• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN TINGKAT ASERTIVITAS ANAK BUNGSU DAN SULUNG REMAJA AKHIR DALAM KELUARGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERBEDAAN TINGKAT ASERTIVITAS ANAK BUNGSU DAN SULUNG REMAJA AKHIR DALAM KELUARGA"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN TINGKAT ASERTIVITAS ANAK

BUNGSU DAN SULUNG REMAJA AKHIR DALAM

KELUARGA

SKRIPSI

DISUSUN SEBAGAI SYARAT

UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA PSIKOLOGI

Disusun Oleh:

AJENG CHRISTYA I.

009114133

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis

ini tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, ………

(5)

ABSTRAK

Perbedaan Tingkat Asertivitas Anak Sulung Dan Bungsu Remaja Akhir Dalam Keluarga

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat asertivitas antara anak sulung dan bungsu remaja akhir dalam keluarga. Asertivitas merupakan perilaku yang mengembangkan kesetaraan dalam hubungan manusia, memungkinkan kita bertindak berdasarkan minat terbaik diri kita, terlepas dari rasa cemas, mampu mengekspresikan perasaan secara jujur dan nyaman, dan mengutarakan hak pribadi tanpa menyangkal hak orang lain. Asertivitas dipengaruhi oleh faktor pola asuh, kebudayaan, usia, jenis kelamin dan strategi coping.

Subjek penelitian ini ada 80 orang remaja berusia 16-18 tahun dan memiliki urutan kelahiran sulung dan bungsu. Subjek yang telah terpilih merupakan subjek yang tinggal bersama keluarga. Subjek dipilih dengan metode purposive sampling di SMK Sanjaya Pakem. Jenis penelitian ini adalah penelitian komparatif, yaitu membandingkan tingkat asertivitas dilihat dari urutan kelahiran. Pengambilan data dilakukan dengan skala asertivitas. Reliabilitas skala penelitian menghasilkan koefisien reliabilitas 0,813.

Data penelitian dianalisis menggunakan teknik Independent Sample t-Test. Hasil uji hipotesis adalah 1,244 dengan probabilitas 0,217 (p>0,05). Ini berarti tidak ada perbedaan tingkat asertivitas antara anak sulung dan bungsu remaja akhir dalam keluarga. Dari hasil kategorisasi, kebanyakan subjek baik sulung maupun bungsu sama-sama memiliki asertivitas sedang dan rendah. Hasil pembahasan menyimpulkan bahwa urutan kelahiran tidak mempengaruhi asertivitas.

(6)

ABSTRACT

Differences Of Asertivity Step Between Eldest And Youngest Last Adolescense On Family

The objective of this research is determine the defferences in asertivity step between eldest and youngest last adolescense deep on family. Asertivity is defined behavior to extend equality of human relationship to make possible for as to do best on the interest ourself, free from anxious, able to feeling expression as honest and comfortable and to explain personal autority without resist other autority. Asertivity is influenced by parents educated factor, culture, ae, sex and coping strategy.

The subjects of this research were 80 people who stay at the family. The ages of subject is about 16 to 18 years old. They were choosen by purposive sampling in SMK Sanjaya Pakem. This is comparative research, which has an aim to determine defferences of asertivity among of birth order. The method of data gathering used asertivity scaled. Reliability of research scale produced a coeficient reliability score 0,813.

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Perbedaan anak sulung dan bungsu………17

Tabel 2 Blue Print Skala Asertivitas sebelum uji coba………...…25

Tabel 3 Blue Print Skala Asertivitas setelah uji coba……….27

Tabel 4 Blue Print Skala Asertivitas untuk penelitian………...….28

Tabel 5 Hasil Uji Normalitas ………32

Tabel 6 Hasil Uji Homogenitas………...………33

Tabel 7 Hasil Uji Hipotesis………...………..33

Tabel 8 Norma Kategori Skor…..………...35

Tabel 9 Kategorisasi Asertivitas Anak Sulung Remaja Akhir dalam Keluarga ………36

Tabel 10 Kategorisasi Asertivitas Anak Bungsu Remaja Akhir dalam Keluarga ………36

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A:

Skala Asertivitas Try Out ………. 67

Out Put Data Try Out ……… 71

Hasil Olah Data Try Out ……….. 86

Lampiran B:

Skala Asertivitas Penelitian ………. 90

Out Put Data Penelitian ……… 93

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat

dan kasihnya sehingga skripsi ini dapat selesai. Skripsi ini disusun untuk

memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat selesai tidak lepas dari bantuan

banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan banyak terima

kasih kepada:

1. Bapak P.Eddy Suhartanto, S.Psi, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ijin penelitian untuk

skripsi ini.

2. Bapak Dr. T. Priyo W. M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah

membimbing, mengarahkan, menyediakan waktu dan membantu kelancaran

penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Drs. H. Wahyudi, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik yang

telah membantu banyak membantu selama proses perkuliahan.

4. Bapak Agung Santoso, S.Psi, ibu Henrietta PDADS, S.Psi yang telah bersedia

untuk meluangkan waktu dan membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan

saya.

5. Seluruh dosen fakultas psikologi, mbak Nanik, mas Gandung, Pak Gi’, mas

Doni yang telah membantu kelancaran penulisan skripsi ini.

(10)

mberikan ijin penelitian.

7. Ibu Nanik, bapak Mujono, dan keluarga besar SMK Sanjaya Pakem yang telah

membantu kelancaran penelitian untuk skripsi ini.

8. Papa, Mama, terima kasih atas pengertian dan doa yang tiadak pernah putus

dari kalian. Aku akan berusaha mewujudkan impian kalian dan berusaha tidak

membuat kalian bersedih lagi. Mas Andi, thank’s atas supportnya, kamu

kakakku yang paling baik.

9. Suamiku, & Tegar kecilku, terimakasih atas dukungannya, kalian adalah

kekuatan dan cintaku.

10. Bapak, ibuk Surirejo, mas He’, terimakasih untuk semua yang sudah kalian

berikan buat Ajeng.

11. My best friend Emi, temanku dalam suka dan duka, makasih atas semua

bantuannya ya,… lagi sibuk nyiapin pernikahan ya?.

12. Om-om, tante, dan semua keluarga yang selalu memberikan dukungan dan

mendoakan Ajeng sehingga semua bisa terselesaikan.

13. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terimakasih atas

(11)

TUHAN TERIMA KASIH

KAU SUNGGUH BAIK

“ Ia Membuat Segala Sesuatu Indah Pada Waktunya”

Karya ini kupersembahkan untuk orang-orang yang kukasihi:

My Jesus Christ’

(kasih abadiku yang senantiasa mengerti dan mengasihiku bahkan ketika kujatuh)

Papa

Mama

Suamiku tersayang

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………. ii

HALAMAN PENGESAHAN ……….. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ……….….. iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……….. v

ABSTRAK ………... vi

ABSTRACT ………..… vii

KATA PENGANTAR ……….…. viii

DAFTAR ISI ………..… x

DAFTAR TABEL ……….… xiii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xiv

BAB I (PENDAHULUAN) ………... 1

A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Rumusan Masalah ……… 4

C. Tujuan Penelitian ……… 4

D. Manfaat Penelitian ………... 4

BAB II (LANDASAN TEORI) ………. … 6

A. Asertivitas ……… 6

(13)

2. Ciri-ciri Asertivitas ………... 8

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Asertivitas ………… 9

4. Tujuan dan Manfaat Asertivitas ……….. 10

B. Anak Sulung Dan Bungsu Dalam Keluarga ……… 12

1. Pengertian Keluarga ………. 12

2. Pengertian Sulung Dan Bungsu ………... 13

C. Dinamika Asertivitas Anak Sulung Dan Bungsu Dalam Keluarga 17

D. Hipotesis ……… 18

BAB III (METODE PENELITIAN) ……… 19

A. Jenis Penelitian ……… 19

B. Identifikasi Variabel Penelitian ……….. 20

C. Definisi Operasional ………... 21

D. Subjek Penelitian ………... 22

E. Pengumpulan Data ………. 24

F. Pertanggungjawaban Mutu ……… 24

1. Validitas Alat Ukur ……… 24

2. Seleksi Item ……… 24

3. Reliabilitas ………. 28

G. Metode Analisis Data ………. 29

1. Uji Asumsi ……….. 29

2. Uji Hipotesis ………... 30

(14)

A. Pelaksanaan Penelitian ……… 31

B. Hasil Penelitian ……… 31

1. Uji Asumsi ……… 31

2. Uji Hipotesis Penelitian ……… 33

3. Kategorisasi ………. 35

C. Pembahasan ……….. 37

BAB V (KESIMPULAN DAN SARAN) ………. 43

A. Kesimpulan ………. 43

B. Saran ………. 44

DAFTAR PUSTAKA ……… 45

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Perbedaan anak sulung dan bungsu………17

Tabel 2 Blue Print Skala Asertivitas sebelum uji coba………...…25

Tabel 3 Blue Print Skala Asertivitas setelah uji coba……….27

Tabel 4 Blue Print Skala Asertivitas untuk penelitian………...….28

Tabel 5 Hasil Uji Normalitas ………32

Tabel 6 Hasil Uji Homogenitas………...………33

Tabel 7 Hasil Uji Hipotesis………...………..33

Tabel 8 Norma Kategori Skor…..………...35

Tabel 9 Kategorisasi Asertivitas Anak Sulung Remaja Akhir dalam Keluarga ………36

Tabel 10 Kategorisasi Asertivitas Anak Bungsu Remaja Akhir dalam Keluarga ………36

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A:

Skala Asertivitas Try Out ………. 67

Out Put Data Try Out ……… 71

Hasil Olah Data Try Out ……….. 86

Lampiran B:

Skala Asertivitas Penelitian ………. 90

Out Put Data Penelitian ……… 93

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

“Setiap anak punya posisi unik dalam keluarga”, ini diungkapkan oleh

Irene Schumo Seipt (www.pikiranrakyat.com) . setiap anak menduduki posisi khusus, ada anak sulung, anak tengah, anak bungsu ataupun anak tunggal,

yang secara psikologis terdapat perbedaan personalitas antara mereka. Anak

pertama adalah anak yang beruntung karena ia adalah anak yang memang

diharapkan. Asosiasi kita terhadap anak sulung adalah anak yang cepat

dewasa dan berwibawa, berbeda dengan anak bungsu yang manja dan tidak

tegas. Menurut Alva Handayani (www.pikiranrakyat.com). setiap anak

memiliki posisi sendiri-sendiri dalam keluarga, dan setiap kedudukan

menyebabkan tanggung jawab dan konsekuensi yang berbeda.

Perbedaan-perbedaan ini disebabkan oleh kebudayaan maupun sikap orang tua yang

berbeda.

Terhadap anak sulung, orangtua yang belum berpengalaman cenderung

terlalu cemas dan terlalu melindungi anak sulung. Biasanya anak sulung

dibebani berbagai tanggung jawab karena dia harus menjadi contoh bagi

adiknya. Anak sulung memiliki sifat: bertanggung jawab terhadap

adik-adiknya disertai perasaan berkuasa, adanya pandangan kedepan, pengertian

tentang kehidupan dan proses-prosesnya, senang mengajar orang lain, berpikir

(18)

mor, selalu merasa diri tidak aman, cemas akan dikesampingkan serta,

mencari kedudukan pemimpin dan bila menikah mencari partner yang dapat

dikuasainya. Sifat anak sulung berbeda dengan anak bungsu yang cenderung

lebih dimanja dan dianggap bayi terus. Pemanjaan yang diterima si bungsu

berasal dari orang tua juga dari kakak-kakaknya dan coraknya beragam

sehingga mengakibatkan ketidaktegasan. Anak bungsu sering menunjukkan

sifat khas: kegelisahan, merasa diri kurang dari anak-anak lain tetapi ingin

dipuji, kurang mendapat kesempatan untuk belajar bertanggung jawab,

optimistis karena merasa semua akan berjalan dengan mudah dan baik, semua

akan dibereskan, dibantu oleh orang lain (kakak-kakaknya), serta akan

memilih pasangan yang ada persamaan dengan sikap orangtuanya.

Perlakuan yang diberikan oleh orang tua secara berbeda terhadap anak

menyebabkan perbedaan sifat pada diri anak mereka dan perbedaan tersebut

terlihat pada perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari. Anak yang satu

mungkin lebih terbuka dan lebih mudah bergaul dibandingkan dengan

saudaranya yang lebih pendiam dan serius, atau sebaliknya. Hal ini menarik

minat penulis untuk melihat perbedaan tingkat asertivitas pada anak sulung

dan bungsu dalam keluarga karena ternyata dalam kehidupan sehari-hari

banyak orang tua yang memberi perlakuan berbeda terhadap anak mereka

berdasar urutan kelahiran dan perlakuan yang berbeda tersebut memberi

tanggung jawab dan konsekuensi yang berbeda pada masing-masing anak.

(19)

yang berbeda terhadap anak mereka. Hal ini membuat anak tumbuh dengan

sifat yang berbeda-beda walaupun tinggal dalam rumah yang sama dan diasuh

oleh orang tua yang sama pula, termasuk dalam bersikap asertif.

Dalam bersikap asertif seseorang dituntut untuk jujur terhadap dirinya

dan jujur pula dalam mengkomunikasikan pendapat dan kebutuhan secara

proposional, mengekspresikan perasaan, tanpa ada maksud utnuk

memanipulasi, memanfaatkan ataupun merugikan pihak lain. Tujuan perilaku

asertif adalah: (a) membuat proses komunikasi berjalan dengan efektif, dan

(b) membangun hubungan yang setara, saling menghormati

(www.cyberwoman.cbn.net.id).

Sikap asertif penting dalam komunikasi antar anggota keluarga.

Terkadang bersikap asertif sulit dilakukan karena berbagai hal. Anak yang

menginjak remaja dengan emosi yang meledak-ledak dan merasa dirinya

mampu menyelesaikan segalanya, cenderung lebih dekat dan terbuka dengan

teman-teman sebayanya. Sebaliknya orangtua merasa mereka lebih

berpengalaman, lebih tahu dibanding anak, lebih senang memberikan

aturan-aturan dan perintah-perintah untuk dipatuhi oleh anak mereka daripada

berdiskusi membicarakan suatu keputusan dan jalan keluar. Ketika orangtua

dan anak yang beranjak remaja masing-masing bertahan dengan dirinya, maka

sikap asertif yang seharusnya ada dalam keluarga untuk membuat proses

(20)

anak akan semakin menutup diri terhadap orang tua dan orangtua menganggap

anaknya nakal.

Keterbatasan penelitian ini adalah terdapat banyak hal yang

mempengaruhi sikap asertif pada remaja, seperti kebudayaan, pola asuh, jenis

kelamin, dan tingkat pendidikan. Penulis melakukan kontrol terhadap urutan

kelahiran dan usia subjek, yaitu usia remaja akhir (16 s/d 18 tahun),

sehingga penelitian ini memiliki batasan jelas, hanya untuk remaja dengan

urutan kelahiran sulung dan bungsu, bukan anak tunggal ataupun tengah.

B. Rumusan Masalah

Adakah perbedaan tingkat asertivitas antara anak sulung dan anak bungsu

usia remaja akhir dalam keluarga?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat

asertivitas antara anak sulung dan anak bungsu usia remaja dalam keluarga.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini meramgsang penelitian baru yang hendak

mengkaji topik yang berkaitan dengan perilaku asertif guna

mengembangkan hubungan interpersonal yang lebih efektif di berbagai

(21)

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini menjadi bahan informasi sebagai acuan

bagi remaja untuk semakin memahami tingkah laku dan pentingnya

(22)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Asertivitas

1. Pengertian Asertivitas

Asertivitas didefinisikan sebagai perilaku yang mengembangkan

kesetaraan dalam hubungan manusia, memungkinkan kita bertindak

berdasarkan minat terbaik diri kita, terlepas dari rasa cemas, mampu

mengekspresikan perasaan secara jujur dan nyaman, dan mengutarakan

hak pribadi tanpa menyangkal hak orang lain (Alberti dan Emmons, 1987).

Bersikap asertif membutuhkan keterbukaan terhadap diri sendiri secara

jujur. Menurut Lange & Jakubowski (1976), asertivitas adalah kemampuan

menyataan hak pribadi secara tegas, meliputi pengekspresian pikiran,

perasaan, dan keyakinan secara langsung, jujur dengan cara yang tepat

tanpa melanggar hak orang lain.

Pendapat ini didukung oleh Adams (1995), asertifitas merupakan

kemampuan seseorang untuk mengetahui kebutuhan-kebutuhan dirinya,

bekerja dengan cara sendiri untuk memenuhi kebutuhan dirinya dengan

tetap menunjukkan hormat kepada orang lain, menjelaskan suatu hal pada

orang lain, bersikap langsung, jujur dan terbuka, mengekspresikan

perasaan, kebutuhan dan ide serta mempertahankan hak-haknya tanpa

melanggar hak dan kebutuhan orang lain, bersikap otentik, apa adanya

(23)

Wolpe (1982) mengemukakan bahwa asertivitas adalah

pengekspresian perasaan secara tepat terhadap orang lain. Pendapat yang

lain diungkapkan oleh Santoso (1999), asertivitas berasal dari kata assert

menegaskan, mengandung satu atau lebih hal seperti hak asasi manusia,

kejujuran dan ekspresi emosi yang tepat. Townend (Prabowo, 1997)

mengemukakan bahwa asertivitas akan muncul pada saat orang melakukan

hubungan interpersonal dengan orang lain. Pada hubungan tersebut pihak

yang satu merasa nyaman dan pihak yang lain juga merasakan hal yang

sama.

Menurut Cawood (1997), asertivitas adalah kemampuan seseorang untuk

mengekspresikan pikiran, perasaan, kebutuhan dan hak pribadinya tanpa

kecemasan, mampu bersikap jujur dan langsung, serta memperhitungkan

hak-hak sendiri tanpa meniadakan hak orang lain. Lloyd (1991),

mengemukakan bahwa orang yang bersikap asertif adalah orang yang

bersikap aktif, langsung dan jujur. Perilakunya mengkomunikasikan kesan

respek pada diri sendiri dan orang lain. Orang yang asertif memandang

keinginan, kebutuhan dan haknya sama dengan keinginan dan kebutuhan

orang lain. Pendapat serupoa dikemukakan oleh Rimm dan Masters

(1974), mengatakan bahwa asertivitas merupakan perilaku interpersonal

yang mengandung kejujuran dan mengekspresikan perasaan secara

langsung baik yang negatif (seperti kemarahan dan kebencian) maupun

(24)

Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

asertivitas adalah kemampuan mengkomunikasikan pikiran, pendapat,

kebutuhan perasaan positif maupun negatif secara jujur, terbuka, wajar dan

proposional, bertindak sesuai minat dan mempertahankan hak-hak pribadi

tanpa merasa cemas dengan menggunakan cara-cara yang tidak melanggar

hak orang lain dalam hubungan interpersonal.

Karya tulis ini ingin mengungkap mengenai asertivitas, maka lebih

jauh tentang asertivitas akan dibahas selanjutnya.

2. Ciri-ciri Asertivitas

Menurut Lazarus (Santosa, 1999), seorang remaja dikatakan

asertif bila mempunyai kemampuan untuk: (a) berkata “tidak”, (b)

meminta pertolongan, (c) mengekspresikan perasaan positif maupun

negatif secara wajar, (d) berkomunikasi tentang hal-hal yang bersifat

umum.

Kanfer dan Goldstain (Santosa, 1999), seseorang dikatakan

asertif bila: (a) dapat menguasai diri sesuai dengan situasi yang ada,

(b) dapat memberikan respon dengan wajar pada hal-hal yang sangat

disukainya, (c) dapat menyatakan kasih sayang dan cintanya kepada

(25)

3. Tujuan dan Manfaat Asertivitas

Tujuan dari bersikap asertif adalah : (a) membuat proses

komunikasi berjalan efektif, dan (b) membangun hubungan yang

setara, saling menghormati (www.cyberwoman.cbn.net.id). Manfaat dari bersikap asertif yaitu: (a) membantu dalam pengenalan diri, (b)

lebih jujur dalam membina hubungan, (c) dapat belajar untuk lebih

menghargai diri sendiri dan orang lain, (d) mengembangkan

kemampuan utnuk mengekspresikan perasaan positif dan negatif serta

lebih percaya diri, (e) mengembangkan kontrol diri dan

mengembangkan kemampuan untuk menolak tanpa merasa bersalah

(www. Kompas.com).

Manfaat lain jika seseorang bersikap asertif adalah: (a)

keinginan, kebutuhan, dan perasaan kita dapat dimengerti oleh orang

lain, sehingga tidak ada pihak yang sakit hati karena semuanya merasa

didengar dan dihargai. (b) sikap asertif membuat posisi menjadi

terbuka, membuat orang lain akan merasa nyaman berdekatan atau

berhubungan dengan kita, (c) sikap asertif membuat sebuat keputusan

dapat diambil dalam waktu cepat karena prasangka dan perdebatan

yang bertele-tele tidak akan terjadi.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Asertivitas

Santosa (1999) berpendapat bahwa ada sebab-sebab atau

faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi terbentuknya perilaku asertif pada

(26)

a. Pola Asuh

Terdapat tiga jenis pola asuh orang tua, pertama: otoriter, disini orang tua mendidik anak secara keras, penuh dengan disiplin

yang tidak dapat diterima anak tetapi dipaksakan, penuh dengan

larangan yang membatasi ruang kehidupan anak. Anak yang diasuh

dengan pola otoriter akan tumbuh menjadi anak yang merasa dirinya

rendah (inferior). Kedua: pola asuh demokratis, pada pola ini orang tua mengasuh anak mereka dengan penuh kasih sayang tetapi tidak

memanjakan, sehingga anak tumbuh menjadi individu yang penuh

percaya diri, mempunyai pengertian yang benar tentang hak mereka,

dapat mengkomunkasikan segala keinginan dengan wajar, dan tidak

memaksakan kehendak dengan cara menindas hak orang lain. Ketiga:

pola asuh permisif, orang tua mendidik anak tanpa adanya batasan/

aturan yang bersifat mengikat, bahkan terkesan bebas. Anak-anak

dengan pola asuh permisif akan tumbuh menjadi remaja yang mudah

kecewa dan mudah marah karena ia terbiasa mendapatkan segala

sesuatu dengan cepat dan mudah. Kurangnya pengawasan dari orang

tua akan membuat perilaku anak menjadi sulit untuk dikendalikan.

b. Kebudayaan

Faktor kedua yang mempengaruhi perilaku asertif adalah faktor

kebudayaan. Rakos (Santosa, 1999) memandang bahwa kebudayaan

mempunyai peran yang besar dalam mendidik perilaku asertif.

(27)

c. Usia

Buhrnmester (Santosa, 1999) berpendapat bahwa usia

merupakan salah satu faktor yang turut menentukan munculnya

perilaku asertif. Pada anak kecil perilaku asertif belum terbentuk, pada

masa remaja dan dewasa perilaku asertif berkembang, sedangkan pada

usia tua tidak begitu jelas perkembangan atau penurunannya.

d. Jenis Kelamin

Jenis kelamin pria dan wanita berpengaruh terhadap perilaku

asertif seseorang. Umumnya kaum pria cenderung lebih asertif

daripada wanita karena tuntutan masyarakat.

e. Strategi Coping

Strategi coping adalah bentuk penyesuaian diri yang

melibatkan unsur-unsur kognisi dan afeksi dari seseorang guna

mengatasi permasalahan yang datang pada dirinya. Strategi coping

yang digunakan oleh remaja juga mempengaruhi tingginya tingkat

keasertifan mereka (Massong et al dalam Santosa, 1999).

Dari uraian sebelumnya, penulis mengambil beberapa aspek

yang harus dimiliki oleh seorang seorang anak baik sulung ataupun

bungsu sehingga dia dapat dikatakan asertif, yaitu: (a) mampu

mengkomunikasikan perasaan, pendapat, ide dan keyakinan secara

jujur dan jelas, (b) mampu bertindak sesuai minat, (c) mampu

(28)

menghormati dan tidak meniadakan hak orang lain, (d) mampu

mengembangkan kesetaraan dalam hubungan interpersonal.

B. Anak Sulung dan Bungsu dalam Keluarga

1. Pengertian Keluarga

Menurut Kamus Kontemporer, keluarga adalah unit terkecil dalam

masyarakat yang terdiri dari suami istri atau suami istri dan anaknya atau

ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya. Linda & Richard (1995)

mengatakan bahwa keluarga merupakan sebuah lembaga yang paling

mendasar dalam masyarakat. Keluarga mempunyai fungsi tidak hanya

terbatas selaku penerus keturunan saja, tetapi juga sebagai sumber pendidi

kan utama, dan merupakan lingkungan pertama yang mula-mula

memberikan pengaruh mendalam pada anak-anak. ( Gunarsa, 1990).

2. Pengertian Sulung dan Bungsu

Adapun yang perlu dibahas dalam subbab ini adalah hal yang perlu

diketahui tentang anak sulung dan bungsu dalam keluarga. Adler (1993)

menyinggung perihal pengaruh urutan kelahiran pada pembentukan sifat

dasar seseorang yang akan menentukan nasibnya kelak. Adler membagi 3

kelompok posisi urutan kelahiran, yaitu sulung, tengah, bungsu.

Kepribadian masing-masing anak dalam suatu keluarga akan berlainan

berkaitan dengan pengalaman-pengalaman khusus yang dimiliki setiap

anak sebagai anggota suatu kelompok sosial. Gunarsa (1985) berpendapat

(29)

terhadap pembentukan kepribadian seseorang. Gunarsa membagi urutan

kelahiran dalam 4 kelompok, yaitu anak tunggal, anak sulung, anak tengah

dan anak bungsu.

Dari pembagian kelompok urutan kelahiran yang ada, penulis

hanya akan membahas urutan kelahiran sulung dan bungsu.

a. Anak Sulung

Anak sulung adalah anak tunggal yang beralih posisi setelah

munculnya anak kedua.

b. Anak bungsu

Anak kedua, anak ketiga, dan seterusnya yang tidak

mempunyai adik lagi dikatakan sebagai anak bungsu.

Masing-masing anak, baik sulung maupun bungsu mempunyai

karakter yang berbeda. Menurut Vitamind (2003), anak sulung bersikap

superior dan cenderung menuntut haknya. Anak sulung merupakan tipe

pekerja keras, penurut dan mengayomi. Pada umumnya mereka adalah

orang yang cerewet, sangat mendetail, tepat waktu, berdisiplin tinggi, dan

cakap dalam bidang yang ditekuninya. Mereka selalu menginginkan segala

sesuatu dapat dilakukan dengan benar pada waktu pertama kali

dilaksanakan. Segi negatif dari anak sulung yaitu, mereka sering bersikap

murung dan kadang-kadang kurang berperasaan. Mereka dapat bertindak

dengan menggunakan intimidasi, mendorong orang lain bekerja keras,

dapat bersikap seolah-olah mereka mengerti segala-galanya. Mereka

(30)

tidak bisa percaya orang lain mampu melaksanakannya dengan baik

seperti apa yang ia sendiri mampu kerjakan.

Berbeda dengan anak sulung, anak bungsu umumnya periang.

Mereka pandai bergaul, pendengar yang baik, senang menjadi teman

bicara, dan mudah akrab dengan orang yang baru dikenal. Pada dasarnya

anak bungsu tergolong tipe ekstovert yang menjadi lebih bersemangat

dengan kehadiran banyak orang disekitarnya. Mereka tidak takut berbuat

salah dan berani mengambil resiko. Sisi lain dari seorang anak bungsu

adalah cepat menjadi bosan. Mereka sangat takut tidak diterima dalam

suatu lingkungan dan memiliki rentang perhatian yang singkat. Anak bung

su cenderung menginginkan semua perhatian tertuju pada dirinya.

Kadang-kadang, hubungan menjadi terputus karena mereka terlalu

mengharapkan suasana hubungan yang penuh kesenangan, yang dalam

kenyataan hidup tidak dapat berlangsung terus-menerus.

Gunarsa (1985) berpendapat bahwa anak sulung akan terlihat lebih

matang, lebih diam dan tekun dalam pekerjaannya dan terkadang

memperlihatkan sifat kekanak-kanakan. Anak sulung merupakan orang

yang bertanggungjawab terhadap adik-adik, disertai perasaan berkuasa,

mereka senang mengajar orang lain karena terbiasa dengan adik-adik.

Anak sulung mempunyai pandangan kedepan, memiliki pengertian

tentang kehidupan dan proses-prosesnya, berpikir mendalam, kurang dapat

(31)

dan bila menikah mencari partner yang dapat dikuasai. Mereka juga

cenderung merasa tidak aman dan cemas akan dikesampingkan lagi.

Berlainan dengan anak sulung yang matang, anak bungsu

cenderung manja dan hal ini mengakibatkan ketidaktegasan pada diri si

bungsu. Anak bungsu seringkali merasa diri kurang dari anak-anak yang

lain, ia ingin dipuji. Posisinya sebagai anak paling akhir yang memiliki

kakak membuat dia kurang mendapat kesempatan untuk belajar

bertanggungjawab. Anak bungsu adalah orang yang optimis, merasa

semua akan berjalan dengan mudah dan baik, semua akan dibereskan

dibantu oleh orang lain. Pendapat yang lain dikemukakan oleh Alva

Handayani, ia berpendapat bahwa anak sulung adalah pribadi yang merasa

dirinya pemimpin, penuh tanggung jawab dan lebih superior, berbeda

dengan anak bungsu yang manja, kekanak-kanakan, mudah putus asa dan

cepat emosi.

Pendapat yang lain mengatakan anak sulung terlahir sebagai

pemimpin secara alami, mereka cenderung menjadi perfeksionis, dapat di

percaya dan penuh perhatian. Mereka tidak terlalu menampakkan reaksi

ketika terkejut dan bisa mendadak menjadi agresif. Anak pertama biasanya

mempunyai keinginan kuat untuk dimengerti. Karakter anak bungsu

berbeda dengan kakak-kakaknya. Mereka cenderung menjadi anak yang

ramah dan sangat menyenangkan. Mereka tidak terlalu peduli dengan

(32)

cukup. Anak bungsu biasanya sangat menawan tapi bisa menjadi

manipulatif dan manja (www.tabloidnova.com).

Dari beberapa pendapat tentang sifat-sifat dan karakter anak sulung

dan anak bungsu yang telah dikemukakan sebelumnya, penulis mencoba

mengelompokkan karakter masing-masing dalam tabel berikut:

Tabel 1

Perbedaan Anak Sulung dan Bungsu

Anak sulung Anak bungsu

- Pribadi yang berkompromi dan melayani, cenderung menyembunyikan perasaan sendiri dan selalu berusaha menyenangkan orang lain.

- Ekspresi emosi datar, tidak banyak ekkspresi

- Berjiwa pemimpin, merasa superior, bertanggungjawab dan cakap dalam bidang yang ditekuninya, perfeksionis, sangat mendetail dan ingin melakukan semua dengan benar.

- Lebih matang, berpikir mendalam.

- Ekstrovert, ramah, periang, menyenangkan, mudah bergaul dan akrab dengan orang lain

- Ekspresi emosi berupa amarah dan empati

- Optimis, tidak takut berbuat salah, berani ambil resiko, merasa semua akan berjalan dengan mudah dan baik, semua akan dibereskan dan orang lain akan membantu.

- Manja, selalu ingin diperhatikan.

C. Dinamika Asertivitas Anak Sulung dan Anak Bungsu dalam Keluarga

Urutan kelahiran anak yang berbeda dalam keluarga akan

menimbulkan perlakuan yang berbeda dari orang tua terhadap anaknya. Hal

ini akan mempengaruhi pribadi dan tingkah laku anak (Adler, 1946). Label

dan tuntutan dari keluarga dan lingkungan terhadap seorang anak karena

urutan kelahirannya akan memberi dampak terhadap pembentukan sifat dan

(33)

Anak pertama atau anak sulung dituntut menjadi contoh dan

pengayom bagi adik-adiknya, mereka mendapat banyak tekanan-tekanan dari

orang tua untuk menjadi anak seperti yang diharapkan oleh keluarga.

Tekanan-tekanan yang diperoleh dari orang tua terhadap anak sulung

membuat mereka lebih mudah untuk berkompromi dan mau melayani. Mere

ka cenderung menyembunyikan perasaan sendiri dan selalu berusaha untuk

menyenangkan orang lain. Hal ini membuat anak sulung menjadi tidak tegas

dalam bertindak dan dalam mengambil keputusan.

Anak bungsu yang sering dijuluki sebagai si anak bontot cenderung

lebih dimanja. Mereka adalah sosok yang optimis, tidak takut berbuat salah,

berani ambil resiko, merasa semua akan berjalan dengan mudah dan baik,

semua akan dibereskan dan orang lain akan membantu. Sifat yang menonjol

dari anak bungsu, mereka mudah menarik perhatian dan cenderung ramah,

merupakan pribadi yang ekstrovert, menyenangkan dan mudah bergaul tetapi

cenderung tidak dapat mengambil inisiatif dalam pertemanan. Terkadang me

reka cepat marah walaupun memiliki empati yang besar.

Dari karakter anak sulung dan anak bungsu diatas, ciri-ciri sikap asertif

lebih banyak ditunjukkan oleh anak bungsu. Anak bungsu yang ekstrovert,

ramah, mudah bergaul, memiliki empati serta dapat mengungkapkan ekspresi

marah lebih asertif daripada anak sulung yang memiliki sifat kompromi, tidak

banyak ekspresi, pendiam dan cenderung memendam perasaan serta selalu

(34)

D. Hipotesis

“Ada perbedaan tingkat asertivitas antara anak sulung dan anak bungsu

usia remaja akhir dalam keluarga”

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian komparatif. Jenis

penelitian komparatif adalah jenis penelitian yang berbentuk perbandingan

dari dua sampel atau lebih. Penelitian ini disebut penelitian komparatif karena

penelitian ini dilakukan untuk melihat perbeaan tingkat asertivitas antara 2

kelompok subjek berdasarkan urutan kelahiran mereaka dalam keluarga yaitu

anak sulung dan anak bungsu.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Menurut sugiyono (1999), variabel merupakan gejala yang menjadi

fokus peneliti untuk diamati. Variabel sebagai atribut dari sekelompok orang

atau objek yang mempunyai variasi antara yang satu dengan yang lainnya

dalam kelompok tersebut.

Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini dibedakan menjadi:

1. Variabel bebas

Merupakan variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya

variabel tergantung. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah urutan

kelahiran anak dalam keluarga yaitu anak sulung dan anak bungsu.

2. Variabel tergantung

(36)

nya variabel bebas. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah

asertivitas.

C. Definisi Operasional

Batasan operasional dari variabel penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Anak Sulung dan Anak Bungsu

Merupakan posisi hirarkis anak berdasarkan urutan kelahirannya

dalam keluarga, diketahui dari data identitas diri yang diisi subjek dalam

angket penelitian.

a. Anak sulung

Adalah anak tunggal yang beralih posisi setelah lahirnya anak kedua.

b. Anak bungsu

Adalah anak kedua, ketiga, dan seterusnya yang tidak mempunyai adik

lagi.

2. Asertivitas

Asertivitas adalah kemampuan mengkomunikasikan pikiran, pendapat,

kebutuhan, dan perasaan baik perasaan baik perasaan positif maupun

negatif secara jujur, terbuka, wajar dan proposional, bertindak sesuai minat

dan mempertahankan hak-hak pribadi tanpa merasa cemas dengan

menggunakan cara-cara yang tidak melanggar hak orang lain dalam hubu

ngan interpersonal. Asertivitas dalam penelitian ini akan diukur dengan

skala asertivitas yang dipandang dari lima aspek, yaitu mengembangkan

kesetaraan dalam hubungan interpersonal, bertindak sesesuai minat,

(37)

perasaan secara jujur dan terbuka, serta menggunakan hak-hak pribadi

tanpa mengingkari hak orang lain.

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini diambil dengan metode purposive sampling yaitu suatu teknik penentuan sampel yang dilakukan terhadap kelompok yang telah

ditentukan dengan memperhatikan ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang

dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat

populasi yang telah diketahui sebelumnya (Hadi, 1996).

Populasi subjek penelitian ini adalah anak sulung dan anak bungsu

yang mempunyai kriteria sesuai dengan batasan penelitian. Adapun batasan

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Usia antara 16-18 tahun

Hal ini dilakukan atas dasar usia remaja akhir adalah 16-18 tahun

(Hurlock, 1996).

2. Jumlah anak kandung minimal 2 orang

Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan untuk memenuhi kriteria

urutan kelahiran sesuai dengan kebutuhan penelitian yaitu adanya anak

sulung dan anak bungsu.

3. Tinggal dalam suatu keluarga

Batasan ini perlu karena penelitian ini hendak melihat asertivitas anak

(38)

anak) maupun dengan keluarga bukan inti (kakek, nenek, sepupu,

paman, bibi) yag tinggal dalam satu rumah. Jadi anak sulung atau

bungsu yang tinggal ditempat kost tidak dapat masuk dalam kriteria

sampel penelitian ini.

E. Pengumpulan Data

Alat pengumpul data yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah kuesioner berskala (Scaled Questionare) yaitu kuesioner

kemampuan perilaku asertif yang disusun dan dikembangkan oleh peneliti

sendiri dalam bentuk skala bertingkat yang memuat pernyataan-pernyataan

sejauh mana anak sulung dan anak bungsu usia remaja akhir menunjukkan

perilaku asertifnya dalam keluarga. Dasar pembuatan skala adalah

unsur-unsur asertivitas yang dikemukakan oleh Alberti dan Emmons (1987),

yaitu:

a) Mengembangkan kesetaraan dalam hubungan interpersonal

b) Bertindak sesuai minat

c) Mempertahankan hak-hak pribadi tanpa merasa cemas

d) Mengekspresikan perasaan secara jujur dan terbuka

e) Menggunakan hak-hak pribadi tanpa mengingkari hak orang lain

Item yang disebut favorable adalah item yang mengarah pada

tingkat asertivitas yang tinggi, sedangkan item unfavorable adalah item

yang mengarah pada tingkat asertivitas rendah. Pemberian skor pada setiap

(39)

untuk jawaban SL= 5; SR= 4; KK= 3; JR= 2; TP= 1. Sebaliknya untuk

pernyataan unfavorabel skor jawaban SL= 1; SR= 2; KK= 3; JR= 4; TP=

5. Total skor diperoleh dengan cara menjumlahkan skornya pada setiap

item atau pernyataan.

Kuesioner asertivitas ini disusun berdasarkan prinsip method of summated rating atau metode rating yang dijumlahkan dengan menggunakan Skala Likert (Gregory, 1998). Subjek diminta memilih satu dari lima respon pernyataan yang dimaksud untuk mengukur kemampuan

asertif. Mengingat bahwa kemampuan asertif individu berkembang seiring

dengan perkembangan pribadinya yang terjadi sepanjang waktu, baik

terjadi di waktu lalu atau masih berlangsung sampai sekarang, maka

peneliti menyajikan item-item yag memungkinkan subjek menentukan

jawaban terhadap respon dalam kontinum Selalu (S); Sering (SR);

Kadang-kadang (KK); Jarang (JR); Tidak pernah (TP).

F. Pertanggungjawaban Mutu

1. Validitas Alat Ukur

Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur

melakukan fungsi ukurnya. Validitas tinggi apabila tes tersebut menjalankan

fungsi ukurnya atau memberi hasil ukur yang tepat dan akurat sesuai dengan

tujuan serta memiliki kecermatan dalam pengukuran (Azwar, 1997). Validitas

(40)

atau rational judgement dalam proses telaah soal, yaitu dengan mengadakan

evaluasi, guna memeriksa kualitas item sebagai dasar untuk seleksi yang

berarti dengan menggunakan spesifikasi pernyataan yang telah ada,

menetapkan apakah pernyataan yang telah ada memang mengukur apa yang

akan diukur atau kesejalanan fungsi masing-masing item dengan fungsi skala

secara keseluruhan dan melihat distribusi item pada masing-masing aspek

yang hendak diukur (Azwar, 1999).

2. Seleksi Item

Hal pertama yang dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui kesahihan

alat tes adalah membuat spesifikasi jumlah item berdasarkan definisi

operasional dari asertivitas, kemudian membuat blue print. Skala asertivitas yang telah dibuat kemudian dikonsultasikan pada dosen pembimbing sebagai

orang yang dianggap ahli untuk kemudian diuji cobakan.

Berikut ini adalah Blue-Print yang memuat komponen disertai nomor-nomor item rancangan Skala Asertif untuk pelaksanaan uji coba:

Tabel 2

Blue Print Skala Asertivitas (sebelum uji coba)

Favorabel Unfavorabel Prosentase

Aspek Asertivitas

(41)

an perasaan

Skala yang telah dibuat akan disebar kepada subjek yang sesuaidengan

kriteria yang telah ditentukan. Data dari perolehan hasil uji coba digunakan

untik menguji kualitas item. Pengujian item menggunakan koefisen korelasi

item total, yang akan menghasilkan indeks daya beda item, yaitu kemampuan

dari item dalam membedakan antara subjek yang memiliki atribut dan tidak

memiliki atribut yang ingin diukur. Daya beda item dihitung dengan mengko

mengkorelasikan antara skor subjek pada item yang bersangkutan dengan skor

total tes. Semakin tinggi korelasinya maka semakin tinggi data beda itemnya

(Azwar, 1999). Item yang memiliki daya beda tidak bagus dan tidak dapat

digunakan adalah item yang memiliki koefisien korelasi rendah atau

mendekati nol dan item yang berkorelasi negatif. Penentuan koefisien daya

beda pada penelitian ini memakai koefisien korelasi Product Moment

Pearson. Kriteria pemilihan item berdasarkan korelasi item total

menggunakan batasan rix ≥ 0,30. Semua item yang mencapai koefisien

minimal 0,30 dianggap mempunyai daya beda yang diharapkan, sedangkan

item yang mempunyai rix kurang dari 0,30 dapat diinterpretasikan sebagai

(42)

perhitungan daya beda item dilakukan dengan bantuan program SPSS for

Windows 11.0 Release .

Pelaksanaan try out dilakukan satu kali untuk menghindari perubahan pada diri individu karena kefamiliaran serta proses pembelajaran terhadap alat

tes. Uji coba dilaksanakan pada tanggal 13 februari 2007 sampai dengan

tanggal 16 februari 2007. Skala diberikan pada 120 orang yang berusia 16 s/d

18 tahun, berstatus anak sulung atau bungsu dan tinggal bersama keluarga.

Peneliti menyebar skala di sejumlah sekolah di kabupaten Sleman antara lain

SMU N I Pakem, SMU N Ngaglik I, SMU N Ngaglik 2, dan SMU N I

Cangkringan.

Hasil uji coba menghasilkan daya beda item antara -0,302 sampai dengan

0,593. Dari 60 item yang diuji cobakan terdapat 40 item yang lolos seleksi

dan 20 item yang gugur. Item yang gugur yaitu,: ityem nomor 1, 4, 5, 6, 13,

16, 17, 19, 23, 24, 27, 29, 30, 32, 33, 34, 39, 40, 45, dan 55. Sebaran item

setelah proses seleksi dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3

Blue Print Skala Asertivitas (setelah uji coba)

Favorabel Unfavorabel Prosentase

Aspek Asertivitas

Distribusi Jumlah Distribusi Jumlah

(43)

terbuka

Dengan memperhatikan komposisi tiap aspek dan komponen yang ada,

penulis melakukan pemangkasan item dengan cara membuang item yang

memiliki korelasi item terkecil dan sedikit sedikit penambahan item yang kurang

bagus pada beberapa komponen, yang memiliki korelasi item total mendekati rix

= 0,20,

sehingga diperoleh 40 item yang akan digunakan sebagai skala penelitian.

Berikut ini komposisi item yang akan digunakan untuk penelitian yang

sebenarnya:

Tabel 4

Blue Print Skala Asertivitas (Penelitian)

Favorabel Unfavorabel Prosentase

Aspek

Asertivitas Distribusi Jumlah Distribusi Jumlah

(44)

mengingkari hak orang lain

20 20 40 (100 %)

3. Reliabilitas

Reliabilitas menunjuk pada keandalan suatu instrumen penelitian.

Untuk itu instrumen penelitian harus memiliki kemantapan, keajegan, atau

stabilitas hasil pengamatan dengan pengukuran (Hadi, 1995). Reliabilitas

dalam penelitian ini akan diketahui apabila hasil pengukuran terhadap

kelompok subjek yang memiliki kepentingan yang sama, diperoleh hasil yang

relatif sama. Tingginya tingkat reliabilitas juga harus memperlihatkan nilai

koefisien reliabilitas yang menekati 1 (satu). Pengukuran reliabilitas ini

menggunakan perhitungan reliabilitas koefisien alpha cronbach yaitu dengan cara membelah item menjadi bagian-bagian sebanyak jumlah item sehingga

tiap belahan berisi satu item saja. Dari hasil uji coba skala menghasilkan skor

alpha 0.813.

G. Metode Analisis Data

Data penelitian ini dianalisis dengan rumus Uji T ( Independent Sample T-test). Uji T adalah suatu cara untuk membandingkan 2 kelompok subjek dengan mencari perbedaan mean antara sifat, tingkah laku atau keadaan

2 kelompok. Penggunaan t-test dengan alasan untuk menguji apakah rata-rata

(mean) kemampuan asertif anak sulung berbeda secar signifikan dengan

kemampuan asertif anak bungsu. Penghitungan uji rata-rata atau mean skor

(45)

1. Uji Asumsi

Untuk memperoleh kesimpulan yang tidak menyimpang

dari tujuan penelitian, terlebih dahulu akan dilakukan uji asumsi.

uJi asumsi tersebut merupakan syarat untuk melakukan uji analisis

komparatif. Uji asumsi tersebut terdiri dari dua hal, yaitu:

a. Uji Normalitas

Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah

setiap variabel yang akan dianalisis tersebut

berdistribusi normal ataukah tidak (Sudarmanta, 2002).

Jika p<0,05 maka sebaran skor dinyatakan tidak

normal. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan

One-sample Kolmogorov-Smirnov dalam program SPSS for MS Windows 11.0 Release.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah

setiap variabel yang diperoleh dari populasi bervariasi

homogen atau tidak (Sudarmanta, 2002). Jika nilai

probabilitasnya lebih besar dari 0,05 (p>0,05) maka

sampel penelitian mempunyai varians yang sama.

Sebaliknya jika p<0,05 maka sampel penelitian tersebut

mempunyai varians yang tidak sama. Uji homogenitas

(46)

Equality of Error Variances dalam program SPSS for MS Windows 11.0 Release 11.0.

2. Uji Hipotesis

Agar dapat menguji hipotesis yang sebelumnya telah dibuat maka

digunakan uji-t. penelitian dilakukan dengan menghitung angka

perbedaan mean dari kedua sampel dan standar perbedaan mean

dengan bantuan program SPSS for MS Windows 11.0 Release.

(47)

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data untuk penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27

Maret 2007. Skala asertivitas dibagikan kepada 105 siswa kelas dua SMK

Sanjaya Pakem. Dari 105 skala yang dibagikan, diperoleh 83 subjek yang

memenuhi syarat untuk dianalisa, 14 subjek anak tengah, 2 subjek anak

tunggal, 3 subjek anak kost, 2 subjek tinggal di asrama dan 1 subjek tidak

mengisi skala dengan lengkap.

Penelitian ini ingin mengetahui perbedaan tingkat asertivitas antara

remaja sulung dan bungsu, sehingga junlah subjek sulung dan bungsu harus

seimbang. Dari 83 skala yang memenuhi syarat untuk dianalisia, terdapat 40

subjek anak sulung dan 43 subjek anak bungsu. Untuk menyeimbangkan

jumlah subjek, peneliti mengambil 40 subjek anak sulung dan 40 subjek anak

bungsu, sehingga keseluruhan yang diteliti tersisa 80 orang subjek.

B. Hasil Penelitian

1. Uji Asumsi

Sebelum melakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan

uji asumsi yang terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas. Uji asumsi

tersebut dilakukan sebagai syarat untuk melakukan uji analisis komparatif

dan memperoleh kesimpulan yang tidak menyimpang dari yang

(48)

a. Uji Normalitas Sebaran

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran

atau distribusi skor mengikuti distribusi normal atau tidak. Jika p>0,05

maka sebaran dinyatakan normal, sebaliknya jika p<0,05 maka sebaran

skor tidak normal. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan

One-sample Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan program SPSS for MS Windows 12.0 Release. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada

tabel berikut ini:

Tabel 5 Hasil Uji Normalitas

Sulung Bungsu Kolmogorov-Smirnov 0.507 0.754 Assymp. Sig (Two tailed) 0.959 0.621

Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa probabilitas (p) untuk

asertifitas anak sulung sebesar 0.959 dan probabilitas anak bungsu

untuk asertifitas sebesar 0.621. hal tersebut berarti bahwa p>0,05,

maka distribusi skor asertifitas untuk kedua kelompok subjek

penelitian memiliki distribusi normal.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk melihat apakah varians dari

sampel yang akan diukur sama atau tidak. Jika nilai probabilitas lebih

besar dari 0,05 (p>0,05) maka sampel penelitian mempunyai varians

yang sama. Sebaliknya jika nilai probabilitasnya kurang (p<0,05)

(49)

Uji homogenitas dalam penelitian ini menggunakan Leven’s

Test of Equality of Error Variances dalam Program SPSS for

Windows 12.0 Release. Berikut ini adalah tabel hasil uji homogenitas:

Tabel 6

Hasil Uji Homogenitas

F df1 df2 Significances

0.450 1 78 0.505

Hasil penelitian menunjukkan F hitung sebesar 0.450 dengan

probabilitas 0.505 maka p> 0.05 sehingga sampel dalam penelitian ini

mempunyai varians yang sama.

2. Uji Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah “ Ada perbedaan asertifitas antara

anak sulung dan anak bungsu usia remaja akhir dalam keluarga”. Uji

hipotesis pada penelitian ini menggunakan Independent sample T- Test

dengan bantuan program SPSS for Windows 12.0 Release. Hasil uji

hipotesis penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:

(50)

MD: perbedaan mean/ rata-rata hitung

Hipotesis untuk penelitian ini adalah:

Ho: kedua mean adalah identik (tidak ada perbedaan tingkat

asertivitas)

Hi: kedua mean adalah tidak identik (ada perbedaan tingkat

asertivitas)

Dasar pengambilan keputusan:

Jika p>0,05 maka Ho diterima

Jika p<0,05 maka Ho ditolak

Berdasarkan hasil perhitungan analisis uji-t dapat diketahui bahwa harga t

yang diperoleh 1,244 dengan probabilitas 0,217 (p>0,05) sehingga Ho

diterima. Ini berarti hipotesis yang berbunyi ada perbedaan asertifitas

antara anak sulung dan anak bungsu remaja akhir dalam keluarga ditolak.

3. Kategorisasi

Kesimpulan dan hasil perbandingan antara mean empirik dan mean

teoritik juga didukung oleh hasil kategorisasi. Tujuan kategorisasi ini

adalah menempatkan subjek kedalam kelompok-kelompok yang terpisah

secara berjenjang menurut kontinum berdasarkan atribut yang

diukur.ckategorisasi ini dihitung berdasarkan standar deviasi dan mean

teoritik. Kontinum jenjang yang digunakan terdiri dari lima kategori,

yaitu: Sangat Rendah, Rendah, Sedang, Tinggi, Sangat Tinggi (Azwar,

2000). Kategorisasi dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 8

(51)

Skor Kategorisasi

Skala asertivitas terdiri dari 40 item yang diberi skor mulai dari 1,

2, 3, 4, dan 5 sehingga rentang minimum menjadi 1 x 40 = 40 dan rentang

maksimum adalah 5 x 40 = 200. Standar deviasi (σ ) diperoleh dari rentang maksimum dikurangi rentang minimum, kemudian dibagi 6 dan

hasilnya adalah 26, 67, sedangkan mean diperoleh dari jumlah rentang

maksimum dan rentang minimum kemudian dibagi 2 adalah (200 + 40) / 2

= 116. Hasil perhitungan menurut norma kategorisasi dalam penelitian ini

dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 9

Kategorisasi Asertivitas Anak Sulung Remaja Akhir dalam Keluarga

Skor Kategorisasi Frekuensi Prosentase

156,31< X Sangat Tinggi 2 5 %

129,33 < X ≤ 156,31 Tinggi 7 17,5 %

102,67< X ≤ 56,31 Sedang 18 45 %

75,69< X ≤56,31 Rendah 11 27,5 %

X ≤56,31 Sangat Rendah 2 5 %

Tabel tersebut menunjukkan bahwa subjek anak sulung remaja

akhir yang memiliki asertivitas kategori “Sangat Rendah” dalam keluarga

ada 2 orang (5%), kategori “Rendah” ada 11 orang (27,5%), kategori

“Sedang” ada 18 orang (45%), kategori “Tinggi” ada 7 orang (17,5%), dan

terdapat 2 orang (5%) untuk kategori “Sangat Tinggi”.

(52)

Kategorisasi Asertivitas Anak Bungsu Remaja Akhir dalam Keluarga

Skor Kategorisasi Frekuensi Prosentase

156,31< X Sangat Tinggi 0 0 %

129,33 < X ≤ 156,31 Tinggi 5 12,5 %

102,67< X ≤ 56,31 Sedang 19 47,5 %

75,69< X ≤56,31 Rendah 10 25 %

X ≤56,31 Sangat Rendah 6 15 %

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa subjek anak bungsu remaja

akhir yang meiliki asertivitas kategori “Sangat Rendah” ada 6 orang

(15%), kategori “Rendah” ada 10 orang (25%), kategori “Sedang” ada 19

orang (47,5%), kategori “Tinggi” terdapat 5 orang (12,5%) dan tidak ada

subjek yang masuk dalam kategori “Sangat Tinggi”.

Tabel 11

Kategorisasi Tingkat Asertivitas Anak Sulung dan Anak Bungsu Remaja Akhir Dalam Keluarga

Kategorisasi Sulung Bungsu Jumlah Prosentase

Sangat Tinggi 2 0 2 2,5 %

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa keseluruhan subjek sulung

dan bungsu remaja akhir yang memiliki tingkat asertivitas kategori “

Sangat Rendah” ada 8 orang (10%), kategori “Rendah” ada 21 orang

(26,25%), kategori “Sedang” ada 37 orang (46,25%), untuk kategori

“Tinggi terdapat 12 orang (15%), dan untuk kategori “Sangat Tinggi” ada

2 orang (2,5%).

(53)

Hasil analisa berbeda dengan hipotesa penelitian yang mengatakan

tentang adanya perbedaan tingkat asertivitas antara anak sulung dan anak

bungsu usia remaja akhir dalam keluarga. urutan kelahiran tidak memberi

pengaruh yang signifikan terhadap tingkat asertivitas antara anak sulung dan

bungsu.

Seperti pendapat Richard C. Woolson (2004), seorang anak tidak pasti

memiliki sifat yang terkait dengan kedudukannya dalam keluarga. Sebagian

sifat anak tergantung pada cara orang lain memperlakukannya dan

pada pengalaman pribadinya di dalam keluarga. setiap anak

merupakan pribadi yang unik dan berbeda. Walaupun anak tinggal dalam

suatu keluarga yang sama, dibesarkan oleh orang yang sama dan dengan cara

yang sama belum tentu anak akan tumbuh dengan karakter yang sama.

Masing-masing anak akan tumbuh dengan kekhasannya masing-masing,

sesuai dengan kepribadian, si anak, usia, tahap perkembangannya serta hasil

interaksi dan adaptasi si anak dengan lingkungannya.

Pendapat lain diungkapkanoleh Gunarsa (1990) bahwa keluarga

mempunyai fungsi tidak hanya sebagai penerus, tetapi juga sebagai sumber

pendidikan utama, dan merupakan lingkungan pertama yang mula-mula

memeberikan pengaruh mendalam pada anak-anak. Keluarga merupakan

faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan dan pembentukan

kepribadian anak, termasuk dalam bersikap asertif. Dalam keluarga seorang

anak tumbuh dan mendapat pendidikan, mereka melihat model bagaimana

(54)

seorang individu. Sebelum masuk sekolah, bertemu dengan teman sebaya,

sampai akhirnya terjun dalam masyarakat, anak mengenal adanya

aturan-aturan, norma-norma, batasan-batasan dan maupun pengalaman yang

menyenangkan dalam lingkup suatu keluarga. jadi anak tumbuh dengan sifat

dan karakter tertentu bukan semata karena urutan kelahiran melainkan lebih

karena faktor keluarga dan lingkungan.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pendapat Adler (1946) yang

berpendapat bahwa urutan kelahiran anak yang berbeda dalam keluarga akan

menimbulkan perlakuan yang berbeda dari orang tua terhadap anaknya dan hal

ini akan mempengaruhi pribadi dan tingkah laku anak. Label dan tuntutan dari

keluarga dan lingkungan terhadap seorang anak karena urutan kelahirannya

akan membentuk dampak terhadap pembentukan sifat dan karakter anak,

termasuk dalam bersikap asertif.

Berdasarkan kategori dari tabel 8, tingkat asertivitas anak sulung usia

remaja akhir dalam keluarga menunjukkan terdapat 2 orang subjek yang

memiliki tingkat harga diri sangat rendah, ini berarti mereka tidak dapat

mengembangkan kesetaraan dalam hubungan interpersonal, tidak dapat

bertindak berdasarkan minat yang mereka miliki, tidak dapat mempertahankan

hak-hak pribadi tanpa meresa cemas, tidak mampu mengekspresikan perasaan

secara jujur dan terbuka dan tidak dapat menggunakan hak-hak pribadi tanpa

mengingkari hak orang lain. Subjek yang masuk dalam kategori tingkat

asertivitas rendah ada 11 orang, ini berarti mereka kurang dapat

(55)

bertindak sesuai minat dan kurang dapat mempertahankan hak-hak pribadi

tanpa merasa cemas. Mereka adalah orang yang kurang dapat

mengekspresikan perasaan secara jujur dan terbuka serta tidak dapat

menggunakan hak-hak pribadi tanpa mengingkari hak orang lain.

Subjek yang memiliki tingkat asertivitas sedang ada 18 orang. Ini

berarti mereka cukup dapat mengembangkan kesetaraan dalam hubungan

interpersonal,seperti berkomunikasi dan menjalin relasi dengan orang lain.

Subjek dengan kategori sedang cukup mampu untuk bertindak sesuai minat

dan mempertahankan hak-hak pribadi tanpa merasa cemas akan membuat

orang lain merasa kecewa, mereka juga cukup mampu untuk mengekspresikan

perasaan secara jujur dan terbuka dan cukup mampu pula untuk menggunakan

hak-hak pribadi tanpa mengingkari hak orang lain. Berdasarkan hasil

kategorisasi, terdapat 7 orang subjek yang memiliki asertivitas tinggi. Subjek

dengan asertivitas tinggi dapat mengembangkan kesetaraan dalam hubungan

interpersonal dengan baik dan dapat bertindak sesuai minat mereka. Subjek

dapat mempertahankan hak-hak pribadi tanpa merasa cemas dan dapat

mengekspresikan dengan baik perasaan mereka secara jujur dan terbuka, serta

dapat dengan baik menggunakan hak-hak pribadi tanpa mengingkari hak

orang lain.

Subjek yang memiliki tingkat asertivitas sangat tinggi ada 2 orang, ini

berarti mereka dapat dengan sangat baik mengembangkan kesetaraan dalam

hubungan interpersonal, bertindak sesuai minat, mempertahankan hak-hak

(56)

terbuka, serta mengembangkan hak-hak pribadi tanpa mengingkari hak orang

lain. Tingkat asertivitas anak bungsu berdasarkan kategorisasi pada tabel 8,

ada 6 orang yang masuk dalam kategori sangat rendah. Ini berarti mereka

tidak dapat mengembangkan kesetaraan dalam hubungan interpersonal seperti

menjalin relasi yang sehat dengan anggota keluarga yang lain. Subjek tidak

dapat bertindak sesuai minat, tidak dapat mempertahankan hak-hak pribadi

tanpa merasa cemas, mengalami hambatan dalam pengekspresian perasaan

sehingga tidak dapat mengekspresikan perasaan secara jujur dan terbuka, dan

tidak dapat menggunakan hak-hak mereka tanpa mengingkari hak orang lain.

Subjek yang masuk dalam kategori tingkat asertivitas rendah ada 10

orang, ini berarti mereka kurang dapat mengembangkan kesetaraan dalam

hubungan interpersonal, kurang dapat bertindak sesuai minat dan kurang dapat

mempertahankan hak-hak pribadi tanpa merasa cemas. Mereka adalah orang

yang kurang dapat mengekspresikan perasaan secara jujur dan terbuka serta

tidak dapat menggunakan hak-hak pribadi tanpa mengingkari hak orang lain.

Subjek yang memiliki tingkat asertivitas sedang ada 19 orang. Ini

berarti mereka cukup dapat mengembangkan kesetaraan dalam hubungan

interpersonal,seperti berkomunikasi dan menjalin relasi dengan orang lain.

Subjek dengan kategori sedang cukup mampu untuk bertindak sesuai minat

dan mempertahankan hak-hak pribadi tanpa merasa cemas akan membuat

orang lain merasa kecewa, mereka juga cukup mampu untuk mengekspresikan

(57)

hak-hak pribadi tanpa mengingkari hak orang lain. Berdasarkan hasil

kategorisasi, terdapat 5 orang subjek yang memiliki asertivitas tinggi.

Subjek dengan asertivitas tinggi dapat mengembangkan kesetaraan

dalam hubungan interpersonal dengan baik dan dapat bertindak sesuai minat

mereka. Subjek dapat mempertahankan hak-hak pribadi tanpa merasa cemas

dan dapt mengekspresikan dengan baik perasaan mereka secara jujur dan

terbuka, serta dapat dengan baik menggunakan hak-hak pribadi tanpa

mengingkari hak orang lain.

Hasil analisa berbeda dengan hipotesa penelitian yang mengatakan ten

tang adanya perbedaan tingkat asertivitas antara anak sulung dan anak bungsu

usia remaja akhir dalam keluarga. Urutan kelahiran tidak memberi pengaruh

yang signifikan terhadap tingkat tingkat asertivitas anak remaja akhir.

BAB V

(58)

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa data penelitian yang telah dilakukan,

diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil analisis data skala tingkat asertivitas anak sulung dan bungsu dalam

keluarga menghasilkan t 1,244 dengan probabilitas 0,217 > 0,05 atau

dengan kata lain Ho ditolak. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada

perbedaan tingkat asertivitas yang signifikan antara anak sulung dan

bungsu remaja akhir dalam keluarga.

2. Rata-rata subjek, baik sulung dan bungsu yang memiliki tingkat asertivitas

sedang (sulung 45%, bungsu 47,5%), termasuk dalam kategori rendah

(sulung 27,5%, bungsu 25%), kategori sangat rendah (sulung 5%, bungsu

15%). Sedangkan subjek yang memiliki kategori tinggi (sulung 17,5%,

bungsu 12%) dan sisanya termasuk dalam kategori tinggi (sulung 5%,

bungsu 0%). Dari data diatas, walaupun angka antara subjek sulung dan

bungsu tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, tampak bahwa

kebanyakan subjek termasuk dalam kategori sedang (46,25%) dan rendah

(26,25%), subjek yang memiliki asertivitas tinggi dan sangat tinggi hanya

18,5%.

B. Saran

(59)

Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya perbedaan tingkat asertivitas

antara anak sulung dan bungsu. Ada faktor lain yang lebih dapat

berpengaruh, yaitu: pola asuh orang tua, kebudayaan, usia, jenis kelamin,

dan strategi coping. Kebanyakan subjek baik sulung dan bungsu memiliki

tingkat asertivitas sedang dan rendah, hanya sedikit yang memiliki

asertivitas tinggi, untuk itu subjek hendaknya melatih diri untuk menjadi

lebih asertif sehingga komunikasi dalam keluarga dapat berjalan lebih

baik.

2. Bagi Penelitian Selanjutnya

Faktor urutan kelahiran tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

tingkat asertivitas anak sulung dan bungsu dalam keluarga, untuk

penelitian selanjutnya hendaknya lebih memperhitungkan faktor-fakrot

yang lain seperti pola asuh orang tua, usia, kebudayaan, jenis kelamin dan

strategi coping yang dilakukan oleh subjek remaja. Selain itu, dari

penelitian ini tampak bahwa masih banyak subjek yang memiliki tingkat

asertivitas tergolong rendah, hal ini mungkin dapat digunakan sebagai

bahan penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

(60)

Andang. E.: Asertivitas dalam Perkawinan pada Wanita dengan Tingkat Pendidikan Sarjana S1 Setara Suami Di Yogyakarta, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma (tidak diterbitkan)

Azwar, S.: Penyusunan Skala Psikologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999

Azwar, S.: Reliabilitas dan Validitas, Edisi ke 3. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.

Azwar, S.: Dasar-dasar Psikometri, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001

Aswar, S.: Sikap Manusia, Teori, dan Pengukuran, Edisi ke 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003

Barnette, V.: Assertive Communication. www.uiowa.edu/mvcs/asertiveness.html., 2000

Calvin, S. Hall & Lindzey, G.: Teori-teori Psikodinamik, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1993.

Gunarsa, S.: Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1981.

Gunarsa, S.: Psikologi Remaja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1981.

Gunarsa, S.: Psikologi Untuk Membimbing, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985 Gunarsa,S. Ny: Psikologi Untuk Keluarga, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990. Handayani, A.: Hubungan Urutan Lahir dan Tabiat, www.pikiranrakyat.com,

2005

Hurlock, E.: Perkembangan Anak. Edisi Kelima, Jakarta: Penerbit Erlangga Schumo Seipt,I.: Hubungan Urutan Lahir dan Tabiat, www.pikiranrakyat.com,

(61)

Supratiknya,A.: Komunikasi Antar Pribadi, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1995. Kristianingrum. N.: Perbedaan Tingkat Stres Antara Siswa Program Akselerasi

dan Siswa Program Reguler, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. (tidak diterbitkan)

Lange, A.J & Jakubowski, P.: Responsible Assertive Behavior, Champaign, IL, Research Press, 1976.

Linda & Richard Fyre: Mewujudkan Keluarga Harmonis, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995

Lovely Christi Zega: Asertif, www.kompas.com, 2006

Prabowo, S.: Membangun Perilaku Assertive Pada Komunikasi Antara Perawat

dan Pasien, Psikodimensia, Volume 1 No.1, 2000

Richard, C. Woolfson: Persaingan Saudara Kandung, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003.

Rini, J.: Asertivitas, www.e-psikologi.com, 2001

Santosa, J. Peran Orang Tua dalam Mengajarkan Asertivitas Remaja, Anima, Indonesian Psychologocal Journal volume 15 no.1, 1999.

Sutrisno Hadi.: Statistik Jilid 2, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2000

Suryabrata,S.: Pengembangan Alat Ukur Psikologis, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999.

Vitamind: Misteri Perilaku Anank Sulung, Tengah, Bungsu dan Tunggal, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002.

(62)
(63)
(64)
(65)

LAMPIRAN b

-

SKALA ASERTIVITAS UNTUK

PENELITIAN

-

OUT PUT DATA PENELITIAN

(66)

1. Saya menceritakan kesulitan-kesulitan yang saya alami pada kedua orang tua saya.

(SL) (SR) (KK) (JR) (TP)

2. Apabila saya butuh bantuan, saya tidak segan untuk minta tolong pada kakak atau adik tanpa memaksa mereka

(SL) (SR) (KK) (JR) (TP)

3. Saya mendapat kesempatan untuk menyalurkan semua hobi saya

(SL) (SR) (KK) (JR) (TP)

4. Saya sadar bahwa semua anggota keluarga mempunyai hak dan kewajiban yang harus dihormati.

(SL) (SR) (KK) (JR) (TP)

5. Saya merasa orang tua saya lebih mendahulukan kepentingan kakak atau adik daripada kepentingan saya

(SL) (SR) (KK) (JR) (TP)

6. Saya menyelesaikan pekerjaan di rumah bersama-sama dengan anggota keluarga yang lain

(SL) (SR) (KK) (JR) (TP)

7. Saya ragu-ragu mengambil inisiatif karena kuatir disangka mendominasi

(SL) (SR) (KK) (JR) (TP)

8. Saya berani bertindak demi kebenaran

(SL) (SR) (KK) (JR) (TP)

9. Apabila saya marah, jengkel, dan kecewa, saya dapat mengungkapkannya tanpa menyalahkan orang lain.

(SL) (SR) (KK) (JR) (TP)

10. Menurut saya, anggota keluarga yang lain pasti juga mempunyai urusan penting dalam hidup mereka, sama seperti saya.

(SL) (SR) (KK) (JR) (TP)

11. Apa yang saya lakukan merupakan inisiatif dari orang tua saya.

(SL) (SR) (KK) (JR) (TP)

12. Saya merasa orang tua saya terlalu ingin tahu urusan saya, tetapi saya diam saja.

(SL) (SR) (KK) (JR) (TP)

13. Saya tidak malu untuk meminta maaf bila melakukan suatu kesalahan

(SL) (SR) (KK) (JR) (TP)

14. Saya mengikuti beberapa kegiatan pilihan orang tua, walaupun saya tidak terlalu menyukai kegiatan tersebut.

(SL) (SR) (KK) (JR) (TP)

15. Saya cenderung mengabaikan perasaan-perasaan saya

(SL) (SR) (KK) (JR) (TP)

16. Saya tetap melakukan sesuatu yang sudah saya rencanakan dan saya anggap benar walaupun orangtua saya menentangnya

(SL) (SR) (KK) (JR) (TP)

Gambar

Tabel 1 Perbedaan Anak Sulung dan Bungsu
Blue Print Skala Asertivitas (sebelum uji coba)Tabel 2
Blue Print Skala Asertivitas (Penelitian)Tabel 4
tabel berikut ini:
+5

Referensi

Dokumen terkait

Namun beberapa penelitian terhadap anak-anak yang lebih besar, remaja, dan orang dewasa dari berbagai posisi urutan menunjukkan betapa posisi urutan dapat menjadi

Tingkat Asertivitas dan Tipe Kepribadian pada Remaja yang Mengalami dan Tidak. Mengalami Kekerasan Dalam Pacaran”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada atau tidak ada perbedaan asertivitas remaja akhir ditinjau dari jenis kelamin pada mahasiswa

Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif antara pola asuh orang tua yang demokratis dengan tingkat asertivitas pada remaja akhir.. Subyek penelitian ini adalah 100

Sampel penelitian adalah siswa-siswi kelas I pagi SMPK Angelus Custos Surabaya dan keurutan kelahiran anak dalam keluarga sebagai anak sulung, anak tengah dan anak bungsu,

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan mengenai perbedaan proporsi kecemasan antara anak sulung dengan anak bungsu pada remaja tingkat Sekolah Menengah

perkembangan kemandiriannya anak tengah dikatakan lebih mandiri bila dibandingkan dengan anak sulung yang cenderung patuh terhadap kehendak orang tuanya dan bersikap

Diperkuat dengan terdapatnya adanya hasil terdapat perbedaan emotional abuse pada remaja akhir berpacaran antara pola komunikasi dalam keluarga kelompok Pluralistic dan