumanano;
c) Kecamatan Talaga Raya meliputi Telaga Dhingi Bontobonto di Desa
Talaga Besar, Telaga Oe Lalo Labuea dan Telaga One Rua Tandono
di Kelurahan Talaga I;
d) Telaga Lakakoloto di Desa Rahia Kacamatan Gu; dan
e) Telaga Kauwe-uwe di Kelurahan Tolandona Kacamatan Sangia
Wambulu.
Kabupaten Buton Tengah yang terbentuk dengan struktur
geologi Karst, sehingga banyak dijumpai sumber-sumber mata air
bawah tanah pada daerah-daerah gua karst. Guna perlindungan maka
arahan kawasan sekitar mata air diatur dengan garis sempadan mata
berdiameter paling sedikit berjarak 200 (dua ratus) meter dari pusat
mata air.
a) luasan yang harus dipenuhi ditetapkan paling sedikit sebesar 30%
b) penetapan jenis dan lokasi RTH terdiri atas:
1) RTH eksisting berupa Taman di Kelurahan Boneoge Kecamatan
Lakudo; dan
2) rencana RTH terdiri atas:
rencana RTH jalur hijau jalan;
rencana RTH taman dan hutan kota terdiri atas:
rencana taman desa/kelurahan di setiap kecamatan;
rencana taman kota di Kecamatan Lakudo dan Gu;
rencana hutan kota di Kecamatan Lakudo; dan
rencana Bumi Perkemahan di Kecamatan Lakudo.
3) rencana RTH fungsi tertentu terdiri atas:
rencana jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi di
Kecamatan Gu dan Sangia Wambulu;
rencana RTH sempadan sungai;
rencana RTH sempadan pantai di Teluk Lasongko dan Teluk
Liana Banggai;
rencana RTH pengaman sumber air baku berupa mata air,
danau dan telaga; dan
rencana RTH pemakaman di setiap kecamatan
Selanjutnya kawasan lainnya yaitu berkaitan dengan
penyelenggaraan bangunan gedung negara pada kawasan perkantoran
a) arahan perencanaan penataan bangunan dan lingkungan
perkantoran Labungkari sebagai pusat pemerintahan baru
Kabupaten Buton Tengah
b) pembangunan bangunan gedung negara secara terpadu
c) pengelolaan limbah, persampahan dan ruang terbuka hijau dan
non hijau.
Disamping itu arahan ainnya berdasarkan RTRW di atas, yaitu
perencanaan penataan bangunan dan lingkungan pada kawasan
pengembangan permukiman baru perkotaan, kawasan pariwisata
daerah dan kawasan jasa dan perdagangan skala Kabupaten. Ketiga
kawasan ini merupakan potensi pertumbuhan ekonomi baru yang
diprediksi memberikan dampak social dan ekonomi serta dampak
lainnya yang berkaitan dengan pembangunan sarana dan prasarana
pendukung kegiatan didalamnya. Untuk itu perencanaan
kawasan-kawasan ini sangat diperlukan agar pengendalian pemanfaatan ruang
serta proses kegiatan yang berkembang dapat dikendalikan dengan
baik serta keberlanjutan lingkungan hidup dapat terjaga.
7.2.3. Potensi dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan
Berdasarkan arahan-arahan kawasan budidaya dalam RTRW
Kabupaten Buton Tengah, diantaranya meliputi kawasan permukiman,
pemerintahan, kawasan pariwisata, kawasan jasa dan perdangan dan
kawasan lainnya, memiliki sejumlah potensi potensi dan tantangan
baik secara positif maupun negatif, beberapa hal yang terkait dengan
kedua hal ini, sebagai berikut:
1) Potensi Penataan Bangunan dan Lingkungan
Beberapa poin yang menjadi potensi sektor PBL di Kabupaten
Buton Tengah berdasarkan RTRW maupun isu-isu pengembangan
a) Potensi pariwisata daerah, dimana Kabupaten Buton Tengah
merupakan wilayah kepulauan, dimana wilayahnya terdiri
atas wilayah laut dan daratan.
b) Potensi geologi, dimana Kabupaten Buton Tengah tersusun
atas struktur geologi karst, sehingga menghasilkan gua-gua
karst dan potensi sumber mata air bawah tanah, yang
mendukung pengembangan ekowisata dan geowisata.
c) Potensi wilayah secara geografis, dimana Kabupaten Buton
Tengah diapit dua wilayah pengembangan strategis yakni Kota
Baubau dan Kabupaten Muna.
d) Potensi pertambagan, dimana Kabupaten Buton Tengah
memiliki potensi bahan batuan dalam hal ini batu kapur dan
bahan mineral dalam hal ini nikel.
e) Potensi perikanan dan kelautan, dimana Kabupaten Buton
tengah sebagian besar masyarakatnya bermata pencahariaan
nelayan dan memiliki potensi perikanan hasil laut relatif
cukup besar sebagai komoditi ekspor.
2) Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan
Beberapa poin yang menjadi tantangan sektor PBL di
Kabupaten Buton Tengah berdasarkan kondisi eksisting kawasan
budidaya maupun kawasan lindung dalam RTRW Kabupaten Buton
Tengah, diantaranya, yaitu:
a) Potensi-potensi di atas belum memiiliki data dan informasi
yang akurat sebagai potensi unggulan daerah serta
kecenderungan berkembang secara alami;
b) Prasarana dan sarana umum kawasan perkotaan dan
perdesaan masih sangat terbatas;
c) Jaringan prasarana wilayah, yaitu transportasi laut dan darat
belum memberikan ekses yang siginifikan bagi pertumbuhan
7.2.4. Usulan Program Penataan Bangunan Dan Lingkungan
Dalam rangka pengelolaan potensi kawasan agar berhasilguna
dan berdayaguna serta tantangan yang ada diharapkan menjadi
peluang pengembangan ekonomi baru secara optimal serta dalam
dalam rangka pengawasan dan pengaturan bangunan gedung dalam
mengendalikan pemanfaatan ruang, maka beberapa usulan program
dan kegiatan Penataan Bangunan dan Lingkungan di Kabupaten Buton
Tengah, sebagaimana pada tabel di bawah ini:
Tabel 7.13
Matriks Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan Kabupaten Buton Tengah Tahun 2016
Sumber: Dokumen RTRW Kabupaten Buton Tengah dan Data IMB Kabupaten Buton Tahun 2016
7.3. Sistem Penyediaan Air Minum
7.3.1. Kondisi Eksisting Sistem Pelayanan Air Minum (SPAM)
Sistem penyediaan air minum di Kabupaten Buton Tengah
terdiri atas 2 (dua) sistem jaringan, yaitu : sistem jaringan non
perpipaan, dan sistem jaringan perpipaan.
A. Jaringan Perpipaan
Dalam pengembangan sistem penyediaan air minum di
Kabupaten Buton Tengah digunakan sumber air tanah yang berasal
dari mata air dan sungai-sungai bawah tanah yang cukup banyak
terdapat wilayah karst. Seperti yang dijelaskan pada bab sebelumnya,
sumber-sumber air baku yang ada di Kabupaten Buton Tengah ini
cukup potensial untuk dikembangkan sebagai sumber baku air bersih
untuk pengembangan sistem PAM maupun non PDAM. Berdasarkan
hasil survey sumber air baku yang ada di Kabupaten Buton Tengah
ada beberapa mata air yang menjadi sumber air baku oleh PDAM
sudah tercemar oleh aktivitas masyarakat seperti yang terjadi di mata
air Desa Wakeakea Kecamatan Sangia Wambulu, dimana lokasi
tersebut dijadikan sebagai tempat mencuci dan mandi oleh
masyarakat setempat. Selain itu, saat ini terdapat beberapa mata air
yang telah dimanfaatkan sebagai sumber air baku untuk beberapa
IKK dan jaringan. Adapun beberapa sumber yang telah dimanfaatkan
saat ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Tabel 7.14
Lakudo Matawine 80 10 10 Pompanis
Sumber: Kantor PDAM Kabupaten Buton di Baubau Tahun 2016
B. Jaringan Non Perpipaan
Sistem penyediaan air minum non perpipaan di Kabupaten
Buton Tengah saat ini dilayani dari berbagai sumber air yang
umumnya berasal dari sumur bor, sumur gali, dan bak penampung air
hujan. sebagai sumber air alternatif bagi masyarakat di Kabupaten
Buton Tengah tingkat pelayanan air bersih sudah cukup baik. Khusus
masyarakat yg berada di kepulauan dengan kondisi rawan air seperti
Talaga, sumber air non perpipaan berupa PAH (Penampung Air Hujan)
yaitu penyediaan air menggunakan bak yang berfungsi sebagai tempat
menampung air hujan, untuk kemudian di salurkan ke rumah-rumah
warga. Sedangkan masyarakat yang berada di wilayah daratan Muna
tingkat pelayanan kurang, masih ada daerah yang belum terlayani air
bersih hal ini disebabkan kurangnya sumber mata air dan sarana dan
prasarana sehingga masyarakat mengunakan air sumur.
Tabel 7.15
Sumber Air Baku yang Dapat Menjadi Alternatif
No Alternatif Sumber Lokasi Sumber Debit (L/Det)
1 Mata Air Gua Koo Desa Lakorua 10
2 Mata Air Owe Bou Desa Wasilomata 10
3 Mata Air Waburense Desa Waburense 10
Lanjutan Tabel 7.16
Sumber Air Baku yang Dapat Menjadi Alternatif
No Alternatif Sumber Lokasi Sumber Debit (L/Det)
4 Mata Air Oengkusali Desa Kanapa Napa 10
5 Mata Air Metere Desa Metere 10
6 Mata Air Labungkari Kota Labungkari 10
7 Mata Air Mefaaheno Desa Lagili 5
Sumber: Hasil survey lapangan 2016
7.3.2. Cakupan Pelayanan Air Minum Perkecamatan
Secara umum, pengembangan sumber air bersih untuk
Kabupaen Buton Tengah meliputi optimalisasi terhadap sumber
eksisting dan pengembangan terhadap sumber-sumber air baku air
bersih yang ada di Kabupaten Buton Tengah. Sumber-sumber air
baku air bersih yang potensial cukup banyak dari segi Kuantitas dan
dari segi Kontinyunitasnya dengan segi kualitas air yang baik.
Berdasarkan sumber air terdekat yang dapat mensuplai air bersih ke
dareah layanan, maka daerah pelayanan dibagi atas beberapa sistem.
Setiap sistem dapat melayani satu atau lebih kecamatan. Hal ini
sumber air minum. Adapun pembagian daerah pelayanan dapat
dilihat pada Tabel dan gambar Peta Rencana Daerah Pelayanan SPAM
Tabel 7.17
Rencana Daerah Pelayanan SPAM di Kabupaten Buton Tengah
No Rencana
Daerah Pelayanan
Kecamatan Mata Air
Gumanano, Kacembungi MA Owe Bou Wasilomata
MA
6 Wahumbia Mawasangka
Timur
Dengan demikian wilayah pelayanan untuk SPAM ini adalah
seluruh wilayah administrative kabupaten Buton Tengah. Adapun
persentase pelayanan yang dimaksud dalam tingkat pelayanan air
bersih Kabupaten Buton Tengah merupakan jumlah/total dari ke
tujuh sistem SPAM tersebut yaitu diharapkan dapat mencapai 80%
pada akhir tahun 2037 sesuai dengan data RTRW 2016. Proyeksi
kebutuhan air bersih dihitung berdasarkan proyeksi jumlah
penduduk yang akan dilayani hingga akhir tahun perencanaan dan
standar kebutuhan air minum untuk semua jenis pelanggan. Adapun
peta wilayah pelayanan SPAM Kabupaten Buton Tengah dapat dilihat
7.3.3. Kinerja PDAM
Secara kelembagaan saat ini PDAM yang ada di kabupaten
Buton Tengah masih menjadi pengelolaan dan di bawah manajemen
PDAM Kabupaten Buton, selain itu belum dilaksanakan pula
penyerahan asset-aset PDAM pasca pemekaran wilayah. Untuk itu
secara garis besar kinerja PDAM Kabupaten Buton Tengah belum bias
terukur baik dari sisi keuangan, sumber pendanaan, perencanaan dan
pemabngunan ke depan.
Saat ini, sumber air baku yang dimanfaatkan oleh PDAM
Kabupaten Buton Tengah berasal dari sumber air, yaitu:
a. PDAM Unit Kecamatan Lakudo
Prasarana IPA Matawine dengan kapasitas produksi 10 liter/detik
meliputi bak penampung, pipa transmisi dari Mata Air Matawine,
dan jaringan pipa distribusi
b. PDAM Unit Kecamatan Gu
Prasarana IPA Walondo dengan kapasitas produksi 20 liter/detik
meliputi bak penampung, pipa transmisi dari Mata Air Walondo,
dan jaringan pipa distribusi
c. PDAM Unit Kecamatan Sangia Wambulu
Prasarana IPA Wadiabero meliputi bak penampung, pipa transmisi
dari sumber mata air dan jaringan pipa distribusi bersumber dari
Mata Air Cio di Desa Wadiabero Kecamatan Sangia Wambulu
d. PDAM Unit Kecamatan Mawasangka
Prasarana IPA Kamundo-Mundo dengan kapasitas produksi 10
liter/detik bersumber dari Mata Air Kamundo-Mundo di Desa
Waburense Kecamatan Mawasangka meliputi bak penampung,
pipa transmisi dari sumber mata air dan jaringan pipa distribusi
dan Prasarana IPA Waburense dengan kapasitas produksi 5
e. PDAM Unit Kecamatan Mawasangka Tengah
Prasarana IPA Lantongau meliputi bak penampung, pipa transmisi
dari Mata Air Koo, dan jaringan pipa distribusi
2. Jaringan Pipa
Jumlah panjang jaringan pipa PDAM yang sudah terpasang sampai dengan tahun 2011 adalah pipa transmisi 26.450 m’ dan pipa
distribusi 312.886 m’.
3. Sistem Pengolahan Air PDAM
Peningkatan dan optimalisasi kinerja PDAM sangat dipengaruhi oleh
salah satu faktor antara lain adalah kondisi sarana dan prasarana yang
ada saat ini, baik kualitas maupun kuantitasnya
a. Bangunan Pengambilan (Intake)
b. Instalasi Pengolahan Air Baku (Raw Water Treatment Plant)
c. Bak Penampung Air (Reservoir)
d. Pompa, Rumah Pompa dan Pompa Booster
Dalam memenuhi kebutuhan pelayanan pada pelanggan, PDAM.
mengoperasikan beberapa pompa terutama untuk melayani pelanggan
yang mempunyai jarak maupun ketinggian tidak mungkin lagi
dijangkau dengan sistem gravitasi.
Struktur organisasi harus dapat menggambarkan aktivitas
utama dalam sistem pengelolaan, pola kerja yang jelas dan
mempunyai fungsi perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian,
serta pengawasan dengan menguraikan tugas, wewenang dan
tanggung jawabnya. Untuk organisasi SPAM di Kabupaten/Kota,
penyelenggara harus bertanggung jawab kepada Bupati atau Wali
Gambar 7.16. Struktur organisasi penyelenggaraan SPAM di Kabupaten
Struktur organisasi pengelolan SPAM menurut UPTD dapat
dilihat pada gambar 9.2 sebagai berikut:
Gambar 7.17 Struktur Organisasi Pengelolaan SPAM menurut UPTD
7.3.4. Potensi dan tantangan Pengembangan SPAM
A. Potensi
1. Air permukaan
Ketersediaan air dalam pengertian sumber daya air pada
dasarnya terdiri atas tiga jenis, yaitu air hujan, air permukaan, dan
air tanah. Air hujan pada umumnya hanya berkontribusi untuk
rumah tangga. Sumber air yang berpotensi besar untuk dimanfaatkan
adalah sumber air permukaan dalam bentuk air di sungai, saluran,
danau, dan tampungan lainnya.
Penggunaan air tanah yang kenyataannya sangat membantu
pemenuhan air baku maupun irigasi pada daerah yang sulit
mendapatkan air permukaan seperti Kabupaten Buton Tengah harus
dijaga agar pengambilannya tetap berada dibawah debit aman (Safe
yield) (Irfan dan Waluyo, 2005). Ketersediaan air dapat didefinisikan
dalam berbagai cara. Dalam hal lokasi, ketersediaan air dapat berlaku
pada suatu titik misalnya pada suatu lokasi pos duga air, bendung
tempat pengambilan air irigasi dan sebagainya (satuan: m3/dt atau
l/dt), banyaknya air yang tersedia dapat juga dinyatakan berlaku
dalam suatu areal tertentu, misalnya pada suatu wilayah sungai,
daerah pengaliran sungai, daerah irigasi, dan sebagainya (satuan :
juta meter kubik per tahun atau milimeter per hari). Analisis
ketersediaan air menghasilkan perkiraan ketersediaan air di suatu
wilayah sungai atau sistem tata air, secara spasial maupun dalam
waktu.
Berdasarkan data RTRW Kabupaten Buton Tengah, diperoleh
bahwa beberapa potensi air baku permukaan di Kabupaten Buton
Tengah yaitu sungai dan danau. Di Kabupaten Buton Tengah tidak
terdapat banyak sungai, karena geologinya yang berasal dari Formasi
Wapulaka. Namun diperkirakan banyak sungai-sungai bawah tanah
yang dibuktikan sangat banyaknya gua yang berisi air pada daerah
karts. Sungai terbesar di wilayah ini adalah Sungai Mawasangka yang
terdapat pada perbatasan dengan wilayah Kab. Muna Barat.
Sungai-sungai sedang dan kecil tersebar di setiap kecamatan. Sedangkan
danau yang terdapat di Kabupaten Buton Tengah satu-satunya hanya
di wilayah Kecamatan Mawasangka Timur yaitu Danau Pasibungi,