• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konflik Etnis Sumbawa dan Bali Tinjauan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Konflik Etnis Sumbawa dan Bali Tinjauan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Nama : Rahadi Cipto Utama

NIM : 14/372883/PSP/5214

Mata Kuliah : Negosiasi dan Pengelolaan Konflik

Program Studi: S2 Manajemen dan Kebijakan Publik

FISIPOL UGM 2015

Konflik Etnis Sumbawa dan Bali : Tinjauan Kegagalan

Komunikasi dan

Perebutan Sumber Daya

Pendahuluan

Why do we have so many ethnic partisans in the world ready to die as suicide bombers? setidaknya itu kalimat pertama yang diungkapkan oleh Ashutosh (2013) untuk menggambarkan begitu banyaknya konflik yang terjadi diberbagai belahan dunia yang menjadikan entitas etnis sebagai alasan untuk menyakiti sesama manusia. Definisi konflik pun bermacam-macam dengan melihat banyak sudut pandang tapi setidaknya konflik mencakup hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki atau merasa memiliki, sasaran-sasaran yang tidak sejalan (Simon Fisher,2001). Lebih lanjut Simon menjelaskan konflik yang mengarah kepada kekerasan dimana kekerasan adalah tindakan, perkataan, sikap, berbagai struktur atau sistem yang menyebabkan kerusakan secara fisik, mental sosial atau lingkungan dan atau menghalangi seseorang untuk meraih potensinya secara penuh.

(2)

ini diperparah dengan pelecehan terhadap adat istiadat samawa yang dinodai dengan praktik ‘merari’1 yang tidak hanya dikenal oleh masyarakat etnis Lombok tetapi juga Bali

yang sangat merendahkan dan dianggap sebagai aib bagi adat Sumbawa namun menjadi hal yang wajar bagi etnis Bali (Yogi Setya 2013).

Masih hangat diingatan jika kita tak ingin memalingkan wajah dari konflik-konflik yang pernah terjadi di Indonesia, Daerah-daerah di bagian timur Indonesia yang memang dikenal rentan dan begitu akrab dengan konflik. Tidak terkecuali di Sumbawa besar, Nusa Tenggara Barat kembali mengalami konflik yang mengatasnamakan unsur etnis, yaitu antara etnis Sumbawa dengan etnis Bali. Sesungguhnya hal ini bukan sesuatu yang baru mengingat kejadian pada tanggal 22 Januari lalu adalah kejadian kedua kalinya. Dengan berbagai potensi yang dimiliki, kabupaten Sumbawa cukup memiliki daya tarik bagi para pendatang, tidak mengherankan jika diSumbawa terdapat 3 suku besar yang mendiaminya yaitu suku Sumbawa sebagai tuan rumah, dan suku sasak (lombok) dan Bali sebagai pendatang. Kehadiran etnis Bali di kabupaten Sumbawa, dilatarbelakangi oleh faktor migrasi, transmigrasi, dan karena keterdesakan oleh kondisi ekonomi dan geografis di daerah asal, dengan motivasi ingin merantau, meningkatkan taraf hidup, mencari kerja, menjadi petani, peternak, pedagang/bisnis, mutasi jabatan pegawai, pejabat, dan sebagainya (Syaifuddin,2012)

Lebih lanjut Syaifuddin menjelaskan bahwa sejak kedatangan suku Bali ke Sumbawa dalam periode 10 tahun (1970-1980) etnis Bali berhasil unggul dalam mengakses

sumber-sumber ekonomi, jabatan-jabatan penting di birokrasi

(pemerintahan/swasta/BUMN). Keberadaan etnis Bali dalam masyarakat Sumbawa mulai menunjukkan eksistensi diri dengan menampilkan perilaku dan aktivitas sosial budaya yang dirasakan mulai lebih berani dan dianggap mencolok oleh etnis Sumbawa. Semua kondisi tersebut akhirnya menjadi sumber dan pemicu konflik antara etnis Samawa dengan etnis Bali yang puncaknya terjadi pada tanggal 17 November 1980. Dalam tulisan ini penulis mencoba melihat konflik yang terjadi dari tinjauan kegagalan komunikasi yang dibangun antara pihak yang bertikai dan pemerintah dan perebutan sumber daya

(3)

(ekonomi,sosial,politik) yang dibungkus entitas etnis.

Gagalnya Komunikasi

Dalam teori konflik, komunikasi secara tradisional menempati tempat yang menonjol baik di teoritis maupun dalam analisis empiris dan berkaitan erat dengan munculnya konflik dan pilar utama dalam analisis konflik (Mathias Albert dkk, 2008). Lebih lanjut, konflik antar etnik dapat dikatakan sebagai suatu bentuk pertentangan alamiah yang dihasilkan oleh individu atau kelompok yang berbeda etnik, karena diantara mereka memiliki perbedaan dalam sikap, kepercayaan, nilai, atau kebutuhan (Liliweri, 2005:146). Ketidakcocokan di antara karakter masing-masing etnis menjadikan hubungan keduanya mudah menjadi suatu konflik., ditambah dengan tidak adanya pemahaman dari kedua etnis terhadap latar belakang sosial budaya masing-masing etnis. Tidak ada komunikasi, kecurigaan dan kebencian membuat hubungan keduanya menjadi tegang dan tidak harmonis.

Jika sedikit kita kembali menelisik sebab munculnya konflik ini adalah adanya isu dan rumor yang sama sekali belum bisa dibuktikan kebenarannya sampai saat ini. Bermula dari kisah kasih dua orang pemuda dan pemudi yang mana wanita merupakan orang Sumbawa asli yang memiliki hubungan asmara dengan kekasihnya seorang anggota kepolisian beretnis Bali. Musibah kecelakaan yang menimpa keduanya mengakibatkan sang wanita meregang nyawa yang kemudian meninggal dunia yang oleh pihak rumah sakit dan kepolisian penyebab kematiannya murni karena kecelakaan. Setidaknya kabar itu yang berkembang di masyarakat tanpa diketahui sahih tidaknya berita tersebut. Namun luka lebam yang ada di tubuh korban membuat keluarga korban meyakini bahwa penyebab kematian korban tidak murni kecelakaan namun diakibatkan oleh tindakan kekerasan atau penyaniayaan.

(4)

terdistorsi sebagai penyebab utama konflik. Mengurangi komunikasi bahkan dapat membantu untuk de-eskalasi konflik. Hal ini terkadang lebih baik untuk tidak berkomunikasi untuk menjaga perdamaian. Komunikasi terdistorsi dan dapat menyebabkan kesalahpahaman dan meskipun ini mungkin hal ini sangat canggung, namun perlu untuk dilakukan jika mereka belum tahu pasti penyebab konflik. Seringkali komunikasi dipahami sebagai pemberian informasi dan kebenaran akan isi informasi penting untuk diperhatikan (Hamelink,2008).

Tanpa kejelasan, informasi bias dan terkesan disembunyikan, setidaknya tiga hal tersebut yang membayang selama beberapa hari menjelang pecahnya konflik. Keluarga yang diliputi tanda tanya akan kebenaran yang sebenarnya, tentu sangat wajar dialami oleh keluarga korban yang masih terpukul akibat kematian putri tercinta. Pembiaran isu dan ketidakjelasan selama beberapa hari menjadi penyebab isu dan prasangka yang menyebar begitu cepat.

Perebutan Sumber Daya

Banyak teori yang menjelaskan bagaimana tahapan terjadinya suatu konflik. Dalam conflict stage model,konflik terjadi melalui beberapa tahap, dimulai dari Laten conflict, menuju tahap emegence, escalation, (hurting) stalemate, de-escalation/negotiation, dan berakhir pada resolution. Jika digambarkan dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Sumber :http://www.beyondintractability.org

(5)

akhir yaitu adanya resolusi dari sebuah konflik. Resolusi yang terjadi hanya sebatas pelaku yang menjadi otak dan penggerak konflik ditangkap dan seolah-olah konflik yang terjadi berakhir begitu saja tanpa menyisakan benih-benih yang suatu ketika akan menjadi pemicu konflik yang sama kembali terjadi. Pemerintah dan aktor-aktor yang pemegang kekuasaan daerah tidak benar-benar paham apa yang sebenarnya melatar-belakangi terjadinya konflik. Penyebab di permukaan yang terlihat hanya sebatas kasus kecelakaan yang melibatkan dua orang yang berbeda asal usulnya, tetapi dibalik itu semua rasa iri dan ketidakadilan dalam kehidupan bermasyarakat menjadi titik didih yang selama ini tidak diperhatikan oleh pemerintah. Nicholas Sambanis (2013) memperkuat argumen tersebut dengan menyatakan bahwa isu konflik etnis sendiri dalam banyak kasus hanyalah bungkusan dari isu-isu marginalitas dari rasa ketidakadilan dan ketidaksejajaran, baik dalam domain politik, ekonomi, maupun sosial budaya.

Kecemburuan sosial, merasa kalah di tanah sendiri, melihat mereka para pendatang bisa sukses melebihi mereka penduduk pribumi setidaknya dari sisi itu dapat dianalisis kon-disi masyarakat saat ini. Tak pelak penguasaan sumber daya menurut penulis menjadi akar konflik yang dibungkus dengan rumor isu etnisitas. Sakit hati masa lalu masih bersisa dan bahkan terus bertambah, dan diperparah lagi sakit hati diwariskan kepada anak dan ketu-runan agar tidak melupakan ‘kekalahan’ yang dialami para penduduk lokal ditengah pendu-duk pendatang. Hal ini adalah sebuah bom waktu yang siap meledak kapan saja dan terus berulang dimasa mendatang andai resolusi dan tindakan kolaboratif tidak tercapai antara kedua belah pihak.

(6)

korban jiwa yang timbul dari adanya konflik. Namun yang terjadi adalah penjarahan, peng-rusakan dan pembakaran hotel, toko, tempat ibadah dan supermarket. Kerugian ratusan hingga milyaran rupiah dialami oleh pemilik toko dan dan hotel yang mana kesemuanya adalah penduduk etnis Bali. Keinginan untuk menghilangkan sumber pendapatan dinilai se-bagai salah satu upaya untuk mengusir dan menggeser dominasi etnis Bali dalam bidang ekonomi.

Kesimpulan

Penangangan masalah yang terkesan setengah-setengah bahkan menganggap masa-lah yang masih panas temasa-lah selesai merupakan bentuk ketidakseriusan pemerintah dalam mengatasi konflik. Konflik yang berlatar belakang SARA memang sulit untuk ditemui titik temu resolusinya mengingat perbedaan yang mendasar yang memang menjadi entitas ma-sing-masing etnis. Jika konflik materil yang bisa diukur dan diselesaikan dengan hitungan matematika, maka untuk konflik etnis dibutuhkan pendekatan khusus untuk meredamnya, sulit memang jika tidak mau dikatakan mustahil, konflik jenis ini nyaris tidak bisa untuk di-hilangkan bahkan di negara maju sekalipun yang cara pandang dan berfikir telah jauh lebih modern jika dibandingkan masyarakat tradisional yang ada di Indonesia.

Shipping Tang (2011) mengatakan bahwa dilema keamanan dalam konflik etnis yang tepat perlu dikaji oleh akademisi dan memberikan relevansi kebijakan kepada pemerintah. Negara harus menjamin keamanan tiap-tiap warga negaranya seperti yang telah diamanatkan dalam undang-undang. Dilema keamanan yang terjadi merupakan bentuk ketidakpastian negara, sangat penting bagi negara untuk merumuskan kebijakan satu terhadap yang lain dengan mengukur kepentingan kedua belah pihak untuk merumuskan kebijakan yang mengatur kehidupan bermasyarakat. Upaya yang kini harus dilakukan adalah bagaimana agar kejadian ini tidak terulang kembali serta kegiatan kemasyarakatan yang telah ada dan berjalan baik bisa dipertahankan.

(7)

bertanggung-jawab agar rasa aman, toleransi, saling pengertian dan hubungan harmonis tetap terjaga. Belajar dari managemen konflik yang dikemukakan oleh Molly M. Melin (2014), menguta-rakan bahwa manajemen resolusi konflik dikembangkan untuk menanggulangi konflik yang mencakup apresiasi terhadap konflik, keterbukaan dalam menerima perbedaan dan ke-beragaman untuk mewujudkan kesatuan dan keberlangsungan hidup sistem sosial. Manaje-men konflik ini berkaitan dengan bagaimana masyarakat dalam keberagaman Manaje-menyikapi keberagaman, seperti sumber konflik yang berasal dari penguasaan sumber daya, prestise, egosentrisme, serta bentuk lainnya yang menjadi pemicu kekerasan. Pola pikir masyarakat perlu diubah dan melihat pendatang sebagai pesaing menjadi bagian dari masyarakat bah-kan mungkin berkolaborasi dalam berbagai bidang. Telah banyak daerah yang berhasil me-lakukannya, sebut saja etnis Lombok dan Bali di Pulau lombok yang secara kebudayaan te-lah menunjukkan adanya asimilasi kebudayaan yang nyatanya tidak menjadi penyebab kon-flik namun menjadi suatu entitas baru yang menguntungkan kedua belah pihak dalam hal kehidupan berbudaya bahkan menguntungkan dari segi pariwisata.

(8)

Daftar Pustaka

Ashutosh Varshney .(2013). Nationalism, Ethnic Conflict, and Rationality

Brham, Eric.(2003).Conflict Stage. http://www.beyondintractability.org/essay/conflict-stages (diakses 10 April 2015)

Cees J. Hamelink.(2008).Urban Conflict And Communication. Sage Publications. Los Angeles, London, New Delhi And Singapore 1748-0485 VOL. 70(3–4): 291–301

Fisher, Simon dkk.(2001).Mengelola Konflik:Keterampilan dan Strategi untuk Bertindak. Edisi Terjemahan.Jakarta: The British Council.

Liliweri, Alo.(2005).Prasangka dan Konflik, Yogyakarta : PT. LKiS Pelangi Aksara.

Mathias Albert, dkk.(2008).On Order And Conflict: International Relations And The ‘Communicative Turn’. Review of International Studies / Volume 34 / Supplement S1 / January 2008, pp 43 – 67

Molly M. Melin.(2015). Escalation in international conflict management: A foreign policy perspective. Conflict Management and Peace Science 2015, Vol. 32(1) 28–49

Nicholas Sambanis & Moses Shayo.(2013).Social Identification And Ethnic Conflict. American Political Science Review Vol. 107, No. 2 May 2013

Permana, Yogi Setya.(2013).Rusuh Sumbawa dan Peran Lembaga adat. http://www.politik.lipi.go.id/in/kolom/politik-lokal/783-rusuh-sumbawa-dan-peran-lembaga-adat.html

Shiping Tang.(2011).The security dilemma and ethnic conflict: toward a dynamic and integrative theory of ethnic conflict. Review of International Studies / Volume 37 / Issue 02 / April 2011, pp 511 - 536

Referensi

Dokumen terkait

Penambahan ketiga jenis auksin (IBA, NAA dan IAA) serta kombinasinya tidak memberikan respon yang berbeda nyata terhadap panjang akar kopi Arabika klon AS 2K

Dukungan keluarga merupakan faktor utama yang dapat membantu responden untuk dapat beradaptasi dengan segala situasi dan perubahan yang terjadi dalam hidupnya akibat

Penanggung dengan ini setuju dengan Tertanggung bahwa jika setiap saat selama jangka waktu asuransi butir-butir atau bagian dari padanya yang tercantum dalam Ikhtisar dan

Pemerintah Kabupaten / Kota di Provinsi Papua Barat berkewajiban membangun dan menyelenggarakan Pendidikan di Kota Sorong dengan mengacu pada sistem Pendidikan Nasional

Mengetahui waktu efektif pemberian ekstrak metanol - air biji P.americana pada penggunaan jangka pendek dalam memberikan efek hepatoprotektif pada tikus jantan yang terinduksi

• ?ika terdapat lebih dari <;@ ?ika terdapat lebih dari <;@ peserta didik yang mendap peserta didik yang mendapat nilai at nilai di bawah KKM di bawah KKM maka

Berdasarkan data hasil penelitian yang dilaksanakan pada siklus I dan siklus II dan refleksi yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan

Terdapat dua situasi yang menggolongkan pemakaian bahasa di dalam masyarakat, yaitu situasi resmi dan tidak resmi. Situasi tidak resmi akan memunculkan suasana