• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Talas mempunyai variasi yang besar baik karakter morfologi seperti umbi,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Talas mempunyai variasi yang besar baik karakter morfologi seperti umbi,"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Talas

Talas mempunyai variasi yang besar baik karakter morfologi seperti umbi, daun dan pembungaan serta kimiawi seperti aroma, rasa dan lain-lain. Dari berbagai jenis talas telah diidentifikasi 20 kultivar talas yang mempunyai keunggulan dalam beberapa aspek tertentu dalam rangka mengembangkan potensi talas sebagai bahan pangan industri (Siregar 2011).

Adapun jenis talas sebagai berikut: talas Bogor (Colocasia esculenta L.), jenis ini berbentuk hati dengan pelepah daunnya tertancap agak ketengah, talas Belitung (Xanthosoma sagitifolium) mempunyai umbi batang maupun batang palsu yang sebenarnya tangkai daun. Umbinya digunakan sebagai bahan makanan, digoreng dan direbus, talas Padang (Colocasia gigantean), pohon lebih besar biasa tingginya 2 meter dan tangkai daunnya lebih kasar. Umbi induknya cukup besar tetapi tidak dapat dimakan. Penggunaan talas yang baik untuk mengolahan industri makanan yaitu talas Belitung dan Bogor, akan tetapi talas Bogor dapat menimbulkan rasa gatal saat dimakan (Deptan, 2009).

Ada dua jenis talas, yaitu talas yang tidak gatal dan talas yang gatal. Talas yang tidak gatal misalnya talas bote, garbu, lumbu dan jenis talas yang gatal misalnya yang disebut sente. Cara pengolahannya yaitu talas dikupas, dicuci bersih karena biasanya berlendir, dan dicuci dengan air garam agar lendir mudah hilang (Siregar, 2011).

(2)

Komposisi kimia talas

Komposisi kimia talas dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1.Komposisi kimia talas 100 gram bahan

Komposisi Jumlah Kalori Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fospor Besi NilaiVit A Vit. B1 Vit. C Air b.d.d. (Kal) (g) (g) (g) (mg) (mg) (mg) SI (mg) (mg) (g) (%) 98,0 1,9 0,2 23,7 28,0 61,0 1,0 20,0 0,13 4,0 73,0 85,0 Sumber: Departemen Kesehatan RI (1996)

Umbi talas mudah dicerna, tetapi banyak mengandung kalsium oksalat yang menyebabkan rasa umbinya tajam. Kalsium oksalat akan hilang dengan dimasak terlebih dahulu. Bagian tanaman yang dapat dimakan, yaitu umbi, tunas muda dan tangkai daun. Umbi talas banyak dibuat makanan ringan seperti keripik dan getuk talas (Siregar, 2011).

Asam oksalat merupakan senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4 dengan nama sistematis asam etanadioat. Asam dikarboksilat paling sederhana ini biasa digambarkan dengan rumus HOOC-COOH, dibagian anionnya dikenal sebagai oksalat, juga agen pereduktor. Banyak ion logam yang membentuk endapan tak larut dengan asam oksalat (H2C2O4), contoh kalsium oksalat (CaOOC-COOCa). Untuk menghilangkan rasa gatal yang disebabkan kalsium oksalat pada umbi talas dapat dilakukan dengan cara perendaman NaCl. Penghilangan kadar oksalat terjadi karena reaksi antara natrium klorida (NaCl)

(3)

dan kalsium oksalat (CaC2O4). Garam (NaCl) dilarutkan dalam air terurai menjadi ion-ion Na+ dan Cl-. Ion-ion tersebut bersifat sepereti magnet. Ion Na+ menarik ion-ion yang bermuatan negatif dan Ion Cl- menarik ion-ion yang bermuatan positif. Sedangkan kalsium oksalat (CaC2O4) dalam air terurai menjadi ion-ion Ca2+ dan C2O42-. Na+ mengikat ion C2O42- membentuk natrium oksalat (Na2C2O4). Ion Cl- mengikat Ca2+ membentuk endapan putih kalsium diklorida (CaCl2) yang mudah larut dalam air.

CaC2O4 + 2NaCl Na2C2O4 + CaCl2

Konversi umbi segar talas menjadi bentuk tepung yang siap pakai terutama untuk produksi makanan olahan selain itu dapat mendorong munculnya produk-produk lebih beragam dan berkembangnya industri berbahan dasar tepung atau pati talas sehingga meningkatkan nilai komoditas secara ekonomi. Penepungan talas juga diharapkan dapat menghindari kerugian akibat tidak terserapnya umbi segar talas di pasar ketika produksi panen berlebih (Hartati dan Prana, 2003).

Dalam bentuk tepung, talas memiliki komposisi nutrisi yang lebih baik dibandingkan beras. Tepung talas mengandung protein yang lebih tinggi dan dengan kadar lemak yang lebih rendah daripada beras. Kandungan serat talas juga cukup tinggi. Kehadiran serat ini sangat baik untuk menjaga kesehatan saluran cerna. Granula dari pati talas berukuran kecil. Dari aspek daya cerna, pati dengan ukuran granula yang kecil lebih mudah dicerna sehingga dapat digunakan sebagai bahan pangan untuk makanan pengganti ASI (MP-ASI), untuk orang tua, maupun orang yang bermasalah dengan saluran cerna. Secara tradisional, masyarakat di kepulauan Pasifik dan Hawaii telah menggunakan talas sebagai bahan pangan

(4)

untuk makanan bayi (Syamsir, 2012). Perbandingan komposisi kimia tepung umbi talas dan beras dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan komposisi kimia tepung umbi talas dan beras Komposisi Talas Beras Kadar air (g/100) Protein (g/100) Lemak (g/100) Abu (g/100) Serat kasar (g/100) Karbohidrat total (g/100) Pati • Amilosa (g/100) • Amilopektin (g/100) 10,20 12,25 0,50 4,15 0,75 72,15 67,42 2,25 65,17 9,06 10,50 1,01 0,78 0,20 78,45 67,42 9,32 58,10 Sumber : Syamsir, (2012)

Talas Bogor adalah talas yang banyak dibudidayakan di Indonesia bagian barat. Talas Bogor ini memiliki warna daun yang hijau dan warna umbi berwarna ungu gelap, mengandung energi sebesar 108 kilo kalori, protein 1,4 gram, karbohidrat 25 gram, lemak 0,4 gram, kalsium 47 miligram, fosfor 67 miligram, dan zat besi 0,7 miligram. Selain itu di dalam talas Bogor juga mengandung vitamin A, vitamin B1 0,06 miligram dan vitamin C 4 miligram. Hasil tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram talas Bogor, dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 85 % (Syamsir, 2012).

Tepung Talas

Umbi talas mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi terutama pati oleh karena itu umbi talas berguna sebagai penghasil pati dan pembuatan Tepung talas sebagai bahan baku industri. Tepung talas diperoleh dari hasil penggilingan umbi talas kering, tepung talas yang tergolong halus dan mudah dicerna ini dapat digunakan untuk pembuatan kue kering, kue basah dan roti.

(5)

Apabila hendak diolah menjadi tepung akan diperoleh hasil sekitar 60% dari hasil kering (Kartasapoetra, 1988).

Tempe

Tempe merupakan makanan hasil fermentasi tradisional berbahan baku kedelai dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai ciri-ciri berwarna putih, tekstur kompak dan flavor spesifik. Warna putih disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur yang kompak juga disebabkan oleh miselia-miselia jamur yang menghubungkan antara biji-biji kedelai tersebut. Terjadinya degradasi komponen-komponen dalam kedelai dapat menyebabkan terbentuknya flavor spesifik setelah fermentasi (Kasmidjo, 1990).

Pada proses pembuatan biji kedelai menjedi tempe terjadi perubahan kandungan gizinya, dimana kadar total nitrogennya sedikit bertambah, kadar abu meningkat, tetapi kadar lemak dan kadar nitrogen asal proteinnya berkurang, (Cahyadi, 2006). Ada beberapa manfaat mengkonsumsi tempe yaitu melindungi usus dan memperbaiki pencernaan karena tempe mengandung antibiotik alami, dapat meningkatkan daya tahan tubuh sehinnga membuat awet muda karena tempe mengandung senyawa isoflavon yang mempunyai daya proteksi terhadap sel hati, (Sarwono, 2010). Komposisi kimia tempe dapat dilihat pada Tabel 3.

(6)

Tabel 3. Komposisi kimia tempe

Komposisi Kimia Tempe Jumlah Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Serat (g) Abu (g) Calcium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Karoten total (mg) Vit B1 (mkg) Air (g) 201,0 20,8 8,8 13,8 1,4 1,6 155,0 326,0 4,0 34,0 0,19 55,3 Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1995)

Tempe dapat digunakan sebagai bahan penyusun makanan dalam bentuk tepung tempe, untuk memperkaya nilai gizi makanan seperti protein dan serat. Komposisi kimia dan nilai gizi tepung tempe dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi kimia dan nilai gizi tepung tempe 100 gram bahan.

Komponen Jumlah Komposisi (% bk) Protein Lemak Karbohidrat Air Serat Abu 48,0 24,7 13,5 9,0 2,0 2,3 Sumber : Mardiah, (1992) Tepung Tapioka

Tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku ataupun campuran pada berbagai macam produk antara lain kerupuk dan kue kering lainnya. Selain itu tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengental, bahan pengisi, bahan pengikat pada industri makanan olahan (Astawan, 2004).

(7)

Tepung tapioka banyak digunakan dalam berbagai industri karena kandugan patinya yang tinggi dan sifat patinya yang mudah tergelatinisasi dalam air panas dengan membentuk kekentalan yang dikehendaki (Sumaatmadja, 1984). Radley (1976) mengemukakan bahwa penggunaan tepung tapioka lebih disukai karena memiliki larutan yang jernih, daya gel yang baik, rasa yang netral, warna yang terang dan daya lekatnya yang sangat baik.

Kualitas tapioka sangat ditentukan oleh warna tepung, kandungan air, kandungan serat dan derajat yang kotoran rendah. Warna tapioka biasanya diperbaiki dengan penambahan natrium bisulfit (Na2SO4) sebanyak 0,1%. Ubi kayu yang digunakan untuk pembuatan tepung tapioka harus berumur kurang dari satu tahun ketika serat dan zat kayunya masih sedikit tetapi kadar patinya relatif banyak. Daya rekat tapioka yang tinggi diperoleh dengan cara menghindari penggunaan air yang berlebihan pada proses produksi (Margono, et al., 1993). Komposisi kimia tepung tapioka dapat dilaihat pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Komposisi kimia tepung tapioka (per 100 g bahan)

Komposisi Jumlah Kalori Protein Lemak Karbohidrat Air P Kalsium Fe (kal) (g) (g) (g) (g) (mg) (mg) (mg) 365,0 0,5 0,3 86,9 12,0 0,0 0,0 0,0 Bdd (bahan dapat dimakan) (g) 100,0 Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I., (1996).

Pengolahan pati sangat erat hubungannya dengan pemanasan, karena bila suspensi dalam pati dipanaskan akan terjadi gelatinisasi dan suhu saat granula pati pecah disebut dengan suhu gelatinisasi. Pati yang dipanaskan dan telah dingin

(8)

kembali ini sebagian airnya masih berada di bagian luar granula yang menggumpal. Air ini mengadakan ikatan yang erat dengan molekul-molekul pati pada permukaan butir-butir yang menggumpal. Sebagian air pada pasta yang dimasak tersebut berada dalam rongga-rongga yang terbentuk dari butir pati dan endapan amilosa. Bila gel dipotong dengan pisau atau disimpan untuk beberapa hari, air tersebut dapat keluar dari bahan. Keluarnya atau merembesnya cairan dari suatu gel dari pati disebut sineresis (Winarno, 1992). Kemungkinan air yang terikat secara kimia dengan gel cukup tinggi disebabkan oleh karakteristik amilopektin yang tersusun atas daerah yang amorf dengan ikatan yang lemah, sehingga mudah dicapai oleh air (Haryadi, 1989).

Kerupuk

Kerupuk adalah salah satu jenis produk makanan kering khas Indonesia. Kerupuk disukai sebagai lauk pauk maupun makanan ringan. Kerupuk sangat beragam baik dalam bentuk ukuran, kenampakan, cita rasa, ketebalan dan nilai gizinya (Praptiningsih, et al., 2003).

Bahan dasar kerupuk adalah pati, dan kandungan amilopektin dalam pati sangat menentukan daya kembang kerupuk. Semakin tinggi kandungan amilopektin pati maka kerupuk yang dihasilkan akan mempunyai daya kembang yang semakin besar. Pada pembuatan kerupuk sering ditambahkan bahan-bahan lain untuk memperbaiki cita rasa dan nilai nutrisi seperti udang, ikan, telur, dan lain-lain (Praptiningsih, et al., 2003). Standard mutu kerupuk dapat dilihat pada Tabel 6.

(9)

Tabel 6. Standar mutu kerupuk (per 100 g bahan) Komposisi Jumlah Protein Lemak Karbohidrat Air Abu (g) (g) (g) (g) (g) 5,64 0,85 83,44 9,42 0,65 Sumber : B.P.P.I., (2004).

Bahan Tambahan Pembuatan Kerupuk Talas

Adapun bahan tambahan pada pembuatan kerupuk talas yaitu sebagai berikut :

Baking soda

Penambahan bahan selain pati yang suka air dapat menyulitkan pemasakan pati, sehingga kematangan adonan pati mempengaruhi hasil akhir dan akibatnya mempengaruhi kerenyahan. Oleh karena itu diperlukan bahan yang dapat meningkatkan daya kembang dan kerenyahan produk, di antaranya adalah menambahkan NaHCO3 (Haryadi, 1989). Baking soda dapat meningkatkan kemampuan pati dalam menyerap air. NaHCO3 sendiri dapat mengikat air membentuk NaOH dan H2CO3 yang nantinya berperan pada pengembangan dengan menghasilkan gas CO2 dan uap air karena adanya pemanasan yakni pengeringan dan penggorengan (Setiawan, 2011).

Baking soda adalah agensia peragi yang dihasilkan oleh pencampuran suatu bahan yang bereaksi antara asam dengan natrium bikarbonat dan pati atau tepung, campuran tersebut membebaskan karbondioksida tidak kurang 12%. Dari 12% karbondioksida yang dipenuhi dengan memasukkan 23% natrium bikarbonat, tetapi untuk mengganti gas-gas yang hilang dalam penyimpanan dan kondisi lain yang menurunkan hasil gas yang dibebaskan, memerlukan formula

(10)

yang mengandung kurang lebih 26-30% soda. Bubuk ragi terdiri dari asam peragi dan bahan pengisi misalnya pati dan tepung serta senyawa lain seperti kalsium laktat atau kalsium silikat hidrat yang memiliki pengaruh terhadap terbentuknya karbondioksida dari suatu sistem. Terbukti bahwa pengencer tidak sepenuhnya bermanfaat tetapi mampu untuk menghambat reaksi komponen peragi, karena adanya penyerapan air selama penyimpanan untuk mengubah sedikit kecepatan selama pencampuran (Desrosier, 1988).

Kuning Telur

Telur berfungsi sebagai komponen utama pembentuk struktur adonan dan berfungsi untuk menjaga kelembaban, mengikat udara selama pencampuran adonan, meningkatkan nilai gizi, memberi warna, dan emulsifier karena mengandung lesithin (Salmon, 2003). Emulsi adalah suatu sediaan yang mengandung dua zat cair yang tidak tercampur, biasanya air dan minyak, cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak stabil, butir-butir ini akan bergabung dan membentuk dua lapisan air dan minyak yang terpisah (Anief, 1999).

Telur yang ditambahkan pada pembuatan kerupuk udang bertujuan untuk meningkatkan gizi, rasa, dan bersifat sebagai pengemulsi serta pangikat komponen-komponen adonan. Telur juga berperan sebagai pengikat udara dan menahannya sebagai gelembung. Penggunaan telur pada pembuatan kerupuk udang akan mempengaruhi kemekaran kerupuk udang pada waktu digoreng (Subekti, 1998).

(11)

Garam

Penambahan garam, selain sebagai pemberi cita rasa, juga berfungsi sebagai pengawet tergantung pada konsentrasi yang ditambahkan. Adapun mekanisme garam sebagai pengawet adalah: 1) Garam bersifat higroskopis, dimana garam akan menyerap kandungan air pada bahan, sehingga tidak dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya, 2) Garam bersifat osmotik, dimana garam akan menyerap air pada dinding sel bakteri sehingga terjadi plasmolisis (pemecahan dinding sel), 3) NaCl dimana Cl- akan bersifat toksin bagi mikroba (Syarief dan Irawati, 1988).

Fungsi penambahan garam adalah untuk memperbaiki rasa yaitu untuk menetralkan rasa pahit dan rasa asam, membangkitkan selera makan dan mempertajam rasa manis, selain itu garam mempunyai tekanan osmotik yang tinggi, higroskopik atau terurai menjadi Na+ dan Cl- yang merancuni sel mikrobia dan mengurangi kelarutan O2 (Purba dan Rusmarilin, 1985).

Gula

Pada dasarnya pemberian gula dalam pembuatan kerupuk terutama berperan sebagai penambah cita rasa dan pengawet, sedangkan bumbu dapat meningkatkan aroma dan cita rasa kerupuk. Bumbu yang digunakan antara lain bawang merah, bawang putih, ketumbar dan sebagainya tergantung dari citarasa yang diinginkan. Penambahan gula dapat menambah umur simpan kerupuk, karena kerupuk yang dibuat tidak menggunakan bahan pengawet maka gula dan garamlah yang akan digunakan sebagai pengawet (Astawan dan Astawan, 1991).

(12)

Bumbu

Bumbu dapat meningkatkan aroma dan citarasa kerupuk. Bumbu yang digunakan antara lain bawang merah, bawang putih, ketumbar dan sebagainya tergantung dari cita rasa yang diinginkan (Astawan dan Astawan, 1991).

Pencampuran Adonan

Pada proses pencampuran, rantai protein tepung berorientasi pada posisi sejajar. Terjadi perubahan kenampakan adonan dan memperlihatkan sifat-sifat kenampakan dan kehalusan dari suatu adonan yang dicampur dengan memadai pencampuran tepung dan air dingin menyebabkan terjadinya suspense pati dalam air tetapi tidak membentuk gel. Jika suspensi tersebut ditingkatkan suhunya, maka granula pati akan menyerap air dan mengembang. Adonan yang dicampur selanjutnya akan dikukus, saat pengukusan terjadinya proses gelatinisasi pati. Proses ini penting karena menaikkan viskositas adonan sehingga granula pati sangat melekat dan tidak dapat dipisahkan (Saparinto dan Diana, 2011).

Pengaruh pencampuran tepung dengan bahan ini terhadap daya kembang dan daya serap kerupuk terhadap minyak di mana adonan dicampurkan dengan air. Kadar air merupakan variabel penting terhadap kualitas kerupukdengan daya tahan dan daya kembang saat digoreng. Jika kadar air tinggi maka kerupuk tidak mengalami daya kembang yang baik dan kurangnya daya tahan. Dan tingginya kadar air maka kelembaban air pun tinggi sehingga mempermudah tumbuhnya mikrobia dan jamur (Andre, 2010).

Didalam pembuatan kerupuk udang pencampuran tepung dengan udang mempengaruhi daya kembang dan juga kerapuhan kerupuk tersebut, di mana udang mengandung protein yang tinggi. Sehingga rantai protein menurunkan daya

(13)

kembang dan kerapuhannya. Akan tetapi pencampuran tepung dan udang menambah kandungan protein pada kerupuk. Di samping itu, proses pembuatan adonan sangat bertujuan untuk memudahkan proses pembentukan dan pengirisan. (Diana, 2010).

Pengukusan

Pengukusan merupakan proses pemanasan dengan menggunakan uap air ke bahan, di mana uap berasal dari air itu sendiri hanya sata berubah dari fase cair menjadi gas oleh adanya pindah panas. Pindah panas dengan cara konveksi alamiah terjadi apabila bahan cair bersentuhan dengan permukaan yang lebih panas atau lebih dingin dari pada bahan cair tersebut. Ketika bahan cair tersebut dipanasi atau didinginkan, maka kerapatan akan berubah (Earle, 1969).

Proses pindah panas ini membuat adonan mengembang dan mekar saat dikukus. Dikarenakan adanya proses gelatinisasi pati dengan bahan yang melekat kuat. Pemekaran dan pengembangan molekul protein yang terdenaturasi akan membuka gugus reaktif yang ada pada rantai polipeptida. Selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau yang berdekatan. Bila unit ikatan yang terbentuk cukup banyak sehingga protein tidak lagi terdispersi sebagai suatu koloid, maka protein tersebut mengalami koagulasi. Apabila ikatan-ikatan antara gugus-gugus reaktif protein tersebut menahan seluruh cairan, akan terbentuklah gel. Sedangkan bila cairan terpisah dari protein yang terkoagulasi itu, protein akan mengendap (Winarno, 1992).

(14)

Pencetakan

Bahan mentah pada umumnya berukuran lebih besar dari yang dibutuhkan, sehingga ukuran bahan ini harus diperkecil seperti yang diinginkan. Operasi pengecilan ukuran ini dapat dibagi dua kategori utama, tergantung kepada apakah bahan tersebut bahan cair atau bahan padat. Apabila bahan padat, operasi pengecilan disebut penghancuran dan pemotongan. Dan apabila bahan cair disebut emulsifikasi (Earle, 1969). Pengecilan ukuran merupakan langkah untuk mendapatkan kerupuk yang tipis, sehingga mudah dalam proses pengeringan bahan.

Pengeringan

Pengeringan adalah suatu metoda untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas. Pada umumnya kandungan air dikurangi sampai batas agar mikroba tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya (Winarno,et al., 1980). Pada umumnya bahan pangan yang dikeringkan berubah warnanya menjadi coklat, disebabkan reaksi browning non enzimatis, juga terbentuknya case hardening yang disebabkan oleh adanya perubahan-perubahan kimia tertentu, misalnya terjadi pengumpalan protein pada permukaan karena panas atau terbentuknya dekstrin dari pati (Winarno, et al., 1980).

Pengeringan juga mempunyai kelemahan antara lain : terjadi perubahan warna dan tekstur. Perubahan warna tersebut disebabkan karena zat warna alami pada tidak tahan terhadap suhu tinggi (Buckle,et al., 1987). Mekanisme pengeringan hasil pertanian adalah dengan pemanfaatan panas, berlangsung sebagai akibat konveksi dan konduksi. Pada batas-batas tertentu, kandungan air

(15)

dapat diturunkan sehingga kualitas dari produk pertanian tersebut tetap memenuhi persyaratan seperti yang direncanakan sebelumnya. Dengan adanya pengeringan ini maka diharapkan akan menimbulkan keuntungan-keuntungan (Matondang, 1999).

Banyaknya kandungan air dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan dan aktivitas enzim, aktivitas mikroba dan aktivitas kimiawi yaitu terjadi ketengikan, reaksi non enzimatis, sehingga menimbulkan sifat-sifat organoleptik, penampakan, tekstur dan cita rasa serta nilai gizi yang berubah, di mana kadar air pada bahan pangan dapat diukur dengan berbagai cara. Metoda yang umum untuk pengukuran kadar air di laboratorium

adalah dengan cara pemanasan dalam oven atau dengan cara destilasi (Syarief dan Hariyadi, 1993).

Penggorengan

Minyak goreng mengandung sekitar 80% asam lemak tak jenuh jenis asam oleat dan linoleat, kecuali minyak kelapa. Tingginya kandungan asam lemak tak jenuh menyebabkan minyak mudah rusak oleh proses penggorengan karena selama proses menggoreng minyak akan dipanaskan secara terus menerus pada suhu tinggi serta terjadinya kontak dengan oksigen dari udara luar yang memudahkan terjadinya reaksi oksidasi pada minyak. Umumnya kerusakan oksidasi terjadi pada asam lemak tak jenuh, tetapi bila minyak dipanaskan suhu 1000C atau lebih, asam lemak jenuh pun dapat teroksidasi. Oksidasi pada penggorengan suhu 2000C menimbulkan kerusakan lebih mudah pada minyak dengan derajat ketidak jenuhan tinggi, sedangkan hidrolisis mudah terjadi pada minyak dengan asam lemak jenuh rantai panjang (Ratu, 2006).

(16)

Minyak yang diserap untuk mengempukkan sisa makanan, sesuai dengan jumlah air yang menguap pada saat menggoreng. Lapisan permukaan merupakan hasil reaksi maillard (browning non enzimatic) yang terdiri dari polimer yang larut, dan tidak larut dalam air serta berwarna coklat kekuningan. Biasanya senyawa polimer ini terbentuk bila makanan jenis gula dan asam amino, protein dan atau senyawa yang mengandung nitrogen digoreng secara bersamaan (Ratu, 2006).

Gambar

Tabel 2. Perbandingan komposisi kimia tepung umbi talas dan beras  Komposisi               Talas                   Beras  Kadar air (g/100)  Protein (g/100)  Lemak (g/100)  Abu (g/100)  Serat kasar (g/100)  Karbohidrat total (g/100)  Pati   •  Amilosa (g/100)  •  Amilopektin (g/100)  10,20 12,25   0,50   4,15   0,75   72,15  67,42    2,25  65,17    9,06 10,50   1,01   0,78   0,20 78,45 67,42   9,32  58,10  Sumber : Syamsir, (2012)
Tabel 4. Komposisi kimia dan nilai gizi tepung tempe 100 gram bahan.
Tabel 5. Komposisi kimia tepung tapioka (per 100 g bahan)

Referensi

Dokumen terkait

Karena dengan menerapkan marketing mix yang baik dan tepat maka ini akan dapat meningkatkan kepuasan konsumen sehingga timbul nya minat konsumen untuk terus mengunakan

Kelenjar kelamin adalah organ  –   organ kelamin dalam pria yang berfungsi untuk menghasilkan cairan tempat berenangnya sperma, dan cairan ini akan menjaga sperma tetap

Sehingga dapat ditafsirkan bahwa ketujuh variabel bebas (kepadatan penduduk, jumlah industri, tingkat pendidikan masyarakat, jumlah kendaraan bermotor, jarak kecamatan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok faktorial dengan ulangan tiga, yang terdiri dari faktor kompos lima taraf yaitu, 0 g (C0), 12,5 g (C2), 25,0 g, 37,5

Hasil tingkat penerimaan parameter aroma menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh dari variasi pH dan suhu pasteurisasi terhadap aroma sari kulit buah

Materi diperkaya dengan kebutuhan siswa untuk berfikir kritis dan analitis sesuai dengan standar internasional 5 Diajarkan oleh guru berbeda. (team teaching) dengan

Vokal pendek dituliskan tunggal (satu huruf), vokal panjang dituliskan ganda atau tunggal (jika merupakan suku kata terbuka atau suku kata yang diakhiri vokal).. Jika di

Membran tanpa penambahan Pluronic ® (Gambar 3) tidak berpori pada lapisan atas dan lapisan bawah membentuk seperti jari yang mengakibatkan etanol bisa terjebak