• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengendali ketinggian air dengan mode proporsional - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengendali ketinggian air dengan mode proporsional - USD Repository"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Program Studi Teknik Elektro

Oleh: Nama : Deri NIM : 025114076

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

(2)

FINAL PROJECT

Presented as Partial Fulfillment of the Requirements To Obtain the Sarjana Teknik Degree

In Electrical Engineering Study Program

By: Name : Deri

Student ID Number : 025114076

ELECTRICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

DEPARTMENT OF ELECTRICAL ENGINEERING

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

2007

(3)
(4)
(5)

“Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain,

kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka,

sebagaimana layaknya karya ilmiah.”

Yogyakarta, 18 Oktober 2007

Deri

(6)

Kupersembahkan karya tulis ini kepada :

” Tuhan Yesus Kristus terkasih,

Bapak dan Ibu Tercinta,

saudaraku Malvi Primanani tercinta,

Keluarga besarku tercinta,

Kekasihku tersayang,

Teman-temanku elektro 2002,

Almamaterku Teknik Elektro USD ”

(7)

Sa a t la ngk a h t e ra sa be ra t da n w a k t u

se a k a n be rhe nt i,

inga t la h sa t u ha l…

M a la m t a k a k a n se la lu m a la m ,

k a re na m e nt a ri a k a n se la lu a da di ujung

ge la p

‘t uk sina ri se t ia p la ngk a h

(8)

INTISARI

Tugas akhir ini mendeskripsikan tentang Pengendali Ketinggian Air dengan Kendali Mode Proporsional yang menggunakan pompa air untuk memperoleh ketinggian air yang stabil.

Pengendali Ketinggian Air dengan Kendali Mode Proporsional diimplementasikan dengan menggunakan metode Ziegler-Nichols. Masukan dari pengendali Proporsional adalah selisih tegangan antara set point dengan feedback

(sensor). Dari hasil selisih itu kemudian digunakan untuk mengendalikan pompa air. Pada implementasi, terdapat 3 nilai level tegangan (set point) dengan besar tegangan yang berbeda-beda yaitu tegangan 3,8 Volt menyatakan kondisi ketinggian air 4 Cm, tegangan 4,9 Volt menyatakan ketinggian air 8 Cm, dan tegangan 5,5 Volt menyatakan kondisi ketinggian air 12 Cm. Pemilihan set point dilakukan dengan menekan tombol pemilih.

Pengendali Ketinggian Air Dengan Kendali Mode Proporsional telah diimplementasikan dan dilakukan pengujian. Hasil yang diperoleh dalam pengujian adalah ketinggian air sesuai dengan yang diinginkan pada set point.

Kata kunci : Suhu Air, Kendali Proporsional, Ziegler-Nichols.

(9)

ABSTRACT

This final project describes about Water Level Controller Using Proportional Mode using a water pump to get the temperature constant. Water Level Controller Using Proportional Mode is applied using Ziegler-Nichols method. Input from Proportional controller is voltage difference between setting point and feedback (sensor). The differences are used to control water pump. In this applied, there are 3 set points with voltage difference which are 3,8 V to representation the condition of height water level 4 Cm, 4,9 V to representation the condition of height water level 8 Cm, and 5,5 V to representation the condition of height water level 12 Cm. The selection of voltage level is done by pressing the selection button.

Water pump Controller Using Proportional Mode is successfully applied after finishing some operation tests due to the preparation of final arrangement. The Result of operation tests is water level condition according to setting point.

Key words: Water Level, Proprotional method, Ziegler-Nichols.

(10)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas

Anugerah-Nya penulis akhirnya dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik dan

lancar.

Dalam proses penulisan tugas akhir ini penulis menyadari bahwa ada begitu

banyak pihak yang telah memberikan perhatian dan bantuan dengan caranya

masing-masing sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu penulis ingin

mengucapkan terima kasih antara lain kepada :

1. Tuhan Yesus atas penyertaan dan bimbingannya.

2. Bapak Ir. Greg. Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc. selaku Dekan Fakultas

Teknik.

3. Bapak Augustinus Bayu Primawan, S.T., M.Eng. selaku Ketua Jurusan Teknik

Elektro.

4. Ibu B. Wuri Harini, S.T., M.T. selaku pembimbing I atas ide-ide yang berguna,

bimbingan, dukungan, saran dan kesabaran bagi penulis dari awal sampai tugas

akhir ini bisa selesai.

5. Martanto, S.T., M.T. selaku pembimbing II yang telah bersedia meluangkan

waktu serta memberikan bimbingan dan saran yang tentunya sangat berguna

untuk tugas akhir ini.

6. Seluruh dosen teknik elektro atas ilmu yang telah diberikan selama penulis

menimba ilmu di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

7. Bapak dan Ibu tercinta atas semangat, doa serta dukungan secara moril maupun

materiil.

(11)

Plenthonx, Memet, Lambe’z, Roby, Broto, Wawan, Hari, P-K, Lele, Dhika,

Sinung, Oscar, Ido, Kobo, Ari W, Denny, Koten, Ahok, Iyok, Erick, Andi S,

Alex, Pandu, Heri S dan teman-teman seperjuangan lain yang tidak dapat saya

sebutkan satu persatu di sini. Saya ucapkan banyak terima kasih atas

dukungannya.

11.Teman-teman Operator warnet Blackberry Underground : KJ, M’ Moko, Dany,

Edo, Andre, Nico, Dipha, Deras, Rico, Budy, Lian, Phia, Elin, Yoan dan

teman-teman lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu di sini. Saya ucapkan

banyak terima kasih atas dukungannya.

12.Dan seluruh pihak yang telah ambil bagian dalam proses penulisan tugas akhir ini

yang terlalu banyak jika disebutkan satu-persatu.

Dengan rendah hati penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih kurang dari

sempurna, oleh karena itu berbagai kritik dan saran untuk perbaikan tugas akhir ini

sangat diharapkan. Akhir kata, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua

pihak. Terima kasih.

Yogyakarta, 18 Oktober 2007

Penulis

(12)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

INTISARI ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR... x

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR TABEL ... xix

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Judul……… 1

1.2 Latar Belakang ... 1

1.3 Tujuan dan manfaat penelitian ... 2

1.4 Perumusan Masalah ... 2

1.5 Batasan Masalah ... 3

1.6 Metodologi Penelitian ... 3

(13)

2.1.1 Gerbang Logika AND ... 5

2.1.2 Konfigurasi Sistem Kendali ... 7

2.1.3 Variabel Sistem Kendali ... 9

2.2 Sensor dan Transduser ... 10

2.3 Deteksi Kesalahan... 11

2.4 Aktuator ... 12

2.5 Penggerak ( Driver ) Motor ... 13

2.6 Pembangkit Pulsa ... 14

2.7 Solid-State Relay (Optoisolator)... 15

2.8 Metode Ziegler-Nichols pada Perancangan Kontroler PID ... 17

2.8.1 Metode Kurva Reaksi... 17

2.8.2 Kendali Proporsional... 19

2.9 Op-amp ... 22

2.10 Tanggapan Sistem... 28

BAB III PERANCANGAN

3.1 Sistem Pengendalian Ketinggian Air... 29

3.1.1 Pelampung ... 29

3.1.2 Pengisi Bak Air(Pompa air) dan Pengurang Bak Air(Kran)… 30

3.2 Sensor Ketinggian Air dan Set point... 31

3.3 Deteksi Kesalahan ... 33

(14)

BAB IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengamatan Plant danKinerja Plant... 39

4.2 Pengamatan sensor ... 41

4.2.1 Pengamatan Sensor pada Set Point Pertama (4 Cm)... 41

4.2.2 Pengamatan Sensor pada Set point Kedua (8 cm) ... 47

4.2.3 Pengamatan Sensor pada Set point Ketiga (12 cm)... 55

4.3 Pengamatan Kendali Proporsional ... 66

4.3.1 Kendali Proporsional pada set point pertama... 66

4.3.2 Kendali Proporsional pada set point kedua ... 67

4.3.3 Kendali Proporsional pada set point ketiga... 68

4.4 Pengamatan Unjuk Kerja Sistem ... 69

4.4.1 Unjuk Kerja Sistem Pada Set point Pertama ... 69

4.4.2 Unjuk Kerja Sistem Pada Set point kedua... 69

4.4.3 Unjuk Kerja Sistem Pada Set point ketiga ... 70

BAB V. Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan ... 74

5.2 Saran ... 74

(15)
(16)

I.1 Judul

Pengendali ketinggian air berbasis Pengendali Proporsional

I.2 Latar Belakang

Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi mengakibatkan

perkembangan teknologi elektronika juga berkembang. Kemajuan

perkembangan teknologi elektronika menyebabkan persaingan dalam

dunia industri semakin meningkat. Efisiensi produksi umumnya dianggap

sebagai kunci sukses. Efisiensi produksi meliputi area yang luas, antara

lain :

a. Mengurangi kontrol manual yang dilakukan oleh manusia.

b. Mempertinggi laju produksi.

c. Menurunkan biaya produksi.

Pengendali otomatis ini merupakan salah satu cara meningkatkan

efisiensi produksi suatu industri. Dalam penelitian ini peneliti mempelajari

dan mempraktekkan aplikasi suatu sistem pengendali otomatis. Pengendali

otomatis dalam suatu proses pengendalian ketinggian air salah satunya

adalah dengan sistem kendali proporsional. Pengendalian ketinggian air

dalam suatu bak air ini meliputi beberapa komponen penting, yaitu: pompa

air, bak air, sensor ketinggian air, dan kran pembuangan. Pengendalian

(17)

ketinggian air dengan kendali proporsional ini merupakan pengendali

dengan kalang tertutup.

I.3 Tujuan dan manfaat penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah membuat suatu sistem pengendali

ketinggian air menggunakan sistem kendali proporsional dengan nilai

error yang tidak terlalu besar dan dapat menentukan nilai konstanta proporsionalnya.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Penulis dapat membuat rangkaian pengendali dengan pengendali

proporsional.

b. Sebagai alat bantu pengendali pada pabrik-pabrik kimia.

c. Sebagai alat bantu dalam pengaturan debit air pada bendungan.

d. Mempermudah pengendalian ketinggian air.

e. Sebagai alat bantu pengendalian otomatis dalam dunia industri,

khususnya yang membutuhkan pengendalian ketinggian air.

I.4 Perumusan Masalah

Dengan melihat tujuan dan latar belakang yang ada, maka

permasalahan yang dapat dirumuskan pada pembuatan alat ini adalah

(18)

a. Apakah pengendali ketinggian air yang dibuat dengan sistem

pengendali proporsional ini akan memiliki tingkat ketelitian yang

tinggi?

b. Apakah sistem yang dirancang dapat bekerja dengan baik?

c. Apakah pengendali proporsional yang dirancang dapat mencapai

kestabilan?

I.5 Batasan Masalah

Agar permasalahan yang ada tidak berkembang menjadi luas, maka

perlu adanya batasan terhadap permasalahan yang akan dibuat yaitu:

a. Pengendali ketinggian air dengan kendali proporsional ini ditentukan

dengan set point tertentu.

b. Terdapat tiga set point yang digunakan pada pengendali ketinggian air dengan kendali proporsional ini.

c. Bak air yang digunakan adalah dua buah bak aquarium (satu bak

digunakan sebagai sumber) dengan panjang 30 cm, lebar 15 cm, dan

tinggi 15 cm.

d. Jarak antara batas atas dan batas bawah kurang lebih sekitar 10 cm.

1.6 Metodologi Penelitian

Metodologi yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan

(19)

a. Mengumpulkan data dan informasi dari internet maupun perpustakaan

yang berhubungan dengan alat, yang diharapkan dapat membantu

dalam proses selanjutnya.

b. Merancang plant. Membuat perencanaan miniatur dari alat yang akan dibuat. Dalam perancangan plant ini gambar dibuat dengan komputer kemudian dibuat secara nyata.

c. Mengambil data plant. Pengambilan data pada plant ini berhubungan dengan set point sensor yang akan digunakan dalam perancangan, sehingga set point yang dirancang sesuai dengan yang diinginkan. d. Merancang kendali. Dalam perancangan kendali berhubungan dengan

pembuatan pengendali proporsional yang akan digunakan sebagai

pengendali sistemnya.

e. Implementasi.

f. Pengujian.

g. Penulisan laporan.

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, tujuan dan

manfaat dari penelitian, perumusan masalah, batasan

(20)

BAB II Dasar Teori

Bab ini berisi tentang dasar teori yang digunakan untuk

membuat Pengendali suhu air yang disertai dengan

penjelasan.

BAB III Rancangan Penelitian

Bab ini berisi tentang rancangan peralatan yang dibuat,

pemilihan komponen, serta penjelasan singkat tentang cara

kerja peralatan.

BAB IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini berisi tentang pembahasan dan analisis mengenai

hasil penelitian yang telah dilaksanakan.

BAB V Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi tentang kesimpulan dan spesifikasi peralatan

yang dibuat serta saran-saran untuk perbaikan alat dan

(21)

2.1. Sistem Kendali

2.1.1. Tinjauan Umum Sistem Pengendalian

Sistem kendali adalah proses pengaturan atau pengendalian terhadap

satu atau beberapa besaran pada suatu rangkuman atau jangkauan nilai

tertentu, dalam istilah lain disebut juga teknik pengaturan. Sistem

pengendalian ditinjau dari segi peralatan, sistem kendali terdiri dari

berbagai susunan komponen fisis yang digunakan untuk mengarahkan

aliran energi ke suatu mesin atau proses agar dapat menghasilkan sesuatu,

dalam hal ini menghasilkan tinggi permukaan air tertentu pada bak air [1].

Secara umum sistem kendali dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Pengendali manual dan otomatis.

Pengendalian secara manual adalah pengendalian yang dilakukan

oleh manusia yang bertindak sebagai operator, sedangkan

pengendalian secara otomatis adalah pengendalian yang dilakukan oleh

mesin-mesin atau peralatan yang bekerja secara otomasis dan

pengoperasiannya di bawah pengawasan manusia.

Dalam perancangan pengendali tinggi permukaan air ini

peralatan-peralatan yang digunakan adalah peralatan elektronis dan

peralatan mekanis. Berdasarkan hal tersebut, karakteristik penting

(22)

dari sistem kontrol automatik menurut Katsuhiko Ogata[1] adalah

sebagai berikut :

a. Sistem kendali otomatik merupakan sistem dinamis yang dapat

berbentuk linear atau nonlinear.

b. Bersifat menerima masukan, memprosesnya, mengolahnya, dan

kemudian mengembangkannya.

c. Komponen atau unit yang membentuk sistem pengendalian tinggi

permukaan air ini akan saling mempengaruhi.

d. Bersifat mengembalikan sinyal ke bagian masukan atau umpan balik

dan sinyal umpan balik ini digunakan untuk memperbaiki sistem.

2. Pengendali kalang tertutup dan kalang terbuka.

Dalam sistem pengendali kalang tertutup besaran keluaran sistem

pengendalian memberikan efek terhadap masukan sebagai besaran

yang dikendalikan sehingga dapat dibandingkannya terhadap nilai

yang dicatat melalui alat pencatat. Perbedaan nilai yang terjadi antara

besaran yang dikendalikan dan ditampilkan dengan alat pencatat

digunakan sebagai koreksi yang pada gilirannya akan merupakan

besaran pengendalian. Jadi dengan kata lain, sistem kendali edaran

tertutup adalah sistem kendali berumpan balik.

Sinyal kesalahan penggerak merupakan selisih antara sinyal

masukan dengan sinyal umpan balik adalah suatu fungsi sinyal

keluaran yang diumpankan ke pengendali untuk memperkecil

(23)

ditentukan. Dengan kata lain, istilah kalang tertutup berarti

menggunakan aksi umpan balik untuk memperkecil kesalahan sistem.

Jika sistem kendali digunakan untuk menggantikan operator manusia

maka sistem kendali tersebut menjadi otomatik.

Dimisalkan sistem tersebut digunakan untuk mengendalikan tinggi

permukaan air dalam bak air. Set point digunakan untuk memberikan sinyal masukan referensi tinggi permukaan air. Tinggi permukaan air

dalam bak air diukur dengan alat ukur tinggi permukaan air berupa

sensor ketinggian permukaan air. Kedua input tersebut dibandingkan

dengan sebuah pembanding, hasil perbandingan sinyal dari set point

dengan sinyal dari sensor ketinggian permukaan air tersebut

digunakan untuk menggerakkan proses pengendalian ketinggian

permukaan air.

Dalam sistem pengendali kalang terbuka besaran keluaran sistem

pengendalian tidak memberikan efek terhadap masukan sebagai

besaran yang dikendalikan. Jadi sistem pengendalian kalang terbuka

adalah sistem kendali yang tidak berumpan balik.

2.1.2. Konfigurasi SistemKendali

Dalam gambar 2.1. ditunjukkan gambar diagram kotak secara umum

(24)

Pengndali G1

Proses G2

Jalur Umpan Balik

H Keluaran (OUT) Masukan (IN)

-+

Gambar 2.1. Elemen-elemen kendali kalang tertutup.

Besarnya perbandingan antara masukan (IN) dengan keluaran (OUT)

dalam gambar (2.1) seperti pada persamaan (1) di bawah ini.

( 2.1 )

= IN OUT H) G (G G G × × + × 2 1 1 2 1

Secara umum, elemen dari sebuah kontrol rangkaian tetutup terdiri

dari[1] :

1. Masukan IN.

Elemen ini berfungsi untuk mengubah besaran yang dikontrol

menjadi sinyal masukan bagi sistem kontrol.

2. Pengendali G1.

Berfungsi untuk memproses sinyal kesalahan yang terjadi dan

setelah sinyal kesalahan tersebut dimasukkan melalui elemen

pengendalian, akan dihasilkan sinyal yang berfungsi sebagai

pengendali proses.

3. Proses G2.

Elemen ini dapat berupa proses mekanis, elektris, hidraulis,

(25)

permukaan air ini hanya menggunakan proses mekanis dan elektris.

4. Jalur Umpan Balik H.

Bagian sistem yang mengukur keluaran yang dikontrol dan

kemudian mengubahnya menjadi sinyal umpan balik.

2.1.3. Variabel Sistem Kendali

Berdasarkan jumlah elemen yang menyusun suatu sistem kendali,

terdapat beberapa variabel pengendalianyaitu :

1. Set point adalah nilai acuan yang ditentukan secara variabel dan dikendalikan selama pengendalian.

2. Masukan acuan adalah sinyal aktual yang masuk ke sistem

pengendalian.

3. Keluaran yang dikendalikan merupakan nilai yang akan di

pertahankan bagi variabel yang dikendalikan, dan merupakan nilai

yang ditampilkan oleh alat pencatat.

4. Variabel yang dimanipulasi adalah sinyal dari elemen pengendalian

dan berfungsi sebagai sinyal pengendalian tanpa adanya gangguan.

5. Sinyal umpan balik adalah sinyal yang merupakan fungsi dari

keluaran yang dicatat oleh alat pencatat.

6. Sinyal kesalahan adalah selisih antara sinyal acuan dari set point

dengan sinyal sensor ketinggian permukaan air.

7. Sinyal gangguan adalah sinyal-sinyal tambahan yang tidak

(26)

2.2. Sensor dan Transduser

Sensor digunakan sebagai elemen yang langsung mengadakan kontak

dengan yang diukur. Transduser berfungsi untuk mengubah besaran fisis

yang diukur menjadi besaran fisis lainnya. Pada umumnya adalah

mengubah besaran-besaran fisis tersebut menjadi besaran listrik.

Salah satu komponen elektronika yang dapat digunakan sebagai

transduser posisi hambatan adalah potensiometer. Potensiometer adalah

suatu hambatan yang dapat diubah nilai resistansinya dengan cara mekanik

(memutar/menggeser). Potensiometer terdiri atas sebuah jalur atau track

yang mempunyai resistansi menyeluruh yang konstan dengan sebuah

penyapu (wiper) yang dapat bergerak sambil tetap bersentuhan dengan jalur atau track.

Dalam gambar 2.2 (a) ditunjukkan gambar simbol potensiometer pada

rangkaian elektronika dan dalam gambar 2.2 (b) ditunjukkan gambar

perbandingan antara hambatan RA dan RB pada potensiometer.

Gambar 2.2. (a) Simbol potensiometer, (b) Perbandingan hambatan RA dan RB pada potensiometer

Besarnya tegangan keluaran Vout pada potensiometer ditentukan oleh perbandingan RA dan RB seperti pada persamaan (2.2) sesuai dengan

gambar 2.2 (b).

(27)

(2. 2 )

Vout = Vin x

RB RA

RA

+

2.3. Deteksi Kesalahan.

Deteksi kesalahan berfungsi untuk mengukur kesalahan yang terjadi

antara keluaran aktual dengan keluaran yang diinginkan. Deteksi

kesalahan merupakan selisih antara tegangan keluaran dari set point

dengan tegangan dari sensor ketinggian permukaan air.

Deteksi kesalahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penguat

beda tegangan. Dalam gambar 2.3 ditunjukkan gambar rangkaian penguat

beda tegangan

V2

Rf

R3

R2

R1

VI

Vout

+ -U1A 3 2 1

Gambar 2.3. Rangkaian penguat beda tegangan

Dari gambar 2.3 besarnya keluaran Vout adalah :

Vout = 1 2 R V Rf × + × + 3 2 3 R R R 1 1 1 V R Rf R × +

( 2.3 )

Untuk R1 = R2 = R3 = Rf

(28)

Untuk =

Rf R1

3 2

R R

Maka Vout = ( 2 1)

1 V V

R Rf

× ( 2.5 )

2.4. Aktuator.

Aktuator digunakan untuk mengendalikan aliran energi ke sistem yang

dikendalikan. Alat ini disebut juga dengan elemen pengendali akhir.

Elemen keluaran ini harus mempunyai kemampuan untuk menggerakkan

beban ke suatu nilai yang ditentukan.

Pompa air aquarium adalah salah satu jenis Aktuator. Pompa air yang

digunakan dalam penelitian mempunyai daya 20 W dengan frekuensi

50 Hz, sedangkan tegangan yang dibutuhkan untuk mencatu sebesar 220

Volt. Debit air pada pompa ini dapat diatur keluarannya, sehingga proses

pengisian air bisa cepat atau lambat. Pompa air aquarium dalam penelitian

ini digunakan untuk memompa atau mengisi air.

2.5. Penggerak ( Driver ) Motor

Untuk mengendalikan motor AC menggunakan tegangan DC dapat

digunakan komponen elektronika dengan nama triac. Triac atau AC

switch, merupakan saklar arus bolak–balik bentuk trioda (mempunyai 3 elektroda). Pada dasarnya triac terdiri dari dua SCR (Silicon Controlled Rectifier) yang terpasang paralel, dan dilengkapi dengan elektroda

(29)

Gambar 2.4. Bentuk fisik triac.

Keunggulan triac adalah dapat digunakan untuk mengatur daya dalam batas–batas lebih lebar, artinya dengan triac arus dapat mengalir ke arah bolak–balik dan triac dipakai untuk pengaturan daya gelombang penuh.

Triac mempunyai tiga terminal, dua terminal utama yakni MT1 dan MT2 serta satu gerbang G (gate). Terminal MT1 dan MT2 dirancang demikian sebab aliran arus adalah dua arah.

Jika terminal MT1 dan MT2 diberi tegangan AC dan gate dalam kondisi mengambang maka tidak ada arus yang dilewatkan oleh triac

sampai pada tegangan breakover triac tercapai. Pada kondisi ini triac OFF. Pada saat gate diberi arus positif atau negatif maka tegangan

breakover ini akan turun. Semakin besar nilai arus yang masuk ke gate

maka semakin rendah tegangan breakover-nya. Pada kondisi ini triac menjadi ON selama tegangan pada MT1 dan MT2 di atas nol volt. Apabila tegangan pada MT1 dan MT2 sudah mencapai nol volt maka

kondisi kerja triac akan berubah dari ON ke OFF. Ketika triac sudah menjadi OFF kembali, triac akan selamanya OFF sampai ada arus trigger

(30)

Gambar 2.5. Kurva karakteristik triac.

2.6 Pembangkit Pulsa.

PWM merupakan rangkaian yang menghasilkan variasi pulsa untuk

masukan dc yang bervariasi. Dengan menggunakan PWM akan didapatkan

nilai duty cycle yang berubah-ubah tergantung masukan dc. Pada prinsipnya PWM tersebut membandingkan tegangan segitiga yang

berperiode konstan tertentu dengan tegangan dc yang berubah-ubah. Hasil

yang didapatkan berupa gelombang kotak dengan perbandingan periode

on-off yang berubah. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar 2.6. Misal

suatu gelombang segitiga dibandingkan dengan tegangan sebesar Vdc

yang berpolaritas positif, maka akan didapatkan gelombang kotak.

(31)

2.7 Solid-State Relay.

Pada relai yang berjenis relai solid state(solid-state relay = SSR) ini tidak mempunyai kumparan dan kontak sesungguhnya dibandingkan

dengan relai elektromekanis(Electromechanics relay = EMR). Sebagai pengganti digunakan alat penghubungan semikonduktor seperti transistor

bipolar, MOSFET, SCR, atau triac. Solid-state Relay tidak mempunyai bagian yang berputar, relai tersebut tahan terhadap goncangan dan getaran

serta ditutup rapat terhadap kotoran dan kelembaban. SSR merupakan

aplikasi pada pengisolasian rangkaian kontrol tegangan-rendah dari

rangkaian beban-daya-tinggi. Dioda yang memancarkan cahaya(LED)

yang digabungkan pada rangkaian input menyala mengeluarkan cahaya

apabila kondisi pada rangkaian benar-benar untuk mengaktifkan relai.

Cahaya LED pada fototransistor, yang kemudian menghantar,

menyebabkan arus trigger diberikan pada triac.

Solid-state Relay dapat digunakan untuk mengontrol beban ac atau dc. Jika relai dirancang untuk mengontrol beban ac, digunakan triac untuk menghubungkan beban Iin. Tegangan kontrol untuk SSR dapat arus searah

dan bolak-balik, dan biasanya berkisar antara 3 sampai 32 V untuk DC dan

80 dan 280 V untuk AC. Arus beban maksimum mencapai 50 A adalah

mungkin pada ukuran kerja tegangan Iin 120, 240, dan 480 Vac. Pada

sebagian besar aplikasi, SSR digunakan sebagai perantara antara rangkaian

kontrol tegangan rendah dengan tegangan Iin ac yang lebih tinggi. Untuk

(32)

SSR mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan

EMR. SSR lebih terpercaya dan mempunyai umur pemakaian yang lebih

panjang. karena SSR tidak mempunyai bagian yang berputar, Dapat juga

digabungkan dengan rangkaian transistor dan sirkuit IC. SSR tidak banyak

menimbulkan interferensi elektromagnetis. SSR lebih tahan terhadap

goncangan dan terhadap getaran, mempunyai waktu respon yang lebih

cepat[2].

IN MG1

MOTOR AC

1

2

MOC

1

2

6

4

TRIAC R11

220 v olt

1

2

R12

Gambar 2.7. SSR yang dirangkai secara optis.

2.8. Metode Ziegler-Nichols pada Perancangan Kontroler PID

Penalaan parameter kontroler PID (Proportional Integral Differential) selalu didasari atas tinjauan terhadap karakteristik yang diatur (Plant). Dengan demikian betapapun rumitnya suatu plant, perilaku plant tersebut harus diketahui terlebih dahulu sebelum penalaan parameter PID itu

(33)

reaksi plant yang dikenai suatu perubahan. Dengan menggunakan metode itu model matematik perilaku plant tidak diperlukan lagi, karena dengan

menggunakan data yang berupa kurva keluaran, penalaan parameter PID

telah dapat dilakukan[3]

2.8.1. Metode Kurva Reaksi

Metode ini berdasarkan terhadap reaksi sistem untaian terbuka. Plant

sebagai untaian terbuka dikenai sinyal fungsi tangga satuan (gambar 2.8).

Kalau plant minimal tidak mengandung unsur integrator atau pole-pole

kompleks, reaksi sistem akan berbentuk S. Dalam gambar 2.9

menunjukkan kurva berbentuk S tersebut. Kelemahan metode ini terletak

pada ketidakmampuannya untuk plant integrator maupun plant yang

mempunyai pole komplek.

(34)

Gambar 2.9. Kurva Respons berbentuk S.

Kurva berbentuk S mempunyai dua konstanta, waktu mati (dead time) L dan waktu tunda T. Dari gambar 2.9 terlihat bahwa kurva reaksi berubah

naik, setelah time constant L. Sedangkan time constant menggambarkan perubahan kurva setelah mencapai 63,2% dari keadaan mantapnya. Pada

kurva dibuat suatu garis yang bersinggungan dengan garis kurva. Garis

singgung itu akan memotong dengan sumbu absis dan garis maksimum.

Perpotongan garis singgung dengan sumbu absis merupakan ukuran waktu

mati, dan perpotongan dengan garis maksimum merupakan time constant

(35)

Tabel 1

Penalaan paramater PID dengan metode kurva reaksi

Tipe Kontroler Kp Ti Td

P

K

1

.T/L ~ 0

PI

K

9 , 0

.T/L L/0.3 0

PID

K

2 , 1

.T/L 2L 0,5L

Penalaan parameter PID didasarkan perolehan kedua konstanta itu.

Zeigler dan Nichols melakukan eksperimen dan menyarankan parameter

penyetelan nilai Kp, Ti, dan Td dengan didasarkan pada kedua parameter

tersebut. Tabel 1 merupakan rumusan penalaan parameter PID berdasarkan

cara kurva reaksi.

2.8.2 Kendali Proporsional

Kendali proporsional merupakan salah satu sistem kendali dari sekian

banyak sistem pengendali yang digunakan dalam pengendalian ketinggian

air dalam bak air. Kendali proporsional mempunyai keluaran yang

sebanding/proporsional dengan besarnya sinyal kesalahan (selisih antara

besaran yang diinginkan dengan harga aktualnya). Secara sederhana dapat

dikatakan, bahwa keluaran kontroler proporsional merupakan perkalian

(36)

masukan akan segera menyebabkan sistem secara langsung mengubah

keluarannya sebesar konstanta pengalinya [4].

Dalam gambar 2.10. ditunjukkan blok diagram yang menggambarkan

hubungan antara besaran setting, besaran aktual dengan keluaran kontroler proporsional. Sinyal kesalahan (error) merupakan selisih antara besaran

setting dengan besaran aktualnya. Selisih ini akan mempengaruhi kontroler, untuk mengeluarkan sinyal positip (mempercepat pencapaian

harga setting) atau negatif (memperlambat tercapainya harga yang diinginkan).

Kp

X

-+

E(s) M(s)

Sp

aktual

Gambar 2.10 Diagram blok kontroler proporsional.

Kontroler proporsional memiliki dua parameter, pita proporsional

(proportional band) dan konstanta proporsional. Daerah kerja kontroler efektif dicerminkan oleh pita proporsional, sedangkan konstanta

proporsional menunjukkan nilai faktor penguatan terhadap sinyal

kesalahan, Kp [5].

Hubungan antara pita proporsional (PB) dengan konstanta

proporsional (Kp) ditunjukkan secara prosentasi oleh persamaan berikut :

( 2.6 )

0 0

100 1

(37)

Gambar 2.11. Proportional band dari kontroler proporsional tergantung pada penguatan.

Gain G1

Tanggapan proporsional

Saturation Gain G2

0 50 100

Band

Sempit

Band

Lebar

(+)

( - ) Error

(%)

Saturation

Keluaran Kontroler (%)

Dalam gambar 2.11. ditunjukkan grafik hubungan antara PB, keluaran

kontroler dan kesalahan yang merupakan masukan kontroler. Ketika

konstanta proporsional bertambah semakin tinggi, pita proporsional

menunjukkan penurunan yang semakin kecil, sehingga lingkup kerja yang

dikuatkan akan semakin sempit

Ciri-ciri kontroler proporsional harus diperhatikan ketika kontroler

tersebut diterapkan pada suatu sistem. Secara eksperimen, pengguna

kontroler proporsional harus memperhatikan ketentuan-ketentuan berikut

(38)

1. Kalau nilai Kp kecil, kontroler proporsional hanya mampu melakukan

koreksi kesalahan yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon

sistem yang lambat.

2. Kalau nilai Kp dinaikkan, respon sistem menunjukkan semakin cepat mencapai keadaan mantapnya. Namun jika nilai Kp diperbesar

sehingga mencapai harga yang berlebihan, akan mengakibatkan sistem

bekerja tidak stabil, atau respon sistem akan berisolasi.

Vout

Vin

R2

1 3

2

+

-3 2

1

R2

Gambar 2.12.Rangkaian kendali proporsional

Dari gambar (2.12) diperoleh persamaan sebagai berikut

) 1

2

( xVin

R R

Vout = − ( 2.7 )

1 2

R R Vin

Vout

Kp = = − ( 2.8 )

Dengan Vout = Tegangan keluaran

Vin = Tegangan masukan

2.9. Op-amp

Op-amp yang sering digunakan adalah uA741C atau biasa disebut

(39)

jalur.Gambar 2.13a menunjukkan op-amp uA741. Alat ini sangat popular

karena bekerja dengan baik, mudah digunakan, murah dan mudah didapat.

Di dalam IC terdapat sepotong silikon yang memuat 20 transistor dan 11

resistor [ 6 ].

uA 741

(a)

offset null input membalik

input tak membalik

V-V+ tak ada hubungan

output offset null

(b)

Gambar 2.13 (a) Rangkaian terintegrasi mini-DIL (b)Fungsi dari setiap

hubungan pin uA741

Hubungan antar pin diperlihatkan pada gambar 2.13b. Bintik di pojok,

atau di ujung kemasan menunjukkan ujung penghitungan bilangan atau

nomor pin Sebagian besar kemasan elektronik, penghitungan pin

berlawanan dengan arah jarum jam, dilihat dari atas. Terminal offset null membetulkan dari luar ketidaksimetrisan kecil yang terjadi pada waktu membuat op-amp.

Dalam gambar 2.13 (a) dan 2.13 (b) diperlihatkan gambar secara

skematis op-amp 741, yang sangat populer. Rangkaian relatif langsung,

sehubungan dengan jenis rangkaian transistor. Op-amp ini mempunyai

(40)

tingkat transistor npn tunggal emitor yang memberikan penguatan yang

besar. Pengikut emitor npn mengemudikan tingkat output pengikut emitor push-pull, termasuk rangkaian pembatas arus.

Rangkaian ini khas sifatnya pada sebagian besar op-amp yang

tersedia. Dalam penerapannya sifat-sifat penguat ini mendeteksi

karakteristik kemampuan op-amp yang ideal. Dapat dilihat sejauh mana

sebenarnya op-amp telah menyimpang dari keadaan idealnya, konsekuensi

apa yang dialami pada saat mendesain rangkaian, dan apa yang dapat

dilakukan untuk mengatasinya.

Op-amp ideal mempunyai karakteristik sebagai berikut :

1. Impedansi input mode differential atau tunggal = tak terbatas. 2. Impedansi input edaran terbuka = 0.

3. Penguat tegangan tunggal mode = 0.

4. Vout = 0, apabila kedua input pada tegangan yang sama tegangan

offset sama dengan 0.

5. Output akan berubah secara seketika karena kecepatan putar tak terbatas.

Tinjauan terperinci atas penguat operasional adalah sebagai berikut :

1. Arus input

Terminal-terminal input menyerap atau arus bias bergantung pada

jenis op-amp. Sedikit arus yang disebut arus bias input Ib yang

besarnya sama dengan separuh jumlah arus input bila semua input

(41)

arus basis dari transistor input. Untuk op-amp 741 arus biasnya adalah 80 nA. Perlunya arus input adalah untuk menimbulkan beda tegangan pada resistor-resistor jaringan umpan balik, jaringan bias, atau

impedansi sumber. Nilai reristor akan membatasi ketergantungan

sepenuhnya terhadap penguatan rangkaian dc dan seberapa besarnya

variasi input yang dapat ditolerir.

Op-amp tersedia dengan arus bias input sampai dengan satu nanoampere atau kurang untuk tipe-tipe rangkaian input transistor atau sampai beberapa pikoampere untuk tipe-tipe rangkaian input FET. Pada umumnya, transistor op-amp diharapkan untuk bekerja pada

kecepatan tinggi yang arus biasnya lebih tinggi.

2 Arus offset input

Arus offset input adalah nama lain untuk selisih arus antara kedua arus input. Tidak seperti arus bias input, arus offset input merupakan akibat variasi pembuatan, karena rangkaian input simetris

menghasilkan arus bias yang identik pada kedua input. Artinya bahwa sekalipun op-amp dikemudikan oleh impedansi sumber yang identik,

op-amp akan melihat beda tegangan di antara input. Pada umumnya,

arus offset adalah sekitar sepersepuluh arus bias. Untuk op-amp 741 arus offset =10 mA.

3 Kisaran input tunggal mode

(42)

bekerja dangan semestinya. Apabila input keluar dari batas ini,

penguatan op-amp dapat berubah secara drastis, bahkan ada

tanda-tanda pembalikan. Untuk op-amp 741 yang bekerja pada catu + 15

volt, batas input tunggal mode adalah + 12 volt. 4. Impedansi input

Impedansi input menunjukkan resistansi input differential.

Impedansi yang terdapat pada satu input dengan input lain diketanahkan, yang biasanya jauh lebih kecil dari pada resistansi

tunggal mode. Untuk op-amp 741 besarnya sekitar 2 M ohm. Op-amp

input FET umumnya mempunyai Rin = 10000 mega ohm atau lebih. 5. Kisaran input diferensial

Beberapa op-amp hanya mengijinkan tegangan terbatas di antara

input, kadang-kadang sebesar + 0,5 volt, meskipun sebagian besar membolehkan inputdifferential mendekati tegangan catunya. Melebihi batas maksimal yang telah di tentukan dapat merusakkan op-amp

tersebut.

2.10 Tanggapan Sistem

Sebagian besar sistem kontrol adalah sistem kawasan waktu; yang

berarti, sistem ini harus menunjukkan respon waktu yang dapat diterima

[8]. Respon sistem kontrol sering menunjukkan osilasi teredam sebelum

(43)

system control terhadap masukan tangga satuan, biasanya dicari parameter-parameter berikut:

1. Waktu Tunda ( Delay Time ), td

Yaitu waktu yang diperlukan tanggapan mencapai setengah harga

akhir yang pertama kali.

2. Waktu Naik ( Rise Time ), tr

Yaitu waktu yang diperlukan tanggapan untuk naik dari 10% hingga

90% dari harga akhirnya.

3. Waktu Penetapan ( Settling Time ), ts

Yaitu waktu yang diperlukan kurva tanggapan dan menetap dalam

daerah disekitar harga akhir yang ukurannya ditentukan dengan

persentase mutlak dari harga akhir (biasanya 5% atau 2%).

4. Waktu Puncak (peak time), tp

Yaitu waktu yang diperlukan respon untuk mencapai puncak lewatan

pertamakali.

5. Lewatan maksimum (maximum overshoot), Mp

Yaitu harga puncak maksimum dari kurva respon yang diukur dari

satu. Jika harga keadaan tunak respon tidak sama dengan satu, maka

biasa digunakan persen lewatan maksimum.

Parameter ini didefinisikan sebagai

Persen lewatan maksimum = 100%

) (

) ( ) (

× ∞

∞ −

c c t

c p

(2.9)

Besarnya (persen) lewatan maksimum secara langsung menunjukkan

(44)

Untuk mengetahui karakteristik tanggapan system control terhadap masukan tangga satuan dapat ditunjukkan contoh pada gambar 2.14.

(45)

Proses pengendalian ketinggian air yang diteliti dibatasi pada proses

pengendalian ketinggian air pada suatu bak. Sistem kontrol dengan kendali

proporsional ini mengendalikan proses tersebut dengan kontrol secara analog yang

dibuat sehingga dapat bekerja secara otomatis. Untuk mengaplikasikan kendali

proporsional pada proses pengendali ketinggian air, peneliti akan membuat

miniatur pengendalian.

POMPA AIR

SENSOR

BAK 1

BAK 2

KRAN

KENDALI

PROPORSIONAL SET-POINT

Gambar 3.1.Sistem Pengendali Ketinggian Air dengan

Kendali Proporsional

Miniatur pengendali ketinggian air ini terdiri dari : pompa air yang digunakan

untuk mengisi air ke dalam bak, kran pembuangan yang dikontrol secara manual

(46)

dan bak air yang dilengkapi dengan sensor ketinggian air yang digunakan sebagai

pendeteksi ketinggian air dalam bak air (lihat gambar 3.1).

Berdasarkan gambar 3.1 maka dapat dibuat digram blok perancangan

seperti pada gambar 3.2 di bawah ini.

Set Point

Penguat Beda

Pengendali Proporsional

Driver Plant

Sensor

Gambar 3.2. Diagram blok perancangan.

Dalam Gambar 3.3 ditunjukkan gambar panel kontrol untuk mengatur

ketinggian air dalam perancangan pengendali ketinggian air dengan proporsional

4 Cm 8 Cm 12 Cm 0

1

0 1

0 1 Tinggi Air

Gambar 3.3 Panel kontrol ketinggian air.

3.1. Sistem Pengendalian Ketinggian Air. 3.1.1. Pelampung

Pelampung merupakan komponen dari sensor ketinggian air yang

berhubungan dengan sistem yang diukur. Pelampung merupakan

pendeteksi tinggi air yaitu digunakan untuk menggerakkan atau memutar

(47)

dikaitkan pada potensiometer dengan sebatang kawat dengan panjang

tertentu. Pelampung ini akan bergerak ke atas dan ke bawah sesuai dengan

tinggi air dalam bak air. Rancangan dari sistem pelampung sebagai

komponen sensor air sebagai berikut (Lihat Gambar 3.4) :

Pelampung

Potensiometer

Pengait

Gambar 3.4. Sistem deteksi ketinggian air dengan pelampung.

Dalam deteksi ketinggian air dengan pelampung, pelampung

dirancang atau dibuat dari sebuah bola tennis meja yang bisa mengapung

di atas air. Pelampung dirancang untuk mendeteksi ketinggian air dengan

jangkauan deteksi sedalam + 10 cm.

3.1.2. Pengisi Bak Air (Pompa air) dan Pengurang Bak Air (Kran)

Pompa air di dalam pengendali ketinggian air digunakan untuk

memompa atau mengisi air dari bak 1 ke dalam bak 2. Proses pengisian

air dalam bak dikendalikan dengan kendali proporsional. Pompa air yang

digunakan mempunyai daya 20 W dengan frekuensi 50 Hz, sedangkan

tegangan yang dibutuhkan untuk mencatu sebesar 220 Volt. Debit air pada

pompa ini dapat diatur keluarannya, sehingga proses pengisian air bisa

cepat atau lambat.

Kran digunakan untuk mengurangi air dalam bak 2. Kran yang

(48)

menutup dilakukan secara manual. Debit air yang mengalir dalam kran

dipengaruhi pada tinggi rendahnya air dalam bak 2. Semakin tinggi air

dalam bak 2 maka debit air yang mengalir dalam kran semakin besar atau

cepat.

3.2 Sensor Ketinggian Air dan Set point

Tabel 3.1 Data pengukuran

Ketinggian Tegangan keluaran

sensor (volt) Waktu (detik) No Air (Cm)

1 2 3,4 1

2 2,5 3,5 5

3 3 3,6 9

4 3,5 3,7 13

5 4 3,8 17

6 4,5 4 21

7 5 4,1 25

8 5,5 4,3 29

9 6 4,4 34

10 6,5 4,5 38

11 7 4,65 42

12 7,5 4,7 48

13 8 4,9 53

14 8,5 4,95 58

15 9 5 64

16 9,5 5,1 69

17 10 5,2 76

18 10,5 5,3 82

19 11 5,35 90

20 11,5 5,4 96

21 12 5,5 100

22 12,5 5,6 105

Dalam tabel 3.1 Ditunjukkan data pengukuran yang dilakukan untuk

(49)

Dalam perancangan sensor ketinggian air komponen yang digunakan

adalah potensiometer. Hambatan dan tegangan keluaran pada

potensiometer berubah sesuai dengan perubahan ketinggian air pada plant

yang dibuat

Untuk rangkaian sensor digunakan potensiometer R4 sebesar 10 kΩ

dan potensiometer R3 sebesar 10 kΩ digunakan sebagai pengkalibrasi.

Setelah dilakukan pengukuran didapatkan data seperti pada tabel 3.1 di

atas.

Untuk rangkaian set point digunakan potensiometer R2 sebesar 10 kΩ sebagai rangkaian pembagi tegangan dan potensiometer R1 sebesar 10 kΩ

sebagai pengkalibrasi, sehingga tegangan keluaran bisa diatur untuk

memilih set point yang diinginkan. Dalam perancangan ini digunakan tiga

set point yaitu : 1. Set point 1

a. Ketinggian air 4 cm

b. Tegangan keluaran set point (Vout) sebesar 3,8 Volt 2. Set point 2

a. Ketinggian air 8 cm

b. Tegangan keluaran set point (Vout) sebesar 4,9 Volt 3. Set point 3

a. Ketinggian air 12 cm

(50)

Gambar rangkaian set point dan sensor seperti pada gambar 3.5. Rangkaian set point (V1) dan sensor (V2) ini yang nantinya akan menjadi masukan bagi blok diagram berikutnya yaitu rangkaian pembanding.

12V

12V

R2 10k

1

3

2

R1 10k

1

3

2

R2 10k

1

3

2

R1 10k

1

3

2

Vb

V1

Va

V2

Gambar 3.5. Rangkaian set point dan sensor ketinggian air

3.3 Deteksi Kesalahan.

Untuk rangkaian deteksi kesalahan menggunakan rangkaian penguat

beda tegangan dengan menggunakan op-amp seperti pada gambar 2.3.

Dengan menggunakan persamaan 2.5 besarnya nilai R1, R2, R3, Rf dapat

dicari dengan cara seperti di bawah ini.

Ditentukan:

Vout = 0 V (karena besarnya tegangan yang digunakan untuk mematikan

motor pada plant sebesar 0V).

) 1 2 (

1 V V

R Rf

− ×

Vout =

(51)

R1 = 1kΩ,

R2 = 1kΩ,

R3 = 1kΩ

karena besarnya nilai resistor R1 = R2 = R3 = Rf.

Gambar rangkaian penguat beda lengkap dengan nilai resistor yang

dirancang seperti pada gambar 3.6 di bawah ini.

V2

1k

1k

1k

1k

VI

Vout

+

-U1A

3 2

1

Gambar 3.6 Rangkaian penguat beda

3.4 Pengendali (Kontroler)

Untuk rangkaian pengendali digunakan rangkaian pengendali

proporsional. Untuk merancang pengendali proporsional digunakan grafik

(52)

3

3,5

4

4,5

5

5,5

6

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90 100 110 120

waktu (s)

V

s

e

ns

or

(

v

)

L T

Gambar 3.7. Grafik ketinggian air terhadap waktu.

Berdasarkan grafik gambar 3.7 dapat dihitung data penguatan atau Kp.

Rumus perhitungan data penguatan didapatkan berdasarkan tabel 1 (baris

1, kolom 1) Dari gambar 3.6 diperoleh nilai T = 70 dan L = 5. Karena

dalam perancangan plant menggunakan ketinggian maksimum, maka nilai K= 1. Jadi nilai Kp dapat dihitung, yaitu :

L T K Kp= 1 .

5 70

=

= 14

Maka berdasarkan persamaan 2.8 besarnya nilai R2 jika R1 ditentukan

(53)

R2 = Kp x R1

R2 = 14 x 1kΩ

= 14 kΩ

Gambar rangkaian pengendali proporsional lengkap dengan nilai

komponennya pada gambar 3.8

Vout

Vin

+

-3 2

1

1K

10K

1 3

2

1K

+

-3 2

1

1K

20k

1K

1K

Gambar 3.8 Rangkaian pengendali proporsional

3.5 Driver

Untuk rangkaian driver digunakan Solid-state Relay. Solid state relay

dapat digunakan untuk mengontrol beban ac atau dc. Jika relai dirancang

untuk mengontrol beban ac, digunakan triac untuk menghubungkan beban. Nilai-nilai komponen pada rangkaian driver disesuaikan berdasarkan

datasheet MOC 3021. Dalam perancangan rangkaian driver masukan (IN) berasal dari sebuah pembangkit pulsa. Gambar rangkaian pembangkit

(54)

Masukan (IN) berasal dari proporsional. Nilai tegangan puncak (Vpp) = 10

Volt dengan nilai frekuensi sebesar = 50Hz.

Dalam perancangan driver, digunakan PWM sebagai pemicu driver. Realisasi PWM terdiri dari pembangkit segitiga dan pembanding. Gambar

3.9 menunjukkan rangkaian pembangkit pulsa.

Gambar 3.9 Rangkaian Pembangkit Pulsa

Pada PWM ini nilai besaran ditentukan sebagai berikut :

Vcc = 12 Volt

Vee = -12 Volt

Frekuensi (f) = 60 Hz

Gambar rangkaian driver untuk menggerakkan motor AC seperti pada

(55)

– 1,5 V – 10 mA . R = 0

Vin 1

5,6 V – 1,5 V – 10 mA . R = 0 1

3,5 V = 10 mA . R 1

mA V

10 5 , 3

R = 1 = 350 Ω

Pompa

350

(56)

Bab ini akan membahas hasil pengamatan atas implementasi rancangan

pengendali ketinggian air dengan kendali proporsional. Fungsi utama dari alat

yang dibuat adalah untuk mengurangi kontrol manual yang dilakukan oleh

manusia. Pengujian dan pengamatan dilakukan dengan cara memilih level

ketinggian air yang sudah ditentukan melalui set point. Pengambilan data dilakukan pada tegangan PLN sebesar 198 volt. Pengambilan data tegangan

dengan menggunakan multimeter digital, pengambilan data ketinggian air dengan

menggunakan penggaris, dan pengambilan data waktu dengan menggunakan

stopwatch.

4.1 Pengamatan Plant danKinerja Plant

Plant merupakan bagian sistem yang akan dikendalikan. Pada plant terdiri dari pompa air aquarium sebagai aktuator, 2 bak penampung air (satu bak

digunakan sebagai sumber dan bak satunya digunakan sebagai bak penampung),

dan menggunakan potensiometer sebagai sensor ketinggian air. Pada gambar 4.1a

ditunjukkan gambar plant dan 4.1b ditunjukkan perangkat keras untuk mengendalikan ketinggian air.

Ketinggian air diatur sesuai dengan nilai set point yang diinginkan. Pada sistem ini, jika keluaran sensor belum sama dengan set point, maka akan tetap ON. Pompa iar akan OFF, jika keluaran sensor sudah sama dengan set point yang

(57)

berarti error nol. Sistem tersebut dalam kondisi stabil sesuai dengan set point

yang diinginkan. Pompa air akan kembali ON secara otomatis jika keluaran sensor

kurang dari set point.

Gambar 4.1a Plant untuk perancangan pengendali ketinggian air

(58)

4.2 Pengamatan Delay Time, Rise Time, dan Settling Time

Sensor digunakan untuk mengukur ketinggian air. Nilai keluaran dari

sensor berupa tegangan, kenaikan tegangan tersebut merepresentasikan kenaikan

ketinggian air yang terlihat pada alat ukur ketinggian air. Pengamatan dilakukan

pada tegangan keluaran sensor, ketinggian air dan waktu. Dari data pengamatan

tersebut akan diperoleh grafik antara ketinggian air berbanding waktu

4.2.1 Pengamatan Delay Time, Rise Time, dan Settling Time pada Set Point

Pertama (4 Cm)

Tegangan pada set point pertama sebesar 3,8 Volt, yang menunjukkan ketinggian air 4 cm (tabel 3.1). Pengukuran dilakukan dari

kondisi ketinggian awal yaitu 2 cm dengan tegangan sensor sebesar 3,42

Volt.

a. Data pengamatan pada set point pertama saat kran pembuangan tertutup. Dalam tabel 4.1 ditunjukkan data pengamatan ketinggian air

terhadap waktu untuk set point pertama saat kran pembuangan tertutup. Tabel 4.1 Data pengamatan set point pertama (kran

pembuangan tertutup)

No Waktu (detik)

Ketinggian Air (Cm)

Tegangan keluaran sensor (volt)

1 0 2 3,42

2 3,66 2,5 3,51

3 6,2 3 3,57

4 9,87 3,5 3,7

5 13,29 4 3,81

6 17,35 4 3,91

7 21,22 4 3,91

(59)

Berdasarkan data tabel 4.1, maka dapat diperoleh tanggapan sistem

pada saat kran pembuangan tertutup. Tanggapan sistem ini diperoleh dari

data antara ketinggian air dengan data waktu yang telah diamati. Gambar

4.2a ditunjukkan grafik perbandingan antara ketinggian air terhadap waktu

pada saat kran pembuangan tertutup.

Set Point Pertama

2 2,5 3 3,5 4 4,5

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Waktu (S)

K

e

ti

nggi

a

n A

ir

(

C

m

)

Gambar 4.2a. Grafik pengamatan untuk set point pertama (kran pembuangan tertutup).

Dari grafik gambar 4.2a dapat diketahui tanggapan sistem

pengendali pada set point pertama saat kran pembuangan tertutup bersifat stabil yaitu mencapai ketinggian 4 Cm, dengan karakteristik seperti yang

terlihat pada gambar 4.2b.

delay time (td) = t(50%)

= 6,64 detik

rise time (tr) = t(90%) - t(10%)

= 11,96 – 1.32

= 10,63 detik

Settling Time(ts) = t98%

(60)

Set Point Pertama 2 2,5 3 3,5 4 4,5

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Waktu (S) K e ti nggi a n A ir ( C m ) 98% 90% 10% 50% td tr ts

Gambar 4.2b Respon untuk set point pertama (kran pembungan tertutup).

b. Data pengamatan pada set point pertama saat kran pembuangan terbuka 50%. Dalam tabel 4.2 ditunjukkan data pengamatan ketinggian air

terhadap waktu untuk set point pertama saat kran pembuangan terbuka 50%.

Tabel 4.2 Data pengamatan set point pertama (kran pembuangan terbuka 50%)

No Waktu (detik)

Ketinggian Air (Cm)

Tegangan keluaran sensor (volt)

1 0 2 3,42

2 3,84 2,5 3,51

3 6,7 3 3,57

4 9,75 3,5 3,7

5 13,68 4 3,81

6 17,98 3,8 3,77

7 21,73 4 3,81

(61)

Berdasarkan data tabel 4.2, maka dapat diperoleh tanggapan sistem

pada saat kran pembuangan terbuka 50%. Tanggapan sistem ini diperoleh

dari data antara ketinggian air dengan data waktu yang telah diamati.

Gambar 4.3a ditunjukkan grafik perbandingan antara ketinggian air

terhadap waktu pada saat kran pembuangan terbuka 50%.

Set Point Pertama

2 2,5 3 3,5 4 4,5

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Waktu (S)

Ke

ti

n

gg

ia

n

A

ir

(

Cm

)

Gambar 4.3. Grafik pengamatan untuk set point pertama (kran pembuangan terbuka 50%).

Dari grafik gambar 4.3 dapat diketahui tanggapan sistem

pengendali pada set point pertama saat kran pembuangan terbuka 50%. Terlihat bahwa sistem mengalami osilasi. Sistem mengalami osilasi dari

ketinggian 3,8 Cm sampai 4 Cm. Karena sistem berosilasi, maka sistem

disebut mengalami gangguan. Error osilasi untuk sistem ini dapat dicari dengan cara membagi antara selisih nilai saat sistem berosilasi dengan

(62)

Contoh perhitungan error osilasi untuk set point pertama saat kran pembuangan terbuka 50%, sebagai berikut :

Set Point = 4 cm

Ketinggian air minimal saat berosilasi = 3,8 cm

Error Osilasi = 100%

Point Set

berosilasi saat

minimal air

tinggi -Point Set

×

=

(

)

100%

cm 4

cm 3,8 -4

×

=

(

)

100%

cm 4

cm 3,8 -4

×

= 5%

Error osilasi dalam persen untuk set point ini sebesar 5 %. Dengan

error osilasi sebesar 5%, sistem masih dapat dikatakan baik karena besar

error osilasi tidak melebihi 5%.

delay time (td) = t(50%)

= 6,93 detik

rise time (tr) = t(90%) - t(10%)

= 12,47 – 1.38

= 11,09 detik

Settling Time(ts) = t98%

= 13,40 detik.

(63)

terhadap waktu untuk set point pertama saat kran pembuangan terbuka 75%.

Tabel 4.3 Data pengamatan set point pertama (kran pembuangan terbuka 75%)

No Waktu (detik)

Ketinggian Air (Cm)

Tegangan keluaran sensor (volt)

1 0 2 3,42

2 3,98 2,5 3,51

3 6,89 3 3,57

4 9,95 3,5 3,7

5 13,86 4 3,81

6 18,13 3,8 3,77

7 21,94 4 3,81

8 25,26 3,8 3,77

Berdasarkan data tabel 4.3, maka dapat diperoleh tanggapan sistem

pada saat kran pembuangan terbuka 75%. Tanggapan sistem ini diperoleh

dari data antara ketinggian air dengan data waktu yang telah diamati.

Gambar 4.4 ditunjukkan grafik perbandingan antara ketinggian air

terhadap waktu pada saat kran pembuangan terbuka 75%.

Se t Point Pe rtama

2 2,5 3 3,5 4 4,5

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Waktu (S)

K

e

ti

ngg

ia

n A

ir

(

C

m

)

(64)

Dari grafik gambar 4.3 dapat diketahui tanggapan sistem

pengendali pada set point pertama saat kran pembuangan terbuka 75%. Terlihat bahwa sistem mengalami osilasi. Sistem mengalami osilasi dari

ketinggian 3,88 Cm sampai 4 Cm. Karena sistem berosilasi, maka sistem

disebut mangalami gangguan. Error osilasi dalam persen untuk set point

ini sebesar 3 %. Dengan error osilasi sebesar 3%, sistem masih dapat dikatakan baik karena besar error osilasi tidak melebihi 5%.

delay time (td) = t(50%)

= 6,84 detik

rise time (tr) = t(90%) - t(10%)

= 12,31 – 1.36

= 10,95 detik

Settling Time(ts) = t98%

= 13,58 detik.

4.2.2 Pengamatan Delay Time, Rise Time, dan Settling Time pada Set point

Kedua (8 cm)

Tegangan pada set point kedua sebesar 4,9 Volt, yang menunjukkan ketinggian air 8 cm (tabel 3.1). Pengukuran dilakukan dari

kondisi ketinggian awal yaitu 2 cm dengan tegangan sensor sebesar 3,42

Volt.

a. Data pengamatan pada set point kedua saat kran pembuangan tertutup. Dalam tabel 4.4 ditunjukkan data pengamatan ketinggian air

(65)

Tabel 4.4 Data pengamatan untuk set point kedua (kran pembuangan tertutup)

No Waktu (detik)

Ketinggian Air (Cm)

Tegangan keluaran sensor (volt)

1 0 2 3.42

2 4,57 2,5 3.51

3 8,29 3 3.67

4 11,39 3,5 3.73

5 14,64 4 3.87

6 17,13 4,5 3.97

7 20,45 5 4.2

8 24,1 5,5 4.35

9 26,9 6 4.47

10 30,6 6,5 4.59

11 33,4 7 4.74

12 35,82 7,5 4.81

13 39,32 7,8 4.89

14 42,11 8 4.92

15 45,1 8 4.92

16 47,76 8 4.92

17 49,23 8 4.92

18 51,11 8 4.92

19 53,23 8 4.92

Berdasarkan data tabel 4.4, maka dapat diperoleh tanggapan sistem

pada saat kran pembuangan tertutup. Tanggapan sistem ini diperoleh dari

data antara ketinggian air dengan data waktu yang telah diamati. Gambar

4.5a ditunjukkan grafik perbandingan antara ketinggian air terhadap waktu

(66)

Set Point Kedua

2 3 4 5 6 7 8

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55

Waktu (S)

K

e

ti

nggi

a

n A

ir

(C

m

)

Gambar 4.5a. Grafik pengamatan untuk set point kedua (kran pembuangan tertutup)

Dari grafik gambar 4.5a dapat diketahui tanggapan sistem

pengendali pada set point kedua saat kran pembuangan tertutup bersifat stabil yaitu mencapai ketinggian 8 Cm, dengan karakteristik seperti yang

terlihat pada gambar 4.2b.

delay time (td) = t(50%)

= 21,1 detik

rise time (tr) = t(90%) - t(10%)

= 37,89 – 4,21

= 33,68 detik

Settling Time(ts) = t98%

(67)

Set Point Kedua 2 3 4 5 6 7 8

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55

Waktu (S) K e ti ngg ia n A ir ( C m ) 10% 50% 90% ts td tr 98%

Gambar 4.5b Respon untuk set point kedua (kran pembuangan tertutup)

b. Data pengamatan pada set point kedua saat kran pembuangan terbuka 50%. Dalam tabel 4.5 ditunjukkan data pengamatan ketinggian air

terhadap waktu untuk set point kedua saat kran pembuangan terbuka 50%. Tabel 4.5 Data pengamatan untuk set point kedua

(kran pembuangan terbuka 50%)

No Waktu (detik)

Ketinggian Air (Cm)

Tegangan keluaran sensor (volt)

1 0 2 3.42

2 4,68 2,5 3.51

3 8,51 3 3.67

4 11,61 3,5 3.73

5 14,89 4 3.87

6 17,32 4,5 3.97

7 20,75 5 4.2

8 24,36 5,5 4.35

9 27,1 6 4.47

10 30,97 6,5 4.59

11 33,78 7 4.74

12 35,99 7,5 4.81

13 39,79 7,8 4.89

14 42,48 8 4.92

15 45,54 7,8 4.89

16 47,83 8 4.92

17 49,64 7,8 4.89

18 51,77 8 4.92

(68)

Berdasarkan data tabel 4.5, maka dapat diperoleh tanggapan sistem

pada saat kran pembuangan terbuka 50%. Tanggapan sistem ini diperoleh

dari data antara ketinggian air dengan data waktu yang telah diamati.

Gambar 4.6 ditunjukkan grafik perbandingan antara ketinggian air

terhadap waktu pada saat kran pembuangan terbuka 50%.

Set Point Kedua

2 3 4 5 6 7 8

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55

W a ktu (S)

K

e

ti

n

g

g

ia

n

A

ir

(

C

m

)

Gambar 4.6. Grafik pengamatan untuk set point kedua (kran pembuangan terbuka 50%).

Dari grafik gambar 4.6 dapat diketahui tanggapan sistem

pengendali pada set point kedua saat kran pembuangan terbuka 75%. Terlihat bahwa sistem mengalami osilasi. Sistem mengalami osilasi dari

ketinggian 7,86 Cm sampai 8 Cm. Karena sistem berosilasi, maka sistem

disebut mangalami gangguan. Error osilasi dalam persen untuk set point

ini sebesar 1,7 %. Dengan error osilasi sebesar 1,7 %, sistem masih dapat dikatakan baik karena besar error osilasi tidak melebihi 5%.

delay time (td) = t(50%)

= 21,24 detik

rise time (tr) = t(90%) - t(10%)

= 38,23 – 4,28

(69)

Settling Time(ts) = t98%

= 41,63 detik

c. Data pengamatan pada set point kedua saat kran pembuangan terbuka 75%. Dalam tabel 4.6 ditunjukkan data pengamatan ketinggian air

terhadap waktu untuk set point kedua saat kran pembuangan terbuka 75%. Tabel 4.6 Data pengamatan untuk set point kedua

(kran pembuangan terbuka 75%)

Berdasarkan data tabel 4.6, maka dapat diperoleh tanggapan sistem

pada saat kran pembuangan terbuka 75%. Tanggapan sistem ini diperoleh

dari data antara ketinggian air dengan data waktu yang telah diamati.

Gambar 4.7 ditunjukkan grafik perbandingan antara ketinggian air

terhadap waktu pada saat kran pembuangan terbuka 75%. No Waktu

(detik)

Ketinggian Air (Cm)

Tegangan keluaran sensor (volt)

1 0 2 3.42

2 4,79 2,5 3.51

3 8,82 3 3.67

4 11,91 3,5 3.73

5 15,2 4 3.87

6 17,62 4,5 3.97

7 20,95 5 4.2

8 24,77 5,5 4.35

9 27,34 6 4.47

10 30,9 6,5 4.59

11 33,8 7,5 4.74

12 36,23 7,5 4.81

13 39,88 7,8 4.89

14 42,78 8 4.92

15 45,79 7,8 4.89

16 47,91 8 4.92

17 49,84 7,8 4.89

18 51,97 8 4.92

(70)

Set Point Kedua

2 3 4 5 6 7 8

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55

W a ktu (S)

K

e

ti

n

g

g

ia

n

A

ir

(

C

m

)

Gambar 4.7. Grafik pengamatan untuk set point kedua (kran pembuangan terbuka 75%).

Dari grafik gambar 4.7 dapat diketahui tanggapan sistem

pengendali pada set point kedua saat kran pembuangan terbuka 75%. Terlihat bahwa sistem mengalami osilasi. Sistem mengalami osilasi dari

ketinggian 7,88 Cm sampai 8 Cm. Karena sistem berosilasi, maka sistem

disebut mangalami gangguan. Error osilasi dalam persen untuk set point

ini sebesar 1,5 %. Dengan error osilasi sebesar 1,5%, sistem masih dapat dikatakan baik karena besar error osilasi tidak melebihi 5%.

delay time (td) = t(50%)

= 21,39 detik

rise time (tr) = t(90%) - t(10%)

= 38,5 – 4,278

= 34,22 detik

Settling Time(ts) = t98%

= 41,92 detik

4.2.3 Pengamatan Delay Time, Rise Time, dan Settling Time pada Set

point Ketiga (12 cm)

(71)

menunjukkan ketinggian air 12 cm (tabel 3.1). Pengukuran dilakukan dari

kondisi ketinggian awal yaitu 2 cm dengan tegangan sensor sebesar 3,42

Volt.

a. Data pengamatan pada set point ketiga saat kran pembuangan tertutup. Dalam tabel 4.7 ditunjukkan data pengamatan ketinggian air

terhadap waktu untuk set point ketiga saat kran pembuangan tertutup. Tabel 4.7 Data pengamatan untuk set point ketiga

(kran pembuangan tertutup)

No Waktu (detik)

Ketinggian Air (Cm)

Tegangan keluaran sensor

Gambar

Gambar 2.11. Proportional band dari kontroler proporsional
Gambar 2.13 (a) Rangkaian terintegrasi mini-DIL (b)Fungsi dari setiap
Gambar 2.14 Kurva respon tangga satuan yang menunjukkan td, tr, tp,Mp, dan ts
Gambar 3.4. Sistem deteksi ketinggian air dengan pelampung.
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Pada penelitian ini telah dilakukan simulasi kemacetan kemacetan jaringan dengan mekanisme AQM yaitu Baseline (tanpa antrian) dan Drop Tail, dengan menganalisa

Hasil ini menunjukkan bahwa adanya penurunan pada blues postpartum dan kecemasan orang tua dari kelompok bayi prematur yang mendapatkan intervensi terapi relaksasi

Dari hasil survei telah diperoleh informasi keberadaan sejumlah plasma nutfah lokal yang terdiri atas plasma nutfah tanaman pangan (12 jenis), tanaman bumbu dapur (8

Munawir (2010:158) dalam analisis sumber dan penggunaan kas dapat membandingkan laporan keuangan dari dua tahun yang berurutan, merupakan suatu cara untuk

Tim Pelaksana Kegiatan Tingkat Kelurahan Program GEMA MADANI, yang selanjutnya disebut TPK GEMA MADANI, adalah lembaga yang secara khusus dibentuk dan ditetapkan oleh

Penelitian dilakukan menjadi tiga tahap; tahap pertama, pembuatan media dan inokulasi bibit; tahap kedua, pengamatan pertumbuhan pada media serbuk gergajian kayu sengon untuk

Masyarakat pedesaan ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuatsesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat yagn amat kuat yang hakekatnya,

Pada saat kolom minyak semakin menipis atau lebih kecil dari 10 ft, maka teknik komplesi yang disarankan adalah sumur vertikal konvensional dengan target multi-lapisan, cara