BAB II KAJIAN TEORI
A. Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan transformasional menurut para ahli didefinisikan sebagai
gaya kepemimpinan yang mengutamakan pemberian kesempatan yang mendorong
semua unsur atau elemen sekolah (guru, siswa, pegawai/staf, orangtua siswa,
masyarakat sekitar dan lainnya) untuk bekerja atas dasar sistem nilai (values
system) yang luhur, sehingga semua unsur yang ada di sekolah tersebut bersedia
untuk berpartisipatif secara optimal dalam mencapai visi sekolah (Firman: 2008).
Sedangkan menurut Danim (2005: 54) kepemimpinan transformasional adalah
kemampuan seseorang pemimpin dalam bekerja dengan dan/atau melalui orang
lain untuk mentransformasikan, secara optimal sumber daya organisasi dalam
rangka mencapai tujuan yang bermakna sesuai dengan target capaian yang telah
ditetapkan.
Menurut Bass (1998) dalam Swandari (2003) mendefinisikan bahwa
kepemimpinan transformasional sebagai pemimpin yang mempunyai kekuatan
untuk mempengaruhi bawahan dengan cara-cara tertentu (Yukl,1989 : 224).
Dengan penerapan kepemimpinan transformasional bawahan akan merasa
dipercaya, dihargai, loyal dan respek kepada pimpinannya. Pada akhirnya
bawahan akan termotivasi untuk melakukan lebih dari yang diharapkan.
Sedangkan menurut O’Leary (2001) kepemimpinan transformasional adalah
gaya kepemimpinan yang digunakan oleh seseorang manajer bila ia ingin suatu
mencapai serangkaian sasaran organisasi yang sepenuhnya baru. kepemimpinan
transformasional pada prinsipnya memotivasi bawahan untuk berbuat lebih baik
dari apa yang bisa dilakukan, dengan kata lain dapat meningkatkan kepercayaan
atau keyakinan diri bawahan yang akan berpengaruh terhadap peningkatan
kinerja.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan
transformasional yang mencakup upaya perubahan terhadap bawahan untuk
berbuat lebih positif atau lebih baik dari apa yang biasa dikerjakan yang
berpengaruh terhadap peningkatan kinerja.
B. Karakteristik kepemimpinan transformasional menurut Avolio dkk (Stone et al, 2004) adalah sebagai berikut:
(1) Idealized influence (or charismatic influence)
Idealized influence mempunyai makna bahwa seorang pemimpin
transformasional harus kharisma yang mampu “menyihir” bawahan untuk
bereaksi mengikuti pimpinan. Dalam bentuk konkrit, kharisma ini ditunjukan
melalui perilaku pemahaman terhadap visi dan misi organisasi, mempunyai
pendirian yang kukuh, komitmen dan konsisten terhadap setiap keputusan yang
telah diambil, dan menghargai bawahan. Dengan kata lain, pemimpin
transformasional menjadi role model yang dikagumi, dihargai, dan diikuti oleh
bawahannya.
(2) Inspirational motivation
Inspirational motivation berarti karakter seorang pemimpin yang mampu
bawahan untuk mencapai standar tersebut. Karakter seperti ini mampu
membangkitkan optimisme dan antusiasme yang tinggi dari pawa bawahan.
Dengan kata lain, pemimpin transformasional senantiasa memberikan inspirasi
dan memotivasi bawahannya.
(3) Intellectual stimulation
Intellectual stimulation karakter seorang pemimpin transformasional yang
mampu mendorong bawahannya untuk menyelesaikan permasalahan dengan
cermat dan rasional. Selain itu, karakter ini mendorong para bawahan untuk
menemukan cara baru yang lbih efektif dalam menyelesaikan masalah. Dengan
kata lain, pemimpin transformasional mampu mendorong (menstimulasi) bawahan
untuk selalu kreatif dan inovatif.
(4) Individualized consideration
Individualized consideration berarti karakter seorang pemimpin yang
mampu memahami perbedaan individual para bawahannya. Dalam hal ini,
pemimpin transformasional mau dan mampu untuk mendengar aspirasi, mendidik,
dan melatih bawahan. Selain itu, seorang pemimpin transformasional mampu
melihat potensi prestasi dan kebutuhan berkembang para bawahan serta
memfasilitasinya. Dengan kata lain, pemimpin transformasional mampu
memahami dan menghargai bawahan berdasarkan kebutuhan bawahan dan
C. Prinsip-Prinsip Kepemimpinan Transformasional
Paradigma baru dari kepemimpinan transformasional mengangkat tujuh
prinsip untuk menciptakan kepemimpinan transformasional yang sinergis
sebagaimana di bawah ini (Erik Rees : 2001) :
1. Simplifikasi, keberhasilan dari kepemimpinan diawali dengan sebuah visi yang akan menjadi cermin dan tujuan bersama. Kemampuan serta
keterampilan dalam mengungkapkan visi secara jelas, praktis dan tentu saja
transformasional yang dapat menjawab “Kemana kita akan melangkah?”
menjadi hal pertama yang penting untuk kita implementasikan.
2. Motivasi, Kemampuan untuk mendapatkan komitmen dari setiap orang yang terlibat terhadap visi yang sudah dijelaskan adalah hal kedua yang perlu kita
lakukan. Pada saat pemimpin transformasional dapat menciptakan suatu
sinergitas di dalam organisasi, berarti seharusnya dia dapat pula
mengoptimalkan, memotivasi dan memberi energi kepada setiap pengikutnya.
Praktisnya dapat saja berupa tugas atau pekerjaan yang betul-betul menantang
serta memberikan peluang bagi mereka pula untuk terlibat dalam suatu proses
kreatif baik dalam hal memberikan usulan ataupun mengambil keputusan
dalam pemecahan masalah, sehingga hal ini pula akan memberikan nilai
tambah bagi mereka sendiri.
3. Fasilitasi, dalam pengertian kemampuan untuk secara efektif memfasilitasi “pembelajaran” yang terjadi di dalam organisasi secara kelembagaan,
kelompok, ataupun individual. Hal ini akan berdampak pada semakin
4. Inovasi, yaitu kemampuan untuk secara berani dan bertanggung jawab melakukan suatu perubahan bilamana diperlukan dan menjadi suatu tuntutan
dengan perubahan yang terjadi. Dalam suatu organisasi yang efektif dan
efisien, setiap orang yang terlibat perlu mengantisipasi perubahan dan
seharusnya pula mereka tidak takut akan perubahan tersebut. Dalam kasus
tertentu, pemimpin transformasional harus sigap merespon perubahan tanpa
mengorbankan rasa percaya dan tim kerja yang sudah dibangun.
5. Mobilitas, yaitu pengerahan semua sumber daya yang ada untuk melengkapi dan memperkuat setiap orang yang terlibat di dalamnya dalam mencapai visi
dan tujuan. Pemimpin transformasional akan selalu mengupayakan pengikut
yang penuh dengan tanggung jawab.
6. Siap Siaga, yaitu kemampuan untuk selalu siap belajar tentang diri mereka sendiri dan menyambut perubahan dengan paradigma baru yang positif.
7. Tekad, yaitu tekad bulat untuk selalu sampai pada akhir, tekad bulat untuk menyelesaikan sesuatu dengan baik dan tuntas. Untuk ini tentu perlu pula
didukung oleh pengembangan disiplin spiritualitas, emosi, dan fisik serta
komitmen.
D. Nilai – Nilai Kepemimpinan Transformasional 1. Nilai Hubungan Manusia
Hubungan antar manusia merupakan antar pesonayang bersifat lahiriah saja,
kurang memperhatikan aspek kejiwaan. Sehingga tidak memberikan kepuasan
tersebut dapat memberikan kesadaran dan pengertian. Sehingga pihak lain (yang
menerima informasi) merasa puas.
Pengertian hubungan kemanusiaan dapat dibedakan menjadi dua macam.
Yaitu hubungan kemanusiaan dalam arti luas dan hubungan kemanusiaan dalam
arti sempit. Dalam arti luas, hubungan kemanusiaan adalah hubungan antara
seseorang dengan orang lain yang terjadi dalam segala situasi dan dalam semua
bidang kegiatan atau kehidupan untuk mendapatkan kepuasan hati.
Dalam arti sempit, hubungan kemanusiaan adalah hubungan antara
seseorang dengan orang (orang-orang) lain dalam suatu organisasi atau kantor,
yang bertujuan memberikan kepuasan hati para pegawai. Sehingga para pegawai
mempunyai semangat kerja yang tinggi, kerjasama yang tinggi serta disiplin yang
tinggi. Jadi, inti dari hubungan antar-manusia adalah hubungan yang bersifat
lahiriah. Sedang hubungan kemanusiaan lebih bersifat psikologis. Teori organisasi
hubungan kemanusiaan berangkat dari suatu anggapan bahwa dalam kenyataan
sehari-hari organisasi merupakan hasil dari hubungan kemanusiaan (human
relation).
Teori ini beranggapan bahwa organisasi dapat diurus dengan baik dan dapat
mencapai sasaran yang ditetapkan apabila didalam organisasi itu terdapat
hubungan antar-pribadi yang serasi. Hubungan itu dapat berlangsung antara
pimpinan dengan pimpinan yang setingkat, antara pimpinan dengan bawahan,
Tujuan dilaksanakannya human relation adalah untuk mendapatkan :
1. Kepuasan psikologis para karyawan,
2. Moral yang tinggi,
3. Disiplin yang tinggi,
4. Loyalitas yang tinggi,
5. Motivasi yang tinggi.
Apabila didalam organisasi ada kepuasan psikologis pada diri para anggota,
ada moral, disiplin dan motivasi yang tinggi, maka organisasi akan dapat diurus
dengan mudah dan dapat berjalan lancer menuju sasaran yang ditetapkan.
Dari uraian tersebut diatas selanjutnya dapat diketahui human relations mengakui
pentingnya hubungan antar pribadi yang harmonis,yakni hubungan yang
didasarkan atas kerukunan, kekeluargaan, hormat-menghormati dan saling
menghargai. Hanya dalam suasana yang demikian organisasi dapat diurus dengan
baik dan dapat mencapai sasaran.
Disamping itu, dalam teori organisasi human relation juga dikemukakan
cara-cara yang harus ditempuh oleh pimpinan untuk meningkatkan kepuasan
anggota organisasi. Untuk memberikan kepuasan kepada para anggota organisasi,
pimpinan dapat menaruh perhatian terhadap berbagai macam kebutuhan mereka.
Dengan memenuhi berbagai macam kebutuhan para anggota, baik kebutuhan
ekonomi, non-ekonomi, kebutuhan sosial maupun kultural, maka kepuasan
2. Nilai Orientasi Tugas
Pendapat yang sama dikemukakan oleh Goldthorpe (1968) menjelaskan
bahwa pada jenis pendekatan ini setiap karyawan memandang pekerjaan sebagai
suatu tujuan akhir. Dimana karyawan-karyawan tersebut bekerja berdasarkan satu
alasan yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu juga dalam
orientasi ini, ada juga karyawan yang memilih untuk bekerja dengan alasan untuk
menunjang gaya hidup mereka secara spesifik. Gaya hidup yang dimaksud adalah
kondisi-kondisi yang dialami atau dijalani oleh masing-masing karyawan.
3. Nilai Perubahan
Perubahan adalah upaya yang dilakukan untuk mengelola akibat-akibat yang
ditimbulkan karena terjadinya perubahan dalam organisasi. Perubahan dapat
terjadi karena sebab-sebab yang berasal dari dalam maupun dari luar organisasi
tersebut. Perubahaan organisasi adalah perubahan yang terjadi pada pelaku
organisasi, struktur organisasi dan teknologi dalam suatu organisasi dalam rangka
mengarah keefektifan. Perubahan terjadi karena lingkungan yang tidak bebas dari
ketidakpastian dan perubahan bersifat pasti agar dapat tetap memiliki eksistensi
dan dapat bertahan.
Perubahan mempunyai manfaat bagi kelangsungan hidup suatu organisasi,
tanpa adanya perubahan maka dapat dipastikan bahwa usia organisasi tidak akan
bertahan lama. Perubahan bertujuan agar organisasi tidak menjadi statis
melainkan tetap dinamis dalam menghadapi perkembangan jaman yang disertai
E. Dampak Kepemimpinan Transformasional 1. Dampak Kepatuhan
Fisher (1981)dalam Simmons (1998:78) menyatakan bahwa kepatuhan
dibedakan mejadi dua yakni ada urutan pertama mengacu ada kepatuhan yang
berdiri sendiri, berupa aturan substantif yang sering diwujudkan dalam
perjanjian. Jadi maksutnya ialah sikap patuh terhadap perjanjian yang telah
diratifikasi oleh pihak internal. Terdapat alasan terjadinya ketidak patuhan yakni
adanya ambiguitas yang biasanya terdapat bahasa yang tidak dimengerti dan
ketidak pastihan perjanjian, keterbatasan pada kapasitas pihak untuk melakukan
perjanjian dan dimensi temporal dimana terjadinya perubahan sosial dan ekonomi
(Chayes dan Chayes, 1993). Urutan kedua kepatuhan yang dimaksut ialah patuh
terhadap otoritas keputusan pihak ketiga.
Oran Yong (1979) menjelaskan bahwa kepatuhan dikatakan dapat terjadi
ketika perilaku nyata dari subjek terentu sesuai dengan perilaku yang ditentukan
dan ketidakpatuhan atau pelanggaran terjadi ketika perilaku aktual berasal dari
perilaku yang ditentukan (Yong dalam Simmon, 1998). Dari sini penulis
berasumsi bahwa kepatuhan dapat terealisasi dengan baik dan dapat juga terjadi
tidak patuh dengan satu peraturan yang sama. Kepatuhan sendiri merupakan
eksplisit dari aturan atau bentuk nyata aturan yang bersifat hukum atau normatif
sehingga terdapat tuntutan atau permintaan dari pihak pemberi aturan, kepatuhan
juga tertuang dalam sebuah perjanjian. Kepatuhan sangat diperlukan untuk
2. Dampak Kerja Sama
Schermerhorn, dkk., (1997:9) Kerjasama adalah proses untuk melakukan
sesuatu yang mencakup beberapa hal serta unsur-unsur tertentu antara lain:
1). Adanya tujuan yang sudah ditetapkan bersama atau tujuan sesuai dengan
peraturan. 2). Adanya pengaturan/pembagian tugas yang jelas. 3). Dalam bekerja
saling menolong antara satu fihak dengan fihak yang lain. 4). Dapat saling
memasukkan manfaat. 5). Adanya koordinasi yang baik.
3. Dampak Semangat Kerja
Menurut Nitisemito ( 1982 ), semangat kerja adalah melakukan pekerjaan
secara lebih giat, sehingga dengan demikian pekerjaan akan dapat diharapkan
lebih cepat dan lebih baik.
Pendapat serupa dikemukakan oleh Anaroga (1993), bahwa semangat kerja
adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga pekerjaan cepat selesai dan
lebih baik serta ongkos perunit dapat diperkecil.
Menurut Siswato ( 2001 ), semangat kerja dapat diartikan sebagai suatu kondisi
rohaniah atau perilaku individu tenaga kerja dan kelompok-kelompok yang dapat
menimbulkan kesenangan yang mendalam pada diri tenaga kerja untuk bekerja
dengan giat dan konsekwen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
F. Penelitian Yang Relevan
Fauzuddin (2011). Kepemimpinan transformasional kepala sekolah (studi
multikasus pada dua SMA negeri dan satu MA negeri berprestasi di Kota Banda
Aceh) Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan
transformasional yang diterapkan oleh kepala sekolah sangat efektif dalam
menciptakan sebuah sekolah menjadi berprestasi, yaitu melalui upaya-upaya yang
dilakukan kepala sekolah, seperti: Pertama, dalam mengembangkan visi dan misi
sekolah, kepala sekolah terlebih dahulu melakukan observasi dan mendalami
budaya sekolah, mempelajari kekuatan dan kelemahan sekolah, melibatkan semua
unsur sekolah dalam menciptakan visi dan misi sekolah, mensosialisasikan visi
dan misi sekolah yang ingin dicapai, dan visi tersebut kemudian dioperasionalkan
ke dalam misi dan diterjemahkan ke dalam tujuan yang jelas, serta
dikomunikasikan kepada seluruh warga sekolah. Kedua, dalam melakukan
berbagai perubahan disekolah kepala sekolah (1) menerapkan pola kepemimpinan
yang demokratis, (2) mampu membangun jaring-an kerjasama dengan seluruh
personil sekolah dan pihak luar baik dalam upaya peningkatan prestasi siswa
maupun dalam upaya peningkatan kualitas profesiona-lisme guru, (3) pelibatan
staf dalam pengambilan keputusan, (4) memiliki keung-gulan dalam membangun
komunikasi yang baik dengan semua pihak, (5) memba-ngun tim kerja
(team-work) yang kuat, (6) mampu menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif,
(7) menfasilitasi bawahannya dalam bekerja dan pengemba-ngan diri, (8)
memotivasi para guru dan siswa agar memiliki minat dan semangat untuk
para siswa untuk belajar dengan suasana yang nyaman melalui penyediaan
fasilitas belajar yang nyaman, layanan khusus, inovasi pembelajaran,
penyeleng-garaan kegiatan intra dan ekstra kurikuler yang menyenangkan, dan (10)
melaku-kan analisis SWOT dan sasaran strategis dengan cara melibatmelaku-kan pihak-pihak
yang terkait secara proporsional. Ketiga, dalam mendukung/membantu
transformasi individu guru, kepala sekolah (1) melakukan pembinaan dan
pengembangan profesionalisme guru melalui program MGMP, (2) mendorong
guru untuk mau mengikuti berbagai seminar, pelatihan, dan workshop, (3)
mengajak guru untuk melakukan penelitian dan suka menulis sebagai tujuan
dalam meningkatkan kualitas individu guru, (4) memberi kesempatan kepada guru
untuk melanjutkan pendidikan, (5) memberi kesempatan guru untuk membimbing
kelompok kreativitas siswa, (6) menciptakan strategi atau kebijakan untuk
mensukseskan pikiran-pikiran yang inovatif, (7) bersama-sama guru
mengembangkan, mencari, dan menggunakan metode-metode mengajar sesuai
dengan tuntutan kurikulum yang berlaku, (8) melakukan perencanaan kebutuhan
anggaran untuk pembinaan guru, dan melakukan supervisi. Kepala sekolah
diharapkan untuk tetap meningkatkan kualitas kepemimpinannya dan tetap
mempertahankan image masyarakat tentang sekolah favorit dan berprestasi
terhadap ketiga sekolah tersebut dengan terus meningkatkan prestasi akademik
dan non akademik siswa, dan senantiasa mempertahankan dukungan atau
pembinaan kepada guru untuk mengembangkan kualitas diri mereka melalui
dan juga memberikan kesempatan melanjutkan pendidikan lanjut, khususnya bagi
guru-guru yang memiliki minat dan berpotensi.
Abdul Khaliq, (2010) Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah
pada SMP Muhammadiyah 4 Banjarmasin. Hasil penelitian ini adalah: (1)
Filosofi kepemimpinan transformasional kepala sekolah SMP Muhammadiyah 4
Banjarmasin mempunyai praktik: konsiderasi pribadi, stimulasi intelektual,
motivasi inspirasional, dan idealisasi pengaruh. Dalam praktik kepemimpinannya,
kepala sekolah menjadi figur yang baik dijadikan teladan, menjadi seorang
inspritor bagi sekolah. Kepala sekolah senantiasa memotivasi dan mendorong
bawahannya untuk selalu berinovasi, bekerja keras dan profesional sehingga dapat
meraih kesuksesan nantinya. Berani mengorbankan kepentingan pribadinya untuk
kepentingan yang lebih besar, senantiasa menumbuhkan loyalitas dan antusiasme
para guru dan karyawannya terhadap sekolah. Kepala sekolah senantiasa
mendorong bawahannya untuk mampu berpikir dengan cara-cara yang baru dalam
setiap kegiatan sekolah; (2) Proses pengambilan keputusan yang dilaksanakan
kepala sekolah SMP Muhammadiyah 4 Banjarmasin ini dilaksanakan secara
demokratis. Pengambilan keputusan dilakukan melalui tahapan-tahapan:
identifikasi masalah, pengumpulan dan penganalisisan data, pembuatan alternatif
keputusan, memilih satu alternatif yang terbaik dijadikan keputusan, dengan
melibatkan semua warga sekolah dan yayasan; dan (3) Proses komunikasi yang
dilakukan kepala sekolah SMP Muhammadiyah 4 Banjarmasin berjalan secara
efektif dan efisien. Jalur yang digunakannya tidak hanya bersifat formal saja
non-formal, lewat obrolan-obrolan saat santai di ruang guru waktu jam istirahat.
Untuk memperoleh dukungan cara yang dilakukan adalah: seluruh unsur yang ada
di sekolah diberi kesempatan untuk memberikan pendapatnya, sehingga muncul
sikap peduli dan turut bertanggungjawab terhadap keputusan tersebut, sebab yang
bersangkutan merasa diajak bicara dan dilibatkan dalam pembuatan keputusan
tersebut.
Anwar S (2010) Kepemimpinan Transformasional Majelis Dikdasmen
Dalam Mengelola Sekolah (Studi Kasus Pada Pd Muhammadiyah Kota Medan).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, bentuk kegiatan yang dilakukan oleh
Majelis Dikdasmen Muhammadiyah Kota Medan dalam mengelola sekolah yang
berada dibawah pengelolaan dan pengawasannya masih monoton dan belum
sepenuhnya menerapkan kepemimpinan transformasional. Sebab dalam
melaksanakan kepemimpinan transformasional selalu berbenturan dengan
beberapa kendala khususnya dalam pengelolaan sekolah yang berada dibawah
pengelolaan dan pengawasan Dikdasmen Muhammadiyah Kota Medan. Upaya
yang dilakukan mengatasi kendala dalam mengelola sekolah adalah
mensosialisasikan kepemimpinan transformasional dilingkungan kepala sekolah
yang berada dibawah pengelolaan dan pengawasan Muhammadiyah Kota Medan
Penelitian ini menemukan bahwa kepemimpinan Majelis Dikdasmen
Muhammadiyah Kota Medan cenderung monoton. Hal itu dikarenakan belum
diterapkannya kepemimpinan transformasional secara seksama untuk mengelola
dan mengatur setiap satuan pendidikan yang ada wilayah pengelolaannya. Dengan
disosialisasikan kepada pars kepala sekolah dan dierapkan secara utuh dan
menyeluruh.
Nur Astuti, (2010) Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah
Serta dampaknya Terhadap Manajemen Administrasi Pendidikan. Hasil penelitian
menunjukkan kepemimpinan transformasional secara umum dan secara khusus
kepada kepala sekolah sebagai objek kepemimpinan dalam dunia pendidikan serta
dampaknya terhadap manajemen administrasi pendidikan Model penelitian ini
setelah dianalisis mampu membuktikan bahwa gaya kepemimpinan
transformasional dengan karismatiknya, konsideran individual dan intelektual
stimulasi personelnya mampu memberikan yang terbaik bagi manajemen
administrasi pendidikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Syafei (2006) dengan judul “Pengaruh
Kepemimpinan Transformasional dan Etos Kerja terhadap Kepuasan Kerja Guru
SMP PAB Deli Serdang”, menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional
dan etos kerja secara serempak dan parsial berpengaruh positif dan signifikan