BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Deskripsi Konseptual
1. Pemecahan Masalah
Masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon. Namun, tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin (routine procedure) yang sudah diketahui si pelaku (Shadiq, 2004). Setiap masalah harus ada pemecahan masalah. Menurut Nasution (2009) pemecahan masalah berarti menyelesaikan tantangan dalam menjawab masalah. Pemecahan masalah merupakan perluasan yang wajar dari belajar aturan. Dalam memecahkan masalah kita perlu mempelajari aturan. Tidak sekadar menerapkan aturan-aturan yang diketahui, akan tetapi juga menghasilkan pelajaran baru.
spesifik. Polya (1973) mengemukakan pendapatnya bahwa secara umum terdapat empat tahap kemampuan pemecahan masalah, yaitu: memahami masalah (understanding the problem), membuat rencana penyelesaian (deising a plan), menyelesaikan masalah sesuai rencana (carrying out the plan), dan memeriksa hasil penyelesaian masalah (looking back).
Menurut John Dewey (Nasution, 2009) terdapat langkah-langkah yang diikuti dalam pemecahan masalah, yaitu:
1) Pelajar dihadapkan dengan masalah 2) Pelajar merumuskan masalah itu 3) Ia merumuskan hipotesis
4) Ia menguji hipotesis itu
Terdapat empat langkah penting yang harus dilakukan dalam proses pemecahan masalah menurut Shadiq (2004), yaitu:
1) Memahami masalahnya
2) Merencanakan cara penyelesaian 3) Melaksanakan rencana
4) Menafsirkan hasilnya
matematika dari soal yang diberikan. Lalu dalam langkah melaksanakan rencana siswa dituntut menyelesaikan model matematika yang telah dibuatnya. Dan pada tahap terakhir menafsirkan hasilnya siswa dituntut untuk dapat menyimpulkan hasil yang diperolehnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah adalah usaha dari seseorang untuk dapat menyelesaikan sebuah pertanyaan dengan menemukan jalan atau solusi untuk memecahkan masalah dengan melibatkan dirinya dalam mengatasi pertanyaan atau soal yang memiliki tantangan. Berdasarkan tahapan pemecahan masalah, berikut ini tahapan dengan indikatornya yang akan digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah yaitu sesuai tahapan Polya sebagai berikut:
Indikator kemampuan pemecahan masalah berdasarkan tahapan menurut Polya.
Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Tahapan Pemecahan Masalah Indikator
Memahami masalah Siswa dapat menetukan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam soal yang diberikan.
Membuat rencana penyelesaian
Siswa dapat menentukan rumus mana yang dapat digunakan dalam soal.
Menyelesaikan masalah sesuai rencana
Siswa dapat menyelesaikan soal sesuai dengan rumus yang telah dibuat.
Memeriksa hasil penyelesaian
2. Self Efficacy
Menurut Santrock (2007) self-efficacy adalah keyakinan bahwa seseorang dapat menguasai sebuah situasi dan memberikan hasil yang diinginkan. Self-efficacy merupakan faktor penting dalam menjelaskan apakah siswa tersebut akan berhasil atau tidak. Hal ini karena siswa yang memiliki keyakinan terhadap dirinya sendiri secara tidak sadar akan dapat memotivasi dirinya untuk bisa.
Menurut Ormrod (2008), self-efficacy adalah penilaian seseorang tentang kemampuannya sendiri untuk menjalankan perilaku tertentu atau mencapai tujuan tertentu. Setiap orang akan lebih mungkin terlibat dalam perilaku tertentu ketika mereka yakin bahwa mereka akan mampu menjalankan perilaku tersebut dengan sukses. Self-efficacy membantu seseorang dalam menentukan pilihan, usaha mereka untuk maju, kegigihan, ketekunan yang mereka tunjukan dalam menghadapi kesulitan, dan derajat kecemasan atau ketenangan yang mereka alami saat mereka mempertahankan keputusan-keputusan yang mencakup kehidupan mereka.
Ormrod (2008) menyebutkan beberapa perilaku yang dipengaruhi oleh self-efficacy yaitu sebagai berikut:
1) Pilihan aktivitas
memiliki self-efficacy tinggi. Pada saat belajar siswa yang memiliki self-efficacy rendah ia akan menghindari tugas-tugas atau soal-soal
yang menantang. Namun, hal ini akan berbeda dengan siswa yang memiliki self-efficacy tinggi. Pada saat belajar siswa yang memiliki self-efficacy tinggi mereka akan cenderung untuk lebih bersemangat dalam menyelesaikan tugas-tugas ataupun soal-soal terutama untuk tugas-tugas atau soal-soal yang menantang.
2) Tujuan
Orang yang memiliki self-efficacy tinggi akan dengan percaya diri menetapkan tujuan yang lebih tinggi bagi dirinya. Bila seseorang merasa mampu melakukan tugas-tugas dalam karir tertentu maka ia akan memilih karir tersebut.
3) Usaha dan Persistensi
Siswa yang memiliki self-efficacy tinggi akan cenderung untuk
4) Pembelajaran dan prestasi
Orang dengan self-efficacy tinggi akan cenderung lebih banyak belajar dan berprestasi daripada mereka yang memiliki self-efficacy rendah.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan self-efficacy menurut Ormrod (2008), di antaranya adalah:
a) Keberhasilan dan kegagalan pembelajar sebelumnya b) Pesan yang disampaikan orang lain
c) Keberhasilan dan kegagalan orang lain
d) Keberhasilan dan kegagalan dalam kelompok yang lebih besar. Menurut Bandura (1997) ada tiga dimensi sebagai pengukuran tingkat self-efficacy, yaitu sebagai berikut:
1) Level
Pada dimensi ini tingkat self-efficacy hanya diukur berdasarkan tingkatan atau level seseorang terhadap usaha dalam menyelesaikan level tersebut. Dalam mengerjakan tugas tertentu self-efficacy setiap orang hanya sebatas tingkat kesukaran yang rendah, sedang, atau tinggi saja.
2) Strenght
3) General
Self-efficacy juga dapat dibedakan berdasarkan general artinya
seberapa self-efficacy yang dimiliki seseorang untuk dapat digeneralisasikan ke dalam situasi yang lain.
Pada penelitian ini indikator self-efficacy dikembangkan dari dimensi-dimenasi yang dikemukakan oleh Bandura (1997), yaitu level, strenght, dan general. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini yaitu;
Tabel 2.2 Indikator Self-efficacy
Dimensi Indikator
Level 1. Siswa mampu menyelesaikan tugas.
2. Siswa mampu menghadapi tugas yang sulit.
Strenght 1. Keyakinan siswa terhadap usahanya dalam mencapai tujuan.
2. Keyakinan siswa pada kemampuannya sendiri dalam bertahan untuk menyelesaikan tugas.
General 1. Siswa mampu menyikapi situasi yang berbeda dengan baik.
2. Siswa konsisten pada tugas atau aktivitasnya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa self-efficacy adalah keyakinan pada kemampuan sendiri dalam menyelesaikan masalah. Indikator self-efficacy pada penelitian ini dikembangkan dari dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh Bandura (1997) yaitu Level, Strenght, General.
3. Problem Based Learning (PBL)
semua pengetahuan yang sudah dimilikinya dan dari semua itu akan memperoleh hasil dari kegiatan berinteraksi dengan sesama individu. Adapun pendapat Hamruni (Suyadi, 2013) mengemukakan bahwa PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu peserta didik memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya. Adapun karakteristik dari PBM menurut Min Liu (Shoimin,2014), yaitu;
1. Learning is student-centered
Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada siswa sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori kontruktivisme dimana siswa di dorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri.
2. Authentic problems form the organizing focus for learning
Masalah yang disajikan kepada siswa dalah masalah yang otentik sehingga siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti.
3. New information is acquired through self-directed learning
4. Learning occurs in small groups
Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha membangun pengetahuan secara kolaboratif, PBM dilaksanakan dalam kelompok kecil. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas dan penetapan tujuan yang jelas.
5. Teachers act as facilitators
Pada pelaksanaan PBM, guru hanya berperan sabagai fasilitator. Meskipun begitu, guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas siswa dan mendorong mereka agar mencapai target yang hendak dicapai.
Dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan menggunakan PBL terdapat langkah-langkah yang akan dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung. Menurut Hamruni (Suyadi, 2013), terdapat enam langkah untuk dapat menerapkan strategi pembelajaran berbasis masalah ini, yaitu:
1) Menyadari adanya masalah
Pada tahap ini guru dapat menunjukkan adanya gap atau kesenjangan antara realitas yang terjadi dengan idealitas atau yang dikehendaki.
2) Merumuskan masalah
merumuskan masalah, sehingga menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih fokus dan spesifik.
3) Merumuskan hipotesis
Apabila siswa sudah mampu merumuskan masalah secara spesifik, maka mereka harus mampu merumuskan hipotesis. Guru membantu siswa untuk dapat merumuskan masalah dengan tepat. 4) Mengumpulkan data
Guru mendorong siswa untuk mendapatkan atau mengumpulkan data yang relevan secepat mungkin, kemudian mengorganisasikannya, serta menyajikannya secara skematis atau terpetakan, sehingga mudah dipahami.
5) Menguji hipotesis
Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan, guru membantu siswa untuk mampu menguji hipotesis yang diajukan pada langkah ke-tiga.
6) Menentukan pilihan penyelesaian
Guru membantu siswa untuk memilih alternatif penyelesaian masalah secara bijaksana.
Tabel 2.3 Langkah-Langkah PBL
Tahapan Perilaku Guru
Fase 1: Orientasi siswa kepada masalah
Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah.
Fase 2: Mengorganisasi siswa untuk belajar
Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Fase 3: Membimbing
pengalaman individual/ kelompok
Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Fase
4:Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya. Fase 5: Menganalisis
dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa PBL adalah pembelajaran yang dimulai dengan memberikan masalah kepada siswa, dimana masalah yang diberikan merupakan masalah yang berkaitan dengan permasalahan dalam konteks dunia nyata, selanjutnya siswa memecahkan masalah tersebut dengan menggunakan pengetahuan yang dimiliki siswa sebelumnya untuk menemukan pengetahuan baru.
4. Team-Assisted Individualization (TAI)
menggabungkan kooperatif dengan pengajaran individual. Menurut Slavin sintak strategi pembelajaran bantuan individual dalam kelompok (BidaK) adalah (1) buat kelompok heterogen dan berikan bahan ajar berupa modul, (2) siswa belajar kelompok dengan dibantu oleh siswa pandai anggota kelompok secara individual, saling tukar jawaban, saling berbagi sehingga terjadi diskusi, (3) penghargaan kelompok dan refleksi serta tes formatif (Suyatno, 2009)
TAI memiliki dasar pemikiran untuk mengadaptasi pengajaran terhadap perbedaan individual berkaitan dengan kemampuan siswa maupun pencapaian prestasi siswa (Slavin, 2009). Perbedaan individualisasi pengajaran tersebut yaitu siswa memasuki kelas dengan pengetahuan, kemampuan, dan motivasi yang sangat beraagam. Dalam strategi TAI diterapkan bimbingan antar teman. Siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi akan bertanggung jawab terhadap siswa yang mempunyai kemampuan akademik kurang. Dengan hal itu maka siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilannya, sedangkan siswa yang mempunyai kemampuan akademik kurang dapat terbantu dalam menyelesaikan permasalahan yang ia hadapi dalam pembelajaran.
Menurut Shoimin (2014) Team Assisted Individualization (TAI) memiliki delapan komponen, yaitu:
rata-rata nilai harian atau nilai pada bab sebelumnya yang diperoleh siswa, sehingga guru dapat mengetahui kekurangan siswa pada bidang tertentu.
2) Teams, langkah ini cukup penting dalam penerapan strategi pembelajaran tipe Team AssistedIndividualization. Pada tahap ini guru membentuk kelompok-kelompok yang bersifat heterogen yang terdiri dari 4-5 siswa.
3) Teaching Group, guru memberikan materi secara singkat menjelang pemberian tugas kelompok.
4) Student Creative, pada sintak ini guru perlu menekankan dan menciptakan persepsi bahwa keberhasilan setiap siswa (individu) ditentukan oleh keberhasilan kelompoknya.
5) Team Study, pada sintak team study siswa belajar bersama dengan mengerjakan LKS yang diberikan dalam kelompoknya. Pada sintak ini guru juga memberikan bantuan secara individual kepada siswa-siswa yang membutuhkan dengan dibantu siswa-siswa-siswa-siswa yang memiliki kemampuan akademis tinggi di dalam kelompok tersebut yang berperan sebagai peer tutoring (tutor sebaya).
6) Fact Test, guru memberikan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa. Misalnya dengan memberikan kuis dan sebagainya. 7) Team Score and Recognition, guru memberikan skor pada hasil kerja
kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas. Misalnya dengan menyebut mereka sebagai “kelompok Ok”, “kelompok luar biasa” dan sebagainya.
8) Whole-Class Unit, pada sintak ini guru menyajikan kembali materi di akhir bab dengan strategi pemecahan masalah untuk seluruh siswa kelas di kelasnya.
Strategi Team Assited Individualization (TAI) dirancang untuk memperoleh manfaat yang sangat besar dari potensi sosialisasi yang terdapat dalam PBL. Menurut Slavin (2009) TAI juga dirancang untuk memuaskan kriteria berikut ini untuk menyelesaikan masalah-masalah teoretis dan praktis dari sistem pengajaran individual:
1) Dapat meminimalisir keterlibatan guru dalam pemeriksaan dan pengelolaan rutin.
2) Guru setidaknya akan menghabiskan separuh dari waktunya untuk mengajar kelompok-kelompok kecil.
3) Operasional program tersebut akan sedemikian sederhananya sehingga para siswa di kelas tiga ke atas dapat melakukannya.
4) Para siswa akan termotivasi untuk memperlajari materi-materi yang diberikan dengan cepat dan akurat, dan tidak akan bisa berbuat curang atau menemukan jalan pintas.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa Team Assisted Individualization (TAI) adalah strategi pembelajaran yang dilakukan
teman. Dimana Siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi akan bertanggung jawab terhadap siswa yang mempunyai kemampuan akademik kurang untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh guru. Di dalam Team Assisted Individualization (TAI) ada delapan komponen yaitu: placement test, teams, teaching group, student creative, team study, fact test, teams score and recognition, and whole class unit.
5. Problem Based Learning (PBL) dengan Strategi Team-Assisted
Individualization (TAI)
Problem Based Learning (PBL) merupakan pembelajaran yang berorientasi pada pemecahan masalah. Pada mulanya siswa diberikan masalah yang berkaitan dengan permasalahan sehari-hari lalu masalah tersebut dipecahkan bersama dalam diskusi kelompok. Dalam pelaksanaan diskusi tidak semua siswa ikut terlibat aktif. Kadang ada beberapa siswa yang pasif saat berdiskusi. Oleh karena itu perlu adanya strategi untuk mengatasi hal tersebut, salah satunya dengan menerapkan strategi Team Assisted Individualization (TAI). Team Assisted Individualization (TAI) ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar
siswa secara individual karena tipe ini mengkombinasikan keunggulan individual dan pembelajaran kooperatif.
kemampuan beragam dari mulai yang berkemampuan akademis tinggi sampai dengan rendah. Selanjutnya pemberian persepsi oleh guru bahwa keberhasilan setiap individu ditentukan oleh kelompoknya, sehingga pada saat diskusi dalam satu kelompok siswa yang mempunyai kemampuan akademis tinggi akan memberikan bimbingan kepada anggota kelompok yang mempunyai akademis kurang. Selain mendapatkan bimbingan dari siswa yang berkemampuan akademis tinggi, siswa yang akademisnya kurang juga akan dibantu oleh guru. Di akhir pembelajaran kelompok yang sukses dalam hasil diskusi kelompok akan diberikan penghargaan oleh guru.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diuraikan langkah-langkah PBL dengan strategi Team Assisted Individualization (TAI) sebagai berikut:
Tabel 2.4 Langkah-Langkah PBL dengan Strategi TAI
Tahapan Perilaku Guru
Fase 1: Orientasi siswa pada masalah
1. Guru memberikan masalah yang berkaitan dengan permasalahan dunia nyata dengan membagikan Lembar Kerja Kelompok (LKK) kepada setiap siswa. Lalu guru meminta siswa untuk mengamati.
2. Guru membantu siswa dalam mengidentifikasi dan mengkoordinasi LKK yang diberikan selama proses mencoba dilakukan siswa.
Fase 2: Mengorganisasi siswa untuk belajar
3. Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok heterogen dengan anggota kelompok empat siswa. Pembagian kelompok ini berdasarkan rata-rata nilai ulangan harian siswa. (Placement Test dan Teams)
Tahapan Perilaku Guru
yang diberikan. (Teaching Group) 5. Guru menekankan dan menciptakan
persepsi bahwa keberhasilan setiap siswa ditentukan oleh keberhasilan kelompoknya dalam memecahkan masalah dengan cara saling berdiskusi. (Student Creative)
Fase 3: Membimbing penyelidikan individu dan kelompok
6. Guru mengawasi jalannya diskusi kelompok dalam membahas penyelesaian LKK yang diberikan. (Team Study)
7. Guru meminta siswa berkemampuan tinggi untuk membantu siswa yang berkemampuan rendah dalam kelompoknya.
8. Guru memberikan bantuan secara individual kepada siswa yang membutuhkan.
Fase 4:
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
9. Guru meminta siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi LKK di depan kelas.
10.Guru memberikan kesempatan kepada siswa lain untuk bertanya atau menanggapi hasil diskusi yang sedang dipresentasikan. dikerjakan secara individual (Fact Test) 12.Guru memberikan simpulan dengan menekankan strategi penyelesaian masalah. (Whole-Class Unit)
13.Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang sukses dalam diskusi. (Teams Score and Team Recognition)
Tabel 2.5 Perbedaan Antara PBL dan PBL dengan strategi TAI
PBL PBL dengan strategi TAI
Fase 1: Orientasi siswa pada masalah 1. Guru memberikan
masalah yang berkaitan dengan permasalahan berkaitan dengan permasalahan dunia nyata dengan membagikan Lembar Kerja Kelompok (LKK) kepada setiap siswa. Lalu guru meminta siswa untuk mengamati. 2. Guru membantu siswa dalam
mengidentifikasi dan mengkoordinasi LKK yang diberikan selama proses mencoba dilakukan siswa.
Fase 2: Mengorganisasi siswa untuk belajar 3. Guru meminta siswa
untuk berkelompok ke
dalam beberapa
kelompok dengan anggota masing-masing 4-5 orang.
4. Guru memberikan LKK yang berkaitan dengan permasalahan kehidupan sehari-hari yang dibagikan kepada setiap kelompok. beberapa kelompok heterogen dengan anggota kelompok empat siswa. Pembagian kelompok ini berdasarkan rata-rata nilai ulangan harian siswa. (Placement Test dan Teams)
4. Guru memberikan materi sesuai LKK yang diberikan. (Teaching Group)
5. Guru menekankan dan menciptakan persepsi bahwa keberhasilan setiap siswa ditentukan oleh keberhasilan kelompoknya dalam memecahkan masalah dengan cara saling berdiskusi. (Student Creative) Fase 3: Membimbing penyelidikan individu dan kelompok 6. Guru membimbing
kepada setiap kelompok dalam bekerja sama
berkemampuan tinggi untuk membantu siswa yang berkemampuan rendah dalam kelompoknya.
PBL PBL dengan strategi TAI dapat menyelesaikan
masalah pada LKK.
membutuhkan.
Fase 5: Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah 8. Guru dan siswa
membahas bersama pendapat yang telah dikemukakan siswa dan melakukan evaluasi dari hasil presentasi.
9. Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan hasil pembelajaran yang diperoleh.
11.Guru memberikan soal evaluasi.
8. Guru memberikan soal evaluasi untuk dikerjakan secara individual (Fact Test)
9. Guru memberikan simpulan dengan menekankan strategi penyelesaian masalah. (Whole-Class Unit)
11.Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang sukses dalam diskusi. (Teams Score and Team Recognition)
B. Penelitian Relevan
digunakan peneliti menggunakan strategi TAI. Selain sumber data penelitian dan strategi pembelajaran penelitian Taufik dan peneliti juga berbeda pada kemampuan kognitif yang diujikan. Taufik menguji kemampuan komunikasi matematis sedangkan peneli menguji kemampuan pemecahan masalah matematis.
Penelitian yang dilakukan oleh Dian (2015) menyatakan bahwa kelas yang diajar dengan menggunakan PBL dengan strategi TPS berpengaruh terhadap kemampuan koneksi matematis siswa SMP N 1 Binangun. Penelitian yang dilakukan Dian memiliki persamaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti, yaitu terletak pada jenis penelitian, sumber data penelitian, dan model pembelajaran. Penelitian Dian dan peneliti sama-sama merupakan penelitian eksperimen. Sumber data penelitian Dian dan peneliti adalah siswa SMP. Model pembelajaran yang digunakan Dian dan peneliti sama-sama menggunakan model pembelajaran PBL. Perbedaan penelitian Dian dan penelitian peneliti terletak pada strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran yang digunakan Dian menggunakan strategi TPS sedangkan strategi pembelajaran yang digunakan peneliti menggunakan strategi TAI. Selain strategi pembelajaran penelitian Dian dan peneliti juga mempunyai perbedaan pada kemampuan kognitif. Penelitian Dian menguji kemampuan koneksi matematis sedangkan peneliti menguji kemampuan pemecahan masalah matematis.
abstraks diperluas, pada kelompok kemampuan pemecahan masalah rendah termasuk level relation dan level prastruktural. Penelitian Ida dan peneliti memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan penelitian Ida dan penelitian adalah sama-sama meneliti kemampuan pemecahan masalah. Perbedaannya terletak pada jenis penelitian dan sumber data penelitian. Jenis penelitian Ida menggunakan deskripsi kualitatif sedangkan penelitian peneliti menggunakan penelitian eksperimen. Sumber data penelitian Ida adalah siswa SMK, sedangkan sumber data peneliti adalah siswa SMP.
Beberapa penelitian di atas memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan pengaruh PBL dengan strategi TAI. Penelitian ini dilakukan sebagai tindak lanjut untuk melengkapi dan memperbaiki kekurangan dari penelitian sebelumnya. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa belum ada penelitian yang sama dengan peneliti, yaitu pengaruh Problem Based Learning (PBL) dengan strategi Team Assisted Individualization (TAI) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis dan self-efficacy siswa SMP Negeri 1 Karangpucung.
C. Kerangka Pikir
proses pembelajaran. Strategi pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru salah satunya yaitu strategi TAI. Strategi TAI adalah strategi pembelajaran yang dilakukan dengan membentuk kelompok kecil yang heterogen dan bimbingan antar teman. Strategi TAI dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual atau perorangan. Selain strategi pembelajaran, untuk mengoptimalkan tercapainya tujuan pembelajaran diperlukan adanya suatu model pembelajaran. Salah satu model yang dapat digunakan adalah PBL. PBL merupakan model pembelajaran yang dimulai dengan memberikan masalah kepada siswa, dimana masalah yang diberikan merupakan masalah yang berkaitan dengan permasalahan dalam konteks dunia nyata. Dengan adanya permasalahan, siswa belajar untuk menyelesaikannya. Salah satu kemampuan siswa yang perlu dimiliki adalah kemampuan pemecahan masalah. Di dalam pemecahan masalah, siswa tidak hanya dapat untuk memecahkan masalah tetapi juga dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya. Siswa dapat menentukan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Selain kemampuan kognitif siswa juga perlu memiliki kemampuan afektifnya, salah satunya yaitu self-efficacy. Self-efficacy perlu dimiliki setiap siswa karena self-efficacy adalah keyakinan pada kemampuan sendiri dalam menyelesaikan masalah. Dalam menyelesaikan masalah pada self-efficacy ada tingkatannya yaitu level, stenght, dan general.
langkah kedua yaitu mengorganisasi siswa untuk belajar, pada langkah ini guru menekankan dan menciptakan persepsi bahwa keberhasilan setiap siswa ditentukan oleh keberhasilan kelompoknya dalam memecahkan masalah dengan cara berdiskusi. Langkah ketiga yaitu membimbing penyelidikan individu dan kelompok, pada langkah ini guru memberikan bantuan secara individual kepada siswa yang membutuhkan dan siswa yang berkemampuan tinggi membantu siswa yang berkemampuan rendah. Langkah keempat yaitu mengembangkan dan menyajikan hasil karya, pada langkah ini guru meminta siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi dan memberikan kesempatan kepada siswa lain untuk aktif bertanya dan menanggapi hasil diskusi. Langkah kelima yaitu menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, pada langkah ini guru memberikan kesimpulan dan memberikan penghargaan kepada kelompok yang sukses dalam diskusi sehingga memotivasi siswa untuk lebih aktif dan kompak dalam berdiskusi.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Capaian kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran PBL dengan strategi TAI lebih baik dari pada kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran PBL (tanpa TAI).