• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak metanol biji persea americana mill. terhadap tikus terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak metanol biji persea americana mill. terhadap tikus terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

i

EFEK HEPATOPROTEKTIF JANGKA PENDEK EKSTRAK

METANOL BIJI

Persea americana

Mill. TERHADAP TIKUS

TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh :

Maria Malida Vernandes Sasadara

NIM : 108114102

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Dan apa saja yang kamu minta dalam doa

dengan penuh kepercayaan,

kamu akan menerimanya”

Matius 21:22

Dengan penuh syukur, saya mempersembahkan segala keberhasilan di setiap lembar kertas ini

kepada Yesus dan Bunda Maria tercinta kepada Ayah Bunda dan saudara - saudari terkasih kepada sahabat - sahabat terbaik serta kepada semua orang yang diikatkan Tuhan dalam kehidupan saya

(5)
(6)
(7)

vii PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul “Efek Hepatoprotektif Jangka Pendek Ekstrak Metanol Biji Persea

americana Mill. Terhadap Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida” ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Oleh karena itu penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ipang Djunarko,M.Sc.,Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dosen Pembimbing skripsi

ini atas segala kesabaran untuk selalu membimbing, memberi motivasi, dan memberi masukan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

3. dr.Fenty,M.Kes.,Sp.PK dan Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si selaku Dosen Penguji skripsi atas bantuan dan masukkan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.

4. Ibu Rini Dwiastuti, M.Si., Apt., selaku Kepala Penanggung Jawab

Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberi izin dalam

(8)

viii

Farmakognosi-Fitokimia dan Farmasi Fisika demi terselesaikannya skripsi ini.

5. Pak Parjiman selaku laboran Laboratorium Farmakologi-Toksikologi, Pak

Heru selaku laboran Laboratorium Biofarmasetika-Farmakokinetika, Pak Kayat selaku laboran Laboratorium Biokimia, dan Pak Wagiran selaku laboran Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia, serta Pak Andri selaku laboran di kebun obat, atas segala bantuan dan kerja sama selama di laboratorium.

6. Ayah, Bunda, Saudara-saudariku Mbak Dede dan Sasa yang telah

mendukung dari awal sampai akhir penelitian ini, terima kasih atas doa, dukungan semangat dan perhatiannya, juga Fluffy serta Naruto atas eksistensinya yang menjaga semangatku tetap menyala.

7. Rekan – rekan penelitian tim biji alpukat Yudhytha Anggarhani Quraisyin, Angelia Rosari, Robert Dwijantara Putra, Liana Risha Gunawan, Priscilla Diana Vivi Vionita, Rotua Winata Nopelia Silitonga, Komang Ayu Nopitasari, Inneke Devi Permatasari, Adrienne Roma Alphayovita, Gideon Krisnadi Yoseph, Ni Luh Putu Dian Prawita Putri, Lydia Setiawan, Irene dan Ike Kumalasari.

(9)

ix

Leonardo, Suryo Halim, Christian Januari Pratama, Djanuar Davidzon Pah, Reza Pahlevi Adisaputra dan semua teman – teman FKK B 2010, terima kasih untuk kebersamaan kita.

9. Teman-teman anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Farmasi

periode 2013-2014 dan Wakil Gubernur Maria Gabriela Roswita dan Febianta Octora Bangun yang juga adalah sahabat-sahabat baik yang selalu bersedia menjadi tempat curahan hati.

10. Pihak-Pihak lain yang turut membantu penulis namun tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa setiap manusia tidak ada yang sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik, saran dan masukan demi kemajuan di masa yang akan datang. Semoga tulisan ini dapat memiliki manfaat sekecil apapun bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kefarmasian, serta semua pihak, baik mahasiswa, lingkungan akademis, maupun masyarakat.

Yogyakarta,

(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

(11)

xi

G. Alanin Aminotransferase dan Aspartate Transaminase ... 24

H. Landasan Teori ... 25

I. Hipotesis ... 26

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 27

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 27

1. Variabel Utama ... 27

2. Variabel Pengacau ... 28

3. Definisi Operasional... 28

C. Subjek dan Bahan Penelitian ... 29

(12)

xii

2. Bahan Utama ... 29

3. Bahan Kimia... 29

D. Alat Penelitian ... 32

E. Tata Cara Penelitian ... 32

1. Determinasi serbuk biji P.americana ... 32

2. Pengumpulan bahan uji ... 33

3. Pembuatan serbuk biji P.americana ... 33

4. Penetapan kadar air pada serbuk kering biji P.americana ... 33

5. Pembuatan ekstrak metanol-air biji P.americana ... 34

6. Pembuatan larutan Natrium-Carboxy Methyl Cellulosa (CMC-Na) 1% ... 35

7. Pembuatan suspensi ekstrak ekstrak metanol-air biji P. americana dalam CMC-Na 1% ... 35

8. Pembuatan larutan karbon tetraklorida (CCl4) konsentrasi 50% ... 36

9. Uji pendahuluan ... 36

a. Penetapan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida ... 36

b. Penetapan waktu pencuplikan darah ... 37

10. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji ... 37

11. Pembuatan serum ... 38

12. Pengukuran aktivitas ALT dan AST serum ... 38

F. Tata Cara Analisis Hasil ... 39

(13)

xiii

1. Hasil determinasi tanaman ... 40

2. Pembuatan serbuk biji P.americana ... 41

3. Penetapan kadar air serbuk biji P.americana ... 42

B. Hasil Penimbangan Bobot Ekstrak Metanol-Air Biji P.americana ... 42

C. Uji Pendahuluan ... 44

1. Penentuan dosis hepatotoksik ... 44

2. Penentuan dosis ekstrak metanol-air biji P.americana ... 45

3. Penentuan waktu pencuplikan darah ... 45

D. Efek Hepatoprotektif Jangka Pendek Ekstrak Metanol-Air Biji P.americana Terhadap Tikus Jantan Terinduksi Karbon Tetraklorida ... 49

1. Kontrol negatif ... 50

2. Kontrol perlakuan ... 52

3. Kontrol hepatotoksin ... 54

4. Perlakuan Jangka Pendek Ekstrak Metanol-Air Biji P.americana Terhadap Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida ... 55

(14)

xiv DAFTAR TABEL

Tabel 1. Aktivitas ALT dan AST serum setelah pemberian karbon

tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam ... 46 Tabel II. Hasil uji statistik aktivitas ALT serum setelah pemberian karbon

tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada waktu pencuplikan darah jam

ke-0, 24 dan 48 ... 47 Tabel III. Hasil uji statistik aktivitas AST serum setelah pemberian karbon

tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada waktu pencuplikan darah jam

ke-0, 24 dan 48 ... 48 Tabel IV. Pengaruh perlakuan jangka pendek ekstrak metanol-air biji

P.americana dosis 350mg/kgBB berdasarkan aktivitas ALT dan AST serum pada beberapa variasi waktu terhadap hepatotoksisitas

karbon tetraklorida ... 50

Tabel V. Aktivitas ALT dan AST pada pemberian olive oil 2ml/kgBB pada

jam ke-0 dan 24 ... 51 Tabel VI. Hasil uji statistik aktivitas ALT dan AST serum setelah

pemberian olive oil dosis 2 ml/kg BB pada pencuplikan darah jam

ke-0 dan 24 ... 51 Tabel VII. Hasil uji statistik perlakuan jangka pendek ekstrak metanol-air

biji P.americana dosis 350 mg/kgBB berdasarkan aktivitas serum

(15)

xv

Tabel VIII. Hasil uji statistik perlakuan jangka pendek ekstrak metanol-air biji P.americana dosis 350 mg/kgBB berdasarkan aktivitas serum

AST serum pada beberapa variasi waktu ... 56

Tabel IX. Data Purata dan Standar Error Aktivitas Serum ALT/AST pada

jam 0, 24 dan 48 ... 75 Tabel X. Hasil uji statistik aktivitas ALT serum setelah pemberian karbon

tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada waktu pencuplikan darah jam

ke-0, 24 dan 48 ... 80 Tabel XI. Hasil uji statistik aktivitas AST serum setelah pemberian karbon

tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada waktu pencuplikan darah jam

ke-0, 24 dan 48 ... 81 Tabel XII. Data Purata dan Standar Error Aktivitas ALT dan AST serum

kelompok kontrol negatif (olive oil 2ml/kgBB) pada jam ke-0 dan

24 ... 81 Tabel XIII. Data pengaruh perlakuan jangka pendek ekstrak metanol-air biji

P.americana dosis 350 mg/kgBB berdasarkan aktivitas ALT dan AST serum pada variasi waktu 1, 4 dan 6 jam terhadap

hepatotoksisitas karbon tetraklorida ... 85 Tabel XIV. Hasil uji statistik perlakuan jangka pendek ekstrak metanol-air

biji P.americana dosis 350 mg/kgBB berdasarkan aktivitas ALT

(16)

xvi

Tabel XV. Hasil uji statistik perlakuan jangka pendek ekstrak metanol-air biji P.americana dosis 350 mg/kgBB berdasarkan aktivitas serum

AST pada beberapa variasi waktu ... 104 Tabel XVI. Hasil penetapan kadar air serbuk biji P.americana ... 106

(17)

xvii DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi hati ... 9

Gambar 2. Struktur unit fungsional hati (lobulus) ... 11

Gambar 3. Struktur kimia karbon tetraklorida ... 18

Gambar 4. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida ... 19

Gambar 5. Struktrur kimia metanol ... 22

Gambar 6. Diagram batang rata-rata aktivitas ALT serum sel hati tikus pemberian ekstrak metanol-air terhadap hepatotoksisitas karbon tetraklorida dilihat dari aktivitas serum ALT ... 57

Gambar 9. Diagram batang rata-rata pengaruh perlakuan jangka pendek pemberian ekstrak metanol-air terhadap hepatotoksisitas karbon tetraklorida dilihat dari aktivitas AST serum ... 58

Gambar 10. Biji P.americana Mill. ... 72

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto biji P.americana. ... 72

Lampiran 2. Foto ekstrak metanol-air biji P.americana ... 72

Lampiran3. Perhitungan Persen Rendemen Ekstrak Metanol-Air biji P.americana ... 72

Lampiran 4. Surat Determinasi Tanaman Biji P.americana ... 73

Lampiran 5. Surat Ethical Clearence ... 74

Lampiran 6. Hasil Uji Statistik Orientasi Pencuplikan Darah ... 75

Lampiran 7. Hasil Uji Statistik Kelompok Kontrol Negatif ... 81

Lampiran 8. Hasil Uji Statistik aktivitas ALT serum tikus jantan setelah praperlakuan ekstrak metanol-air biji P.americana pada jam ke-1,4 dan 6 ... 85

Lampiran 9. Perhitungan konversi dosis untuk manusia ... 104

Lampiran 10. Perhitungan Efek Hepatoprotektif ... 105

Lampiran 11 . Konversi waktu tikus ke manusia ... 105

Lampiran 12. Perhitungan penetapan kadar air pada serbuk biji P.americana ... 106

(19)

xix INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak methanol-air biji Persea americana pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida dan melihat waktu pemberian ekstrak yang paling efektif dengan melihat aktivitas alanine aminotransferase dan aspartate transaminase.

Penelitian merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Tikus dibagi secara acak dalam 6 kelompok perlakuan. Kelompok I sebagai kontrol negatif diberikan olive oil dosis 2ml/kg BB. Kelompok II sebagai kontrol perlakuan diberikan ekstrak metanol-air biji

P.americana dosis 350 mg/kgBB. Kelompok III sebagai kontrol hepatotoksin diberikan karbon tetraklorida dosis 2ml/kg BB. Kelompok IV, V dan VI sebagai kelompok perlakuan diberikan ekstrak metanol-air biji Persea americana dosis 350 mg/kg BB secara peroral kemudian secara berturut-turut pada jam ke-1, 4 dan 6 setelah pemberian ekstrak metanol-air dilakukan pemejanan karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB secara intraperitoneal lalu diambil darahnya pada jam ke-24 melalui sinus orbitalis untuk dilakukan penetapan aktivitas ALT dan AST serum. Data aktivitas ALT dan AST serum dianalisis secara statistik dengan menggunakan ANOVA satu arah dan Scheffe untuk data yang terdistribusi normal dan Kruskall-Wallis dan Mann-Whitney untuk data yang terdistribusi tidak normal.

Pemberian ekstrak metanol-air biji P.americana pada jam ke-1,4 dan 6 memberikan efek hepatoprotektif yang berbeda signifikan antar kelompok dengan persen hepatoprotektif secara berturut turut adalah sebesar 67,7 ; 92,5 dan 101%. Waktu pemberian paling efektif diberikan pada perlakuan jam ke-6.

Kata kunci :Persea americana Mill. , hepatoprotektif, karbon tetraklorida,

(20)

xx

alanine aminotransferase dean aspartate transaminase activity.

The research is pure experimental study using completely randomized design. Rats divided randomly into six groups. First group (negative control) was given olive oil 2ml/kgBW. Second group (extract control P.americana seed) was given methanol-water extract of P.americana seed 350 mg/kg BW. Third group (hepatotoxin control) was given carbon tetrachloride 2ml/kg BW. Fourth, fifth and sixth group were given methanol-water extract of P.americana seed dose 350 mg/kg BW orally and then 1 hour, 4 and 6 hours after gave the treatment, groups were given suspension of carbon tetrachloride dose 2ml/kg BW intraperitoneally. After 24 hours, blood was taken from sinus orbitalis eyes for measuring ALT-AST serum activity. ALT and AST serum data were statistically analyzed with one way

ANOVA and Scheffe for normal distribution data and Kruskall-Wallis and Mann

-Whitney for abnormal distribution data.

The result showed that used of methanol-water extract of P.americana seed for 1,4 and 6 hours were significantly different each other with hepatoprotective effect were 67,7 ; 92,5 and 101% respectively. The most effective time was showed in 6 hours treatment.

Keywords: Persea americana Mill. , hepatoprotective, carbon tetrachloride,

(21)

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang Penelitian

Hati merupakan organ dengan peranan yang penting dalam mempertahankan hidup dan dalam hampir setiap proses metabolisme dalam tubuh (Price and Wilson, 2005). Faktor-faktor yang dapat memicu kerusakan pada hati adalah induksi obat, infeksi virus dan reaksi imunologi (Williamson, David, dan Fred 1996).

Penyakit hati kini telah menjadi salah satu fokus utama WHO dalam meningkatkan kesehatan global. WHO (2009) melaporkan bahwa pada tahun 2004 kanker hati mengakibatkan kematian pada 610.000 orang. Sekitar 1,4 juta kasus kematian di tahun 2010 disebabkan karena penyakit hati. Di Afrika, 90% anak terinfeksi virus hepatitis A pada usia 10 tahun. Di Asia Tenggara, 14 juta penduduk terinfeksi hepatitis E dan 50 juta penduduk terinfeksi hepatitis C kronis

(WHO, 2013). Menurut Hasan, Gani, dan Machmud (cit., Farrell, George, Hall

dan McCullough, 2005), 30% penduduk Indonesia mengalami perlemakan hati non-alkoholik. Pada tahun 2012, Indonesia tidak menerapkan suatu sistem pengawasan khusus terhadap virus hepatitis dan tidak memiliki kebijakan nasional terkait pemberian vaksin hepatitis A. Kebijakan terkait pencegahan transmisi hepatitis B dari ibu ke anak dan strategi khusus untuk mencegahan hepatitis B dan C belum ditetapkan di Indonesia (WHO, 2013). Survei yang dilakukan pada 975 orang di kota Depok menunjukkan bahwa perlemakan hati memiliki prevalensi

(22)

yang paling tinggi diantara penyakit tidak menular lainnya seperti diabetes, hipertensi, batu empedu dan lain-lain. Prevalensi yang ditunjukkan memiliki angka lebih tinggi dibandingkan dengan di negara – negara lain seperti Amerika, Kanada, Italia maupun Jepang (Machmud, 2000).

Tumbuh-tumbuhan dapat menjadi suatu alternatif pengobatan yang dilakukan untuk mencegah bahkan mengobati penyakit (Donatus, 2001). Indonesia sebagai negara dengan biodiversitas tinggi memiliki 30.000 jenis tumbuhan dan 7.000 di antaranya merupakan tanaman obat (Sampurno, 2003).

Persea americana Mill. atau yang disebut sebagai alpukat di Indonesia adalah salah satu tanaman yang berkhasiat dalam pengobatan. Ekstrak metanol buah

P.americana diketahui memiliki efek sebagai hepatoprotektor pada kerusakan hati yang disebabkan karena toksisitas akut parasetamol. Mekanisme proteksi diperoleh dari aktivitas antioksidan buah P.americana (Yasir, Das, dan Kharya, 2010). P.americana memiliki khasiat sebagai antioksidan yang diperoleh dari kandungan fenolnya. Menurut Williams (cit., Bashandy dan AlWasel, 2011), antioksidan banyak didistribusikan dalam buah-buahan dan bermanfaat dalam memberikan proteksi tubuh terhadap hepatotoksisitas.

(23)

Bentuk sediaan yang digunakan pada penelitian ini yaitu ekstrak metanol-air. Yasir, et al. (2010) membuktikan bahwa ekstrak metanol buah

P.americana memiliki efek hepatoprotektif. Kandungan fenolik terutama flavonoid pada tumbuhan merupakan senyawan poten yang larut dalam air dan memiliki aktivitas antioksidan yang baik. Biji buah P.americana mengandung sekitar 1,90 mg flavonoid pada 100g serbuk biji (Arukwe et al., 2012). Oleh karena itu, dengan penggunaan pelarut penyari metanol-air, diharapkan dapat diperoleh senyawa antioksidan.

Salah satu senyawa yang dapat digunakan sebagai senyawa model dalam kerusakan hati adalah karbon tetraklorida (CCl4). Karbon tetraklorida bersifat toksik bagi tubuh terutama bagi organ hati, ginjal, dan sistem saraf pusat (United States Environment Protection Agency, 2007). Kerusakan pada hati tikus setelah penginduksian karbon tetraklorida pertama kali dilaporkan pada tahun 1936 (Amartya, Parthaa, Upal, dan Shibnath, 2009) dan secara luas telah digunakan dalam penelitian (Handa and Sharma, 1990). Karbon tetraklorida dimetabolisme

oleh sitokrom P-450 pada retikulum endoplasma dan mitokondria dengan

membentuk radikal bebas oksidatif reaktif CCl3O (Deshwal,Sharma dan Sharma,

2011). Karbon tetraklorida menyebabkan perubahan pada lemak sebagai manifestasi adanya kerusakan pada hati (Deshwal, et al, 2011).

Keberadaan antioksidan pada biji P.americana diharapkan dapat

memberikan efek proteksi bagi hati pada toksisitas karbon tetraklorida.

Eksplorasi terhadap tanaman P.americana memang telah banyak dilakukan,

(24)

terutama di Indonesia. Penelitian dilakukan secara jangka pendek untuk melihat waktu pemberian ekstrak paling efektif. Oleh karena itu, penelitian efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak metanol-air biji P.americana pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida menarik untuk diteliti.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pemberian ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dalam penggunaan jangka pendek dapat memberikan efek hepatoprotektif pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dengan melihat adanya penurunan aktivitas

alanine aminotransferase (ALT) dan aspartate transaminase (AST) serum ? 2. Berapakah waktu paling efektif ekstrak metanol-air biji Persea americana

Mill. penggunaan jangka pendek dalam memberi efek hepatoprotektif pada tikus terinduksi karbon tetraklorida ?

C. Kaslian Penelitian

Penelitian menggunakan biji P.americana pernah dilakukan oleh Arukwe

(25)

ekstrak metanol-air biji P.americana terhadap tikus terinduksi karbon tetraklorida belum pernah dilakukan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu kefarmasian dalam penggunaan tanaman obat terutama penggunaannya sebagai hepatoprotektor jangka pendek.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai waktu efektif pemberian ekstrak metanol-air biji

P.americana sebagai hepatoprotektor.

E. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Membuktikan adanya efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek ekstrak metanol-air biji P.americana pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida dengan melihat penurunan aktivitas ALT dan AST serum.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui penurunan aktivitas ALT dan AST serum akibat pemberian

(26)
(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Persea americana Mill

1. Sinonim

Laurus persea L, Persea drymifolia Schlecht. and cham, Persea gratissima Gaertn.f., Persea nubigena (Yasir et al., 2010).

2. Nama Daerah

Spesies : Persea americana Mill. (Yasir et al., 2010).

(28)

4. Kandungan

Biji P.americana mengandung 13,6% tanin dan 13,25% kanji. Asam

amino yang dilaporkan terdapat pada minyak biji yaitu asam kaprik 0,6% ;

miristat 1,7% ; palmitat 23,4% ; stearat 8,7% ; oleat 15,1% ; linoleat 24,1% ; dan linolenat 2,5%. Biji kering P.americana mengandung 1,33% lilin kuning

yang mengandung sterol dan asam-asam organik. Biji dan akar mengandung

antibiotik yang dapat mencegah terjadinya cacat pada makanan (Kate dan Lucky, 2009).

Kandungan fitokimia lainnya yang dilaporkan terdapat pada biji

P.americana adalah triterpen, asam lemak, dimer flavonol, proantosianidin

dan asam absisat, sedangkan ekstrak metanol biji P.americana mengandung

flavonoid, antosianin, tanin terkondensasi, alkaloid, dan triterpen (Leite et al.,

2009). Arukwe et al. (2012) melaporkan bahwa pada 100 gram biji

P.americana mengandung 19,21 mg saponin ; 0,24 mg tanin ; 1,90 mg flavonoid ; 0,06 mg glikosida sianogenik ; 0,72 mg alkaloid ; 6,14 mg fenol dan 0,09 mg steroid.

5. Khasiat dan kegunaan

Bagi tubuh, secara signifikan P.americana dapat menurunkan tekanan darah pada keadaan hipertensi dan mereduksi kadar kolesterol, glukosa, urea

dan sodium (Kate dan Lucky, 2009). Kandungan fitokimia pada P.americana

juga dapat digunakan sebagai antifungi dan larvasidal (Leite et al., 2009), antiinflamasi, antikanker, antihipertensi, analgesik, dan antioksidan (Arukwe

(29)

Dalam penelitiannya, Asaolu et al. (2010) menyatakan bahwa terjadi penurunan level kolesterol, trigliserida, dan low density lipoprotein cholesterol yang signifikan setelah pemberian ekstrak metanol biji

P.americana pada tikus yang diberikan kolesterol secara akut. Ekstrak metanol biji P.americana dapat menjadi suplemen yang efektif bagi pasien hiperglikemi.

B. Hati 1. Anatomi dan Fisiologi Hati

Hati merupakan kelenjar terbesar dan salah satu yang terumit dalam tubuh manusia dengan berat rata-rata sekitar 1.500 gram atau sekitar 2% dari berat badan orang dewasa normal. Hati adalah organ lunak dan lentur yang dicetak oleh struktur sekitarnya. Hati terletak di bagian kanan bawah diafragma dan sebagian di sebelah kiri bawah. Organ ini melindungi pankreas, ginjal kanan, lambung dan usus (Price and Wilson, 2005).

(30)

Hati memiliki empat lobus yaitu sebuah lobus kanan yang lebih besar dibandingkan lobus kiri (Gambar 1) dan dua lobus lainnya adalah lobus kaudatus dan kuadratus yang berada di permukaan posterior (Nurachmah dan Angriani, 2011). Permukaan atas hati yang berbentuk cembung terletak di bawah diafragma dan permukaan bawah yang tidak rata memperlihatkan lekukan. Permukaan hati dilintasi oleh pembuluh-pembuluh darah. Belahan kanan dan kiri atas dipisahkan oleh fisura falsiformis (Pearce, 2009).

Fungsi hati dapat dibagi dalam dua kategori umum. Pertama, hati terlibat dalam proses zat-zat yang diabsorbsi, baik nutrien maupun toksin. Dalam hal ini hati bertanggung jawab terhadap metabolisme berbagi zat yang dihasilkan pencernaan dan absorpsi makanan dari usus. Kedua, hati memiliki fungsi eksokrin penting yang terlibat dalam produksi asam empedu dan cairan alkali yang digunakan untuk pencernaan dan absorpsi lemak dan untuk

netralisasi asam lambung, pemecahan dan produksi produk-produk buangan

metabolisme setelah pencernaan, detoksifikasi zat-zat beracun atau

berbahaya, dan ekskresi produk buangan dan detoksifikasi zat-zat di empedu (Ward,Clarke and Linden, 2009).

(31)

Hati merupakan suatu kumpulan besar sel reaktan kimia dengan laju metabolisme yang tinggi, saling memberikan substrat dan energi dari satu sistem metabolisme ke sistem yang lain, mengolah dan menyintesis berbagai zat yang diangkut ke daerah tubuh lainnya, dan melakukan berbagai fungsi metabolisme lain. Medium kimia yang aktif dari hati dikenal kemampuannya dalam melakukan detoksifikasi atau ekskresi berbagai obat-obatan (Guyton and Hall, 2007).

Gambar 2. Struktur unit fungsional hati (lobulus) (Sherwood, 2011).

(32)

manusia memiliki 50.000 sampai 10.000 lobulus silindris dengan panjang beberapa milimeter dan diameter 0,8 sampai 2 milimeter (Guyton dan Hall, 2007).

Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer yang merupakan sistem monosit-makrofag dengan fungsi utama adalah menelan bakteri dan benda asing di dalam darah. Lima puluh persen dari semua makrofag dalam hati merupakan sel Kupffer sehingga hati merupakan salah satu organ penting yang berperan dalam pertahanan melawan invasi bakteri dan agen toksik (Price and Wilson, 2005).

Lobulus hati terbentuk mengelilingi sebuah vena sentral yang mengalir ke vena hepatika dan kemudian ke vena kava. Lobulus sendiri dibentuk terutama dari banyak lempeng sel hati yang menyebar dari vena sentral seperti jeruji roda. Masing-masing lempeng sel hati tebalnya dua sel, dan diantara sel yang berdekatan terdapat kanalikuli biliaris kecil yang mengalir ke duktus biliaris di dalam septum fibrosa yang memisahkan lobulus hati yang berdekatan (Guyton dan Hall, 2007).

(33)

Hati memiliki kemampuan regenerasi yang baik untuk mengembalikan dirinya sendiri setelah kehilangan jaringan hati yang bermakna akibat hepatektomi parsial atau jejas hati akut selama keadaan tersebut tidak menjadi semakin parah oleh adanya infeksi virus atau peradangan. Hepatektomi parsial yang mengambil 70% bagian hati menyebabkan lobulus yang tersisa membesar dan mengembalikan dirinya ke ukuran sebelumnya. Selama regenerasi, hepatosit diperkirakan mengalami replikasi sebanyak satu atau dua kali dan setelah mencapai ukuran dan volume hati sebelumya, hepatosit kembali kepada keadaan semulanya (Guyton dan Hall, 2007).

2. Kerusakan Hati

Hati memiliki kemampuan regenerasi yang baik untuk memperbaiki dirinya pada keadaan hepatektomi parsial yang mengambil 70% bagian hati (Guyton dan Hall, 2007). Resiko klinis yang paling parah dari penyakit hati disebabkan oleh kegagalan hati yang dapat terjadi secara tiba-tiba dan menjadi kerusakan hati yang paling besar (Kumar, Contran, Ramzi, Robbins, dan Stanley, 1992).

Kerusakan sel hati dapat dibagi dalam dua jenis yaitu kerusakan hati akut dan kronik (Zimmerman, 1999).

a. Kerusakan hati akut

(34)

pada kasus nekrosis hati ditandai dengan adanya penyakit kuning, hipoglikemia, gangguan elektrolit dan asam-basa, enselophati hati, sindrom hepatorenal, dan kenaikan serum enzim (ALT, AST, LDH) (Chandrasoma and Taylor, 1995).

b. Kerusakan hati kronik

Kerusakan sel hati kronik dapat merupakan manifestasi dari nekrosis, fibrosis dan regenerasi nodular. Efek yang terjadi pada kerusakan sel hati kronik dapat berupa penurunan sintesis albumin yang menimbulkan rendahnya tingkat serum albumin, edema dan efusi, penurunan tingkat protrombin dan faktor VII, IX, dan X yang dihasilkan saat terjadi luka, hipertensi portal, peradangan hati, sindrom hepatorenal dan perubahan sistem endokrin yang disebabkan oleh gangguan metabolisme beberapa hormon dan fetor hepatikum (Chandrasoma and Taylor, 1995).

Senyawa toksik menyebabkan berbagai jenis efek toksik pada sel hati. Jenis kerusakan yang dapat ditimbulkan antara lain :

a. Perlemakan Hati (Steatosis)

(35)

besar dan meluas hingga ke tepi hati (Kumar, Abbas, Fausto dan Mitchell, 2007).

Pada steatosis terjadi akumulasi lipid yang abnormal terutama dalam bentuk trigliserida pada hepatosit yang merupakan akibat berlebihnya suplai asam lemak dari jaringan adiposa. Pada keadaan ini terjadi gangguan pelepasan trigliserida dari hati ke plasma. Gangguan ini dapat disebabkan karena beberapa hal yaitu adanya gangguan pada sintesis protein atau pada konjugasi trigliserida dan lipoprotein, gangguan pada transfer VLDL melalui membran sel, penurunan sintesis fosfolipid, gangguan β-oksidasi lipid di mitokondria, dan energi yang tidak memadai (Hodgson, 2010).

b. Nekrosis

Nekrosis hati adalah keadaan terjadinya kematian pada hepatosit dan umumnya merupakan kerusakan akut. Kematian sel hati terjadi bersama dengan pecahnya membran plasma. Nekrosis hati merupakan suatu manifestasi toksik yang berbahaya tetapi tidak selalu kritis karena hati memiliki kapasitas cadangan yang baik (Lu, 1995).

(36)

c. Kolestasis

Kolestasis terjadi akibat berkurangnya aktivitas sekresi empedu pada membran kanalikulus (Lu,1995). Kolestasis menimbulkan sindroma klinik ikterus seperti gatal, peningkatan transaminase, peningkatan fosfatase alkali (Price dan Wilson, 2005). Banyak jenis bahan kimia

termasuk logam, hormon dan obat-obatan menyebabkan keloestasis

(Gregus dan Klaaseen, 2001).

d. Sirosis

(37)

C. Hepatotoksin

Obat dan senyawa yang dapat menimbulkan kerusakan hati diklasifikasikan dalam dua tipe, yaitu :

a. Hepatotoksin teramalkan (tipe A)

Pada tipe ini, obat atau senyawa dalam jumlah yang cukup dapat menimbulkan efek toksik pada sebagian besar orang yang menelan obat atau senyawa tersebut. Hepatotoksin teramalkan bergantung pada dosis pemberian. Contoh dari hepatotoksin ini adalah parasetamol dan karbon tetraklorida (Forrest, 2006).

Proses terjadinya toksisitas dikenal sebagai toksisitas-intrinsik, dan aksinya dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung, obat induk atau bentuk metabolitnya langsung berikatan dengan komponen membran sel dan merusak sel hati beserta seluruh organelnya, seperti ditunjukkan oleh karbon tetraklorida dan parasetamol. Secara tidak langsung, obat induk atau bentuk metabolitnya dapat menimbulkan luka hepatik dengan cara mengganggu jalur metabolik -khas atau mengganggu jalur ekskresi hepatik (Donatus,1992).

b. Hepatotoksin tak teramalkan (tipe B)

(38)

D. Karbon tetraklorida

Gambar 3. Struktur kimia karbon tetraklorida (U.S. Environmental Protection

Agency, 2007).

Karbon tetraklorida (CCl4) (Gambar 3) merupakan senyawa kimia yang dapat menimbulkan perlemakan dan nekrosis pada hati. Pemejanan senyawa ini secara jangka panjang dapat mengakibatkan terjadinya sirosis dan tumor hati juga kerusakan ginjal (Timbrell, 2008). Karbon tetraklorida merupakan hidrokarbon alifatik terhalogenasi dimana sifatnya sangat toksik karena dapat membentuk radikal bebas yang bereaksi dengan banyak asam lemak tak jenuh (Mutschler, 1999).

Karbon tetraklorida sering digunakan sebagai cairan pembersih, dan bahan yang digunakan untuk pemadam kebakaran (Department of Health and Human Services, 2005). Karbon tetraklorida merupakan cairan bening yang sangat mudah menguap dan tidak mudah terbakar. Karbon tetraklorida merupakan senyawa kimia yang dapat menyebabkan karsinogen dan dibuktikan melalui penelitian terhadap hewan uji (Departement of Health and Human Services,

(39)

Absorpsi karbon tetraklorida dapat terjadi melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan dan kulit (Thieness dan Halley, 1972). Efek toksik karbon tetraklorida dapat merusak sistem saraf pusat, hati, ginjal hingga menyebabkan

koma dan kematian (Departement of Health and Human Services, 2005).

Gambar 4. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida

(40)

Senyawa radikal ini juga mengakibatkan kerusakan pada organela tubuh dan akan menyebabkan nekrosis (Zimmerman, 1978). Skema biotransformasi terjadinya reaksi reduksi dehalogenasi dan reaksi oksidasi dari karbon tetraklorida diperlihatkan pada gambar 4.

Karbon tetraklorida dimetabolisme di dalam tubuh terutama oleh hati. Karbon tetraklorida juga dimetabolisme di organ lainnya dalam tubuh seperti ginjal, paru-paru dan jaringan lainnya yang memiliki sitokrom P-450. Reaksi awal dikatalisasis oleh sitokrom P-450 bergantung nicotinamide adenine

dinucleotide phosphate (NADPH) yang dapat diinduksi oleh fenobarbital atau etanol (Deshwal, et al, 2011).

Radikal triklorometil (•CCl3) bergantung pada ketersediaan oksigen dan induksi beberapa jalur alternatif pada kondisi anaerobik atau aerobik. Dalam kondisi anaerobik, radikal triklorometil dapat terdimerisasi membentuk heksakloroetan. Penambahan proton dan elektron pada radikal dapat membentuk kloroform (CHCl3) Radikal triklorometan secara lebih jauh dapat mengalami

reduksi dehalogenasi yang dikatalisis oleh sitokrom P-450 membentuk

diklorokarben (CCl2) yang dapat berikatan secara ireversibel pada komponen jaringan atau bereaksi dengan air membentuk formyl chloride (HCOCl) yang didekomposisikan menjadi karbon monoksida. Radikal triklorometil dapat berikatan secara langsung pada mikrosomal lipid dan protein (U.S Environmental Protection Agency, 2010).

(41)

protein dan didekomposisikan membentuk phosgene (COCl2) dan bentuk elektrofilik klorin. Radikal triklorometil peroksi adalah pencetus utama peroksidasi lipid yang terjadi pada pemejanan karbon tetraklorida. Phosgene juga

dapat berkonjugasi untuk mereduksi glutation membentuk diglutathionyl

dithiocarbonate atau dengan sistein membentuk oxothiazolidine carboxylic acid

(U.S Environmental Protection Agency, 2010).

Karbon tetraklorida mampu menyebabkan perlemakan hati dan juga nekrosis sentrilobular. Lipid tersimpan di dalam hati dalam bentuk trigliserida dan dapat terjadi akumulasi jika terjadi ketidakseimbangan di dalam pemasokan, sintesis dan sekresi (Reed, 2001). Penghambatan sintesis protein, gangguan metabolisme fosfolipid atau oksidasi asam lemak di dalam mitokondria mampu menyebabkan steatosis. Karbon tetraklorida menyebabkan steatosis dengan menghambat sintesis protein dan sekresi trigliserida keluar dari hati (Timbrell, 2008).

Mekanisme steatosis diduga terjadi karena adanya pembentukan radikal triklorometil yang menyebabkan terjadinya peroksidasi lemak dimana radikal bebas yang terbentuk berikatan kovalen dengan organela sel kemudian merusak retikulum endoplasma halus yang merupakan tempat aktivitasnya (Timbrell, 2008). Peroksidasi lipid merupakan penyebab utama yang dimulai dengan oksidasi asam lemak tak jenuh yang menghasilkan berbagai macam produk

aldehid seperti malondialdehyde (MDA) dan 4-hydroxynoneal (HNE) yang

(42)

integritas struktur lipid pada membran yang menyebabkan kerusakan beberapa struktur, kerusakan membran lisosom hingga pecah dan hilangnya isi organela (Timbrell, 2008).

Steatosis dan nekrosis hati yang disebabkan oleh karbon tetraklorida dapat terjadi secara bersamaan. Karbon tetraklorida secara langsung dapat

merusak membran plasma yang menyebabkan hilangnya enzim-enzim

intraseluler, elektrolit, dan juga masuknya ion-ion dari luar seperti ion Ca++ yang menyebabkan nekrosis. Bersamaan dengan ini terbentuklah metabolit aktif karbon tetraklorida yaitu radikal triklorometil yang terjadi di retikulum endoplasma sehingga dapat mengganggu transport lipoprotein dan mengakibatkan steatosis. Akumulasi radikal triklorometil dan pembentukan radikal bebas yang baru dapat merusak plasma, mitokondria dan juga lisosom yang kemudian menyebabkan nekrosis (Zimmerman, 1978).

E. Metanol

Gambar 5. Struktrur kimia metanol

(National Center of Biotechnology Information, 2013).

(43)

satu atom karbon. Metanol berupa cairan, tidak berwarna dan memiliki bau khas alkohol (United States Departmen of Energy, 2013). Metanol memiliki nilai polaritas sebesar 5,1 dan termasuk senyawa yang bersifat polar (Byers, 2003). Dalam penyarian, pelarut ini diduga mampu melarutkan hampir semua kompoenen baik polar, semi polar maupun non polar, karenanya metanol banyak digunakan sebagai larutan penyari yang digunakan pada saat maserasi (Al -Ash’ary, Supriyanti, Zackiyah, 2010).

Efek metanol pada kesehatan manusia dan lingkungan bergantung pada banyaknya metanol yang terpejankan. Manusia dapat mengalami kematian saat terpejan metanol dalam jumlah besar. Dalam jumlah kecil metanol tidak langsung (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2010). Ekstrak diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani dengan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Departemen Kesehatan RI, 1995).

(44)

menembus dinding dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut terjadi secara berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel (Departemen Kesehatan RI, 1986).

G. Alanin Aminotransferase dan Aspartate Transaminase

Alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat transaminase (AST) merupakan serum yang sering digunakan untuk melihat kerusakan sel hati. Peningkatan aktivitas ALT serum secara signifikan mendahului terjadinya kenaikan jumlah bilirubin total dan alkaline phosphatase (ALP) (DiPiro, 2008). Saat terjadi nekrosis pada hepatosit, kebocoran pada membran plasma dapat dideteksi dengan menganalisis plasma serum untuk melihat enzim sitosol diantaranya alanine aminotransferase dan aspartate transaminase (Hodgson, 2010).

Alanin aminotransferase (ALT) merupakan enzim yang membantu dalam proses metabolisme protein. Pada keadaan hati yang rusak, jumlah enzim ALT mengalami peningkatan di hati dan kemudian akan terlepas ke aliran darah.

(45)

kedua enzim pada darah dapat mengindikasikan terjadinya kerusakan pada hati atau bahkan nekrosis (Paliwal, Gurjar dan Sharma, 2009).

H. Landasan Teori

Hati merupakan organ yang berperan penting dalam proses metabolisme tubuh. Kerusakan hati dapat timbul karena darah yang dialirkan menuju hati sering bersifat toksik (Wibowo dan Paryana, 2009). Hati memiliki fungsi cadangan yang besar, sehingga kegagalan fungsi hati terjadi saat terdapat penyakit

hati yang menyerang hingga 80% organ (Chandrasoma and Taylor, 1995). Alanin

aminotransferase (ALT) dan aspartat transaminase (AST) merupakan enzim yang sering digunakan untuk melihat kerusakan sel hati (DiPiro, 2008). ALT merupakan enzim yang berperan dalam proses metabolisme protein sedangkan AST berperan dalam proses metabolisme asam amino alanin . Peningkatan jumlah kedua enzim pada darah dapat mengindikasikan terjadinya kerusakan pada hati atau bahkan nekrosis (Paliwal et al., 2009).

(46)

Persea americana Mill. memiliki khasiat sebagai antioksidan yang diperoleh dari kandungan fenolnya. Menurut Williams (cit.,Bashandy dan AlWasel, 2011), antioksidan banyak didistribusikan dalam buah-buahan dan bermanfaat dalam memberikan proteksi tubuh terhadap hepatotoksisitas. Yuko dan Jun (2003) melaporkan bahwa aktivitas antioksidan yang potensial ditemukan pada ekstrak metanol biji P.americana.

I. Hipotesis

(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek ekstrak metanol-air biji Persea americana Mil. terhadap tikus jantan galur Wistar merupakan penelitian eksperimental murni dengan memberikan perlakuan terhadap sejumlah variabel penelitian. Rancangan penelitian ini termasuk rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel – variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah :

1. Variabel Utama

a. Variabel bebas

Variasi waktu pemberian ekstrak metanol-air biji P.americana dengan dosis 350 mg/kgBB pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida yaitu pada jam ke 1,4 dan 6 sebelum penginduksian hepatotoksin karbon tetraklorida.

b. Variabel tergantung

Nilai aktivitas ALT dan AST serum tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida setelah pemberian jangka pendek ekstrak metanol-air biji P.americana. Nilai aktivitas ALT dan AST dinyatakan dalam satuan U/L.

(48)

2. Variabel Pengacau

a. Variabel pengacau terkendali

Kondisi hewan uji yaitu tikus jantan galur Wistar, berat badan 150 – 200 gram dan berumur 2 – 3 bulan, frekuensi waktu pemberian ekstrak metanol-air biji P.americana (selama 1, 4, dan 6 jam) dan cara pemberian ekstrak yaitu secara peroral serta bahan biji P.americana

diperoleh dari Sumatera Barat pada bulan Januari 2013.

b. Variabel pengacau tak terkendali

Kondisi patologis hewan uji.

3. Definisi Operasional

a. Ekstrak metanol-air P.americana

Ekstrak metanol-air biji P.americana adalah ekstrak kental yang

diperoleh dengan mengekstraksi serbuk kering biji P.americana

seberat 10,0 g yang dilarutkan dalam 100 ml pelarut metanol 70% secara maserasi selama 120 jam dengan sesekali diaduk, kemudian diremaserasi selama 48 jam lalu disaring dengan kertas saring, dievaporasi dan diuapkan dalam oven selama 24 jam pada suhu 50˚C, hingga peroleh ekstrak kental.

b. Efek hepatoprotektif

Efek hepatoprotektif adalah kemampuan ekstrak metanol-air biji

(49)

c. Variasi waktu

Yang dimaksud variasi waktu pemberian adalah pemberian ekstrak metanol-air biji P.americana pada hewan uji secara berturut-turut dengan selang waktu 1,4 dan 6jam sebelum penginduksian hepatotoksin karbon tetraklorida.

C. Subjek dan Bahan Penelitian

1. Subjek penelitian

Subjek uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus jantan galur Wistar dengan berat badan 150 – 250 gram dan berumur 2 – 3 bulan yang diperoleh dari Laboratorium Hayati Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bahan utama

Bahan uji yang digunakan adalah biji P.americana yang diperoleh dari Padang, Sumatera Barat pada bulan Januari 2013.

3. Bahan Kimia

a. Senyawa hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida E. Merck®, Darmstadt, Germany yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Konsentrasi karbon tetraklorida yang digunakan adalah 50% dengan dosis 2ml/kg BB.

b. Pelarut senyawa hepatotoksin yang digunakan adalah olive oil

(50)

c. Kontrol negatif yang digunakan adalah olive oil (Bertolli®)

d. Bahan pengektrak serbuk biji alpukat yaitu metanol teknis (PT. Brataco) dengan konsentrasi 99% yang diencerkan hingga konsentrasi 70% menggunakan pengencer aquadest.

e. Bahan pelarut aquadest diperoleh dari Laboratorium Farmakologi

Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

f. Natrium-Carboxymethyl Cellulosa (CMC-Na) sebagai pelarut ekstrak kental dari biji P.americana berupa serbuk, berwarna putih yang diperoleh dari Laboratorium Biofarmasetika Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

g. Blanko pengukuran aktivitas ALT dan AST serum yang digunakan

adalah aqua bidestilata yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis dan Instrumental Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

h. Reagen DyaSyss untuk mengukur aktivitas serum ALT dan AST berupa

reagen SGPT dan SGOT

i. Serum ALT

Reagen serum yang digunakan adalah reagen serum ALT DyaSyss. Komposisi dan konsentrasi dari reagen serum ALT adalah sebagai berikut:

R1: TRIS pH 7,15 140 mmol/L L-Alanine 700 mmol/L

(51)

R2: 2-Oxoglutarate 85 mmol/L NADH 1 mmol/L

Pyridoxal-5-phosphate

FS: Good’s buffer pH 9,6 100 mmol/L

Pyridoxal-5-phosphate 13 mmol/L

j. Serum AST

Reagen serum yang digunakan adalah reagen serum AST DyaSyss. Komposisi dan konsentrasi dari reagen serum AST adalah sebagai berikut:

R1: TRIS pH 7,65 110 mmol/L

L-Aspartate 320 mmol/L

MDH(malatedehydrogenase) 800 U/L LDH(lactatedehydrogenase) 1200 U/L R2: 2-Oxoglutarate 65 mmol/L

NADH 1mmol/L

Pyridoxal-5-phosphate

FS: Good’s buffer pH 9,6 100 mmol/L

(52)

D. Alat Penelitian

a. Alat pembuatan serbuk kering P.americana

Alat – alat yang digunakan antara lain oven (Memmert), mesin penyerbuk (Retsch) , timbangan elektrik dan ayakan nomor 40.

b. Alat pembuatan ekstrak metanol biji P.americana

Seperangkat alat gelas berupa Bekker glass, erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, cawan porselen, corong Buchner, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrex Iwaki Glass®). Mesin penyerbuk Retsch®, ayakan nomor 40, Electric Sieve Shaker Indotest Multi Lab®, timbangan analitik Mettler Toledo®, moisture balance, orbital shaker Optima®,

rotary vacuum evaporator IKAVAC®, oven Memmert®.

c. Alat uji hepatoprotektif

Seperangkat alat gelas berupa Bekker glass, gelas ukur, tabung reaksi, labu ukur, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrex Iwaki Glass®), timbangan analitik Mettler Toledo®, sentrifuge Centurion Scientific®, vortex Genie Wilten®, spuit injeksi per oral dan syringe 3 cc Terumo®, spuit ip. dan syringe 1 cc Terumo®, pipa kapiler, tabung Eppendorf, Microlab 200 Merck®, stopwatch.

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi serbuk biji P. americana

Determinasi dilakukan dengan mencocokkan serbuk biji P. americana

(53)

yang dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Determinasi dilakukan oleh Yohanes Dwiatamaka, M.Si yang merupakan dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Pengumpulan bahan uji

Bahan uji yang digunakan adalah biji P. americana Mill. yang masih segar dan tidak busuk, diperoleh dari Sumatera Barat pada bulan Januari 2013.

3. Pembuatan serbuk biji P. americana

Biji P. americana dicuci bersih dan dipisahkan dari kulitnya. Setelah itu biji dirajang tipis lalu diangin-anginkan kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 50ºC selama 24 jam untuk mengoptimalkan proses pengeringan. Setelah biji benar-benar kering, biji dihaluskan dan diayak dengan ayakan nomor 40. Pengayakan dilakukan agar kandungan fitokimia yang terkandung dalam biji Persea americana Mill. lebih mudah tersekstrak karena luas permukaan spesifik yang kontak dengan pelarut semakin besar.

4. Penetapan kadar air pada serbuk kering biji P. americana

(54)

terhadap selisih bobot A terhadap bobot B yang merupakan kadar air serbuk biji P. americana.

5. Pembuatan ekstrak metanol-air biji P.americana

Ekstrak metanol-air biji P.americana adalah ekstrak kental yang diperoleh dengan mengekstraksi serbuk kering biji P.americana seberat 10,0 g yang dilarutkan dalam 100 ml pelarut metanol 70% secara maserasi selama 120 jam (5 hari) dengan sesekali diaduk, kemudian diremaserasi selama 48 jam (2 hari). Maserasi dilakukan dalam erlenmeyer bersumbar kaca dan dilakukan pada suhu kamar. Perbandingan jumlah serbuk dan pelarut adalah 1 : 10. Selama proses maserasi, campuran serbuk dan pelarut digojog selama 1 menit setiap harinya dan didiamkan dalam ruangan gelap dan ditutup. Setelah dilakukan perendaman, hasil maserasi kemudian disaring menggunakan corong Buchner yang dilapisi kertas saring sehingga diperoleh filtrat dengan bantuan pompa vakum. Filtrat hasil saringan dipindahkan dalam labu alas

bulat untuk dievaporasi dengan mengunakan vacuum rotary evaporator pada

(55)

Rendemen ekstrak = berat cawan ekstrak kental – berat cawan kosong Rata-rata rendemen =

Konsentrasi ekstrak didapat dari hasil rata-rata bobot ekstrak. Konsentrasi yang digunakan adalah konsentrasi pekat yang dapat dibuat. Pada konsentrasi yang digunakan tersebut ekstrak dapat dimasukkan dan dikeluarkan dari spuit oral. Cara pembuatannya adalah dengan melarutkan ekstrak setiap cawan dalam labu ukur 5 ml dengan pelarut yang sesuai (CMC Na 1%). Sehingga konsentrasi ekstrak dapat ditetapkan

6. Pembuatan larutan Natrium-Carboxy Methyl Cellulosa (CMC-Na) 1%

Larutan CMC-Na 1% dibuat dengan cara menimbang 5 gram CMC-Na

serbuk yang telah digerus dalam mortar dan stamper terlebih dahulu. Serbuk kemudian ditaburkan secara merata di permukaan 200 mL aquadest di dalam gelas kimia dan ditunggu hingga semua serbuk terbasahi, tanpa pengadukan.

Setelah semua serbuk CMC-Na terbasahi maka dilakukan pengadukan hingga

seluruh CMC-Na larut. Larutan CMC-Na kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 500 ml dan ditambahkan aquadest hingga batas tanda.

7. Pembuatan suspensi ekstrak metanol-air biji P.americana dalam CMC-Na 1%

Suspensi ekstrak metanol-air biji P. americana dibuat dengan konsentrasi 7%. Sebanyak 3,5 g ekstrak metanol-air biji P. americana ditimbang secara seksama. Kemudian dilarutkan dengan menggunakan

(56)

labu takar 50 mL dan ditambah dengan larutan CMC-Na 1% hingga batas tanda, selanjutnya digojog hingga homogen.

8. Pembuatan larutan karbon tetraklorida (CCl4) konsentrasi 50%

Larutan CCl4 dalam olive oil dibuat dengan cara melarutkan 25 ml CCl4 dalam labu takar 50 ml kemudian ditambahkan dengan olive oil hingga tanda, lalu digojog hingga homogen. Pengambilan CCl4 dilakukan dengan menggunakan pipet gondok 25 ml.

9. Uji pendahuluan

a. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida

Pemilihan dosis CCl4 dilakukan untuk mengetahui dosis CCl4 yang mampu menyebabkan kerusakan pada hati tikus yang ditandai dengan peningkatan aktivitas ALT dan AST serum. Dosis hepatotoksin yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada hasil orientasi yang telah dilakukan. Dosis hepatotoksin yang digunakan memberikan peningkatan aktivitas ALT dan AST serum paling tinggi pada hasil orientasi.

(57)

b. Penetapan waktu pencuplikan darah

Penetapan waktu pencuplikan darah ditentukan melalui orientasi pada tiga kelompok perlakuan waktu, yaitu pada jam ke-0 sebelum pemejanan karbon tetraklorida, jam ke-24 dan 48 setelah pemejanan karbon tetraklorida. Setiap kelompok perlakuan terdiri dari 5 hewan uji yang pengambilan darahnya dilakukan melalui pembuluh sinus orbitalis mata.

Pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida yang dilarutkan dalam olive oil dengan perbandingan 1 : 1 pada dosis 2 ml/kgBB mencapai aktivitas ALT serum maksimal pada jam ke-24 setelah pemberian dan mulai menurun pada jam ke-48 (Janakat dan Al-Merie, 2002).

10. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji

(58)

dilakukan pemberian hepatotoksin karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB. Pada jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida, semua kelompok diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis mata untuk penetapan aktivitas ALT dan AST serum.

11. Pembuatan serum

Darah diambil melalui sinus orbitalis mata hewan uji dan ditampung dalam tabung eppendrof dan didiamkan selama 15 menit, lalu disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit, lalu dipisahkan dari bagian supernatannya.

12. Pengukuran aktivitas ALT dan AST serum

Micro vitalab 200 adalah alat yang digunakan untuk mengukur aktivitas ALT dan AST serum pada serum hewan uji. Sebelum melakukan pengukuran sampel, alat divalidasi dengan menggunakan serum kontrol kontrol Roche/Hitachi Cobas C series. Kisaran nilai ALT serum kontrol Roche/Hitachi Cobas C series adalah 26,2-41,8 U/L dan AST 35,4-56,6 U/L. Aktivitas enzim diukur pada panjang gelombang 340 nm, suhu 370 C. Aktivitas serum ALT dinyatakan dalam U/L. Pengukuran aktivitas serum ALT dilakukan di laboratorium Biokimia, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(59)

F. Tata Cara Analisis Hasil

Data aktivitas ALT dan AST serum diuji dengan Kolmogorov-Smirnov

untuk mengetahui distribusi data tiap kelompok hewan uji. Apabila didapat distribusi data yang normal maka analisis dilanjutkan dengan analisis pola searah (One Way ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan masing-masing kelompok. Sebelum dilakukan uji one way ANOVA data diuji homogenitasnya dengan Levene Test. Apabila memenuhi syarat maka uji hipotesis

one way ANOVA dapat dilakukan, sedangkan apabila tidak memenuhi syarat, hipotesis diuji dengan menggunakan Kruskall Wallis. Uji hipotesis one way ANOVA yang telah dilakukan kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk melihat perbedaan masing-masing antar kelompok bermakna (signifikan) (p<0,05) atau tidak bermakna (tidak signifikan) (p>0,05).Bila didapatkan distribusi tidak normal, maka dilakukan analisis dengan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan aktivitas ALT dan AST antar kelompok. Setelah itu dilanjutkkan

dengan uji Mann Whitney untuk mengetahui perbedaan tiap kelompok.

Perhitungan persen efek hepatoprotektif terhadap hepatotoksin karbon tetraklorida diperoleh dengan rumus:

(60)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan membuktikan khasiat ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. sebagai hepatoprotektor tikus yang terinduksi hepatotoksin karbon tetrakloridan (CCl4) dengan pemberian jangka pendek. Agar tujuan tersebut dapat tercapai, maka dilakukan serangkaian pengujian. Aktivitas alamin aminotransferase (ALT) dan aspartate transaminase

(AST) serum tikus yang diteliti dijadikan tolak ukur kuantitatif pengujian tersebut.

A. Penyiapan Bahan

1. Hasil determinasi tanaman

Determinasi tanaman ini dilakukan untuk membuktikan kebenarannya bahwa tanaman yang digunakan sebagai hepatoprotektor dalam penelitian ini adalah benar biji P.americana Mill. sehingga tidak terjadi kesalahan dalam penyiapan bahan. Determinasi dilakukan pada serbuk biji buah P. americana yang diperoleh dari Padang, Sumatera Barat pada bulan Januari 2013.

Determinasi dilakukan di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Determinasi dilakukan dengan mencocokkan serbuk biji P. americana dari sampel yang diperoleh dari Padang, Sumatera Barat dengan serbuk biji P. americana yang diperoleh dari Jawa, dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Determinasi secara makroskopis dilakukan dengan membandingkan warna, rasa dan aroma, sedangkan secara

(61)

mikroskopis dilakukan dengan membandingkan amilum dan parenkim endosperm.

Pada determinasi makroskopis, terdapat sedikit variasi warna pada kedua bahan yang dibandingkan, sedangkan rasa, aroma dan ciri-ciri lain yang ditemukan dari kedua bahan menunjukkan adanya kesamaan. Berdasarkan determinasi mikroskopis, kedua bahan dinyatakan sama meskipun diduga ada penambahan amilum jangung atau singkong pada sampel. Hasil determinasi yang diperoleh menyatakan bahwa serbuk biji P. americana yang diperoleh dari

Padang, Sumatera Barat adalah benar merupakan serbuk P. americana.

2. Pembuatan serbuk biji P. americana

Pembuatan serbuk biji P. americana diawali dengan pengambilan biji

P.americana, kemudian dilakuan pencucian dan pensortiran biji sesuai dengan langkah-langkah pembuatan simplisia. Pencucian bertujuan supaya biji yang diperoleh bebas dari kotoran dan debu. Penyortiran dilakukan supaya biji yang digunakan adalah biji yang masih segar dan tidak busuk. Biji P. americana

(62)

proses filtrasi. Ukuran serbuk yang terlalu kecil kemungkinan dapat menembus filter dan bercampur dengan filtrate sehingga filtrate tidak murni.

3. Penetapan kadar air serbuk biji P. americana

Penetapan kadar air dari serbuk biji P. americana bertujuan untuk mengetahui kandungan air dalam serbuk sehingga diketahui apakah serbuk yang dihasilkan memenuhi salah satu persyaratan serbuk yang baik, yakni kadar air kurang dari 10% (Departemen Kesehatan RI, 1995). Serbuk biji P,americana tidak mengandung senyawa volati dan mudah menguap sehingga pengujian yang dilakukan adalah penetapan kadar air. Penetapan kadar air serbuk biji P. americana dilakukan dengan metode Gravimetri dengan menggunakan alat

moisture balance. Serbuk kering biji P. americana sebanyak 5 gram dipanaskan pada suhu 105°C selama 15 menit. Penetapan suhu sebesar 105°C dimaksudkan agar kandungan air telah menguap dan dalam waktu 15 menit dianggap bahwa kadar air telah memenuhi persyaratan parameter standarisasi non spesifik. Dari hasil pengujian penetapan kadar air menunjukkan bahwa serbuk biji P.americana

memiliki rata-rata kadar air sebesar 7,4 %. Hasil pengujian ini, menunjukkan bahwa sebuk biji P. americana telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan (Departemen Kesehatan RI, 1995).

(63)

dituangi dengan cairan penyari berupa metanol 70% lalu ditutup dan dibiarkan selama 120 jam terlindung dari cahaya sambil diaduk sesekali lalu dilakukan remaserasi selama 48 jam.

Metode ini dipilih dalam metode penyarian karena selain menggunakan peralatan yang sederhana dan cara pengerjaan serta pengoperasian alat yang mudah, metode ini cocok digunakan bila kandungan senyawa yang hendak dicari terdapat dalam jumlah banyak dan mudah diperoleh. Metode ini dilakukan untuk menyari simplisia yang dilarutkan menggunakan pelarut tertentu. Pemilihan pelarut ini didasarkan pada jenis kandungan zat aktif yang digunakan, agar ada kecocokan antara zat akif dengan larutan penyari sehingga zat aktif akan larut dan

bercampur dengan cairan penyari. Dalam biji P.americana mengandung senyawa

golongan fenolik yang dapat larut di dalam air sehingga dalam larutan penyari juga menggunakan air.

(64)

C. Uji Pendahuluan

1. Penentuan dosis hepatotoksin

Pada penelitian ini digunakan karbon tetraklorida sebagai hepatotoksin. Pemilihan dosis karbon tetraklorida dilakukan untuk mengetahui dosis karbon tetraklorida yang dapat menyebabkan kerusakan pada hati tikus yang ditandai dengan peningkatan aktivitas ALT dan AST serum sebagai respon hati tikus terhadap karbon tetralorida.

Karbon tetraklorida merupakan hepatotoksin yang dapat menyebabkan terjadinya perlemakan hati. Rajendran et al., (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa peningkatan 2 kali aktivitas ALT serum dibandingkan dengan kontrol sudah mampu menyatakan terjadinya kerusakan pada hati. Dosis yang digunakan pada penelitian ini, yaitu 2 ml/kgBB, dengan pelarut yang digunakan adalah olive oil dalam perbandingan 1:1 yang diberikan secara intraperitoneal. Penetapan dosis ini didasarkan pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Janakat dan Al-Merie (2002). Deshwal et al. (2011) melaporkan bahwa dosis karbon tetraklorida yang dapat menginduksi kerusakan pada hati adalah sekitar 0,1 – 3ml/kg berat badan dengan pemberian secara intraperitoneal. Penelitian oleh Talia (2013), pada penggunaan hepatotoksin karbon tetraklorida 50% dengan dosis 2 ml/kgBB, memberikan peningkatan aktivitas ALT serum sebesar 3 kali lipat dibandingkan dengan keadaan normal tanpa induksi hepatotoksin.

(65)

2. Penentuan dosis ekstrak metanol biji P. americana

Pada penelitian ini digunakan ekstrak metanol-air biji P.americana. Dosis yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari penelitian efek hepatoprotektif jangka panjang ekstrak metanol-air biji P.americana yang menunjukkan bahwa dosis yang paling efektif adalah sebesar 350 mg/kgBB yang diberikan secara peroral dengan pelarut yang digunakan adalah CMC-Na.

3. Penentuan waktu pencuplikan darah

Penentuan waktu maksimal kehepatotoksikan karbon tetraklorida bertujuan untuk mengetahui waktu dimana karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB memberikan efek hepatotoksik paling maksimal yang ditunjukkan dengan peningkatan tertinggi aktivitas ALT dan AST serum pada rentang waktu 24 dan 48 jam.

Karbon tetraklorida diujikan pada tikus dengan dosis 2 ml/kgBB dengan waktu pencuplikan darah pada jam ke-24 dan 48. Sebelum hepatotoksin diujikan, serum darah tikus diambil terlebih dahulu sebagai jam ke-0 lalu diukur aktivitas ALT dan AST serum dan digunakan sebagai pembanding nilai aktivitas ALT dan AST serum terhadap aktivitas ALT dan AST setelah pemberian hepatotoksin. Hasil aktivitas ALT serum yang diperoleh dapat dilihat pada tabel I serta gambar 6 sedangkan aktivitas AST serum dapat dilihat pada tabel I serta gambar 7.

(66)

ke-24 dengan pemberian perlakuan karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB lebih tinggi dibandingkan dengan pencuplikan darah pada jam ke 0 dan 48.

Tabel I. Aktivitas ALT dan AST serum setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam

Selang Waktu

(jam) Purata Aktivitas serum ALT ± SE (U/L) Purata Aktivitas serum AST ± SE (U/L)

0 72,4 ± 6,2 85,2 ± 3,3

24 190,8 ± 11,7 460,2± 18,6

48 55,2 ± 3,7 141,2 ± 5,9

Keterangan: SE = StandardError

Gambar 6. Diagram batang rata-rata aktivitas ALT serum sel hati tikus setelah pemberian

karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam

(67)

aktivitas ALT dan maka tidak dilakukan lagi pengukuran pencuplikan darah pada jam ke-72. Rajendran et al., (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa peningkatan 2 kali aktivitas ALT serum dibandingkan dengan kontrol sudah mampu menyatakan terjadinya kerusakan pada hati. Selain itu dari uji statistik, dapat diketahui bahwa kenaikan ALT serum pada jam ke-24, menunjukkan perbedaan yang bermakna dibandingkan dengan aktivitas ALT serum pada jam ke-0 dan 48 yang dapat dilihat pada tabel II.

Tabel II. Hasil uji statistik aktivitas ALT serum setelah pemberian karbon

tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada waktu pencuplikan darah jam ke-0,

24 dan 48

BB= berbeda bermakna (p<0,05); TB = berbeda tidak bermakna (p>0,05)

Gambar 7. Diagram batang rata-rata aktivitas AST serum sel hati tikus setelah pemberian

karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam

Perlakuan Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48

Jam ke-0 BB TB

Jam ke-24 BB BB

(68)

Tabel I dan gambar 7 menunjukkan adanya peningkatan aktivitas AST

serum pada pencuplikan darah jam ke-24 dibandingkan dengan pencuplikan darah

pada jam ke-0 dan 48. Dapat diketahui bahwa aktivitas AST serum pada jam ke-0, 24 dan 48 secara berturut-turut adalah 85,2 ± 3,3 ; 460,2± 18,6 dan 141,2 ± 5,9 U/L. Data menunjukkan adanya kenaikan aktivitas AST serum pada jam ke-24 sebesar 5-6 kali dari nilai normal AST serum yang dibandingkan terhadap jam ke -0 (85,2 ± 3,3 U/L) sehingga sudah dapat dikategorikan terjadi hepatotoksisitas, sedangkan pada jam ke-48, kenaikan aktivitas serum sebesar 1-2 kali dari jam ke -0. Pada jam ke-48 sudah terjadi penurunan aktivitas serum. Dari data tersebut, kenaikan serum yang paling tinggi adalah pada jam ke-24. Hasil uji statistik akivitas AST serum pada waktu pencuplikan darah jam ke-0, 24 dan 48 disajikan pada tabel III.

Tabel III. Hasil uji statistik aktivitas AST serum setelah pemberian karbon

tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada waktu pencuplikan darah jam ke-0,

24 dan 48

BB= berbeda bermakna (p<0,05); TB = berbeda tidak bermakna (p>0,05)

Terdapat kenaikan aktivitas AST serum yang menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,5) pada waktu pencuplikan darah jam ke-24 bila dibandingkan dengan jam ke-0 dan 48.

Dari data tersebut, aktivitas ALT dan AST serum secara statistik

menunjukkan perbedaan yang bermakna pada pencuplikan darah jam ke-24 (p <

Perlakuan Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48

Jam ke-0 BB BB

Jam ke-24 BB BB

(69)

0,05) dibandingkan dengan pencuplikan darah jam ke-0 dan 48. Oleh sebab itu, pada penelitian jangka pendek dipilih waktu pencuplikan darah hewan uji pada jam ke-24 setelah induksi CCl4 dengan dosis 2 ml/kgBB.

D. Efek Hepatoprotektif Jangka Pendek Ekstrak Metanol-Air biji P.americana Terhadap Tikus Jantan Terinduksi Karbon Tetraklorida

Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan adanya efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air biji P.americana dengan perlakuan jangka pendek. Dalam hal ini, jangka pendek diartikan bahwa pemberian antihepatotoksin dilakukan dalam rentang waktu tertentu, yaitu pemberian ekstrak metanol-air pada jam ke 1, 4 dan 6 sebelum penginduksian CCl4.

Dosis karbon tetraklorida dan olive oil yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 2 ml/kgBB. Karbon tetraklorida diberikan secara intraperitoneal

dengan konsentrasi 50% dalam olive oil. Semua dosis yang digunakan diperoleh

berdasarkan hasil orientasi.

Gambar

Tabel III. Hasil uji statistik aktivitas AST serum setelah pemberian karbon
Tabel X. Hasil uji statistik aktivitas ALT serum setelah pemberian karbon
Tabel XVII. Hasil pengukuran validitas dan reabilitas .................................................
Gambar 1. Anatomi hati (Pearce, 2009)
+7

Referensi

Dokumen terkait

bal$a semburc Rrbar sangar berpore.si sebasai rumbuhar invdjt lnrna hampn scntra cin cni nmbL$6 invasil dinrilikinya, didblnya biji sedbu.g.. rmbll dlpal berkccmbji

Peran Perempuan Paska Perceraian di GPM Jemaat Kategorial Lanud Pattimura dari Perspektif Konseling

• Cara ini dapat dilakukan dengan cepat dan sederhana. • Uji didih ini dapat digunakan utk mendeteksi apakah susu sdh disimpan terlalu lama tanpa pendinginan dan sudah

Menimbang : bahwa dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan bebas Fiskal Luar Negeri bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak

6 dan histamine yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-antibodi

Dalam hal ini menandakan bahwa bank sangatlah penting dalam pembangunan nasional karena fungsi bank dalam Pasal 1 angka 2 UU perbankan mendefinisikan fungsi bank

[r]

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana pada Program Studi S1 Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas